bab ii tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kejadian Insomnia Pada Lansia
1.
Pengertian Tidur
Tidur merupakan proses normal yang bersifat aktif, teratur,
berulang, reversible yang dibutuhkan oleh otak untuk menunjang proses
fisiologisnya. Menurut Patricia dan Anne (2005) tidur adalah proses
fisiologis yang bersiklus yang bergantian dengan periode yang lebih
lama dari keterjagaan. Tidur merupakan bagian penting dalam siklus 24
jam dimana organisme manusia harus berfungsi (Hudack dan
Gallo,1998). Sedangkan menurut Amir (2007) tidur merupakan suatu
proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang untuk berfungsi dengan
baik. Tujuan tidur untuk mencegah kelelahan fisik dan psikis. Kurang
tidur memperpanjang waktu sembuh dari sakit.
2.
Tahap tidur
Menurut Hudack dan Gallo (1998) tahap-tahap tidur antara lain:
a. Tahap I : Latensi tidur
b. Tahap II : Tidur gelombang lambat atau SWS (Slow Wate Sleep)
atau tidur delta
c. Tahap III : Latensi gerakan mata cepat atau REM (Rapid Eye
Movement)
d. Tahap IV : Tidur atau REM
e. Tahap pertama menggunakan waktu antara mencoba tidur dan jatuh
tertidur secara aktual. Tahap I dan II bersama-sama membentuk
tidur Non REM (NREM), tahap III dan IV adalah fase REM.
Selama NREM seseorang yang tidur mengalami kemajuan melalui
empat tahapan selama siklus tidur yang tipikal selama 90 menit.
Tidur yang dangkal merupakan karasteristik dari tahap I dan II
seseorang lebih mudah terbangun. Tahap III dan IV melibatkan
tidur yang dalam, disebut tidur gelombang rendah dan seorang sulit
terbangun. Tidur REM merupakan fase paling akhir tiap siklus tidur
90 menit (Patricia dan Anne, 2005). Orang secara normal
mengalami sedikitnya 4-6 siklus tidur tiap 24 jam. Waktu rata-rata
untuk siklus tidur normal selama 90 menit, tetapi bervariasi 70-120
menit (Hudack dan Gallo, 1998).
3. Kebutuhan dan Pola Tidur Normal
Jumlah tidur tidak berubah sesuai dengan perubahan usia akan
tetapi, kualitas tidur kelihatan menjadi berubah pada kebanyakan lansia.
Episode tidur REM cenderung memendek. Dengan bertambahnya usia
terdapat penurunan dari periode tidur. Kebutuhan tidur akan berkurang
dengan bertambanya usia. Pada usia 12 tahun kebutuhan untuk tidur
adalah 9 jam, berkurang menjadi 8 jam pada usia 20 tahun, 7 jam pada
usia 40 tahun, 6½ jam pada usia 60 tahun dan 6 jam pada usia 80
tahun (Prayitno, 2004)
Seseorang lansia yang terbangun lebih sering di malam hari, dan
membutuhkan banyak waktu untuk jauh tertidur. Akan tetapi, pada
lansia yang berhasil beradaptasi terhadap perubahan fisiologis dan
psikologis dalam penuaan lebih mudah memelihara tidur REM dan
keberlangsungan dalam siklus tidur yang mirip dengan dewasa muda.
4.
Perubahan Tidur Pada Lansia Normal
Lansia menghabiskan waktunya lebih banyak di tempat tidur,
mudah jatuh tidur, tetapi juga mudah terbangun dari tidurnya.
Perubahan yang sangat menonjol yaitu terjadi pengurangan pada
gelombang lambat, terutama stadium 4 Gelombang alfa menurun dan
meningkatkan frekuensi bangun di malam hari atau meningkatkan
fragmentasi tidur karena sering terbangun. Gangguan terjadi pada
dalamnya tidur sehingga hampir sama dengan dewasa muda.
Selama dewasa muda, seorang dewasa muda normal akan
terbangun sekitar 2-4 kali. Tidak begitu halnya dengan lansia, ia lebih
sering terbangun. Walau demikian rata-rata waktu tidur total lansia
hampir sama dengan dewasa muda.
