studi kasus - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/1409/1/6d5a7c9d5d7d5d8edb00ccc6bb50… ·...
TRANSCRIPT
i
STUDI KASUS
HERNIA UMBILIKALIS PADA ANJING MINIPOM
Oleh
I GUSTI AGUNG GDE PUTRA PEMAYUN
ELSA HIDAYATI
LABORATORIUM BEDAH VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmatNya penulis dapat menyelesaikan laporan studi kasus yang berjudul
Hernia Umbilikalis pada Anjing Minipom.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini didukung oleh bantuan
berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr. drh I Ketut Anom Dada, MS selaku Direktur Rumah Sakit Hewan
Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang telah
memberikan fasilitas tempat untuk penelitian studi kasus ini.
2. Bapak drh. A.A Gede Jayawarditha, M.Kes selaku Kepala Laboratorium BedahVeteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang telahmemberikan ijin kepada mahasiswa Koasistensi lab Bedah untuk membantudalam penelitian studi kasus ini.
3. Bapak Dr. drh I.G.N. Sudisma, MSi selaku dosen Koasistensi Laboratroium
Bedah Veteriner.
4. Bapak Dr. drh. I Nengah Wandia, M.Si selaku dosen Koasistensi Laboratorium
Bedah Veteriner.
5. Anak-anak Koasistensi Laboratorium Bedah yang telah ikut membantu dan
menyiapkan anjing kasus yang digunakan untuk penelitian studi kasus
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran membangun penulis terima dengan tangan terbuka.
Denpasar, Januari 2016
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................ iHalaman Persetujuan................................................................................ iiKata Pengantar ........................................................................................ iiiDaftar Isi .................................................................................................. ivBAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................... 11.2 Tujuan Penelitian................................................................... 21.3 Manfaat Penelitian................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Hernia Umbilikalis ................................................................ 32.2 Etiologi ................................................................................. 42.3 Tanda Klinis ......................................................................... 42.4 Diagnosis .............................................................................. 42.5 Prognosis ............................................................................... 42.5 Treatmen ............................................................................... 5
BAB III MATERI DAN METODE3.1 Materi ...................................................................................... 6
3.1.1 Hewan ......................................................................... 63.1.2 Bahan ......................................................................... 63.1.3 Alat ............................................................................. 6
3.2 Metode ..................................................................................... 63.2.1 Preoperasi ................................................................... 63.2.2 Operasi........................................................................ 73.2.3 Pascaoperasi ............................................................... 10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Hasil....................................................................................... 114.2 Pembahasan ........................................................................... 12
BAB V SIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan........................................................................... 145.2 Saran ……………………………………………………... . 14
Daftar Pustaka ......................................................................................... 15Lampiran ……………................................................................... 16
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anjing merupakan salah satu hewan kesayangan yang banyak dipelihara oleh
manusia. Anjing banyak memberi manfaat pada manusia salah satunya bisa menjadi
teman setia, penjaga rumah dan ternak, pemburu, penyelamat, dan sebagai anjing
pelacak di kepolisian. Manfaat anjing sangatlah banyak bagi manusia maka dari itu
kesehatan anjing-anjing harus dijaga. Penyakit pada anjing bisa didapat dari faktor
keturunan (herediter) dan penyakit yang diperoleh dari luar misalkan penyakit yang
disebabkan virus, bakteri, jamur dan lain-lain.
Penyakit herediter merupakan penyakit atau gangguan yang secara genetik
diturunkan dari orang tua kepada keturunannya. Penyakit-penyakit tersebut
disebabkan oleh mutasi atau cacat dalam gen atau struktur kromosom yang dapat
diwariskan secara turun-temurun. Penyakit yang bersifat herediter banyak terjadi
pada anjing meskipun tidak berbahaya terhadap keselamatan anjing, namun dapat
menurunkan aktivitas anjing tersebut. Salah satu dari kelainan anatomi yang bersifat
herediter adalah hernia umbilikalis. Hernia umbilikalis yang besar bisa menjepit usus
atau sebagian organ tubuh lain. Dalam kasus ini cincin hernia menghambat pasokan
darah ke segmen yang terjepit dan akan terjadi kematian sel yang menyebabkan usus
nekrosis. Ini adalah kondisi yang mengancam kehidupan (Hines, 2012), sehingga
2
memerlukan tindakan penyembuhan dengan cara operasi untuk memperbaiki kelainan
tersebut.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana cara mendiagnosa, prosedur operasi dan
perawatan pasca operasi kasus hernia umbilikalis pada anjing minipom, serta
mengetahui dampak terapi pembedahan terhadap anjing tersebut.
