bab ii tinjauan pustaka -...

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kejadian Insomnia Pada Lansia 1. Pengertian Tidur Tidur merupakan proses normal yang bersifat aktif, teratur, berulang, reversible yang dibutuhkan oleh otak untuk menunjang proses fisiologisnya. Menurut Patricia dan Anne (2005) tidur adalah proses fisiologis yang bersiklus yang bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan. Tidur merupakan bagian penting dalam siklus 24 jam dimana organisme manusia harus berfungsi (Hudack dan Gallo,1998). Sedangkan menurut Amir (2007) tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang untuk berfungsi dengan baik. Tujuan tidur untuk mencegah kelelahan fisik dan psikis. Kurang tidur memperpanjang waktu sembuh dari sakit. 2. Tahap tidur Menurut Hudack dan Gallo (1998) tahap-tahap tidur antara lain: a. Tahap I : Latensi tidur b. Tahap II : Tidur gelombang lambat atau SWS (Slow Wate Sleep) atau tidur delta c. Tahap III : Latensi gerakan mata cepat atau REM (Rapid Eye Movement) d. Tahap IV : Tidur atau REM e. Tahap pertama menggunakan waktu antara mencoba tidur dan jatuh tertidur secara aktual. Tahap I dan II bersama-sama membentuk tidur Non REM (NREM), tahap III dan IV adalah fase REM. Selama NREM seseorang yang tidur mengalami kemajuan melalui empat tahapan selama siklus tidur yang tipikal selama 90 menit.

Upload: dominh

Post on 13-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kejadian Insomnia Pada Lansia

1.

Pengertian Tidur

Tidur merupakan proses normal yang bersifat aktif, teratur,

berulang, reversible yang dibutuhkan oleh otak untuk menunjang proses

fisiologisnya. Menurut Patricia dan Anne (2005) tidur adalah proses

fisiologis yang bersiklus yang bergantian dengan periode yang lebih

lama dari keterjagaan. Tidur merupakan bagian penting dalam siklus 24

jam dimana organisme manusia harus berfungsi (Hudack dan

Gallo,1998). Sedangkan menurut Amir (2007) tidur merupakan suatu

proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang untuk berfungsi dengan

baik. Tujuan tidur untuk mencegah kelelahan fisik dan psikis. Kurang

tidur memperpanjang waktu sembuh dari sakit.

2.

Tahap tidur

Menurut Hudack dan Gallo (1998) tahap-tahap tidur antara lain:

a. Tahap I : Latensi tidur

b. Tahap II : Tidur gelombang lambat atau SWS (Slow Wate Sleep)

atau tidur delta

c. Tahap III : Latensi gerakan mata cepat atau REM (Rapid Eye

Movement)

d. Tahap IV : Tidur atau REM

e. Tahap pertama menggunakan waktu antara mencoba tidur dan jatuh

tertidur secara aktual. Tahap I dan II bersama-sama membentuk

tidur Non REM (NREM), tahap III dan IV adalah fase REM.

Selama NREM seseorang yang tidur mengalami kemajuan melalui

empat tahapan selama siklus tidur yang tipikal selama 90 menit.

Tidur yang dangkal merupakan karasteristik dari tahap I dan II

seseorang lebih mudah terbangun. Tahap III dan IV melibatkan

tidur yang dalam, disebut tidur gelombang rendah dan seorang sulit

terbangun. Tidur REM merupakan fase paling akhir tiap siklus tidur

90 menit (Patricia dan Anne, 2005). Orang secara normal

mengalami sedikitnya 4-6 siklus tidur tiap 24 jam. Waktu rata-rata

untuk siklus tidur normal selama 90 menit, tetapi bervariasi 70-120

menit (Hudack dan Gallo, 1998).

3. Kebutuhan dan Pola Tidur Normal

Jumlah tidur tidak berubah sesuai dengan perubahan usia akan

tetapi, kualitas tidur kelihatan menjadi berubah pada kebanyakan lansia.

