pengambilan keputusan pada individu · pdf filemenjelaskan model pengambilan keputusan di...
TRANSCRIPT
Kozielecki (1981) menyatakan sudah banyak teori-teori yang berupaya
menjelaskan model pengambilan keputusan di dalam individu maupun
kelompok. Setidakya terdapat dua tipe teori dalam pengambil keputusan,
yaitu preseptif dan deskriptif. Teori ini lebih menitikberatkan upayanya
pada bagaimana pilihan yang rasional dapat tercipta, bagaimana
menetapkan keseimbangan antara apa yang diperlukan dan apa yang
mungkin digapai, kemudian bagaimana mencari solusi yang optimal dalam
pegambilan keputusan. Model teori berikutnya adalah deskriptif. Teori ini
menitikberatkan pada penggambaran tingkah-laku aktual individu atau
kelompok saat membuat keputusan. Penjelasan yang ingin didapatkan
adalah bagaimana keputusan dapat tercipta dan memperlihatkan faktor-
faktor yang terlibat di dalam proses pengambilan keputusan.
Aspek pokok dari pengambilan keputusan adalah harapan akan
terciptanya suatu hasil yang baik. Secara umum, pembahasan mengenai
pengambilan keputusan tidak hanya membahas pengambilan keputusannya
saja tetapi juga proses yang terjadi di dalamnya. Oleh karena itu, banyak
tokoh-tokoh yang mendefinisikan pengambilan keputusan. Greenberg dan
Baron (2000) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai proses
membuat pilihan di antara beberapa pilihan. Sweeney dan McFarlin (2002)
mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai proses dalam mengevaluasi
satu atau lebih pilihan dengan tujuan untuk meraih hasil terbaik yang
diharapkan. Kreitner dan Kinicki (2003) mendefinisikan pengambilan
keputusan sebagai proses mengidentifikasi dan memilih solusi yang
mengarah pada hasil yang diinginkan.
Jika melihat karakteristiknya, pengambilan keputusan terdiri dari dua
karakteristik, yaitu pengambilan keputusan individual dan pengambilan
keputusan bersifat kelompok.
24
Pengambilan Keputusan pada Individu Tidak mudah mengambil keputusan, meskipun hal yang harus
diselesaikan merupakan masalah yang ringan, pengambilan keputusan
merupakan hasil proses dari beberapa pertimbangan-pertimbangan alternatif
untuk menyelesaikan masalah. Seorang filosof asal Prancis, Jean-Paul Sartre
mengatakan bahwa manusia sebagai makhluk yang berkesadaran “dikutuk
untuk bebas”. Kutukan kebebasan ini menempatkan manusia sebagai
makhluk yang dapat menentukan jalannya sendiri. Apa pun jalan yang
diambil, maka manusia itu sendiri yang harus bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang terjadi kelak di kemudian hari. Hal tersebut merupakan
konsekuensi yang mesti harus oleh manusia sebagai makhluk yang
berkesadaran.
Sebagai makhluk yang berkesadaran dan bebas menetukan pilihannya
sendiri, jalan yang diemban oleh manusia terlihat demikian banyak. Apalagi
di zaman yang semakin kompleks ini, permasalahan seperti memilih
sekolah, jurusan sekolah, universitas, jurusan kuliah, pekerjaan, bidang
pekerjaan, kantor, pemimpin, dan pacar mengharuskan manusia mengambil
keputusan yang tepat dan akan menghasilkan sesuatu yang baik (Kozielecki,
1981). Untuk menjamin bahwa pilihannya adalah wajar dan rasional,
terutama pengambil keputusan, harus menganalisis cost (harga), keadaan
lingkungan, risiko, dan pengaruhnya. Akan tetapi, siapakah pengambil
keputusan itu? Hal seperti apa yang menjadikan seseorang dapat dikatakan
sebagai pengambil keputusan? Berikut ini empat contoh realitas yang terjadi
di dalam dunia kerja.
1. Pimpinan dalam melakukan sejumlah alternatif tindakan, menilai
utilitasnya, dan membuat keputusan akhir, sepenuhnya bertanggung
jawab atas konsekuensi tindakan yang dilakukannya: jika ada
peningkatan hasil, yang bersangkutan akan mendapatkan bonus; jika
menurun atau gagal, maka, taruhannya kehilangan jabatan.
2. Pimpinan menyiapkan sebuah tim ahli untuk menyusun program
alternatif, menilai hasil pekerjaan mereka, menyetujui dan
mendudukung tim tersebut, dari hasilnya ditanggung oleh manajer.
3. Pimpinan membentuk tim, tetapi tidak bertanggung jawab atas apa yang
akan terjadi. Konsekuensi dari keputusan ditanggung sepenuhnya oleh
para bawahannya.
25
4. Pimpinan membuat keputusan sendiri, tetapi keputusan yang dibuatnya
tidak hanya ditanggung oleh dirinya tetapi merupakan tanggung jawab
semua.
Pada kasus di atas, kasus nomor berapakah yang dapat dikatakan
sebagai pengambil keputusan? Hanya kasus 1 dan 2 yang dapat dikatakan
sebagai pengambil keputusan. Nomor 3 dan 4 tidak dapat dikatakan sebagai
pengambil keputusan karena pemimpin tidak menerima konsekuensi atas
apa yang terjadi. Pengambil keputusan adalah “individu yang memilih salah
satu alternatif dari beberapa pilihan yang ada dan bertanggung jawab atas
sesuatu yang telah ia pilih” (Kozielecki, 1981).
Pengambil keputusan memiliki tujuan dan makna yang berbeda-beda
terhadap keputusan yang diambil. Ada orang memilih berdasarkan
pertimbangan ekonomi, ada yang dikarenakan pertimbangan kekerabatan,
kedekatan, pertimbangan rasioanal, ikut orang lain, dan lain sebagainya. Hal
tersebut tergantung kebutuhan masing-masing individu. Ketika manusia
menyadari dirinya membutuhkan uang, maka tujuan yang akan digapai
adalah “mendapatkan uang”, dan tujuan ini mengarahkan tingkah lakunya.
Gaya Pengambilan Keputusan pada Individu Menurut Rowe dan Boulgarides (1992), cara orang mengambil
keputusan dapat digambarkan melalui gaya pengambilan keputusannya.
Ada beberapa faktor yang menentukan, yaitu 1) cara seseorang menerima
dan memahami tanda isyarat-isyarat tertentu; 2) suatu yang penting
menurut penilaian seseorang; 3) faktor konteks atau situasional saat
pengambilan keputusan dilakukan. Bagaimana ia menginterpretasi atau
memahami, bagaimana merespons, dan apa yang dipercaya oleh sesorang
sebagai sesuatu yang penting mengartikan bahwa gaya pengambilan
keputusan merefleksikan cara seseorang bereaksi terhadap situasi yang
dihadapinya.
Terdapat dua dimensi yang berbeda di dalam gaya pengambilan
keputusan, yaitu orientasi nilai dan toleransi terhadap ambiguitas. Tipe
pengambil keputusan yang fokusnya pada tugas dan masalah teknis atau
fokus terhadap orang lain dan masalah sosial adalah pengambil keputusan
yang berorientasi nilai. Toleransi terhadap ambiguitas mengindikasikan
tingkat di mana seseorang memiliki kebutuhan yang tinggi terhadap
struktur atau kendali dalam hidupnya. Dua dimensi ini, ketika
26
dikombinasikan, akan menghasilkan empat gaya pengambilan keputusan,
yaitu: direktif, analitis, konseptual, dan behavioral.
Direktif Individu dengan gaya direktif adalah orang yang memiliki hasrat
tinggi terhadap kekuasaan dan cenderung bersifat autokratik. Orientasi
pengambilan keputusannya lebih menitikberatkan pada keyakinan pribadi
dan cenderung fokus pada hal-hal yang teknis. Individu dengan gaya ini
bersifat cepat dalam penyelesaian masalah. Toleransi terhadap ambiguitas
dan kompleksitas kognitif mereka sangat rendah. Hal ini juga berarti mereka
lebih menyukai hal-hal yang terstruktur dan informasi spesifik yang
diberikan secara verbal. Individu dengan gaya ini merupakan individu yang
fokus terhadap sesuatu dan sering kali agresif. Pengendalian yang ketat dan
kecenderungan mendominasi orang lain serta memfokuskan pada keadaan
internal di dalam organisasi termasuk salah satu karakter gaya direktif ini.
Analitis Inidividu dengan gaya pengambilan keputusan analitis memiliki fokus
terhadap keputusan yang berisfat teknis dan kebutuhan akan kendali.
Cenderung bersifat autokratik. Individu dengan gaya ini menyukai
pemecahan masalah dan berusaha sekuat tenaga dalam mencapai hasil yang
paling maksimal dalam situasi yang dihadapinya. Posisi dan ego merupakan
karakteristik yang penting dan mereka sering kali mencapai posisi puncak
dalam organisasi atau memulai suatu usaha sendiri. Mereka tidak cepat
dalam pengambilam keputusan, mereka menikmati keberagaman dan lebih
menyukai laporan tertulis. Mereka menyukai tantangan dan memperhatikan
setiap detail situasi.
Konseptual Individu dengan gaya pengambilan keputusan konseptual memiliki
tingkat kompleksitas kognitif dan orientasi pada manusia yang tinggi.
Mereka cenderung menggunakan data dari berbagai sumber dan
mempertimbangkan berbagai alternatif. Pada gaya konseptual, terdapat
kepercayaan dan kebutuhan dalam hubungan dengan bawahan dan tujuan
bersama dengan bawahan. Individu dengan gaya ini cenderung idealis,
menekankan pada etika dan nilai. Mereka secara umum merupakan individu
27
yang kreatif dan dapat dengan cepat memahami hubungan yang kompleks.
Fokus mereka pada jangka panjang dengan komitmen organisasi yang
tinggi. Mereka memiliki orientasi pada prestasi dan penghargaan,
pengakuan, dan kemandirian. Mereka lebih menyukai kendali yang longgar
terhadap kekuasaan dan lebih sering menggunakan partisipasi. Mereka,
pada umumnya, adalah seorang pemikir daripada pelaksana.
Behavioral Individu dengan gaya pengambilan keputusan behavioral memiliki
tingkat kompleksitas kognitif yang rendah, namun mereka memiliki
perhatian yang mendalam terhadap organisasi dan perkembangan orang
lain. Individu dengan gaya ini cenderung suportif dan memperhatikan
kesejahteraan bawahannya. Mereka memberikan konseling, terbuka dalam
menerima saran-saran, mudah berkomunikasi, menunjukkan sikap yang
hangat, empati, persuasif, memiliki keinginan untuk kompromi, dan
menerima kelonggaran kendali. Oleh karena penggunaan data yang kurang,
gaya ini cenderung fokus pada jangka pendek dan menggunakan pertemuan
dalam berkomunikasi. Individu dengan gaya ini menghindari konflik,
mencari penerimaan, dan sangat berorientasi pada manusia. Namun kadang
kala mereka merasa tidak aman.
Analitis
1. Menyukai pemecahan masalah 2. Menginginkan jawaban terbaik 3. Menginginkan kontrol 4. Menggunakan berbagai data 5. Menyukai keragaman 6. Inovatif 7. Melakukan analisis secara hati-hati 8. Menginginkan tantangan (N-Ach)
Konseptual
1. Orientasi terhadap prestasi 2. Berwawasan luas 3. Kreatif 4. Humanistik dan artistik 5. Memberikan ide-ide baru 6. Berorientasi masa depan 7. Independen 8. Menginginkan pengakuan
Direktif
1. Mengharapkan hasil 2. Agresif 3. Bertindak cepat 4. Menggunakan aturan 5. Menggunakan intuisi 6. Memiliki kemampuan verbal 7. Kebutuhan akan kekuasaan
Behavioral
1. Bersikap suportif 2. Menggunakan persuasi 3. Empati 4. Mudah berkomunikasi 5. Menyukai pertemuan 6. Menggunakan data yang terbatas 7. Kebutuhan akan afiliasi
28
Berdasarkan yang telah dikembangkannya mengenai pengambilan
keputusan, Rowe dan Boulgarides (1992) telah melakukan penelitian
terhadap perbedaan laki-laki dan perempuan.
1. Di dalam pekerjaan yang sama, laki-laki dan perempuan secara umum
tidak memiliki perbedaan yang signifikan mengenai gaya pengambilan
keputusan.
2. Penelitian terhadap perempuan dalam bidang pekerjaan berbeda.
Penelitian dilakukan terhadap 53 perempuan yang bekerja di bidang
teknik, 46 perempuan yang bekerja di bidang sosial, 93 perempuan
berstatus manajer, dan 224 arsitek perempuan. Hasilnya, perempuan
yang berasal dari tempat kerja berbeda menunjukkan gaya pengambilan
keputusan yang berbeda. Perempuan yang bekerja di bidang teknik
cenderung memiliki skor gaya direktif dan analitik lebih tinggi
dibandingkan perempuan yang bekerja di bidang sosial. Sebaliknya,
gaya konseptual dan behavior memiliki skor yang tinggi pada
perempuan di bidang sosial daripada teknik. Perempuan manajer
memiliki skor gaya direktif dan gaya behavioral yang lebih tinggi. Akan
tetapi arsitek perempuan memeliki skor gaya analitik dan konseptual
yang tinggi.
3. Penelitian terhadap perempuan dan laki-laki yang sama-sama manajer.
Penelitian dilakukan terhadap 94 manajer perempuan dan 194 manajer
laki-laki. Hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan antara manajer
perempuan dan manajer laki-laki. Pada manajer laki-laki, skor gaya
konseptual lebib tinggi dan gaya behavioral lebih rendah daripada
perempuan (Rowe dam Bourgarides, 1992). Mengadopsi hasil yang
didapatkan ini, Muti (2003) dalam penelitiannya mencoba
mengungkapkan faktor-faktor yang berperan dalam pengambilan
keputusan di kalangan manajer perempuan.
Muti menemukan perbedaan pada gaya pengambilan keputusan
perempuan yang memiliki kecerdasan emosi (emotional intelligent)
dengan perempuan androgini. Kecerdasan emosi merupakan persepsi
mengenai kemampuan menggabungkan perasaan, pikiran, dan tindakan
untuk menghasilkan hubungan yang baik (good relationship), baik dengan
diri sendiri maupun dengan orang lain. Androginitas adalah ciri
kepribadian yang memiliki maskulinitas dan feminitas tinggi yang
dimanifestasikan dalam perilaku sehari-hari pada situasi dan kondisi
yang tepat. Perempuan yang memiliki emotional intelligent tinggi
29
cenderung akan mengadopsi gaya pengambilan keputusan analitis
dankonseptual. Perempuan yang memiliki androginitas tinggi cenderung
akan mengadopsi gaya pengambilan keputusan direktif dan behavior.
Individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi memiliki
kemampuan kesadaran diri, mengelola emosi, motivasi diri, membina
hubungan baik dengan orang lain dan mengendalikan emosi yang tinggi. Di
sisi lain, individu dengan gaya analitis dan konseptual memiliki
kompleksitas kognitif tinggi yang membuat individu kreatif, mempunyai
dorongan untuk mendapatkan lebih banyak informasi dan alternatif untuk
mengatasi situasi-situasi baru, menguji berbagai detail yang dihadapi,
memecahkan masalah (problem solving), dan berusaha mencapai prestasi
maksimum. Individu dengan gaya konseptual, berorientasi pada orang,
memercayai dan terbuka untuk hubungan dengan bawahan untuk mencapai
tujuan bersama, memahami hubungan antar manusia secara kompleks, tidak
melakukan kontrol dengan kekuatan dan lebih sering menggunakan
partisipasi. Dengan demikian, kalau ditarik benang merah, akan tampak
adanya korelasi positif antara ciri-ciri pada kecerdasan emosi yang tinggi
dengan ciri-ciri pada gaya pengambilan keputusan analitis dan konseptual.
Oleh karena itu, semakin tinggi kecerdasan emosi seseorang, akan diikuti
oleh gaya pengambilan keputusan analitis dan konseptual.
Individu yang memiliki androginitas tinggi adalah individu yang dapat
mengkombinasikan sifat maskulin dan sifat feminin. Gaya direktif sendiri
cenderung lebih memiliki unsur maskulinitas, yaitu agresif, otokratis,
kebutuhan akan power, dan dorongan kuat untuk mencapai prestasi. Gaya
behavioral cenderung memiliki unsur-unsur femininitas, yaitu mudah
berkomunikasi, hangat, empatis, persuasif, mau berkompromi dan
menghindari konflik. Penelitian yang dilakukan oleh Muti ini tentu saja
membutuhkan penelitian yang lebih lanjut.
Persepsi dan nilai adalah hal yang tidak boleh luput dalam memahami
pengambilan keputusan. Persepsi dan nilai akan sangat kuat memengaruhi
gaya pengambilan keputusan.
Persepsi dan Pengambilan Keputusan Menurut Rowe dan Boulgarides (1992), persepsi dapat dikatakan
merupakan unsur yang penting sebagai gerbang awal masuknya informasi
dari lingkungan atau situasi dari luar. Berangkat dari stimulus, individu
30
pengambil keputusan akan menggunakan frame of reference-nya dalam
bereaksi terhadap informasi yang diamatinya, di mana hal ini merupakan
fungsi dari pengalaman dan kompleksitas kognitif. Di sini persepsi berlaku
sebagai filter atau tanda-tanda yang dianggapnya penting. Hal ini ini
ditentukan oleh struktur sikap atau cara kaku (rigid) atau otoriter atau dapat
dijelaskan sebagai orang yang memiliki struktur konkret, umumnya kurang
peka terhadap perubahan situasi atau terhadap informasi baru dan tidak
terlalu jelas. Contoh ekstrim lainnya adalah individu yang memiliki struktur
sikap sangat abstrak di mana kondisi ini dapat membantunya dalam
berhubungan dengan pengamatannya terhadap situasi-situasi yang
bervariasi. Individu ini cenderung untuk mau mencari informasi dan
bertanya kepada orang-orang lain. Mereka umumnya dapat menangani
struktur yang sangat kompleks dari situasi dan juga mampu mengatasi bila
terjadi persepsi yang saling bertentangan. Contoh-contoh tersebut di atas
menunjukkan bahwa pada kenyataannya informasi yang diperoleh melalui
persepsi tentang suatu situasi atau masalah melibatkan bias antara fakta
situasi objektif dengan realitas individual yang bersifat subjektif. Adanya
bias persepsi ini akan mempengaruhi interprestasi dan reaksi individu
terhadap situasi, yang pada akhirnya akan membedakan antara gaya
individu yang satu dengan lainnya dalam mengambil keputusan.
Nilai dan Pengambilan Keputusan Unsur lainnya yang tidak kalah pentingnya dalam memahami gaya
pengambilan keputusan adalah nilai (value). Dikatakan oleh Rowe dan
Bourgarides (1992), bahwa nilai mempunyai dampak yang signifikan pada
proses pengambilan keputusan, sehingga nilai dapat dipandang sebagai
faktor kunci dalam menentukan gaya pengambilan keputusan seseorang.
Nilai ini dapat diartikan sebagai pedoman normatif pada diri seseorang yang
memengaruhinya dalam memilih dari sejumlah alternatif dalam bertindak.
Nilai dapat dilihat sebagai penyediaan kerangka perseptual yang stabil
dalam memengaruhi perilaku seseorang, karena dibangun dan berkembang
melalui pengalaman serta berinteraksi dengan lingkungannya jauh sebelum
individu menginjak dewasa. Dengan nilai ini, individu dapat
mempertimbangkan keputusannya berdasarkan nilai-nilai atau
pertimbangan bila dihadapkan pada sejumlah alternatif dan memberikan
prioritas berdasarkan penilaiannya. Nilai inilah yang direfleksikan pada
31
prekonsepsi, sikap-sikap, ataupun keyakinan-keyakinan tentang perilaku
yang salah dan benar pada diri individu.
Dari pengertian-pengertian di atas, tampak bahwa nilai dapat dilihat
sebagai refleksi dari keyakinan yang mengarahkan tindakan, pertimbangan,
dan pengambilan keputusan sebagai akhir dari proses yang terjadi dalam
individu. Bila persepsi berperan dalam mengartikan informasi atau situasi
sesuai dengan realitas subjektif, maka nilailah yang menggerakkan (melalui
motif) perilaku (gaya) tertentu dalam mencapai tujuan.
Pendekatan Kebijakan Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan tertentu
yang dilakukan oleh seorang aktor atau beberapa aktor berkenaan dengan
suatu masalah. Pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai pemilihan
alternatif terbaik dari beberapa pilihan alternatif yang tersedia. Ada
beberapa teori yang paling sering digunakan dalam mengambil kebijakan
yaitu:
Teori Rasional Komprehensif Barangkali teori pengambilan keputusan yang biasa digunakan dan
diterima oleh banyak kalangan adalah teori rasional komprehensif yang
mempunyai beberapa unsur, yaitu:
1. Pembuatan keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang
dapat dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai
sebagai masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain
(dapat diurutkan menurut prioritas masalah)
2. Tujuan-tujuan, nilai-nilai atau sasaran yang menjadi pedoman pembuat
keputusan sangat jelas dan dapat diurutkan prioritasnya/
kepentingannya.
3. Bermacam-macam alternatif untuk memecahkan masalah diteliti secara
saksama.
4. Asas biaya manfaat atau sebab-akibat digunakan untuk menentukan
prioritas.
5. Setiap alternatif dan implikasi yang menyertainya dipakai untuk
membandingkan dengan alternatif lain.
6. Pembuat keputusan akan memilih alternatif terbaik untuk mencapai
tujuan, nilai, dan sasaran yang ditetapkan.
32
Ada beberapa ahli antara lain Charles Lindblom, 1965 (Ahli Ekonomi dan
Matematika) yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan itu
sebenarnya tidak berhadapan dengan masalah-masalah yang konkrit akan
tetapi mereka seringkali mengambil keputusan yang kurang tepat terhadap
akar permasalahan.
Teori rasional komprehensif ini menuntut hal-hal yang tidak rasional
dalam diri pengambil keputusan. Asumsinya adalah seorang pengambil
keputusan memiliki cukup informasi mengenahi berbagai alternatif sehingga
mampu meramalkan secara tepat akibat-akibat dari pilihan alternatif yang
ada, serta memperhitungkan asas biaya manfaatnya dan
mempertimbangkan banyak masalah yang saling berkaitan.
Pengambil keputusan sering kali memiliki konflik kepentingan antara
nilai-nilai sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat. Karena
teori ini mengasumsikan bahwa fakta-fakta dan nilai-nilai yang ada dapat
dibedakan dengan mudah, akan tetapi kenyataannya sulit membedakan
antara fakta dilapangan dengan nilai-nilai yang ada.
Ada beberapa masalah diperbagai negara berkembang seperti
Indonesia untuk menerapkan teori rasional komprehensif ini karena
beberapa alasan yaitu:
1. Informasi dan data statistik yang ada tidak lengkap sehingga tidak bisa
dipakai untuk dasar pengambilan keputusan. Kalau dipaksakan maka
akan terjadi sebuah keputusan yang kurang tepat.
2. Teori ini diambil/diteliti dengan latar belakang berbeda dengan nagara
berkembang ekologi budanyanya berbeda.
3. Birokrasi dinegara berkembang tidak bisa mendukung unsur-unsur
rasional dalam pengambilan keputusan, karena dalam birokrasi negara
berkembang kebanyakan korup sehingga menciptakan hal-hal yang tidak
rasional.
Teori Inkremental Teori ini dalam mengambil keputusan dengan cara menghindari
banyak masalah yang harus dipertimbangkan dan merupakan model yang
sering ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambail
keputusan. Teori ini memiliki pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
1. Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan empiris yang
diperlukan untuk mencapanya merupakan hal yang saling terkait.
33
2. Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa
alternatif yang langsung berhubungan dengan pokok masalah, dan
alternatif-alternatif ini hanya dipandang berbeda secara inkremental atau
marjinal.
3. Setiap alternatif hanya sebagian kecil saja yang dievaluasi mengenahi
sebab dan akibatnya.
4. Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan di redifinisikan secara
teratur dan memberikan kemungkinan untuk mempertimbangkan dan
menyesuaikan tujuan dan sarana sehingga dampak dari masalah lebih
dapat ditanggulangi.
5. Tidak ada keputusan atau cara pemecahan masalah yang tepat bagi
setiap masalah. Sehingga keputusan yang baik terletak pada berbagai
analisis yang mendasari kesepakatan guna mengambil keputusan.
6. Pembuatan keputusan inkremental ini sifatnya adalah memperbaiki atau
melengkapi keputusan yang telah dibuat sebelumnya guna mendapatkan
penyempurnaan.
Karena diambil berdasarkan berbagai analisis maka sangat tepat
diterapkan bagi negara-negara yang memiliki struktur mejemuk. Keputusan
dan kebijakan diambil dengan dasar saling percaya diantara berbagai pihak
sehingga secara politis lebih aman. Kondisi yang realistik diberbagai negara
bahwa dalam mengambil keputusan/kebijakan para pengambil keputusan
dihadapkan pada situasi kurang baik seperti kurang cukup waktu, kurang
pengalaman, dan kurangnya sumber-sumber lain yang dipakai untuk
analisis secara komprehensif.
Teori ini dapat dikatakan sebagai model pengambilan keputusan yang
membuahkan hasil terbatas, praktis dan dapat diterima. Terdapat beberapa
kelemahan dalam teori inkremental ini yaitu:
1. Keputusan–keputusan yang diambil akan lebih mewakili atau
mencerminkan kepentingan dari kelompok yang kuat dan mapan
sehingga kepentingan kelompok lemah terabaikan.
2. Keputusan diambil lebih ditekankan kepada keputusan jangka pendek
dan tidak memperhatikan berbagai macam kebijakan lain.
3. Dinegara berkembang teori ini tidak cocok karena perubahan yang
inkremental tidak tepat karena negara berkembang lebih membutuhkan
perubahan yang besar dan mendasar.
4. Menutut Dror (1968) gaya inkremental dalam membuat keputusan
cenderung mengahsilkan kelambanan dan terpeliharanya status quo.
34
Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scaning Theory) Beberapa kelemahan tersebut menjadi dasar konsep baru yaitu seperti
yang dikemukakan oleh Etzioni (1967) yaitu pengamatan terpadu (mixed-
scanning) sebagai suatu pendektan untuk mengambil keputusan baik yang
bersifat fundamental maupun inkremental. Keputusan-keputusan
inkremental memberikan arahan dasar dan melapangkan jalan bagi
keputusan-keputusan fundamental sesudah keputusan-keputusan itu
tercapai.
Model pengamatan terpadu menurut Etzioni akan memungkinkan
para pembuat keputusan menggunakan teori rasional komprehensif dan
teori inkremental pada situasi yang berbeda-beda.
Model pengamatan terpadu ini pada hakikatnya merupakan
pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan model rasional
komprehensif dan model inkremental dalam proses pengambilan keputusan.
Referensi: Dror, Yehezkel. 1968. Public Policymaking Reexamined. Santa Monica, California: The Rand
Corporation.
Etzioni, Amitai, 1967. Mixed-scanning: a “third” approach to decision-making, Public
Administration Review Dec pp.385-392.
Filino. 2010. Psikologi Sosial II, Pusat Pengembangan Bahan Ajar, Universitas Mercu Buana.
Greenberg, J. & R.A. Baron. 2000. Behavior in Organizations, 7th ed. Upper Saddle River, New
Jersey: Prentice-Hall.
Kozielecki, Jozef. 1981. Psychological Decision Theory. 403 pp. Boston: D. Reidel.
Kreitner, R. & A. Kinicki. 2003. Perilaku Organisasi. Edisi Pertama, Jakarta: Salemba Empat.
Murti, Tri Ratna. 2003. Disertasi, Program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia.
Rowe, A. & J. Boulgarides. 1992. Managerial Decision Making: A Guide to Successful Business
Decisions. New York: Macmillan.
Sweeney, Paul D. & Dean B. McFarlin. 2002. Organizational Behavior: Solution for Management.
International Edcition, New York: McGraw-Hill.
Aplikasi pokok dari logika pembuatan keputusan awal lazim disebut
sebagai teori keputusan yang merupakan badan teori multi disipliner yang
paling jelas dalam bidang ekonomi yang dipengaruhi oleh administrasi
publik, sosiologi organisasi, psikologi sosial, dan ilmu politik. Kematangan
relatif teori keputusan dicirikan oleh sejumlah kategori konseptual yang
disetujui secara umum dan penggunaan bahasa yang berbeda untuk
mengembangkan kategori-kategori tersebut.
Teori pembuatan keputusan didasarkan pada argumen positivis logis
yang harus menjadi perbedaan utama diantara fakta-fakta, yang bisa diuji
dan diverifikasi, dan diantara preferensi individu dan kolektif dan nilai-nilai,
yang tidak bisa diverifikasi secara ilmiah. Fakta dan nilai-nilai berhubungan
dengan cara dan tujuan. Dalam proses pembuatan keputusan, alternatif
dipilih yang dianggap sebagai cara yang tepat untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Namun, tujuan itu sendiri, sering hanya instrumental bagi tujuan
yang lebih final.
Teori keputusan banyak ditentang di awal karena ini dianggap tidak
realistis dan diluar sentuhan dengan pola aktual pembuatan keputusan
organisasi. Bukan membuat pilihan rasional, organisasi “mengatasi” dengan
membuat keputusan inkremental kecil berdasarkan cara dan tujuan yang
digabung bersama, terbatas dalam pengetahuan, terbatas dalam kapabilitas
analitik, terbatas dalam waktu, dan tidak mau mengambil risiko besar
(Lindbloom, 1979). Tantangan ini karena teori keputusan awalnya
mengantisipasi batas rasionalitas dan menggambarkannya. Namun, studi
ilmiah dan sistematik rasionalitas keputusan, meski terbatas, menjadi kunci
penerimaan, dan mendorong tansisi dari teori keputusan berbasis
rasionalitas menuju teori keputusan berbasis rasionalitas terbatas.
36
Rasionalitas Rasionalitas masih merupakan konsep sentral dalam teori keputusan,
tetapi konsepsi modern mengenai rasionalitas memiliki variasi kunci dalam
menggambarkan dan mengerti rasionalitas. Meskipun rasionalitas memiliki
banyak arti (waras, cerdas, penuh perhitungan), dalam teori keputusan,
rasionalitas didefinisikan secara lebih sempit “sebagai kelas yang khusus dan
familiar dari prosedur-prosedur untuk membuat pilihan” (March, 1991). Ini
meliputi rasionalitas proses, biasanya membutuhkan rasionalitas prosedural,
yang menghubungkan pilihan dengan hasil-hasil yang diinginkan, biasanya
disebut rasionalitas sunstantif.
Dua pola yang berbeda dari logika rasional juga nampak dalam teori
keputusan. Keduanya berdasarkan pada deskripsi cara-tujuan logikal
positivis awal dari pembuatan keputusan rasional, tetapi dengan tujuan
yang berbeda. Pertama adalah logika keputusan rasional dari konsekuensi,
yang lain adalah logika ketepatan rasional. Yang pertama, keputusan
rasional adalah konsekuensial karena tindakan berdasarkan pada pilihan-
pilihan yang memperkirakan konsekuensi masa yang akan datang yang
diinginkan. Logika keputusan dari konsekuensi lebih sesuai dengan
pemodelan, analisis cost benefit, pengukuran kinerja, analisis risiko, dan
metodologi kuantitatif. Teori keputusan berasal dari perspektif logika
konsekuensi yang cenderung berhubungan dengan ilmu ekonomi dan
politik.
Keputusan dianggap tepat ketika pilihan-pilihan didasarkan pada
pengertian bersama mengenai situasi keputusan, sifat “identitas” dari
organisasi, aturan yang diterima dari siapa yang diharapkan dari situasi
khusus. Logika rasional ketepatan cenderung memberikan penekanan pada
rasionalitas prosedural. Logika keputusan dari ketepatan mungkin lebih
sesuai dengan analisis institusional, analisis historis, teori kontingensi,
ekologi populasi, analisis kasus, dan metodologi naratif-deduktif. Teori
keputusan bekerja dari perspektif ketepatan mungkin berhubungan dengan
teori organisasi, dan psikologi sosial.
Rasionalitas terbatas Rasionalitas murni adalah sebuah artifak asumsi-asumsi analis.
Pemodelan teori keputusan biasanya meliputi minimal beberapa asumsi,
seperti perjanjian berkenaan dengan tujuan atau nilai, sempurna atau,
37
minimal pengetahuan alternatif yang sangat berkembang, dan konsekuensi
yang sangat diketahui dari alternatif-alternatif yang berlaku. Dengan
menggunakan asumsi itu, prediksi perilaku keputusan individual atau
institusional dan hasil dari perilaku yang cenderung tergeneralisasi, biasanya
menggambarkan modalitas atau tendensi. Model-model itu sering diuji
dalam seting eksperimental dimana variabel-variabel bisa dikontrol dan
dimanipulasi dan asumsi-asumsi berubah.
Dalam sebuah kerangka kerja teori keputusan rasional, pertanyaan
kunci, masalah dan tantangan semua berhubungan dengan batas-batas
rasionalitas. Bagaimana rasionalitas keputusan dibatasi? Semakin dekat teori
keputusan mengukur dan menggambarkan batas-batas rasionalitas, semakin
dekat dengan representasi kredibel dari bagaimana keputusan
sesungguhnya terjadi. Yang lebih penting, semakin dekat teori keputusan
sampai pada deskripsi yang akurat mengenai perilaku keputusan, semakin
mungkin mereka memperbaiki kapabilitas pembuatan keputusan dan hasil
dari keputusan mereka. Sehingga teori keputusan modern sebagian besar
mengenai batas-batas rasionalitas keputusan.
Teori pilihan rasional cenderung menuju pada teori keputusan murni
dan pada logika konsekuensi yang sekarang menerima rasionalitas terbatas
dan cenderung merujuk pada individu dan organisasi sebagai “rasional
sebagaimana dimaksud”. Disamping usaha terbaik mereka untuk rasional,
pembuat keputusan, secara individual dan secara khusus secara kolektif,
dibatasi oleh kapasitas kognitif terbatas, informasi yang tidak lengkap, dan
hubungan yang tidak jelas diantara keputusan dan hasil. Teori keputusan
bekerja dari perspektif ketepatan untuk fokus pada poin-poin yang jelas
yang mana tidak semua alternatif bisa diketahui dan dipertimbangkan.
Namun, melihat individu atau organisasi rasional, mereka memberikan
penekanan pada konsep “pemuasan”, yakni, bukan menemukan rangkaian
tindakan yang terbaik, pembuat keputusan biasanya mencari tindakan yang
cukup baik, yang mampu mereka atasi.
Rasionalitas Keputusan Terbatas dan Logika
Konsekuensi Rasionalitas keputusan dibatasi oleh batasan informasi yang serius
(Bendor, Taylor, dan Von Gaalen, 1987).
38
Informasi Dalam konteks informasi, terdapat empat karakteristik khas yaitu:
1. Kapasitas individu dan organisasi untuk memproses informasi,
khususnya dalam lingkungan yang kaya informasi, diilustrasikan
dengan fungsi search engine internet. Memilah dan memproses informasi
berdasar prioritas, dan reliabilitas sangat sulit, bahkan ketika dilakukan
dengan baik, informasi yang terpilah dengan benar masih harus
diinterpretasikan. Kapasitas untuk meringkas, menguasai, dan
menggunakan informasi memiliki batas. Koneksi kausal diantara
formasi, tindakan, dan hasil sangat lemah.
2. Memori individu dan institusi sering salah, terpisah, sulit dicari, dan sulit
dihubungkan dengan masalah yang ada.
3. Perhatian dalam waktu dan kapabilitas terbatas. Sering overload masalah
perlu perhatian, dan tidak semua masalah bisa diatasi sekali.
4. Khususnya dalam organisasi dengan teknologi yang kompleks, masalah
komunikasi muncul dari kompartermentalisasi, sub kultur profesional,
bahasa, dan overload informasi.
Di bawah kondisi rasionalitas terbatas, pembuat keputusan dihadapkan
dengan informasi yang tidak sempurna dengan mengedit dan memilih,
sebuah proses yang dipandu oleh asumsi-asumsi berdasarkan pada
stereotype dan tipologi yang menyederhanakan informasi apakah yang
dipertimbangkan dan yang tidak dipertimbangkan. Masalah cenderung
diuraikan dan dikurangi menjadi komponen-komponennya. Ini sering lebih
mudah untuk menghubungkan informasi khusus yang ada dengan bagian-
bagian suatu masalah dalam mencari solusi yang lebih komprehensif,
penguraian ini berguna dalam konteks spesialisasi organisasi dan
departementalisasi. Dengan informasi yang ada, bagian-bagian komponen
bisa dikelola dalam bentuk disagregatif ini.
Beberapa informasi, seperti anggaran, neraca, dan ukuran kinerja, selalu
diberikan tempat khusus dalam pembuatan keputusan. Informasi ini
memiliki otoritas dari obyektivitas yang jelas dan kepastian yang jelas.
Pembuat keputusan memberikan pedoman yang teliti untuk
mengorganisasikan dan mengembangkan jenis sumber informasi dan
mengelola informasi dimana keputusan masa depan mereka didasarkan.
Menghadapi informasi yang tidak sempurna adalah rasionalitas
terbatas dan memuaskan tindakan. Pemuasan, atau rasionalitas “yang cukup
39
baik”, memiliki keuntungan besar memindah organisasi dalam arah nilai-
nilai yang diinginkan dan menjaga keseimbangan institusional. Rasionalitas
terbatas, dimengerti, adalah perilaku rasional yang menstabilkan dan
mendukung kontinyuitas, order dan memungkinkan beberapa adaptasi.
Perhatian Perhatian, baik secara individual atau kolektif, adalah sebuah resource
yang langka, tercermin dalam batasan waktu, terlalu banyak informasi,
masalah yang berubah, dan prioritas yang berubah. Studi perencanaan
strategi dan penentuan prioritas adalah sebuah badan pekerjaan yang
mengasumsikan perhatian yang terbatas dan perlu membawa perhatian
dengan strukturisasi perjanjian mengenai isu-isu yang paling penting
(Bryson, 1988). Sistem kontrol kualitas dan komplain pelanggan dalam
manajemen bisnis adalah teknik-teknik untuk mencari masalah organisasi
yang paling membutuhkan banyak perhatian. Logika pengelolaan dengan
perkecualian dan pengelolaan pada batas organisasi adalah cara untuk
menggambarkan subyek atau masalah yang membutuhkan banyak
perhatian. Perhatian kontemporer dalam reformasi, inovasi, dan perubahan
pekerjaan dari asumsi yang mempengaruhi orde institusi, kontinyuitas, dan
prediktabilitas yang membutuhkan lebih sedikit perhatian dan menemukan
apa yang berubah membutuhkan lebih banyak perhatian.
Perhatian bisa dikendalikan oleh kegagalan atau kesuksesan. Pada sisi
sukses, logika benchmarking memfokuskan perhatian pembuat keputusan
pada sukses organisasi lain dalam bidang yang sama, dan proses yang
meniru yang disebut praktek terbatik. Perhatian untuk mengatasi perubahan
yang lain nampak lebih berhubungan dengan pencarian rasional akan
legitimasi dan penerimaan daripada pencarian rasional akan produktivitas,
karena ada sedikit bukti mengenai kinerja institusional yang meningkat
(DiMaggio dan Powell, 1983).
Pengambilan risiko Dari sudut pandang perspektif teori, risiko dan pengambilan risiko bisa
menjelaskan variasi dari keseimbangan. Estimasi risiko organisasi
dipengaruhi oleh dua fitur sederhana yang berhubungan dengan
keseimbangan: pertama, sukses masa lalu pembuat keputusan kunci, dan
40
kedua, kecenderungan untuk over estimasi kemenonjolan pengalaman
berdasarkan lingkungan yang stabil.
Risiko dalam teori keputusan adalah sebuah fungsi ketidakpastian
mengenai rasionalitas. Rasionalitas keputusan dibatasi oleh ketidakpastian
berkenaan dengan konsekuensi tindakan saat ini, atau bahkan
ketidakpastian yang lebih besar berkenaan dengan konsekuensi masa datang
mengenai keputusan masa datang yang mungkin. Untuk mengakomodasi
ketidakpastian konsekuensi, ketika risiko dipertimbangkan, pembuat
keputusan cenderung mengevaluasi nilai ekspektasi dari konsekuensi yang
disukai (akankah produktivitas meningkat tajam atau hanya sedikit karena
risiko ini?). Keputusan, kemudian ditentukan oleh estimasi ini dan oleh
kecenderungan individual atau organisasional untuk menjadi aversi risiko
atau rentan risiko. Estimasi risiko untuk tujuan pengurangan ketidakpastian
tergantung pada persepsi konteks, asumsi berkenaan dengan pengetahuan,
dan usaha-usaha untuk mengontrol konteks institusi (MacCrimmon dan
Wehrung, 1986).
Ketidakpastian dan risiko, bervariasi dengan level prediktabilitas dalam
konteks institusi. Dalam seting dimana pembuat keputusan memiliki
pengalaman, mereka bekerja baik dalam memprediksi risiko dan dalam
memandu institusi melalui lingkungan yang tidak bisa diprediksi (March,
1991). Di luar range pengalaman mereka, pembuat keputusan nampak
menolak ketidakpastian dan meremehkan probabilitas bahwa rate atau event
yang tidak terduga akan terjadi.
Pembuat keputusan cenderung membayangkan kontrol yang lebih
besar pada konteks institusi mereka daripada sesungguhnya, dan mereka
gagal untuk membayangkan efek yang mungkin dari faktor-faktor dimana
mereka tidak memiliki kontrol. Ketika sesuatu berjalan dengan baik, dan
pembuat keputusan sukses, mereka cenderung membayangkan ini karena
skill dan kepemimpinan mereka bukan konteks yang menguntungkan,
kesempatan, atau konteks institusi yang ramah.
Ketidakpastian dan risiko yang berhubungan dengan keputusan
dengan konteks yang bergejolak bisa dikurangi dengan mengontrol konteks
itu. Sistem kooperasi mengurangi ketidakpastian dan risiko (Selznick, 1949).
Partnership dan kontrak, bersama dengan deadline kontrak dan jaminan
kinerja, mungkin tidak mengurangi risiko keputusan, tetapi memperluas
atau menyebarkan tanggung jawab risiko.
41
Kecenderungan menuju pengambilan risiko dengan tujuan dan target.
Lebih sedikit risiko akan diambil jika tujuan dipenuhi atau hampir dipenuhi,
dimana lebih banyak risiko akan diambil jika individu atau institusi
menghadap masuk di bawah tujuan yang diperkirakan. Tujuan dan target
cenderung disesuaikan untuk menyesuaikan dengan risiko. Pengambilan
risiko yang berarti membuka cara untuk tujuan yang lebih tinggi, dan
pengambilan risiko yang tidak sukses membawa pada aspirasi yang lebih
rendah (March, 1991).
Risiko yang cenderung sukses berhubungan dengan kemakmuran
pembuat keputusan untuk menghubungkan sukses dengan kemampuan dan
kegagalan mereka terhadap nasib buruk mereka. Sukses eksekutif yang terus
menerus membawa pada peremehan risiko karena pengalaman didasarkan
pada sukses. Eksekutif yang sukses dipromosikan dan cenderung memiliki
keyakinan tinggi dalam kemampuan mereka. Karena mereka tahu rahasia
sukses, mereka memiliki keyakinan bahwa mereka bisa mengalahkan yang
aneh dimana mereka bisa menduga kesalahan kegagalan untuk
mengantisipasi perubahan lingkungan.
Underestimasi berdasarkan pengalaman adalah, pada satu level,
rasional, karena sebagian besar pembuat keputusan tidak secara langsung
mengalami event-event yang tidak mungkin. Sebagaimana dikatakan
Howard Nemerow (1987) “alasan kita tidak belajar dari sejarah karena kita
bukan salah satu yang belajar terakhir kali”.
Rasionalitas Keputusan Terbatas dan Logika
Ketepatan Dalam logika keputusan konsekuensi dan logika keputusan ketepatan,
ada pola analisis, alasan sistematik, dan pilihan kompleks. Ini adalah error
jika mengasumsikan bahwa, karena banyak pekerjaan teoritis yang
menggunakan logika konsekuensi formal dan matematika, ini berhubungan
dengan kompleksitas, dan pekerjaan teori keputusan menggunakan logika
ketepatan menjelaskan pilihan keputusan yang sederhana dan tidak terlalu
kompleks (Zey, 1992).
Aturan dan indentitas adalah bahan dari organisasi formal. “Sebagian
besar orang dalam sebuah organisasi mengeksekusi tugas-tugas mereka
dengan mengikuti sejumlah aturan yang ditentukan yang mereka terima
sebagai bagian dari identitas mereka. Ini benar untuk dokter dalam rumah
42
sakit, pekerja dalam line assembly, representative penjualan, guru di ruang
kelas, dan opsir polisi. Ini juga benar untuk orang dalam organisasi yang
tugas-tugasnya adalah melibatkan banyak pembuatan keputusan. Aturan
organisasi mendefinisikan apa artinya ini bagi pembuat keputusan” (March,
1991). Ada aturan proses dan prosedur yang menyalurkan proses keputusan.
Ini adalah keputusan berkenaan dengan faktor yang dipertimbangkan dalam
membuat keputusan. Ada aturan yang membatasi pilihan, dan aturan yang
memungkinkan pilihan. Ada kriteria untuk evaluasi kinerja. Ada aturan
formal dan informal. Aturan tidak independen dari identitas mereka yang
bekerja dalam organisasi. Aturan memframe indentitas mereka, identitas
mereka mempengaruhi aturan organisasi.
Organisasi memilih individu yang telah memiliki identitas dan
cenderung menurut aturan yang berhubungan dengan identitas itu:
professor, dokter, sopir truk, polisi. Organisasi mensosialisasikan individu
terhadap aturan unik mereka. Ini karena organisasi juga memiliki identitas.
Identitas organisasi dibuat secara sosial berdasarkan pengertian bagaimana
jenis institusi tertentu harus berperilaku untuk memiliki legitimasi dan
pendirian. Identitas organisasi bahkan bisa sangat terdefinisi.
Sebagaimana dilihat oleh deskripsi ini, teori keputusan yang mengikuti
logika ketepatan sangat kontekstual. Konteks bisa sangat kompleks dan
pembuatan keputusan sangat penuh pertimbangan dengan aturan
kontekstual dan identitas diisi dengan ambiguitas, ketidakpastian, risiko,
informasi yang tidak sempurna, dan perhatian yang terbatas. Organisasi
memandu tindakan individu dengan memberikan isi identitas dan aturan
mengenai kapan dan bagaimana membuat keputusan rasional. Ini adalah
aturan keputusan ketepatan. Perilaku pembuatan keputusan dari sudut
pandang ketepatan menggambarkan tindakan rasional dan proses yang
memandu tindakan secara cukup berbeda dari deskripsi analisis formal dan
eksperimen keputusan non kontekstual.
Karena stabilitas relatif, order, dan prediktabilitas organisasi formal,
orang mungkin berfikir bahwa sebuah perspektif mengenai pembuatan
keputusan rasional tertanam dalam konteks yang cenderung menuju
deskripsi orde statick. Banyak riset teoritis keputusan menggunakan logika
ketepatan yang berhubungan dengan bagaimana organisasi dan individu
didalamnya menghadapi, dan khususnya bagaimana mereka menghadapi
individu dan aturan institusi dan identitas dengan lingkungan yang dinamis
dimana institusi ini berada (Harmon dan Mayer, 1986). Ini adalah studi
43
perubahan institusional dan pola pembuatan keputusan mediasi diantara
institusi dan lingkungannya.
March dan Olsen (1995) menggambarkan siklus pembelajaran
institusional melibatkan rekoleksi selektif dan interpretasi pengalaman
(sejarah yang berguna), mengerti aturan dan identitas yang didapatkan dari
pengalaman ini, interpretasi sifat dan tindakan institusional sebelumnya dan
konsekuensinya, dan adaptasi aturan dan identitas berdasarkan interpretasi
ini. Ini bisa menjadi proses iterative yang ribut dari interpretasi institusional
yang bertentangan dari masa lalu dan estimasi konsekuensi tindakan
sebelumnya dan apa yang dipelajari institusi ini. Institusi bisa belajar secara
buruk karena misinterpretasi dari sejarah, memori yang tidak sempurna, dan
di atas semuanya, menghubungkan sukses sejarah dengan efektivitas dan
memotong pengaruh nasib baik. Siklus pembelajaran institusional, tertanam
dalam perubahan pola aturan dan identitas, menggambarkan proses dimana
institusi menyesuaikan dengan lingkungan mereka dan lingkungan
menyesuaikan dengan institusi.
Ambiguitas, Ketidakpastian dan Logika Ketepatan Bagian yang paling menarik dan provokatif dari teori keputusan
berdasarkan pada logika ketepatan adalah treatment ketidakpastian dan
ambiguitas dalam ilmu itu. Konsepsi klasik dari pembuatan keputusan
mengasumsikan sebuah realitas obyektif, sebuah kata yang bisa dimengerti
yang sesuai dengan deskripsi dan pengertian. Dalam pola keputusan ada
juga asumsi kausalitas, struktur hubungan diantara sebab dan akibat,
masalah dan solusi. Akhirnya, keputusan adalah instrumental, pilihan
didesain untuk membawa atau menyebabkan keadaan yang diinginkan. Tiga
asumsi ini, realitas obyektif, kausalitas, dan intensionalitas, semuanya
dikondisikan oleh batas rasionalitas. Banyak dari perkembangan teori
keputusan rasional dari logika konsekuensi dan logika ketepatan didasarkan
pada konsepsi klasik ini.
Namun beberapa tidak; Ambiguitas di pusat pengertian alternatif
rasionalitas dan pembuatan keputusan institusional. Ambiguitas kurang
kejelasan dan konsistensi dalam interpretasi realitas, kausalitas, dan
intensionalitas. Situasi ambigu dan tujuan untuk menolak kategorisasi dan
analisis sistematis. Hasil ambigu masih kabur. Dalam dunia keputusan
44
ambigu, alternatif kabur, tujuan kontradiktif, dan realitas tidak banyak
ditemukan ketika dibuat.
Dalam pengertian alternatif rasionalias, institusi kurang dimengerti
sebagai dunia pembuatan keputusan dan dimengerti sebagai dunia
pembuatan pengertian (Harmon, 1989). Dalam teori keputusan formal,
indentitas individu dan organisasi diasumsikan bisa diketahui, rasional dan
egois. Dalam perspektif pembuatan pengertian, identitas adalah ambigu.
Identitas banyak dan digerakkan oleh ekspektasi. Sebuah identitas, seperti
opsir polisi, adalah ambigu karena tidak tepat, tidak stabil, tidak konsisten,
dan ekspektasi eksogen. Bagaimana, kemudian, individu membuat
keputusan dalam peran institusional mereka? Sebagian besar mereka
memainkan identitas dengan mengamati mereka yang ada dalam peran
yang sama, dengan mendengar kisah-kisah, dengan mengikuti instruksi dan
aturan, dan dengan meng-unkodekan apa yang mereka mengerti yang
diharapkan orang lain pada mereka. Terhadap waktu, perubahan kisah,
pergeseran ekspektasi, perubahan aturan, dan identitas berkembang.
Evaluasi ini adalah sebuah interpretasi konstan yang digerakkan oleh
ambiguitas dan reinterpretasi dari individu dalam organisasi dan organisasi
itu sendiri. Untuk mengelola kekaburan identitas, identitas berkembang
(Bellow dan Minow, 1996).
Teori keputusan bekerja dari logika perspektif ketepatan dan dari
perspektif pembuatan pengertian yang sama, menunjukkan bahwa instisusi
memberikan respon pada semua ambiguitas ini dengan pola pembuatan
keputusan terdesentralisasi. Dalam bahasa ini teori keputusan, tantangan
ambiguitas yang dihadapi oleh pembuat keputusan dikurangi dengan
kopling yang longgar.
Kopling longgar, tong sampah, dan perhatian Untuk menghadapi lingkungan yang kompleks, membingungkan, tidak
konsisten, dan ambigu, organisasi mendesentralisasi, mendelegasikan, dan
mengontrakkan keluar. Di bawah kondisi kopling longgar, institusi
memperdagangkan kontrol sentral, komparabilitas, dan standarisasi untuk
kelompok pembuat keputusan semi otonom yang diorganiasikan sekitar
spesialisasi, clientele, atau geografi. Kopling longgar mempertukarkan level
ambiguitas institusional keseluruhan yang tinggi dengan level rendah
ambiguitas sub unit (Cohen dan March, 1986).
45
Di bawah kondisi kopling longgar, setiap kelompok semi otonom
memiliki range diskresi keputusan yang akan dijaga. Ketika mereka memilih
melalui ambiguitas keputusan mereka dan membuat keputusan, sebuah
departemen akan “menemukan preferensi melalui tindakan yang lebih
sering daripada bertindak berdasarkan preferensi” (Cohen dan March, 1986).
Dibawah kondisi kopling longgar, sub unit semi otonom mungkin muncul
untuk membuat keputusan yang aneh dengan preferensi keseluruhan yang
dinyatakan. Alasan untuk ini adalah benar dimana preferensi spesifik yang
dinyatakan pada level sub unit, dipilih melalui pengalaman dan tindakan,
sering men-truf sebuah preferensi abstrak pada level institusional, sebuah
preferensi diisi dengan ambiguitas dan interpretasi yang bertetangan. Dalam
kalimat Cohen dan March, institusi “nampak beroperasi pada berbagai
preferensi yang tidak konsisten dan tidak terdefinisi dengan baik”.
Penjelasan alternatif yang paling diketahui dengan baik dari order
dalam seting kopling longgar adalah teori tong sampah. Deskripsi terkenal
dari Cohen, March dan Olsen (1972) mengenai organisasi sebagai tong
sampah keputusan, adalah: “sebuah organisasi adalah kumpulan pilihan-
pilihan yang mencari masalah, isu dan perasaan yang mencari situasi
keputusan dimana mereka mungkin dialirkan, solusi mencari isu dimana
mereka bisa menjadi jawaban, dan membuat keputusan mencari kerja”.
Ini adalah deskripsi orientasi proses dalam teori keputusan. Dalam “sop
keputusan” akan ada kompetensi institusional dan kebutuhan atau
preferensi sosial atau politik. Di bawah kondisi yang benar, kompetensi dan
kebutuhan akan saling bertemu, berhubungan, dan memodifikasi dan
menyesuaikan susunan situasi, preferensi, dan proses keputusan. Dalam
model keputusan konvensional, cara diaplikasikan untuk mencapai tujuan.
Dalam tong sampah, ini mungkin bahwa tujuan ini akan diaplikasikan pada
cara. Ini penting untuk melihat relatif tidak pentingnya efisiensi dan
rasionalitas dalam konsepsi teori keputusan ini. Teori kaleng sampah dari
pembuatan keputusan mungkin tidak rasional dalam pengertian rasionalitas
cara-tujuan, tetapi dibawah kondisi tertentu “ini membuat pengertian”.
Pembuatan pengertian ini adalah retrospektif, pengertian didapatkan dari
melihat kebelakang. “Melakukan sesuatu membutuhkan keterlibatan aktif
dan segera dengan obyek-obyek perhatian kita dimana setelah itu kita bisa
berhenti dan bercermin untuk “melihat” apa yang telah kami lakukan
(Harmon dan Mayer, 1986).
46
Mungkin aplikasi teori tong sampah yang paling terkenal dalam sektor
publik adalah Agenda, alternative and Public Policies dari John Kingdon (1995).
Dia menggambarkan ada aliran paralel tetapi independen: aliran politik,
aliran kebijakan, dan aliran masalah. Trigger bisa menyebabkan stream ini
saling bertemu dalam jendela kesempatan. Trigger meliputi perubahan
dalam kolektif mengerti masalah, perubahan dalam kekuatan politik, cara
baru berhubungan dengan masalah, atau sebuah fokus even. Menggunakan
metafora aliran ini dan tong sampah, Kingdon menggambarkan range
perubahan kebijakan yang mirip pola daya tarik diantara pembuat
keputusan, masalah, dan solusi, dan “solusi” akhir pada masalah.
Sebagaimana disarankan oleh March, teori tong sampah pada intinya adalah
sebuah proses penyortiran temporal di bawah kondisi kopling yang sangat
longgar. Pada beberapa saat, perhatian pembuat keputusan mungkin fokus
secara unik pada masalah tertentu, ini penting karena perhatian itu langka
dan didistribusikan secara teliti. Jika sebuah masalah mencapai perhatian,
perubahan pertanyaan pada definisi masalah dan solusinya yang mungkin.
Jika, sebuah solusi yang mungkin tersedia dan ada persetujuan berkenaan
dengan pencocokan masalah dengan solusi, pertanyaan definisi masalah dan
folusi yang mungkin lebih baik menjauh.
Referensi: Bellow, Gary & Martha Minow. 1996. Law Stories: Law, Meaning, and Violence, Ann Arbor:
University of Michigan Press.
Bendor, Jonathan, Serge Taylor, and Roland Van Gaalen. 1987. “Stacking the Deck:
Bureaucratic Missions and Policy Design.” American Political Science Review 81:873–896.
Bryson, John Ad. 1988. A Strategic Planning Process for Public and Non-profit Organizations,
Long Range Planning Journals, Vol. 21, No. 1, pp. 73 to 81.
DiMaggio, Paul J. 7 Walter W. Powell. Apr., 1983. Rationality in Organizational Fields.
American Sociological Review, Volume 48, Issue 2.
Domai, Tjahjanulin. 2009. Analisis Terhadap Teori Keputusan, Bahan Kuliah. FIA. Malang:
Universitas Brawijaya.
Frederickson, H. George. 2003. The Public Administration Theory Primer, Colorado: West View.
Harmon, Michael M. & Richard T. Mayer. 1986. Organization theory for public administration.
Illustrated edition, Little, Brown.
Kingdon, John. 1995. Agendas and Public Policies, 2nd edition, Harper Collins College
Publishers.
Lindblom, Charles E. Nov. - Dec., 1979. Still Muddling, Not Yet Through. Public Administration
Review, Vol. 39, No. 6. pp. 517-526.
MacCrimmon, Kenneth R. & Donald A. Wehrung. 1986. The Management of Uncertainty., with.
William T. Stanbury. New York: Free Press.
47
March, James G. 1991. "How Decisions Happen in Organizations", Human-Computer
Interaction, 6 95-117.
March, James G. & Johan P. Olsen. 1975. "The Uncertainty of the Past: Organizational Learning
Under Ambiguity", European Journal of Political Research 3 l47-l7l.
Nemerov, Howard. 1987. War Stories: Poems About Long Ago and Now. ISBN 978-0-226-57243-7.
Selznick, Philip. 1949. TVA and the Grass Roots: A Study in the Sociology of Formal Organization.
University of California Press.
Simon. A. Hert. 1982. Terjemahan Administrative Behavior: Perilaku Administrasi, Suatu Studi
Tentang Proses Pengambilan Keputusan dalam Organisasi Administrasi, Jakarta: Bina Aksara.
Wijaya, A. F. 2007. Bahan Kuliah Teori Administrasi. Program Doktor Ilmu Administrasi, FIA.
Malang: Universitas Brawijaya.
Zey, Mary. 1992. Decision making : alternatives to rational choice models. Sage Publications.
Sepanjang perkembangan peradaban, manusia telah menggunakan
berbagai alat matematis untuk memecahkan masalah selama ribuan tahun.
Namun, studi formal dan aplikasi metode kuantitatif untuk membantu
memecahkan masalah adalah produk dari abad ke-20 (Render & Stair, 2000:
2-3). Berbagai alat matematis ternyata juga cukup ampuh untuk membantu
memecahkan berbagai masalah dalam bisnis, pemerintahan, pendidikan,
dan bidang lainnya. Kesuksesan dalam menggunakan metode kuantitatif
ini biasanya menghasilkan solusi yang tepat, ekonomis, dapat diandalkan,
cepat, dan mudah untuk digunakan dan dimengerti.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: apa yang dimaksud
dengan metode kuantitatif? Metode kuantitatif adalah pendekatan ilmiah
terhadap pengambilan keputusan ekonomi dan manajerial. Pendekatan ini
berangkat dari data, dimana ibarat bahan baku dalam suatu pabrik, data ini
diproses dan dimanipulasi/rekayasa menjadi informasi yang berharga bagi
pengambilan keputusan. Pemrosesan dan manipulasi data mentah menjadi
informasi yang bermanfaat inilah yang merupakan jantung dari analisis
kuantitatif.
Riset Operasi Saat Amerika Serikat menghadapi Perang Dunia II, secara diam-diam
pemerintah mendaftarkan para ilmuwan untuk meneliti perencanaan,
metode produksi, dan logistik dalam perang. Para ilmuwan ini
mengembangkan sejumlah teknik untuk pemodelan dan memprediksi solusi
optimal. Lebih lanjut saat informasi ini terbongkar, lahirlah Operation
Research/Riset operasi. Banyak hasil penelitian yang masih sangat teoritis dan
pemahaman bagaimana menggunakannya dalam dunia nyata tidak ada. Hal
49
inilah yang menyebabkan jurang antara kelompok Operation Research dan
profesi insinyur terlalu lebar. hanya sedikit perusahaan yang dengan sigap
membentuk departemen Operation Research dan mengkapitalisasikannya.
Secara harfiah kata Operation (Operasi) dapat didefinisikan sebagai
tindakan–tindakan yang diterapkan pada beberapa masalah atau hipotesa.
Sedangkan kata Research (Riset) adalah suatu prose yang terorganisasi dalam
mencari kebenaran akan masalah atau hipotesa tadi.
Morse dan Kimball mendefinisikan riset operasi sebagai metode ilmiah
(scientific method) yang memungkinkan para manajer mengambil keputusan
mengenai kegiatan yang mereka tangani dengan dasar kuantitatif. Definisi
ini kurang tegas karena tidak tercermin perbedaan antara riset operasi
dengan disiplin ilmu yang lain. Churchman, Arkoff dan Arnoff pada tahun
1950-an mengemukakan pengertian riset operasi sebagai aplikasi metode-
metode, teknik-teknik dan peralatan-peralatan ilmiah dalam menghadapi
masalah-masalah yang timbul di dalam operasi perusahaan dengan tujuan
ditemukannya pemecahan yang optimum masalah-masalah tersebut.
Sedangkan Miller dan M.K. Starr mengartikan riset operasi sebagai peralatan
manajemen yang menyatukan ilmu pengetahuan, matematika, dan logika
dalam kerangka pemecahan masalah-masalah yang dihadapi sehari-hari,
sehingga akhirnya permasalahan tersebut dapat dipecahkan secara optimal.
Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa riset operasi
berkenaan dengan pengambilan keputusan yang optimal dalam, dan
penyusunan model dari sistem-sistem baik yang diterministik maupun
probabilistik yang berasal dari kehidupan nyata. Atau dunia pengelolaan
atau dunia usaha yang memakai pendekatan ilmiah atau pendekatan
sistematis disebut riset operasi.
Karena riset operasi merupakan pendekatan ilmiah dalam
pengambilan keputusan yang melibatkan operasi-operasi dalam sistem
organisasi, riset operasi cenderung cocok diterapkan pada masalah tentang
bagaimana memperlakukan dan mengkoordinasikan operasi/kegiatan dalam
suatu organisasi. Pola berpikir, pola analisis dan pemecahan masalah, pola
pengambilan langkah-langkah, serta pola penyusunan strategi dan target
secara sistematis tersebut, disebut sebagai pola pendekatan ilmiah.
Riset operasi merupakan cabang interdisipliner terapan matematika
dan sains formal yang menggunakan metode seperti model matematika,
statistik, dan algoritma untuk sampai pada optimal atau mendekati solusi
optimal untuk masalah kompleks. Hal ini biasanya berkaitan dengan
50
penentuan maksimum (keuntungan, perakitan kinerja, tanaman
menghasilkan, bandwidth, dll) atau minimal (kerugian, risiko, dan
sebagainya) dari beberapa fungsi objektif. Penelitian operasi manajemen
akan membantu mencapai tujuan dengan menggunakan metode ilmiah.
Sejarah Riset Operasi Riset operasi dimulai sejak revolusi industry dilakukan. Dunia usaha
mengalami perubahan dalam hal ukuran (besarnya) dan kompleksitas
organisasi-organisasi perusahaan. Bagian yang mengalami perubahan yang
cukup menyolok adalah perkembangan dalam pembagian kerja dan
segmentasi tanggung jawab manajemen dalam organisasi-organisasi
tersebut. Di sisi lain, organisasi-organisasi (perusahaan) pada saat ini harus
beroperasi di dalam situasi dan kondisi lingkungan bisnis yang dinamis dan
selalu bergejolak, serta siap untuk berubah-ubah. Perubahan-perubahan
tersebut terjadi sebagai akibat dari kemajuan teknologi yang begitu pesat
ditambah dengan dampak dari beberapa faktor-faktor lingkungan lainnya
seperti keadaan ekonomi, politik, sosial dan sebagainya. Perkembangan
kemajuan teknologi tersebut telah menghasilkan dunia komputerisasi. Buah-
buah pembangunan telah melahirkan para pimpinan dan pengambilan
keputusan, para peneliti, perencana dan pendidik untuk memikirkan serta
memcahkan/menganalisis permasalahan, mengambil langkah-langkah dan
strategi yang tepat serta target yang sesuai secara sistematis dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditentukan, yakni hasil yang memuaskan. Hasil
yang memuaskan tersebut adalah hasil yang optimal yang berarti dampak
positipnya maksimum dan dampak negatifnya minimum.
Tim-tim riset operasi dalam lingkungan dunia bisnis ini menandai
kemajuan teknik-teknik riset operasi. Sebagai contoh utama adalah metode
simpleks untuk pemecahan masalah-masalah linear programming, yang
dikembangkan oleh George Dantzig dalam tahun 1947. Disamping itu
banyak peralatan-peralatan riset operasi standar, seperti linear
programming, dynamic programming, teori antrian dan teori pengendalian
persediaan telah dikembangkan sebelum akhir tahun 1950-an.
Ruang Lingkup Riset Operasi Contoh aplikasi dalam riset operasi yang digunakan meliputi:
a. Analisis jalur kritis atau perencanaan proyek
51
Mengidentifikasi proses-proses dalam proyek yang kompleks yang
mempengaruhi durasi secara keseluruhan proyek.
b. Materials
Merancang tata letak sebuah pabrikuntuk efisiensi aliran bahan.
c. Membangun jaringan telekomunikasi dengan biaya rendah, namun tetap
menjamin kualitas layanan (QS) jika koneksi tertentu menjadi sangat
sibuk atau rusak.
d. Manajemen lalu lintas jalan dan 'satu cara' jalan alokasi; yaitu, masalah
alokasi.
e. Menentukan rute bus sekolah (atau bus kota) sehingga bus sesedikit
mungkin diperlukan.
f. Merancang tata letak sebuah chip komputer untuk mengurangi
manufaktur waktu (sehingga dapat mengurangi biaya).
g. Mengelola aliran bahan baku dan produk dalam suatu rantai pasokan
yang didasarkan pada permintaan yang tidak pasti untuk produk jadi.
h. Efisiensi pesan dan taktis respon pelanggan.
i. Robotizing atau manusia mengotomatisasi proses operasi.
j. Mengglobal proses operasi dalam rangka mengambil keuntungan dari
bahan murah, tenaga kerja, produktivitas tanah atau input.
k. Mengelola barang trasnsportasi dan sistem pengiriman.
l. Penjadwalan.
m. Personalia/kepegawaian.
n. Langkah manufaktur.
o. Tugas proyek.
p. Jaringan lalu lintas data (queuing model atau sistem antrian).
q. Kegiatan olahraga dan liputan televisi.
r. Proporsi pencampuran bahan baku.
s. Menentukan harga yang optimal, di banyak ritel dan pengaturan B2B,
dll.
Riset operasi juga digunakan secara ekstensif dalam pemerintahan di
mana kebijakan berbasis bukti digunakan.
Model-model dalam Riset Operasi Model adalah abstraksi atau penyederhanaan realitas sistem yang
kompleks dimana hanya komponen-komponen yang relevan atau faktor-
faktor yang dominan dari masalah yang dianalisis diikutsertakan. Ia
52
menunjukan hubungan-hubungan dari aksi dan reaksi dalam pengertian
sebab dan akibat. Salah satu alasan pembentukan model adalah untuk
menemukan variabel-variabel apa yang penting. Penemuan variabel-variabel
yang penting itu berkaitan erat dengan penyelidikan hubungan yang ada
diantara variabel-variabel itu. Teknik-teknik kuantitatif seperti statistik dan
simulasi digunakan untuk menyelidiki hubungan yang ada diantara banyak
variabel dalam suatu model.
Model dapat diklasifikasikan dalam banyak cara, misalnya menurut
jenisnya, dimensinya, fungsinya, tujuannya, subyeknya, atau derajad
abstraksinya. Kriteria yang paling biasa adalah jenis model. Jenis dasar itu
meliputi:
a. Iconic (Physical) Model
Iconic model adalah suatu penyajian fisik yang tampak seperti aslinya
dari suatu sistem nyata dengan skala yang berbeda. Contoh model ini
adalah mainan anakanak, potret, histogram, maket dan lain-lain.
b. Analogue Model
Model analog lebih abstrak disbanding model iconic, karena tak
kelihatan sama antara model dengan sistem nyata. Contohnya jaringan
pipa tempat air mengalir dapat digunakan dengan pengertian yang sama
sebagai distribusi aliran listrik. Contoh lain adalah peta dengan
bermacam-macam warna merupakan model analog dimana perbedaan
warna menunjukan perbedaan ciri, misalnya biru menunjukan air,
kuning menunjukan pegunungan, hijau sebagai dataran rendah, dan
lain-lain.
c. Mathematic (Symbolic) Model
Bagian terpenting dalam riset operasi adalah bagaimana
menterjemahkan permasalahan sehari-hari ke dalam model matematis.
Hal ini sangat mengandalkan ketajaman berpikir dan logika.
Model matematika sifatnya paling abstrak. Model ini menggunakan
seperangkat simbol matematika untuk menunjukan komponen-
komponen (dan hubungan antar mereka) dari sistem nyata. Namun,
sistem nyata tidak selalu dapat diekspresikan dalam rumusan
matematika.
Model ini dapat dibedakan menjadi deterministic dan probabilistic. Model
deterministic dibentuk dalam situasi kepastian (certainty). Model ini
memerlukan penyederhanaan-penyederhanaan dari realitas karena
53
kepastian jarang terjadi. Model probabilistic meliputi kasus-kasus dimana
diasumsikan ketidakpastian (uncertainty).
Langkah-langkah dalam Riset Operasi Langkah-langkah dalam riset operasi pada prinsipnya merupakan
penentuan pilihan dari alternatif-alternatif yang ada secara umum meliputi
tahapan:
a. Identifikasi dan perumusan masalah
Identifikasi masalah terdiri dari penentuan dan perumusan tujuan yang
jelas dari persoalan dalam sistem model yang dihadapi. Identifikasi
perubah yang dipakai sebagai kriteria untuk pengambilan keputusan
yang dapat dikendalikan maupun yang tidak dapat dikendalikan.
Kumpulkan data tentang kendala-kendala yang menjadi syarat ikatan
terhadap perubah-perubah dalam fungsi tujuan sistem model yang
dipelajari.
Rumusan masalah dalam riset operasi meliputi aspek:
1) Variabel keputusan (instrument)
Merupakan unsur-unsur dalam persoalan yang dapat dikendalikan
oleh pengambil keputusan.
2) Tujuan (objective)
Merupakan penetapan tujuan membantu pengambil keputusan
memusatkan perhatian pada persoalan dan pengaruhnya terhadap
organisasi.
3) Kendala (constraint)
Merupakan pembatas-pembatas terhadap alternatif tindakan yang
tersedia.
b. Penyusunan model
Penyusunan model terdiri dari kegiatan memilih model yang cocok dan
sesuai dengan permasalahannya. Merumuskan segala macam faktor
yang terkait di dalam model yang bersangkutan secara simbolik ke
dalam rumusan model matematika. Menentukan perubah-perubah
beserta kaitan-kaitannya satu sama lainnya. Tetapkan fungsi tujuan
beserta kendala-kendalanya dengan nilai-nilai dan perameter yang jelas.
c. Analisa model
Analisa model terdiri dari tiga hal penting, yaitu:
1) Melakukan anlisis terhadap model yang telah disusun dan dipilih.
54
2) Memilih hasil-hasil analisis yang terbaik (optimal).
3) Melakukan uji kepekaan dan anlisis postoptimal terhadap hasil-hasil
terhadap analisis model.
d. Pengesahan model
Analisis pengesahan model menyangkut penilaian terhadap model
tersebut dengan cara mencocokannya dengan keadaan dan data yang
nyata, juga dalam rangka menguji dan mengesahkan asumsi-asumsi
yang membentuk model tersebut secara struktural (yaitu perubahnya,
hubungan-hubungan fungisionalnya, dan lain-lain).
e. Implementasi hasil
Hasil-hasil yang diperoleh berupa nilai-nilai yang akan dipakai dalam
kriteria pengambilan keputusan merupakan hasil-hasil analisis yang
kiranya dapat dipakai dalam perumusan keputusan yang kiranya dapat
dipakai dalam perumusan strategi-strategi, target-target, langkah-
langkah kebijakan guna disajikan kepada pengambilan keputusan dalam
bentuk alternatif-alternatif pilihan.
Riset Operasi dalam Pengambilan Keputusan Riset operasi berusaha menetapkan arah tindakan terbaik (optimum)
dari sebuah masalah keputusan dibawah pembatasan sumber daya yang
terbatas. Istilah riset operasi sering kali diasosiasikan secara eksklusif dengan
penggunaan teknik-teknik matematis untuk membuat model dan
menganalisi masalah keputusan. Walaupun matematika dan model
matematis merupakan inti dari riset operasi, pemecahan masalah tidaklah
hanya sekedar pengembangan dan pemecahan model-model matematis.
Secara spesifik, masalah keputusan biasanya mencakup factor-faktor penting
yang tidak berwujud dan tidak dapat diterjemahkan secara langsung dalam
bentuk model matematis.
Sebuah ilustrasi yang baik dari kasus di atas adalah salah satu versi
dari masalah elevator yang dikenal luas. Sebagai tanggapan terhadap
keluhan para penghuni tentang lambatnya elevator disebuah bangunan
perkantoran yang besar, sebuah pemecahan yang didasari oleh analisis teori
jalur antrian ditemukan tidak memuaskan. Setelah mempelajari sistem
tersebut lebih lanjut, ditemukan bahwa keluhan para penghuni tersebut lebih
disebabkan oleh kebosanan, karena pada kenyataannya, waktu menunggu
sangat singkat. Sebuah pemecahan diajukan dimana sebuah cermin panjang
55
dipasang ditempat masuk elevator. Keluhan menghilang karena para
pengguna elevator asik memandangi diri mereka sendiri dan orang lain
sambil menunggu elevator.
Ilustrasi elevator ini menggarisbawahi pentingnya memandang aspek
matematis dari riset operasi dalam konteks yang lebih luas dari sebuah
proses pengambilan keputusan yang unsur-unsurnya tidak dapat diwakili
sepenuhnya oleh sebuah model matematis. Sebagai sebuah teknik
pemecahan masalah, riset operasi harus dipandang sebagai ilmu dan seni.
Aspek ilmu terletak dalam penyediaan teknik-teknik matematis dan
algoritma untuk memecahkan masalah keputusan yang tepat. Riset operasi
adalah sebuah seni karena keberhasilan dalam semua tahap yang
mendahului dan melanjuti pemecahan dari sebuah model matematis
sebagian besar bergantung pada kreativitras dan kemampuan pribadi dari
mereka yang menganalisis pengambilan keputusan.
Referensi: Bustani, Henry. 2005. Fundamental Operation Research. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Hilier, Frederich S. and Lieberman. 1990. Introduction to Operation Research. Schaum Series.
McGraw-Hill.
Mulyono, Sri. 2002. Riset Operasi. Jakarta, LPEM, UI.
Siringoringo, Hotniar. 2005. Riset Operasional Seri Pemrograman Linear. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Taha, Hamdy A. 1992. Operation Research: An Introduction. McMillan.