bab ii tinjauan pustaka dan landasan teori 2.1 penelitian ...eprints.umm.ac.id/47379/3/bab ii.pdf18...

28
18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu 1. Penelitian yang ditulis oleh Intan Herayomi (2016) dengan judul Peran Pemuda Dalam Pengembangan Desa Wisata Di Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini yakni peran pemuda dalam mengembangkan desa wisata adalah sebagai obyek, bukan sebagai subyek, yang ditandai dengan: (a) tidak terdapat partisipasi pemuda dalam pembuatan dan pengambilan keputusan dalam rencana- rencana yang biasa dilaksanakan karena inisiatif setiap program tidak muncul dari pemuda tapi dari pengurusnya. (b) partisipasi pemuda dalam implementasi dan pelaksanaan. Pemuda terlibat pada beberapa kegiatan desa wisata, yaitu outbound, permainan anak, kegiatan api unggun, dan kesenian jathilan dan gejug lesung. (c) partisipasi pemuda dalam menikmati hasil kegiatan yang memberikan keuntungan pada segi keuangan pemuda dan kekompakan di masyarakat. (d) Tidak terdapat partisipasi pemuda dalam evaluasi, yaitu pemuda tidak dilibatkan dalam forum musyawarah. Faktor pendukung pemuda dalam pengembangan Desa Wisata Kebonagung antara lain: semangat, faktor pengangguran, faktor masyarakat, dan atraksi Desa Wisata Kebonagung. Sedangkan faktor penghambatnya antara lain: peran pemuda belum maksimal, dan kurangnya dukungan dari berbagai pihak.

Upload: others

Post on 29-Oct-2019

35 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

1. Penelitian yang ditulis oleh Intan Herayomi (2016) dengan judul Peran

Pemuda Dalam Pengembangan Desa Wisata Di Desa Kebonagung,

Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini yakni

peran pemuda dalam mengembangkan desa wisata adalah sebagai obyek,

bukan sebagai subyek, yang ditandai dengan: (a) tidak terdapat partisipasi

pemuda dalam pembuatan dan pengambilan keputusan dalam rencana-

rencana yang biasa dilaksanakan karena inisiatif setiap program tidak

muncul dari pemuda tapi dari pengurusnya. (b) partisipasi pemuda dalam

implementasi dan pelaksanaan. Pemuda terlibat pada beberapa kegiatan desa

wisata, yaitu outbound, permainan anak, kegiatan api unggun, dan kesenian

jathilan dan gejug lesung. (c) partisipasi pemuda dalam menikmati hasil

kegiatan yang memberikan keuntungan pada segi keuangan pemuda dan

kekompakan di masyarakat. (d) Tidak terdapat partisipasi pemuda dalam

evaluasi, yaitu pemuda tidak dilibatkan dalam forum musyawarah. Faktor

pendukung pemuda dalam pengembangan Desa Wisata Kebonagung antara

lain: semangat, faktor pengangguran, faktor masyarakat, dan atraksi Desa

Wisata Kebonagung. Sedangkan faktor penghambatnya antara lain: peran

pemuda belum maksimal, dan kurangnya dukungan dari berbagai pihak.

19

2. Penelitian yang ditulis oleh Aulia Rizki Nabila & Tri Yuningsih (tanpa

tahun) dengan judul Analisis Partisipasi Mayarakat Dalam Pengembangan

Desa Wisata Kandiri Kota Semarang. Penelitian ini menggunakan metode

kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk partisipasi

masyarakat Kelurahan Kandri dalam pengembangan Desa Wisata kandri

masih berbentuk partisipasi semu atau psudeo-participation, sedangkan

tingkat partisipasi masyarakat Kandri dalam pengembangan Desa Wisata

Kandri ini sudah berada pada tingkat tertinggi yaitu citizen power. Faktor

yang mendorong yaitu pengetahuan terhadap program, jenis kelamin,

kepercayaan masyarakat, dan faktor eksternal sedangkan faktor yang

menghambat yaitu pekerjaan masyarakat, pendidikan, dan faktor eksternal.

3. Penelitian yang ditulis oleh Ema Riana Dewi (2018) dengan judul Peran

Pemerintah Desa Dan Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Di

Desa Sawahan Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek. Metode

penelitian yang digunakan yakni metode penelitian kualitatif. Hasil dalam

penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) program dalam pengembangan desa

wisata di Desa Sawahan Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek ada 6

(enam) yaitu: program paket wisata, program kebersihan lingkungan,

program pengolahan pupuk organik dari sampah dapur, program sayur

organik, program edukasi stek durian, dan program festival durian. (2) Peran

Pemerintah Desa dalam pengembangan desa wisata di Desa Sawahan

meliputi sosialisasi, pendukung, mengontrol, promosi, dan mengevaluasi.

(3) Peran Masyarakat dalam pengembangan desa wisata di Desa Sawahan

meliputi perencanaan, pelaksanaan, promosi, serta ramah-tamah dan gotong

20

royong. (4) Faktor pendukung dalam pengembangan desa wisata di Desa

Sawahan meliputi hasil potensi desa, partisipasi masyarakat, dukungan

pemerintah desa, sinergi pemerintah desa dan masyarakat, dan modal sosial

masyarakat. (5) Faktor penghambat dalam pengembangan desa wisata di

Desa Sawahan meliputi partispasi masyarakat, pendanaan, dan wisata kebun

durian yang bersifat musiman. (6) Cara mengatasi hambatan dalam

pengembangan desa wisata di Desa Sawahan yaitu pemerintah desa

memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait pentingnya

pengembangan desa wisata, masyarakat sebagai pengelola pengembangan

desa wisata mengajukan proposal ke BAPPEDA (Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah) Kabupaten Trenggalek, dan pemanfaatan potensi

desa lainnya yang ada dan yang musim agar tidak tergantung dengan musim

durian dan pengembangan desa wisata di Desa Sawahan tetap berjalan.

4. Penelitian yang ditulis oleh Cadika Indrawati Putri, Rudi Saprudin Darwis,

& Budi M Taftazani (2017) dengan judul Peran Perempuan Dalam

Pengembangan Program Desa Wisata. Metode penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian awal

menunjukan bahwa Cianjur memiliki potensi desa wisata yang baik, melihat

jumla daerah dan jumlah sumber daya manusianya yang cukup banyak.

