bab ii tinjauan pustaka -...

28
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sampah Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. 7 Para ahli Kesehatan Masyarakat Amerika membuat batasan, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya. 8 Jika diurai lebih rinci, sampah dibagi sebagai berikut 1 : a. Human excreta, merupakan bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia, meliputi tinja (faeces) dan air kencing (urine) b. Sewage, merupakan air limbah yang dibuang oleh pabrik maupun rumah tangga, contohnya adalah air bekas cucian pakaian yang masih mengandung larutan detergen. c. Refuse, merupakan bahan pada sisa proses industri atau hasil sampingan kegiatan rumah tangga, refuse inilah yang dalam pengertian sehari-hari kerapkali disebut sampah. Contohnya adalah panci bekas, botol bekas, kertas bekas pembungkus bumbu dapur, sendok kayu yang sudah tidak dipakai lagi dan dibuang, sisa sayuran ,nasi basi, daun - daun tanaman, dan masih banyak lagi. Jadi barang - barang buangan yang kerap kali dilihat di tempat sampah di kampung - kampung itulah refuse atau sampah dalam pengertian sehari - hari. d. Industrial waste, merupakan bahan - bahan buangan sisa-sisa industri. 1. Sumber-Sumber Sampah Berdasarkan sumbernya sampah dapat digolongkan sampah domestik misalnya sampah rumah, pasar, sekolah, dan sebagainya. Lainnya adalah sampah nondomestik, misalnya sampah pabrik, pertanian, perikanan, peternakan, industri, kehutanan, dan sebagainya. Berdasarkan komposisinya sampah karton, atau karbon dan sampah yang tidak seragam atau campuran seperti sampah pasar atau sampah

Upload: phamnhu

Post on 22-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sampah

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam

yang berbentuk padat.7 Para ahli Kesehatan Masyarakat Amerika membuat

batasan, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak

disenangi, atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia,

dan tidak terjadi dengan sendirinya.8 Jika diurai lebih rinci, sampah dibagi

sebagai berikut 1:

a. Human excreta, merupakan bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh

manusia, meliputi tinja (faeces) dan air kencing (urine)

b. Sewage, merupakan air limbah yang dibuang oleh pabrik maupun rumah

tangga, contohnya adalah air bekas cucian pakaian yang masih

mengandung larutan detergen.

c. Refuse, merupakan bahan pada sisa proses industri atau hasil sampingan

kegiatan rumah tangga, refuse inilah yang dalam pengertian sehari-hari

kerapkali disebut sampah. Contohnya adalah panci bekas, botol bekas,

kertas bekas pembungkus bumbu dapur, sendok kayu yang sudah tidak

dipakai lagi dan dibuang, sisa sayuran ,nasi basi, daun - daun tanaman, dan

masih banyak lagi. Jadi barang - barang buangan yang kerap kali dilihat di

tempat sampah di kampung - kampung itulah refuse atau sampah dalam

pengertian sehari - hari.

d. Industrial waste, merupakan bahan - bahan buangan sisa-sisa industri.

1. Sumber-Sumber Sampah

Berdasarkan sumbernya sampah dapat digolongkan sampah

domestik misalnya sampah rumah, pasar, sekolah, dan sebagainya.

Lainnya adalah sampah nondomestik, misalnya sampah pabrik,

pertanian, perikanan, peternakan, industri, kehutanan, dan sebagainya.

Berdasarkan komposisinya sampah karton, atau karbon dan sampah

yang tidak seragam atau campuran seperti sampah pasar atau sampah

7

tempat umum lainnya. Berdasarkan proses terjadinya sampah

dibedakan menjadi sampah alami misalnya daun - daunan dan sampah

nonalami saperti sampah karena kegiatan manusia. Berdasarkan asal

lokasinya dapat dibedakan sampah kota (urban) dan sampah daerah

misalnya sampah di pedesaan, pemukiman, atau pantai. Berdasarkan

jenisnya sampah dibedakan sampah organik dan sampah anorganik.

Berdasarkan sifatnya sampah dapat dibedakan dalam sampah yang

dapat dicernakan (diuraikan, degradable) misalnya sampah anorganik.

Atau sampah yang mudah terbakar dan sampah yang tidak mudah

terbakar.9

Sumber atau tempat penghasil sampah pada umumnya berkaitan

dengan tata guna lahan. Jumlah sumber sampah dapat dikembangkan

sesuai dengan katagori penggunaannya 10. Sumber sampah dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

a) Daerah pemukiman

Sampah pemukiman berasal dari aktivitas rumah tangga berupa

persiapan memasak di dapur, sisa makanan, pembersihan lantai

rumah dan halaman. Jenis sampah biasanya berupa sampah basah

dan kering.

b) Daerah komersial

Sumber sampah komersial yaitu pasar, pertokoan, restoran,

perusahaan, tempat hiburan, bioskop, supermarket, hotel, percetakan,

bengkel dan sebagainya. Di negara berkembang sebagian besar

katagori sampah ini berasal dari pasar dan kebanyakan berupa

sampah organik.

c) Daerah institusi

Sumber sampah ini adalah perkantoran, sekolah, tempat ibadah dan

lembaga non komersial lainnya. Jenis samapah yang dihasilkan

sebagian besar sampah kering (rubbish).

8

d) Sampah jalan dan tempat terbuka

Sampah katagori ini berasal dari kegiatan penyapuan jalan dan

trotoar, taman, lapangan , tempat rekreasi. Jenis sampah biasanya

berupa daun, ranting pohon, kertas pembungkus, puntung rokok.

e) Daerah industri

Sumber sampah industri berasal dari perusahaan yang bergerak

dibidang industri berat, industri ringan, pabrik. Jenis sampah yang

dihasilkan tergantung dari bahan baku yang digunakan oleh industri

tersebut. Sampah industri ada yang dikatagorikan sebagai sampah

domestik dan ada juga sampah khusus

f) Tempat pembangunan, pemugaran, pembongkaran

Sampah yang dijumpai adalah sampah material atau bahan

bangunan, jenisnya tergantung bahan bangunan yang dipakai

g) Rumah sakit dan tempat pengobatan

Sampah rumah sakit pengelolaannya ditangani terpisah dengan

sampah lainnya karena bersifat khusus kemungkinan mengandung

kuman penyakit menular. Sampah yang dihasilkan berupa bekas

operasi, pembalut luka, potongan anatomi, sampah dapur dan kantor.

2. Jenis dan Macam Sampah

a). Berdasarkan jenis sampah

Jenis sampah dapat berupa sampah rumah tangga, sampah

industri, sampah pasar, sampah rumah sakit, sampah pertanian,

sampah perkebunan, sampah peternakan, sampah

institusi/kantor/sekolah, dan sebagainya.

Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan menjadi

2 (dua) yaitu sebagai berikut :

1. Sampah Organik

Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan –

bahan hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat

biodegradable. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan

melalui proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar

9

merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya

sampah dari dapur, sisa – sisa makanan, pembungkus (selain

kertas, karet dan plastik), tepung , sayuran, kulit buah, daun dan

ranting.

2. Sampah Anorganik

Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari

bahan-bahan nonhayati, baik berupa produk sintetik maupun

hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah

anorganik dibedakan menjadi : sampah logam dan produk –

produk olahannya, sampah plastik, sampah kertas, sampah kaca

dan keramik, sampah detergen. Sebagian besar anorganik tidak

dapat diurai oleh alam/mikroorganisme secara keseluruhan

(unbiodegradable). Sementara, sebagian lainnya hanya dapat

diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini pada tingkat

rumah tangga misalnya botol plastik, botol gelas, tas plastik, dan

kaleng,

b). Berdasarkan karakteristik sampah, dibagi menjadi11:

1) Garbage adalah sampah hasil pengolahan atau pembuatan

makanan, yang umumnya mudah membusuk dan berasal dari

rumah tangga, restoran, hotel, dan sebagainya.

2) Rubbish adalah sampah yang berasal dari perkantoran,

perdagangan, baik yang mudah terbakar seperti kertas, karton,

plastik, dan sebagainya, maupun yang tidak mudah terbakar

seperti kaleng bekas, klip, pecahan kaca, gelas, dan sebagainya.

3) Ashes (abu) yaitu sisa pembakaran dari bahan-bahan yang

mudah terbakar termasuk abu rokok.

4) Street Sweeping (sampah jalanan) yaitu sampah yang berasal

dari pembersihan jalan, yang terdiri dari campuran berbagai

macam sampah, daun-daun, kertas, plastik, pecahan kaca, besi,

debu, dan sebagainya.

10

5) Industrial Waste yaitu sampah yang berasal dari industi dan

pabrik.

6) Dead Animal (bangkai binatang) yaitu bangkai binatang yang

sudah mati karena alam, ditabrak kendaraan, atau dibuang oleh

orang.

7) Abondonned Vehicle (bangkai kendaraan) adalah bangkai mobil,

sepeda, sepeda motor, dan sebagainya.

8) Construction Waste (sampah pembangunan) yaitu sampah dari

proses pembangunan gedung, rumah dan sebagainya, yang

berupa puing-puing, potongan-potongan kayu, besi beton, batu,

dan sebagainya.

B. Pengomposan atau Composting

Prinsip dasar dari pengomposan adalah mencampur bahan organik

kering yang kaya karbohidrat dengan bahan yang banyak mengandung

nitrogen. Pengomposan sering didefinisikan sebagai suatu proses biologis

yang memanfaatkan mikroorganisme untuk mengubah material organik

seperti kotoran ternak, sampah daun, kertas, dan sisa makanan menjadi

kompos. Selain itu, pengomposan juga bisa diartikan dengan proses

penguraian senyawa yang terkandung dalam sisa bahan organik dengan suatu

perlakuan khusus. Tujuannya adalah agar lebih mudah dimanfaatkan oleh

tanaman.

Kompos bisa diartikan sebagai pupuk alami yang terbuat dari bahan–

bahan hijauan dan bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk

mempercepat proses pembusukan12. Pengolahan sampah menjadi kompos

merupakan proses mikrobologi dan berjalan secara aerobik dan anaerobik

yang saling menunjang pada kondisi lingkungan tertentu sesuai hasil

rekayasa.

1 Prinsip Pengomposan

Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai nisbah C/N bahan

organik menjadi sama dengan nisbah C/N tanah. Nisbah C/N adalah hasil

11

perbandingan antara karbon dan nitrogen yang terkandung didalam suatu

bahan. Nilai nisbah C/N tanah adalah 10-12. Bahan organik yang memiliki

nisbah C/N sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut dapat

diserap oleh tanaman.13 Dalam proses pengomposan terjadi perubahan

seperti 1) karbon, selulosa, hemiselulosa, lemak, dan lilin menjadi CO2

dan air 2) zat putih telur menjadi amoniak, CO2 dan air 3) peruraian

senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman. Dengan

perubahan tersebut kadar karbon akan hilang atau turun dan senyawa N

yang larut (amonia) meningkat. Dengan demikian C/N semakin rendah dan

relatif stabil mendekati C/N tanah.14

Ada dua mekanisme proses pengomposan berdasarkan ketersediaan

oksigen bebas, yakni pengomposan secara aerobik dan anaerobik.

a) Pengomposan secara aerobik

Pada pengomposan secara aeorobik, oksigen mutlak dibutuhkan.

Mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan

membutuhkan oksigen dan air untuk merombak bahan organik dan

mengasimilasikan sejumlah karbon, nitrogen, fosfor, belerang dan

unsur lainnya untuk sintesis protoplasma sel tubuhnya.

Dalam sistem ini kurang lebih 2/3 unsur karbon (C) menguap

menjadi CO2 dan sisanya 1/3 bagian bereaksi dengan nitrogen dalam

sel hidup. Selama proses pengomposan aerobik tidak timbul bau

busuk. Selama proses pengomposan berlangsung akan terjadi reaksi

eksotermik sehingga timbul panas akibat pelepasan energi.15 Hasil dari

dekomposisi bahan organik secara aerobik adalah CO2, H2O (air),

humus dan energi.13

b) Pengomposan secara Anaerobik

Dekomposisi secara anaerobik merupakan modifikasi biologis

secara struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa kehadiran

oksigen (hampa udara). Proses ini merupakan proses yang dingin dan

tidak terjadi fluktuasi temperatur seperti yang terjadi pada proses

12

pengomposan secara aerobik.Namun,pada proses anaerobik perlu

tambahan panas dari luar sebesar 30oC.13

Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas mentah (CH4),

karbondioksida (CO2), dan asam organik yang memiliki bobot

molekul rendah seperti asam asetat, asam propionate, asam butirat,

asam laktat, dan asam suksinat. Gas metan bisa dimanfaatkan sebagai

bahan bakar alternative (biogas). Sisanya berupa lumpur yang

mengandung bagian padatan dan cairan. Bagian padatan ini yang

disebut kompos. Namun, kadar airnya masih tinggi sehingga sebelum

digunakan harus dikeringkan.

2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan

a. Ukuran Bahan

Bahan yang berukuran kecil akan cepat didekomposisi kerena

luas permukaannya meningkat dan mempermudah aktivitas

mikroorganisme perombak. Ukuran bahan mentah yang terlalu kecil

akan menyebabkan rongga udara berkurang sehingga timbunan menjadi

lebih mampat dan pasokan oksigen ke dalam timbunan akan semakin

berkurang. Jika pasokan oksigen berkurang, mikroorganisme yang ada

di dalamnya tidak bisa bekerja secara optimal.13

Bahan organik perlu dicacah sehingga berukuran kecil. Bahan

yang keras sebaliknya dicacah hingga berukuran 0.5-1 cm, sedangkan

bahan yang tidak keras dicacah dengan ukuran yang agak besar sekitar

5 cm. Pencacahan bahan yang tidak keras sebaliknya tidak terlalu kecil

karena bahan yang terlalu hancur (banyak air) (kelembabannya menjadi

tinggi).14

b. Nisbah C/N

Kondisi kelengasan dan bahan dasar kompos menentukan nisbah

C/N dan nilai pupuk kompos. Hasil akhir kompos hara mengandung

antara 30-60% bahan organik. Pengujian kimiawi termasuk pengukuran

C, N dan nisbah C/N merupakan indikator kematangan kompos.

Apabila nisbah C/N kompos 20 atau lebih kecil berarti kompos siap

13

digunakan. Akan tetapi, nisbah C/N bahan kompos yang baik dapat

berkisar antara 5 dan 20.15

Jika C/N tinggi, aktivitas biologi mikroorganisme akan

berkurang. Selain itu, diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk

menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan

akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan memilki mutu

rendah. Jika nisbah C/N terlalu rendah atau kurang dari 30, kelebihan

nitrogen N yang tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat

diasimilasi dan akan hilang melalui volatisasi sebagai amonia atau

terdenitrifikasi.

Pada proses dekomposisi bahan organik, sebagian C akan

diassimilasikan dalam mikroorganisme dan sebagian lagi hilang dalam

bentuk CO2 oleh proses respirasi. Rasio C dan N dari mikroorganisme

berkisar 10. Oleh karena itu jika bahan memiliki ratio C dan N tinggi

maka perlu penambahan N, dan jika ratio C/N bahan organik rendah

maka N yang terlalu banyak akan hilang. Tingkat kelembaban dan

aerasi tidak mempengaruhi jumlah C dan N yang hilang, tetapi rasio

C/N dari residu mempengaruhi jumlah N yang tervolatilisasi pada

proses pengomposan. Sedangkan jumlah C yang hilang dalam bentuk

gas berkorelasi dengan BOD (ketersediaan C) dari bahan. Jumlah N

yang hilang juga berhubungan dengan panjang berlangsungnya proses

pengomposan. Dari hubungan antara C dan N yang hilang dalam proses

pengomposan menunjukkan bahwa 85% dari total awal N kompos

tersedia bagi mikrobia untuk tumbuh dan 70% dari C tersedia hilang

sebagai CO2 selama proses immobilisasi.

Mikroorganisme akan mengikat nitrogen tetapi tergantung pada

ketersediaaan karbon. Apabila ketersediaan karbon terbatas (nisbah C/N

terlalu rendah) tidak cukup senyawa sebagai sumber energi yang dapat

dimanfaatkan mikroorganisme untuk mengikat seluruh nitrogen bebas.

Dalam hal ini jumlah nitrogen bebas dilepaskan dalam bentuk gas NH3-

dan kompos yang dihasilkan mempunyai kualitas rendah. Apabila

14

ketersediaan karbon berlebihan (C/N>40) jumlah nitrogen sangat

terbatas sehingga merupakan faktor pembatas pertumbuhan

mikroorganisme. Proses dekomposisi menjadi terhambat karena

kelebihan karbon pertama kali harus dibakar/dibuang oleh

mikroorganisme dalam bentuk CO2.15

Dari hubungan antara C dan N yang hilang dalam proses

pengmposan menunjukkan bahwa 85% dari total awal N kompos

tersedia bagi mikroba untuk tumbuh dan 70% dari C tersedia hilang

sebagai CO2 selama proses immobilisasi.

c. Komposisi Bahan

Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan

lebih cepat. Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat

bila ditambah dengan kotoran hewan. Ada juga yang menambah bahan

makanan dan zat pertumbuhan yang dibutuhkan mikroorganisme

sehingga selain dari bahan organik, mikroorganisme juga mendapatkan

bahan tersebut dari luar.14

Laju dekomposisi bahan organik juga tergantung dari sifat bahan

yang akan dikomposkan. Sifat bahan tanaman tersebut diantaranya jenis

tanaman, umur, dan komposisi kimia tanaman. Semakin muda umur

tanaman maka proses dekomposisi akan berlangsung lebih cepat. Hal

ini disebabkan kadar airnya masih tinggi, kadar nitrogennya tinggi ,

imbangan C/N yang sempit serta kandungan leacheat yang rendah.

d. Kelembaban dan Aerasi

Bahan mentah yang baik untuk penguraian atau perombakan

berkadar air 50-70%. Bahan dari hijauan biasanya tidak memerlukan

tambahan air, sedangkan cabang tanaman yang kering atau rumput-

rumputan harus diberi air saat dilakukan penimbunan. Kelembaban

timbunan secara menyeluruh diusahakan sekitar 40-60%. Aaerasi yang

tidak seimbang akan menyebabkan timbunan berada dalam keadaan

anaerob dan akan menyebabkan bau busuk dari gas yang banyak

mengandung belerang.

15

Kandungan kelembaban udara optimum sangat diperlukan dalam

proses pengomposan. Kisaran kelembaban yang ideal adalah 40-60%

dengan nilai yang paling baik adalah 50%. Kelembaban yang optimum

harus dijaga untuk memperoleh jumlah mikroorganisme yang maksimal

sehingga proses pengomposan dapat berjalan dengan cepat. Apabila

kondisi tumpukan terlalu lembab, tentu dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme karena molekul air akan mengisi rongga

udara sehingga terjadi kondisi anaerobik yang akan menimbulkan bau.

Bila tumpukan terlalu kering (kelembaban kurang dari 40%), dapat

mengakibatkan berkurangnya populasi mikroorganisme pengurai

karena terbatasnya habitat yang ada.

e. Temperatur

Pada pengomposan secara aerobik akan terjadi kenaikan

temperatur yang cukup cepat selama 3-5 hari pertama dan temperatur

kompos dapat mencapai 55-70 oC. Kisaran temperatur tersebut

merupakan yang terbaik bagi pertumbuhan mikrooranisme. Pada

kisaran temperatur ini, mikroorganisme dapat tumbuh 3 kali lipat

dibandingkan dengan temperatur yang kurang dari 55 oC. Selain itu,

pada temperatur tersebut enzim yang dihasilkan juga paling efektif

menguraikan bahan organik. Penurunan nisbah C/N juga dapat berjalan

dengan sempurna.

Kegagalan untuk mencapai temperatur termofilik dalam waktu 3

sampai 6 hari disebabkan timbunan terlalu tipis untuk mempertahankan

panas atau kelembaban yang berlebihan atau nisbah C/N bahan organik

terlalu rendah atau hara yang dikandung kompos terlalu rendah.

Pendinginan merupakan indikator selesainya proses pengomposan,

meskipun bahan kompos telah dibalik dan disiram tidak timbul panas.15

Berdasarkan kemampuan bertahan hidup, mikroba terbagi atas 3

kelompok, yaitu psycrofilik (5–10 0C), mesofilik (10/15 oC–40/45 oC)

dan termofilik (45/50 oC–70 oC). Suhu yang berkisar antara 60 oC dan

70 oC merupakan kondisi optimum kehidupan mikroorganisme tertentu

16

dan membunuh bakteri patogen yang tidak kita kehendaki.15 Ukuran

reaktor kompos terutama tingginya mempengaruhi suhu kompos.

Semakin tinggi volume timbunan dibanding permukaan maka semakin

mudah timbunan menjadi panas. Timbunan bahan yang paling ideal

adalah 1,2–2 m.16

f. Keasaman (pH)

Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi

aktivitas mikroorganisme. Kisaran pH yang baik yaitu sekitar 6,5-7,5

(netral). Oleh karena itu, dalam proses pengomposan sering diberi

tambahan kapur atau abu dapur untuk menaikkan pH.

PH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5-

7,5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6,8 hingga 7,4. Proses

pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan

organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan

asam akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan

produksi ammonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen

akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos

yang sudah matang biasanya mendekati netral.

g. Pengadukan atau Pembalikan Tumpukan

Pengadukan sangat diperlukan agar cepat tercipta kelembaban

yang dibutuhkan saat proses pengomposan berlangsung. Pengadukan

pun dapat menyebabkan terciptanya udara dibagian dalam timbunan,

terjadinya penguraian bahan organik yang mampat, dan proses

penguraian berlangsung merata. Hal ini terjadi karena lapisan pada

bagian tengah tumpukan akan terjadi pengomposan cepat. Pembalikan

sebaliknya dilakukan dengan cara pemindahan lapisan atas ke lapisan

tengah., lapisan tengah ke lapisan bawah, dan lapisan bawah ke lapisan

atas.17

Pencampuran yang kurang baik dari komposan yang mempunyai

tingkat kematangan berbeda harus dihindarkan karena menyebabkan

terjadinya genangan di tempat-tempat tertentu, kehilangan struktur yang

17

tidak seragam dan nisbah hara yang tidak seimbang dari timbunan

kompos. Pada kondisi yang menguntungkan , awal homogenesis limbah

dapat dilaksanakan pada saat pengumpulan limbah dan kemungkinan

melalui proses penghalusan. Homogenisasi dan pencampuran bahan

dasar kompos dan bahan aditif sekaligus mengatur kandungan lengas

dari bahan yang sudah matang.15

h. Organisme Perombak

Jasad hidup dalam tanah atau mikroorganisme tanah terdiri dari

dua golongan besar, yaitu golongan fauna dan golongan flora.

Golongan fauna terdiri dari mikro fauna (protozoa), mesofauna

(Collembola dan akarina), dan makro fauna (cacing tanah, semut,

rayap). Golongan flora terdiri dari mikro flora (Bakteri, fungi,

ganggang dan aktinomicetes).

Dilihat dari fungsinya, mikroorganisme mesofilik yang hidup

pada temperatur rendah (10-45 oC) berfungsi untuk memperkecil

ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan

bertambah dan mempercepat proses pengomposan. Sementara itu,

bakteri termofilik yang hidup pada temperature tinggi (45-65oC) yang

tumbuh dalam waktu terbatas berfungsi untuk mengkonsumsi

karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat

terdegredasidengan cepat. Mikrorganisme kelompok mesophilik dan

termophilik melakukan proses pencernaan secara kimiawi, dimana

bahan organik dilarutkan dan kemudian diuraikan. Cara kerjanya yaitu

dengan mengeluarkan enzim yang dilarutkan enzim yang dilarutkan

kadalam selaput air (water film) yang melapisi bahan organik, enzim

tersebut berfungsi menguraikan bahan organik menjadi unsur-unsur

yang mereka serap, karena terjadi di permukaan bahan, maka proses

proses penguraian ini akan mengakibatkan mikroorganisme. Demikian

seterusnya, semakin besar populasi mikroorganisme, semakin cepat

pula proses pembusukan.

18

3. Kegunaan Kompos

a. Penggembur tanah

b. Memperbaiki struktur tanah

c. Memperkaya mikroba tanah

d. Menaikkan daya serap tanah terhadap tumbuhan

e. Menyehatkan tanah dan tanaman

f. Menyimpan air tanah lebih lama

g. Mencegah lapisan kering pada tanah

h. Mencegah lapisan kering pada tanah

i. Mencegah beberapa penyakit akar

j. Meningkatkan unsur hara dalam tanah

k. Bisa menjadi pupuk masa depan karena pemakaiannya lebih hemat

l. Bersifat multi lahan, karena bisa digunakan di lahan pertanian,

perkebunan, reklamasi lahan kritis, padang golf dan lain – lain

m. Pengurangan bahan – bahan yang sebelumnya dibuang ke landfill

n. Penghematan uang (bagi pengelola sampah)

4. Kelemahan Kompos

a. Bau

Bau sering kali timbul selama proses pengomposan, terutama jika

menggunakan bahan baku yang berpotensi menghasilkan bau dan

pengomposannya secara anaerobik.

b. Cuaca

Elemen iklim yang patut diperhatikan adalah angin, temperatur,

dan kelembaban. Ketiga faktor tersebut dapat menyebabkan

timbunan bahan kompos menjadi kering sehingga mematikan

mikroba pengompos. Air hujan juga tidak boleh masuk ke dalam

campuran kompos karena akan menghilangkan oksigen yang

terdapat di dalamnya.

c. Potensi kehilangan N

Proses pengomposan mengakibatkan sebagian N terurai dan lepas

ke udara.

19

d. Lambat melepaskan unsur hara

Kompos umumnya berbentuk senyawa organik kompleks yang

lambat melepaskan unsur haranya.

5. Persyaratan Pembuatan Kompos :

1. Tergantung pada sifat dan komposisi sampah

2. Kompos mampu diserap oleh pasar

3. Perlu dukungan dari dinas pertanian dan perkebunan

4. Harga kompos terjangkau oleh petani

6. Karakteristik dan Kualitas Kompos :

Kompos yang memiliki kualitas yang baik memiliki ciri-ciri

sebagai berikut18:

a. Berwarna coklat

b. Berstruktur gembur

c. Berkonsistensi gembur

d. Berbau daun dan lapuk.

Kompos yang berkualitas adalah kompos yang telah

terdekomposisi dengan sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek

yang merugikan bagi pertumbuhan tanaman. Ciri-ciri kompos yang baik

adalah sebagai berikut19 :

a. Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah.

b. Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk

suspensi.

c. Nisbah C / N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan

derajat humifikasinya.

d. Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah

e. Suhu kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan

f. Tidak berbau.