Episode tidur REM cenderung memendek. Dengan bertambahnya usia

terdapat penurunan dari periode tidur. Kebutuhan tidur akan berkurang

dengan bertambanya usia. Pada usia 12 tahun kebutuhan untuk tidur

adalah 9 jam, berkurang menjadi 8 jam pada usia 20 tahun, 7 jam pada

usia 40 tahun, 6½ jam pada usia 60 tahun dan 6 jam pada usia 80

tahun (Prayitno, 2004)

Seseorang lansia yang terbangun lebih sering di malam hari, dan

membutuhkan banyak waktu untuk jauh tertidur. Akan tetapi, pada

lansia yang berhasil beradaptasi terhadap perubahan fisiologis dan

psikologis dalam penuaan lebih mudah memelihara tidur REM dan

keberlangsungan dalam siklus tidur yang mirip dengan dewasa muda.

4.

Perubahan Tidur Pada Lansia Normal

Lansia menghabiskan waktunya lebih banyak di tempat tidur,

mudah jatuh tidur, tetapi juga mudah terbangun dari tidurnya.

Perubahan yang sangat menonjol yaitu terjadi pengurangan pada

gelombang lambat, terutama stadium 4 Gelombang alfa menurun dan

meningkatkan frekuensi bangun di malam hari atau meningkatkan

fragmentasi tidur karena sering terbangun. Gangguan terjadi pada

dalamnya tidur sehingga hampir sama dengan dewasa muda.

Selama dewasa muda, seorang dewasa muda normal akan

terbangun sekitar 2-4 kali. Tidak begitu halnya dengan lansia, ia lebih

sering terbangun. Walau demikian rata-rata waktu tidur total lansia

hampir sama dengan dewasa muda.

5. Jenis Gangguan Tidur

Menurut Lumbantobing (2004) jenis gangguan tidur terdiri atas:

a. Hipersomnia

Hipersomnia adalah sering tertidur (jatuh tidur) tanpa

dikehendakinya. Kecenderungan jatuh tidur tanpa dikehendaki

dapat dikuantifikasi secara subjektif dan obyektif. Hipersomnia

dapat mengakibatkan beberapa hal yaitu:

1) Cenderung jatuh tidur pada situasi yang memalukan dan mengganggu

pergaulan sosialnya

2) Paradoksikal, yaitu menjadi hiperaktif terutama pada anak-anak

3) Iritabilitas, mudah tersinggung, gugup, tindak kekerasan, depresi, dan

harga diri yang rendah.

4) Gangguan perfusi dan kognisi juga dapat terjadi di siang hari

5) Pada anak sekolah prestasinya menjadi rendah

6) Samnolen

7) Apnea tidur dan narkolepsi

b. Apnea tidur (sleep apnea)

Apnea adalah terhentinya aliran udara ke paru sekurangnya

selama 10 detik. Biasanya apnea disertai oleh frekmentasi tidur

dan menurunnya saturasi oksigen. Apnea tidur yang patologis

dapat di bagi atas :

1)

Apnea tidur sentral dapat disebabkan oleh menurunya

dorongan untuk bernafas. Kelainan ini dijumpai pada pasien

yang menderita lesi di bagian otak bagian bawah.

2) Apnea tidur obstruksi (OSA, obstructive sleep

apnea). Kelainan ini sering berasosiasi dengan obesitas,

penyakit neuromuskuler yang melemahkan otot faring

posterior

3) Apnea tidur campuran

c. Narkolepsi

Narkolepsi merupakan gangguan tidur dan bangun yang

relative jarang di jumpai. Manifestasinya adalah:

1) Mengantuk yang hebat (serangan tidur) di siang hari,

dengan kecenderungan berkali-kali tidur sepanjang hari

2) Katapleesi hilangnya tonus otot dipicu oleh emosi,

mengakibatkan immobilitas selama beberapa detik atau

menit.

3) Halusinasi hipnagonik merupakan halusinasi visual

atau auditoar yang ’hidup’ yang di alami pada permulaan

tidur

4) Paralisis tidur tidak mampu bergerak waktu mula-

mula bangun.

d. Parasomnia

Parasomnia merupakan sekelompok gangguan tidur yang

terdiri dari fenomena fisik dan prilaku, yang terjadi terutama

waktu tidur. Klasifikasi parasomnia lazim di dasarkan atas

stadium tidur terjadi kelainanya kelainan, antara lain:

1) Gangguan waktu bangun

a) Confusional arousal (bangun kacau). Gangguan ini

bersifat tidak membutuhkan terapi. Dianjurkan

menghindari kurang tidur (deprevasi tidur), melakukan

hygiene tidur yang baik, hal yang harus dilakukan pada

semua gangguan arousal.