5. Jenis Gangguan Tidur
Menurut Lumbantobing (2004) jenis gangguan tidur terdiri atas:
a. Hipersomnia
Hipersomnia adalah sering tertidur (jatuh tidur) tanpa
dikehendakinya. Kecenderungan jatuh tidur tanpa dikehendaki
dapat dikuantifikasi secara subjektif dan obyektif. Hipersomnia
dapat mengakibatkan beberapa hal yaitu:
1) Cenderung jatuh tidur pada situasi yang memalukan dan mengganggu
pergaulan sosialnya
2) Paradoksikal, yaitu menjadi hiperaktif terutama pada anak-anak
3) Iritabilitas, mudah tersinggung, gugup, tindak kekerasan, depresi, dan
harga diri yang rendah.
4) Gangguan perfusi dan kognisi juga dapat terjadi di siang hari
5) Pada anak sekolah prestasinya menjadi rendah
6) Samnolen
7) Apnea tidur dan narkolepsi
b. Apnea tidur (sleep apnea)
Apnea adalah terhentinya aliran udara ke paru sekurangnya
selama 10 detik. Biasanya apnea disertai oleh frekmentasi tidur
dan menurunnya saturasi oksigen. Apnea tidur yang patologis
dapat di bagi atas :
1)
Apnea tidur sentral dapat disebabkan oleh menurunya
dorongan untuk bernafas. Kelainan ini dijumpai pada pasien
yang menderita lesi di bagian otak bagian bawah.
2) Apnea tidur obstruksi (OSA, obstructive sleep
apnea). Kelainan ini sering berasosiasi dengan obesitas,
penyakit neuromuskuler yang melemahkan otot faring
posterior
3) Apnea tidur campuran
c. Narkolepsi
Narkolepsi merupakan gangguan tidur dan bangun yang
relative jarang di jumpai. Manifestasinya adalah:
1) Mengantuk yang hebat (serangan tidur) di siang hari,
dengan kecenderungan berkali-kali tidur sepanjang hari
2) Katapleesi hilangnya tonus otot dipicu oleh emosi,
mengakibatkan immobilitas selama beberapa detik atau
menit.
3) Halusinasi hipnagonik merupakan halusinasi visual
atau auditoar yang ’hidup’ yang di alami pada permulaan
tidur
4) Paralisis tidur tidak mampu bergerak waktu mula-
mula bangun.
d. Parasomnia
Parasomnia merupakan sekelompok gangguan tidur yang
terdiri dari fenomena fisik dan prilaku, yang terjadi terutama
waktu tidur. Klasifikasi parasomnia lazim di dasarkan atas
stadium tidur terjadi kelainanya kelainan, antara lain:
1) Gangguan waktu bangun
a) Confusional arousal (bangun kacau). Gangguan ini
bersifat tidak membutuhkan terapi. Dianjurkan
menghindari kurang tidur (deprevasi tidur), melakukan
hygiene tidur yang baik, hal yang harus dilakukan pada
semua gangguan arousal.
b) Sleep walking (jalan waktu tidur), dikenal dengan
sebutan somnambulisme individu dengan
samnambulisme dapat mempunyai keadaan berikut: Sulit
bangun waktu samnambulisme, tidak mengingat
kejadianya, mau terbuka dan ekspresi wajahnya kosong,
bicara (yang jarang mempunyai makna yang berat),
kencing di tempat yang tidak biasanya (biasanya pada
anak), menggunakan kata yang tidak senonoh, yang
biasanya tidak di lakukannyadi luar episode
2) Gangguan waktu transisi tidur bangun merupakan
kelompok kejadian yang dapat terjadi sewaktu transisi
bangun ke tidur, tidur ke bangun atau jarang-jarang dari satu
stadium tidur ke stadium lainya. Jenis gangguan waktu
transisi tidur bangun adalah: ganguan gerak ritmik, mulai
tidur, kram tungkai noktural
3) Parasomnia berasosiasi dengan REM antara lain,
Nightmares (mimpi menyeramkan, mimpi buruk) sleep
paralysis (lumpuh waktu tidur) Impared sleep related penis
erecsions (ereksi penis terganggu berkaitan dengan tidur),
REM sleep behavior disorder.
e.
