bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan umum tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/bab ii.pdf · 2019....

36
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perceraian 1. Pengertian Perceraian a. Perceraian dalam Hukum Islam Pada dasarnya perkawanan itu dilakukan untuk selama- lamanya sampai matinya salah seorang suami istri. Inilah sebenarnya yang dikehendaki agama islam. Walau demikian segala sesuatunya terletak di luar kekuasaan manusia. Semuanya tergantung pada kekuasaan Allah SWT yang menetapkan keadaan dan perkembangan yang menurut istilah agama Islam disebut “takdir Ilahi”. Namun dalam keadaan tertentu terdapat hal-hal yang menghendaki putusnya perkawinan itu dalam arti bila hubungan perkawinan tetap dilanjutkan, maka kemudharatan akan terjadi. Dalam hal ini Islam membenarkan putusnya perkawinan sebagai langkah terakhir dari usahamelanjutkan rumah tangga. Putusnya perkawinan dengan begitu adalah suatu jalan keluar yang baik. Penggunan istilah putusnya perkawinan harus dilakukan dengan hati-hati karena untuk pengertian perkawinan yang putus itu dalam istilah Jigh digunakan kata “ba’in”, yaitu suatu bentuk perceraian yang suami tidak boleh kembali lagi kepada mantan istrinya kecuali dengan melalui akad nikah yang baru. Ba’in itu merupakan satu bagian atau bentuk dari perceraian, sebgai lawan

Upload: others

Post on 25-Oct-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Perceraian

1. Pengertian Perceraian

a. Perceraian dalam Hukum Islam

Pada dasarnya perkawanan itu dilakukan untuk selama-

lamanya sampai matinya salah seorang suami istri. Inilah

sebenarnya yang dikehendaki agama islam. Walau demikian segala

sesuatunya terletak di luar kekuasaan manusia. Semuanya

tergantung pada kekuasaan Allah SWT yang menetapkan keadaan

dan perkembangan yang menurut istilah agama Islam disebut “takdir

Ilahi”. Namun dalam keadaan tertentu terdapat hal-hal yang

menghendaki putusnya perkawinan itu dalam arti bila hubungan

perkawinan tetap dilanjutkan, maka kemudharatan akan terjadi.

Dalam hal ini Islam membenarkan putusnya perkawinan sebagai

langkah terakhir dari usahamelanjutkan rumah tangga.

Putusnya perkawinan dengan begitu adalah suatu jalan

keluar yang baik. Penggunan istilah putusnya perkawinan harus

dilakukan dengan hati-hati karena untuk pengertian perkawinan

yang putus itu dalam istilah Jigh digunakan kata “ba’in”, yaitu suatu

bentuk perceraian yang suami tidak boleh kembali lagi kepada

mantan istrinya kecuali dengan melalui akad nikah yang baru. Ba’in

itu merupakan satu bagian atau bentuk dari perceraian, sebgai lawan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

14

pengertian dari perceraian dalam bentuk “raj’iy”, yaitu

berceraianya suami dengan istrinya namun belum dalam bentuknya

yang tuntas, karena dia masih mungkin kembali kepada mantan

istrinya itu tanpa akad nikah baru selama istrinya masih berada

dalam iddah atau masa tunggu. Setelah habis masa tunggu itu

ternyata dia tidak kembali kepada mantan istrinya, barulah

perkawinannya dikatakan putus dalam arti sebenarnya, atau disebut

ba’in.

Kata perceraian bisa diartikan sebagai perpisahan atau juga

perihal bercerai (antara suami istri). Pengertian perceraian adalah

salah satu aspek dari bubarnya perkawinan, itulah sebabnya

pengaturan masalah perceraian selalu berada dalam perundang-

undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) putusnya perkawinan

menggunakan istilah “pembubaran perkawinan” (outbinding des

huwelijks) yang diatur dalam Bab X dengan 3 (tiga) bagian, yaitu

tentang “pembubaran perkawinan pada umumnya” (Pasal 199),

tentang “pembubaran perkawinan setelah pisah meja dan ranjang”

(Pasal 200-206b), tentang “perceraian perkawinan” (Pasal 207-

232a), dan yang tidak dikenal dalam hukum adat atau hukum agama

islam walaupun kenyataannya juga terjadi ialah Bab XI yaitu tentang

“pisah meja dan ranjang” (Pasal 233-249).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

15

b. Perceraian dalam Hukum Perdata

Menurut hukum perdata, perceraian adalah pengakhiran

suatu pernikahan karena suatu sebab, dengan keputusan hakim.

Perceraian atas persetujuan suami/istri tidak diperkenankan (Pasal

208 BW). Alasan-alasan yang digunakan agar permohonan

perceraian berhasil adalah :

a. Zina

b. Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad jahat

c. Mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau lebih dalam

suatu keputusan hakim yang diucapkan selama pernikahan

d. Melukai berat atau menganiaya, yang dilakukan oleh suami

terhadap istri atau sebaliknya, dengan demikian sehingga

membahayakan jiwa korban atau sehingga korban memperoleh

luka-luka yang membahayakan (Pasal 209 KUHPdt = BW)

e. Keretakan yang tidak dapat dipulihkankan (yurisprudensi).

c. Perceraian berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Mengenai putusnya perkawinan terdapat dalam pasal 38 UUP,

yakni perkawinan dapat putus karena :

a. Kematian

b. Perceraian

c. Atas putusan pengadilan.

Dalam Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan Perceraian hanya dapat dilakukan di depan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

16

sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha

dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Sedangkan

dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan Untuk melakukan perceraian harus ada cukup

alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan hidup rukun sebagai

suami istri.

2. Alasan-alasan Perceraian

Pada Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan menentukan bahwa untuk melakukan perceraian

harus ada cukup alasan bahwa diantara suami/istri sudah tidak akan

dapat hidup rukun lagi sebagai pasangan suami/istri dalam rumah

tangga.

Berdasarkan ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan tersebut, alasan perceraian semata-

mata didasarkan pada ketidakmungkinan tercapainya kerukunan antara

suami/istri dalam suatu kehidupan berumah tangga. Akan tetapi

sebenarnya alasan dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 19

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Dalam penjelasan tersebut

ada beberapa peristiwa yang dapat dijadikan sebagai alasan perceraian

yang sama dengan apa yang diatur dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah

Nomor 9 Tahun 1975 yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

17

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Adapun alasan-

alasan perceraian yang dimaksud terdiri dari :

1. Salah satu pihak berbuat zina, atau menjadi pemabuk, pemadat,

penjudi, dan lain-lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun

berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau

karena hal lain diluar kemampuannya;

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama 5 (lima) tahun

atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat

yang membahayakan pihak lain;

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang

mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai

suami/istri;

6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dengan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam

rumah tangga (syiqaq).