b) Sleep walking (jalan waktu tidur), dikenal dengan

sebutan somnambulisme individu dengan

samnambulisme dapat mempunyai keadaan berikut: Sulit

bangun waktu samnambulisme, tidak mengingat

kejadianya, mau terbuka dan ekspresi wajahnya kosong,

bicara (yang jarang mempunyai makna yang berat),

kencing di tempat yang tidak biasanya (biasanya pada

anak), menggunakan kata yang tidak senonoh, yang

biasanya tidak di lakukannyadi luar episode

2) Gangguan waktu transisi tidur bangun merupakan

kelompok kejadian yang dapat terjadi sewaktu transisi

bangun ke tidur, tidur ke bangun atau jarang-jarang dari satu

stadium tidur ke stadium lainya. Jenis gangguan waktu

transisi tidur bangun adalah: ganguan gerak ritmik, mulai

tidur, kram tungkai noktural

3) Parasomnia berasosiasi dengan REM antara lain,

Nightmares (mimpi menyeramkan, mimpi buruk) sleep

paralysis (lumpuh waktu tidur) Impared sleep related penis

erecsions (ereksi penis terganggu berkaitan dengan tidur),

REM sleep behavior disorder.

e.

Insomnia

Insomnia adalah kesukaran dalam memulai dan

mempertahankan tidur. Periode singkat insomnia paling sering

berhubungan dengan kecemasan, baik secara keseluruhan

terhadap pengalaman yang mencemaskan atau dalam menghadapi

pengalaman yang menimbulkan kecemasan (Kaplan dan Sadock,

1997). Pada penderita depresi sering timbul keluhan tidur tidak

nyenyak pada malam hari dan telah terbangun pada dini hari

(early morning insomnia) (Soewadi, 1999).

Insomnia adalah gejala yang dialami oleh klien yang,

mengalami kesulitan kronis untuk tidur, sering terbangun dari

tidur atau tidur singkat atau tidur non restoratife. Penderita

insomnia mengeluarkan rasa ngantuk yang berlebihan di siang

hari dan kuantitas dan kualitas tidurnya tidak cukup. Insomnia

dapat menandakan adanya gangguan fisik atau psikologis.

Seseorang dapat mengalami insomnia transient akibat stress

situsional seperti masalah keluarga, kerja, sekolah, kehilangan

orang yang dicintai, Insomnia dapat terjadi berulang tetapi di

antara episode tersebut klien dapat tidur dengan baik. Namun,

kasua insomnia temporer akibat situasi stress dapat menyebabkan

kesulitan kronik untuk mendapatkan tidur yang cukup, mungkin

disebabkan oleh kekhawatiran dan kecemasan yang terjadi untuk

mendapatkan tidur yang adekuat tersebut (Patriscia dan Anne,

2005).

6. Tanda dan gejala

Suatu kelompok kerja dari Nasional Center for Sleep Disorders

Research menyatakan bahwa insomnia merupakan pengalaman

tidur yang tidak adekuat atau berkualitas buruk atau miskin,

yang ditandai oleh satu atau lebih gejala berikut, yaitu:

a) Sulit memulai tidur

b) Sulit mempertahankan keadaan tidur

c) Bangun terlalu cepat di pagi hari

d) Tidur yang tidak menyegarkan

Gejala insomnia dapat dibedakan sebagai berikut:

a) Kesulitan memulai tidur biasanya disebabkan oleh adanya gangguan emosi

/ketegangan / gangguan fisik (misalnya keletihan yang berlebihan atau

adanya penyakit yang mengganggu fungsi organ tubuh.

b) Bangun terlalu awal yaitu dapat dimulai tidur dengan normal namun tidur

mudah terputus atau bangun lebih awal dari waktu tidur serta kemudian

tidak tidur lagi gejala ini sering muncul seiring dengan bertambahnya usia

seseorang atau karena depresi dan sebagainya (Lumbantobing, 2004)

7. Penyebab insomnia

Menurut Suwahadi (2008) dan Perry Potter (2006) penyebab

insomnia mencaku

a) Faktor psikologi (Stres dan Depresi)

Stres yang berkepanjangan sering menjadi penyebab dari

insomnia jenis kronis, sedangkan berita-berita buruk gagal

rencana dapat menjadi penyebab insomnia transient.

Depresi paling sering ditemukan. Bangun lebih pagi dari

biasanya yang tidak diinginkan adalah gejala paling umum

dari awal depresi, cemas, neorosa dan gangguan psikologi

lainnya sering menjadi penyebab dari gangguan tidur.

b) Sakit fisik

Sesak nafas pada orang yang terserang asma, hipertensi,

penyakit jantung koroner sering dikarakteristikkan dengan

episode nyeri dada yang tiba-tiba dan denyut jantung yang

tidak teratur.sehingga seringkali mengalami frekuensi

terbangun yang sering, nokturia atau berkemih pada

malam hari,dan lansia yang mempunyai sindrom kaki tak

berdaya yang terjadi pada saat sebelum tidur mereka

mengalami berulang kali kambuh gerakan berirama pada

kaki dan tungkai.

c) Faktor lingkungan

Lingkungan yang bising seperti lingkungan lintasan

pesawat jet, lintasan kereta api, pabrik atau TV tetangga

dapat menjadi faktor penyebab susah tidur.

d) Gaya hidup

Alkohol, rokok, kopi, obat penurun berat badan, jam kerja

yang tidak teratur, juga dapat menjadi faktor penyebab

sulit tidur.

e) Usia

Usia merupakan jumlah lamanya kehidupan yang dihitung

berdasarkan tahun kelahiran sampai ulang tahun

terakhir.Usia mempengaruhi psikologi seseorang. Semakin

bertambah usia seseorang, semakin siap pula dalam

menerima cobaan dan berbagai masalah. Noorkasiani dan

S.Tamber (2009).

f) Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan status gender dari seseorang

yaitu laki-laki dan perempuan. Menurut (Rawlins, 2001)

wanita secara psikologis memiliki mekanismekoping yang

lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki dalam

mengatasi suatu masalah. Dengan adanya gangguan secara

fisik maupun secara psikologis tersebut maka wanita akan

mengalami suatu kecemasan, jika kecemasan itu berlanjut

maka akan mengalami suatu kecemasan, jika keccemasan

itu berlanjut maka akan mengakibatkan seseorang lansia

lebih sering mengalami kejadian insomnia dibandingkan

dengan laki-laki.

Menurut Peek dan Nungki (2007) jeniskelamon

merupakan aspek identitas yang sangat berarti, wanita dan

pria mempunyai pengalman yang berbeda tentang

pembentukan identitas jenis kelamin. Identitas kelamin

terbentuk sekitar usia tiga tahun, anak laki-laki dan

perempuan mulai mengenal tingkah laku dan cirri-ciri

kepribadian yang sesuai bagi masing-masing jenis

kelamin.

8. Insomnia pada Lansia dan Pengaruhnya

Insomnia adalah suatu keadaan seseorang sulit masuk

tidur, atau kesulitan mempertahankan tidur dalam kurun waktu

tertentu, sehingga menimbulkan penderitaan atau gangguan

dalam berbagai fungsi sosial, pekerjaan ataupun fungsi-fungsi

kehidupan lainnya. Insomnia mempunyai pengaruh dalam

kehidupan sehari-hari. Pada umumnya penderita mengeluh di

waktu pagi mengalami kelelahan fisik dan mental, pada siang

hari merasa ekspresif, cemas, tegang, tremor, berkurangnya

konsentrasi dan mudah tersinggung.

Orang yang tidur terlambat, baru tidur menjelang pagi

hari, biasa bangun dengan perasaan lemah, tidak berdaya,

depresif dan pusing sehingga dapat mempengaruhi kemampuan

dalam kinerjanya. Dapat menimbulkan resiko kecelakaan lalu

lintas, kesulitan dalam pengambilan suatu keputusan dalam

keluarga, pekerjaan, maupun dalam kehidupan sosial, yang

dapat menimbulkan gangguan jiwa (Erry, 2000).

9. Penatalaksanaan

a) Non farmakologik

Menurut Amin (2007), instruksi yang harus diikuti oleh

penderita insomnia antara lain: pergi ketempat tidur hanya

ketika telah mengantuk, menggunakan tempat tidur hanya

untuk tidur, jangan menonton (televisi, membaca, makan) dan

menelpon di

tempat tidur, jangan berbaring-baring di tempat tidur

karena biasa bertambah frustasi jika tidak bias tidur, jika

tidak bias tidur (setelah beberapa menit) harus banggun, pergi

keruang lain, kerjakan yang tidak membuat terjaga. Masuk

kamar tidur setelah ngantuk datang kembali, bangun pada

saat yang sama setiap hari tanpa menghiraukan waktu tidur,

total tidur, atau hari (misalnya hari minggu) menghindari

tidur di siang hari, jangan menggunakan stimulasi (kopi atau

rokok) dalam 4-6 jam sebelum tidur.

b) Farmakologik

Obat-obatan hipnotik tidak efektif untuk penggunaan

jangka panjang, sebab tolerasinya yang sering berkembang

dalam minggu pertama dan setelah satu bulan pemakean

secara teratur. Obat tidur mempunyai efek samping yang

mempengaruhi fungsi keseharian dan kualitas tidur malam.