7. Operasi Pembuatan Kompos :

a. Pengumpulan sampah

Sampah yang berasal dari sektor rumah tangga dikumpulkan dalam

sebuah tempat penampungan sampah.

20

b. Pemisahan jenis sampah

Sampah yang sudah dikumpulkan kemudian dipisahkan jenisnya,

antara sampah organik dengan sampah anorganik.

c. Penghancuran

Setelah dipisahkan, sampah organik yang akan digunakan

dihancurkan dengan cara pencacahan / perajangan menggunakan

pisau atau golok dengan ukuran 5 cm. Sedangkan sampah anorganik

yang tidak digunakan dibuang ke tempat pembuangan sampah yang

tersedia.

d. Pencampuran dengan bahan lain

Sampah yang sudah dicacah kemudian dicampur dengan bahan lain

seperti larutan EM 4, dan cacing tanah secara merata sesuai variasi

penambahan berbagai bahan.

e. Penimbunan

Setelah semua bahan tercampur merata maka selanjutnya sampah

ditimbun.

C. Efektif Mikroorganisme (EM)

Efektif mikroorganisme atau yang lebih dikenal dengan EM adalah suatu

kultur campuran berbagai mikroorganisme yang bermanfaat (terutama bakteri

fotosintetik dan bakteri asam laktat, ragi, Actinomycetes dan jamur peragian)

yang dapat dipergunakan sebagai inokulan untuk mengikat keragaman

mikroba tanah.20 EM yang pertama kali ditemukan dinamai EM 1 pada tahun

1980 oleh Teruo Higa dengan kandungan 8 jenis species dan 10 genus

mikroorganisme. EM adalah konsep mikroorganisme efektif yang aplikasi

praktisnya dikembangkan oleh Teruo Higa dari Universitas Ryukyus, di

Okinawa Jepang. Teruo Higa menemukan mikroorganisme yang dapat hidup

bersama dalam kultur campuran dan secara fisiologis dapat bergabung menjadi

satu dengan yang lain, bila kultur ini dimasukkan ke dalam lingkungan alami

maka pengaruh baik masing – masing akan lebih dilipatgandakan secara

21

sinergis. Seiring dengan perkembangannya ditemukan pula turunannya yaitu

EM 2, EM 3, EM 4 dan EM 5.

Konsep dan teknologi pemakaian EM ini masuk ke Indonesia pada tahun

1995 yang pertama kali diaplikasikan di lahan pertanian Muhammad Djuhiya

(Cisanea, Bandung) pada tanaman horti dan di lahan pertanian Sari Asih (Desa

Malaka Sari, Bandung) pada lahan padi. Penerapannya sudah bagus tetapi

teknologi dan informasi pemakaian EM ini masih sangat kurang, maka pada

tahun 1996 Dinas Pertanian Propinsi Bandung mengirimkan tim untuk belajar

tentang EM tersebut di Thailand, selanjutnya kegiatan sosialisasinya pertama

kali melalui TVRI Manado.

Effective Microorganisms 4 (EM4) merupakan kultur campuran dalam

medium cair berwarna coklat kekuningan, berbau asam dan terdiri dari

mikroorganisme yang menguntungkan bagi kesuburan tanah. Adapun jenis

mikroorganisme yang berada dalam EM 4 antara lain : Lactobacillus sp.,

Khamir, Actinomycetes, Streptomyces.12 EM 4 dalam keadaan dormant /

istirahat / belum aktif mengandung 90 % Lactobacillus sp dan sisanya / genus

yang lain dan pada keadaan asam maka bakteri streptomyces sp akan berperan

lebih aktif dan jika sudah diaktifkan dengan pemberian air / mollase / bahan

organik maka total kandungan mikroorganismenya adalah 80 genus atau

109/gram dari kesemuanya ada lima kelompok mikroorganisme yang sama,

yaitu : Lactobacillus sp, Actinomycetes sp, ragi / yeast, bakteri fotosintetik

(Rhodopseudomonas sp) dan bakteri fermentasi (Pennicillium dan Aspergillus

niger). Kadar pH EM 4 yang masih dormant jika belum rusak sekitar < 3,5 jika

sudah melebihi 4 dan tidak berbau sedap lagi berarti EM 4 tersebut sudah

rusak.

EM 4 dapat bekerja optimal jika prosesnya dalam keadaan anaerob, pH

rendah (3 - 4), kadar garam dan kadar gula tinggi, kandungan air sedang antara

30 – 40 %, suhu fermentasi sekitar 40 – 50o C dan untuk pengomposan secara

umum pHnya sebesar 6,5 – 7,5 %.

22

Mikroorganisme dalam EM4

Bakteri dalam EM 4 adalah20 :

a. Bakteri Fotosintetik (Rhodopseudomonas sp)

Bakteri fotosintetik adalah mikroorganisme yang mandiri dan

swasembada. Bakteri ini membentuk zat – zat yang bermanfaat dari

sekresi akar tumbuhan, menguraikan bahan organik dan atau gas – gas

berbahaya (misalnya hidrogen sulfida), menggunakan sinar matahari atau

panas bumi sebagai sumber energi. Zat tersebut meliputi asam amino,

asam nukleat, zat bioaktif dan gula yang semuanya dapat mempercepat

pertumbuha dan perkembangan tanaman.

b. Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus sp)

Bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat dari gula, sedangkan

bakteri fotosintetik dan ragi menghasilkan karbohidrat lainnya. Berbagai

jenis makanan dan minuman seperti yoghurt dan asinan sudah sejak lama

dibuat menggunakan bakteri asam laktat, namun bakteri asam laktat itu

sendiri adalah zat yang dapat mengakibatkan kemandulan (sterillizer).

Asam laktat ini dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme merugikan

dan meningkatkan percepatan perombakan bahan organik, lagipula bakteri

asam laktat dapat menghancurkan bahan organik seperti lignin dan

sellulosa, serta memfermentasikannya tanpa menimbulkan pengaruh

merugikan yang diakibatkan oleh bahan organik yang tudak terurai.

c. Ragi / Yeast

Ragi merupakan zat anti bakteri dan bermanfaat bagi pertumbuhan

tanaman dari asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri

fotosintetik, bahan organik dan akar tanaman. Zat bioaktif seperti hormon

dan enzim yang dihasilkan oleh ragi akan meningkatkan jumlah sel aktif

dan perkembangan akar.

d. Actinomycetes sp

Actinomycetes sp strukturnya merupakan bentuk antara bakteri dan

jamur akan menghasilkan zat anti mikroba dari asam amino yang

23

dihasilkan oleh bakteri fotosintetik dan bahan organik yang dapat menekan

pertumbuhan jamur dan bakteri.

e. Jamur Fermentasi

Jamur fermentasi (peragian) seperti Aspergillus niger dan

Pennicillium menguraikan bahan organi secara tepat untuk menghasilkan

alkohol, ester dan zat anti mikroba yang akan menghilangkan bau dan

mencegah serbuan serangga dan ulat merugikan. Lactobacillus dan jamur

fermentasi inilah yang mampu meningkatkan dekomposisi limbah dan

sampah organik.

Beberapa pengaruh EM yang menguntungkan adalah sebagai berikut :

a. Memperbaiki perkecambahan, bunga, buah dan kematangan hasil tanaman

b. Memperbaiki lingkungan fisik, kimia dan biologi tanah serta menekan

pertumbuhan hama dan penyakit dalam tanah

c. Meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman

d. Meningkatkan manfaat bahan organik sebagai pupuk

e. Memfermentasikan bahan organik tanah dan mempercepat proses

dekomposisi

f. Menghilangkan bau busuk di WC dan kandang ternak

g. Membuat EM 5 untuk mencegah serangga

h. Mengubah tanah dasar tambak

i. Menstabilkan dan menjernihkan air limbah

j. Meningkatkan pertumbuhan plankton

k. Melindungi lingkungan alam

l. Menurunkan kadar BOD dan COD air limbah

m. Dapat digunakan sebagai pupuk organik cair atau sebagai sumber nutrisi

untuk kesuburan tanah dan tanaman

D. Cacing Lumbricus Rubellus

Cacing tanah termasuk ordo Oligochaeta, kelas Chaetopoda, filum

Annelida. Cacing tanah tergolong hewan tingkat rendah karena tidak

mempunyai tulang belakang (Avertebrata). Ada lebih dari 1800 jenis cacing

24

tanah yang dikenal para ilmuwan. Jenis yang paling banyak dikembangkan

berasal dari famili Megascolecidae dan Lumbricidae, dengan genus

Lumbricus, Eiseinia, Pheretima, Perionyx, Diplocardi dan Lidrillus.

Umumnya species-species di atas dimanfaatkan oleh ahli pertanian,

pembudidaya cacing tanah dan para peminat lainnya, terutama untuk

menghasilkan pupuk.6

Ciri-ciri fisik cacing tanah antara lain di tubuhnya terdapat segmen luar

dan dalam, berambut, tidak mempunyai kerangka luar, tubuhnya dilindungi

oleh kutikula (kulit bagian luar), tidak memiliki alat gerak seperti kebanyakan

binatang, dan tidak memiliki mata. Untuk dapat bergerak, cacing tanah harus

menggunakan otot-otot tubuhnya yang panjang dan tebal yang melingkari

tubuhnya. Adanya lendir pada tubuhnya yang dihasilkan oleh kelenjar

epidermis dapat mempermudah pergerakannya di tempat-tempat yang padat

dan kasar. Lendir itu pun dapat memperlicin tubuhnya dalam membuat

lubang di tanah sehingga cacing dapat dengan mudah keluar masuk lubang.

Cacing tanah tidak memiliki mata, tetapi di tubuhnya terdapat

prostomium. Prostomium ini merupakan organ syaraf perasa dan berbentuk

seperti bibir. Organ ini terbentuk dari tonjolan daging yang dapat menutupi

lubang mulut. Prostomium terdapat pada bagian depan tubuhnya. Adanya

prostomium ini membuat cacing tanah peka terhadap benda-benda di

sekelilingnya. Itulah sebabnya cacing tanah dapat menemukan bahan organik

yang menjadi makanannya walaupun tidak memiliki mata. Di bagian akhir

tubuhnya terdapat anus. Anus digunakan untuk mengeluarkan sisa-sisa

makanan dan tanah yang dimakannya. Kotoran yang keluar dari anus tersebut

sangat berguna bagi tanaman karena sangat kaya dengan unsur hara. Kotoran

tersebut dikenal dengan istilah kascing. Cacing tanah dewasa memiliki

klitelium yang merupakan alat yang membantu perkembangbiakan. Organ ini

merupakan bagian dari tubuh yang menebal dan warnanya lebih terang dari

warna tubuhnya. Pada cacing yang masih muda, organ ini belum tampak

karena hanya terbentuk saat cacing mencapai dewasa kelamin, sekitar 2 – 3

bulan.

25

Cacing tanah jenis Lumbricus mempunyai bentuk tubuh agak pipih.

Jumlah segmen tubuhnya sekitar 90-195. Klitelumnya terletak antara segmen

27-32. Cacing ini hidup di tempat yang lembab dan tidak terkena matahari

langsung. Kelembaban ini penting untuk mempertahankan cadangan air

dalam tubuhnya. Kelembaban yang dikehendaki sekitar 60-90%. Selain

tempat yang lembab, kondisi tanah juga mempengaruhi kehidupan cacing

seperti pH tanah, temperatur, aerasi, CO2, bahan organik, jenis tanah, dan

suplai makanan. Diantara ke tujuh faktor tersebut, pH dan bahan organik

merupakan dua faktor yang sangat penting. Kisaran pH yang optimal sekitar

6,5 - 8,5. Adapun suhu ideal menurut beberapa hasil penelitian berkisar antara

21-30 derajat celcius.

1. Perkembangbiakan

Cacing tanah berkembang mulai dari telur yang tersimpan dalam

kokon. Kokon yang dihasilkan dari perkawinan sepasang cacing tanah

diletakkan di permukaan tanah bila keadaan tanahnya lembab. Namun,

kalau tanahnya kering, kokon akan diletakkan dalam tanah. Kokon yang

baru keluar dari tubuhnya berwarna kuning kehijauan dan akan berubah

kemerahan saat akan menetas. Kokon akan menetas sekitar 14 – 21 hari

setelah terlepas dari tubuh cacing tanah.

Kalau keadaan tanah lembab. Cadangan makanan mencukupi, dan

faktor lingkungan lain sangat mendukung maka cacing tanah akan

menghasilkan kokon sepanjang tahun. Namun, jumlah kokon yang

dihasilkan tergantung pada perubahan suhu. Bila suhu rendah atau sekitar

30 C, kokon yang dihasilkan sangat sedikit. Sebaliknya kalu suhunya

dinaikkan maka cacing tanah akan menghasilkan kokon lebih banyak.

Suhu ideal untuk keperluan ini adalah 60 – 160 C.

2. Siklus hidup

Siklus hidup cacing tanah dimulai dari kokon, cacing muda, (juvenil),

cacing produktif, dan cacing tua. Lama siklus hidup ini tergantung pada

kesesuaian kondisi lingkungan, cadangan makanan, dan jenis cacing tanah.

26

Dari berbagai penelitian diperoleh lama siklus hidup cacing tanah

L.rubellus hingga mati mencapai 1 – 5 tahun.

Kokon yang dihasilkan dari cacing tanah akan menetas setelah

berumur 14 – 21 hari. Setelah menetas, cacing tanah muda ini akan hidup

dan dapat mencapai dewasa kelamin dalam waktu 2,5 – 3 bulan. Saat

dewasa kelamin cacing tanah akan menghasilkan kokon dari

perkawinannya yang berlangsung 6 – 10 hari.

Masa produktif aktif cacing tanah akan berlangsung selama 4 – 10

bulan dan akan menurun hingga cacing mengalami kematian. Cacing yang

sudah tidak produktif atau cacing tua biasanya bagian ekornya agak pipih

dan warna kuning pada ekornya sudah mencapai punggung. Bila cacing

masih produktif, warna kuning tersebut masih berada di ujung ekor.

E. Tanah

Tanah di Indonesia memiliki beberapa jenis, antara lain :

1. Tanah Humus

Tanah humus adalah tanah yang sangat subur terbentuk dari lapukan daun

dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat.

2. Tanah Pasir

Tanah pasir adalah tanah yang bersifat kurang baik bagi pertanian yang

terbentuk dari batuan beku serta batuan sedimen yang memiliki butir kasar

dan berkerikil.

3. Tanah Alluvial / Tanah Endapan

Tanah aluvial adalah tanah yang dibentuk dari lumpur sungai yang

mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan

cocok untuk lahan pertanian.

4. Tanah Podzolit

Tanah podzolit adalah tanah subur yang umumnya berada di pegunungan

dengan curah hujan yang tinggi dan bersuhu rendah / dingin.

27

5. Tanah Vulkanik / Tanah Gunung Berapi

Tanah vulkanis adalah tanah yang terbentuk dari lapukan materi letusan

gunung berapi yang subur mengandung zat hara yang tinggi. Jenis tanah

vulkanik dapat dijumpai di sekitar lereng gunung berapi.

6. Tanah Laterit

Tanah laterit adalah tanah tidak subur yang tadinya subur dan kaya akan

unsur hara, namun unsur hara tersebut hilang karena larut dibawa oleh air

hujan yang tinggi. Contoh : Kalimantan Barat dan Lampung.

7. Tanah Mediteran / Tanah Kapur

Tanah mediteran adalah tanah sifatnya tidak subur yang terbentuk dari

pelapukan batuan yang kapur. Contoh : Nusa Tenggara, Maluku, Jawa

Tengah dan Jawa Timur.

8. Tanah Gambut / Tanah Organosol

Tanah organosol adalah jenis tanah yang kurang subur untuk bercocok

tanam yang merupakan hasil bentukan pelapukan tumbuhan rawa. Contoh:

rawa Kalimantan, Papua dan Sumatera.

Tanah sebagai tempat hidup cacing dibutuhkan tanah yang subur dan

dan mengandung bahan organik dalam jumlah besar. Bahan-bahan organik

tanah dapat berasal dari serasah (daun-daun yang gugur), kotoran ternak, atau

tanaman dan hewan yang mati. Dalam hal ini, tanah yang cocok untuk

digunakan adalah tanah humus karena mengandung banyak bahan organik

dari daun-daun yang berguguran.

Tanah Humus adalah tanah yang sangat subur terbentuk dari lapukan

daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat. Humus dikenal

sebagai sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang mengalami perombakan oleh

organisme dalam tanah, berada dalam keadaan stabil, berwarna coklat

kehitaman. Tebal bunga tanah (humus) di setiap tempat tidaklah sama. Pada

tanah pertanian umumnya bunga tanah (humus) sangat tipis, dikarenakan

selalu dirubah-rubah oleh Petani sedangkan di hutan-hutan yang belum

pernah digarap oleh manusia bunga tanahnya sangat tebal. Maka tidak

28

mengherankan bila tanah-tanah pada hutan yang baru dibuka umumnya

sangat subur.

Terjadinya Bunga Tanah (Humus) berasal dari Daun-daun, ranting-

ranting dan cabang-cabang yang besar tidak akan membusuk kalau tidak ada

bakteri. Jadi pembusukan itu dilakukan oleh bakteri. Bakteri adalah jasat

hidup di dalam tanah yang sangat kecil dan sangat banyak jumlahnya. Untuk

hidupnya dia makan bahan organis yang membutuhkan air dan udara

secukupnya. Cepat dan tidaknya pembusukan itu tergantung daripada bakteri

itu.

Tanah humus memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

• Tanahnya gembur.

• Warnanya kehitaman.

• Merupakan hasil pelapukan fosil tumbuhan dan hewan yang membusuk.

• Baik untuk lahan pertanian karena daya serap airnya yang tinggi

Tanah Humus memiliki kontribusi terbesar terhadap kebertahanan dan

kesuburan tanah. Humus merupakan sumber makanan bagi tanaman dan akan

berperan baik bagi pembentukan dan menjaga struktur tanah. Senyawa humus

juga berperan dengan sangat memuaskan terutama dalam pengikatan bahan

kimia toksik dalam tanah dan air. Selain itu humus dapat meningkatkan

kapasitas kandungan air tanah, membantu dalam menahan pupuk anorganik

larut-air, mencegah penggerusan tanah, menaikan aerasi tanah, dan juga dapat

menaikkan fotokimia dekomposisi pestisida atau senyawa-senyawa organik

toksik. Dengan demikian sudah selayaknya pupuk-pupuk organik yang kaya

akan humus ini menggantikan peran dari pupuk-pupuk sintesis dalam

menjaga kualitas tanah.

F. Vermikompos

Pupuk organik asal cacing tanah disebut vermikompos, yaitu kompos

yang diperoleh dari hasil perombakan bahan-bahan organik oleh cacing tanah

selama proses makannya.6 Kerjasama antara cacing tanah dengan

mikroorganisme memberi dampak proses penguraian yang berjalan dengan

29

baik. Walaupun sebagian besar proses penguraian dilakukan mikroorganisme,

tetapi kehadiran cacing tanah dapat membantu proses tersebut karena bahan-

bahan yang akan diurai oleh mikroorganisme telah diurai lebih dahulu oleh

cacing. Dengan demikian, kerja mikroorganisme lebih efektif dan lebih cepat.

Hasil dari proses vermikomposting ini berupa casting. Ada juga orang

mengatakan bahwa casting merupakan kotoran cacing yang dapat berguna

untuk pupuk. Casting ini mengandung partikel-partikel kecil dari bahan

organik yang dimakan cacing dan kemudian dikeluarkan lagi. Kandungan

casting tergantung pada bahan organik dan jenis cacingnya. Namun umumnya

casting mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen,

fosfor, mineral, vitamin. Karena mengandung unsur hara yang lengkap,

apalagi nilai C/N nya kurang dari 20 maka casting dapat digunakan sebagai

pupuk. Cacing tanah dapat mengkonsumsi semua jenis bahan organik seberat

tubuh cacing. Sebagai contoh 1 kg cacing tanah setiap hari mampu

mengkonsumsi bahan organik seberat 1 kg.15

Vermikompos adalah kompos yang diperoleh dari hasil perombakan

bahan-bahan organik yang dilakukan oleh cacing tanah. Vemikompos

merupakan campuran kotoran cacing tanah (casting) dengan sisa media atau

pakan dalam budidaya cacing tanah. Oleh karena itu vermikompos

merupakan pupuk organik yang ramah lingkungan dan memiliki keunggulan

tersendiri dibandingkan dengan kompos lain yang kita kenal selama ini.

Adapun keunggulan vermikompos antara lain :

a) Vermikompos mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan

tanaman seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, AI, Na, Cu, Zn, Bo dan

Mo tergantung pada bahan yang digunakan. Vermikompos merupakan

sumber nutrisi bagi mikroba tanah. Dengan adanya nutrisi tersebut

mikroba pengurai bahan organik akan terus berkembang dan

menguraikan bahan organik dengan lebih cepat. Oleh karena itu selain

dapat meningkatkan kesuburan tanah, vermikompos juga dapat

membantu proses penghancuran limbah organik

30

b) Vermikompos berperan memperbaiki kemampuan menahan air,

membantu menyediakan nutrisi bagi tanaman, memperbaiki struktur

tanah dan menetralkan pH tanah.

c) Vermikompos mempunyai kemampuan menahan air sebesar 40-60%.

Hal ini karena struktur vermikompos yang memiliki ruang-ruang yang

mampu menyerap dan menyimpan air, sehingga mampu

mempertahankan kelembaban

d) Tanaman hanya dapat mengkonsumsi nutrisi dalam bentuk terlarut.

Cacing tanah berperan mengubah nutrisi yang tidak larut menjadi

bentuk terlarut. yaitu dengan bantuan enzim-enzim yang terdapat dalam

alat pencernaannya. Nutrisi tersebut terdapat di dalam vermikompos,

sehingga dapat diserap oleh akar tanaman untuk dibawa ke seluruh

bagian tanaman

Vermikompos banyak mengandung humus yang berguna untuk

meningkatkan kesuburan tanah. Humus merupakan suatu campuran yang

kompleks, terdiri atas bahan-bahan yang berwarna gelap yang tidak larut

dengan air (asam humik, asam fulfik dan humin) dan zat organik yang larut

(asam-asam dan gula). Kesuburan tanah ditemukan oleh kadar humus pada

lapisan olah tanah. Makin tinggi kadar humus (humic acid) makin subur tanah

tersebut. Kesuburan seperti ini dapat diwujudkan dengan menggunakan

pupuk organik berupa vermikompos, karena vermikompos mengandung

humus sebesar 13,88%.

Vermikompos mengandung hormon tumbuh tanaman. Hormon tersebut

tidak hanya memacu perakaran pada cangkokan. tetapi juga memacu

pertumbuhan akar tanaman di dalam tanah, memacu pertunasan ranting-

ranting baru pada batang dan cabang pohon, serta memacu pertumbuhan

daun. Vermikompos mengandung banyak mikroba tanah yang berguna,

seperti aktinomisetes 2,8x106 sel/gr BK, bakteri 1,8 x 108 sel/gr BK dan fungi

2,6 x 105 sel/gr BK. Dengan adanya mikroorganisme tersebut berarti

vermikompos mengandung senyawa yang sangat diperlukan untuk

meningkatkan kesuburan tanah atau untuk pertumbuhan tanaman antara lain

31

bakteri Azotobacter sp. yang merupakan bakteri penambat N2 non simbiotik

yang akan membantu memperkaya N di dalam vermikompos. Di samping itu

Azotobacter sp juga mengandung vitamin dan asam pantotenat.

Kandungan N vermikompos berasal dari perombakan bahan organik yang

kaya N dan ekskresi mikroba yang bercampur dengan tanah dalam sistem

pencernaan cacing tanah. Peningkatan kandungan N dalam bentuk

vermikompos selain disebabkan adanya proses mineralisasi bahan organik

dari cacing tanah yang telah mati, juga oleh urin yang dihasilkan dan ekskresi

mukus dari tubuhnya yang kaya N.

Vermikompos mempunyai struktur remah, sehingga dapat

mempertahankan kestabilan dan aerasi tanah. Vermikompos mengandung

enzim protease, amilase, lipase dan selulase yang berfungsi dalam

perombakan bahan organik.

Vermikompos juga dapat mencegah kehilangan tanah akibat aliran

permukaan. Pada saat tanah masuk ke dalam saluran pencernaan cacing.

maka cacing akan mensekresikan suatu senyawa yaitu Ca-humat. Dengan

adanya senyawa tersebut partikel-partikel tanah diikat menjadi suatu kesatuan

(agregat) yang akan dieksresikan dalam bentuk casting. Agregat-agregat

itulah yang mempunyai kemampuan untuk mengikat air dan unsur hara tanah.

Vermikompos yang baik dapat dilihat dari ciri-ciri fisiknya antara lain

berwarna hitam, mempunyai struktur remah, tidak berbau, sudah matang atau

tidak lagi dalam proses fermentasi, dan C/N rasionya kurang dari 20.6

Vermikompos asal cacing species Lumbricus rubellus mengandung

unsur-unsur sebagai berikut6 : N total 1,5 %, Fosfor 70,30 mg/100 g, Kalium

21,80%, Kalsium 34.99, Magnesium 21.34, Sulfur 153.70, Besi 13.50 mg/kg,

Mangan 661.50, Aluminium 5, Natrium 15.40, Cuprum 1.7, Zink 33.55,

Boron 34.37, pH : 6.6-7.5 dan C/N rasio 13

32

G. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

H. Kerangka Konsep

Keterangan :

( * ) = Diukur

( **) = Disamakan

Gambar 2.2 Kerangka konsep

Variabel Terikat :

Lama waktu pengomposan

Variabel Bebas � Variasi I (V1) : sampah 6 kg +

EM4 2% 600 ml

� Variasi II (V2) : sampah 6 kg +

EM4 2% 300 ml+ cacing 216 gr +

tanah biasa 10% dari berat sampah

� Variasi III (V3) : sampah 6 kg +

cacing 432 gr + tanah biasa 20%

dari berat sampah

� Kontrol (K) sampah 6 kg

Variabel pengganggu: - Suhu * - pH *

- kelembaban * - ukuran sampah** - pengadukan** - jenis bahan sampah**

EM4

Sampah Anorganik

Organik

Lumbricus rubellus

kelem

baban

pH Suhu jenis sampah

Lama waktu

pengomposan

pengadukan

Ukuran sampah

33

I. Hipotesis

Ada perbedaan lama waktu pengomposan sampah rumah tangga berdasarkan

dosis EM4, cacing Lumbricus Rubellus dan campuran keduanya.