1.3 Manfaat
Memberi informasi bagi mahasiswa PPDH dan para dokter hewan praktisi
dalam melakukan diagnosa, prosedur operasi hernia umbilikalis serta perawatan
pascaoperasi pembedahan disamping untuk menambah keterampilan bagi mahasiswa
dalam penanganan hernia umbilikalis.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hernia Umbilikalis
Hernia adalah suatu persembulan organ visceral abdominal melalui suatu
lubang (gerbang), masuk ke dalam suatu kantong yang terdiri dari peritoneum, tunika
flava, dan kulit (Sudisma et al., 2006). Hernia terdiri dari kantung hernia, isi hernia,
dan cincin hernia (Foster dan Smith, 2007). Berbagai macam hernia menurut
lokasinya menurut Hines (2012), antara lain : hernia abdominalis (hernia ventralis,
paracostral, umbilikalis, dan inguinalis), hernia diafragmatika, hernia perianalis, dan
hernia scrotalis. Hernia dapat terjadi secara kongenital ataupun dapatan. Menurut
ukuran hernia terdapat dua macam jenis hernia, yakni hernia kecil dan hernia besar.
Hernia dikatakan kecil apabila ukuran lubang hernia tidak lebih dari 2 cm, tidak
berpengaruh pada kesehatan dan aktivitas anjing, serta penanganannya tidak perlu
dilakukan operasi. Sedangkan hernia besar adalah hernia yang ukuran lubangnya
lebih dari 2 cm, dapat mempengaruhi kesehatan dan aktivitas anjing, serta
memerlukan penanganan untuk mengatasi herbia tersebut.
Hernia umbilikalis adalah hernia yang paling umum dan terjadi pada garis
tengah perut pada bagian pusar (umbilikus). Hernia tidak menimbulkan masalah
kesehatan yang nyata karena jaringan lemak biasanya hanya item yang menonjol ke
permukaan kulit. Hernia ini dapat terjadi dengan baik pada anjing jantan maupun
betina (Anonim, 2009). Hernia umbilikalis kongenital adalah yang paling umum
4
dijumpai dari semua hernia dan umumnya terjadi pada ras anjing kecil (Archibald,
1974).
2.2 Etiologi
Hernia umbilikalis merupakan hernia yang terdapat pada daerah umbilikus
yang kebanyakan disebabkan oleh faktor keturunan atau bawaan dari induknya
(Hines, 2012). Hernia umbilikalis dapat juga terbentuk akibat dari tarikan kuat pada
tali pusar saat proses kelahiran. Pemutusan atau ligasi tali pusar (umbilical cord) yang
terlalu dekat dengan dinding abdomen juga dapat menimbulkan abnormalitas ini
(Slatter, 2003). Hernia umbilikalis berisi lemak, omentum, atau usus.
2.3 Tanda Klinis
Tanda klinis yang ditunjukkan pada anjing tersebut adalah adanya penonjolan
pada daerah umbilikus, apabila di palpasi terasa lunak, dan teraba adanya cincin
hernia. Pada hernia yang besar anjing menunjukkan kesakitan bahkan sampai terjadi
gangguan pertumbuhan dari anjing tersebut akibat masuknya usus kedalam kantong
hernia.
2.4 Diagnosis
Melihat dari tanda klinis di atas maka didapat hasil diagnosis yakni hernia
umbilikalis, samping itu hernia ini dapat didiagnosa dengan pemeriksaan radiografi.
5
2.5 Prognosis
Prognosa dari hernia umbilikalis pada anjing tersebut adalah fausta, karena
dengan mereposisi organ dalam dengan melakukan tindakan operasi dapat
mengembalikan posisi organ abdomen kembali pada tempatnya.
2.6 Treatmen
Untuk hernia umbilikalis kecil penanganan hernia tidak perlu tindakan
pembedahan. Untuk hernia besar tindakan bedah merupakan satu-satunya terapi yang
tepat untuk penanganan hernia ini. Tindakan bedah dilakukan dengan cara mereposisi
dan menjahit lubang atau cincin hernia (Foster dan Smith, 2007).
6
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi
3.1.1 Hewan
Hewan yang digunakan pada studi kasus bedah ini adalah anjing minipom
betina berumur 1 tahun 4 bulan, berwarna coklat, bernama jerri, memiliki berat badan
6 kg. Tanda klinis pada anjing tersebut adalah adanya penonjolan di abdomen bagian
ventral (umbilikus), hal ini merupakan pembawaan sejak lahir. Pemilik anjing
meminta untuk dilakukan penanganan pada anjing tersebut.
3.1.2 Bahan
Alkohol, povidine iodine, lactat ringer, atropin sulfat, ketamin, xylazin,
tampon, kapas, kassa, plester, benang vicryl 2/0, benang silk 3/0, amoxan sirup.
3.1.3 Alat
Pinset anatomis, pinset sirorgis, gunting bengkok, scalpel, needle holder, allis
forcep, jarum bulat dan penampang segitiga, tali restrain, timbangan, pencukur
rambut, sarung tangan, masker, penutup kepala, dan baju bedah.
3.2 Metode
3.2.1 Preoperasi
Sebelum operasi dilakukan, dipastikan bahwa keadaan pasien memungkinkan
untuk dilakukan operasi. Pemeriksaan terhadap pasien dilakukan terlebih dahulu,
7
meliputi pemeriksaan fisik seperti : suhu (39.10C), frekuensi nafas ( 28 x/menit),
pulsus (106 kali/menit), jantung (108 kali/menit), berat badan (6 kg), dan CRT (2
detik). Dari pemeriksaan didapat bahwa hewan dalam keadaan sehat dan siap untuk
dioperasi. Selanjutnya pasien dipuasakan selama ± 12 jam sebelum tindakan operatif
dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya muntah, urinasi maupun
defekasi saat operasi berlangsung. Dilakukan penimbangan berat badan untuk
menentukan dosis premedikasi, anesthesia dan obat yang akan diberikan pada saat
pra operasi, operasi dan pasca operasi. Dilakukan pencukuran rambut pada daerah
yang akan dioperasi.
Premedikasi anestesi menggunakan atropin sulfat disuntikkan sebanyak 0,8
ml secara subkutan (penghitungan dosis terlampir). Setelah pemberian atropin sulfat,
pemasangan IV katater dipasang sekaligus pemasangan infus. 10 menit setelah
pemberian atropin, anjing disuntikkan anastesi dengan ketamin sebanyak 0,6 ml dan
xylazin 0,6 ml secara intravena melalui infus. Bila anjing sudah teranastesi maka
dipasang stomach tube untuk mengeluarkan isi lambung, kateter urin untuk
mengeluarkan urin, Endotracheal Tube untuk pengaturan nafas dan anastesi inhalasi
bila diperlukan.
3.2.2 Operasi
1. Hewan diposisikan rebah dorsal, dan bagian yang akan diinsisi dibersihkan dengan
alkohol dan povidine iodine untuk mengurangi kontaminasi bakteri saat operasi.
8
2. Sebelum melakukan insisi hernia umbilikalis, isi hernia direposisi ke dalam rongga
abdomen
3. Insisi dilakukan tepat pertengahan penonjolan sepanjang 5-6 cm dimana nantinya
melewati beberapa lapisan diantaranya kulit, linea alba dan peritoneum.
Penyayatan dilakukan perlahan-perlahan untuk menghindari adanya pendarahan,
karena terdapat banyak pembuluh darah di daerah tersebut.
4. Setelah itu dilakukan eksplorasi abdomen untuk melakukan pencarian cincin
hernia. Cincin hernia yang ditemukan kemudian dijepit dengan arteri clamp.
Selanjutnya usus yang keluar dari rongga abdomen direposisi kembali masuk
kedalam abdomen, dan teteskan antibiotik secara topikal pada rongga tersebut
untuk mencegah kemungkinan adanya infeksi bakteri.
5. Tepi kedua cincin dibuat luka baru sebelum di lakukan penjahitan pada bagian
tepinya agar cincin tersambung. Selanjutnya, dilakukan penjahitan pada tepi
cincin yang usdah dilukai dengan tipe jahitan terputus sederhana menggunakan
vicryl 2/0. Vicryl digunakan untuk menjahit jaringan ini karena sifatnya yang
dapat diabsorbsi secara perlahan oleh tubuh dan sangat kuat.
9
6. Setelah otot dinding perut dipastikan terjahit semua, selanjutnya dilakukan
penjahitan pada subkutan menggunakan benang vicryl 2/0 dengan pola jahitan
menerus subkutikuler. Selanjutnya dilakukan penjahitan kulit menggunakan
benang silk 3/0 dengan jahitan sederhana terputus. Pemberian antibiotik
disemprotkan pada setiap lapisan yang dijahit untuk mencegah infeksi sekunder
pascaoperasi.
Setelah selesai, luka jahitan dioles dengan povidine iodine dan ditutup kassa.
Selama operasi, dilakukan monitoring terhadap kondisi pasien setiap 10 menit yang
meliputi monitoring suhu, frekuensi nafas, frekuensi jantung, frekuensi pulsus, dan
mukosa(CRT) (Sudisma et al., 2006).
10
3.2.3 Pascaoperasi
Setelah selesai operasi, luka jahitan dioles dengan povidine iodine dan ditutup
kassa. Selama operasi, dilakukan monitoring terhadap kondisi pasien setiap 10 menit
yang meliputi monitoring suhu, frekuensi nafas, frekuensi jantung, frekuensi pulsus,
dan mukosa(CRT) (Sudisma et al., 2006).
Perawatan Pascaoperasi meliputi pemberian antibiotik oral menggunakan
antibiotik amoxan sirup tiga kali sehari 1 sendok teh (5 ml) selama 5 hari dan
pembersihan pada luka jahitan. Luka jahitan tersebut dibersihkan dengan rivanol
kemudian diberi betadine dan ditutup dengan kain kassa steril yang baru. Kebersihan
kandang untuk proses pemulihan juga perlu diperhatikan dan dijaga kebersihannya.
11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil pengamatan pasca operasi dapat dilihat seperti pada Tabel dibawah ini.
Hari Perubahan klinis Terapi
1 Setelah operasi anjing masih merasakan sakitberwarna kemerahan, bekas operasi masih ditutupperban. Nafsu makan dan minum menurun.
amoxan sirup
2 Luka operasi bengkak, berwarna kemerahan, bekasoperasi masih ditutup perban. Nafsu makan danminum masih belum bagus.
amoxan sirup
3 Luka operasi yang mengalami pembekakan sedikitberkurang, bekas operasi masih ditutup perban. Nasfumakan dan minum mulai meningkat.
amoxan sirup
4 Luka operasi sudah tidak bengkak, namun masihsedikit basah, bekas operasi ditutup perban karenaanjing mulai menggigit dan mencakar luka. Nafsumakan dan minum bagus.
amoxan sirup
5 Luka operasi tidak bengkak, dan luka sudah mulaimengering, perban dibuka. Nafsu makan dan minumbagus.
6 Jahitan operasi tidak bengkak, dan luka sudah mulaimengering. Nafsu makan dan minum bagus.
7 Jahitan kering namun benang masih belum dilepas.Nafsu makan dan minum bagus.
8 Jahitan kering namun benang masih belum dilepasNafsu makan dan minum bagus.
12
9 Jahitan sudah kering dan tepi luka melekat sehinggajahitan dilepas. Nafsu makan dan minum bagus.
4.2 Pembahasan
. Hasil operasi pada hari pertama dan kedua luka terlihat kemerahan, bengkak,
dan sakit dikarenakan jahitan masih dalam proses kesembuhan yaitu terjadi reaksi
inflamasi pasca pembedahan, nafsu makan dan minum masih kurang bagus mungkin
dikarenakan efek anastesi dan rasa sakit yang dirasakan. Reaksi inflamasi merupakan
reaksi protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan
(Dorland 2002). Reaksi inflamasi ini biasanya terjadi 1-3 hari pasca operasi. Hari
ketiga pascaoperasi, pembekakan mulai berkurang karena sel-sel radang berkurang
sehingga menunjukkan luka mulai sembuh, nafsu makan anjing sudah normal. Hari
keempat luka sudah tidak membengkak, radang sudah tidak terjadi. Pemberian
antibiotik diberikan pada hari pertama, kedua, ketiga, dan keempat pasca operasi, hal
ini bertujuan untuk menghindari adanya infeksi bakteri pada luka bekas operasi yang
dapat memperlama kesembuhan luka. Amoxan murupakan antibiotik golongan beta
laktam yang mempunyai spektrum luas, aktif terhadap bakteri gram negatif maupun
gram positif. Selanjutnya untuk mempercepat proses kesembuhan luka, setiap hari
luka jahitan dibersihkan dan ditetesi betadine.
