bab ii tinjauan pustaka impact program vokasional terapi

30
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian ini dilakukan tidak lepas dari hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya, sebagai pertanda dalam kajian ini peneliti menulis penelitian ini.adapun penelitian yang dijadikan reverensi dan perbandingan yang tidak lepas dari topik pembahasan dalam penelitian yaitu tentang Impact Program Vokasional terapi terhadap kemandirian tuna netra di Kota Malang, antara lain: Tabel 1.1 Data Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Judul Peneliti Hasil Peneliti Khairani (2016) Media Flashcard Braille Terhadap Kemampuan Membaca Permulaan Anak Tunanetra Media flashcard berpengaruh terhadap kemampuan membaca permulaan anak tunanetra. Hal ini terlihat dari nilai terlihat dari perbedaan nilai rata-rata pada siswa tunanetra sebelum diberikan perlakuan menggunakan media flashcard braille yaitu 34 dan setelah diberikan perlakuan menggunakan media flashcard braille yaitu 82,5. Sehingga hasil penelitian ini terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan media flashcard braille terhadap kemampuan membaca permulaan anak tunanetra di SLBA YPAB tegalsari

Upload: others

Post on 30-Nov-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dilakukan tidak lepas dari hasil penelitian yang sudah ada

sebelumnya, sebagai pertanda dalam kajian ini peneliti menulis penelitian ini.adapun

penelitian yang dijadikan reverensi dan perbandingan yang tidak lepas dari topik

pembahasan dalam penelitian yaitu tentang Impact Program Vokasional terapi

terhadap kemandirian tuna netra di Kota Malang, antara lain:

Tabel 1.1

Data Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti Judul Peneliti Hasil Peneliti

Khairani (2016) Media Flashcard

Braille Terhadap

Kemampuan

Membaca Permulaan

Anak Tunanetra

Media flashcard

berpengaruh terhadap

kemampuan membaca

permulaan anak

tunanetra. Hal ini terlihat

dari nilai terlihat dari

perbedaan nilai rata-rata

pada siswa tunanetra

sebelum diberikan

perlakuan menggunakan

media flashcard braille

yaitu 34 dan setelah

diberikan perlakuan

menggunakan media

flashcard braille yaitu

82,5. Sehingga hasil

penelitian ini terdapat

pengaruh yang signifikan

penggunaan media

flashcard braille terhadap

kemampuan membaca

permulaan anak

tunanetra di SLBA

YPAB tegalsari

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

10

Surabaya.

Junika Hestu

Arvianti (2017)

Keberfusngsian

Sosial Penyandang

Tuna Netra dalam

kehidupan

bermasyarakat (

Studi pada Alumni

UPT Rehabilitasi

Sosial Bina Netra

Kota Malang

Penyandang tuna mampu

memenuhi kebutuhan

dirinya dengan membuka

praktek sendiri, mampu

berpergian kemana saja

tanpa bantuan orang lain

mampu menggunakan

kemampuan orientasi

mobilitas yang didapat

dari UPT Rehabilitasi

Sosial Bina Netra, serta

telah mampu

mengembangkan hobi

dan berbagai ilmu kepada

teman-temannya dan

membantu perekonomian

keluarga dan hasil

membuka usaha praktek

pijatnya dengan kata lain

penyandang tuna netra

telah mandiri dengan

melayani dirinya dan

melayani orang lain.

B. Konsep Vokasional

1. Pengertian Vokasional

Vokasional adalah keterampilan yang bersifat individu dan bersifat khusus

(terspesialisasi), sesuai dengan kemapuan yang dimiliki dan disesuaikan dengan

kondisi lingkungan sekitar individu tersebut, sehingga suatu kegiatan yang memerlukan

praktik yang dapat membuat suatu individu berkembang. Dengan kempuan yang

dimiliki dalam melakukan eksplorasi terhadap masalah pendidikan dan pekerjaan

penilaian terhadap kemamapuan diri yang dapat dikaitkan dengan masalah pekerjaan,

perencanaan pekerjaan, usaha pekerjaan pengambilan keputusan dalam pemilihan suatu

pekerjaan tersebut.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

11

Keterampilan Vokasional suatu pembelajaran yang dapat menitik beratkan pada

praktik dan pengembangan teori-teori yang ada dengan tujuan mempersiapkan individu

agar terampil dalam bidang-bidang tertentu atau sesuai dengan pilihan, bakat, minat

dan potensi yang dimilikinya) agar dapat terus berkompetisi di dunia usaha, industry

dan dunia kerja. dan lain sebagainya. Keterampilan Vokasional memerlukan beberapa

keterampilan yang sudah disepakati dan sudah pernah dilakukan oleh orang lain,

sehingga dapat mengetahui perkembangan yang selama ini dilakukan. Dan juga dapat

menunjukkan bahwa pekerjaan tertentu membutuhkan kualifikasi/ kopetensi SDM

yang berbeda-beda. Dengan begitu kemajuan modern dalam bidang pelatihan

keterampilan, akomodasi terkait, serta teknologi, dapat meningkatkan dengan luar biasa

kesempatan vokasional mereka. Keterampilan vokasional merupakan pendidikan

umum, proses pembelajarannya memperoleh keterampilan praktis, sikap kerja yang

baik, pemahaman serta pengetahuan tentang pekerjaan di segala sektor ekonomi dan

sosial ( UNESCO, 2001)

Vokasional diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri, sehingga

mamou mengembangkan dan menjadi pribdai yang mandiri dan tidak bergantung pada

lingkungan dan orang lain. Layananan vokasional dapat diberikan kepada siapapun

yang membutuhkan dan dari kalangan apapun bisa. Untuk layanan vokasional yang

diberikan Tunanetra mestinya menyesuaikan bakat, minat, serta kebutuhan pekerjaan.

Dalam hal ini harus dimulai dengan hal-hal yang sederhana dan kongkret, sehingga

pelaksanaannya mempraktekkan secara langsung lebih diutamakan. Hal tersebut sangat

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

12

penting dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi kelainan dari masing-masing

individu (Suparno,dkk, 2009:2)

Pendidikan Vokasional atau Vocational Education adalah pendidikan untuk

dunia kerja (Education for Vocation) (Sudira, 2015: 4). Pavlova menyatakan

pendapatnya tentang pendidikan vokasional yakni: “Tradionally, direct preparation for

work was the main goal vocational education. It was perceived as providing spesific

training that was reproductive and based on teacher’s instruction, with the intention to

develop understanding of a particular industry, comprising the spesific skills or tricks

of the trade. Student’s motivation was seen to be engendered by the economic benefits

to them, in the future. Comptency-based training was chosen by most goverments in

Western scocieties as a model for vocational education (VE) (Pavlova, 2009:7).”

Tradisi pendidikan vokasi bertujuan untuk menyiapkan lulusan untuk bekerja, agar siap

bekerja maka pendidikan vokasional memuat pelatihan khusus yang cenderung bersifat

reproduktif sesuai perintah guru atau instruktur dengan fokus perhatian pada

pengembangan kebutuhan industri, berisikan skill khusus atau trik-trik 12 pasar.

Motivasi utama pendidikan vokasional terletak pada keuntungan ekonomi untuk masa

depan. Pelatihan berbasis kompetensi dipilih sebagai model pendidikan vokasional.

Pendidikan vokasional mempersiapkan tenaga kerja terlatih dengan skill tinggi yang

tunduk pada pemberi kerja (Rojewski, 2009: 21).

Burt mendefinisikan pendidikan vokasi sebagai berikut: “vocational education is

education designed to develop skill, ability, understandings, attitudes, work habits and

apreciations, encompassing knowledge and information needed by workes to enter and

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

13

make progress in employment on a useful and produvtive basis”. Maksud dari

pengertian di atas adalah pendidikan vokasional adalah pendidikan yang dirancang

untuk mengembangkan keterampilan, kemampuan, pemahaman, sikap, kebiasaan-

kebiasaan kerja, dan apresiasi yang diperlukan oleh pekerja dalam memasuki pekerjaan

dan membuat kemajuan-kemajuan dalam pekerjaan penuh makna dan produktif.

Sedangkan menurut (Sumarto & Nurhayati, 2012) pembelajaran keterampilan

vokasional merupakan orientasi pendidikan dari mata pelajaran ke orientasi pendidikan

kecakapan hidup melalui pengintegrasian kegiatankegiatan yang pada prinsipnya

membekali siswa terhadap kemampuan-kemampuan tertentu agar dapat diterapkan

dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian (Kartini, 2004) menyatakan pendidikan

vokasional/vokasi sebagai specialized education yang mempersiapkan anak didik

memasuki suatu lapangan pekerjaan atau kelompok pekerjaan atau meningkatkan

kemampuan bekerja

Ketreampialn vokasional tersebut lebih mengarah pada satu keterampilan yang

diberikan kepada tunanetra, dengan memberikan keterampilan vokasional kepada

tunanetra diharapkan mampu menggali segala potensi yang dimiliki tunanetra,

sekaligus untuk memaksimalkan modal awal yang lebih mengandalkan kemampuannya

yang dimiliki tunanetra. Penyelenggaraan program vokasional bagi tunanetra pada

jenjang menengah dan atas mengacu pada Permen No.22 tahun 2006 bahwa penentua

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar diserahkan kepada satuan pendidikan

masing-masing. Artinya sekolah/ lembaga diberikan kewenangan yang penuh untuk

merancang penyelenggaraan program vokasional pada anak tunanetra. Kondisi tersebut

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

14

membuka peluang bahwa penyelenggaraan program vokasional pada setiap sekolah/

lembaga akan menjadi bervariasi, baik dari jenis keterampilan yang diberikan pada

klien maupun berbagai hambatan dalam pelaksanaanya. Oleh karena itu penting

diketahui gambaran secara umum mengenai implementasi program vokasional di

sekolah / lemabaga untuk anak tunanetra.

Program keterampilan vokasional adalah penguasaan kompetensi yang berkaitan

dengan pekerjaan/ produksi/ jasa. Program diberikan secara bertahap sesuai dengan

perkembangan dan pertumbuhan klien untuk memiliki kompetensi vokasional sebagai

bekal dalam melanjutkan jenjang sekolah yang lebih tinggi atau terjun ke masyarakat

(Kemendikbud, 2015).

Sedangkan menurut Apriyanti, dkk (2017), pendidikan vokasional merupakan

program seperti kursus pekerjaan yang dimanfaatkan untuk mempersiapkan anak

menjadi pekerja taraf terampil atau semi terampil. Pelatihan dalam kerja diajar oleh

profesional yang bersertifikat di bidangnya. Pelaksanaan program vokasional untuk

peserta didik reguler dan peserta didik berkebutuhan khusus tentunya berbeda,

khususnya untuk peserta didik disabilitas tunanetra. Pendidikan untuk peserta didik

tunantera tidak hanya cukup dengan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, tetapi

perlu ditingkatkan ke tingkat life skills dan vocational skills untuk menyiapkan peserta

didik tunanetra menuju kemandirian. Agar tunanetra memiliki bekal vokasional pasca

sekolahdi lembaga sehingga dapat mengisi kebutuhan lapangan kerja.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

15

C. Konsep Kemandirian

1. Pengertian Kemandirian

Istilah “kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan

“ke” dan akhiran “an”, kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda.

Karena kemandirian berasal dari kata “diri”, maka pembahasan mengenai kemandirian

tidak bias lepas dari pembahasan tentang perkembangan diri itu sendiri, yang dalam

konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self, karena diri itu merupakan inti dari

kemandirian. ( Desmita, 2014)

Menurut Maryam (2015), kemandirian adalah perilaku mampu berinisiatif,

mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat

melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.

Menurut Nurhayati (2011), kemandirian adalah kemampuan psikososial yang

mencakup kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung dengan kemampuan orang lain,

tidak terpengaruh lingkungan, dan bebas mengatur kebutuhannya sendiri.

Kemandirian adalah memiliki satu aspek kepribadian tersendiri yang sangat

memiliki arti penting bagi seorang individu. Individu yang memiliki kemandirian yang

tinggi mampu melewati semua permasalahan dan mampu memecahkan

permasalahannya dengan baik, karena individu tidak menggantungkan dirinya pada

orang lain. Sehingga seorang individu dapat berkembang dengan kemandiriannya

tersebut.

Kemandirian (self-reliance) adalah kemampuan untuk mengelola semua yang

dimilikinya sendiri yaitu mengetahui bagaimana mengelola waktu, berjalan dan berfikir

secara mandiri, disertai dengan kemampuan dalam mengambil resiko dan memecahkan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

16

suatu masalah. Dengan adanya kemandirian tidak ada kebutuhan untuk mendapatkan

suatu persetujuan orang lain ketika hendak melangkah menentukan sesuatu yang baru.

Individu yang mandiri tidak dibutuhkan yang detail dan terus menerus tentang

bagaimana mencapai penduduk akhir, ia bisa berstandar pada diri sendiri. Kemandirian

berkenaan dengan pribadi yang mandiri, kreatif dan mampu berdiri sendiri yaitu

memiliki kepercayaan diri yang bisa membuat seseorang mampu sebagai individu

untuk beradaptasi dan mengurus segala hal dengan dirinya sendiri.

Paker juga berpedapat bahwa kemandirian juga berarti adanya kepercayaan

terhadap ide ide yang didapatkan sendirinya. Kemandirian berkenaan dengan

menyelesaikan sesuatu hal sampai tuntas. Kemandirian berkenaan dengan hal yang

dimilikinya dengan tingkat dengan tingkat kopetensi fisikal tertentu sehingga dapat

hilangnya kekuatan atau koordinasi tidak akan pernah terjadi di tengah upaya

seseorang mencapai sasaran. Kemandirian berarti tidak adanya keragu-raguan dalam

menetapkan tujuan dan tidak dibatasi oleh kekuatan akan kegagalan (Parker, 2006,

hlm: 226-227)

Menurut Paker, 2005 Kemandirian dapat diartikan sebagai usaha seseorang

untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan melepaskan diri dari orangtua

atau orang lain untuk mengerjakan sesuatu atas dorongan diri sendiri dan kepercayaan

diri tanpa adanya pengaruh dari lingkungan dan ketergantungan pada orang lain,

adanya kebebasan mengambil inisiatif untuk mengatur kebutuhan sendiri dan mampu

memecahkan persoalan dan hambatan yang dihadapi tanpa bantuan orang lain.

Kemampuan demikian hanya mungkin dimiliki jika seseorang berkemampuan

memikirkan dengan seksama tentang sesuatu yang dikerjakan atau diputuskannya, baik

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

17

dalam segi manfaat maupun dari segi negatif dan kerugian yang akan dialaminya.

Kemandirian membantu kita dalam berfikir :

a. Lebih dewasa

b. Mandiri

c. Kreatif

d. Aktif

e. Berkopenten

f. Tepat waktu

g. Spontan

Kemandirian muncul ketika seseorang memiliki :

a. Akal sehat

b. Keterampilan memecahkan masalah

c. Pengalaman yang relevan

d. Kemandirian

e. Tanggung jawab

f. Otonomi

g. Ruang untuk menentukan keputusan sendiri

h. Keterampilan praktis

i. Kesehatan yang baik

j. Fokus terhdap masalah

k. Bisa mengatur waktu

l. Mencari peluang dan solusi

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

18

Kemandirian dapat dari kata sebagai “independence´ yang terdapat dalam

kamus psikologi yang diartikan dalam suatu kondisi dimana individu tersebut tidak

tergantung pada orang lain yang dalam menentukan keputusannya dan memiliki sikap

percaya diri yang kuat. Dari penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwasannya

kemandirian diartikan sebagaimana mestinya, Maka usaha individu tersebut dapat

mempertahankan kelangsungan kehidupannya dengan melepaskan diri dari orang lain

maupun orang tua atas dasar dorongan diri dan kepercayaan tanpa adanya paksaan dan

pengaruh dari lingkungan dan ketergantungan, mampu memecahkan persoalan dan

hambatan yang dihadapi tanpa bantuan orang lain dan adanya kebesan mengambil

inisiatif untuk kebutuhan sendiri.

Kemandirian dapat dimiliki oleh siapapun, Semua orang memiliki

kemandiriannya masing-masing, tergantung bagaimana individu tersebut

mempertahankan kelangsungan hidupnya tanpa bantuan orang lain, dan berkembang

dengan kemampuannya sesuai dengan apa yang individu kerjakan atau putuskan, baik

dalam segi negativ ataupun segi positifnya.

2. Aspek Kemandirian

Menurut Widayati (2009), aspek-aspek kemandirian adalah sebagai berikut:

a. Tanggung Jawab, yaitu kemampuan memikul tanggungjawab, kemampuan untuk

menyelesaikan suatu tugas, mampu mempertanggungjawabkan hasil kerjanya,

kemampuan menjelaskan peranan baru, memiliki prinsip mengenai apa yang benar dan

salah dalam berfikir dan bertindak.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

19

b. Otonomi, ditunjukkan dengan mengerjakan tugas sendiri, yaitu suatu kondisi yang

ditunjukkan dengan tindakan yang dilakukan atas kehendak sendiri dan bukan orang

lain dan tidak tergantung pada orang lain dan memiliki rasa percaya diri dan

kemampuan mengurus diri sendiri.

c. Inisiatif, ditunjukkan dengan kemampuan berfikir dan bertindak secara kreatif.

d. Kontrol Diri, kontrol diri yang kuat ditunjukkan dengan pengendalian tindakan dan

emosi mampu mengatasi masalah dan kemampuan melihat sudut pandang orang lain.

Menurut Desmita (2014), berdasarkan karakteristiknya kemandirian dibagi

menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut:

a. Kemandirian emosional, yaitu kemandirian yang menyatakan perubahan

kedekatan hubungan emosional antar individu. Kemandirian remaja dalam aspek

emosional ditunjukkan dengan tiga hal yaitu tidak bergantung secara emosional

dengan orang tua namun tetap mendapat pengaruh dari orang tua, memiliki

keinginan untuk berdiri sendiri, dan mampu menjaga emosi di depan orang tuanya.

b. Kemandirian tingkah laku, yaitu suatu kemampuan untuk membuat keputusan-

keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan melakukannya secara bertanggung

jawab. Kemandirian remaja dalam tingkah laku memiliki tiga aspek, yaitu

perubahan kemampuan dalam membuat keputusan dan pilihan, perubahan dalam

penerimaan pengaruh orang lain, dan perubahan dalam merasakan pengandalan

pada dirinya sendiri (self-resilience).

c. Kemandirian nilai, yaitu kemampuan memaknai seperangkat prinsip tentang

benar dan salah, dan tentang apa yang penting dan tidak penting. Kemandirian

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

20

nilai merupakan seperangkat nilai-nilai yang dikonstruksikan sendiri oleh remaja,

menyangkut baik-buruk, benar-salah, atau komitmennya terhadap nilai-nilai

agama.

3. Ciri-ciri Kemandirian

Menurut Paker 2006 ciri ciri kemandirian yaitu:

a. Tanggung jawab, memiliki tugas yang harus diselesaikan dan dapat diminta

pertanggung jawaban atas hasil kerja yang didapatnya. Individu berkembang dengan

pengalaman dan tanggung jawab sesuai dengan kemampuan yang ia miliki. Sekali

individu dapat meyakini seseorang tersebut maka individu memiliki nilai tambahan

atas kerjanya dan orang akan bersandar padanya. Oleh sebab itu individu harus

diberi tanggung jawab untuk menguru dirinya sendiri.

b. Independensi, suatu kondisi dimana individu tidak tergantung pada otoritas yang

tidak membutuhkan arahan dari seseorang, independen memiliki ide tentang adanya

kemampuan mengurus diri sendiri dan menyelesaikanpekerjaan dan masalahnya

sendiri.

c. Kebebasan untuk menentuka keputusan sendiri yaitu kemampuan individu untuk

menentukan rah kehidupannya sendiri untuk bisa mengendalikan atau

mempengaruhi yang akanterjadi kepada diri sendiri.Individu seharusnya

menggunakan pengalaman dalam menentukan pilihan dalam hal pertumbuhannya

dengan pilihan yang terjangkau dan terbatas mereka dapat menyelesaikannya dan

tidak membawa mereka pada masalah yang berdampak besar.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

21

D. Konsep Tuna Netra

1. Pengertian Tunanetra

Tunanetra adalah seorang individu yang memiliki kekurangan terhadap

penglihatannya, sehingga indivitu tersebut tidak bisa melihat kehidupan dan

lingkungan yang ada disekitarnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “tunanetra “ berasal dari kata

“tuna” yang artinya rusak atau cacat dan kata “netra” yang artinya adalah mata atau alat

penglihatan, jadi kata tunanetra adalah rusak penglihatan. Sedangkan orang yang buta

adalah orang penglihatannya rusak secara total. Jadi, orang yang tunanetra belom tentu

mengalami kebutaan total tetapi yang buta sudah pasti tunanetra.

Tuna Netra bisa disembuhkan melalui pengobatan-pengobatan medis, seperti

cangkok mata dan operasi mata. Tetapi hal semacam ini jarang sekali digunakan oleh

individu tersebut. Individu tersebut butuh kesiapan diri untuk melakukan pengobatan

tersebut. Keberhasilan pengobatan ini tidak bisa kita anggap 100% berhasil, karna

bnyak beberapa factor yang dapat menyebabkan kegagalan dalam operasi. Tapi,jangan

juga berfikir bahwa melakukan operasi mata pasti gagal, pastikan dulu kepada para ahli

dan konsultasikan terlebih dahulu baik buruknya dan bagaimana kondisi yang

memungkinkan melakukan operasi. Tuna netra sendiri dapat di golongkan dalam 2

kelompok, yaitu tunanetra buta total dan tunanetra yang awas atau masih memiliki

keterbatasan penglihatan. Selain itu ada juga yang mengalami kebutaan sejak ia lahir

ataupun mengalami kebutaan akibat kecelakaan.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

22

Menurut Sutjiati Somantri (2006) Anak tuna netra adalah individu yang indra

penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi

dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Anak-anak dengan gangguan

penglihatan ini dapat diketahui dalam kondisi berikut:

a. Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas,

b. Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu,

c. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak,

d. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan

2. Klarifikasi Ketunanetraan

Ada beragam klasifikasi pada tuna netra, namun pada dasarnya tuna netra

dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kurang penglihatan (low vision) dan buta total

(totally blind). Kurang penglihatan (low vision), yakni mereka yang memiliki

pandangan yang kabur ketika melihat suatu objek, sehingga untuk mengatasi

permasalahan penglihatannya, penderita tunanetra jenis low vision perlu menggunakan

kacamata atau kotak lensa. Sedangkan, yang dimaksud buta total (totally blind), yakni

mereka yang sama sekali tidak mampu melihat rangsangan cahaya dari luar. ( Aqila

Smart, 2010).

3. Ciri-Ciri Tunanetra

a. Buta Total

1) Fisik

Keadaan tunanetra tidak ada bedanya dengan manusia normal pada umumnya.

Yang menjadi dasar perbedaan nyata pada organ penglihatannya meskipun

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

23

terkadang tunanetra yang terlihat seperti manusia normal. Beberapa gejala buta

total yang dapat terlihat secara fisik:

a) Mata selalu berair

b) Gerakan mata yang tidak beraturan

c) Mata infeksi

d) Menyipitkan mata

e) Mata juling

f) Sering berkedip

g) Kelopak mata merah

h) Pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.

2) Perilaku

Menunjukan perilaku tertentu yang cenderung berlebihan. Gangguan tersebut

dapat kita lihat pada tingkah laku.

b) Sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjan lain yang sangat

memerlukan penggunaan mata,

c) Tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh,

d) Menyempitkan mata atau mengerutkan dahi, menggosok mata secara

berlebhan,

e) Membawa buku kedekat mata.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

24

3) Psikis

Dalam mengembangkan kepribadian damap mengalami hambatan-hambatan.

Berikut beberapa ciri psikis anak tunanetra:

a) Perasaan mudah tersinggung, yang dirasakan oleh tunanetra disebabkan

kurangnya rangsangan oelh visual yang diterimanya sehingga dia merasa

emosional ketika seseorang membicarakan hal-hal yang tidak bias dia lakukan.

Pengalaman gagal yang kerap terjadi dan dirasakan juga membuat emosinya

semakin tidak stabil.

b) Mudah curiga, rasa curiga melebihi pada umumnya dan mereka merasakan

bahwa dirinya dibuat bahan ejekan atau bahan omongan orang lain ataupun

pada orang yang membantu dirinya. Untuk menghilankan rasa curiganya,

seseorang harus melakukan pendekatan secara perlahan-lahan kepadanya agar

dia dapat mengenal dan mengerti bahwa tidak semua orang jahat padanya,

c) Ketergantungan yang berlebihan, seharusnya mendapatkan bantuan dalam

melakukan suatu hal, Namun tidak semua kita harus melakukan semua hal

membantunya. Kegiatan tersebut, seperti makan, minum dan lain-lain. Yang

perlu diri anda lakukan adalah mendampingi dan mengawasi saat dia sedang

melakukan kegiatan kesehariannya, agar tidak terjadi hal yang dapat

membahayakan dirinya. Salah satuhnya adalah jatuh.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

25

b. Low Vision

1) Terlihat tidak menatap lurus ke depan,

2) Hanya dapat memabaca huruf yang berukuran besar,

3) Memicingkan mata atau mengerutkan kening, terutama di cahaya terang atau

saat mencoba melihat sesuatu,

4) Mata tampak lain, erlihat putih di tengah mata (katarak), atau kornea (bagian

bening di depan mata) terlihat berkabut.

5) Pernah menjalani operasi mata dan atau memakai kacamata yang sangat tebal,

tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas.

6) Lebih sulit melihat dari pada malam hari dari siang hari,

7) Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat.

4. Faktor Penyebab Tunanetra

a. Pre-natal (dalam kandungan), kaitannya dengan adanya riwayat dari orangtuanya

atau adanya masalah kelainan pada masa kehamilannya.

1) Keturunan

Ketunanetraan akibat factor krturunan Retinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada

retina yang umumnya merupakan keturunan. Selain itu katarak juga disebabkan

oeh factor keturunan. Pernikahan sesame tunanetrapun dapat berakibat jika

menghasilkan anak dengan kekurangan yang sama, yaitu tunenetra. Dan jika

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

26

salah satu dari orangtua memiliki riwayat tersebut, juga mendapatkan anak

tunanetra.

2) Pertumbuhan anak di dalam kandungan disebabkan oleh:

a) Kekurangan vitamin tertentu yang dapat menyebabkan gangguan pada area

mata sehingga kehilangan fungsi penglihatan,

b) Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar

air dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung, dan system

susunan saraf pusat pada janin yang sedang berkembang,

c) Gangguan pada saat ibu masih mengandung,

d) Adanya penyakit menahun, seperti TBC sehingga merusak sel-sel darah

tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan,

e) Infeksi karena penyakit kotor,toxoplasmosis,trachoma, dan tumor. Tumor

dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indra penglihatan atau pada

bola mata.

b. Post-natal, merupakan masa setelah bayi dilahirkan. Tuna netra bias saja terjadi pada

masa ini.

1) Kerusakan mata yang penyebabnya kecelakaan, seperti kecelakaan dari

kendaraan, cairan kimia yang berbahaya, masuknya benda keras atau tajam, dan

lain-lain.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

27

2) Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan

alat-alat atau benda keras.

3) Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe sehingga baksil

gonorrhoe menular pada bayi, yang pada akhirnya setelah bayi lahir mengalami

sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan,

4) Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:

a) Xeropthalmia, penyakit mata yang disebabkan karena kekurangan vitamin

A,

b) Trachoma, penyakit yang sebabkan oleh virus chilimidezoon trachomanis,

c) Catarac, penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata

menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih,

d) Glaucoma, penyakit mata yang disebabkan karena bertambahnya cairan

dalam bola mata sehingga tekanan pada bola mata meningkat.

e) Deabetik Retinopathy, gangguan pada retina yang sebabkan oleh penyakit

diabetes mellitus. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan

dapat dipengaruhi oleh kerusakan system sirkulasi hingga merusak

penglihatan.

f) Macular Degeneration, dimana kondisi umum yang agak baik, ketika daerah

tengah retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina degenerasi

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

28

masih memiliki penglihatan perifer, tetapi kehilangan kemampuan untuk

melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan,

g) Retinopathy of prematurity, biasanya anak yang mengalami ini karena

lahirnya terlalu premature. Pada saat lahir, bayi masih memiliki potensi

penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan premature biasanya

ditempatkan pada incubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi

sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari incubator terjadi perubahan kadar

oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembulu darah menjadi

tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata.

Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan

tunnanetra total.

Pada dasarnya tunanetra membutuhkan suatu pendidikan keterampilan untuk

mengembangkan segala potensi dan kemampuan yang ada pada dirinya secara

optimal.Tunanetra membutuhkan latihan khusus yang meliputi latihan membaca dan

menulis huruf Braille, pnggunaan tongkat, orientasi dan mobilitas, serta melakukan

latihan rutin visual atau fungsional pada penglihatan.

5. Strategi pembelajaran bagi Tunanetra

Strategi pembelajaran yang digunakan untuk tunanetra tersebut untuk

mendapatlkan pengalaman secara nyata dari apa yang dipelajarinya. Dalam bahasa

Bower (1986), disebut sebagai “pengalaman pengindran langsung”. Tunanetra

dasarnya tidak dapat belajar melalui pengamatan visual yang memiliki dimensi jarak.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

29

Pembelajaran harus memungkinkan adanya akses langsung terhadap objek

atau situasi. Tunanetra harus mendapatkan bimbingan untuk dapat meraba, mendengar,

mencium, mengecap, mengalami situasi secara langsung. Untuk memenuhi prinsip

pengalaman pengindraan, perlu adanya alat atau media yang dapat mendukung dan

relevan sesuai dengan kebutuhan.

Dalam strategi pembelajaran tunanetra perlu adanya modifikasi yang sesuai

agar bias menyamai dengan seseorang pada umumnya, sehingga pesan atau materi

yang disampaikan dapat diterima ataupun dapat ditangkap dengan baik dan mudah

dengan menggunakan system indranya yang masih berfungsi yang dapat memiliki

kemampuan keterampilannya.

6. Kebutuhan Tuna Netra

Menurut teori Maslow tentang Motivasi atau Prilaku yang dipengaruhi

kebutuhan digambarkan seperti piramida yang tersusun dari lima tingkat dan setiap

tingkatnya mengandung satu unsure kebutuhan.

Menurut Maslow, bahwa manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan pokok yang

diklasifikasikan pada hierarki kebutuhan manusia, diantaranya (1) kebutuhan fisiologis,

(2) kebutuhan akan keselamatan, (3) kebutuhan akan rasa memiliki dan rasa cinta, (4)

kebutuhan akan harga diri, dan (5) kebutuhan akan perwujudan diri (1994: 57).

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

30

Piramida Kebutuhan Tuna Netra menurut Maslow

Banyak teori tentang kebutuhan manusia tetapi dari teori Maslow ini kita coba

untuk mengkaji dihubungkan dengan kebutuhan Orientasi dan Mobilitas bagi manusia.

Dari teori Maslow ini dapt kita lihat bahwa Maslow menunjukkannya terdapat 5

tingkatan berbentuk piramida, dimana seseorang memulai dorongan dari tingkatan

terbawah. Lima tingkat dalam kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hierarki

Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis

yang lebih kompleks yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi.

a. Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan setiap mahluk hidup. Setiap orang

membutuhkan makan, minum, udara yang segar dan juga waktu untuk istirahat.

Akan tetapi pemenuhan kebutuhan organis atau fisiologis ini harus diimbangi

dengan kegiatan dan aktivitas gerak yang setimpal, sehingga akan timbul kesegaran

jasmani dan rohani. Kesegaran jasmani dan kesegaran rohani saling mempengaruhi

dan perpaduan keduanya akan mempengaruhi hasil yang dicapai dalam suatu

kegiatan. Dari uraian diatas maka tampak bahwa keterampilan gerak dan berpindah

tempat dapat berperan dalam mengusahakan terpenuhinya kebutuhan fisiologis

maupun tercapainya kesegaran jasmani dan kesegaran rohani.

Aktualisasi

Diri

Kebutuhan Akan Kasih

Sayang Kebutuhan Akan Rasa Aman

Kebutuhan Fisiologis

Butuh Penghargaan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

31

b. Kebutuhan akan rasa aman Rasa aman

Kebutuhan akan rasa aman Rasa aman kan terpenuhi bagi seseorang apabila

kebutuhan fisiologis dan organisnya terpenuhi. Setiap orang mendambakan

lingkungan yang memberikan perasaan aman dan tidak mengganggu pada dirinya.

Rasa aman tercermin dalam keamanan, keteraturan dan kestabilan lingkungan. Bagi

tunanetra perasaan aman yang seperti ini sulit diperoleh. Kerusakan penglihatan

menyebabkan adanya gangguan di dalam menerima informasi lewat mata,

sedangkan indera lainnya kurang memberikan kejelasan. Akibat ketidakjelasan ini

tunanetra selalu bertanya-tanya apa yang ada dihadapannya. Akibat ketidakpastian

ini juga menyebabkan tunanetra selalu ada rasa curiga. Mendengar suara ribut-ribut.

Ia curiga karena mungkin tsuara itu akan menyerang dirinya. Rasa tidak aman

seperti ini akan lebih berat dirasakan bagi tunanetra yang tidak mempunyai

kemampuan untuk membawa dirinya memasuki lingkungan. Makin mampu dan

sering seseorang melakukan mobilitas dan memasuki lingkungan baik lingkungan

fisik maupun lingkungan sosialnya, ia kan banyak memperoleh pengalaman

sehingga ia akan lebih tepat dalam menafrir situasi lingkungan. Dengan demikian

kebutuhan akan rasa aman akan lebih memungkinkan diperoleh.

c. Kebutuhan akan kasih sayang

Rasa memiliki dan rasa kasih sayang itu akan ada pada seseorang apabila seseorang

sudah merasakan bebutuhan fisiologisnya terpenuhi dan kebutuhan akan rasa

amannya juga terpenuhi. Bagaimana akan mempunyai rasa memiliki dan rasa saying

pada diri maupun pada lingkungan, sedangkan ia selalu kekurangan dalam

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

32

memenuhi kebutuhan fisiknya dan selalu merasa tidak mampu. Kecenderungan rasa

kasih saying pada seseorang timbul apabila kehadiran seseorang itu sesuai dengan

apa yang diharapkan oleh lingkungan. Kehadiran seorang tunanetra di tengah

keluarga dan lingkungan pasti tidak diharapkan. Tiada seorang tua yang

mengharapkan kelahiran anaknya ke dunia menderita tunanetra. Karena itu

kehadirannya menimbulkan adanya kekecewaan. Biasanya kekecewaan orang tua

dan lingkungan dimunculkan dalam bentuk sikap tidak menyayangi dan tidak

merasa memiliki terhadap anaknya yang tunanetra. Sering kehadirannya ke dunia

dihubungkan dengan hukuman Tuhan, dan ini menimbulkan sikap kasih saying yang

berlebihan terhadap anaknya yang tunanetra. Semua sikap yang tidak wajar, baik

tidak rasa saying, rasa tidak ikut memiliki maupun rasa kasih saying yang

berlebihan terhadap anaknya yang tunanetra, menambah beban dan hambatan

terhadap perkembangan diri anak. Dengan sikap yang demikian dari orang tua dan

lingkungan, maka perkembangan potensinya secara optimal akan sulit dicapai.

Untuk mendapatkan sikap yang wajar dari orang tua dan lingkungan banyak

tergantung pada kemandirian tunanetra dalam menampilkan dirinya ditengah-tengak

keluarga dan lingkungan. Penampilan yang mandiri ditengah keluarga dan

lingkungan tentu saja membutuhkan kemampuan dan keterampilan Mobilitas yang

baik. Dengan demikian keterampilan mobilitas sangat berperan dalam

menumbuhkan rasa memiliki dan rasa kasih saying lingkungan terhadap orang

tunanetra.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

33

d. Kebutuhan akan penghargaan

Setiap manusia membutuhkan penghargaan atau rasa dihargai oleh lingkungan.

Penghargaan tidak hanya berbentuk materi tapi juga bias berbentuk penghargaan

phsikologis. Seseorang akan dihargai apabila ia dapat berbuat sesuatu baik bagi

dirinya maupun pada lingkungan. Makin banyak seseorang berbuat sesuatu makin

besar kemungkinan untuk mendapatkan penghargaan. Penghargaan dari lingkungan

bias bersifat positif dan juga bias bersifat negatif tergantung dari apa yang diperbuat

oleh seseorang . Perbuatan yang mengakibatkan negatif maka ia akan menrima

penghargaan negatif yang biasa disebut dengan hukuman. Perbuatan yang positif

dan bermanfaat maka ia akan menerima penghargaan yang positif pula. Orang

tunanetra harus juga mampu berbuat sesuatu yang berguna terhadap dirinya maupun

lingkungannya, sehingga mendapatkan penghargaan dari lingkungan. Usaha

rehabilitasi dan pendidikan bagi tunanetra perlu diarahkan pada bagaimana usaha itu

dapat mendobrak adanya keterbatasan pada tunanetra. Kemampuna gerak yang

terarah serta Mobilitas yang mandiri membuat tunanetra dapat berbuat sesuatu

dengan mandiri, sehingga memungkinkan orang tunanetra memperoleh penghargaan

kepada warga lainnya yang tidak tunanetra.

e. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri

Secara mendasar dari tujuan pendidikan bagi orang tunanetra tidak berbeda dengan

tujuan akhir pendidikan bagi orang awas pada umumnya, yaitu agar anak dapat

mandiri. Pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari dan diperolehnya selama

menempuh pendidikan dapat dijadikan dasar untuk kehidupan dirinya sehingga

tidak banyak tergantung pada orang lain. Ketidaktergantungan pada pertolongan

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

34

orang lain merupakan perwujudan dari kemampuan tunanetra dalam

mengaktualisasikan dirinya ditengahtengah lingkungannya. Seorang tunanetra yang

mampu mewujudkan dan merealisasikan aktualisasi dirinya, berarti ia telah

memperoleh kebebasan. Kebebasan dan kemandirian inilah yang selalu didambakan

oleh setiap orang termasuk tunanetra. Setiap bentuk kebutuhan yang diungkapkan

oleh teori Maslow diatas pasti memerlukan suatu kemampuan gerak dan berpindah

tempat secara mandiri. Sulit dibayangkan bagi seorang tunanetra yang tidak

mempunyai kemampuan dan keterampilan Mobilitas yang mandiri dapat memenuhi

kebutuhannya. Karena itu dapat dikatakan bahwa Orientasi dan Mobilitas

merupakan kebuthan dasar yang mendasari terpenuhinya kebutuhan. Kebutuhan

tunanetra sebagai manusia tidak berbeda dengan kebutuhan manusia lainnya,

perbedaannya terletak pada cara bagaimana memenuhinya kebutuhan tersebut.

7. Kebutuhan Khusus Tuna Netra

Tunanetra adalah seorang individu yang mengalami kelainan pada penglihatan

sehingga ia tidak dapat menggunakan penglihatannya sebagai saluran utama dalam

menerima informasi dari lingkungan. Adanya kelainan penglihatan pada seseorang

mempunyai akibat langsung maupun tidak langsung. Akibat langsung adalah akibat

yang disebabkan oleh ketunanetraan sedangkan akibat tidak langsung adalah akibat

yang disebabkan oleh lingkungan. Akibat yang tidak langsung ini lebih sulit diatasi

daripada akibat langsung dari ketunanetraannya. Sebagai adanya akibat langsung

dantidak langsung ini menyebabkan adanya kebutuhan khusus. Kebutuhan khusus

tunanetra bias ditinjau dari tiga aspek:

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

35

a. Fisiologis Tunanetra adalah akibat adanya perubahan secara fisiologis dari

sebagian aspek dalam organisme. Dengan demikian seorang tunanetra mungkin

membutuhkan perawatan dan pemeriksaan medis, pengobatan dan evaluasi medis

secara umum. Sebagai kegiatan organisme diperlukan latihan gerak dan ekspresi

tubuh.

b. Personal Ketunanetraan merupakan pengalaman personal, orang diluar dirinya

tidak akan merasakan tanpa ia mengalaminya. Meskipun sama-sama mengalami

tunanetra, belum tentu sama apa yang dirasakannya. Individu yang mengalami

tunanetra tidak hanya terganggu dan terhambat mobilitasnya tetapi ia juga akan

terganggu keberadaannya sebagai manusia. Akibat dari ketunanetraan sebagai

pengalaman personal, maka epek psikologisnya yang ditimbulkan banyak

tergantung pada kapan terjadinya ketunanetraan dan bagimana kwalitas serta

karakteristik susunan kejiwaannya. Akibat ketunanetraan sebagai pengalaman

personal, maka timbul beberapa kebutuhan yang bersifat personal pula. Kebutuhan

tersebut antara lain adalah latihan Orientasi dan Mobilitas, minat untuk berinteraksi

dengan lingkungan terutama dalam hal mengolah dan menerima informasi dari

lingkungan, keterampilan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti menolong diri

sendiri. Pendidikan dan bimbingan penyuluhan juga merupakan kebutuhan personal

secara khusus dan banyak lagi kebutuhab yang bersifat individual.

c. Sosial Ketunanetraan merupakan fenomena social. Apabila ketunanetraan terjadi

dalam suatu kelompok masyarakat, maka struktur masyarakat akan mengalami

perubahan. Keluarga merupakan unit terkecil dalam kelompok masyarakat. Apabila

ketunanetraan terjadi dan muncul dalam suatu keluarga, maka tidak mungkin

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

36

susunan keluarga kembali seperti sebelum adanya anggota keluarga yang

mengalami tunanetra. Keluarga akan mengadakan perubahan dan penyesuaian baik

secara total maupun sebagian Perubahan dan penyesuaian yang terjadi mungkin

berakibat baik dan menyenangkan bagi semua anggota keluarga. Mungkin pula

berakibat buruk terhadap hubungan dan interaksi antar anggota keluarga. Kurang

baiknya hubungan dan interaksi keluarga karena adanya seorang tunanetra di

tengah keluarga, bias terjadi antara anggota keluarga yang awas maupun antara

anggota keluarga yang awas dengan yang mengalami tunanetra. Baik buruknya

pengaruh adanya seorang tunanetra di tengah keluarga tergantung pada menerima

tidaknya semua anggota keluarga terhadap adanya kenyataan tersebut diatas.

Dengan adanya pandangan ketunanetraan sebagai fenomena social, maka

kebutuhan dari segi social adalah adanya hubungan yang baik antar personal

)personal relationship), interaksi yang baik antar anggota keluarga, interaksi dan

hubungan dengan teman-temannya, dan membutuhkan pula untuk ikut

berpartisipasi dengan berbagai kegiatan dalam lingkungannya. Persiapan vocational

merupakan aspek lain dari kebutuhan khusus tunanetra ditinjau dari segi social.

Untuk membina hubungan baik keluarga, memerlukan bimbingan tersendiri.

Bimbingan keluarga perlu diadakan dan diberikan untuk menyadarkan kedudukan

tunanetra ditengah keluarga. Bimbingan keluarga juga dapat menyadarkan

bagaimana peranan masing-masing dalam hubungan anatar anggota keluarga atau

keluarga dengan masyarakat sekitarnya.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

37

8. Karakteristik Tuna Netra

a. Aspek Akademis

Berbagai pendapat para ahli menunjukan bahwa ketunanetraan dapat

mempengaruhi prestasi akademik para penyandangnya. Akan tetapi mereka

sependapat bahwa pengaruhnya tidak sebesar yang terjadi pada anak tunarungu

karena pendengaran memegang peran-peran penting dalam kegiatan belajar di

sekolah dibandingkan penglihatan.

b. Aspek Pribadi Sosial

Beberapa literature mengemukakan karakteristik yang mungkin terjadi pada anak

tunanetra tergolong buta sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari

kebutaannya adalah:

3) Curiga pada orang lain

4) Mudah tersinggung

5) Ketergantungan pada orang lain

c. Aspek Fisik / Sensorik & Motorik/ Perilaku

1) Aspek Fisik

Dilihat dari fisik akan mudah ditentukan bahwa orang tersebut mengalami tuna

netra. Hal itu dapat dilihat dari kondisi matanya yang berbeda dengan mata orang

awas dan sikap tubuhnya yang kurang awas serta kaku.

2) Aspek Sensorik

Tuna netra pada umumnya menunjukan kepekaan yang lebih baik pada indera

pendengaran dan perabaan dibandingkan dengan orang awas.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi

38

3) Aspek Motorik

Gerakan tuna netra terlihat agak kaku dan kurang fleksibel, serta sering

melakukan perilaku strereotip, seperti menggosok-gosok mata dan menepuk-

nepuk tangan.