Namun pada kenyataannya masyarakat desa di Cianjur belum mmapu

mengoptimalkan potensi desa wisata dan jumlah sumber daya manusianya,

terlebih lagi untuk sumber daya perempuannya, padahal jumlah perempuan

dari tahun ketahun terus meningkat. Hal tersebut terjadi karena terjadi

sebuah dilema di masyarakat akan kedudukan wanita dalam kegiatan

21

bermayarakat khususnya pada program pengembangan masyarakat melalui

program desa wisata. Untuk itu hasil akhir dari penelitian ini akan

menunjukan peran perempuan dalam program desa wisata.

5. Kajian dari Rudy Suryanto dengan judul Peta Jalan Bumdes Indonesia

Menuju Kemandirian Ekonomi Desa (2018) merupakan sebuah kajian yang

bertujauan agar badan usaha milik desa mempunyai arah dan sasaran yang

terarah dan terpadu sehinga kemandirian perekonomian di desa bisa

terlaksana. Pemaparan Rudy Suryanto terkait peta Jalan Bumdes dimulai

dari kondisi Bumdes saat ini, apa tujuan ideal yang akan diraih dan

bagaimana meraihnya. Strategi untuk meraih agar bumdes bisa berkembang

dan maju adalah dengan peningkatan kapasitas SDM, menggunakan

teknologi informasi dan berjejaring secara nasional. Upaya untuk

menjalankan strategi tersebut perlu didukung oleh Aliansi berbagai pihak

yaitu akademisi, pebisnis, masyarakat, pemerintah, layanan penyedia

keuangan dan media. metode pengukuran kinerja, kurikulum peningkatan

kapasitas SDM Bumdes serta pola-pola pengembangan Bumdes harus

secara jelas mulai dari taapan perencanaan sampai dengan pelaksanaan.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Judul/Nama/Th Hasil Penelitian Relevansi

1 Peran Pemuda Dalam

Pengembangan Desa

Wisata Di Desa

Kebonagung,

Kecamatan Imogiri,

Kabupaten Bantul,

Daerah Istimewa

Yogyakarta/ Intan

Herayomi/ 2016

Hasil penelitian yang diperoleh dalam

penelitian ini adalah : 1)Peran

pemuda dalam mengembangkan

desa wisata adalah sebagai

obyek, bukan sebagai subyek,

yang ditandai dengan: (a) tidak

terdapat partisipasi pemuda

dalam pembuatan dan

pengambilan keputusan dalam

rencana-rencana yang biasa

dilaksanakan karena inisiatif

Persamaan:

Kedua penelitian mengkaji peran warga

dalam mengembangkan desa

wisata alam.

Perbedaan:

Dalam penelitian yang ditulis

Intan, peneliti hanya mengkaji

tentang partisipasi pemuda

dalam pengembangan desa

wisata di Desa Kebonagung,

sedangkan dalam penelitian

22

No Judul/Nama/Th Hasil Penelitian Relevansi

setiap program tidak muncul

dari pemuda tapi dari

pengurusnya. (b) partisipasi

pemuda dalam implementasi

dan pelaksanaan. Pemuda

terlibat pada beberapa kegiatan

desa wisata, yaitu outbound,

permainan anak, kegiatan api

unggun, dan kesenian jathilan

dan gejug lesung. (c) partisipasi

pemuda dalam menikmati hasil

kegiatan yang memberikan

keuntungan pada segi keuangan

pemuda dan kekompakan di

masyarakat. (d) Tidak terdapat

partisipasi pemuda dalam

evaluasi, yaitu pemuda tidak

dilibatkan dalam forum

musyawarah.

(2) Faktor pendukung pemuda dalam

pengembangan Desa Wisata

Kebonagung antara lain:

semangat, faktor pengangguran,

faktor masyarakat, dan atraksi

Desa Wisata Kebonagung.

Sedangkan faktor

penghambatnya antara lain:

peran pemuda belum maksimal,

dan kurangnya dukungan dari

berbagai pihak.

yang akan dilakukan mengkaji

tentang peran masyarakat baik

tua maupun muda dalam

pengembangan desa wisata

Pujon Kidul.

2 Analisis Partisipasi

Mayarakat Dalam

Pengembangan Desa

Wisata Kandiri Kota

Semarang/ Aulia Rizki

Nabila & Tri

Yuningsih/ tanpa tahun

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa bentuk

partisipasi masyarakat

Kelurahan Kandri dalam

pengembangan Desa Wisata

kandri masih berbentuk

partisipasi semu atau psudeo-

participation, sedangkan tingkat

partisipasi masyarakat Kandri

dalam pengembangan Desa

Wisata Kandri ini sudah berada

pada tingkat tertinggi yaitu

citizen power. Faktor yang

mendorong yaitu pengetahuan

terhadap program, jenis

kelamin, kepercayaan

masyarakat, dan faktor

Persamaan :

penelitian sama-sama mengkaji

peran masyarakat dalam

pengembangan desa wisata

alam

Perbedaan:

penelitian yang ditulis oleh

Aulia dan Tri mengambil lokasi

penelitian di Desa Wisata

Kandiri Kota Semarang,

sedangkan dalam penelitian

yang akan dilakukan

mengambil lokasi penelitian di

Desa Wisata Pujon Kidul

.

23

No Judul/Nama/Th Hasil Penelitian Relevansi

eksternal sedangkan faktor yang

menghambat yaitu pekerjaan

masyarakat, pendidikan, dan

faktor eksternal.

3 Peran Pemerintah Desa

Dan Masyarakat Dalam

Pengembangan Desa

Wisata Di Desa

Sawahan Kecamatan

Watulimo Kabupaten

Trenggalek/ Ema Riana

Dewi/ 2018

Hasil penelitian diketahui : (1)

program dalam pengembangan

desa wisata di Desa Sawahan

Kecamatan Watulimo

Kabupaten Trenggalek ada 6

(enam) yaitu: program paket

wisata, program kebersihan

lingkungan, program

pengolahan pupuk organik dari

sampah dapur, program sayur

organik, program edukasi stek

durian, dan program festival

durian. (2) Peran Pemerintah

Desa dalam pengembangan

desa wisata di Desa Sawahan

meliputi sosialisasi, pendukung,

mengontrol, promosi, dan

mengevaluasi. (3) Peran

Masyarakat dalam

pengembangan desa wisata di

Desa Sawahan meliputi

perencanaan, pelaksanaan,

promosi, serta ramah-tamah dan

gotong royong. (4) Faktor

pendukung dalam

pengembangan desa wisata di

Desa Sawahan meliputi hasil

potensi desa, partisipasi

masyarakat, dukungan

pemerintah desa, sinergi

pemerintah desa dan

masyarakat, dan modal sosial

masyarakat. (5) Faktor

penghambat dalam

pengembangan desa wisata di

Desa Sawahan meliputi

partispasi masyarakat,

pendanaan, dan wisata kebun

durian yang bersifat musiman.