Insomnia
Insomnia adalah kesukaran dalam memulai dan
mempertahankan tidur. Periode singkat insomnia paling sering
berhubungan dengan kecemasan, baik secara keseluruhan
terhadap pengalaman yang mencemaskan atau dalam menghadapi
pengalaman yang menimbulkan kecemasan (Kaplan dan Sadock,
1997). Pada penderita depresi sering timbul keluhan tidur tidak
nyenyak pada malam hari dan telah terbangun pada dini hari
(early morning insomnia) (Soewadi, 1999).
Insomnia adalah gejala yang dialami oleh klien yang,
mengalami kesulitan kronis untuk tidur, sering terbangun dari
tidur atau tidur singkat atau tidur non restoratife. Penderita
insomnia mengeluarkan rasa ngantuk yang berlebihan di siang
hari dan kuantitas dan kualitas tidurnya tidak cukup. Insomnia
dapat menandakan adanya gangguan fisik atau psikologis.
Seseorang dapat mengalami insomnia transient akibat stress
situsional seperti masalah keluarga, kerja, sekolah, kehilangan
orang yang dicintai, Insomnia dapat terjadi berulang tetapi di
antara episode tersebut klien dapat tidur dengan baik. Namun,
kasua insomnia temporer akibat situasi stress dapat menyebabkan
kesulitan kronik untuk mendapatkan tidur yang cukup, mungkin
disebabkan oleh kekhawatiran dan kecemasan yang terjadi untuk
mendapatkan tidur yang adekuat tersebut (Patriscia dan Anne,
2005).
6. Tanda dan gejala
Suatu kelompok kerja dari Nasional Center for Sleep Disorders
Research menyatakan bahwa insomnia merupakan pengalaman
tidur yang tidak adekuat atau berkualitas buruk atau miskin,
yang ditandai oleh satu atau lebih gejala berikut, yaitu:
a) Sulit memulai tidur
b) Sulit mempertahankan keadaan tidur
c) Bangun terlalu cepat di pagi hari
d) Tidur yang tidak menyegarkan
Gejala insomnia dapat dibedakan sebagai berikut:
a) Kesulitan memulai tidur biasanya disebabkan oleh adanya gangguan emosi
/ketegangan / gangguan fisik (misalnya keletihan yang berlebihan atau
adanya penyakit yang mengganggu fungsi organ tubuh.
b) Bangun terlalu awal yaitu dapat dimulai tidur dengan normal namun tidur
mudah terputus atau bangun lebih awal dari waktu tidur serta kemudian
tidak tidur lagi gejala ini sering muncul seiring dengan bertambahnya usia
seseorang atau karena depresi dan sebagainya (Lumbantobing, 2004)
7. Penyebab insomnia
Menurut Suwahadi (2008) dan Perry Potter (2006) penyebab
insomnia mencaku
a) Faktor psikologi (Stres dan Depresi)
Stres yang berkepanjangan sering menjadi penyebab dari
insomnia jenis kronis, sedangkan berita-berita buruk gagal
rencana dapat menjadi penyebab insomnia transient.
Depresi paling sering ditemukan. Bangun lebih pagi dari
biasanya yang tidak diinginkan adalah gejala paling umum
dari awal depresi, cemas, neorosa dan gangguan psikologi
lainnya sering menjadi penyebab dari gangguan tidur.
b) Sakit fisik
Sesak nafas pada orang yang terserang asma, hipertensi,
penyakit jantung koroner sering dikarakteristikkan dengan
episode nyeri dada yang tiba-tiba dan denyut jantung yang
tidak teratur.sehingga seringkali mengalami frekuensi
terbangun yang sering, nokturia atau berkemih pada
malam hari,dan lansia yang mempunyai sindrom kaki tak
berdaya yang terjadi pada saat sebelum tidur mereka
mengalami berulang kali kambuh gerakan berirama pada
kaki dan tungkai.
c) Faktor lingkungan
Lingkungan yang bising seperti lingkungan lintasan
pesawat jet, lintasan kereta api, pabrik atau TV tetangga
dapat menjadi faktor penyebab susah tidur.