Orang tua lebih mudah terpengaruh terhadap efek samping

dari obat tidur dari pada orang muda, Hampir semua obat

hipnotik mempengaruhi tidur REM. Ketika obat tidur tidak di

lanjutkan, orang dapat mengalami efek ulangan, yang

dikarakteristikkan oleh mimpi buruk. Secara umum obat tidur

terdiri atas, antihistamin yang dapat mempunyai efek

samping seperti konnfusi,konstipasi, dan pandangan kabur,

baik dari obatitu sendiri maupun kombinasinya.

Kombinasinya obat tidur dan obat lain yang berbahaya dan

sering berakibat fatal.

B. Kecemasan

1. Pengertian

Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang

secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal.

Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang

akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan

dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Suliswati, 2005).

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar

yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.

Keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang spesefik. Kecemasan

dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal

(Stuart, 2006).

Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan dan

memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan

seseorang mengambiltindakan untuk mengatasi ancaman (Kaplan dan

Sadock, 1999).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

pengertian kecemasan adalah suatu keadan dimana seseorang

mengalami gelisah, kekhawatiran dalam berespon terhadap ancaman

yang tidak jelas dan tidak spesifik dan dihubungkan dengan perasaan

tidak menentu dan tidak berdaya.

2. Teori Kecemasan

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) ada beberapa teori yang

menjelaskan tentang kecemasan. Teori-teori tersebut adalah:

1. Teori Psikoanalitik, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi

antara dua elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan

insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan

hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya

seseorang. Ego atau Aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen

yang bertentangan, dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa

ada bahaya.

2. Teori Interpersonal, bahwa kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap

tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga

berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan

kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga

diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan kecemasan yang

berat.

3. Teori Perilaku,kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu

yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang

diinginkan.

4. Teori Keluarga, kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu

keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan kecemasan dan gangguan

kecemasan dengan depresi.

5. Teori Biologik, menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus

untuk benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur

kecemasan. Penghambat asam aminobutirik-gamma neuroregulator

(GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalm mekaisme biologis

berhubungan dengan kecemasan.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan

Menurut Suliswati (2005), ada 2 faktor yang mempengaruhi

kecemasan yaitu:

a. Faktor predisposisi meliputi:

1) Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan

dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau

situasional

2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan

baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan

dapat menimbulkan kecemasan pada individu.

3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu

berfikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.

4) Frustasi akan menimbulkan ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan

yang berdampak terhadap ego.

5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan krena merupakan ancaman

terhadap intregitas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.

6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stres akan

mempengaruhi individu dalam berespons terhadap konflik yang dialami

karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.

7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon

individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.

8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan

yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepin dapat menekan

neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol

aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan

kecemasan.

b. Faktor presipitasi meliputi:

1) Ancaman terhadap intregitas fisik, meiputi:

a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun,

regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal.

b) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,

polutan lingkunagan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya

tempat tinggal.

2) Ancaman terhadap harga diri, meliputi:

a) Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan

di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman

terhadap intergitas fisik juga dapat mengancam harga diri.

b) Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan

status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

c. Sumber koping

Menurut Noorkasiani dan S.Tamher (2009), mekanisme

koping pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1) Usia dan jenis pekerjaan

Usia mempengaruhi psikologi seseorang. Semakin

bertambah usia seseorang, semakin siap pula dalam

menerima cobaan dan berbagai masalah.

2) Jenis kelamin

Wanita lebih siap dalam menghadapi masalah

dibandingkan laki-laki, karena wanita lebih mampu

menghadapi masalah dari pada kaum laki-laki yang

cenderung lebih emosional.

3) Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan yang rendah akan menyebabkan

seseorang tersebut mengalami kecemasan, semakin tinggi

tingkat pendidikannya akan berpengaruh terhadap

kemampuan berfikir.

4) Motivasi

Jika tiap-tiap kebutuhan dapat dicapai maka

individu akan termotivasi untuk mencari kebutuhan pada

tahap yang lebih tinggi berikutnya, sehingga individu akan

mempunyai kemampuan dalam memecahkan masalah.

5) Dukungan keluarga

Dukungan dari keluarga merupakan unsur

terpenting dalam membantu individu menyelesaikan

masalah. Apabila ada dukungan, rasa percaya diri akan

bertambah dan motivasi untuk mengahadapi masalah yang

terjadi akan meningkat.

6) Dukungan sosial

Dukungan sosial sebagai sumber koping, dimana

kehadiran orang lain dapat membantu seseorang

mengurangi kecemasan.

4. Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) tingkat kecemasan ada 4 yaitu

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi

waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat

memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan

kreativitas.

b. Kecemasan Sedang

Kecemasan ini memungkinkan seseorang untuk

memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang

lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif

namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.

c. Kecemasan Berat

Kecemasan ini mengurangi lahan persepsi seseorang.

Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci

dan spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain.semua

perilaku ditujikan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut

memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada

suatu area lain.

d. Tingkat Panik

Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror.

Rincian terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan

kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan

sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik mengakibatkan

disorganisasi kepribadian. Dengan panik, terjadi peningkatan

aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan

dengan orang lani, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan

pemikiran rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan

kehidupan dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama,

dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.

5. Respon Terhadap Kecemasan

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon terhadap kecemasan ada 4

aspek yaitu:

a. Respon fisiologis

1) Kardiovaskuler, meliputi: palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah

meningkat, rasa mau pingsan, pingsan, tekanan darah menurun, denyut

nadi menurun.

2) Pernafasan, meliputi: nafas sangat pendek, nafas sangat cepat, tekanan

pada dada, napas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi

tercekik, terengah-engah.

3) Neuromuskuler, meliputi: refleks meningkat, reaksi kejutan, mata

berkedip-kedip, insomnia, tremor frigiditas, wajah tegang, kelemahan

umum kaki goyah, gerakan yang janggal.

4) Gastrointestinal, meliputi: kehilangan nafsu makan, menolak makanan,

rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, rasa terbakar pada jantung, diare.

5) Traktus urinarius, meliputi: tidak dapat menahan kencing, sering

berkemih.

6) Kulit, meliputi: wajah kemerahan sampai telapak tangan, gatal, rasa panas,

wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.

b. Respon perilaku

Respon perilaku yang sering terjadi yaitu: gelisah,

ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang kordinasi,

cenderung mendapat cidera, menarik dari masalah, menhindar,

hiperventilasi.

c. Respon kognitif

Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam

memberikan penilaian, preokupsi, hambatan berfikir bidang

persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun,

bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat, kehilangan

objektivitas, takut kehilangan kontrol, takut pada gambar

visual, takut pada cedera dan kematian.

d. Respon afektif

Mudah tersinggung, tidak sabar, gelisah, tegang, nervus,

katakutan, alarm, terror, gugup, gelisah.

6. Cara mengukur kecemasan

Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang

apakah ringan, sedang, berat dan panik, menggunakan alat ukur

(instrument) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for

Anxiety (HRS-A), pada penelitian ini berbentuk kuesioner. HRSA

merupakan skala kecemasan yang sederhana, praktis, mudah, standar,

dan diterima secara internasional. Pada prinsipnya penilaian dengan

HRS-A terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing0masing kelompok

dirinci dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing

kelompok diberi penilaian antara 0-4, yang artinya adalah nilai 0: tidak

ada gejala, 1: gejala ringan, 2: gejala sedang, 3: gejala berat, 4: gejala

berat sekali. Masing-masing nilai angka (score) dari 14 kelompok

tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat

diketahui derajat kecemasan seseorang yaitu kurang dari 14tidak ada

kecemasan, skor 14-20 kecemasan ringan, skor 21-27 kecemasan

sedang, skor 28-41 kecemasan berat, dan skor 42-56 kecemasan berat

sekali (Hidayat, 2008).

C. Lansia

1. Pengertian

Menurut Constantinides (1994) dalam Nugroho (2000) mengatakan

bahwa menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-

lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan

terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4), UU No. 13 Tahun 1998 tentang

kesehatan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia

lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).

2. Batasan-Batasan Usia Lanjut

Ada beberapa pendapat tentang batasan-batasan usi lanjut yaitu:

a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lanjut usia

meliputi:

1) Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-59

tahun

2) Lanjut usia (elderly), yaitu kelompok usia 60-74

tahun

3) Lanjut usia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90

tahun

4) Usia saat tua (very old), yaitu kelompok usia di atas 90 tahun

b. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (Psikolog UI)

Mengatakan bahwa lansia merupakan kelanjutan dari usia

dewasa. Kedewasaan dibagi 4 bagian:

1) Fase Inventus: antara umur 25-40 tahun

2) Fase verilitas: antara umur 40-50 tahun

3) Fase praesenium: antara umur 55-65 tahun

4) Fase senium: umur antara 65 tahun hingga tutup usia

c. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro

Pengelompokan usi lanjut adalah sebagai berikut:

1) Usia Dewasa Muda (elderly adulhood): umur 18 atau 20-25 tahun

2) Usia Deawasa Penuh (middle years) atau maturitas: umur 25-60 atau 65

tahun

3) Lanjut usia (geriatric age): umur 65 atau 70 tahun

4) Young old: umur 70-75 tahun

5) Old: umur 75-80 yahun

6) Very old: umur lebih dari 80 tahun

3. Teori-Teori Proses Penuaan

Menurut Stanley dan Patricia (2002) beberapa teori tentang

penuaan dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu:

a. Teori Biologis, yaitu teori yang mencoba untuk menjelaskan

proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur,

pengembangan, panjang usia dan kematian.perubahan-

perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular dan

seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan untuk

berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit.

1) Teori Genetika

Teori sebab akibat menjelaskan bahwa penuaan

terutama dipengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak

lingkunagan pada pembentukan kode etik. Penuaan adalah

suatu proses yang secara tidak sadar di wariskan yang

berjalan dari waktu mengubah sel atau struktur jaringan.

Dengan kata lain, perubahan rentang hidup dan panjang

usia telah ditentukan sebelumnya.

2) Teori dipakai dan rusak

Teori ini mengusulkan bahwa akumulasi sampah

metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA,

sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya

malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa

tubuh akan mengalami kerusakan berdasarkan suatu

jadwal.

3) Riwayat Lingkungan

Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan

(misalnya, karsinogen dari industri cahaya matahari,

trauma dan infeksi) dapat membawa perubahan dalam

proses penuaan. Walaupun faktor-faktor ini diketahui dapat

mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan lebih

merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor

utama dalam penuaan.

4) Teori Imunitas

Teori ini menggambarkan suatu kemunduran dalam

sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika

orang bartamdah tua,pertahanan mereka lebih rentan untuk

menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi.

Seiring dengan berkurangnya fungsi imun, terjadilah

peningkatan dalam respon autoimun tubuh.

5) Teori Neuroendokrin

Teori-teori biologi penuaan, berhubungan dengan hal-hal

seperti yang telah terjadi pad struktur dan sel.

b. Teori psikologis, teori ini memusatkan perhatian pada

perubahan sikap dan prilaku yang menyertai peningkatan usia,

sebagai lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis.

Perubahan sosiolgis dikombinasikan dengan perubahan

psikologis.

1. Teori Kepribadian

Kepribadian manusia adalah suatu wilayah

pertumbuhan yang subur dalam tahun-tahun akhir

kehidupannya dan telah merangsang penelitian yang

pantas di pertimbangkan. Teori kepribadian menyebutkan

aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa

menggambarakn harapan atau tugas spesifik lansia.

2. Teori Tugas perkembangan

Erickson menguraikan tugas utama lansia adalah

mampu melihat kehidupan seseorang senagai kehidupan

yang di jalani dengan integritas. Dengan kondisi tidak

adanya pencapaian pada perasaan bahwa ia telah

menikmati kehidupan yang baik, maka lansia tersebut

beresiko untuk disibukkan denagn rasa penyesalan atau

putus asa.

3. Teori Disengagement (Teori Pembebasan)

Yaitu suatu proses yang menggambarkan penarikan

diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan tanggung

jawabnya.

4. Teori Aktifitas

Lawan langsung dari teori pembebasan adalah teori

aktifitas penuaan, yang berpandapat bahwa jalan menuju

panuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif.

5. Teori Kontinuitas

Teori ini juga dikenal dengan teori perkembangan.