(6) Cara mengatasi hambatan

dalam pengembangan desa

wisata di Desa Sawahan yaitu

pemerintah desa memberikan

Persamaan:

penelitian sama-sama mengkaji

peran masyarakat dalam

pengembangan desa wisata.

Perbedaan:

penelitian yang ditulis oleh Ema

mengkaji tentang peran

pemerintah dan masyarakat

dalam pengembangan desa

wisata Sawahan Kecamatan

Watulimo Kabupaten

Trenggalek, sedangkan dalam

penelitian yang akan dilakukan

hanya mengkaji peran

masyarakat saja

24

No Judul/Nama/Th Hasil Penelitian Relevansi

sosialisasi kepada masyarakat

terkait pentingnya

pengembangan desa wisata,

masyarakat sebagai pengelola

pengembangan desa wisata

mengajukan proposal ke

BAPPEDA (Badan

Perencanaan Pembangunan

Daerah) Kabupaten Trenggalek,

dan pemanfaatan potensi desa

lainnya yang ada dan yang

musim agar tidak tergantung

dengan musim durian dan

pengembangan desa wisata di

Desa Sawahan tetap berjalan.

4 Peran Perempuan

Dalam Pengembangan

Program Desa Wisata/

Cadika Indrawati Putri,

Rudi Saprudin Darwis,

& Budi M Taftazani/

2017

Dari hasil penelitian awal

menunjukan bahwa Cianjur

memiliki potensi desa wisata

yang baik, melihat jumla daerah

dan jumlah sumber daya

manusianya yang cukup

banyak. Namun pada

kenyataannya masyarakat desa

di Cianjur belum mmapu

mengoptimalkan potensi desa

wisata dan jumlah sumber daya

manusianya, terlebih lagi untuk

sumber daya perempuannya,

padahal jumlah perempuan dari

tahun ketahun terus meningkat.

Hal tersebut terjadi karena

terjadi sebuah dilema di

masyarakat akan kedudukan

wanita dalam kegiatan

bermayarakat khususnya pada

program pengembangan

masyarakat melalui program

desa wisata. Untuk itu hasil

akhir dari penelitian ini akan

menunjukan peran perempuan

dalam program desa wisata

Persamaan:

penelitian mengkaji tentang

peran masyarakat dalam

mengembangkan desa wisata.

Perbedaan:

penelitian yang ditulis oleh

Cadika, Rudi dan Budi

mengkaji tentang peran

perempuan dalam

pengembangan program desa

wisata, sedangkan dalam

penelitian yang akan dilakukan

lebih mengkaji peran

masayarakat baik tua atau muda

maupun perempuan atau laki-

laki dalam pengembangan desa

wisata.

25

No Judul/Nama/Th Hasil Penelitian Relevansi

5 Peta Jalan Bumdes

Indonesia Menuju

Kemandirian Ekonomi

Desa, Rudy Suryanto,

UGM/2016

Pemaparan Rudy Suryanto

terkait peta Jalan Bumdes

dimulai dari kondisi Bumdes

saat ini, apa tujuan ideal yang

akan diraih dan bagaimana

meraihnya. Strategi untuk

meraih agar bumdes bisa

berkembang dan maju adalah

dengan peningkatan kapasitas

SDM, menggunakan teknologi

informasi dan berjejaring

secara nasional. Upaya untuk

menjalankan strategi tersebut

perlu didukung oleh Aliansi

berbagai pihak yaitu akademisi,

pebisnis, masyarakat,

pemerintah, layanan penyedia

keuangan dan media. metode

pengukuran kinerja, kurikulum

peningkatan kapasitas SDM

Bumdes serta pola-pola

pengembangan Bumdes harus

secara jelas mulai dari taapan

perencanaan sampai dengan

pelaksanaan.

Persamaan: peyampaian kajian

dari Rudy Suryanto mempunyai

persamaan dengan penelitian

yang sedang peneliti lakukan

yaitu bagaimana badan usaha

milik desa menjadi salah satu

alternatif wadah dalam

pengembangan sebuah desa.

Perbedaan; tidak ada perbedaan

secara substansial dengan

penelitian yang saya lakukan,

hanya saja dalam kajian yang

disampaikan Rudy Suryanto

tidak ada dibahas bagaimana

pengembagan desa wisata

melalui peran bumdes.

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Peran Badan Usaha Milik Desa

Peranan menurut Gros, Mason dan M.C Eachern yang dikutip dalam buku

Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi karangan David Berry adalah perangkat

harapan-harapan yang dikenakan pada individu atau kelompok yang menempati

kedudukan sosial tertentu. Hal senada juga diungkapkan oleh David Berry,

menurutnya didalam peranan terdapat dua macam harapan yaitu:

1. Harapan-harapan dari masyarakat terdapat pemegang peran atau

kewajiban-kewajiban dari pemegang peran.

26

2. Harapan-harapan yang dimiliki oleh sipemegang peran terhadap

masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya

dalam menjalankan peranannya atau kewajibannya (Berry,1995:101).

Perbedaan antara kedudukan dan peranan adalah untuk kepentingan ilmu

pengetahuan, keduanya tidak dapat dipisahkan karena yang satu tergantung pada

yang lainnya dan begitu pula sebaliknya. Tidak ada peranan tanpa kedudukan atau

kedudukan tanpa peranan, sebagaimana halnya dengan kedudukan, peranan juga

mempunyai dua arti, setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang

berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu berarti sekaligus bahwa

peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta

kesempatankesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya.

Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku seseorang, peranan

menyebabkan seseorang pada batasan-batasan tertentu, dapat meramalkan

perbedaan-perbedaan orang lain. Orang yang bersangkutan akan dapat

menyesuaikan perilaku sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya,

hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat.

Kontribusi peran dari masyarakat kemudian mengalami perkembangan yaitu

peran dari sebuah organisasi. Organisasi adalah unit sosial yang sengaja didirikan

untuk jangka waktu yang relatif lama, beranggotakan dua orang atau lebih yang

bekerja bersama-sama dan terkoordinasi, mempunyai pola kerja tertentu yang

terstruktur, serta didirikan untuk mencapai tujuan bersama atau satu tujuan yang telah

ditentukan sebelumnya (Wibowo, 2011:17). Organisasi mempunyai beragam bentuk

dan tujuan yang ingin dicapai, salah satu bentuk organisasi yang bergerak dibidang

sosial dan ekonomi adalah Badan Usaha Milik Desa (Bumdes)

27

Badan Usaha Milik Desa merupakan pilar kegiatan ekonomi di desa yang

berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial

institution). BUMDes sebagai lembaga sosial berpihak kepada kepentingan

masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial. Sedangkan

sebagai lembaga komersial bertujuan mencari keuntungan melalui penawaran

sumberdaya lokal (barang dan jasa) ke pasar.” (Tim Pusat Kajian Dinamika

Sistem Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya: 2007: 3)

Terdapat 10 (sepuluh) ciri utama yang membedakan BUMDes dengan lembaga

ekonomi komersial pada umumnya yaitu:

1. Badan usaha ini dimiliki oleh desa dan dikelola secara bersama;

2. Modal usaha bersumber dari desa (51%) dan dari masyarakat (49%)

melalui penyertaan modal (saham atau andil);

3. Dijalankan dengan berdasarkan asas kekeluargaan dan kegotongroyongan

serta berakar dari tata nilai yang berkembang dan hidup dimasyarakat

(local wisdom);

4. Bidang usaha yang dijalankan didasarkan pada pengembangan potensi

desa secara umum dan hasil informasi pasar yang menopang kehidupan

ekonomi masyarakat

5. Tenaga kerja yang diberdayakan dalam BUMDes merupakan tenaga kerja

potensial yang ada didesa

6. Keuntungan yang diperoleh ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat desa dan atau penyerta modal

7. Pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah dilakukan melalui

musyawarah desa

28

8. Peraturan-peraturan Bumdes dijalankan sebagai kebijakan desa (village

policy)

9. Difasilitasi oleh Pemerintah, Pemprov, Pemkab, dan Pemdes;

Organisasi ekonomi perdesaan menjadi bagian penting sekaligus masih

menjadi titik lemah dalam rangka mendukung penguatan ekonomi perdesaan.

Oleh karenanya diperlukan upaya sistematis untuk mendorong organisasi ini agar

mampu mengelola aset ekonomi strategis di desa sekaligus mengembangkan

jaringan ekonomi demi meningkatkan daya saing ekonomi perdesaan. Dalam

konteks demikian, Bumdes pada dasarnya merupakan bentuk konsolidasi atau

penguatan terhadap lembaga-lembaga ekonomi desa. Beberapa agenda yang bisa

dilakukan antara lain:

1. Pengembangan kemampuan SDM sehingga mampu memberikan nilai

tambah dalam pengelolaan aset ekonomi desa,

2. Mengintegrasikan produk-produk ekonomi perdesaan sehingga memiliki

posisi nilai tawar baik dalam jaringan pasar,

3. Mewujudkan skala ekonomi kompetitif terhadap usaha ekonomi yang

dikembangkan,

4. Menguatkan kelembagaan ekonomi desa,

Bumdes merupakan instrumen pendayagunaan ekonomi lokal dengan berbagai

ragam jenis potensi. Pendayagunaan potensi ini terutama bertujuan untuk peningkatan

kesejahteran ekonomi warga desa melalui pengembangan usaha ekonomi mereka.

Disamping itu, keberadaan Bumdes juga memberikan sumbangan bagi peningkatan

sumber pendapatan asli desa yang memungkinkan desa mampu melaksanakan

pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat secara optimal.

29

2.2.2 Pengembangan Pariwisata

a. Pariwisata

Secara etimologi pariwisata terdiri dari dua suku kata yaitu “pari”

dan “wisata” yang mana dapat dijelaskan bahwa pari artinya banyak,

berkali-kali, dan wisata dapat diartikan sebagai perjalanan dan berpergian.

Atas dasar tersebut sehingga pariwisata dapat diartikan sebagai perjalanan

yang dilakukan secara berkali-kali dari suatu tempat ke tempat yang lain

dalam waktu yang cukup lama ( Yoeti Oka, 1996:108).

b. Pengertian Obyek dan Daya Tarik Wisata

Pengertian obyek dan daya tarik wisata menurut Marpaung adalah

suatu bentukan dari aktifitas dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat

menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah

atau tempat tertentu (Marpaung, 2002:78). Obyek dan daya tarik wisata

sangat erat hubungannya dengan travel motivation dan travel fashion,

karena wisatawan ingin mengunjungi serta mendapatkan suatu

pengalaman tertentu dalam kunjungannya. Sehingga dengan

mengembangkan obyek dan daya tarik wisata ini akan meningkatkan

kunjungan wisatawan.

Menurut UU RI No 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan,

dinyatakan bahwa obyek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang

menjadi sasaran wisata baik itu pembangunan obyek dan daya tarik wisata,

yang dilakukan dengan cara mengusahakan, mengelola dan membuat

obyek-obyek baru sebagai obyek dan daya tarik wisata. Dalam undang-

undang di atas, yang termasuk obyek dan daya tarik wisata terdiri dari :

30

1) Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang

berwujud keadaan alam serta flora dan fauna, seperti pemandangan

alam, panorama indah, hutan rimba dengan tumbuhan hutan tropis

serta binatang-binatang langka.

2) Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud

museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya,

pertanian (wisata agro), wisata tirta (air), wisata petualangan, taman

rekreasi, dan tempat hiburan lainnya.

3) Sasaran wisata minat khusus, seperti : berburu, mendaki gunung, gua,

industri dan kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat-

tempat ibadah, tempat- tempat ziarah, dan lain-lain.

4) Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata,

termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang

terkait di bidang tersebut. Dengan demikian pariwisata meliputi Semua

kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan wisata. Berkunjungnya

wisatawan ke obyek wisata dikarenakan adanya motivasi dan keinginan

seperti yang dikemukakan oleh Fandeli “wisatawan datang disuatu tempat

sangat ditentukan oleh motivasi dan keinginan, ada dua faktor yang

mendorong wisatawan untuk melakukan pariwisata yaitu: faktor

pendorong yaitu ingin terlepasnya dari kehidupan/rutinitas sehari-hari,

terbebas dari kemacetan, polusi dan lain-lain (Fandeli, 1995:37).

Sedangkan faktor penarik berkaitan dengan adanya atraksi wisata didaerah

atau di tempat tujuan wisata”. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa

Obyek dan Daya Tarik Wisata dalam penelitian ini adalah keindahan alam

Desa Wisata Pujon Kidul yang masih terjaga.

31

c. Daya Saing Wisata

Daya saing merupakan salah satu kriteria untuk menentukan

keberhasilan dan pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik oleh suatu

negara dalam peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi.

Menurut Porter (1990:122) daya saing diidentifikasikan dengan masalah

produktifitas, yakni didefenisikan sebagai nilai output yang dihasilkan oleh

seorang tenaga kerja. Meningkatnya produktifitas ini disebabkan oleh

peningkatan jumlah input fisik modal dan tenaga kerja, peningkatan

kualitas input yang digunakan, dan peningkatan teknologi.

Selanjutnya Porter dalam (Putra, 2012:18) menjelaskan pentingnya daya

saing karena tiga hal berikut (1) mendorong produktivitas dan meningkatkan

kemampuan mandiri; (2) dapat meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam

konteks regional ekonomi maupun entitas pelaku ekonomi sehingga pertumbuhan

ekonomi meningkat; (3) kepercayaan bahwa mekanisme pasar lebih mencipatakan

efisiensi. Selain itu, daya saing juga dapat diartikan dari sisi permintaan (demand

side) dan dari sisi penawaran (supply side). Dari sisi permintaan, kemampuan

bersaing mengandung arti bahwa produk pariwisata yang dijual haruslah produk

yang sesuai dengan atribut yang dituntut konsumen atau produk yang

dipersepsikan bernilai tinggi oleh konsumen (consumer’svalue perception)

2.2.3 Desa Wisata

Menurut Wiendu, desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara

atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur

kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku

32

(Wiendu, 1993:2-3). Desa wisata biasanya memiliki kecenderungan kawasan

pedesaan yang memiliki kekhasan dan daya tarik sebagai tujuan wisata. Desa

wisata menekankan pengembangan wisata berbasis masyarakat lokal dan

keindahan alam lokal.

Sejalan dengan dinamika, gerak perkembangan pariwisata merambah

dalamberbagai terminologi seperti, sustainable tourism development, village

tourism, ecotourism, merupakan pendekatan pengembangan kepariwisataan yang

berupaya untuk menjamin agar wisata dapat dilaksanakan di daerah tujuan wisata

bukan perkotaan. Salah satu pendekatan pengembangan wisata alternatif adalah

desa wisata untuk pembangunan pedesaan yang berkelanjutan dalam bidang

pariwisata. Ramuan utama desa wisata diwujudkan dalam gaya hidup dan kualitas

hidup masyarakatnya. Keaslian juga dipengaruhi keadaan ekonomi, fisik dan

sosial daerah pedesaan tersebut, misalnya ruang, warisan budaya, kegiatan

pertanian, bentangan alam, jasa, pariwisata sejarah dan budaya, serta pengalaman

yang unikdan eksotis khas daerah.

Menurut pola, proses, dan tipe pengelolanya desa wisata terbagi dalam dua

bentuk yaitu tipe terstruktur dan tipe terbuka (Wiendu, 1993-8).

1. Tipe Terstruktur

Tipe terstruktur ditandai dengan karakter sebagai berikut:

a) Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik untuk

kawasan tersebut. Kelebihan tipe ini adalah dalam citra yang ditumbuhkan

mampu menembus pasar internasional. Lokasi pada umumnya terpisah dari

masyarakat lokal sehingga dampak negative yang ditimbulkan diharapkan

terkontrol dan pencemaran sosial budaya akan terdeteksi sejak dini.

33

b) Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan

perencanaan yang integratif dan terkoordinir sehinga diharapkan menjadi

agen untuk mendapatkan dana internasional sebagai unsurutama

menangkap jasa dari hotel-hotel berbintang.

2. Tipe Terbuka

Tipe ini ditandai dengan karakter tumbuh dan menyatunya kawasan

dengan struktur kehidupan, baik ruang maupun pola masyarakat lokal.

Distribusi pendapatan yan didapat dari wisatawan dapat langsung dinikmati

oleh penduduk lokal, akan tetapi dampak negatifnya cepat menjalar menjadi

satu ke dalam penduduk lokal sehingga sulit dikendalikan. Senada dengan

hal diatas, menurut Syamsu dalam Suatu kawasan dikatakan dapat menjadi

desa wisata harus memperhatikan faktor-aktor sebagai berikut (Prakoso,

2005:57):

a) Faktor kelangkaan adalah sifat dari atraksi wisata yang tidak bias dijumpai

atau langka di tempat lain.

b) Faktor kealamiahan adalah sifat atraksi wisata yang belum pernah

mengalami perubahan akibat campur tangan manusia.

c) Keunikan, yakni sifat atraksi wisata yang memiliki keunggulan komparatif

dibanding objek wisata lain.

d) Faktor pemberdayaan masyarakat yang mampu menghimbau agar

masyarakat ikut serta dan diberdayakan dalam pengelolaan objek wisata

didaerahnya.

34

2.2.4 Konsep Pengembangan Desa Wisata

Ada beberapa pendapat para ahli tentang arti dari pengembangan itu

sendiri. Menurut Paturusi mengungkapkan bahwa pengembangan adalah suatu

strategi yang dipergunakan untuk memajukan, memperbaiki dan meningkatkan

kondisi kepariwisataan suatu objek dan daya tarik wisata sehingga dapat

dikunjungi wisatawan serta mampu memberikan manfaat bagi masyarakat

disekitar objek dan daya tarik wisata maupun bagi pemerintah (Prakoso, 2005).