Hari kelima dan keenam luka sudah sedikit mengering, sehingga pemberian
amoxan sudah tidak dilakukan lagi. Alasan penghentian pemberian amoxan ini karena
diharapkan kemungkinan infeksi akibat bakteri sudah tidak terjadi. Namun
13
pembersihan luka dan pemberian betadine masih dilakukan. Luka kering pada hari
ketujuh sampai pada hari kesembilan bekas jahitan sudah menyatu dengan baik.
Menurut Fossum (2002), pertautan tepi luka sebenarnya langsung terjadi dengan
sendirinya sebagai respon untuk mengembalikan tubuh pada keadaaan normal,
dimana terjadi regenerasi jaringan yang telah mengalami kerusakan. Pada luka
operasi jika ditangani secara tepat akan menyatu dengan sempurna antara 7 – 14
hari (Grace, 2006). Pembukaan jahitan dilakukan pada hari ke-9 pascaoperasi atau
setelah jahitan mengering. Secara umum, kondisi anjing baik dan aktif. Pembesaran
di abdomen bagian umbilikus sudah tidak terlihat. Dengan teknik penanganan yang
baik maka kejadian berulangnya kasus ini sangat kecil (Fossum 2002). Pada kasus
hernia, apabila tidak segera ditangani dengan baik, cincin hernia akan semakin
membesar dan organ yang keluar juga semakin banyak, jika telah melibatkan usus,
dapat terjadi keadaan intestinal strangulation yang dapat membahayakan hewan
(Hines 2012).
14
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Kesimpulan yang didapat adalah
1. Anjing dengan tanda klinis adanya penonjolan pada daerah umbilikalis, apabila di
palpasi terasa lunak, dan teraba adanya cincin hernia didiagnosis menderita
hernia umbilikalis.
2. Hernia umbilikalis pada anjing kasus ini ditangani dengan cara operasi atau
pembedahan yakni dengan cara mereposisi organ kedalam ruang abdomen dan
menutup cincin abdomen.
3. Hasil operasi menunjukkan kesembuhan terjadi pada hari ke-9 setelah operasi.
5.2 Saran
Hendaknya anjing dikandangkan untuk mencegah infeksi skunder, serta
mengurangi gerak hewan, selain itu pemasangan collar juga diperlukan untuk
mempercepat kesembuhan dan mengurangi kemungkinan anjing menjilat bagian
bekas operasi.
15
Daftar Pustaka
Archibald, J. 1974. Canine Surgery. 2nd Ed. American Veterinary Publication. Santa
Barbara California
Anonim. 2009. Hernias in Dogs. http://www.whatprice.co.uk/pets/. Diakses 3
oktober 2015
Borley, N. R., Grace, P.A. 2006. Surgery at a Glance. Massachusets: Blackwell
Publishing Ltd.
Dorland, W. A. N. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta: EGC
Foster, S., dan Smith, M. 2007. Hernia: Umbilical-Inguinal and Diaphragmatic.
http://www.peteducation.com. Diakses pada tanggal 4 oktober 2015
Fossum, T. W. 1997. Small Animals Surgery 1st Edition. Elsevier Health Sciences
Hines, R. 2012. Hernias In Dogs And Cats. http://www.2ndchance.info/ACC.htm.
Diakses 4 Oktober 2015
Slater, D. H. 2003. Textbook of Small Animal Surgery, Volume 2. Elsevier Health
Science
Sudisma, I.G.N., Pemayun, I.G.A.G.P., Wardhita, A.A.G.J., Gorda, I.W. 2006. Ilmu
Bedah Veteriner dan Teknik Operasi Edisi I. Pelawa Sari. Denpasar
16
LAMPIRAN
Penghitungan obat :
Jumlah obat yang diberikan dihitung dengan rumus :
Premedikasi
- atropin sulfat =. , /. / = 0,48 ml – 0,96 ml (digunakan 0,8 ml)
Anastesi
- ketamin =// = 0,6 ml – 0,9 ml (digunakan 0,6 ml)
- xylazin =// = 0,3 ml – 0,9 ml (digunakan 0,6 ml)
Antibiotik
- amoxan sirup =// = 9,6 ml/hari – 19,2 ml/hari (digunakan
15 ml perhari)