Selanjutnya dalam peraturan lain, yaitu dalam Instruksi Presiden

Nomor 1 Tahhun 1991 juncto Keputusan Menteri Agama RI Nomor 154

Tahun 1991 Tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Thun

1991 Tanggal 10 Juni 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam, untuk

selanjutnya disebut dengan Kompilasi Hukum Islam, khusus untuk

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

18

mereka yang memeluk/beragama Islam alasan perceraian ditambah 2

(dua) hal, yakni :

7. Suami melanggar Ta’lik Talak

8. Peralihan agama atau Murtad yang menyebabkan terjadinya

ketidakrukunan yang terjadi didalam rumah tangga.

Sedangkan isi/bunyi dari Shigat Ta’lik Talak, yakni :

“Sesudah Akad Nikah Saya berjanji dengan sepenuh hati bahwa saya

akan menepati kewajiban saya sebagai seorang suami, dan akan saya

pergauli istri saya dengan baik (muasyarah bin ma’ruf) menurut ajaran

syariat islam. Selanjutnya saya membaca Shigat Ta’lik Talak atas Istri

saya tersebut sebagai berikut :

Sewaktu-waktu saya :

1. Meninggalkan Istri saya 2 (dua) Tahun berturut-turut

2. Atau saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan

lamanya

3. Atau saya menyakiti badan/jasmani istri saya

4. Atau saya membiarkan (tidak memerdulikan) istri saya 6 (enam)

bulan lamanya.

Kemudian istri saya tidak ridha dan mengadukan halnya kepada

Pengadilan Agama dan pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh

Pengadilan tersebut, dan istri saya membayar uang sebesar Rp. 10.000,-

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

19

(sepuluh ribu rupiah) sebagai Iwadh (pengganti) kepada saya, maka

jatuhlah talak saya satu kepadanya”.

Alasan-alasan sebagaimana tersebut diatas, tidak harus keseluruhan

atau harus terpenuhi semua alasan-alasan tersebut untuk mengajukan

perceraian, melainkan cukup salah satu atau beberapa saja diantara

alasan-alasan tersebut.

3. Akibat Hukum Perceraian

1. Kedudukan Anak

Kelahiran seorang anak ditunggu dengan cinta dan kasih,

akan tetapi sebaliknya ada pula kelahiran anak tersebut tidak

diharapkan. Namun apapun jadinya, asalkan ia disebut anak, sama-

sama mempunyai hak perlindungan hukum yang sama, tidak boleh

ada perbedaan. Kalaupun ada perbedaan hanya dalam perolehan rasa

cinta dan kasih sayang orang tua dan keluarga.

Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 5 mengajarkan :

مادعوهم بائآهآ ندأقسطهولآ اللآعآ

“Panggillah anak-anak dengan nasab (garis keturunan) ayah-ayah

mereka, demikian itulah yang lebih adil menurut Allah....”. Dari ayat

ini kita peroleh ketentuan bahwa anak selalu bernasab kepada ayah,

tidak bernasab kepada ibu.

Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974

Pasal 42 yang berbunyi : “Anak yang sah adalah anak yang

dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”. Anak

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

20

yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan

perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Kedudukan anak

tersebut selanjutnya di atur dalam Peraturan Pemerintah (Pasal 43).

2. Kewajiban Orang Tua

Dalam hukum islam, yang dibebani tugas kewajiban

memelihara dan mendidik anak adalah ayah, sedangkan ibu bersifat

membantu. Ibu hanya berkewajiban menyusui dan merawatnya.

Sesungguhnya dalam hukum Islam sifat hubungan hukum antara

orang tua dan anak dapat dilihat dari segi material, yaitu memberi

nafkah, menyusukan (irdla) dan mengasuh (hadlanah). Dari segi

immaterial yaitu curahan cinta kasih, penjagaan, dan perlindungan

serta pendidikan rohani dan lain-lain.

Kewajiban seorang ayah dalam memberi nafkah kepada

anaknya terbatas kemampuannya, sebagaimana digariskan dalam

Al-Qur’an At-thalaq (65) ayat 7 yang dinyatakan :

نسعة ذولآينفآق سعتآهآمآ رومن زقهعليهآقدآ مافلينفآقرآ اللآتاهمآ انالليكل آفل إآلفسا

آتاهاما اعسر بعداللسيجعل يسرا

“Hendaklah orang (ayah) yang mampu memberi nafkah menurut

kemampuannya. Dan orang (ayah) yang rezekinya sempit

hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah SWT

kepadanya. Allah SWT tidak membebani seseorang melainkan

(sekedar) apa yang AllahSWT berikan kepadanya. Allah kelak akan

memberikan kelapangan sesudah kesempitan.”

Jadi betapapun cintanya ayah dan ibu kepada anaknya,

janganlah memelihara anak berlebih-lebihan karena Allah SWT

tidak suka yang serba berlebih-lebihan. Ukur keperluan dengan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

21

kemampuan, dan apapun yang dihadapi hendaknya bersifat sabar

dan yakinlah jika sekarang dalam kesempitan kelak akan datang

kelapangan, tetapi kelapangan itu tidak datang dengan sendirinya

tanpa berusaha. Oleh karenanya Islam selalu menekankan kesabaran

dalam mengarungi kehidupan.

Menurut hukum perdata bahwa kekuasaan orang tua

(ounderlijke macht : Pasal 198 dan seterusnya). Orang tua wajib

memelihara dan memberi bimbingan anak-anaknya yang belum

cukup umur sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Kepada

orang tua wajib menafkahi (kewajiban alimentasi) yaitu kewajiban

untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya yang belum cukup

umur.

a. Kewajiban orangtua menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974

Kewajiban bersama antara suami dan istri dalam membina

rumah tangga akan luntur apabila rumah tangga yang dibangun

tersebut mengalami perceraian. Perihal mengenai hal ini ada

beberapa kewajiban kepada anak-anak mereka yang harus

dilakukan oleh suami dan istri setelah terjadinya perceraian. Hal

tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan.

Didalam Pasal 45 disebutkan sebagai berikut :

1. Kedua orangtua wajib memelihara dan mendidik anak-anak

mereka sebaik-baiknya

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

22

2. Kewajiban orangtua yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini

berlaku sampai anak-anak itu kawin atau berdiri sendiri,

kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara

keduanya putus.

Dalam Pasal 47 disebutkan sebagai berikut :

1. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum

pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan

orangtuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.

2. Orangtua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan

hukum didalam dan diluar Pengadilan.

b. Kewajiban orangtua menurut Kompilasi Hukum Islam

Didalam Kompilasi Hukum Islam yang memuat hukum

materil tentang perkawinan, kewarisan dan juga wakaf yang

dirumuskan secara sistematis hukum islam di Indonesia secara

konkrit, oleh karena itu perlu perlu ditinjau beberapa hal

mengenai ketentuan-ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam

yang mengatur tentang kewajiban orangtua terhadap anak.

Berkaitan dengan kewajiban orangtua setelah putusnya

perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal-pasalnya

menggunakan istilah dengan namanya pemeliharaan anak yang

dimuat didalam Bab XIV Pasal 98 sampai dengan Pasal 106,

tetapi secara eksplisit pasal yang mengatur tentang kewajiban

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

23

pemeliharaan anak jika terjadi perceraian hanya terdapat didalam

Pasal 105 dan Pasal 106.

Dalam Pasal 98 KHI ditegaskan :

1. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa

adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat

fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan

perkawinan.

2. Orangtua mewakili anak tersebut mengenai segala

perbuatan hukum di dalam dan diluar Pengadilan.

3. Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat

terdekat yang mampu menunaikan kewajiban tersebut

apabila kedua orangtuanya tidak mampu.

Sementara Pasal 105 KHI, menyebutkan :

1. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum

berumur 12 tahun adalah hak ibunya

2. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada

anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai

pemegang hak pemeliharaannya

3. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.

Didalam Pasal 106 KHI, menyebutkan :

1. Orang tua berkwajiban merawat dan mengembangkan harta

anaknya yang belum dewasa atau masih dibawah

pengampuan dan tidak diperbolehkan memindahkan atau

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

24

menggadaikan kecuali karena keperluan yang sangat

mendesak jika kepentingan dan kemaslahatan anak itu

menghendaki atau sesuatu kenyataan tidak dapat dihindarkan

lagi.

2. Orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang

ditimbulkan karena kesalahan dan kelalaian dari kewajiban

tersebut pada ayat (1).

4. Harta Kekayaan dalam Perkawinan

a. Harta Bersama

Harta bersama dalam perkawinan adalah harta yang

diperoleh suami istri selama dalam ikatan perkawinan. Hal itu diatur

dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan.

Dari pengertian Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974, dapat dipahami bahwa segala harta yang diperoleh selama

dalam ikatan perkawinan diluar harta warisan, hibah, dan hadiah

merupakan harta bersama. Karena itu, harta yang diperoleh suami

atau istri berdasarkan usahanya masing-masing merupakan milik

bersama suami istri. Lain halnya harta yang diperoleh masing-

masing suami dan istri sebelum akad nikah, yaitu harta asal atau

harta bawaan. Harta asal itu, akan diwarisi oleh masing-masih

keluarganya bila pasangan suami istri itu meninggal dan tidak

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

25

mempunyai anak. Hal ini berdasarkan frman Allah Surah An-Nisa’

(4) ayat 32 sebagai berikut :

على بعضكمبآهآاللفضلماتتمنواول بعض جالآ يب لآلر آ مانصآ وااكتسبمآ ل ن آساءآولآ

يب مانصآ اكتسبنمآ ...

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan

Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain.

(Karena) bagi laki-laki ada bagian dari pada apa yang mereka

usahakan, dan bagi para wanitapun ada bagian dari apa yang

mereka usahakan...”.

Ayat tersebut menjelaskan lebih lanjut dalam Kompilasi Hukum

Islam (KHI) Pasal 85, 86, 87 yakni berbunyi sebagai berikut :

Pasal 85 KHI :

Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup

kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau istri.

Pasal 86 KHI :

(1) Pada dasarnya tidak ada percampuran harta antara harta suami

dan harta istri karena perkawinan.

(2) Harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya,

demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai

penuh olehnya.

Pasal 87 KHI :

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

26

(1) Harta bawaan dari masing-masingsebagai hadiah atau warisan

adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para

pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

(2) Suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan

perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah,

hadiah, shodaqoh, atau lainnya.

b. Pertanggung Jawaban terhadap Hutang

Pada dasarnya, salah satu tanggung jawab suami adalah

memberikan nafkah kepada istrinya dan keluarganya, baik nafkah

lahir maupun nafkah bathin (ketentraman, keamanan) sesuai dengan

kemampuannya. Tanggung jawab dimaksud, dijelaskan oleh Allah

berdasarkan Al-Qur’an Surah At-Thalaq (65) ayat 7 sebagai berikut

:

نسعة ذولآينفآق سعتآهآمآ رومن زقهعليهآقدآ مافلينفآقرآ اللآتاهمآ

“Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah

menurut kemampuannya, dan orang terbatas rezekinya, hendaklah

memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya...”

Bila dihubungkan dengan Pasal 93 KHI, dapat dipahami

bahwa Kompilasi Hukum Islam menegaskan hutang suami, atau istri

menjadi tanggungan masing-masing. Hal ini, berarti Kompilasi

Hukum Islam tidak menegaskan jenis dan sifat hutang itu sendiri.

Jika terjadi persoalan semacam ini kemudian diajukan ke Pengadilan

Agama, sebaiknya hakim perlu mempertimbangkan berbagai aspek

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

27

untuk kepentingan, yaitu untuk apa suami berhutang, dan bagaimana

juga kewajiban nafkah istri dan keluarganya dipenuhi. Hal itu dapat

dilihat dalam ketentuan Pasal 93 sebagai berikut :

Pasal 93 KHI

(1) Pertanggungjawaban terhadap utang suami atau istri

dibebankan pada hartanya masing-masing.

(2) Pertanggungjawaban terhadap utang yang dilakukan untuk

kepentingan keluarga, dibebankan kepada harta bersama.

(3) Bila harta bersama tidak mencukupi, dibebankan kepada harta

suami.

(4) Bila harta suami tidak ada atau tidak mencukupi dibebankan

kepada harta istri.

B. Tinjauan Umum Tentang Pemeliharaan Anak (Hadhanah)

Apabila terjadi perceraian dimana telah diperoleh keturunan dalam

perkawinan itu, maka yang berhak mengasuh anak hasil perkawinan adalah

ibu, ataupun nenek seterusnya keatas. Tetapi mengenai pembiayaan untuk

penghidupan anak itu, termasuk biaya pendidikannya adalah menjadi

tanggung jawab ayahnya.

Berakhirnya masa asuhan adalah pada waktu anak itu sudah bisa

ditanya kepada siapa dia akan terus ikut. Kalau anak tersebut memilih

ibunya maka si ibu tetap berhak mengasuh anak tersebut, tetapi jika anak

tersebut memilih ikut dengan ayahnya maka hak mengasuh pindah pada

ayah.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

28

Ketentuan dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan sejalan dengan ketentuan dalam hukum islam, yang

mendasarkan bahwa kewajiban memelihara dan mendidik anak adalah

tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan oleh ibu dan ayah.

Walaupun kewajiaban memelihara dan membiayai pendidikan anak adalah

tanggung jawab suami, tetapi dalam hal suami tidak mampu tidak ada

salahnya tanggung jawab ini diambil alih oleh si ibu atau dilaksanakan

bersama-sama antara ibu dan ayah sesuai dengan kemampuannya masing-

masing. Hal ini dimaksudkan supaya anak tidak menjadi korban. Walaupun

terjadi perceraian antara suami dengan istri.

1. Definisi dan Kedudukan Hukum Hadhanah

Hadhanah adalah perkara mengasuh anak dalam arti mendidik dan

menjaganya untuk masa ketika anak-anak itu masih membutuhkan

wanita pengasuh. Mengasuh seorang anak yang masih kecil itu

hukumnya wajib sebab yang mengabaikannya berarti menghadapkan

kepada bahaya. Dalam hal ini para ulama sepakat bahwa hadhanah

adalah hak ibu. Sehingga Hadhanah dapat dimaksudkan “pendidikan

dan pemeliharaan anak sejak lahir sampai sanggup berdiri sendiri,

mengurus dirinya yang dilakukan oleh kerabat anak itu.”1 Sebagaimana

hadits Nabi SAW :

بنآمحمدآبنأحمدأخبرنآىالحافآظاللآعبدآأبوأخبرنا ى عبدوس يد بنعثمانحدثناالعنزآ سعآ

ى مآ مشقآى خالآد بنمحمودحدثناالدارآ وأبوحدثنآىمسلآم بنالولآيدحدثناالد آ ى عمر الأوزاعآ

1 H. Abd. Rahman Ghazaly, 2003, Fiqh Munakahat, Jakarta : Prenada Media, hlm. 175.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

29

هآعنأبآيهآعنشعيب بنعمروحدثنآى وبنآاللآعبدآجد آ نإآاللآرسولياقالتامرأةاأن:عمر

عاءالهبطنآىكانهذاابنآى قاءالهوثديآىوآ ىسآ واءالهوحجرآ عأنوأرادطلقنآىأباهوإآنحآ هينزآ

ن آى ىلممابآهآأحق أنتآ:»-وسلمعليهاللهصلى-اللآرسوللهافقالمآ حآ «.تنكآ

"Dari Abdullah bin Umar r.a. bahwa seorang perempuan bertanya "ya

Rasulullah, sesungguhnya anakku ini adalah perutku yang

mengandungnya dan susuku yang menjadi minumnya dan pengkuanku

yang memeluknya sedang bapaknya telah menceraikan aku dan ia

mengambilnya dariku" lalu Rasulullah Saw., bersabda kepadanya

"Engkau yang lebih banyak berhak dengan anak itu selama engkau

belum menikah" (Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad, Abu Dawud,

Baihaqi, Hakim dan dia menshahihkannya).

Anak kecil yang sudah mumayyiz dan mengerti dengan dirinya

sendiri, ia boleh memilih siapakah yang akan mengasuhnya. Apakah

ibunya atau bapaknya. Dan apabila keduanya tidak mampu maka yang

lebih utama mengasuhnya adalah bibinya. Seperti hadits di bawah ini:

لخالتهاةحمزابنةفىقضىوسلمعليهاللهصلىلنبياأنعنهاللهرضيعازبابنالبراءعن

(البخارىرواه)الأمبمنزلةالخالة:وقال

"Dari al-Barra' bin Azib r.a. bahwasanya Nabi Saw., telah memutuskan

dalam perkara anak perempuan oleh Hamzah (dalam perkara

mengasuh) untuk bibinya (adik permpuan bibinya), dan beliau

bersabda "Bibi itu yang mengambil tempat ibunya" (HR. Bukhari).

Hadits ini menunjukkan bahwa kerabat ibu lebih didahulukan dari

pada kerabat ayah.

2. Syarat-syarat Hadhanah

1. Berakal dan telah baligh

2. Dewasa

3. Dapat menjaga kehormatan dirinya

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

30

4. Amanah dan berbudi

5. Islam, agama yang mengasuh haruslah sama dengan agama anak

yang diasuh, sehingga orang kafir tidak berhak mengasuh anak

Muslim. sebagaimana firman Allah:

ينالليجعلولن لكافآرآ نآينعلىلآ المؤمآ سبآيلا

"Dan Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk

mengalahkan orang-orang yang beriman" (Qs. An-Nisa': 141).

6. Keadaan perempuan tidak bersuami; kecuali kalau dia bersuami

dengan keluarga dari anak yang memang berhak pula untuk

mendidik nak itu, maka haknya tetap

7. Merdeka.2

3. Upah Hadhanah

Seorang ibu tidak berhak atas upah hadhanah dan menyusui, selama

ia masih menjadi istri dari ayah si anak atau dalam masa iddah karena

dalam hal ini ia masih mempunyai hak nafkah istri atau masa idah.3

Allah Swt berfirman :

عنوالوالآدات لينآحولينآأولدهنيرضآ كامآ الرضاعةيتآمأنأرادلآمن لهالمولودآوعلى

زقهن سوتهنرآ بآالمعروفآوكآ

"Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun

penuh, bagi yang ingin menyusui secara smpurna. Dan kewajiban ayah

2 Rasjid Sulaiman, 2011, Fiqh Islam, cet. 52, Bandung : Sinar Baru Algensindo, Hlm. 428. 3 sahrani Sohari dan Tihami, 2010, Fikih Munakahat, Jakarta : Rajawali Pers, Hlm. 225.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

31

menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut" (Qs.

Al-Baqarah (2): 233).

4. Orang yang Berhak Hadhanah

Drs.H. Ibnu Mas'ud dalam bukunya fiqih menurut mazdhab syafi'I

menyebutkan bahwa orang yang paling utama untuk mengasuh anak

adalah dengan urutan sebagai berikut:

1. Ibu yang belum menikah dengan laki-laki lain

2. Ibu dari ibu, dan seterusnya ke atas

3. Bapak

4. Ibu dari Bapak

5. Saudara yang perempuanTante (Bibi)

6. Anak perempuan

7. Anak perempuan dari saudara laki-laki

8. Saudara perempuan dari Bapak

5. Hak Waris Hadhanah

Hadlanah juga berhak mendapatkan waris sebagaimana firman

Allah:

ماموالآيجعلناولآكل والأقربوننآالوالآداتركمآ ين يبهمفآتوهمأيمانكمعقدتوالذآ نصآ إآن

يدااشيء كل آعلى كانالل شهآ

"Tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu, bapak

dan karib kerabat, kami jadikan pewaris-pewaris dan jika ada orang-

orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah

kepada mereka bagian yang sesungguhnya, Allah menyaksikan segala

sesuatu" (QS. An-Nisa': 33).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

32

C. Tinjauan Umum Tentang Asas Kepastian Hukum, Asas Keadilan

Hukum, Asas Kemanfaatan Hukum

Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan,

yaitu : kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Ketiga unsur tersebut

harus ada kompromi, harus mendapat perhatian secara proporsional

seimbang. Tetapi dalam praktek tidak selalu mudah mengusahakan

kompromi secara proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut.4

Dalam mewujudkan tujuan hukum Gustav Radbruch menyatakan perlu

digunakan asas prioritas dari tiga nilai dasar yang menjadi tujuan hukum.

Hal ini disebabkan karena dalam realitasnya, keadilan hukum sering

berbenturan dengan kemanfaatan dan kepastian hukum dan begitupun

sebaliknya. Diantara tiga nilai dasar tujuan hukum tersebut, pada saat terjadi

benturan, maka mesti ada yang dikorbankan. Untuk itu, asas prioritas yang

digunakan oleh Gustav Radbruch harus dilaksanakan dengan urutan sebagai

berikut:5

1. Keadilan Hukum

2. Kemanfaatan Hukum

3. Kepastian Hukum.

1. Asas Kepastian Hukum

Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus

diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitik

4 Sudikno Mertokusumo, 2010, Mengenal Hukum, Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta, hlm. 161 5 Tujuan Hukum. http://statushukum.com/tujuan-hukum.html

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

33

beratkan pada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum

akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil.

Kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum dapat dikatakan

sebagai bagian dari upaya mewujudkan keadilan. Bentuk nyata dari

kepastian hukum adalah pelaksanaan atau penegakan hukum terhadap

suatu tindakan tanpa memandang siapa yang melakukan. Dengan

adanya kepastian hukum setiap orang dapat memperkirakakan apa yang

akan dialami jika melakukan tindakan hukum tertentu. Kepastian

diperlukan untuk mewujudkan prinsip persamaan dihadapan hukum

tanpa diskriminasi.6

Adanya kepastian hukum merupakan harapan bagi pencari keadilan

terhadap tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum yang

terkadang selalu arogansi dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak

hukum. Karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan tahu

kejelasan akan hak dan kewajiban menurut hukum. Tanpa ada kepastian

hukum maka orang akan tidak tahu apa yang harus diperbuat, tidak

mengetahui perbuatanya benar atau salah, dilarang atau tidak dilarang

oleh hukum. Kepastian hukum ini dapat diwujudkan melalui

penoramaan yang baik dan jelas dalam suatu undang-undang dan akan

jelas pula penerapanya. Dengan kata lain kepastian hukum itu berarti

6 Jaka Mulyata, Keadilan, Kepastian, dan akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor : 100/PUU-X/2012 Tentang Judicial Review Pasal 96 Undang-Undang Nomor : 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Tesis Magister Ilmu Hukum, Universitas Sebelas Maret, 2015, hlm. 47

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

34

tepat hukumnya, subjeknya dan objeknya serta ancaman hukumanya.

Akan tetapi kepastian hukum mungkin sebaiknya tidak dianggap

sebagai elemen yang mutlak ada setiap saat, tapi sarana yang digunakan

sesuai dengan situasi dan kondisi dengan memperhatikan asas manfaat

dan efisiensi.

Dalam upaya menerapkan kepastian hukum, putusan hakim harus

sesuai dengan tujuan dasar dari suatu pengadilan dan mengandung

kepastian hukum sebagai berikut :7

a. Pertama, melakukan solusi autoritatif, yakni memberikan jalan

keluar dari masalah hukum yang dihadapi oleh para pihak;

b. Kedua, efisiensi yang berarti dalam prosesnya harus cepat,

sederhana, dan biaya ringan;

c. Ketiga, putusan harus sesuai denga tujuan undang-undang yang

dijadikan dasar dari putusan majelis hakim tersebut;

d. Keempat, mengandung aspek stabilitas yakni dapat memberikan

rasa tertib dan rasa aman dalam masyarakat; Kelima,

mengandung eguality yang bermakna kesempatan yang sama

bagi pihak yang berperkara.

Asas kepastian hukum terkandung dalam surat Al-Ma’idah ayat

95, ayat tersebut berbunyi :

7Fence M. Wantu, 2012, Mewujudkan Kepatian Hukum, Keadilan Dan Kemanfaatan Dalam Putusan Hakim Di Peradilan Perdata, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 12, No. 3 September 2012, hlm. 483

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

35

ينأي هايا حرم وأنتمالصيدتقتلوالآمنواالذآ نكمقتلهومن داامآ ثلفجزاء متعم آ قتلاممآ

ن نكمعدل ذوابآهآيحكمالنعمآمآ ينطعامكفارة أوالكعبةآبالآغهدياامآ لآكعدلأومساكآ ذ اصآ ياما

هآوباللآيذوق أمرآ سلفعمااللعفا نهاللفينتقآمعادومن مآ يز والل انتآقام ذوعزآ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh

binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara

kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah

mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang

dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu

sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka'bah atau (dendanya)

membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau

berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya

dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah

memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali

mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha

Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.”

Dari ayat tersebut disimpulkan bahwa tidak ada satu perbuatan

pun dapat dihukum kecuali atas kekuatan ketentuan hukum dan

peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku untuk

perbuatan itu. Asas ini sangat penting dalam ajaran hukum islam.8

2. Asas Keadilan

Sesungguhnya konsep suatu putusan yang mengandung keadilan

sangat sulit dicarikan tolak ukurnya bagi pihak-pihak yang bersengketa.

Adil bagi satu pihak belum tentu dirasakan adil pula oleh pihak lainnya.

Hakim mempunyai tugas untuk menegakkan keadilan. Hal ini sesuai

dengan kepala putusan yang berbunyi : “Demi Keadilan Berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa”.9

8 Anwar Harjono, 1968, Hukum Islam, Keluasan, dan Keadilan, Jakarta : Bulan Bintang, hlm. 155 9 Yohanes Suhardin, 2009, Fenomena Mengabaikan Keadilan Dalam Penegakan Hukum, Jurnal Mimbar Hukum, Vol. 21, No. 2 Juni 2009, hlm. 350

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

36

Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak

dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Tujuan hukum

bukan hanya keadilan, tetapi juga kepastian hukum dan kemanfaatan

hukum. Idealnya, hukum memang mengakomodasikan ketiganya.

Putusan hakim misalnya, sedapat mungkin merupakan resultant dari

ketiganya. Sekalipun demikian, tetap ada yang berpendapat, bahwa di

antara ketiga tujuan hukum tersebut, keadilan merupakan tujuan hukum

yang paling penting, bahkan ada yang berpendapat, bahwa keadilan

adalah tujuan hukum satu-satunya.

Pengertian keadilan adalah keseimbangan antara yang patut

diperoleh pihak-pihak, baik berupa keuntungan maupun berupa

kerugian. Dalam bahasa praktisnya, keadilan dapat diartikan sebagai

memberikan hak yang setara dengan kapasitas seseorang atau

pemberlakuan kepada tiap orang secara proporsional, tetapi juga bisa

berarti memberi sama banyak kepada setiap orang apa yang menjadi

jatahnya berdasarkan prinsip keseimbangan. Hukum tanpa keadilan

tidaklah ada artinya sama sekali.

Dari sekian banyak para ahli hukum telah berpendapat tentang apa

keadilan yang sesungguhnya serta dari literatur-literatur yang ada dapat

memberikan kita gambaran mengenai arti adil. Adil atau keadilan adalah

menyangkut hubungan manusia dengan manusia lain yang menyangkut

hak dan kewajiban. Yaitu bagaimana pihak-pihak yang saling

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

37

berhubungan mempertimbangkan haknya yang kemudian dihadapkan

dengan kewajibanya, disitulah berfungsi keadilan.

Membicarakan keadilan tidak semuda yang kita bayangkan, karena

keadilan bisa bersifat subjektif dan bisa individualistis, artinya tidak

bisa disama ratakan. Karena adil bagi si A belum tentu adil oleh si B.

Oleh karena itu untuk membahas rumusan keadilan yang lebih

komprehensif, mungkin lebih obyaktif kalau dilakukan atau dibantu

dengan pendekatan disiplin ilmu lain seperti filsafat, sosiologi dan lain-

lain. Oleh karena itu penegakkan hukum bukanlah semata-mata berarti

pelaksanaan perundang-undangan ataupun peraturan-peraturan yang

ada, walaupun dalam kenyataannya adalah demikian.10

Keadilan yang dimaksudkan didalam putusan majelis hakim harus

memuat adanya persamaan hak dan kewajiban dan pihak yang memang

dapat menuntut haknya serta pihak yang kalah memenuhi

kewajibannya.11

Asas keadilan merupakan asas yang paling penting dan subtantif,

serta mencakup semua asas dalam bidang hukum islam. Allah menyebut

kata “keadilan” sebanyak lebih dari 1.000 kali dalam Al-Qur’an. Hal

tersebut mengingatkan kepada kita betapa pentingnya menegakkan

keadilan diatas segalanya, terutama dalam mengegakkan hukum.

10 Soerjono Soekanto, 2004, Faktor-faktor Yang mempengaruhi Penegakan Hukum, Cet-5, Jakarta : Raja Grafindo Persada, hlm. 5 11 Fence M. Wantu, Op. Cit, hlm. 487

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

38

Salah satu ayat yang memerintahkan untuk menegakkan keadilan

adalah Surat Shadd ayat 26, yang berbunyi :

فآيخلآيفةاجعلناكإآناداووديا بينفاحكمالأرضآ آالناسآ الهوى تتبآعآولبآالحق عنلكفيضآ

اللآسبآيلآ ينإآن ل ونالذآ يد عذاب لهماللآسبآيلآعنيضآ سابآيومنسوابآماشدآ الحآ

“Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa)

di muka bumi, Maka berilah keputusan (Perkara) diantara manuasia

dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan

menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang

sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka

melupakan hari perhitungan”.12

Keadilan dalam hukum islam berarti keseimbangan antara

kewajiban dan harus dipenuhi oleh manusia dengan kemampuan untuk

menunaikan kewajiban.

3. Asas Kemanfaatan Hukum

Pelaksanaan dan penegakan hukum juga harus memperhartikan

kemanfaatannya dan kegunaannya bagi masyarakat. Sebab hukum

justru dibuat untuk kepentingan masyarakat. Karenanya pelaksanaan

dan penegakan hukum harus memberikan manfaat bagi masyarakat.

Jangan sampai terjadi pelaksanaan penegakan hukum yang dapat

merugikan masyarakat, yang pada akhirnya dapat menimbulkan

keresahan pula pada masyarakat.13

Kemamfaatan hukum perlu diperhatikan karena semua orang

mengharapkan adanya manfaat dalam pelaksanaan penegakan hukum.

Jangan sampai penegakan hukum justru menimbulkan keresahan

12 Muhammad Daud Ali, 2000, Hukum Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, hlm. 116 13 Titik Tri Wulan, 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Prestasi Pustaka Pubhliser, hlm. 229

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

39

masyrakat. Karena jika kita berbicara tentang hukum kita cenderung

hanya melihat pada peraturan perundang-undangan, yang terkadang

aturan itu tidak sempurna adanya dan tidak aspiratif dengan kehidupan

masyarakat. Sesuai dengan prinsip tersebut diatas, Prof. Satjipto

Raharjo menyatakan bahwa : “keadilan memang salah satu nilai utama,

tetapi tetap disamping yang lain-lain, seperti kemanfaatan ( utility,

doelmatigheid)”. Olehnya itu didalam penegakan hukum, perbandingan

antara manfaat dengan pengorbanan harus proporsional.

Putusan hakim akan mencerminkan asas kemanfaatan, manakala

hakim tidak saja menerapkan hukum secara tekstual belaka dan hanya

mengejar keadilan semata, akan tetapi juga mengarah pada kemanfaatan

bagi kepentingan pihak-pihak yang berperkara dan kepentingan

masyarakat pada umumnya. Artinya hakim dalam menerapkan hukum,

hendaklah mempertimbangkan hasil akhirnya nanti, apakah putusan

hakim tersebut membawa kemanfaatan bagi semua pihak. Hakim

diharapkan dalam menerapkan undang-undang maupun hukum yang

ada didasarkan pada tujuan atau kemanfaatannya bagi yang berperkara

dan masyarakat.

D. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim

Profesi sang pengadil (hakim) adalah profesi yang mulia, bahkan dalam

agama pun dijelaskan ayat-ayat tentang profesi hakim. Hakim juga

dikategorikan sebagai profesi yang paling beruntung, karena memiliki

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

40

kekuasaan yang menentukan nasib seseorang, sehingga tidak heran hakim

disebut sebagai wakil tuhan dimuka bumi.14

Putusan hakim pada dasarnya mempunyai peranan yang menentukan

dalam menegakkan hukum dan keadilan, oleh karena itu didalam

menjatuhkan putusan, hakim diharapkan agar selalu berhati-hati, hal ini

dimaksudkan untuk menjaga agar putusan yang diambil tidak

mengakibatkan rasa tidak puas, tidak bertumpu pada keadilan yang dapat

menjatuhkan wibawa pengadilan.15

1. Definisi Putusan Hakim

Putusan hakim menurut Andi Hamzah, adalah : Hasil atau

kesimpulan dari suatu perkara yang telah dipertimbangkan dengan

matang yang dapat berbentuk putusan tertulis maupun lisan.16

Sedangkan menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., putusan

hakim adalah : suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat

negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan

bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau

sengketa antara para pihak.17

Bukan hanya yang diucapkan saja yang dapat disebut sebagai

putusan, melainkan juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk

tertulis dan kemudian diucapkan oleh Hakim di persidangan. Sebuah

14 Hj. ST. Zubaidah, Hakim (Antara Surga Dan Neraka), diakses pada tanggal 28 September 2016 dari http://www.pa.muarateweh.go.id/index.php/component/content/article/97-berita/note/501-hakim-antara-surga-dan-neraka-oleh-hj-st-zubaidah-s-ag-s-h. 15 Tri Andrisman, 2010, Hukum Acara Pidana, Lampung : Universitas Lampung, hlm. 68 16 Andi Hamzah, 1986, Hukum Acara Perdata, Yogyakarta : Liberty, hlm. 485 17 Sudikno Mertokusumo, 1986, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberty, hlm. 206

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

41

konsep putusan (tertulis) tidak mempunyai kekuatan sebagai putusan

sebelum diucapkan dipersidangan oleh hakim.18Sehingga dapat

disimpulkan bahwa putusan hakim adalah kesimpulan akhir yang

diambil oleh Majelis Hakim yang diberi wewenang untuk itu dalam

menyeleaikan atau mengakhiri suatu sengketa antara para pihak yang

berperkara dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

2. Susunan Putusan Hakim

Pengadilan dalam mengambil suatu putusan diawali dengan uraian

mengenai asas yang harus ditegakkan, agar putusan yang dijatuhkan

tidak mengandung cacat. Asas tersebut dijelaskan dalam Pasal 178 HIR,

Pasal 189 RBg, dan Pasal 19 Undand-Undang Nomor 4 Tahun 2004.

Menurut ketentuan Undang-Undang ini, setiap putusan harus memuat

hal-hal sebagai berikut :19

a. Kepala Putusan

Suatu putusan haruslah mempunyai kepala pada bagian atas

putusan yang berbunyi “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan

YangMaha Esa” (Pasal 4 (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun

1970) kepala putusan ini memberi kekuatan eksekutorial pada

putusan apabila tidak dibubuhkan maka hakim tidak dapat

melaksanakan putusan tersebut.

b. Identitas Pihak Yang Berperkara

18 Ibid, hlm. 175 19 Riduan Syahrani, 2000, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Bandung : Citra Aditya Bakti, hlm. 120

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

42

Didalam putusan harus dimuat identitas dari para pihak :

Nama, alamat, pekerjaan dan sebagainya, serta nama kuasanya

apabila yang bersangkutan menguasakan kepada orang lain.

c. Pertimbangan atau Alasan-Alasan

Pertimbangan atau alasan putusan hakim terdiri atas dua

bagian, yakni : pertimbangan tentang duduk perkara dan

pertimbangan tentang hukumnya.

Pasal 184 HIR/195 RBg/Pasal 23 Undang-Undang Nomor

14 Tahun 1970 menentukan bahwa :

“Setiap putusan dalam perkara perdata harus memuat ringkasan

gugatan dan jawaban dengan jelas, alasan dan dasar putusan,

pasal-pasal serta hukum tidak tertulis, pokok perkara, biaya

perkara serta hadir tidaknya pihak-pihak yang berperkara pada

waktu putusan diucapkan”.

Adanya alasan sebagai dasar daripada putusan menyebabkan

putusan mempunyai nilai objektif dan mempunyai wibawa.20

d. Amar atau Diktum Putusan

Dalam amar dimuat suatu pernyataan hukum, penetapan

suatu hak, lenyap atau timbulnya keadaan hukum dan isi putusan

yang berupa pembebanan suatu prestasi tertentu. Dalam diktum itu

ditetapkan siapa yang berhak atau siapa yang benar atau pokok

perselisihan.

e. Mencantumkan Biaya Perkara

Mencantumkan biaya perkara dalam putusan diatur dalam

Pasal 184 ayat (1) HIR dan Pasal 187 RBg, bahkan dalam Pasal 183

20 Sudikno Mertokusumo, 2005, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberti, hlm. 160

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

43

ayat (1) HIR dan Pasal 194 RBg, dinyatakan bahwa banyaknya biaya

perkara yang dijatuhkan kepada pihak yang berperkara.

3. Jenis-Jenis Putusan Hakim

Menurut bentuknya, penyelesaian perkara oleh pengadilan/hakim

dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yakni :

a. Putusan/vonis : suatu putusan diambil untuk memutus suatu perkara.

b. Penetapan/beschikking : suatu penetapan diambil berhubungan

dengan suatu permohonan yaitu dalam rangka yang dinamakan

“yuririksi voluntair”.

Sedangkan menurut golongannya, suatu putusan pengadilan dikenal

2 (dua) macam penggolongan putusan yakni :

a. Putusa Sela (Putusan Interlokutoir)

Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan

yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang diadakan dengan

tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan

pemeriksaan perkara. Dalam beracara dikenal macam-macam

putusan sela :

1. Putusan Preparatuir, putusan persiapan mengenai jalannya

pemeriksaan untuk melancarkan segala sesuatu guna

mengadakan putusan akhir.

2. Putusan Interlocutoir, putusan yang isinya memerintahkan

pembuktian karena putusan ini menyangkut pembuktian maka

putusan ini akan mempengaruhi putusan akhir.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

44

3. Putusan Incidental, putusan yang berhubungan dengan insiden

yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa.

4. Putusan Provisional, putusan yang menjawab tuntutan provisi

yaitu permintaan pihak yang berperkara agar diadakan tindakan

pendahulu guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan

akhir dijatuhkan.

b. Putusan Akhir

Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri perkara pada

tingkat pemeriksaan pengadilan, meliputi pengadilan tingkat

Pertama, Pengadilan Tinggi dan mahkamah Agung. Macam-macam

putusan akhir adalah sebagai berikut :

1. Putusan Declaratoir, putusan yang sifatnya hanya menerangkan,

menegaskan suatu keadaan hukum semata.

2. Putusan Constitutif, putusan yang sifatnya meniadakan suatu

keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan yang baru.

3. Putusan Condemnatoir, putusan yang berisi penghukuman

kepada salah satu pihak untuk melakukan sesuatu, atau

menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan, untuk memenuhi

prestasi.21

4. Tinjauan Tentang Pertimbangan Putusan Hakim

Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam

menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang

21 Prof. R. Subekti, S.H., 1989, Hukum Acara Perdata, cet. Ke-3, Bandung : Binacipta, hlm. 129

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

45

mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian

hukum, disamping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang

bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan

teliti, baik, dan cermat. Apabila pertimbangan hakim yang berasal dari

pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan

Tinggi/Mahkamah Agung.22

Hakim dalam memeriksa suatu perkara juga memerlukan adanya

pembuktian, dimana hasil dari pembuktian itu akan digunakan sebagai

bahan pertimbangan dalam memutus perkara. Selain itu, pada

hakikatnya pertimbangan hakim hendaknya juga memuat tentang hal-

hal sebagai berikut :

a. Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui oleh dalil-dalil yang tidak

disangkal.

b. Adanya analisis secara yuridis terhadap putusan segala aspek

menyangku semua fakta/hal-hal yang terbukti dalam persidangan.

c. Adanya semua bagian dari petitum Penggugat harus

dipertimbangkan/diadili secara satu demi satu sehingga hakim dapat

menarik kesimpulan tentang terbukti/tidaknya dan dapat

dikabulkan/tidaknya tuntutan tersebut dalam amar putusan.23

Dasar hakim dalam menjatuhkan putusan hakim perlu didasarkan

kepada teori dan hasil penelitian yang saling berkaitan sehingga

22 Mukti Arto, 2004, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet-V, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm. 140 23 Ibid, hlm. 142

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

46

didapatkan hasil penelitian yang maksimal dan seimbang dalam tataran

teori dan praktek. Seorang hakim dalam menemukan hukumnya

diperbolehkan untuk bercermin pada yurisprudensil dan pendapat para

ahli hukum terkenal (doktrin). Hakim dalam memberikan putusan tidak

hanya berdasarkan pada nilai-nilai hukum yang hidup dalam

masyarakat, hal ini dijelaskan dlam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2009 yakni : “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan

memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”.

Dasar hukum yang terdapat pada pertimbangan hakim Pengadilan

Agama terdiri dari Peraturan Perundang-Undangan Negara dan hukum

Syara’. Peraturan Perundang-Undangan Negara disusun urutan

derajatnya, misalnya Undang-Undang didahulukan dari Peraturan

Pemerintah, lalu urutan tahun terbitnya, misalnya Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 1970 didahulukan dari Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974.

Apa yang dimuat dalam bagian pertimbangan dari putusan tidak lain

adalah alasan-alasan hakim sebagai pertanggungjawaban kepada

masyarakat mengapa ia sampai mengambil putusan demikian, sehingga

oleh karenannya mempunyai nilai obyektif. Dalam peraturan tersebut

mengharuskan setiap putusan memuat ringkasan yang jelas dari tuntutan

dan jawaban, alasan dan dasar dari putusan, pasal-pasal serta hukum

tilak tertulis, pokok perkara, serta hadir tidaknya pihak pada waktu

putusa diucapkan.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

47

Suatu putusan dapat dinilai cacat tidaknya ditinjau dari asas-asas

putusan yang diambil dalam pertimbangan hakim. Pada hakikatnya

asas-asas tersebut terdapat pada Pasal 178 HIR/189 Rbg dan Pasal 50

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman, yakni :

a. Memuat Dasar Alasan yang Jelas dan Rinci

Putusan yang dijatuhkan oleh hakim harus berdasarkan

pertimbangan yang jelas dan cukup. Putusan yang tidak memenuhi

ketentuan tersebut dikategorikan putusan yang tidak cukup

pertimbangan atau onvoldoende gemotiveerd. Alasan yang

dijadikan pertimbangan dapat berupa pasal-pasal tertentu peraturan

perundang-undangan , hukum kebiasaan, yurisprudensi atau doktrin

hukum.24

b. Wajib Mengadili Seluruh Bagian Gugatan

Asas kedua yang digariskan oleh Pasal 178 ayat (2) HIR/ Pasal 189

ayat (2) Rbg dan Pasal 50 RV adalah putusan harus secara total dan

menyeluruh memeriksa dan mengadili setiap segi gugatan yang

diajukan. Tidak boleh hanya memeriksa dan memutus sebagian saja

dan mengabaikan gugatan selebihnya.

c. Tidak Boleh Mengabulkan Melebihi Tuntutan

Berdasarkan Pasal 178 ayat (3) HIR/ Pasal 189 ayat (3) Rbg dan

Pasal 50 RV, putusan tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan

24 M. Yahya Harahap, 2005, Hukum Acara Perdata, Jakarta : Sinar Grafika, hlm. 798

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang …eprints.umm.ac.id/43067/3/BAB II.pdf · 2019. 1. 9. · undangan yang mengatur tentang perkawinan. Di dalam Kitab Undang-Undang

48

yang dikemukakan dalam gugatan. Larangan itu disebut ultra

petitum partium. Hakim yang mengabulkan posita maupun petitum

gugatan, dianggap telah melampaui batas wewenang atau ultar vires

yakni bertindak melampaui wewenangnya.

d. Diucapkan dimuka Umum

Pemeriksa persidangan harus berdasarkan proses yang jujur sejak

awal sampai akhir. Persidangan dan putusan diucapkan dalam

sidang pengadilan yang terbuka untuk umum atau dimuka umum

merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari asas fair

trial.