Selanjutnya Suwantoro pengembangan bertujuan untuk mengembangkan

produk dan pelayanan yang berkualitas, seimbang dan bertahap (Suwantoro, 2004:54).

Sedangkan Poerwadarminta (2003:28) lebih menekankan kepada suatu proses atau

suatu cara menjadikan sesuatu menjadi maju, baik sempurna dan berguna. Disamping

itu pengembangan pariwisata bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi wisatawan

maupun komunitas tuan rumah. Dengan adanya pembangunan pariwisata diharapkan

mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Pengembangan pariwisata melalui penyediaan fasilitas infrastruktur,

wisatawan dan penduduk setempat akan saling diuntungkan. Pengembangan

tersebut hendaknya sangat memperhatikan berbagai aspek, seperti ; aspek budaya,

sejarah dan ekonomi daerah tujuan wisata. Pada dasarnya pengembangan

pariwisata dilakukan untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan

permasalahan (Mill, 2010:168). Pengembangan pariwisata secara mendasar

memperhatikan beberapa konsep seperti :

1) Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan,

2) Pembangunan Wilayah Terpadu dan Pengembangan Produk Wisata;

3) Pembangunan Ekonomi Pariwisata; serta

4) Pengembangan Lingkungan.

35

Konsep pengembangan merupakan sebuah keharusan yang harus

diaplikasikan dalam kehidupan, Kata konsep artinya ide, rancangan atau

pengertian yang diabstrakan dari peristiwa kongkrit sedangkan pengembangan

artinya proses, cara, perbuatan mengembangkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia,

2002). Dengan demikian konsep pengembangan adalah rancangan

mengembangkan sesuatu yang sudah ada dalam rangka meningkatkan kualitas

lebih maju. Bila konsep pengembangan ini diterapkan dalam pariwisata, maka ide,

gagasan ataupun rancangan yang sudah dianggap matang dan berhasil kemudian

lebih ditinggkatkan dengan tujuan kualitas wisata yang sudah ada akan lebih

meningkat ketika proses pengembangan ini terus dilaksanakan.

Konsep dari pengembangan desa wisata adalah sebagai salah satu produk

wisata alternatif yang dapat memberikan dorongan bagi pembangunan pedesaan

yang berkelanjutan serta memiliki prinsip-prinsip pengelolaan antara lain, ialah:

1) Memanfaatkan sarana dan prasarana masyarakat setempat,

2) menguntungkan masyarakat setempat,

3) berskala kecil untuk memudahkan terjalinnya hubungan timbal balik

dengan masyarakat setempat,

4) melibatkan masyarakat setempat,

5) menerapkan pengembangan produk wisata pedesaan, dan beberapa criteria

yang mendasarinya seperti antara lain:

a) Penyediaan fasilitas dan prasarana yang dimiliki masyarakat lokal

yang biasanya mendorong peran serta masyarakat dan menjamin

adanya akses ke sumber fisik merupakan batu loncatan untuk

berkembangnya desa wisata.

36

b) Mendorong peningkatan pendapatan dari sektor pertanian dan

kegiatan ekonomi tradisional lainnya.

c) Penduduk setempat memiliki peranan yang efektif dalam proses

pembuatan keputusan tentang bentuk pariwisata yang memanfaatkan

kawasan lingkungan dan penduduk setempat memperoleh pembagian

pendapatan yang pantas dari kegiatan pariwisata.

d) Mendorong perkembangan kewirausahaan masyarakat setempat

(Sastrayudha, 2010:9).

Sementara itu, tujuan pengembangan kawasan desa wisata adalah:

a) Mengenali jenis wisata yang sesuai dan melengkapi gaya hidup yang

disukai penduduk setempat.

b) Memberdayakan masyarakat setempat agar bertanggung jawab

terhadap perencanaan dan pengelolaan lingkungannya.

c) Mengupayakan agar masyarakat setempat dapat berperan aktif dalam

pembuatan keputusan tentang bentuk pariwisata yang memanfaatkan

kawasan lingkungannya, dan agar mereka, mendapat jaminan

memperoleh bagian pendapatan yang pantas dari kegiatan pariwisata.

d) Mendorong kewirausahaan masyarakat setempat.

e) Mengembangkan produk wisata desa.

2.3 Landasan Teori

1. Teori Fungsionalisme-Struktural Talcott Parsons

Sosiologi mempelajari transaksi-transaksi sosial yang mencakup

usaha-usaha bekerja sama antara para pihak karena semua kegiatan

37

masyarakat didasarkan pada gotong-royong. Pelaksanaan gotong royong

inilah yang akan membawa masyarakat pada sebuah proses sosial dimana

orang perorangan dan kelompok sosial saling bertemu untyk menentukan

sistem serta bentuk-bentuk hubungan yang akan digunakan bersama sebagai

pedoman pengembangan masyarakat.

Bentuk umum dari sebuah proses sosial adalah interaksi sosial yang

didalamnya terjadi hubungan-hubungan sosial yang dinamis antar anggota

sosial/masyarakat. Berlangsungnya suatu proses interaksi sosial dapat terjadi

jika adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Kontak sosial terjadi bukan

hanya tergantung dari tindakan, akan tetapi juga tanggapan terhadap tindakan

tersebut. sedangkan komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran

pada perilak orang laian dan orang yang bersangkutan kemudian memberikan

reaksi terhadap tafsiran dari orang lain tersebut.

Interaksi sosial yang dilakukan bermuara pada suatu proses perubahan

sosial yang mengharuskan anggota masyarakat memiliki peningkatan

kemampuan secara adaptif. Peningkatan adaptif memerlukan kemampuan-

kemampuan fungsional tetentu sehingga penekanan harus lebih banyak

didasarkan pada sumber-sumber daya yang umum.

Peningkatan adaptif dari sebuah interaksi sosial inilah yang menjadi

dasar lahirnya teori struktural fungsional yang dikemukakan oleh emile

durkheim. Pendekatan teori sosiologi struktural-fungsional menyangkut

struktur (aturan pola sosial) dan fungsinya dalam masyarakat dan pada

kehidupan sosial secara total. Penganut pandangan teori struktural-

fungsional melihat sistem sosial sebagai suatu sistem yang seimbang,

38

harmonis dan berkelanjutan. Konsep struktur sosial meliputi bagian-bagian

dari sistem dengan cara kerja pada setiap bagian yang terorganisir. Durkheim

memahami masyarakat dengan beberapa perspektif antara lain adalah: (1)

setiap masyarakat secara relatif bersifat langgeng, (2) Setiap masyarakat

merupakan struktur elemen yang terintregrasi dengan baik, (3) setiap elemen

didalam suatu masyarakat memiliki satu fungsi, yaitu menyumbang pada

bertahanya sistem itu, dan (4) setiap struktur sosial yang berfungsi didasarkan

pada konsensus nilai antara para anggotanya (Wirawan, 2006:47).

Pendekatan struktural-fungsional menekankan pada keseimbangan

sistem yang stabil dalam masyarakat. Konsep keseimbangan mengarah

kepada konsep homeostasis suatu organisme yaitu suatu kemampuan untuk

memelihara stabilitas agar kelangsungan suatu sistem tetap terjaga dengan

baik meskipun didalamnya mengakomodasi adanya adaptasi dengan

lingkungan. Pendekatan struktural fungsional juga menganalisis adanya

penyimpangan, misalnya penyimpangan nilai-nilai budaya dan norma,

kemudian memperhitungkan seberapa besar penyimpangan dapat

berkontribusi pada kestabilan atau perubahan sistem sosial. Penerapan teori

struktural fungsional dalam konteks peran masyarakat terlihat dari struktur

dan aturan yang diterapkan (Soekamto, 1988:21)

Asumsi dasar dari Teori ini adalah salah satu paham atau prespektif di

dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri

dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain dan bagian yang

satu tidak dapat berfungsi tanpa adanya hubungan dengan bagian yang lainya.

Kemudian perubahan yang terjadi pada satu bagian akan menyebabkan

39

ketidakseimbangan dan pada giliranya akan menciptakan perubahan pada

bagian lainya. Perkembangan fungsionalisme didasarkan atas model

perkembangan sistem organisasi yang di dapat dalam biologi, teori ini

menekankan bahwa semua elemen harus berfungsi sehingga masyarakat bisa

menjalankan fungsinya dengan baik (Raho, 2007:48).

Pondasi teori dasar dari struktural fungsional yang dikemukakan oleh

emile durkheim inilah yang kemudian membuat Talcott Parson

mengembangkan pola analisis terhadap kondisi sosial masyarakat.

Masyarakat menurut Talcott Parson terintegrasi atas dasar kesepakatan dari

para anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai

kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut

dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam

suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat adalah merupakan

kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan

salingketergantungan (Grathoff, 2000:70).

Teori fungsionalisme-strukturalisme melakukan analisis dengan

melihat masyarakat sebagai suatu sistem dari interaksi antar manusia dan

berbagai institusinya, dan segala sesuatunya disepakati dengan konsensus,

termasuk dalam hal nilai dan norma. Teori fungsionalisme menekan pada

harmonisasi, konsistensi, dan keseimbangan dalam masyarakat.

Setiap masyarakat merupakan hasil dari siklus-siklus proses

perubahan sosial. hasil dari peroses perubahan sosial tersebut pada taraf yang

lebih umum cenderung menghasilkan perubahan dengan tipe-tipe yang

berbeda karena situasi yang lain dan derajat integrasi. Apabila pada bagian

40

masyaraka tmuncul terobosan dikarenakn perbedaan situasi dan derajat

integrasi yang memunculkan sifat perubahan, maka proses sosial tersebut

akan dapat dimasukkan kedalam paradigma perubahan evolusioner.

Sistem organisasi biologis dalam sistem tindakan berhubungan

dengan fungsi adaptasi yakni menyesuaikan diri dengan lingkungan dan

mengubah lingkungan sesuai dengan kebutuhan. Sistem kepribadian

melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan merumuskan tujuan dan

menggerakan segala sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan. Sistem

sosial berhubungan dengan fungsi integrasi dengan mengontrol komponen

dalam pembentukan masyarakat. Akhirnya sistem kebudayaan berhubungan

dengan fungsi pemeliharaan pola-pola atau struktur yang ada dengan

menyiapkan norma-norma dan nilai yang memotivasi mereka dalam

melakukan suatu tindakan (Raho, 2007:48).

Prespektif fungsionalis ini suatu masyarakat dilihat sebagai suatu

jaringan kelompok yang bekerja sama secara terorganisir yang bekerja dalam

suatu cara yang agak teratur menurut seperangkat peraturan dan nilai yang

dianut oleh sebagian besar masyarakat. Masyarakat dipandang sebagai suatu

sistem yang stabil dengan suatu kecenderungan ke arah keseimbangan.

Sebagai para juru bicara yang terkemuka, setiap kelompok atau lembaga

melaksanakan tugas tertentu dan terus-menerus, karena hal itu fungsional.

Parson menganalisis masyarakat sebagai suatu sistem sosial. Inti dari

suatu sistem adalah hubungan antara bagian yang membentuk satu

keseluruhan yaitu berupa organisme sosial. Karena organisme sosial

merupakan suatu sistem, maka bagian dari organisme sosial (masyarakat)

41

tersebut berusaha untuk menetralisir ganguan atau mempertahankan

keseimbangan. Parson memperkenalkan dua konsep yang berkenaan dengan

sistem sosial yaitu sebagai berikut (Parsons, 1951: 5-6).

a. Konsep Fungsi,yang mana dimengerti sebagai sumbangan kepada

keselamatan dan ketahanan sistem sosial.

b. Konsep pemeliharaan keseimbangan, dimana hal ini merupakan ciri utama

dari tiap sistem sosial.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa parson melihat masyarakat

sebagai suatu sistem yang mana tiap unsur saling mempengaruhi, saling

membutuhkan, dan bersama-sama membangun totalitas yang ada, serta

bertujuan untuk mewujudkan keseimbangan.

Teori fungsional melihat manusia dalam masyarakat sebagai ditandai

oleh dua tipe kebutuhan dan dua jenis kecenderugan bertindak. Demi

kelanjutan hidupnya, manusia harus bertindak terhadap lingkungan, baik

dengan cara menyesuaikan diri pada lingkungan itu atau menguasai dan

mengendalikannya. Teori fungsionalisme memandang sumbangan agama

terhadap masyarakat dan kebudayaan berdasarkan atas karakteristik

pentingnya, yakni transendensi pengalaman sehari-harinya dalam lingkungan

alam.

Perubahan sosial tidak akan terjadi jika tidak ada tindakan yang

dilakukan oleh anggota masyarakat. Secara logika, tindakan adalah

menyangkut hal-hal berikut, tindakan mengsyaratkan adanya seorang

pelaku/aktor, tindakan yang dilakukan harus ada tujuan yang jelas dan tearah,

dan tindakan didukung dengan sarana-saran yang mampu mempercepat

42

proses pencapaian tujuan. Teori fungsionalisme struktural, sebagaimana

dijelaskan oleh Talcott Parsons bahwa terdapat empat fungsi penting untuk

semua sistem “tindakan”, terkenal dengan Skema AGIL, yaitu (Hartono

1990:72) :

1) Adaptation (Adaptasi), sebuah sistem harus mampu menanggulangi situasi

eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan

dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhan.

2) Goal Attainment (pencapaian tujuan), sebuah sistem harus mendefinisikan

dan mencapai tujuan utamanya.

3) Integration (Integrasi), suatu sistem harus mengatur antar-hubungan

bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola

antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya.

4) Latency (pemeliharan pola), sebuah sistem harus memperlengkapi,

memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola

kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.

Inti pemikiran parsons ditemukan didalam empat sistem tindakan

ciptaannya. Dengan asumsi yang dibuat Parsons dalam sistem tindakannya, kita

berhadapan dengan masalah yang sangat diperhatikan Parsons dan telah menjadi

sumber utama kritikan atas pemikirannya. Parsons menemukan jawaban problem

di dalam struktural fungsional dengan asumsi sebagai berikut(Ritzr,2007:123):

a. Sistem memiliki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling

tergantung.

b. Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan diri atau

keseimbangan.

43

c. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur.

d. Sifat dasar bagian suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk bagianbagian

lain.

e. Sistem memelihara batas-batas dengan lingkungannya.

f. Alokasi dan integrasi merupakan suatu proses fundamental yang

diperlukan untuk memelihara keseimbangan sistem.

Asumsi-asumsi ini menyebabkan Parsons menempatkan analisis

struktur keteraturan masyarakat pada prioritas utama. Dengan demikian, ia

sedikit sekali memperhatikan masalah perubahan sosial.

Parsons mendesain skema AGIL agar dapat digunakan pada semua

level sistem teoritsnya. Dalam pembahasan ini tentang keempat sistem

tindakan maka akan menjabarkan cara parsons menggunakan AGIL.

Organisme behavioral adalah sistem tindakan yang menangani fungsi

adaptasi dengan menyesuaikan dan mengubah dunia luar. Sistem kepribadian

menjalankan fungsi pencapaian tujuan dengan mendefinisikan tujuan sistem

dan memobilitasi sumber daya yang digunakan untuk mencapainnya. Sistem

sosial menangani fungsi integrasi dengan mengontrol bagian bagian yang

menjadi komponennya, akhirnya , sistem kultur menjalankan fungsi latency

dengan membekali aktor dengan norma dan nilai- nilai yang memotivasi

mereka untuk bertindak.

Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu bahwa tindakan

individu manusia itu diarahkan pada tujuan. Di samping itu, tindakan itu

terjadi pada suatu kondisi yang unsurnya sudah pasti, sedang unsur-unsur

lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Selain itu, secara

44

normatif tindakan tersebut diatur berkenaan dengan penentuan alat dan

tujuan. Atau dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tindakan itu dipandang

sebagai kenyataan sosial yang terkecil dan mendasar, yang unsur-unsurnya

berupa alat, tujuan, situasi, dan norma.

Penulis menggunakan teori fungsional struktural untuk melihat

bagaimana suatu sistem sosial mempertahankan keutuhannya, bagaimana

masyarakat melakukan tindakan survive dalam menghadapi tantangan

perubahan. Teori ini mendukung dalam mengetahui indikator keberhasilan

pengembangan suatu desa wisata. Dengan indikator strategi pemerintah,

bentuk dukungan masyarakat, dan hambatan yang dialami masyarakat.

Indikator ini mengarah pada struktur sosial yang terlibat dalam

pengembangan desa wisata, yaitu lembaga-lembaga pemerintahan desa dan

kelompok masyarakat desa.

Teori AGIL (Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan Latency),

yang diperkenalkan oleh Talcott Parsons, jika dikorelasikan dengan fenomena

yang di teliti bahwa peran masyarakat sangat vital dalam pengembangan desa

wisata Di Desa Pujon Kidul.

Perkembangan sektor pariwisata yang terus menerus mengalami tren

peningkatan mengharuskan masyarakat Pujon Kidul bisa beradaptasi situasi

maupun tekanan yang datang dari eksternal maupun internal. tekanan ini

haruslah disikapi dengan tindakan yang menyesuaikan dengan pola dan

struktur masyarakat Desa Pujon Kidul yang sudah ada sebelumnya.

Proses selanutnya setelah menyikapi adanya tekanan melalui adaptasi

, maka tindakan selanjutnya adalah melakukan pencapaian tujuan. Pencapaian

45

tujuan bisa dilakukan dengan merefleksikan hasil dari penyesuaian adaptasi

yang dituangkan dalam ide-ide atau gagasan terkait dengan pembentukan

desa wisata Pujon Kidul. Gagasan-gagasan yang tertuang dalam pembentukan

Desa Pujon Kidul harus disenergikan dengan seluruh komponen masyarakat

Desa Pujon Kidul sehingga gagasan tersebut menjadi satu-kesatuan dan

terintegrasi kedalam sistem sosial dan masyarakat bisa ikut andil didalm

pelaksanaan pembentukan Desa Wisata Pujon Kidul.

Tahapan terkahir dari konsep AGIL yang diadopsi dari teori Talcott

Parson utnuk penelitian ini adalah terkait dengan pemeliharaan pola terkait

keberlangsungan dan keberlanjutan Desa Wisata Pujon Kidul. Pentingnya

keterlibatan individu maupun kelompok dalam program pengembangan Desa

wisata bisa ditunjukkan melalui ide-ide dan gagasan yang bersifat konstruktif

dan inovatif.