Teori ini menekankan pada kemampuan koping individu

sebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk

memprediksi bagaimana seseorang akan dapat

menyesuaikan diri terhadap penuaan.

4. Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia

a. Perubahan Fisik

Perubahan fisik yang terjadi pada lansia meliputi

perubahan dari tingkat sel sampai sistem organ tubuh yaitu sistem

persyarafan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem

pengaturan temperatur tubuh, respirasi, gastrointestinal,

genitourinaria, endokrin, integumuen, muskuluskeletal.

b. Perubahan Mental

Pada umumnya lansia mengalami penurunan fungsi

kognitif dan psikomotor. Faktor yang mempengaruhi perubahan

mental yaitu: perubahan fisik, kesehatah umum, tingkat

pendidikan, keturunan, lingkungan. Dari segi mental emosional

lansia sering muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak

aman dan cemas, adanya kekacauan mental akut, merasa terancam

akan timbulnya suatu penyakit atau takut di terlantarkan karena

tidak berguna lagi.

c.Perubahan Psikososial

Masalah-masalah ini serta reaksi individu terhadapnya akan

sangat beragam, tergantung kepada kepribadian individu yang

bersangkutan. Masalah yang akan muncul adalah pensiun. Apabila

seseorang telah mengalami pensiun, maka ia akan kehilangan

teman, pekerjaan, dan status. Lansia merasakan atau sadar akan

kematiannya, sehingga lansia menimbulkan perasaan cemas.

5. Permasalahan yang Terjadi pada Lansia

Menurut Maryam dkk (2008) masalah kesehatan jiwa yang sering

timbul pada lansia adalah:

a. Kecemasan, dengan gejala: perasaan khawatir atau takut yang tidak

rasional akan kejadian yang akan terjadi, sulit tidur sepanjang malam, rasa

tegang dan cepat marah, sering mengeluh akan gejala yang ringan atau

takut terhadap penyakit yang berat misalnya; kankaer dan penyakit jantung

yang sebenarnya tidak dideritanya, sering memebayangkan hal-hal yang

menakutkan, rasa panik terhadap masalah yang ringan.

b. Depresi, ini merupakan masalah kesehatan jiwa yang sering didapatkan

pada lansia.

c. Insomnia, kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah, yang terkadang

dapat mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain yang tinggal yang

tinggal serumah. Perubahan pola tidur dapat berupa

d. Paranoid, lansia terkadang merasa bahwa ada orangyang mengancam

mereka, membicarakan, serta berkomplot ingin melukai aatu mencuri

barang miliknya. Bila kondisi ini berlangsung lam dan tidak ada dasarnya,

ini merupakan kondisi yang disebut paranoid.

e. Demensia, demensia senilis merupakan gangguan mental yang

berlangsung progresif, lambat, dan serius yang disebabkan oleh kerusakan

organik jaringan otak.

D. KERANGKA TEORI

Faktor yang mempengaruhi insomnia

Karakteristik Lansia:

• Usia

• Jenis Kelamin

Faktor Psikologis:

• Stress

• Depresi

• Kecemasan

Sakit fisik:

• Sesak nafas Kejadian Insomia

• Jantung

• Hipertensi

• Bronkitis

Faktor lingkungan:

• Lingkungan bising

Gaya hidup:

• Minum kopi

• Merokok

• Mengkonsumsi alkohol

Skema 2.1 Kerangka Teori

(Sumber: Lumbantobing 2004, Suwahadi 2008 dan Perery & Potter 2006)

E. KERANGKA KONSEP

Karakteristik Lansia

• Usia

• Jenis Kelamin

Kejadian Insomnia

Tingkat Kecemasan

Skema 2.2 Kerangka Konsep

F. VARIABEL PENELITIAN

Variabel penelitian ini terdiri dari Variabel Independent (bebas) dan

Variabel dependent (terikat) :

1. Variabel Dependent (terikat) dalam penelitian ini adalah kejadian

insomnia

2. Variabel Independent (bebas) dalam penelitian ini adalah karakteristik

usia, jenis kelamin dan tingkat kecemasan

G. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan usia dengan kejadian insomnia pada lansia di Panti

Wredha Puncang Gading Semarang.

2. Ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian insomnia pada

lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang.

3. Ada hubungan tingkat kecemasan dengan kejadian insomnia pada

lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang.