bab ii tinjauan pustaka - repository.uksw.edu ii.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri,...

32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Prestasi yang baik dalam bidang akademik akan berdampak ketika individu berada dalam lingkungan yang membentuknya. Untuk itu, dalam diri setiap individu diharapkan dapat memiliki kecerdasan emosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan prestasi belajar mahasiswa. Dalam bab ini akan dibahas tentang landasan teoritis yang terdiri dari definisi, teori, aspek-aspek, faktor-faktor yang memengaruhi dan hasil penelitian dari masing-masing variabel. 2.1 Prestasi Belajar 2.1.1 Definisi Prestasi Belajar Belajar merupakan kegiatan yang paling pokok yang wajib dilakukan oleh siswa dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam pendidikan banyak bergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa tersebut. Slameto (2003) menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengamatan individu itu sendiri dalam interkasi dengan lingkungannya.

Upload: others

Post on 31-Mar-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Prestasi yang baik dalam bidang akademik akan berdampak

ketika individu berada dalam lingkungan yang membentuknya. Untuk

itu, dalam diri setiap individu diharapkan dapat memiliki kecerdasan

emosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri,

mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat

menghasilkan prestasi belajar mahasiswa. Dalam bab ini akan

dibahas tentang landasan teoritis yang terdiri dari definisi, teori,

aspek-aspek, faktor-faktor yang memengaruhi dan hasil penelitian

dari masing-masing variabel.

2.1 Prestasi Belajar

2.1.1 Definisi Prestasi Belajar

Belajar merupakan kegiatan yang paling pokok yang wajib

dilakukan oleh siswa dalam keseluruhan proses pendidikan di

sekolah. Berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam pendidikan

banyak bergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa

tersebut. Slameto (2003) menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu

proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengamatan individu itu sendiri dalam interkasi dengan

lingkungannya.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

Santrock (2006) dalam bukunya “Education Pshychology”,

mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang bersifat tetap

yang sedang berlangsung menyangkut perilaku, pengetahuan, cara

berpikir, tentang perubahan yang terjadi. Melalui proses belajar dapat

diperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan oleh

individu guna mencapai cita-cita. Menurut Hilgard & Bower (1987)

belajar adalah suatu proses yang dapat menyebabkan terjadinya

perubahan tingkah laku karena adanya reaksi terhadap suatu situasi

atau karena proses yang terjadi secara internal di dalam diri

seseorang. Perubahan tersebut tidak terjadi karena adanya respons

secara alamiah, kedewasaan atau keadaan organism yang bersifat

temporer (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya). Oleh

karena itu prestasi belajar bukan ukuran, tetapi dapat diukur setelah

melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan seseorang dalam mengikuti

program pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar orang

tersebut (Bustalin, 2004).

Prestasi Dalam kamus Bahasa Indonesia (2002), diartikan

sebagai pengenalan pengetahuan atau keterampilan yang

dikembangkan melalui mata pelajaran dan biasanya ditunjukkan

dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru. Pendapat yang

sama dikemukakan oleh Sulistari (2003), bahwa prestasi merupakan

hasil dari penguasaan pengetahuan dan atau keterampilan yang

diperoleh melalui kegiatan belajar yang dinyatakan dengan angka

atau nilai.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

Pada suatu kesempatan, Winkell (1996) mengatakan bahwa

prestasi belajar adalah penilaian terhadap usaha kegiatan belajar

yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, dan kalimat

yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh siswa dalam

periode tertentu. Tu’u (2004) mengemukakan bahwa belajar adalah

hasil yang dicapai oleh seseorang ketika mengerjakan tugas atau

kegiatan tertentu. Sedangkan prestasi belajar adalah penguasaan

pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata

pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang

diberikan guru. Menurut Poerwodarminto (dalam Puspitasari, 2013)

prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan

oleh seseorang, sedangkan prestasi belajar adalah prestasi yang

dicapai seorang siswa pada jangka waktu tertentu dan dicatat dalam

buku rapor sekolah. Lebih lanjut Puspitasari (2013) mengatakan

bahwa prestasi selalu dihubungkan dengan pelaksanaan suatu

kegiatan atau aktivitas. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak

dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar

merupakan proses, sedangkan prestasi belajar mahasiswa merupakan

output dari proses belajar.

Selanjutnya Arikunto (1993) mengemukakan bahwa prestasi

belajar adalah suatu angka yang mencerminkan sejauh mana siswa

(mahasiswa) dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada setiap

jenjang studi. Winkell (1996), juga mengatakan bahwa prestasi

adalah bukti usaha yang didapat atau dicapai siswa setelah melalui

proses belajar di sekolah. Hasil kegiatan tersebut merupakan

perubahan berupa pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan sikap.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

Sejalan dengan itu, Koster (2001) menyatakan bahwa prestasi siswa

adalah pencapaian siswa setelah mengalami proses belajar yang

terwujud dalam bentuk pengetahuan (kognitif) maupun konsep diri

(afektif) serta ketrampilan tertentu (psikomotorik) seperti persepsi,

respon siswa, dan adaptasi.

Berdasarkan pemahaman tersebut, maka dapat dikatakan

bahwa prestasi belajar adalah pencapaian seseorang setelah

mempelajari materi pelajaran dalam satu kurun waktu tertentu yang

mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta konatif

yang ditunjukkan dengan nilai tes (ujian) atau angka nilai yang

diberikan oleh guru berdasarkan hasil belajar/IPK mahasiswa. Dalam

penelitian ini penulis hanya akan melihat aspek kognitif yang

dinyatakan dalam indeks prestasi komulatif (IPK).

2.1.2 Teori Prestasi belajar

Pada kesempatan berbeda, Bloom (1956) secara garis besar

memaknai prestasi belajar menjadi tiga aspek:

1. Ranah Kognitif, berkenan dengan hasil belajar intelektual

yang meliputi aspek-aspek pengetahuan, ingatan, pemahaman,

aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Ingatan dan

pemahaman disebut kognitif tingkat rendah sedangkan

aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi disebut kognitif tingkat

tinggi.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

2. Ranah Afektif, berkenan dengan sikap yang meliputi aspek-

aspek penerimaan, tanggapan, berkeyakinan, organisasi dan

internalisasi.

3. Ranah Psikomotorik, berkenan dengan keterampilan dan

kemampuan bertindak meliputi aspek-aspek gerakan refleks,

keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,

keharmonisan atau ketepatan dan gerakan keterampilan

kompleks.

Sementara Good (dalam Rironggo, 2013) mengatakan bahwa

prestasi belajar dalam hal ini berupa pengetahuan yang dicapai dalam

hal ini berupa pengetahuan yang dicapai atau keterampilan yang

dikembangkan dalam mata pelajaran di sekolah. Adapun pengetahuan

dan keterampilan yang dikembangkan tersebut meliputi: 1) bagian

kognitif, seperti informasi dan pengetahuan, konsep dan prinsip,

pemecahan masalah dan kreativitas, 2) Bagian afektif, seperti

perasaan, sikap, nilai dan integrasi pribadi, dan 3) bagian

psikomotorik.

Nasution (1994) berpendapat bahwa prestasi belajar

merupakan kesempurnaan seorang peserta didik dalam berpikir,

merasa dan berbuat. Menurutnya, prestasi belajar seorang peserta

didik dikatakan sempurna jika memenuhi tiga aspek yaitu:

1. Aspek Kognitif. Aspek kognitif adalah aspek yang berkaitan

dengan kegiatan berpikir. Aspek ini sangat berkaitan erat

dengan tingkat intelegensi (IQ) atau kemampuan berpikir

peserta didik. Sejak dahulu aspek kognitif selalu menjadi

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

perhatian utama dalam sistem pendidikan formal. Hal itu

dapat dilihat dari metode penilaian pada sekolah-sekolah

dewasa ini sangat mengedepankan kesempurnaan pada aspek

kognitif.

2. Aspek Afektif. Aspek afektif adalah aspek yang berkaitan

dengan nilai dan sikap. Penilaian pada aspek ini dapat terlihat

pada kedisiplinan, sikap hormat terhadap guru, kepatuhan dan

lain sebagainya. Aspek afektif berkaitan erat dengan

kecerdasan emosi (EQ) peserta didik.

3. Aspek Psikomotorik. Aspek psikomotorik menurut kamus

besar bahasa indonesia adalah segala sesuatu yang berkaitan

dengan kemampuan gerak fisik yang mempengaruhi sikap

mental. Jadi sederhananya aspek ini menunjukkan

kemampuan atau keterampilan (skill) peserta didik setelah

menerima sebuah pengetahuan.

Berdasarkan teori tersebut, maka dapat dikatakan bahwa

individu yang memiliki prestasi belajar tinggi harus memiliki tiga

aspek utama yakni aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Masing-

masing hal tersebut memiliki fungsi tersendiri dalam membentuk

individu dalam mencapai prestasi belajar yang maksimal. Dalam

penelitian ini, penulis hanya akan melihat aspek kognitif yang

dinyatakan dalam indeks prestasi komulatif (IPK).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

2.1.3 Pengukuran Prestasi Belajar

Dalam dunia pendidikan, menilai merupakan salah satu

kegiatan yang tidak dapat ditinggalkan. Wahyuningsih (2014),

megatakan bahwa menilai merupakan salah satu proses belajar dan

mengajar. Di Indonesia, kegiatan menilai prestasi belajar bidang

akademik di sekolah dan dicatat dalam sebuah buku laporan yang

disebut rapor. Hal ini didukung oleh Suryabrata (2002), mengatakan

bahwa bahwa rapor merupakan perumusan terakhir yang diberikan

oleh guru mengenai kemajuan atau hasil selama masa tertentu.

Selanjutnya, Syah (2010) mengatakan bahwa pada dasarnya hasil

belajar merupakan deskripsi siswa yang ditunjukan melalui simbol

atau angka dari evaluasi prestasi kognitif, evaluasi prestasi afektif,

dan evaluasi prestasi psikomotorik. Sedangkan, Sunarsih (2009)

mengatakan bahwa untuk mengetahui prestasi belajar mahasiswa

dapat terlihat dari proses belajar mahasiswa dalam menguasai materi

pelajaran berdasarkan IPK mahasiswa. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa prestasi belajar yang dimiliki mahasiswa harus

harus dilihat dari tiga aspek yaitu aspek kogitif, afektif dan

psikomotorik, yang kemudian dituangkan sebagai nilai dalam bentuk

angka pada laporan hasil belajar melalui penilaian akhir belajar.

Dalam penelitian ini, penulis mengunakan hasil belajar atau IPK

mahasiswa (Sunarsih, 2009).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

2.1.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Prestasi Belajar

Belajar di sekolah merupakan suatu produksi dengan berbagai

tahapan di mana setiap tahapan akan menghasilkan suatu produk

dengan berbagai ciri dan kualitas yang memengaruhi hasil dan

tahapan berikutnya. Keefektifan proses belajar di sekolah dijadikan

tolak ukur untuk mengetahui keberhasilan proses pembelajaran. Hasil

dari usaha inilah yang lazimnya disebut prestasi belajar. Untuk

meraih prestasi belajar yang baik, banyak faktor yang perlu

diperhatikan karena di dalam dunia pendidikan tidak sedikit siswa

yang mengalami kegagalan. Kadang ada siswa yang memiliki

dorongan yang kuat untuk berprestasi dan kesempatan untuk

meningkatkan prestasi tetapi dalam kenyataannya prestasi yang

dihasilkan di bawah kemampuannya.

Purmaningtyas (2012) mengatakan bahwa faktor-faktor yang

memengaruhi prestasi belajar adalah sebagai berikut:

a. Faktor internal (dari dalam siswa), yaitu faktor fisiologis

meliputi keadaan jasmani dan faktor psikologis yang meliputi

kecerdasan baik kecerdasan intelektual maupun kecerdasan

emosional, kecakapan, bakat, minat, motivasi, perhatian dan

kematangan.

b. Faktor eksternal (dari luar individu), yaitu lingkungan

keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

Dalam suatu kesempatan, Suryabrata (2002) menyebutkan

faktor yang memengaruhi prestasi belajar adalah sebagai berikut:

a. Faktor dari dalam individu, meliputi:

1) Faktor biologis, yang kematangan fisik, kesehatan badan,

kualitas makanan dan fungsi panca indera.

2) Faktor psikologis yaitu minat, rasa aman, dan motivasi,

pengalaman masa lampau, dan kecerdasan.

b. Faktor dari luar individu meliputi:

1) Faktor non sosial yaitu faktor belajar, cuaca, tempat, dan

fasilitas.

2) Faktor sosial yaitu pribadi guru yang mengatur sikap orang

tua terhadap anaknya yang sedang belajar, situasi pergaulan

dengan teman sebaya

Sedangkan Surya & Amir (dalam Supeno, 2004) menyatakan

bahwa faktor yang memengaruhi prestasi belajar siswa ada dua yaitu

faktor internal dan eksternal.

a. Faktor internal, terdiri dari:

1) Faktor jasmaniah (fisologis) baik bersifat bawaan maupun

diperoleh yang terdiri atas penginderaan, pendengaran, dan

strukutur tubuh.

2) Faktor psikologis yang berasal dari bawaan maupun yang

diperoleh, terdiri atas faktor intelektual maupun potensi

kecerdasan, bakat, kecakapan, diam, tertutup seperti sikap

kebiasaan, kebutuhan motivasi, emosi dan penyesuaian dari

faktor kematangan.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

b. Faktor Eksternal, terdiri dari:

1) Faktor Sosial yang terdiri atas lingkungan yaitu orang tua,

kakak, adik, lingkungan sekolah yaitu guru dan teman di

sekolah, lingkungan masyarakatnya yaitu tetangga, kelompok

yaitu teman di sekolah dan teman bermain.

2) Budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan tekonolgi

dan kesenian.

3) Lingkungan fisik seperti fasilitas belajar, iklim atau cuaca.

1.2 Kecerdasan Emosional

1.2.1 Definisi Kecerdasan Emosional

Kata emosi berasal dari bahasa latin yaitu emotus atau emover

yang berarti mencerca atau menggerakan yaitu sesuatu yang

mendorong dalam diri individu (Chaplin, 2001). Dalam kamus

lengkap psikologi (Kartono & Gulo, 2003), emosi adalah

tergugahnya perasaan yang disertai dengan perubahan-perubahan

dalam tubuh misalnya otot-otot yang menegang, debaran jantung

yang cepat dan sebagainya.

Istilah kecerdasaan emosional pertama kali dikemukakan oleh

Salovey (dalam Goleman, 2005) untuk menerangkan kualitas-kualitas

emosional, kualitas-kualitas tersebut antara lain: empati,

mengungkapkan dan memahami perasaan, pengendalian amarah,

kemandirian, penyesuaian diri, kemampuan memecahkan masalah

antar pribadi, ketekunan, kesetiakawan, keramahan, dan sikap

hormat. Goleman (2003), mendefinisikan bahwa kecerdasan

emosional adalah suatu kemampuan seseorang yang di dalamnya

terdiri dari berbagai kemampuan untuk dapat memotivasi diri sendiri,

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan need impulsive dan

dorongan hati, atau melebih-lebihkan kesenangan maupun kesusahan,

maupun mengatur, menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan

kemampuan berpikir dan kemampuan untuk berempati kepada orang

lain, serta adanya prinsip berusaha sambil berdoa. Pernyataan

tersebut dijelaskan secara singkat oleh Goleman dalam bukunya “The

Emotionally Intelligent Workplace” (2001, h. 27), ada ungkapan

yang mengatakan bahwa “frame work of emotional intelligence (EI)

that reflect how individual’s potenstial for mastering the skill of Self-

Awareness, Self Management, Social Awareness, and Relationship

Manajement”. Kerangka kecerdasan emosional (EI) mencerminkan

bagaimana potensi individu untuk menguasai keterampilan kesadaran

diri, pengaturan diri, kesadaran sosial, dan pengelolaan relasi.

Salovey & Meyer (1990), mengatakan bahwa kecerdasan

emosional sebagai bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan

kemampuan untuk memonitor sendiri dan orang lain perasaan

seseorang dan emosi, untuk membedakan antara individu dan

menggunakan informasi, untuk membimbing berfikir dan tindakan

seseorang. Menurut Goleman (2007) kecerdasan emosional adalah

kemampuan mendengarkan emosi dengan baik dan menjadikan hal

tersebut sebagai sumber informasi penting untuk membangun

efektivitas hubungan intrapersonal dan interpersonal yang

diekpresikan melalui kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri,

empati dan keterampilan sosial. Kecerdasan emosional adalah sisi

lain dari kecerdasan kognitif yang berperan dalam aktivitas manusia

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

yang meliputi kesadaran diri dan kendali dorongan diri, semangat,

dan motivasi diri serta empati dan kecakapan sosial.

Kemudian Salovey & Mayer (dalam Stein & Book, 2002)

kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam

mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan itu untuk

membantu pikiran memahami perasaan dan maknanya,

mengendalikan perasaan secara mendalam dan menggunakan

informasi tersebut untuk membimbing pikiran dan tindakan. Bar-on

(Stein & Book, 2002) juga menjelaskan bahwa kecerdasan emosional

merupakan serangkaian kemampuan, kompetensi, dan non

kecakapan. Goleman (dalam Joy, 2011) secara singkat menjelaskan

bahwa kecerdasan emosional menekankan pada kesadaran diri,

manajemen diri, kesadaran sosial, dan pengelolaan relasi.

Dalam suatu kesempatan, Salovey (dalam Bradshaw, 2008)

mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai “jenis sosial

kecerdasan yang melibatkan kemampuan untuk memonitor pemikiran

dan tindakan sendiri”. Selanjutnya Goleman (dalam Cartwright &

Salloway, 2007) mengatakan kecerdasan emsoional adalah kapasitas

untuk mengenali perasaan kita sendiri dan orang lain, untuk

memotivasi diri untuk mengelola emosi dengan baik dalam diri kita

sendiri dan hubungan dengan orang lain. Goleman (dalam Rao, 2012)

mengatakan bahwa kecerdasan emosional meliputi kesadaran diri,

pengaturan diri, kesadaran sosial, dan pengelolaan relasi.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk menciptakan

keselarasan emosi diri sendiri dan orang lain untuk menumbuhkan

dan mengembangkan kualitas hubungan melalui kesadaran diri,

pengaturan diri, kesadaran sosial, dan pengelolaan relasi.

1.2.2 Teori Kecerdasan Emosional

Teori kecerdasan emosional dari Goleman mengatakan

kecerdasan emosional adalah deskripsi karakter individu yang luas

dan mencakup kemampuan untuk memotivasi dirimu untuk bertahan

dalam menghadapi frustasi, untuk mengendalikan perasaan, untuk

menunda pemenuhan kepuasan, untuk mengatur suasana hati, untuk

menjaga distress dari kemampuan jntuk berpikir, untuk berempati,

dan berharap. Di sisi lain, kecerdasan emosional dapat tercermin

dalam atau disamakan dengan perasaan antusias, untuk menjadi

cerdas secara sosial, keseluruhan memiliki karakter yang baik (dalam

Ciarrochi, Forgas dan Mayer, 2006).

Teori kecerdasan emosional Bar-On (dalam Ciarrochi et al.

2006) adalah mengenai model kecerdasan emosional-sosial, menurut

Bar-On sudut pandang kecerdasan emosional-sosial adalah

penampangan kompetensi emosional dan sosial yang salikng terkait,

keterampilan dan fasilitator yang menentukan seberapa efektif

individu memahami dan mengekspresikan diri, memahami orang lain

dan berhubungan dengan mereka, dan menghadapi tuntutan sehari-

hari. Model Bar-on mendefenisikan konstruk kecerdasan emosional-

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

sosial yang dibentuk oleh bagian sifat lintas emosional yang saling

terkait kepribadian yang mapan berinteraksi bersama dalam individu.

Salovey & Meyer (dalam Pablo & Natalio, 2006) mengatakan

bahwa kecerdasan emosional terdiri dari aspek-aspek yang

melibatkan kemampuan untuk memahami secara akurat, menilai, dan

mengekspresikan emosi; kemampuan untuk mengakses pikiran dan

perasaan; kemampuan untuk memahami emosi dan kemampuan

untuk mengatur emosi untuk mempromosikan emosional dan

pertumbuhan intelektual.

Goleman (dalam Rao, 2012) mengemukakan kecerdasan

emosional dalam beberapa aspek yaitu:

1. Kesadaran diri adalah kompetensi pribadi yang menentukan

bagaimana kita mengelola diri kita sendiri. Ia tahu orang-

orang negara internal, kinerja, sumber daya dan niat.

Kesadaran diri berarti mengakui perasaan seperti yang terjadi.

Kesadaran diri meliputi kesadaran emosional, penilaian diri

yang akurat penilaian kepercayaan diri.

2. Pengaturan diri berarti kemampuan untuk mengelola emosi

dan dorongan seseorang. Hal ini mencakup pengendalian diri,

kemampuan menyesuaikan diri, inisiatif, dan optimisme.

3. Kesadaran sosial. Ini adalah keterampilan yang mencakup

empati, mengembangkan orang lain, orientasi pelayanan.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

4. Pengelolaan relasi. Hal ini mengacu pada keterampilan sosial

atau penanganan hubungan. Ini meliputi pengaruh,

komunikasi, pengelolaan konflik, katalisator perubahan, dan

kerjasama dalam tim.

Tridhonto (dalam Ari, 2010) mengatakan bahwa kecerdasan

emosional terdiri dari tiga aspek, yaitu:

a. Aspek kecakapan pribadi, meliputi kemampuan untuk

mengelola diri sendiri.

b. Aspek kecakapan sosial, meliputi kemampuan menangani

suatu hubungan.

c. Aspek keterampilan sosial, meliputi kemampuan menggugah

tanggapan yang dikehendaki orang lain.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis menggunakan aspek

Goleman (dalam Rao, 2012) yaitu kesadaran diri, pengaturan diri,

kesadaran sosial, dan pengelolaan emosi karena lebih terperinci

dibandingkan dengan aspek-aspek yang dikemukakan dari lainnya.

Dimana kecerdasan emosional dalam hal ini adalah bagaimana

seseorang mampu merasakan emosi diri sendiri dan orang lain, lalu

mengekpresikan emosi tersebut dengan menahan dan menilai

emosional tersebut untuk kepentingan pertumbuhan pribadi.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

2.3 Dukungan Sosial Teman Sebaya

2.3.1 Definisi Dukungan Sosial

Kehidupan siswa memiliki hubungan dengan dukungan sosial

dari orang lain dan hal tersebut memberikan peran penting bagi

perkembangan kepribadian mereka. Menurut Leavy (dalam Haprasi,

2007), dukungan sosial dapat diartikan sebagai tersedianya hubungan

yang didalamnya terkandung isi pemberian bentuk dan hubungan

tersebut memiliki nilai khusus.

Pada suatu kesempatan, Baron & Bryne (2005) mengatakan

bahwa dukungan sosial merupakan kenyamanan seseorang secara

fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman atau anggota keluarga.

Smett (1994) mengatakan dukungan Sosial merupakan salah satu

bentuk ikatan secara sosial yang menggambarkan kualitas dari

hubungan interpersonal, yang terdiri dari dukungan emosional,

dukungan penghargaan atau penilaian, dukungan informatif, dan

dukungan instrumental. Sarafino (1990) menyatakan dukungan sosial

merupakan faktor sosial luar individu yang dapat meningkatkan

kemampuan dalam menghadapi stress akibat konflik. Dengan adanya

dukungan sosial individu dapat merasakan perasaan nyaman,

perhatian, penghargaan, ataupun bantuan yang diterima individu dari

orang lain. Seseorang yang mendapat dukungan sosial yang tinggi

akan memiliki banyak pengalaman positif dan pandangan yang

optimis terhadap kehidupannya. Adanya dukungan membuatnya

yakin pada kemampuan yang dimiliki sehingga dapat mengendalikan

situasi di manapun ia berada.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

Pada suatu pernyataan, House (dalam LaRocco & Fitzgeral,

2010) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah aliran perhatian

emosional, bantuan instrumental, informasi, dan atau penilaian antara

orang-orang. Ia juga mendirikan konsep dukungan sosial sebagai

hubungan antar pribadi yang dukungan tersebut mungkin akan efektif

hanya sebatas hal itu dirasakan. Taylor (2004), mengatakan bahwa

dukungan sosial didefinisikan sebagai persepsi atau pengalaman yang

satu dicintai dan dirawat, terhormat dan dihargai, dan bagian dari

jaringan sosial bantuan dan kewajiban bersama. Kim, Sherman &

Taylor (2008) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah fenomena

di mana-mana dalam hidup sehari sehari-hari orang berbicara tentang

kebutuhan mereka untuk dukungan dengan dekat orang lain.

Kemudian House (dalam Cocke, 2008), mengatakan secara

umum dukungan yang diberikan oleh orang lain dan muncul dalam

konteks hubungan interpersonal (dan sebagai diakses sosial dengan

individu melalui ikatan sosial dengan individu lain, kelompok, dan

yang lebih besar masyarakat. Secara eksplisit juga Cooke

menggariskan jenis perilaku yang mendukung atau tindakan dianggap

sebagai bentuk potensi dukungan sosial yaitu dukungan emosional,

dukungan instrumental, dukungan informasional, dan penghargaan.

Sementara itu, Heaney & Israel (dalam Gordon, 2011)

mengidentifikasi empat jenis dukungan sosial yaitu dukungan

emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan

dukungan penilaian. Sejalan dengan itu Malecki, Demary, & Elliot

(dalam Gordon, 2011), juga mengatakan bahwa dukungan sosial

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

meliputi dukungan emosional, informasi, dukungan penilaian, dan

dukungan instrumental. Malecki & Demaray (2002) menggambarkan

dukungan sosial sebagai “dukungan umum atau perilaku dukungan

spesifik individu dari orang-orang tertentu dalam jaringan sosial,

yang meningkatkan fungsi mereka dan/atau menahan mereka dari

hasil penderitaan/kemalangan”.

Pada dasarnya, Gibson (dalam Kusumawati, 2008)

mendefenisikan dukungan sosial sebagai suatu kesenangan, bantuan

atau ketenangan yang diterima oleh seseorang melalui hubungan

formal dan informal dengan orang lain atau kelompok. Selanjutnya

Wellman (dalam Smet, 1994) mengatakan bahwa dukungan sosial

hanya dapat dipahami jika orang tersebut tahu tentang struktur

jaringan sosial dan menjadi anggotanya. Hal ini mengandung

pengertian bahwa dukungan sosial adalah sebagai perasaan sosial

dasar yang dibutuhkan terus-menerus, dipuaskan dalam interaksi

dengan orang lain, namun tidak semua jaringan sosial yang ditemui

selalu ada dukungan sosial. Ditambahkan oleh Smet (1994), bahwa

dukungan sosial merupakan suatu bentuk perhatian, penghargaan atau

pertolongan yang diterima individu lain atau kelompoknya. Informasi

tersebut diperoleh dari pola hubungan keluarga, guru, teman sebaya,

kelompok atau organisasi.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

Selanjutnya, Tardy (dalam Flaspohler et al., 2009)

mengatakan dalam konteks sekolah, guru dan teman sebaya

cenderung merupakan bagian yang penting dari jaringan sosial anak

yang menyediakan bentuk dukungan yang bermacam-macam,

termasuk dukungan emosi, motivasi, instrumental, dan informasi.

Cutrona (dalam McGrath et al., 2009) mengusulkan definisi ringkas

dari dukungan sosial sebagai “semua aksi atau tindakan yang

menunjukkan responsivitas bagi kebutuhan orang lain”.

Dari beberapa defenisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

dukungan sosial adalah suatu pemberian dukungan emosional,

dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan

informatif yang diperoleh seseorang dari interaksinya dengan orang

lain.

2.3.2 Definisi Teman Sebaya

Teman sebaya adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat

usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Salah salah

fungsi teman sebaya yang paling penting ialah menyediakan suatu

sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga.

(Santrock, 2007). Menurut Monks (1994) menyatakan bahwa

berinteraksi dengan teman sebaya merupakan permulaan hubungan

persahabatan yang bersifat timbal balik dan memiliki sifat-sifat

sebagai berikut: adanya saling pengertian, saling percaya dan

menghargai. Selanjutnya, Mappiare (1982) mengemukakan juga

bahwa awalnya seseorang secara bertahap akan meninggalkan rumah

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

dan beragaul secara luas dengan lingkungan sosialnya, setelah

pergaulannya meluas, maka akan terbentuklah kelompok teman

sebaya sebagai wadah penyesuaian.

Kesempatan yang lain, Duncan, et al. (dalam Robbins et al.,

2008) Dukungan sosial yang diberikan teman sebaya merupakan

salah satu dukungan penting yang dibutuhkan oleh remaja dalam

masa-masa perkembangannya. Teman menyediakan sumber jaringan

sebagai anggota atau bagian dalam suatu tim. Mead, Hilton & Curtis

(dalam Solomon, 2004) telah jauh meneliti dukungan teman sebaya

dan menyatakan bahwa dukungan teman sebaya merupakan sistem

memberi dan menerima bantuan yang dibangun berdasar prinsip-

prinsip kunci yang meliputi rasa hormat, berbagi tanggung jawab, dan

persetujuan yang sama mengenai apa itu menolong.

Teman sebaya menyediakan fungsi-fungsi penting selama

masa remaja. Misalnya melalui pengidentifikasian diri dengan teman

sebaya, remaja mulai membangun penilaian dan pandangan moral

mereka (Bishop & Inderbitzen dalam Gentry & Campbell, 2002).

Pada saat yang sama juga menyediakan sumber-sumber informasi

mengenai dunia di luar keluarga dan juga mengenai diri mereka

sendiri (Santrock dalam Gentry & Campbell, 2002), serta sebagai

penguatan yang positif, memberikan status, penghargaan dan

penerimaan diri.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

Dari uraian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa teman

sebaya merupakan suatu bentuk kelompok teman yang memiliki

tingkat kematangan yang kurang lebih sama, bersifat timbal balik dan

memiliki sifat-sifat adanya saling pengertian, saling percaya dan

menghargai yang diterima dari teman sebayanya, yang meliputi

dukungan emosional, instrumental, penilaian, dan informasi.

2.3.3 Teori Dukungan sosial Teman Sebaya

House (dalam Smett, 1994) serta Malecky & Demmary

(2002), mengemukakan dukungan sosial teman sebaya dalam empat

aspek yaitu:

a. Dukungan emosional yang mencakup ungkapan simpati,

kepedulian, dan perhatian, serta adanya kepercayaan untuk

mendengarkan orang yang bersangkutan.

b. Dukungan penghargaan yang terjadi melalui ungkapan hormat

dari orang lain, dorongan untuk maju atau persetujuan dengan

gagasan atau persamaan individu yang positif dengan orang

lain.

c. Dukungan informatif yang merupakan dukungan secara tidak

langsung terhadap individu dalam bentuk pemberian

informasi yang dibutuhkan ataupun nasehat-nasehat yang

berguna bagi individu tersebut.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

d. Dukungan instrumental yang mencakup bantuan secara

langsung. Misalnya memberikan sarana yang memiliki tujuan

positif seperti uang, benda atau pekerjaan.

House (dalam LaRocco & Fitzgeral, 2010), mengatakan

aspek-aspek dukungan Sosial, yaitu:

a. Emosional yang mencakup menunjukkan kepedulian, empati,

dan kepercayaan

b. Informasi yang mencakup pemberian saran, fakta atau

pengetahuan lain yang orang dapat digunakan untuk

memecahkan masalah pribadi atau lingkungan.

c. Instrumental yang mencakup pemberian bantuan nyata

langsung seperti bahan, uang, atau waktu seseorang.

d. Penilaian yang mencakup upaya mengevaluasi upaya dan

keberhasilan baik secara formal dan informal.

Cohen & Wills (1985) membedakan antara empat tipe

dukungan, esteem support (didefinisikan sebagai penyediaan

informasi dan sikap yang mengindikasikan keberhargaan dari

seseorang), informational support (didefinisikan sebagai

menyediakan bantuan dalam mengartikan dan mengatasi masalah dari

suatu peristiwa), social companionship (yang melibatkan availabilitas

seseorang yang mana seseorang bisa berpartisipasi dalam aktivitas

luang dan aktivitas sosial, seperti perjalanan bersama atau pesta,

aktivitas-aktivitas kebudayaan, misalnya pergi nonton atau ke

museum, aktivitas rekreasi, seperti berolahraga atau hiking), dan

instrumental support (merupakan dukungan yang berfokus pada

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

masalah, dalam hal ini bukan hanya informasi yang diberikan, namun

juga tindakan nyata dalam menyelesaikan suatu masalah atau

peristiwa).

Ritter (dalam Kusumawati, 2008) menyatakan bahwa

dukungan sosial diklasifikasikan menjadi 2 aspek yaitu:

a. Aspek strukural, yaitu hubungan sosial individu seperti status

perkawinan dan banyaknya teman. Dukungan ini mencakup

pengaturan hidup, frekuensi saling kontak, partisipasi dalam

aktivitas sosial dan jariangan sosial.

b. Aspek fungsional, meliputi kualitas hubungan individu,

misalnya keyakinan bahwa dirinya mempunyai teman dekat

yang siap membantu saat dibutuhkan. Aspek ini mencakup

dukungan emosi, dukungan semangat, dukungan nasehat,

informasi, dan bantual material.

Berikut ini, Tardy (dalam del Valle et al., 2010) menekankan

kompleksitas konsep dukungan sosial dari sudut pandang pengukuran

(measurement), mengidentifikasi lima dimensi dukungan sosial,

antara lain :

a. Arahan, dukungan yang diberikan atau diterima

b. Disposisi, ketersediaan (ada) atau dibuat-buat.

c. Deskripsi atau penilaian, dukungan sosial yang secara

sederhana digambarkan atau dinilai dalam cara tertentu.

d. Isi, meliputi dukungan emosional, instrumental,

informasional, atau penilaian.

e. Jaringan, orang tua, guru, teman sebaya, dsb.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

Berdasarkan beberapa pandangan di atas, maka penulis

memilih ciri/aspek yang dikemukakan oleh House (dalam Smett,

2004) serta Malecky & Demmary (2002) yang terdiri dari dukungan

sosial, dukungan penilaian, dukungan informasi, dan dukungan

instrumental dengan alasan bahwa aspek-aspek tersebut bisa

mencakup keseluruhan dukungan yang dibutuhkan oleh mahasiswa.

2.4 Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya

2.4.1 Kecerdasan Emosional dan Prestasi Belajar

Dalam kaitan dengan prestasi belajar, kecerdasan emosional

memainkan peranan yang sangat penting dan mewarnai kehidupan

siswa dalam meraih prestasi yang memuaskan. Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Epstein dan Le Doux (dalam Nwadinigwe, 2010) pada

156 siswa Menengah Atas di Lagos, Nigeria menunjukkan ada

hubungan yang positif antara kecerdasan emosional dengan prestasi

belajar (p < 0.05). Cherniss (dalam Nwadinigwe & Obieke, 2010)

menyatakan pentingnya kecerdasan emosional yang diperlukan

untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan psikologis dalam

prestasi di sekolah. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh

Azizi, dkk (2012) menunjukkan bahwa signifikan hubungan antara

kesadaran diri (r = 0,21), manajemen emosional (r = 0,21) dan empati

(r = 0,21) pada tingkat p <0,05 dengan prestasi akademik. Penelitian

lain juga dilakukan oleh Mishra (2012) menunjukkan bahwa ada

korelasi positif antara kecerdasan emosional dan prestasi belajar.

Kelemahan emosional menyebabkan berbagai masalah kesehatan

fisik dan mental yang secara langsung berdampak pada prestasi

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

belajar. Menurutnya, pendidikan menyampaikan informasi dan

pengetahuan untuk daerah tertentu yang berorientasi karir. Aspek

emosional yang kurang dalam sistem pendidikan akan menyebabkan

prestasi belajar yang buruk. Oleh karena itu mengetahui hubungan

antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik menjadi salah

satu yang penting.

Maria (2004) juga dalam penelitiannya menunjukan adanya

hubungan negatif antara kecerdasan emosional dengan prestasi

belajar siswa. Mishra (2012), terhadap 100 siswa menegah atas di

Jaipur menyatakan ada korelasi positif antara kecerdasan emosional

dnegan prestasi belajar. Hal senada juga diungkapkan oleh Preeti

(2013) terhadap 200 siswa di berbagai sekolah di India. Hasil

penelitian menunjukan bahwa ada hubungan positif signifikan antara

kecerdasan emosioal dengan prestasi belajar. Wahyuningsih (2004),

dalam penelitiannya juga menemukan adanya hubungan positif antara

kecerdasan emosional dengan hasil belajar biologi siswa kelas II

SMA negeri Pamulung. Sejalan dengan itu, Bahtiar (2009), juga

menemukan adanya hasil positif pada penelitiannya tentang

hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi dengan signifikansi

nilai 0.002 (p<005). Selanjutnya, Guna (2012) dalam penelitiannya di

SMA Negeri 3 salatiga mengunakan rank sperman nonparametik uji

korelasi menemukan bahwa tidak ada hubungan antara kecerdasan

emosional dengan prestasi belajar.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

2.4.2 Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Prestasi Belajar

Siswa yang mempunyai kecerdasan emosional yang kuat

dalam meningkatkan prestasi belajar, juga diikuti dengan faktor

dukungan sosial teman sebaya. Penelitian yang dilakukan oleh Rensi

& Sugiarti (2010) menunjukan dukungan sosial juga berpengaruh

terhadap perestasi belajar dengan nilai probabilitas signifikansi untuk

variabel dukungan sosial terhadap prestasi belajar sebesar 0.04<0.05.

Rosenfeld (2000) menemukan bahwa siswa dengan dukungan sosial

yang tinggi dari teman sebaya, orang tua, dan guru memiliki nilai

atau prestasi yang terbaik dibandingkan dengan siswa yang tidak

memiliki dukungan sosial. Mackinnon (2008) menemukan bahwa

dukungan sosial berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Penelitian

berbeda juga ditemukan oleh Taylor (1998) yang menyatakan bahwa

secara tidak langsung dukungan sosial teman sebaya berpengaruh

pada prestasi belajar. Dikatakan berpengaruh secara tidak langsung

karena untuk mencapai sebuah prestasi belajar maka harus melalui

persepsi dari pentingnya kemampuan akademis.

Semantara itu, Cauce (1992) menyatakan bahwa dukungan

teman sebaya memiliki hubungan yang negatif dengan kompetensi di

sekolah, yang dalam hal ini adalah kompetensi untuk berprestasi. Hal

senada juga diteliti oleh Maassen & Landsheer (2000), menemukan

bahwa terdapat hubungan yang negatif antara dukungan sosial teman

sebaya dengan prestasi belajar matematika. Kurniawati (2012), juga

mengadakan penelitian tentang hubungan dukungan sosial terhadap

prestasi belajar mahasiswa Kebidanan STIKes Kusuma Husada

Surakaraya menemukan bahwa ada hubungan antara dukungan sosial

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

dengan prestasi belajar dengan nilai signifikan 0.004 (p<0.05).

Sejalan dengan itu, Puspasari (2013) dalam penelitiannya

mengatakan bahwa ada hubungan positif antara dukungan sosial

dengan prestasi akademik dengan nilai signifikansi 0.000 (p<0.01).

Novitasari (2013), juga mengatakan bahwa ada hubungan positif

antara dukungan sosial teman sebaya dengan prestasi belajar

mahasiswa.

2.4.3 Jenis Kelamin dan Prestasi Belajar

Jenis kelamin merupakan salah satu dari variabel demografi

yang menarik untuk diteliti dan sampai sekarang ini menjadi

pertentangan apakah berpengaruh pada prestasi belajar. Beberapa

penelitian yang dilakukan, diantaranya yaitu Raheem (2012), yang

mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara

prestasi belajar siswa laki-laki dan siswa perempuan. Sejalan dengan

itu Adhiambo, el al., (2011) mengatakan bahwa tidak ada perbedaan

antara prestasi siswa perempuan dan siswa lai-laki. Sebaliknya dalam

penelitian yang dilakukan oleh Salami (2013), mengatakan ada

kebanyakan penelitian yang menunjukkan bahwa rata-rata, anak

perempuan lebih baik dalam sekolah dibandingkan anak laki-laki.

Senada dengan itu Linver, Davis-Kean, & Eccles, (2002),

menunjukkan bahwa prestasi belajar laki-laki berada di tingkat yang

lebih tinggi nilai matematika daripada perempuan yang mengikuti

kursus di tempat yang sama.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

Pada suatu kesempatan lain, Puspitasari & Rostikawati

(2009), mengatakan bahwa ada perbedaan prestasi belajar mahasiswa

laki-laki dan perempuan, dikatakannya lebih lanjut, secara umum

prestasi perempuan lebih baik daripada laki-laki. Rentang IPK 3,00

sampai 4,00 didominasi perempuan. Mahasiswa perempuan memiliki

masa studi yang lebih pendek daripada laki-laki. Adeyinka et al.

(dalam Santrock, 2007) juga menemukan bahwa perbedaan jenis

kelamin memberikan pengaruh dan kontribusi pada prestasi belajar

siswa. Dimana siswa laki-laki memiliki usaha yang keras dan

kemampuan untuk memberikan yang terbaik dalam prestasi belajar,

bila dibandingkan dengan siswa perempuan. Penelitian yang

dilakukan Fayobo (2012) pada 163 siswa Universitas Barbaros

menunjukan bahwa ada perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan

perempuan dalam prestasi akademik. Ia menjelaskan bahwa emosi

perempuan lebih menonjol dibandingkan laki-laki.

1.5. Dinamika hubungan antar Variabel

Prestasi belajar merupakan taraf keberhasilan dari usaha yang

dilakukan siswa melalui proses belajar yang dinyatakan dalam bentuk

angka atau skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah

materi tertentu. Kecerdasan emosional adalah serangkaian

kemampuan yang dimiliki seseoramg untuk mengenali emosi diri

sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan

kemampuan mengelola emosi diri sendiri dengan baik dan

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

kemamapuan untuk membina hubungan (kerja sama) dengan orang

lain.

Berdasarkan pada kajian dan hasil penelitian yang telah

diuraikan pada sub bab sebelumnya. Peneliti berpendapat bahwa

kecerdasan emosional memiliki hubungan yang positif dan signifikan

dengan prestasi belajar siswa. Hal ini berarti semakin tinggi

kecerdasan emosional siswa, semakin tinggi pula prestasi belajar

mereka. Siswa yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi,

maka mereka akan mampu mengenali emosi diri kemudian

mengekspresikan emosi tersebut secara tepat, mampu memotivasi diri

dan memiliki kemampuan serta bekerja sama dengan orang lain.

Dengan adanya kemampuan-kemampuan tersebut, siswa akan lebih

mudah menyadari bahwa dalam diri mereka ada kemampuan dan

memotivasi diri juga mendukung terhadap pencapaian prestasi belajar

mereka.

Prestasi belajar juga dipengaruhi oleh dukungan sosial.

Sugiati & Rensi (2010), juga mengatakan ada hubungan antara

dukungan sosial dengan prestasi belajar. Jika dukungan sosial dan

konsep diri siswa ditingkatkan maka prestasi belajar siswa pun dapat

mengalami peningkatan. Dukungan sosial dapat diterima dari

berbagai macam sumber, seperti teman, keluarga, pasangan atau

kekasih, lingkungan atau organisasi masyarakat (Sarafino, 1990).

Menurut Monks (1994) menyatakan bahwa berinteraksi dengan

teman sebaya merupakan permulaan hubungan persahabatan yang

bersifat timbal balik dan memiliki sifat-sifat sebagai berikut: adanya

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

saling pengertian, saling percaya dan mengahargai. Dari berbagai

macam dukungan tersebut, dukungan yang paling efektif untuk

meningkatkan prestasi belajar adalah dukungan teman. Jika teman

memberikan pengaruh yang positif maka prestasi akan menjadi lebih

baik.

Selain kecerdasan emosional dan dukungan sosial teman

sebaya yang memengaruhi prestasi belajar, ternyata perbedaan jenis

kelamin juga memengaruhi hal tersebut. Dari sudut perspektif

budaya, kontribusi terbesar dalam menciptakan perbedaan jenis

kelamin, bukan hanya pada tugas-tugas yang berhubungan dengan

kodrat seperti yang hanya dapat dilakukan oleh perempuan untuk

melahirkan anak dan menyusui. Keadaan ini juga telah merambat ke

dalam konsep kehidupan baik dalam hal lapangan pekerjaan,

pendidikan hingga dalam pembentukan karakter hidup seseorang.

Linver, Davis-Kean & Eccles (2002), menunjukkan bahwa prestasi

belajar laki-laki berada di tingkat yang lebih tinggi nilai matematika

daripada perempuan yang mengikuti kursus di tempat yang sama.

Menurut Rais (dalam Gunarsa & Gunarsa, 1991) tuntutan peran

antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat pun berbeda.

Jelas terlihat dari penelitian-penelitian di atas dapat dikatakan

bahwa antara kecerdasan emosional dan dukungan sosial teman

sebaya memberikan pengaruh bagi prestasi belajar.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

2.6 Model penelitian

Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu dan kerangka

berpikir, maka model penelitian yang dikembangkan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1

Model Penelitian

X1

Kecerdasan

Emosional

(

Y

Prestasi Belajar

X2

Dukungan Sosial

teman Sebaya

X3

Jenis

Kelamin

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edu II.pdfemosional yang membentuk pengelolaan diri, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan dukungan sosial yang dapat menghasilkan

2.4 Hipotesa Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan pustaka dan kerangka

pikir di atas dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Ada hubungan kecerdasan emosional dan dukungan sosial

teman sebaya terhadap prestasi belajar mahasiswa Fakultas

Teologi Universitas Kristen Indonesia Maluku;

2. Ada pegaruh interaksi kecerdasan emosional dan jenis

kelamin terhadap prestasi belajar mahasiswa Fakultas

Teologi Universitas Kristen Indonesia Maluku;

3. Ada pengaruh interaksi dukungan sosial teman sebaya dan

jenis kelamin terhadap prestasi belajar mahasiswa Fakultas

Teologi Universitas Kristen Indonesia Maluku dan

4. Ada perbedaan prestasi belajar ditinjau dari jenis kelamin

mahasiswa Fakultas Teologi Universitas Kristen Indonesia

Maluku.