d) Gaya hidup
Alkohol, rokok, kopi, obat penurun berat badan, jam kerja
yang tidak teratur, juga dapat menjadi faktor penyebab
sulit tidur.
e) Usia
Usia merupakan jumlah lamanya kehidupan yang dihitung
berdasarkan tahun kelahiran sampai ulang tahun
terakhir.Usia mempengaruhi psikologi seseorang. Semakin
bertambah usia seseorang, semakin siap pula dalam
menerima cobaan dan berbagai masalah. Noorkasiani dan
S.Tamber (2009).
f) Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan status gender dari seseorang
yaitu laki-laki dan perempuan. Menurut (Rawlins, 2001)
wanita secara psikologis memiliki mekanismekoping yang
lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki dalam
mengatasi suatu masalah. Dengan adanya gangguan secara
fisik maupun secara psikologis tersebut maka wanita akan
mengalami suatu kecemasan, jika kecemasan itu berlanjut
maka akan mengalami suatu kecemasan, jika keccemasan
itu berlanjut maka akan mengakibatkan seseorang lansia
lebih sering mengalami kejadian insomnia dibandingkan
dengan laki-laki.
Menurut Peek dan Nungki (2007) jeniskelamon
merupakan aspek identitas yang sangat berarti, wanita dan
pria mempunyai pengalman yang berbeda tentang
pembentukan identitas jenis kelamin. Identitas kelamin
terbentuk sekitar usia tiga tahun, anak laki-laki dan
perempuan mulai mengenal tingkah laku dan cirri-ciri
kepribadian yang sesuai bagi masing-masing jenis
kelamin.
8. Insomnia pada Lansia dan Pengaruhnya
Insomnia adalah suatu keadaan seseorang sulit masuk
tidur, atau kesulitan mempertahankan tidur dalam kurun waktu
tertentu, sehingga menimbulkan penderitaan atau gangguan
dalam berbagai fungsi sosial, pekerjaan ataupun fungsi-fungsi
kehidupan lainnya. Insomnia mempunyai pengaruh dalam
kehidupan sehari-hari. Pada umumnya penderita mengeluh di
waktu pagi mengalami kelelahan fisik dan mental, pada siang
hari merasa ekspresif, cemas, tegang, tremor, berkurangnya
konsentrasi dan mudah tersinggung.
Orang yang tidur terlambat, baru tidur menjelang pagi
hari, biasa bangun dengan perasaan lemah, tidak berdaya,
depresif dan pusing sehingga dapat mempengaruhi kemampuan
dalam kinerjanya. Dapat menimbulkan resiko kecelakaan lalu
lintas, kesulitan dalam pengambilan suatu keputusan dalam
keluarga, pekerjaan, maupun dalam kehidupan sosial, yang
dapat menimbulkan gangguan jiwa (Erry, 2000).
9. Penatalaksanaan
a) Non farmakologik
Menurut Amin (2007), instruksi yang harus diikuti oleh
penderita insomnia antara lain: pergi ketempat tidur hanya
ketika telah mengantuk, menggunakan tempat tidur hanya
untuk tidur, jangan menonton (televisi, membaca, makan) dan
menelpon di
tempat tidur, jangan berbaring-baring di tempat tidur
karena biasa bertambah frustasi jika tidak bias tidur, jika
tidak bias tidur (setelah beberapa menit) harus banggun, pergi
keruang lain, kerjakan yang tidak membuat terjaga. Masuk
kamar tidur setelah ngantuk datang kembali, bangun pada
saat yang sama setiap hari tanpa menghiraukan waktu tidur,
total tidur, atau hari (misalnya hari minggu) menghindari
tidur di siang hari, jangan menggunakan stimulasi (kopi atau
rokok) dalam 4-6 jam sebelum tidur.
b) Farmakologik
Obat-obatan hipnotik tidak efektif untuk penggunaan
jangka panjang, sebab tolerasinya yang sering berkembang
dalam minggu pertama dan setelah satu bulan pemakean
secara teratur. Obat tidur mempunyai efek samping yang
mempengaruhi fungsi keseharian dan kualitas tidur malam.
Orang tua lebih mudah terpengaruh terhadap efek samping
dari obat tidur dari pada orang muda, Hampir semua obat
hipnotik mempengaruhi tidur REM. Ketika obat tidur tidak di
lanjutkan, orang dapat mengalami efek ulangan, yang
dikarakteristikkan oleh mimpi buruk. Secara umum obat tidur
terdiri atas, antihistamin yang dapat mempunyai efek
samping seperti konnfusi,konstipasi, dan pandangan kabur,
baik dari obatitu sendiri maupun kombinasinya.
Kombinasinya obat tidur dan obat lain yang berbahaya dan
sering berakibat fatal.
B. Kecemasan
1. Pengertian
Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang
secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal.
Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang
akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan
dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Suliswati, 2005).
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar
yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.
Keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang spesefik. Kecemasan
dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal
(Stuart, 2006).
Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan dan
memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan
seseorang mengambiltindakan untuk mengatasi ancaman (Kaplan dan
Sadock, 1999).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
pengertian kecemasan adalah suatu keadan dimana seseorang
mengalami gelisah, kekhawatiran dalam berespon terhadap ancaman
yang tidak jelas dan tidak spesifik dan dihubungkan dengan perasaan
tidak menentu dan tidak berdaya.
2. Teori Kecemasan
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) ada beberapa teori yang
menjelaskan tentang kecemasan. Teori-teori tersebut adalah:
1. Teori Psikoanalitik, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi
antara dua elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan
insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan
hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya
seseorang. Ego atau Aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen
yang bertentangan, dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa
ada bahaya.
2. Teori Interpersonal, bahwa kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap
tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga
berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan
kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga
diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan kecemasan yang
berat.
3. Teori Perilaku,kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu
yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
4. Teori Keluarga, kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu
keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan kecemasan dan gangguan
kecemasan dengan depresi.
5. Teori Biologik, menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus
untuk benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur
kecemasan. Penghambat asam aminobutirik-gamma neuroregulator
(GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalm mekaisme biologis
berhubungan dengan kecemasan.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan
Menurut Suliswati (2005), ada 2 faktor yang mempengaruhi
kecemasan yaitu:
a. Faktor predisposisi meliputi:
1) Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan
dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau
situasional
2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan
baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan
dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu
berfikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4) Frustasi akan menimbulkan ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan
yang berdampak terhadap ego.
5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan krena merupakan ancaman
terhadap intregitas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stres akan
mempengaruhi individu dalam berespons terhadap konflik yang dialami
karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon
individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan
yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepin dapat menekan
neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol
aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan
kecemasan.
b. Faktor presipitasi meliputi:
1) Ancaman terhadap intregitas fisik, meiputi:
a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun,
regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal.
b) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polutan lingkunagan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tinggal.
2) Ancaman terhadap harga diri, meliputi:
a) Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan
di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman
terhadap intergitas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b) Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan
status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
c. Sumber koping
Menurut Noorkasiani dan S.Tamher (2009), mekanisme
koping pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1) Usia dan jenis pekerjaan
Usia mempengaruhi psikologi seseorang. Semakin
bertambah usia seseorang, semakin siap pula dalam
menerima cobaan dan berbagai masalah.
2) Jenis kelamin
Wanita lebih siap dalam menghadapi masalah
dibandingkan laki-laki, karena wanita lebih mampu
menghadapi masalah dari pada kaum laki-laki yang
cenderung lebih emosional.
3) Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan yang rendah akan menyebabkan
seseorang tersebut mengalami kecemasan, semakin tinggi
tingkat pendidikannya akan berpengaruh terhadap
kemampuan berfikir.
4) Motivasi
Jika tiap-tiap kebutuhan dapat dicapai maka
individu akan termotivasi untuk mencari kebutuhan pada
tahap yang lebih tinggi berikutnya, sehingga individu akan
mempunyai kemampuan dalam memecahkan masalah.
5) Dukungan keluarga
Dukungan dari keluarga merupakan unsur
terpenting dalam membantu individu menyelesaikan
masalah. Apabila ada dukungan, rasa percaya diri akan
bertambah dan motivasi untuk mengahadapi masalah yang
terjadi akan meningkat.
6) Dukungan sosial
Dukungan sosial sebagai sumber koping, dimana
kehadiran orang lain dapat membantu seseorang
mengurangi kecemasan.
4. Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) tingkat kecemasan ada 4 yaitu
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi
waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat
memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan
kreativitas.
b. Kecemasan Sedang
Kecemasan ini memungkinkan seseorang untuk
memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang
lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif
namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
c. Kecemasan Berat
Kecemasan ini mengurangi lahan persepsi seseorang.
Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci
dan spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain.semua
perilaku ditujikan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada
suatu area lain.
d. Tingkat Panik
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror.
Rincian terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan
kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan
sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik mengakibatkan
disorganisasi kepribadian. Dengan panik, terjadi peningkatan
aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan
dengan orang lani, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan
pemikiran rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan
kehidupan dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama,
dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.
5. Respon Terhadap Kecemasan
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon terhadap kecemasan ada 4
aspek yaitu:
a. Respon fisiologis
1) Kardiovaskuler, meliputi: palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah
meningkat, rasa mau pingsan, pingsan, tekanan darah menurun, denyut
nadi menurun.
2) Pernafasan, meliputi: nafas sangat pendek, nafas sangat cepat, tekanan
pada dada, napas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi
tercekik, terengah-engah.
3) Neuromuskuler, meliputi: refleks meningkat, reaksi kejutan, mata
berkedip-kedip, insomnia, tremor frigiditas, wajah tegang, kelemahan
umum kaki goyah, gerakan yang janggal.
4) Gastrointestinal, meliputi: kehilangan nafsu makan, menolak makanan,
rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, rasa terbakar pada jantung, diare.
5) Traktus urinarius, meliputi: tidak dapat menahan kencing, sering
berkemih.
6) Kulit, meliputi: wajah kemerahan sampai telapak tangan, gatal, rasa panas,
wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.
b. Respon perilaku
Respon perilaku yang sering terjadi yaitu: gelisah,
ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang kordinasi,
cenderung mendapat cidera, menarik dari masalah, menhindar,
hiperventilasi.
c. Respon kognitif
Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam
memberikan penilaian, preokupsi, hambatan berfikir bidang
persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun,
bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat, kehilangan
objektivitas, takut kehilangan kontrol, takut pada gambar
visual, takut pada cedera dan kematian.
d. Respon afektif
Mudah tersinggung, tidak sabar, gelisah, tegang, nervus,
katakutan, alarm, terror, gugup, gelisah.
6. Cara mengukur kecemasan
Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang
apakah ringan, sedang, berat dan panik, menggunakan alat ukur
(instrument) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for
Anxiety (HRS-A), pada penelitian ini berbentuk kuesioner. HRSA
merupakan skala kecemasan yang sederhana, praktis, mudah, standar,
dan diterima secara internasional. Pada prinsipnya penilaian dengan
HRS-A terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing0masing kelompok
dirinci dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing
kelompok diberi penilaian antara 0-4, yang artinya adalah nilai 0: tidak
ada gejala, 1: gejala ringan, 2: gejala sedang, 3: gejala berat, 4: gejala
berat sekali. Masing-masing nilai angka (score) dari 14 kelompok
tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat
diketahui derajat kecemasan seseorang yaitu kurang dari 14tidak ada
kecemasan, skor 14-20 kecemasan ringan, skor 21-27 kecemasan
sedang, skor 28-41 kecemasan berat, dan skor 42-56 kecemasan berat
sekali (Hidayat, 2008).
C. Lansia
1. Pengertian
Menurut Constantinides (1994) dalam Nugroho (2000) mengatakan
bahwa menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4), UU No. 13 Tahun 1998 tentang
kesehatan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).
2. Batasan-Batasan Usia Lanjut
Ada beberapa pendapat tentang batasan-batasan usi lanjut yaitu:
a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lanjut usia
meliputi:
1) Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-59
tahun
2) Lanjut usia (elderly), yaitu kelompok usia 60-74
tahun
3) Lanjut usia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90
tahun
4) Usia saat tua (very old), yaitu kelompok usia di atas 90 tahun
b. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (Psikolog UI)
Mengatakan bahwa lansia merupakan kelanjutan dari usia
dewasa. Kedewasaan dibagi 4 bagian:
1) Fase Inventus: antara umur 25-40 tahun
2) Fase verilitas: antara umur 40-50 tahun
3) Fase praesenium: antara umur 55-65 tahun
4) Fase senium: umur antara 65 tahun hingga tutup usia
c. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro
Pengelompokan usi lanjut adalah sebagai berikut:
1) Usia Dewasa Muda (elderly adulhood): umur 18 atau 20-25 tahun
2) Usia Deawasa Penuh (middle years) atau maturitas: umur 25-60 atau 65
tahun
3) Lanjut usia (geriatric age): umur 65 atau 70 tahun
4) Young old: umur 70-75 tahun
5) Old: umur 75-80 yahun
6) Very old: umur lebih dari 80 tahun
3. Teori-Teori Proses Penuaan
Menurut Stanley dan Patricia (2002) beberapa teori tentang
penuaan dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu:
a. Teori Biologis, yaitu teori yang mencoba untuk menjelaskan
proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur,
pengembangan, panjang usia dan kematian.perubahan-
perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular dan
seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan untuk
berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit.
1) Teori Genetika
Teori sebab akibat menjelaskan bahwa penuaan
terutama dipengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak
lingkunagan pada pembentukan kode etik. Penuaan adalah
suatu proses yang secara tidak sadar di wariskan yang
berjalan dari waktu mengubah sel atau struktur jaringan.
Dengan kata lain, perubahan rentang hidup dan panjang
usia telah ditentukan sebelumnya.
2) Teori dipakai dan rusak
Teori ini mengusulkan bahwa akumulasi sampah
metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA,
sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya
malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa
tubuh akan mengalami kerusakan berdasarkan suatu
jadwal.
3) Riwayat Lingkungan
Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan
(misalnya, karsinogen dari industri cahaya matahari,
trauma dan infeksi) dapat membawa perubahan dalam
proses penuaan. Walaupun faktor-faktor ini diketahui dapat
mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan lebih
merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor
utama dalam penuaan.
4) Teori Imunitas
Teori ini menggambarkan suatu kemunduran dalam
sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika
orang bartamdah tua,pertahanan mereka lebih rentan untuk
menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi.
Seiring dengan berkurangnya fungsi imun, terjadilah
peningkatan dalam respon autoimun tubuh.
5) Teori Neuroendokrin
Teori-teori biologi penuaan, berhubungan dengan hal-hal
seperti yang telah terjadi pad struktur dan sel.
b. Teori psikologis, teori ini memusatkan perhatian pada
perubahan sikap dan prilaku yang menyertai peningkatan usia,
sebagai lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis.
Perubahan sosiolgis dikombinasikan dengan perubahan
psikologis.
1. Teori Kepribadian
Kepribadian manusia adalah suatu wilayah
pertumbuhan yang subur dalam tahun-tahun akhir
kehidupannya dan telah merangsang penelitian yang
pantas di pertimbangkan. Teori kepribadian menyebutkan
aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa
menggambarakn harapan atau tugas spesifik lansia.
2. Teori Tugas perkembangan
Erickson menguraikan tugas utama lansia adalah
mampu melihat kehidupan seseorang senagai kehidupan
yang di jalani dengan integritas. Dengan kondisi tidak
adanya pencapaian pada perasaan bahwa ia telah
menikmati kehidupan yang baik, maka lansia tersebut
beresiko untuk disibukkan denagn rasa penyesalan atau
putus asa.
3. Teori Disengagement (Teori Pembebasan)
Yaitu suatu proses yang menggambarkan penarikan
diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan tanggung
jawabnya.
4. Teori Aktifitas
Lawan langsung dari teori pembebasan adalah teori
aktifitas penuaan, yang berpandapat bahwa jalan menuju
panuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif.
5. Teori Kontinuitas
Teori ini juga dikenal dengan teori perkembangan.
Teori ini menekankan pada kemampuan koping individu
sebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk
memprediksi bagaimana seseorang akan dapat
menyesuaikan diri terhadap penuaan.
4. Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia
a. Perubahan Fisik
Perubahan fisik yang terjadi pada lansia meliputi
perubahan dari tingkat sel sampai sistem organ tubuh yaitu sistem
persyarafan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem
pengaturan temperatur tubuh, respirasi, gastrointestinal,
genitourinaria, endokrin, integumuen, muskuluskeletal.
b. Perubahan Mental
Pada umumnya lansia mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotor. Faktor yang mempengaruhi perubahan
mental yaitu: perubahan fisik, kesehatah umum, tingkat
pendidikan, keturunan, lingkungan. Dari segi mental emosional
lansia sering muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak
aman dan cemas, adanya kekacauan mental akut, merasa terancam
akan timbulnya suatu penyakit atau takut di terlantarkan karena
tidak berguna lagi.
c.Perubahan Psikososial
Masalah-masalah ini serta reaksi individu terhadapnya akan
sangat beragam, tergantung kepada kepribadian individu yang
bersangkutan. Masalah yang akan muncul adalah pensiun. Apabila
seseorang telah mengalami pensiun, maka ia akan kehilangan
teman, pekerjaan, dan status. Lansia merasakan atau sadar akan
kematiannya, sehingga lansia menimbulkan perasaan cemas.
5. Permasalahan yang Terjadi pada Lansia
Menurut Maryam dkk (2008) masalah kesehatan jiwa yang sering
timbul pada lansia adalah:
a. Kecemasan, dengan gejala: perasaan khawatir atau takut yang tidak
rasional akan kejadian yang akan terjadi, sulit tidur sepanjang malam, rasa
tegang dan cepat marah, sering mengeluh akan gejala yang ringan atau
takut terhadap penyakit yang berat misalnya; kankaer dan penyakit jantung
yang sebenarnya tidak dideritanya, sering memebayangkan hal-hal yang
menakutkan, rasa panik terhadap masalah yang ringan.
b. Depresi, ini merupakan masalah kesehatan jiwa yang sering didapatkan
pada lansia.
c. Insomnia, kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah, yang terkadang
dapat mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain yang tinggal yang
tinggal serumah. Perubahan pola tidur dapat berupa
d. Paranoid, lansia terkadang merasa bahwa ada orangyang mengancam
mereka, membicarakan, serta berkomplot ingin melukai aatu mencuri
barang miliknya. Bila kondisi ini berlangsung lam dan tidak ada dasarnya,
ini merupakan kondisi yang disebut paranoid.
e. Demensia, demensia senilis merupakan gangguan mental yang
berlangsung progresif, lambat, dan serius yang disebabkan oleh kerusakan
organik jaringan otak.
D. KERANGKA TEORI
Faktor yang mempengaruhi insomnia
Karakteristik Lansia:
• Usia
• Jenis Kelamin
Faktor Psikologis:
• Stress
• Depresi
• Kecemasan
Sakit fisik:
• Sesak nafas Kejadian Insomia
• Jantung
• Hipertensi
• Bronkitis
Faktor lingkungan:
• Lingkungan bising
Gaya hidup:
• Minum kopi
• Merokok
• Mengkonsumsi alkohol
Skema 2.1 Kerangka Teori
(Sumber: Lumbantobing 2004, Suwahadi 2008 dan Perery & Potter 2006)
E. KERANGKA KONSEP
Karakteristik Lansia
• Usia
• Jenis Kelamin
Kejadian Insomnia
Tingkat Kecemasan
Skema 2.2 Kerangka Konsep
F. VARIABEL PENELITIAN
Variabel penelitian ini terdiri dari Variabel Independent (bebas) dan
Variabel dependent (terikat) :
1. Variabel Dependent (terikat) dalam penelitian ini adalah kejadian
insomnia
2. Variabel Independent (bebas) dalam penelitian ini adalah karakteristik
usia, jenis kelamin dan tingkat kecemasan
G. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan usia dengan kejadian insomnia pada lansia di Panti
Wredha Puncang Gading Semarang.
2. Ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian insomnia pada
lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang.
3. Ada hubungan tingkat kecemasan dengan kejadian insomnia pada
lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang.