tinjauan pustaka usaha kecil industri agro pengertian ... · dengan undang-undang nomor 20 tahun...

48
15 TINJAUAN PUSTAKA Usaha Kecil Industri Agro Pengertian Usaha Kecil Konsep Usaha Kecil Menengah (UKM) sangat berbeda dari suatu negara dengan negara lain. UKM menjadi pembahasan berbagai pihak bahkan UKM dianggap sebagai penyelamat perekonomian Indonesia di masa krisis pada periode 1998-2000, UKM mempunyai ciri khas yaitu modal yang kecil, resiko yang relatif kecil dan mendorong masyarakat mengembangkan semangat wirausaha (Manurung, 2006). UKM di Indonesia telah mendapat perhatian dan dibina Pemerintah dengan dibuatnya sebuah Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Peraturan perundang-undangan tentang usaha kecil telah dilakukan perubahan yaitu Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil diganti dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Undang-undang tersebut mengelompokkan usaha menjadi empat kelompok berdasarkan total aset dan total penjualan tahunan dengan kriteria sebagai berikut: (1) Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dam/atau badan usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00. (2) Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasasi, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar, dengan kriteria memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00. (3) Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 sampai dengan

Upload: trinhnga

Post on 02-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

15

TINJAUAN PUSTAKA

Usaha Kecil Industri Agro

Pengertian Usaha Kecil

Konsep Usaha Kecil Menengah (UKM) sangat berbeda dari suatu negara

dengan negara lain. UKM menjadi pembahasan berbagai pihak bahkan UKM

dianggap sebagai penyelamat perekonomian Indonesia di masa krisis pada periode

1998-2000, UKM mempunyai ciri khas yaitu modal yang kecil, resiko yang relatif

kecil dan mendorong masyarakat mengembangkan semangat wirausaha (Manurung,

2006). UKM di Indonesia telah mendapat perhatian dan dibina Pemerintah dengan

dibuatnya sebuah Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.

Peraturan perundang-undangan tentang usaha kecil telah dilakukan

perubahan yaitu Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil diganti

dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah. Undang-undang tersebut mengelompokkan usaha menjadi empat

kelompok berdasarkan total aset dan total penjualan tahunan dengan kriteria sebagai

berikut:

(1) Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dam/atau badan

usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.

50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki

hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00.

(2) Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, dilakukan oleh

orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau

bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasasi, atau menjadi bagian baik

langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar,

dengan kriteria memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 sampai

dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan

tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.

300.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00.

(3) Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak

perusahaan atan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian

baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar

dengan jumlah kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 sampai dengan

16

paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00

sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00.

(4) Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha

dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari

Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha

patungan dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tidak

memberikan kriteria yang terlalu luas pada kelompok usaha kecil, seperti halnya

pada Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995. Kelompok-kelompok usaha tersebut

memberikan gambaran bahwa suatu kegiatan bisnis dapat berpindah kelompok

sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan usahanya.

Terkait dengan usaha kecil, maka Badan Pusat Statistik (Tambunan, 2002),

menyebutkan bahwa ada industri kecil (IK) yang merupakan unit usaha dengan

jumlah pekerja paling sedikit 5 orang dan paling banyak 19 orang termasuk

pengusaha, sedangkan industri rumah tangga (IRT) merupakan unit usaha dengan

jumlah pekerja paling banyak 4 orang termasuk pengusaha. Unit-unit usaha tanpa

pekerja (self-employment unit) termasuk dalam kategori ini. Pentingnya IK dan IRT

di Indonesia terefleksi antara lain dari jumlah unit usahanya yang sangat banyak

jauh melebihi jumlah unit usaha dari kelompok industri menengah besar (IMB). IK

dan IRT di Indonesia secara tradisional memiliki spesialisasi dalam jenis-jenis

industri yang membuat produk sederhana dengan kandungan teknologi rendah dan

sebagian besar pengusaha IK dan IRT hanya berpendidikan SD ke bawah.

Kebijakan Usaha Kecil

Kebijakan usaha kecil tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun

2008 yang menyebutkan bahwa pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan

Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan masyarakat secara sinergi dalam

bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Usaha

Kecil dan Usaha Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi

usaha yang tangguh dan mandiri. Prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah adalah: (1) penumbuhan kemandirian, kebersamaan dan kewirausahaan

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri; (2)

perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel dan berkeadilan; (3)

17

pengembanagn usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan

kompetensi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah; (4) peningkatan daya saing Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah; dan (5) penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan

dan pengendalian secara terpadu.

Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah: (1)

mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang dan

berkeadilan; (2) menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan (3)

meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam pembangunan

daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi

dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

Iklim usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah dan Pemerintah

Daerah untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah secara sinergis

melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan di

berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan dan dukungan

berusaha yang seluas-luasnya. Pemerintah dan Pemerintah Daerah Menumbuhkan

Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundangan-undangan dan kebijakan

yang meliputi aspek: (1) pendanaan; (2) sarana dan prasarana; (3) informasi usaha;

(4) perizinan usaha; (5) kesempatan berusaha; (6) promosi dagang; dan (7)

dukungan kelembagaan.

Pengembangan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah

Daerah, Dunia Usaha dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil

dan Menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan, dan bantuan

perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Pemerintah dan Pemerintah Daerah

memfasilitasi pengembangan usaha dalam bidang: (1) produksi dan pengolahan; (2)

pemasaran; (3) sumberdaya manusia; dan (4) desain dan teknologi.

Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,

Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi dan lembaga keuangan bukan

bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah. Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Mikro, Kecil

dan Menengah oleh lembaga penjamin kredit sebagai dukungan untuk memperbesar

kesempatan memperoleh pinjaman dalam rangka memperkuat permodalannya.

18

Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan bagi usaha

mikro dan kecil. Badan Usaha Milik Negara dapat menyediakan pembiayaan dari

penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil

dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.

Usaha besar nasional dan asing dapat menyediakan pembiayaan yang dialokasikan

kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan,

hibah, dan pembiayaan lainnya.

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha dapat memberikan hibah,

mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain

yang sah serta tidak mengikat untuk Usaha Mikro dan Kecil. Pemerintah dan

Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan

perizinan, keringanan tarif sarana dan prasarana, dan bentuk insentif lainnya yang

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada dunia usaha yang

menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil.

Kemitraan merupakan kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung

maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai,

memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah dengan Usaha Besar. Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan

masyarakat memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan, yang

saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan.

Kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta kemitraan antara

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dengan Usaha Besar mencakup proses alih

keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber

daya manusia, dan teknologi. Menteri dan Menteri Teknis mengatur pemberian

insentif kepada Usaha Besar yang melakukan kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil,

dan Menengah melalui inovasi dan pengembangan produk berorientasi ekspor,

penyerapan tenaga kerja, penggunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan,

serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.

Jadi kebijakan usaha kecil merupakan keputusan dan ketentuan yang dibuat

oleh pemerintah baik Pusat maupun Daerah yang ditujukan pada upaya

pemberdayaan usaha kecil sehingga mampu menumbuhkan dan menguatkan dirinya

menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Bentuk kebijakan pemberdayaan usaha

kecil tersebut meliputi: penumbuhan iklim usaha yang kondusif, pengembangan,

19

pembiayaan, penjaminan, kemitraan, inovasi produk, desain teknologi, pemasaran,

dan dukungan kelembagaan.

Pemerintah juga mendorong keterlibatan usaha besar nasional, baik Badan

Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta dan pihak asing untuk membantu

usaha kecil dalam pengembangan produk dengan teknologi tepat guna dan ramah

lingkungan, pemasaran yang beoriantasi ekspor dan peningkatan modal kerja serta

investasi. Bagi usaha besar dan pihak asing yang membantu usaha kecil akan

mendapat insentif dalam bentuk kemudahan perizinan dan keringanan tarif.

Berhubungan dengan kebijakan usaha kecil, maka Iwantono (2003)

berpendapat bahwa pengembangan industri pedesaan merupakan suatu keharusan.

Dengan pengembangan ini diharapkan dapat mengoreksi ketimpangan dalam

struktur ekonomi di Indonesia.

Beberapa pertimbangan mengapa industri pedesaan menjadi pilihan? yaitu

karena (1) secara geografis wilayah Indonesia didominasi oleh desa. Desa

menyimpan aneka potensi kekayaan alam dan berbagai sumber hayati; (2)

penawaran tenaga kerja yang cukup melimpah. Penawaran tenaga kerja di pedesaan

sangat elastis, artinya walaupun terjadi lonjakan permintaan, tidak akan diikuti oleh

kenaikan upah; dan (3) berbagai kelembagaan desa relatif sudah cukup berkembang,

antara lain: Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, PKK, Kelompok Usaha Bersama

dan lembaga keuangan seperti BRI, BPR dan bank swasta telah sampai di desa,

semua ini dapat menjadi infrastruktur yang akan menunjang pengembangan industri

pedesaan. Hal lain yang lebih penting yaitu bagaimana sifat dari industri yang akan

dikembangkan dan faktor apa yang menentukan sukses atau tidaknya pengembangan

industri pedesaan.

Kondisi Individu Pengusaha Kecil

Terdapat berbagai studi yang menelaah faktor individu usaha kecil seperti

status sosial ekonomi usaha kecil, pengalaman usaha, dan kekosmopolitan yang

dikaitkan dengan persepsi terhadap pendidikan, hingga mengaitkan faktor individu

usaha kecil dengan partisipasi dalam kegiatan kelompok, dan kemiskinan di

antaranya dilakukan oleh Mubyarto dkk. (1984). Berdasarkan studi tersebut, faktor

internal usaha kecil seperti status sosial ekonomi usaha kecil, pendidikan (formal

dan informal yang pernah diikuti), teknologi yang digunakan, wawasan lingkungan,

pengalaman berusaha dan kekosmopolitan memiliki hubungan positif dengan

pendapatan, dan kesejahteraan rumah tangga. Terdapat hubungan antara tingkat

20

pendidikan dengan kinerja usaha kecil, serta pengalaman dalam memprediksi usaha

yang tajam untuk memperhitungkan resiko dan kesuksesan.

Faktor-faktor individu yang umum biasanya meliputi: gender, suku, tingkat

pendidikan, pengalaman dan keterampilan. Banyak kajian bahwa faktor-faktor ini

ada kaitannya dengan keberhasilan kegiatan kewirausahaan. Dalam konsteks

wirausaha, menurut Bird (1996), faktor individu wirausaha merupakan individu

yang menjalankan usaha, faktor-faktor yang ada pada individu tersebut adalah: (1)

karakteristik biologis meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan; (2) latar belakang

wirausaha yaitu: pengalaman usaha, alasan berusaha, pekerjaan orang tua dan

keluarga; dan (3) motivasi, sebagai dorongan kuat untuk melakukan suatu usaha,

seperti: ketekunan, kegigihan dan kemauan keras untuk berhasil.

Menurut pemikiran para ahli tersebut, keragaan individu pengusaha kecil

merupakan kondisi yang ada, melekat dan dimiliki oleh para pengusaha kecil,

seperti tingkat pendidikan, status social, tingkat ekonomi yang dicapai usaha kecil,

latar belakang wirausaha pengalaman berusaha, pekerjaan orang tua dan keluarga,

keaktifan dalam kelompok, kekosmopolitan dan teknologi yang digunakan serta

tingkat motivasi/kegigihan para pengusaha kecil dalam menjalankan usahanya.

Industri Agro

Industri agro merupakan satu subsistem dalam sistem agribisnis. Secara

garis besar terdapat empat subsistem produksi/usaha tani (farming), yaitu: (1)

penyediaan sarana produksi seperti pupuk, bibit (benih), obat-obatan, mesin

pertanian dan sebagainya; (2) pengolahan; (3) pemasaran (tata niaga); dan (4)

subsistem pendukung seperti pembiayaan dan asuransi. Dalam hal ini yang disebut

agro industri adalah subsistem yang menangani pengolahan hasil produksi usaha tani

(Iwantono, 2003). Selanjutnya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000),

industri agro adalah industri di lapangan pertanian.

Pertanian dalam arti luas menurut Firdaus (2008) mencakup: (1) pertanian

rakyat atau disebut pertanian dalam arti sempit; (2) perkebunan, termasuk di

dalamnya perkebunan rakyat dan perkebunan besar; (3) kehutanan; (4) peternakan,

dan (5) perikanan. Hal ini sejalan dengan pendapat Jumin (2008) bahwa obyek

agronomi selain tanaman juga tumbuhan pengganggu, bahkan ternak, ikan dan

kodok. Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa industri agro adalah

proses pengolahan bahan mentah dari hasil pertanian dalam arti luas, mencakup

21

pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan menjadi barang-barang

yang siap digunakan.

Dilihat dari Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Tahun

2005 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), maka industri agro

termasuk dalam industri pengolahan khususnya industri makanan dan minuman.

Adapun pengkategorian tersebut menurut KBLI dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Industri Pengolahan Makanan dan Minuman Berdasarkan KBLI 2005 KATEGORI DAN KODE

JUDUL-DESKRIPSI

D Industri Pengolahan

15 Industri Makanan dan Minuman

15122 Industri penggaraman/Pengeringan ikan dan Biota Perairan

Lainnya. Kelompok ini mencakup usaha pengolahan dan

pengawetan ikan dan biota perairan lainnya melalui proses

penggaraman/pengeringan, seperti: ikan tembang asin, ikan

teri asin, udang asin dan cumi-cumi asin. Kegiatan

penggaraman/pengeringan ikan atau biota perairan lainnya

yang tidak dapat dipisahkan dari usaha

penangkapan/budidaya dimasukkan dalam golongan 050

(Perikanan)

15143 Industri Minyak Goreng dari Minyak Kelapa.

Kelompok ini mencakup usaha pengolahan lebih lanjut

(pemurnian, pemucatan dan penghilangan bau yang tidak

dikehendaki) dan minyak mentah kelapa menjadi minyak

goreng.

15322 Industri Berbagai Macam Tepung dari Padi-padian, Biji-

bijian, Kacang-kacangan, Umbi-umbian, dan sejenisnya.

Kelompok ini mencakup usaha pembuatan tepung dari padi-

padian, biji-bijian , kacang-kacangan, umbi-umbian, buah

palm dan sejenisnya melalui proses penggilingan, seperti:

tepung beras, tepung jagung, tepung sorghum, tepung kacang

hijau, tepung kacang kedelai, tepung gaplek dan tepung

kelapa.

22

Tabel 1 (Lanjutan)

15410 Industri Roti dan sejenisnya.

Kelompok ini mencakup usaha pembuatan segala macam

roti, kue kering dan sejenisnya.

15422 Industri Gula Merah

Kelompok ini mencakup usaha pembuatan gula yang tidak

berbentuk kristal, dengan bahan utamanya tebu maupun nira

(aren, kelapa dan sejenisnya). Kegiatan pembuatan gula

merah yang tidak dapat dipisahkan dari usaha pertaniannya

dimasukkan dalam kelompok 01113 dan 01133.

15494 Industri Tempe dan Tahu.

Kelompok ini mencakup usaha pembuatan tempe dari

kedelai/kacang-kacangan lainnya termasuk juga pembuatan

tahu, kembang tahu dan oncom (dari kacang tanah/kacang-

kacangan lainnya). Usaha pembuatan tempe yang bahan

bakunya selain kedelai/kacang-kacangan lainnya, seperti:

tempe bongkrek, dimasukkan dalam kelompok 15499.

15496 Industri Kerupuk, Keripik, Peyek dan sejenisnya.

Kelompok ini mencakup usaha industri berbagai macam

kerupuk, seperti: kerupuk udang, kerupuk ikan dan kerupuk

pati (kerupuk terung). Dan usaha pembuatan berbagai

macam makanan sejenis kerupuk, seperti macam-macam

emping, kecimpring, karak, gendar, opak, keripik paru,

keripik bekicot dan keripik kulit, peyek teri, peyek udang.

Kegiatan/usaha pembuatan keripik/peyek dari kacang-

kacangan dimasukkan dalam kelompok 15495.

15498 Industri Kue-Kue Basah.

Kelompok ini mencakup usaha pembuatan macam-macam

makanan sejenis kue yang relatif tidak tahan lama, seperti:

wajik, lemper, kue lapis dan martabak. (termasuk pembuatan

tape dan dodol).

Sumber: BPS Jakarta, 2006

23

Menurut Iwantono (2003), dilihat dari pembangunan nasional memiliki

alasan mendasar untuk mengembangkan industri agro secara sungguh-sungguh,

yaitu: (1) selama era orde baru menganggap telah berhasil dalam produksi di banyak

komoditas. Tetapi sebenarnya belum berhasil meningkatkan nilai tambah pertanian,

karena terbatasnya proses pengolahan; (2) agroindustri merupakan bidang usaha

yang mampu menciptakan kesempatan kerja sekitar 41% dari total lapangan kerja

pada industri pengolahan atau manufakturing; (3) agroindustri merupakan sumber

pertumbuhan, pangsa agroindustri terhadap total output industri pengolahan

mencapai 65,38%; (4) sebagai penghasil devisa, agroindustri menyumbang sekitar

68,91% dari ekspor produk industri olahan nonminyak dan gas bumi;(5) agroindustri

merupakan jenis industri yang memiliki keterkaitan ke bawah (downward linkage)

maupun keterkaitan ke atas (forward linkage); dan (6) umumnya agroindustri

berlokasi di pedesaan, karena itu kandungan lokalnya sangat tinggi, serta memiliki

social effect yang positif bagi sebagian besar rakyat kecil.

Bahan baku industri agro dapat digolongkan ke dalam kelompok bahan

makanan, tanaman perkebunan rakyat, tanaman perkebunan besar, peternakan dan

hasilnya, perikanan, kehutanan. Dari keenam subsektor penyedia bahan baku

tersebut, subsektor mana yang dapat menjadi basis pertumbuhan agroindustri ? Jika

dilihat dari pangsanya terhadap pembentukkan produk domestik bruto (PDB) sector

pertanian, menurut Iwantono (2003) urutannya pada tahun 2000 adalah: tanaman

pangan 59,8%; tanaman perkebunan rakyat 14,9%, peternakan dan hasilnya 11,6%;

perikanan 12,5%; kehutanan 1,1%; dan tanaman perkebunan besar 3,6%.

Industri pangan dan kertas berorientasi pada pasar dalam negeri, yakni

dengan rasio ekspor masing-masing hanya 6% dan 8%. Sedangkan kayu, terutama

kayu lapis, cenderung berorientasi ekspor dengan rasio ekspor 48%. Berdasarkan

analisis penawaran bahan baku dan perkembangan permintaan, dapat diambil

kesimpulan bahwa agroindustri yang memproduksi bahan pangan memiliki prospek

cerah di masa mendatang. Industri kayu dan kertas, walaupu pasarnya baik, kondisi

bahan bakunya kurang mendukung. Sementara itu, dilihat dari level pengolahannya,

produk pangan dapat digolongkan atas produk primer, produk sekunder, dan produk

tersier. Produk primer adalah produk tanpa pengolahan seperti beras, jagung,

singkong, ikan segar, sayur segar dan lainnya. Produk sekunder adalah produk

setengah jadi seperti tepung, susu, tempe, tahu, minyak sayur, dan lainnya. Produk

24

tersier adalah produk jadi seperti roti, biskuit, makanan dalam kaleng dan makanan

jadi restoran.

Hasil Susenas 1980 dan 1987 dapat diketahui pola pergeseran permintaan

produk tersebut. Pada 1980, dari total pengeluaran masyarakat untuk konsumsi

pangan, pangsa produk primer adalah 62%, pangsa produk sekunder 27%, dan

pangsa produk tersier 11%. Pada tahun 1987 pangsa produk primer turun menjadi

57%, produk sekunder turun menjadi 23%, dan produk tersier meningkat menjadi

20%. Dilihat dari level pengolahannya, maka “makanan jadi” menunjukkan

perkembangan permintaan yang pesat.

Berdasarkan data empiris di atas dapat disimpulkan bahwa industri agro yang

berbasis pangan adalah yang memiliki prospek cerah di masa mendatang. Namun,

tidak semua produk pangan manunjukkan pertumbuhan tinggi. Produk pangan yang

seyogyanya dikembangkan adalah produk pangan yang permintaannya elastis

terhadap perubahan pendapatan. Kemudian, dilihat dari tingkat pengolahannya,

produk “makanan jadi” akan tumbuh pesat.

Pembangunan Industri Agro

Sejalan dengan perubahan preferensi konsumen yang semakin menuntut

atribut produk yang lebih rinci dan lengkap, maka motor penggerak sektor agribisnis

harus berubah dari usahatani kepada industri pengolahan (industri agro). Artinya

untuk mengembangkan sektor agribisnis yang modern dan berdaya saing, industri

agro menjadi penentu kegiatan pada subsistem usahatani dan selanjutnya akan

menentukan subsistem agribisnis hulu. Pengembangan industri agro diarahkan pada

struktur industri agro yang lebih mengarah ke hilir untuk menciptakan nilai tambah

di dalam negeri, melakukan diversifikasi untuk memenuhi perubahan selera

konsumen dan memanfaatkan peluang pasar domestik maupun internasional

(Saragih, 2001).

Tujuan pembangunan industri agro menurut Simatupang dan Purwoto

(Sudaryanto dkk, 2002) tidak dapat dilepaskan dari peran industri agro itu sendiri

bagi Indonesia. Peran industri agro bagi Indonesia yang saat ini sedang menghadapi

masalah pertanian yaitu menciptakan nilai tambah hasil pertanian di dalam negeri,

penyediaan lapangan kerja khususnya dapat menarik tenaga kerja sector pertanian ke

sector industri dalam hal ini industri agro, meningkatkan penerimaan devisa melalui

ekspor hasil industri agro, memperbaiki pembagian pendapatan, dan menarik

25

pembangunan sektor pertanian. Orientasi pembangunan industri agro menurut

Arsyad (Sudaryanto dkk, 2002) hendaknya tidak dilepaskan dari usaha

meningkatkan mutu sumberdaya manusia dan kemampuannya dalam memanfaatkan

secara optimal sumber daya alam dan sumber daya lainnya. Hal ini berarti

pembangunan industri agro merupakan usaha untuk meluaskan ruang lingkup

kegiatan manusia. Dengan demikian dapat diusahakan secara vertikal semakin

besarnya nilai tambah pada kegiatan ekonomi dan sekaligus secara horizontal

semakin luasnya lapangan kerja produktif bagi penduduk yang jumlahnya semakin

bertambah.

Kebijaksanaan pembangunan industri agro paling tidak mempunyai dua

simpul utama. Pertama, industri agro diharapkan mampu menggerakkan

perekonomian masyarakat di wilayah produksi pertanian, dan kedua, mampu

mendorong pertumbuhan suplai hasil-hasil pertanian untuk kebutuhan industri agro.

Keberhasilan membangun kedua simpul ini dengan sendirinya akan menjawab

beberapa permasalahan antara lain peningkatan pendapatan sektor industri asal

pertanian, kesempatan kerja yang luas dan akan mempercepat transformasi dari

sektor pertanian ke sektor industri.

Pembangunan sektor industri sebaiknya untuk tahap awal didominasi oleh

pembangunan industri agro dan hal ini disertai dengan pembangunan pertanian yang

tangguh. Sudah merasakan pengalaman yang pahit bagaimana sebagian industri agro

di Indonesia, mengalami kemunduran besar akibat krisis moneter, karena industri

agro mengandalkan bahan baku dari impor sebagai akibat ketidak-mampuan sektor

pertanian memberikan dukungan yang efektif.

Berdasarkan pertimbangan di atas dapat dirumuskan beberapa sasaran

pengembangan industri agro yakni menarik pembangunan sektor pertanian,

menciptakan nilai tambah, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan

penerimaan devisa dan meningkatkan pembagian pendapatan.

Melihat peran industri agro sebagaimana telah dibahas di atas, maka

pembangunan industri agro merupakan suatu alternatif dalam menjawab berbagai

masalah ekonomi yang sedang dihadapi oleh bangsa. Artinya, pemerintah harus

memberikan dukungan dan pelayanan yang kuat bagi pembangunan industri agro di

Indonesia. Pengalaman telah memperlihatkan bahwa, industri agro dalam negeri

yang menggantungkan diri pada bahan baku impor akan sulit mempertahankan diri

bila terjadi krisis ekonomi.

26

Masalah besar yang dihadapi terutama adalah mutu sumberdaya manusia

yang umumnya tingkat pendidikan dan pengalaman masih rendah, investasi rendah

dan belum ada keterkaitan antara sector pertanian dan industri. Sementara sektor

pertanian sendiri belum stabil, masih mencari arah dan bentuk perkembangan.

Masalah mutu dan kontuinitas produksi pada suatu wilayah masih dipengaruhi oleh

masalah krisis yang seharunya bisa diatasi.

Peran pemerintah di masa mendatang lebih banyak dalam memberikan

pelayanan untuk mendorong pertumbuhan usaha industri agro melalui beberapa

kebijakan penting antara lain:

(1) Pelayanan tinggi bagi penyediaan dana investasi bagi industri agro baik skala

kecil, menengah, maupun skala besar yang disesuaikan dengan segmen pasar

yang akan diraih dan kebutuhan bahan baku.

(2) Membuat blue print pembangunan industri agro yang memperhatikan lokasi

sumber bahan baku, dan investasi yang dibutuhkan, skala agroindustri yang

disesuaikan dengan segmen pasar dan kebutuhan bahan baku, keadaan tenaga

kerja manusia dan mempertimbangkan sosial budaya dan lingkungan.

(3) Menyediakan suatu kebijaksanaan ekonomi makro yang mapu mendorong

pertumbuha pertanian dan industri agro. Kebijaksanaan itu antara lain

pengendalian inflasi melalui peredaran uang, tingkat bunga, nilai tukar dan

kebijaksanaan perdagangan luar negeri yang mendukung.

(4) Pemerintah harus dapat memilah-milah pada bagian mana dalam pembangunan

industri agro ikut langsung memberikan pembinaan dan pengarahan (Sudaryanto

dkk, 2002).

Pembangunan suatu industri agro haruslah mempertimbangkan paling tidak

lima hal yakni: kelayakan sisi teknis dan biaya investasi, kelayakan sisi ekonomi,

kondisi pasar dan pasokan bahan baku, kelayakan lingkungan fisik dan

pertimbangan sosial budaya.

Aspek teknis dan biaya investasi mencakup kondisi lokasi, sarana

transportasi dan prasarana yang ada. Semakin rumit masalah teknis yang dihadapi

akan semakin tinggi biaya investasi yang dibutuhkan dan semakin baik masalah

teknis yang dihadapi akan semakin rendah biaya investasi yang dibutuhkan.

Investasi adalah suatu yang langka oleh karena itu, pemilihan lokasi harus dikaji dari

suatu lokasi ke lokasi yang lain dengan mempertimbangkan kelancaran

27

mendapatkan bahan baku, kelancaran dalam mendistribusikan produksi industri agro

dan kemudahan-kemudahan memperoleh air bagi proses produksi dan sebagainya.

Aspek ekonomi mencakup kelayakan finansial dan kelayakan sosial.

Pertanyaannya adalah apakah suatu investasi agroindustri di suatu lokasi spesifik

mempunyai tingkat keuntungan finansial yang baik dan apakah pembangunan

agroindustri memberikan keuntungan bagi masyarakat khususnya pada lokasi

setempat ? Keuntungan finansial dipengaruhi oleh besarnya investasi, besarnya dana

pinjaman dan tingkat bunga, lamanya investasi dan biaya produksi yang

dikeluarkan. Kelayakan sosial antara lain adalah pengkajian apakah pembangunan

agroindustri memberikan keuntungan dalam menampung tenaga pengangguran,

pendapatan bagi wilayah bersangkutan, adanya kemungkinan peningkatan

kesejahteraan masyarakat sekitar antara lain membantu peningkatan petani yang

menyediakan bahan baku dan sebagainya ?

Bahan baku dan sumber daya manusia. Pertanyaan kunci adalah bagaimana

memperoleh bahan baku apakah akan dihasilkan sendiri, membeli dari petani atau

impor ? Pertanyaan kedua adalah bagaimana tingkat mutu bahan baku yang

diinginkannya, berapa jumlahnya, apakah perlu masa tanam diatur sehingga

kesulitan bahan baku karena musiman dapat ditanggulangi?

Pertimbangan lingkungan fisik, pembangunan industri agro tidak bertujuan

untuk merusak lingkungan yang pada akhirnya menyengsarakan rakyat. Ini

merupakan salah satu pertimbangan lingkungan fisik dalam membangun suatu

kawasan industri agro. Pertimbangan lingkungan yang patut diperhatikan adalah

dalam penggunaan air yang bersumberkan pada sumber air masyarakat dan

pembuangan sampah sisa proses produksi. Pembuangan sampah atau sisa produksi

industri agro pada dasarnya dapat dikembalikan pada tanah, tetapi harus dikaji benar

ke mana sampah-sampah itu dimanfaatkan ? Selama ini, sering kali kita menemukan

suatu industri agro yang bersahabat dengan alam, sehingga harus dibongkar.

Pertimbangan lingkungan yang lain adalah daerah pegunungan, bebatuan dan

sebagainya.

Penetapan lokasi dan jenis kualitas produk menurut Arsyad (Sudaryanto

dkk, 2002) merupakan suatu hal yang sangat penting, karena lokasi kawasan industri

agro dapat mempengaruhi pertumbuhan. Perusahaan cenderung untuk

meminimumkan biaya dengan memilih lokasi yang memaksimumkan peluangnya

untuk pasar. Dalam pemilihan lokasi peran pemerintah sangat besar khususnya

28

dalam memberikan ijin perusahaan dan ijin lokasi. Pemerintah dapat menggunakan

kedua fasilitasnya ini sebaik-baiknya sehingga pembangunan industri agro sangat

efektif dalam mencapai sasarannya.

Penyuluhan Pembangunan

Pengertian

Penyuluhan hakekatnya sebagai proses komunikasi dan pendidikan

terhadap orang dewasa guna mengubah sikap dan pola pikir mereka. Menurut

Asngari (2001), “penyuluhan adalah sistem pendidikan non-formal untuk mengubah

perilaku SDM-klien sesuai dengan yang dikehendaki atau direncanakan.”

Selanjutnya dikemukakan bahwa “kegiatan penyuluhan adalah kegiatan mendidik,

bukannya memaksa terjadinya perubahan perilaku SDM-klien.”

Hakekat pembangunan sebagai perubahan yang direncanakan untuk

mendapatkan kehidupan yang lebih baik tentu menuntut kesediaan dan ketulusan

semua pihak, baik yang merencanakan dan yang melaksanakan perubahan maupun

yang menjadi sasaran dari perubahan tersebut serta hal-hal yang akan diubah dan

target yang ingin dicapai. Hal yang terakhir ini Misra (1981) berpendapat bahwa

pembangunan adalah meningkatnya pencapaian sasaran akan nilai budayanya yang

menghasilkan kehidupan lebih bermutu.

Lebih rinci Misra (1981) menyatakan bahwa kehidupan yang lebih bermutu

ditandai oleh empat kondisi yaitu: (1) terpenuhinya berbagai kebutuhan hidup yang

berkesinambungan bagi semua orang dalam kondisi yang lebih baik, (2)

Penghargaan dan pengakuan bagi semua orang (sesuai posisi dan perannya) serta

harga diri, (3) bebas dari tirani dalam bentuk apapun, dan (4) kehidupan

bermasyarakat yang dirasakan dan dimiliki setiap orang.

Proses pembangunan akan berhasil dan berdampak positif bagi masyarakat

jika didukung oleh berbagai modal. Secara sederhana Thomas et al. (2001)

menyatakan bahwa terdapat tiga asset yang mereka golongkan sebagai modal, yakni:

modal manusia, fisik dan alam. Fukuyama (2002) dan Senge et al. (1999)

menambahkan bahwa modal pembangunan tidak hanya ketiga modal tersebut, tetapi

perlu juga modal social dan modal finansial.

Penyuluhan pembangunan merupakan kajian tentang bagaimana pola

perilaku manusia pembangunan terbentuk, bagaimana perilaku manusia dapat

berubah atau diubah sehingga mau meninggalkan kebiasaan lama dan menggantinya

29

dengan perilaku baru yang berakibat kualitas kehidupan orang yang bersangkutan

menjadi lebih baik (Slamet, 2003)?. Secara internal manusia cenderung

mempertahankan pola perilaku, kebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat yang telah

dimiliki. Kalaupun manusia ternyata berubah dari zaman ke zaman, itu terutama

karena pengaruh lingkungan, baik lingkungan alam dan fisik maupun lingkungan

sosial. Penyuluhan pembangunan berusaha mengendalikan atau memanipulasi

lingkungan tersebut sedemikian rupa sehingga mampu mempengaruhi orang-orang

tertentu untuk mau mengubah pola perilakunya yang akan memperbaiki mutu

kehidupan mereka.

Penyuluhan pembangunan selalu menitikberatkan pada berbagai upaya untuk

mewujudkan perbaikan kualitas kehidupan manusia, baik secara moril maupun

materiil, melalui peningkatan motivasi, keberdayaan, kepemimpinan dan kualitas

perilaku SDM. Pendekatan pembangunan menurut konsep penyuluhan

pembangunan adalah pengembangan SDM (people centered development) dalam

rangka pembangunan sosial, yaitu pendekatan-pendekatan yang lebih bersifat

menghargai harkat dan martabat manusia (humanisasi) seiring dengan pembangunan

ekonomi.

Berdasarkan perkembangan pandangan dan persepsi para pakar tentang

pembangunan terdapat kesepakatan bahwa manusia adalah subyek, pelaku dan

sekaligus sasaran pembangunan. Dengan kata lain pembangunan terfokus pada

manusia guna meningkatkan kesejahteraan, martabat dan kualitas sumber daya

manusia, sedangkan pembangunan ekonomi masih tetap menjadi andalan yakni

pertumbuhan yang diperoleh harus diperuntukkan bagi pembangunan sosial yang

lebih adil dan lebih merata.

Berdasarkan pembahasan di atas, fokus penyuluhan pembangunan terhadap

para pengusaha kecil adalah diharapkan dapat terjadinya proses pembelajaran dan

perubahan yang bersifat positif, yaitu: meningkatnya keberdayaan, kemandirian,

kepercayaan diri, kreatifitas, produktivitas, kemampuan kewirausahaan, dorongan

hidup hemat dan seimbang, hidup jujur serta dapat dipercaya, daya pikir prospektif,

daya saing dan keberanian berkompetisi dari para pengusaha usaha kecil.

Perencanaan Program

Program adalah produk yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perencanaan,

program dapat juga diartikan sebagai pernyataan tertulis mengenai: (a) situasi

30

wilayah, (b) masalah yang dihadapi, (c) tujuan yang angin dicapai, dan (d) cara

mencapai tujuan, yaitu perencanaan kerja yang berisi pernyataan tentang hal-hal

yang dilakukan, siapa yang melakukan, kapan dilakukan, bagaimana cara

melakukan, mengapa dilakukan, dan dimana hal itu dilakukan (Setiana, 2005).

Secara filosofis, pengembangan program perlu didasarkan pada kepercayaan

akan tujuan pendidikan dan kelanjutan pendidikan, kepercayaan tentang belajar dan

orang yang belajar, kepercayaan tentang pengajaran dan penyuluhan sebagai orang

yang membuat rencana pembelajaran dan kepercayaan tentang proses

pengembangan program (Boyle, 1981). Program hanya akan berhasil mencapai

tujuan, jika benar-benar mampu menjawab kebutuhan masyarakat (Chambers,

1999).

Terdapat berbagai model perencanaan program penyuluhan, seperti yang

dikemukakan oleh Leagen, Kelsey dan Hearne, Pesson, Raudabaugh, dan KOK,

namun pada prinsipnya program tersebut mencakup lima hal yaitu: (l) pendekatan

pada masyarakat saat masuk ke dalam sistem sosial masyarakat, (2) tinjauan umum

tentang potensi dan keadaan fisik dan sosial ekonomi masyarakat, (3) pelibatan

masyarakat dalam perencanaan program terutama dalam menyadarkan akan

perlunya perubahan, perencanaan pelaksanaan, perencanaan evaluasi, dan

penganggaran, (4) pelaksanaan program, dan (5) evaluasi dan tindak lanjut.

Menurut Martinez (Mardikanto, 1993): (a) Perencanaan program merupakan

upaya perumusan, pengembangan dan pelaksanaan program-program; dan (b)

Perencanaan program merupakan proses berkelanjutan, melalui mana warga

masyarakat merumuskan kegiatan-kegiatan yang berupa serangkaian aktivitas yang

diarahkan untuk tercapainya tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan masyarakat

setempat. Jadi perencanaan program adalah suatu proses berkelanjutan, melalui

seluruh warga masyarakat secara bersama-sama mempertimbangkan upaya

pembangunan masyarakatnya dengan menggunakan segala sumberdaya yang

mungkin dapat dimanfaatkan.

Setiana (2005) berpendapat bahwa perencanaan program penyuluhan adalah

sesuatu yang harus dilakukan, karena untuk mencapai keberhasilan dari program

maka fakta-fakta di lapangan perlu diketahui, dihubung-hubungkan dan ditarik

asumsi-asumsi. Perencanaan program adalah perumusan, pengembangan, dan

pelaksanaan program itu sendiri. Perencanaan program harus merupakan

perencanaan tertulis tentang kegiatan yang akan dikembangkan secara bersama-

31

sama oleh masyarakat, penyuluh, pembina, spesialis, dan para petugas lapangan

lainnya.

Tipe program dalam pembangunan digunakan untuk menentukan ukuran

keberhasilan yang akan dicapai suatu program. Boyle (1981) mengemukakan ada

tiga tipe program dalam pembangunan, yaitu:

(1) Tipe program development: Tipe program ini mengidentifikasi masalah-masalah

pokok kelayan, masyarakat atau segmen masyarakat. Program pendidikan yang

mampu menolong orang lain dapat dikembangkan, menyangkut: pengetahuan,

keterampilan dan sikap yang merupakan alat pendukung pemecahan masalah,

semuanya diprogramkan dan kesuksesan program diukur dari keberhasilan

memecahkan masalah.

(2) Tipe program institusional: Tipe program ini berfokus pada pengembangan dan

peningkatan kemampuan dasar seseorang. Kemampuan ini meliputi

pengetahuan, keterampilan dan sikap. Adanya peningkatan pengetahuan,

keterampilan dan sikap merupakan kriteria utama keberhasilan program.

(3) Tipe program informasional: Tipe program ini berupa pertukaran informasi

antara pendidik atau perencana dan warga belajar. Fokusnya pada

pengidentifikasian infornasi baru yang harus disebarkan. Jadi keberhasilan

program dapat diukur dari adanya pertambahan informasi baru berkenaan

dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap dari warga belajar.

Perencanaan program dibuat untuk mendapatkan arah pedoman dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi apa sebenarnya manfaat dari

perencanaan program tersebut. Hal ini dikemukakan oleh Mardikanto (1993), bahwa

ada beberapa manfaat perencanaan program, yaitu:

(1) Memberi acuan dalam mempertimbangkan secara seksama tentang apa yang

harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya. Dengan acuan yang sudah

dipilih, memudahkan semua pihak untuk mengambil keputusan yang sebaik-

baiknya.

(2) Menyediakan acuan tertulis yang dapat digunakan oleh masyarakat. Adanya

acuan tertulis mencegah terjadinya salah pengertian dan dapat dievaluasi setiap

saat, sejak sebelum, selama dan sesudah program tersebut dilaksanakan.

(3) Memberi pedoman pengambilan keputusan terhhadap adanya usul/saran

penyempurnaan. Adanya pedoman tertulis dapat dikaji seberapa jauh saran

32

penyempurnaan dapat diterima atau ditolak agar tujuan yang diinginkan tetap

tercapai.

(4) Memantapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, yang perkembangannya dapat

diukur dan dievaluasi.

(5) Memberi pengertian yang jelas terhadap pemilihan tentang: (a) kepentingan dari

masalah-masalah insidental; dan (b) pemantapan dari perubahan-perubahan

sementara.

(6) Mencegah salah pengertian tentang tujuan akhir dan mengembangkan

kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan maupun yang tidak dirasakan.

(7) Memberikan kelangsungan dalam diri personal, artinya setiap personal yang

terlibat dalam pelaksanaan dan evaluasi program selalu merasakan perlunya

kesinambungan program hinggga tercapainya tujuan.

(8) Membantu mengembangkan kepemimpinan, yaitu menggerakkan semua pihak

yang terlibat dan mengunakan sumberdaya yang tersedia serta dapat digunakan

untuk tercapainya tujuan yang dikehendaki.

(9) Menghindarkan pemborosan sumberdaya, baik tenaga, biaya maupun waktu dan

mendorong efisiensi.

(10)Menjamin kelayakan kegiatan yang dilakukan dalam masyarakat dan yang

dilaksanakan sendiri oleh masyarakat setempat.

Program Penyuluhan bagi Usaha Kecil

Memperhatikan kajian dan pemikiran di atas dapat dikemukakan bahwa

program penyuluhan bagi usaha kecil merupakan suatu pernyataan tertulis tentang

kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan setelah disepakati antara penyuluh/fasilitator

dari instansi terkait dengan para pengusaha kecil, yang terlebih dahulu

memperhatikan kebutuhan, permasalahan dan karakteristik lingkungan usaha kecil

setempat. Dengan program tersebut diharapkan semua pihak, baik aparatur pembina

maupun para pengusaha kecil memiliki pedoman dalam menjalankan setiap

kegiatannya, sehingga tujuan bersama diharapkan dapat terwujud. Program

penyuluhan bisa bertujuan untuk menambah informasi baru, meningkatkan

pengetahuan, keterampilan, sikap dan untuk memecahkan masalah yang dihadapi

para pengusaha kecil.

Berbagai aspek dari peran penyuluh (agen pembaharu) menurut Lippitt et al.

(1958) meliputi:

33

(1) Mendiagnosis kejelasan permasalahan.

Mendiagnosis masalah atau kebutuhan-kebutuhan yang benar-benar

diperlukan (real needs) masyarakat sasaran. Menunjukkan kepada masyarakat

sasaran tentang pentingnya perubahan-perubahan yang harus dilakukan, dengan

menunjukkan masalah-masalah dan kebutuhan-kebutuhan yang belum dirasakan

oleh masyarakat sasarannya.

(2) Menilai motivasi dan kemampuan berubah suatu masyarakat sasaran.

Analisis tentang motivasi dan kemampuan masyarakat sasaran untuk

melakukan perubahan, sehingga upaya perubahan yang direncanakan mudah

diterima dan dapat dilaksanakan sesuai dengan sumberdaya (dana,

pengetahuan/ketrampilan, dan kelembagaan) yang telah dimiliki masyarakat

sasaran.

(3) Menilai motivasi dan sumber usaha penyuluh (agen pembaharu).

Menganalisis motif kerja para penyuluh dan sumberdaya yang tersedia

dapat digunakan oleh penyuluh untuk mencapai perubahan sebagaimana yang

direncanakan.

(4) Menseleksi sasaran perubahan yang sesuai.

Pemilihan sasaran perubahan yang tepat, dengan kegiatan awal yang

benar-benar diyakini akan berhasil dan memiliki arti yang sangat strategis bagi

berlangsungnya perubahan-perubahan lanjutan di masa-masa mendatang.

(5) Memilih peran bantuan yang sesuai.

Pemilihan peran bantuan paling tepat yang akan dilakukan oleh

penyuluh, baik berupa bantuan keahlian, dorongan dan dukungan untuk

melakukan perubahan, pembentukan kelembagaan, memperkuat kerjasama

masyarakat atau menciptakan suasana tertentu bagi terciptanya perubahan.

(6) Memantapkan dan menjaga hubungan dengan masyarakat sasaran.

Memantapkan hubungan melalui upaya terus-menerus menjalin

kerjasama dan hubungan baik dengan masyarakat sasaran, terutama tokoh-

tokohnya, baik tokoh formal maupun tokoh informal.

(7) Mengarahkan tahap-tahap perubahan.

Bersama-sama masyarakat sasaran memantapkan upaya-upaya

perubahan dan merancang tahapan-tahapan perubahan yang perlu dilaksanakan

untuk jangka panjang. Terus-menerus memberikan sumbangan terhadap

34

perubahan yang profesional melalui kegiatan penelitian dan rumusan-rumusan

konseptual.

(8) Memilih teknik yang sesuai dengan perilaku kelayan.

Bersama-sama masyarakat, menentukan prioritas kegiatan, memobilisasi

sumberdaya, mengambil inisiatif, mengarahkan, dan membimbing perubahhan

yang direncanakan sesuai dengan pola tindak masyarakat sasaran.

Kegiatan penyuluhan akan berhasil apabila penyuluh terlebih dahulu

mempersiapkan dirinya secara memadai. Menurut Mardikanto (1993) setiap

penyuluh perlu mempersiapkan dirinya dengan berbagai persiapan sehingga dapat

melaksanakan tugas dengan baik dan mencapai tujuannya. Persiapan penyuluh itu

meliputi:

(1) Persiapan kepribadian

Persiapan ini meliputi: (a) penampilan, sikap berbicara dan tingkah laku

yang menarik; (b) kesediaan untuk bergaul, menjalin kerjasama dan bersedia

tinggal dengan masyarakat sasarannya; (c) mudah bergaul dan menyesuaikan

diri dengan keadaan lingkungannya; (d) meyakinkan masyarakat sasarannya

sebagai orang yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas; dan (e)

kesiapan dan kesediaannya untuk membantu masyarakat sasarannya dalam

memecahkan masalah yang dihadapi.

(2) Persiapan kajian lapang.

Setiap penyuluh terlebih dahulu melakukan kajian lapang mengenai

wilayah kerjanya, maupun terhadap wilayah lain yang memiliki kesamaan

karakteristik. Hal ini sebagai upaya pengenalan karakteristik wilayah kerja, baik

yang berkaitan dengan masalah teknis maupun sosial ekonomi, dan inventarisasi

hasil penelitian atau kajian yang pernah dilakukan di wilayah tersebut.

Kajian lapang dapat dilakukan dengan mempelajari data skunder yang

tersedia dari lembaga yang berkompeten maupun dengan melakukan

pengumpulan data primer melalui pengamatan atau wawancara dengan tokoh

masyarakat setempat.

(3) Persiapan untuk belajar.

Setiap penyuluh mempersiapkan diri untuk mau belajar secara terus-

menerus, persiapan ini perlu dimiliki dan dihayati oleh mereka. Oleh karena itu

seorang penyuluh harus rajin: (a) berkomunikasi dengan lembaga penelitian dan

35

sumber-sumber inovasi yang lain; (b) mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi dari berbagai publikasi; (c) mengikuti berbagai

pertemuan ilmiah; (d) mengikuti pelatihan dan penataran; dan (e) melakukan

karya wisata, widya wisata, maupun anjangsana kepada kelayan yang telah

berhasil.

(4) Persiapan perlengkapan menyuluh.

Untuk mencapai kegiatan penyuluhan, seorang penyuluh perlu

menyediakan dan menggunakan perlengkapan menyuluh, baik alat bantu

maupun alat peraga. Dalam menyediakan perlengkapan tersebut seringkali

penyuluh menghadapi kendala biaya dan waktu. Karena itu sejak dini harus

belajar membuat alat bantu dan alat peraga penyuluhannya sendiri. Selain itu

perlu kemampuan memilih alat-alat tersebut yang mudah didapat dan relatif

murah harganya. Tidak semua peralatan yang canggih merupakan perlengkapan

penyuluh yang efektif, hal ini karena karakteristik masyarakat sasaran, sifat

inovasinya maupun pertimbangan teknis lainnya.

Memperhatikan pokok-pokok pikiran tentang kegiatan penyuluhan

pembangunan di atas, maka penyuluhan terhadap para pengusaha kecil hendaknya

didasarkan atas :

- Prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa, bahwasanya penyuluhan adalah proses

pendidikan orang dewasa maka harus memperhatikan karakteristik orang dewasa

yang kembali belajar dalam hal ini para pengusaha kecil. Hal tersebut akan

disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan orang dewasa.

- Intervensi komunitas terencana, bahwasanya pemberdayaan pengusaha kecil

adalah salah satu bentuk pengembangan kelompok masyarakat, sehingga proses

perubahan yang dibutuhkan untuk menuju keberdayaan usaha kecil diperlukan

pendekatan intervensi komunitas.

- Partisipatif, proses penyuluhan dilakukan secara partisipatif yang memerlukan

keterlibatan para pengusaha kecil secara interaktif dan maksimal dalam kegiatan

perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan panilaian dengan tetap

memperhatikan prinsip lokalitas dan kemampuan para pengusaha kecil tersebut.

- Berorientasi pada kebutuhan para pengusaha usaha kecil. Kebutuhan para

pengusaha kecil merupakan fokus kegiatan penyuluhan (bukan kebutuhan

program atau penyuluh), sehingga kelemahan-kelemahan program

36

pemberdayaan masa lalu yang berorientasi pada kebutuhan nasional bisa dikaji

kembali untuk diarahkan pada kebutuhan usaha kecil.

- Pendekatan kelompok, penyuluhan dilakukan dengan pendekatan kelompok

bukan hanya karena prinsip efisiensi, tetapi agar terjadi interaksi antar

pengusaha kecil yang sekaligus menjadi forum belajar dan forum pengambilan

keputusan di antara mereka. Selain itu proses difusi inovasi juga lebih mudah

terjadi dengan pendekatan kelompok.

Memperhatikan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa kemampuan

penyuluh/aparatur pembina merupakan syarat mutlak keberhasilan kegiatan

penyuluhan terhadap usaha kecil, karena itu dituntut memahami peran yang harus

dijalankannya dan memiliki kehandalan dalam bidang tugas yang menyangkut

prospek pengembangan usaha kecil industri agro. Peran yang harus dijalankan

meliputi: mengembangkan kebutuhan dan memahami permasalahan yang dihadapi

para pengusaha kecil industri agro, menggerakkan perubahan yang lebih baik dan

memantapkan hubungan dengan para pengusaha kecil industri agro. Kualitas yang

harus dimiliki menyangkut: kemampuan berkomunikasi, sikap menghayati profesi

penyuluhan terhadap usaha kecil, menyukai dan dekat dengan kelompok usaha kecil

industri agro, tingkat pengetahuan yang memadai di bidang penyuluhan

kewirausahaan bagi usaha kecil industri agro, mampu menerapkan proses belajar

mengajar orang dewasa dan mampu melakukan pengembangan kegiatan kelompok

wirausaha industri agro.

Teori Perilaku

Teori Psikoanalitik

Teori ini dikemukakan oleh Freud (Salkind, 1985) bahwa setiap orang

memiliki tiga unsur kumpulan energi di dalam kepribadiannya, yaitu: Id

(naluri/insting), ego dan superego. Id mencari kepuasan pada dirinya sendiri dan

juga superego yang merupakan bagian dari jiwa manusia yang mengandung unsur

ideal dan pikiran yang baik. Tindakan atau perilaku manusia merupakan hasil

konflik antar Id dan superego. Konflik antara kedua faktor ini selalu berhasil

didamaikan oleh ego. Pola perilaku manusia selalu bersifat defensif dan selalu dapat

diperkirakan berdasarkan pengamatan atas bagaimana kompromi yang terjadi antara

Id dan superego.

37

Ketiga unsur kepribadian ini kadar kekuatannya beragam antar individu.

Bahkan pada diri masing-masing individu kadar kekuatan dari ketiga unsur itu dapat

berubah antar waktu, sehingga kualitas kepribadian seseorang tidak senantiasa

konsisten, melainkan dapat berfluktuasi antar waktu.

Teori Sifat dan Perangai

Teori ini dikemukakan oleh Cattell (Indrawijaya, 1986). Secara sederhana

dapat dikatakan bahwa menurut teori ini kepribadian seseorang selalu tetap dan

tidak berubah atau sulit berubah. Oleh sebab itu mudah sekali untuk memperkirakan

perilaku seseorang. Sifat dan perangai seseoranglah yang membedakannya dengan

orang lain. Selanjutnya menurut teori ini, sifat seseorang sudah ada sejak lahir,

dibagikan secara unik, tidak berubah sepanjang masa, dapat diukur secara

kuantitatif, dan dapat digunakan untuk menduga bagaimana ia akan bertindak.

Sifat atau perangai seseorang dapat diteliti dengan berbagai cara. Ada yang

berpendapat bahwa sifat seseorang dapat diketahui melalui pendekatan biologis;

maksudnya sifat manusia ditentukan oleh faktor genetisnya masing-masing. Warna

mata, rambut dan bentuk tubuh dapat menunjukkan sifat atau perangai seseorang.

Sebagian lagi berpendapat bahwa kepribadian seseorang ditentukan oleh sifat

kejiwaan, seperti ketenangan, kehangatan dan sebagainya. Sifat-sifat kejiwaan ini

menjelma dalam cara ia bertindak.

Teori Kebutuhan dan Motivasi

Teori ini dianggap dapat memberikan bantuan untuk lebih mengerti

kepribadian seseorang. Tokoh-tokoh teori ini antara lain: Maslow dan Mc. Clelland,

(Thoha,1998). Di bawah ini dikemukakan teori hirarkhi kebutuhan dan teori motif

berprestasi.

Teori hirarkhi kebutuhan memberi perhatian pada manusia yang psikologi

sehat. Menurut teori ini manusia selalu dituntut oleh keinginan untuk memenuhi

kebutuhannya, tetapi sekali terpenuhi kebutuhan, ia tidak lagi menjadi faktor

pendorong. Hirarkhi kebutuhan ini menyangkut: kebutuhan biologis, kebutuhan rasa

aman, kebutuhan untuk diterima dan dihormati orang lain, kebutuhan untuk

mempunyai citra baik, dan kebutuhan untuk menunjukkan prestasi yang terbaik.

Walupun teori ini paling sering dikutip tetapi banyak dikritik. Kritik itu ada yang

bersifat mempertanyakan kebenaran teori itu sendiri, yang tidak berdasarkan hasil

38

penelitian; ada pula yang mengkritik karena tingkat kebutuhan manusia sebenarnya

tidak dapat dipisah-pisahkan secara berjenjang. Seseorang mungkin saja masuk

organisasi bukan dengan alasan kebutuhan biologis, tetapi misalnya langsung karena

kebutuhan akan rasa aman.

Teori motif berprestasi berbeda dengan konsepsi Maslow, teori yang

dikemukakan Mc. Clelland ini terpusat pada satu macam kebutuhan, yaitu yang

disebut dengan motif berprestasi. Teori ini berasumsi bahwa semua kebutuhan

adalah karena dipelajari, sehingga kepribadian juga akan berubah kalau seseorang

belajar. Teori ini menemukan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara

buku yang dibaca oleh seseorang dengan tingkat motivasinya. Lebih lanjut

dikatakan bahwa terdapat pula hubungan yang sangat erat antara tingkat motivasi

berprestasi suatu masyarakat dengan tingkat kemajuan perekonomiannya.

Perilaku suatu Pandangan Kesisteman

Perilaku manusia adalah sesuatu yang rumit. Padahal mengerti perilaku

manusia justru merupakan panhkal tolak untuk dapat mengerti perilakunya dalam

organisasi. Pandangan kesisteman adalah jalan yang paling mudah untuk mengerti

perilaku manusia. Dalam pandangan ini perilaku manusia ditentukan oleh proses

input dan output. Artinya harus menganggap bahwa manusia adalah suatu sistem

yang terbuka, bukan sesuatu yang dapat diisolasi, dan bahwa manusia berintegrasi

dengan lingkungan serta hidup dalam lingkungan.

Pandangan ini dikemukakan oleh Vinacke (Indrawijaya, 1986), bahwa

seseorang mendapatkan input dari lingkungannya, kemudian melakukan proses

transformasi dan melakukan suatu tindakan atau berperilaku tertentu. Tindakan dan

perilakunya merupakan masukan bagi lingkungannya. Selanjutnya kombinasi antara

lingkungan seseorang dengan sifat-sifat yang dibawanya sejak lahir akan

menyebabkan timbulnya kebutuhan dan dorongan untuk berkembang.

Tindakan manusia selalu ada penyebab atau pendorongnya dan mempunyai

maksud tertentu. Kurt Lewin (Indrawijaya, 1986) seorang ahli ilmu jiwa terkenal

mengemukakan rumus: Personality = f (heredity, experience), artinya kepribadian

adalah fungsi dari pembawaan sejak lahir dan lingkungan (pengalaman).

Menurut Skinner (Salkind, 1985), perilaku adalah fungsi dari konsekuensi.

Perilaku timbul karena ada stimulus, kualitas dan karakteristik stimulus yang

mengikuti perilaku adalah sangat penting. Konsekuensi perilaku akan menyebabkan

39

peningkatan, penurunan atau tidak adanya perubahan dalam probabilitas timbulnya

perilaku yang terjadi kemudian. Berdasarkan pada studi dan analisis konsekuensi

Skinner ini, maka pengaruh lingkungan terhadap perubahan perilaku sangat penting.

Aspek Kognitif, Afektif dan Psikomotorik

Perilaku manusia hakekatnya menyangkut aspek kognitif (pengetahuan),

afektif (sikap) dan psikomotorik (keterampilan). Sementara itu menurut Duncan

dalam Indrawijaya (1986) mengemukakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh

karakteristik pribadi, kebutuhan, harapan dan pengalamannya.

Menurut Gibson et al. (1995), terdapat beberapa faktor penting yang

menyebabkan perbedaan individu dalam perilaku. Model Dasar Perilaku disajikan

sebagai titik pangkal untuk memahami perilaku individu. Hal penting yang dapat

dipetik dari model tersebut adalah: (l) proses perilaku adalah serupa bagi semua

orang; (2) perilaku yang sebenarnya dapat berbeda karena peubah fisiologis,

lingkungan dan psikologis, dan karena faktor-faktor seperti frustasi, konflik dan

kegelisahan; dan (3) banyak peubah yang mempengaruhi perilaku terbentuk sebelum

orang memasuki organisasi pekerjaan.

Proses yang mendasari perilaku seseorang adalah sama, dengan empat

asumsi penting mengenai perilaku manusia yaitu: (l) perilaku timbul karena sesuatu

sebab, (2) perilaku diarahkan kepada tujuan, (3) perilaku yang terarah pada tujuan

dapat diganggu oleh frustasi, konflik dan kegelisahan, dan (4) perilaku timbul

karena motivasi. Berdasarkan empat asumsi tersebut, maka dapat diketahui bahwa

seseorang berperilaku tidak dapat secara spontan dan tanpa tujuan, tetapi harus ada

sasaran secara eksplisit maupun implisit dan timbul sebagai reaksi atas sasaran.

Pola perilaku dapat berbeda tetapi proses terjadinya adalah hal yang

mendasar bagi semua individu, yakni terjadi disebabkan, digerakkan dan

ditunjukkan pada sasaran (Kast dan Rosenzweig, 1995). Berdasarkan teori perilaku

dan asumsi di atas, perilaku itu tidak dapat spontan dan tanpa tujuan, sehingga harus

ada sasaran baik eksplisit maupun implisit. Perilaku kearah sasaran timbul sebagai

reaksi terhadap rangsangan (penyebab) yang dapat berupa jarak antara kondisi

sekarang dan kondisi baru yang diharapkan, dan perilaku yang timbul adalah untuk

menutup jarak tersebut.

Unsur perilaku terdiri atas perilaku yang tak tampak seperti pengetahuan

(cognitive) dan sikap mental (affective), serta perilaku yang tampak seperti

40

keterampilan (psychomotoric) dan tindakan nyata (action). Gabungan dari atribut

biologis, psikologis dan pola perilaku aktual menghasilkan kepribadian (character)

yakni kombinasi yang kompleks dari sifat-sifat mental, nilai-nilai, sikap

kepercayaan, selera, ambisi, minat, kebiasaan, dan ciri-ciri lain yang membentuk

suatu diri yang unik (unique self) (Kast dan Rosenzweig, 1995).

Untuk mengetahui proses perilaku ini terbentuk dan berkembang, komponen

kognitif, afektif dan psikomotorik, menurut Mar’at (1982), dikaitkan dengan hal-hal

berikut:

(l) Kognisi berhubungan dengan belief, ide dan konsep. Kepercayaan datang dari

apa yang pernah kita lihat atau apa yang telah kita ketahui. Setelah kepercayaan

terbentuk, ia dapat memprediksi masa datang, termasuk didalamnya pengalaman

pribadi yang cenderung membentuk stereotip. Ranah/domain, kognisi akan

menjawab pertanyaan sesuatu yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang obyek.

(2) Afeksi, menyangkut kehidupan emosional seseorang. Secara umum disamakan

dengan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Reaksi emosional ditentukan oleh

kepercayaan.

(3) Konasi/Psikomotor, merupakan kecenderungan bertingkah laku, berkaitan

dengan obyek yang dihadapi. Kecenderungan berperilaku secara konsisten.

Selaras dengan kepercayaan dan perasaan yang membentuk perilaku individu.

Menurut Kast dan Rosenzweig (1995), terdapat beberapa faktor yang

berpengaruh terhadap perilaku individual dalam suatu situasi kerja. Faktor-faktor

tersebut dikelompokkan menjadi tiga konteks yaitu: konteks individual yang

berhubungan dengan konteks organisasi kerja dan konteks umum yang berada di

luar konteks individual dan konteks organisasi kerja.

Proses Belajar Menentukan Perilaku

Belajar merupakan salah satu proses fundamental yang mendasari perilaku.

Gibson et al. (1995) mendefinisikan belajar sebagai proses terjadinya perubahan

yang relatif tetap dalam perilaku sebagai akibat dari praktek. Menurut Robbins

(1996), terdapat tiga hal yang perlu mendapat penjelasan mengenai perubahan

perilaku dan belajar yaitu: (1) belajar melibatkan perubahan, (2) perubahan itu harus

relatif permanen, dan (3) belajar berlangsung dimana ada sesuatu perubaahan

41

tindakan. Suatu perubahan proses berpikir atau sikap seseorang individu jika tidak

diiringi dengan perubahan perilaku, itu bukan pembelajaran.

Menurut Robbins (2001), terdapat tiga teori untuk menjelaskan proses

pembelajaran yang mendasari pola perilaku, yaitu: (1) Teori pengkondisian klasik

(Classical Conditioning) dari Pavlov lebih bersifat pasif, sesuatu terjadi dan

seseorang bereaksi dengan cara yang khusus. Jadi hanya menjelaskan perilaku

reflektif yang sederhana, padahal perilaku rumit dari individu lebih bersifat

dipancarkan bukan diperoleh, jadi perilaku individu bersifat sukarela bukan refleks;

(2) Teori pengkondisian operan (Operant Conditioning) dari Skinner berpandangan

bahwa dengan menciptakan konsekwensi-konsekwensi yang menyenangkan, maka

frekuensi dari perilakunya akan meningkat; dan (3) Teori pembelajaran sosial

(Social Learning) dari Bandura (1977) bahwa orang dapat belajar lewat pengamatan

dan pengalaman langsung. Teori ini menekankan permainan peran utama, melalui

pengalaman sendiri, secara simbolik dan proses pengaturan diri sendiri dalam fungsi

psikologikal. Pendekatan teori pembelajaran sosial menjelaskan perilaku manusia

dalam suatu pola interaksi timbal balik secara terus-menerusantara kognitif,

keperilakuan dan faktor penentu lingkungan. Dalam proses timbal balik berpeluang

bagi orang untuk mempengaruhi kehendaknya dan juga membatasi diri sendiri

secara langsung. Berdasarkan teori-teori tersebut, dapat dirumuskan empat metode

pembentukan perilaku yaitu: lewat penguatan positif, penguatan negatif, hukuman

dan pemunahan.

Aliran behavioristik merujuk pada sebuah set teori tentang proses

perkembangan pada diri manusia. Atribut teori-teori ini adalah bahwa individu

berkembang karena lebih dipengaruhi oleh faktor biologi. Asumsi-asumsi dasar

paham perilaku ini adalah:

(l) Perkembangan adalah suatu fungsi pembelajaran.

Gagne (Salkind, 1985) mendefinisikan perkembangan sebagai kumpulan

efek pembelajaraan. Pembelajaran merupakan perubahan perilaku jangka pendek

dan jika perubahan ini digabung dan diorganisir secara hirarkis akan

menghasilkan perkembangan. Jadi perkembangan adalah hasil akumulasi

pengalaman yang terkait satu sama lain . Perkembangan berasal dari

pembelajaran dan pembelajaran bukan hasil perkembangan. Bijou (Salkind,

1985) juga berpendapat sama tentang perkembangan. Dia mendefinisikan

pembelajaran sebagai hubungan antara penguatan dan pelemahan fungsi

42

stimulus dan respon. Dalam paradigma ini reinforcement dan punishment oleh

perilaku.

(2) Perkembangan adalah hasil dari tipe-tipe belajar yang berbeda.

Mempelajari tipe-tipe belajar yang mengatur perkembangan adalah

penting. Tipe-tipe pembelajaran ini diasosiasikan dengan teori-teori lain.

(3) Perbedaan-perbedaan individu dalam perkembangan menggambarkan

perbedaan-perbedaan dalam sejarah dan pengalaman sebelumnya. Perbedaan

dalam perkembangan individu dihasilkan dari pengalaman masa lalu yang

berbeda-beda. Pengalaman dan sejarah masa lalu menjadi dasar perkembangan.

Cara pengalaman-pengalaman tersebut disimpan, diambil dan kemudian

ditransfer ke dalam situasi baru merupakan elemen penting dalam perspektif

perilaku.

(4) Perkembangan adalah hasil dari pengorganisasian perilaku-perilaku.

Perkembangan adalah proses pengorganisasian perilaku-perilaku

sederhana yang terpisah-pisah (yang dihasilkan dari pengalaman sebelumnya)

menjadi perilaku yang lebih kompleks.

(5) Faktor-faktor biologis membentuk batasan-batasan umum pada jenis perilaku

yang dikembangkan, tetapi lingkungan menentukan perilaku-perilaku dimana

organisme berada.

Meskipun proses biologis menghasilkan framework perilaku, faktor

lingkungan akan menentukan jenis-jenis yang dihasilkan. Lingkungan menentukan

perilaku-perilaku yang diperoleh. Kesehatan kandungan, kematian ibu, merokok,

minum alkohol, dapat mempengaruhi perkembangan, input lingkungan

mempengaruhi perkembangan.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa perubahan perilaku

pada individu tidak terlepas dari proses pembelajaran yang terjadi. Dengan

dukungan dari lingkungan pembelajaran yang terjadi secara formal maupun informal

maka akan terjadi perubahan perilaku.

Perilaku sebagai cara bertindak yang diperlihatkan oleh seseorang

merupakan hasil kombinasi antara pengembangan pengetahuan anatomis, fisiologis

dan psikologis dan pola perilaku dipakai seseorang dalam melaksanakan kegiatan-

kegiatannya. Model dasar perilaku disajikan sebagai titik pangkal untuk memahami

perilaku individu. Perubahan perilaku dapat terjadi melalui proses pembelajaran,

adanya stimulus atau bahkan karena tekanan/paksaan.

43

Konsep Wirausaha

Pengertian Wirausaha

Banyak orang melakukan warausaha karena tuntutan kebutuhan, kemudian

melalui proses yang panjang sehingga perilaku wirausaha sudah menjadi bagian dari

kehidupannya, artinya perilaku wirausaha sebenarnya dapat dipelajari dan

diimplementasikan oleh setiap orang, jika orang tersebut ada kemauan dan

dorongan, walaupun awalnya disebabkan oleh adanya tekanan untuk menjaga

eksistensi kehidupannya.

Menurut Meredith et al. (1996), para wirausaha adalah orang-orang yang

mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan yang ada; mengumpulkan

sumberdaya-sumberdaya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dan

mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses. Wirausaha akan

berorientasi kepada tindakan, dan bermotivasi tinggi yang mengambil risiko dalam

mengejar tujuannya.

Hal senada dikemukakan oleh Zimmerer dan Scarborough (2005), adalah

sebagai berikut: wirausahawan adalah orang yang menciptakan bisnis baru yang

berhadapan dengan resiko dan ketidakpastian, bertujuan mencapai keuntungan dan

pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang-peluang yang signifikan serta

menyusun sumber-sumber usaha yang penting bagi permodalan usahanya.

Pemikiran di atas juga didukung oleh Kuratko dan Hodgetts (Manurung,

2006), bahwa wirausahawan adalah orang yang melakukan pengorganisasian,

mengelola dan membuat asumsi resiko suatu bisnis. Wijandi dan Sarma (2002)

berpendapat bahwa inti kewirausahaan adalah kemandirian. Kemandirian seseorang

banyak ditentukan oleh tingkat kepercayaan dirinya atas apa yang harus dihadapi.

Kemandirian untuk mampu bekerja mandiri akan sulit dilakukan jika tidak terbiasa

belajar, berlatih dan kerja mandiri yang memberikan pengalaman sukses.

Kepercayaan diri sangat menentukan keberanian seseorang untuk bertindak atau

mengambil resiko, karena faktor keyakinan atas kemampuan diri sangat bergantung

pada seberapa tinggi kepercayaan dirinya untuk berhasil.

Winardi (2003) mendefinisikan kewirausahaan sebagai semangat, perilaku,

dan kemampuan untuk memberikan tanggapan yang positif terhadap peluang

memperoleh keuntungan untuk diri sendiri dan atau pelayanan yang lebih baik pada

pelanggan/masyarakat. Caranya dengan selalu berusaha mencari dan melayani

44

langganan lebih banyak dan lebih baik, serta menciptakan dan menyediakan produk

yang lebih bermanfaat dan menerapkan cara kerja yang lebih efisien, melalui

keberanian mengambil resiko, kreatifitas dan inovasi serta kemampuan manajemen.

Definisi di atas mengandung asumsi bahwa setiap orang yang mempunyai

kemampuan normal, bisa menjadi wirausaha asal mau dan mempunyai kesempatan

untuk belajar dan berusaha.

Memperhatikan pendapat para ahli tersebut dapat dikemukakan bahwa

wirausaha merupakan tindakan seseorang yang berani mengambil resiko sebuah

bisnis, mempunyai asumsi adanya pertumbuhan bisnis dan hasil-hasilnya yang dapat

meningkatkan kapitalisasi perusahaan. Memiliki kemampuan berusaha sendiri tanpa

tergantung pada orang lain dan tangguh menghadapi cobaan. Tindakan yang

dilakukannya untuk mengelola sebuah bisnis dengan karakteristik inovasi yang

tinggi.

Wirausaha bukanlah sekedar pengetahuan praktis, tetapi lebih cenderung

pada suatu gaya hidup dan prinsip-prinsip tertentu yang akan mempengaruhi kinerja

usaha. Apabila hal tersebut dimiliki oleh pengusaha kecil dengan kualitas yang

tinggi, maka kesejahteraan pengusaha dan tenagakerja serta keluarga yang

menggantungkan hidup pada usaha tersebut akan dapat ditingkatkan.

Perilaku Wirausaha

Menurut Bird (1996), perilaku wirausaha adalah aktivitas wirausahawan

yang: mencermati peluang (opportunistis), mempertimbangkan dorongan nilai-nilai

dalam lingkungan usahanya (value-driven), siap menerima resiko dan kreatif.

Gagasan-gagasannya disesuaikan dengan format dimulainya bisnis, pertumbuhan

usaha atau transformasi bisnis. Perry (1995) menyatakan bahwa perilaku wirausaha

merupakan aktivitas wirausahawan dalam mengelola usahanya dengan inovasi

radikal, strategi proaktif dan pengambilan resiko yang dimanifestasikan dalam

dukungan proyek dan dengan hasil yang tidak pasti.

Profil wirausaha menurut Meredith et al. (1996) adalah memiliki ciri: (l)

percaya diri, (2) berorientasi tugas dan hasil, (3) pengambil resiko, (4)

kepemimpinan, (5) keorisinilan, dan (6) berorientasi masa depan/visioner.

Wirausaha menurut Manurung (2006) mempunyai empat karakteristik yang

meliputi hal-hal sebagai berikut:

45

(1) Menjalankan sebuah bisnis yang mempunyai kemungkinan menghasilkan

keuntungan;

(2) Berani menanggung resiko bisnis tersebut di masa mendatang;

(3) Bisnis yang sedang ditekuni akan mempunyai kesempatan bertumbuh;

(4) Perusahaan akan membuat inovasi dan terjadi kapitalisasi bisnis tersebut.

Profil wirausaha menurut Zimmerer dan Scarborough (2005), antara lain

meenyangkut:

(1) Menyukai tanggung jawab;

(2) Lebih menyukai resiko menengah;

(3) Keuletan dan keyakinan untuk meraih keberhasilan;

(4) Hasrat untuk langsung mendapatkan umpan balik;

(5) Tingkat energi yang tinggi dan mengutamakan efisiensi

(6) Orientasi ke depan terhadap peluang pasar ;

(7) Keterampilan mengorganisasi dan menjalin hubungan;

(8) Menilai prestasi lebih tinggi dari pada uang.

Menurut Sukardi (1991), terdapat sembilan ciri psikologis wirausaha yang

berhasil: (l) selalu tanggap terhadap peluang dan kesempatan berusaha yang

berkaitan dengan peluang kinerjanya; (2) selalu berusaha memperbaiki prestasi,

menggunakan umpan balik, menyenangi tantangan dan berupaya agar kinerjanya

lebih baik dari sebelumnya; (3) selalu bergaul dengan siapa saja, membina kenalan,

mencari kenalan baru dan berusaha menyesuaikan diri dalam berbagai situasi; (4)

dalam berusaha selalu terlibat dalam situasi kerja, tidak mudah menyerah sebelum

pekerjaan selesai; (5) optimis bahwa usahanya akan berhasil, percaya diri dan

bergairah, tidak ragu-ragu; (6) tidak khawatir menghadapi situasi yang tidak pasti,

berarti mengambil antisipasi terhadap kemungkinan-kemungkinan kegagalan, segala

tindakan diperhatikan secara cermat; (7) benar-benar memperhitungkan apa yang

harus dilakukan dan bertanggungjawab pada dirinya sendiri; (8) selalu bekerja keras

mencari cara-cara baru yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerjanya;

dan (9) hal yang dilakukannya merupakan tanggung jawabnya, kegagalan dan

keberhasilan dikaitkan dengan tindakan pribadinya.

Berdasarkan hasil penelitian Perry (1995), pendekatan kewirausahaan akan

membimbing dan mengarahkan usaha kecil meraih hasil yang lebih baik. Ditemukan

bahwa keberhasilan usaha kecil menengah eceran di Thailand meningkat karena

46

dipengaruhi faktor: orientasi kewirausahaan, pengalaman bisnis wirausahanya,

strategi peningkatan penjualan,dan pembangunan intangible asset.

Kajian yang dilakukan berbagai pihak membuktikan ternyata tidak terdapat

korelasi yang positif antara tingkat pendidikan dan kapasitas berusaha. Sebaliknya,

justru waktu berwirausaha (entrepreneurial age) merupakan variabel yang dominan.

Sehubungan dengan hal itu, kenyataan memang menunjukkan hanya wirausaha kecil

yang memiliki pengalaman panjang dalam jenis usaha tertentu yang dapat berhasil

sedangkan orang-orang yang baru masuk ke dalam usaha atau selalu berganti-ganti

usaha lebih sulit berkembang.

Berpijak pada kajian tentang perilaku wirausaha di atas, dan mengacu pada

definisi perilaku wirausaha dari Bird (1996) dan Meredith et al. (1996) dapat

dinyatakan bahwa perilaku wirausaha merupakan aspek-aspek yang terinternalisasi

dalam diri pengusaha kecil yang ditunjukkan oleh pengetahuan, sikap dan

keterampilannya untuk melakukan usaha dengan inovatif, inisiatif, berani

mengambil resiko dan berdaya saing.

Menurut Bird (1996), terdapat empat elemen yang membentuk perilaku

wirausaha yaitu: (1) faktor individu merupakan kondidi orang-orang yang ada dalam

organisasi, (2) faktor organisasi menyangkut kondisi internal, keberadaan serta daya

tahan lembaga tersebut, (3) faktor lingkungan merupakan faktor yang berada di luar

organisasi dan dapat mempengaruhi keberadaan organisasi, dan (4) faktor proses,

sebagai aktivitas kerja yang terjadi dalam organisasi termasuk terjadinya interaksi

antara individu yang satu dengan yang lainnya.

Faktor individu yang menjalankan usaha adalah karakteristik biologis, latar

belakang wirausaha, dan motivasi. Faktor organizational outcomes, adalah unit

usaha, kekayaan, produk dan sebagainya. Faktor lingkungan mencakup kekuatan

yang lebih besar yaitu: faktor sosial, ekonomi, dan politik yang mendukung atau

menghambat wirausaha.

Konteksnya meliputi hak cipta, modal, keyakinan dan nilai-nilai dalam

usaha, teknologi, sumber daya lokal, inkubator, jejaring, temamn sesama pengusaha,

mitra dan dukungan keluarga. Faktor perilaku adalah proses yang dijalankan oleh

wirausaha dalam kegiatan usahanya meliputi: pemahaman usaha (conceiving),

kreasi (creating), pengelolaan (organizing), dan promosi (promoting).

Berdasarkan uraian di atas, maka setidak-tidaknya faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku wirausaha dapat digolongkan menjadi dua yaitu: faktor

47

internal yang merupakan faktor yang ada dalam diri pribadi dan faktor eksternal

yang terdiri dari lingkungan dan faktor pendukung kegiatan usaha.

Menyimak pemikiran di atas dapat dikemukakan bahwa perilaku wirausaha

dalam konteks pengembangan usaha kecil adalah perilaku yang dimiliki pengusaha

kecil dalam menjalankan aktivitas usahanya yang terdiri dari kecermatan terhadap

peluang usaha, keberanian dalam mengambil resiko, keinovatifan dalam

menghasilkan produk dan daya saing usahanya.

Berarti pengusaha kecil yang memiliki pola perilaku wirausaha adalah

mereka yang secara gigih berupaya melakukan kombinasi dari sumberdaya ekonomi

yang tersedia, mereka mampu menciptakan produk dan teknik usaha baru (inovatif),

mampu mencari peluang baru (opportunistis), bekerja dengan metode kerja yang

lebih efektif dan efisien, cepat mengambil keputusan dan berani mengambil resiko.

Konsep Pemberdayaan dan Keberdayaan Usaha Kecil

Pengertian Pemberdayaan

Konsep pemberdayaan terus berkembang dan terus mendapat revisi baik dari

kalangan birokrat maupun kalangan ilmuwan. Perubahan struktur masyarakat,

kebutuhan masyarakat dan berkembangnya pemikiran kritis masyarakat menuntut

perubahan makna, visi, misi dan strategi pembangunan. Konsep pemberdayaan

muncul pada 1970-an, pada masa itu masyarakat mulai berkembang pemikirannya

dan bereaksi untuk mengembangkan kapasitasnya. Mereka melakukan gerakan

populis, antistruktur, antisistem dan antideterminisme yang diaplikasikan dalam

kekuasaan.

Oxaal dan Baden (1997) menjelaskan bahwa pemberdayaan bukan sekedar

membuka akses untuk mengambil keputusan tetapi harus memproses masyarakat

agar mereka merasa mampu dan berhak menduduki ruang pengambilan keputusan.

Upaya perberdayaan ditujukan untuk menjadikan suasana kemanusiaan yang adil

dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baik dalam kelompok

masyarakat, negara, regional maupun internasional. Proses pemberdayaan

mengandung dua kecenderungan, yaitu: (l) proses pemberdayaan yang menekankan

kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau

kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya, dan (2) proses

menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan

48

atau keberdayaan, menentukan hal-hal yang menjadi pilihan hidupnya melalui

proses belajar.

Hubeis (2000) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat (community

empowerment) adalah perwujudan capacity building masyarakat yang bernuansa

pada pemberdayaan sumberdaya manusia melalui pengembangan kelembagaan

pembangunan mulai dari tingkat pusat sampai tingkat pedesaan seiring dengan

pembangunan sistem sosial ekonomi rakyat, prasarana dan sarana, serta

pengembangan Tiga-P: Pendampingan yang dapat menggerakkan partisipasi total

masyarakat, Penyuluhan dapat merespon dan memantau ubahan-ubahan yang terjadi

di masyarakat dan Pelayanan yang berfungsi sebagai unsur pengendali ketepatan

distribusi aset sumberdaya fisik dan non fisik yang diperlukan masyarakat.

Esensial dalam pemberdayaan adalah ketika individu atau masyarakat

diberikan kesempatan untuk membicarakan hal-hal yang penting untuk

perubahan yang mereka butuhkan. Berimplikasi kepada sisi supply dan demand

tentang pembangunan, perubahan lingkungan dimana masyarakat miskin hidup,

dan membantu mereka membangun dan mengembangkan karakter mereka

sendiri.

Pemberdayaan berupa meningkatkan kesempatan-kesempatan pembangunan,

mendorong hasil-hasil pembangunan, dan memperbaiki kualitas hidup manusia

(Syahyuti, 2006). Pemikiran pemberdayaan di atas, menunjukkan bahwa kebutuhan

peningkatan kapasitas manusia sangat mendesak untuk dilakukan guna mendorong

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemberdayaan untuk meningkatkan kualitas

sumberdaya manusia menjadi semakin penting untuk mengatasi permasalahan

kemiskinan.

Dalam konteks usaha kecil makna pemberdayaan diartikan sebagai proses

pembelajaran yang berkesinambungan yang ditujukan untuk memberikan kekuatan

kepada masyarakat agar: (l) memiliki kesadaran, rasa percaya diri dan ketegasan

dalam seluruh segi kehidupannya; (2) mampu mengambil keputusan, memecahkan

masalah, dan berkreasi dalam usaha kecilnya; (3) mampu bekerjasama dan membina

hubungan dalam lingkungan usaha dan lingkungan sosialnya; dan (4) mampu

mengakses sumberdaya, informasi, peluang, pengetahuan dan keterampilan untuk

kelangsungan usaha dan kehidupan keluarganya di masa yang akan datang lebih

baik (Syahyuti, 2006). Melalui proses pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat

berkembang lebih jauh dengan berkembangnya pola pikir yang kritis dan sistematis

49

sehingga masyarakat usaha kecil lebih mampu melakukan kegiatan secara berdaya

dan partisipatif.

Keberdayaan Usaha Kecil

Dikatakan berdaya apabila seseorang telah mampu meningkatkan

kesejahteraan sosial ekonominya melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia

(SDM), peningkatan kemampuan permodalan, pengembangan usaha, dan

pengembangan kelembagaan usaha bersama dengan menerapkan prinsip gotong

royong, keswadayaan, dan partisipasi (Ismawan, 2001). Lebih lanjut Friedmann

(Ismawan, 2001) menekankan bahwa keberdayaan ditandai adanya kekuatan sosial

menyangkut akses terhadap dasar-dasar produksi tertentu, misalnya informasi,

pengetahuan dan keterampilan, partisipasi dalam organisasi sosial, dan sumber-

sumber keuangan.

Keberdayaan juga ditunjukkan adanya kemampuan membangun daya saing

dengan menumbuhkan kesadaran pengusaha-pengusaha kecil akan mutu, jasa,

lingkungan, organisasi, kerukunan, kerjasama, kejujuran, dan hal-hal lain yang

berpengaruh dalam pemasaran produk dengan jangkauan pasar yang lebih luas.

Terjadinya proses perubahan kerangka berpikir, dari orientasi ke dalam menuju

orientasi ke luar, agar kelompok usaha kecil bisa mengantisipasi perubahan iklim

bisnis secara akurat, khususnya perubahan pola persaingan Friedmann (Ismawan,

2001).

Keberdayaan ditunjukkan dengan adanya kemampuan mengakses pasar

secara luas. Melalui strategi marketing mix secara tepat, usaha kecil akan lebih

kompetitif di pasar. Marketing mix bisa optimal kalau pelaku usaha kecil memiliki

kesadaran untuk berorganisasi sehingga dapat menembus wilayah pemasaran yang

lebih luas. Sebab biasanya menembus pasar secara kolektif relatif lebih mudah

dibandingkan dengan pola single fighter (berjuang individual). Bagi usaha kecil,

efektivitas dan efisiensi adalah sesuatu yang tidak bisa dipaksakan atau didikte,

tetapi hanya bisa distimulasi. Efisiensi dalam proses produksi dan pemasaran adalah

buah upaya pengembangan yang terus-menerus (Ismawan, 2001).

Selama ini, pelaku ekonomi rakyat memang selalu tak berdaya ketika

berhadapan dengan lembaga-lembaga finansial. Upaya pemerintah mengembangkan

kredit bagi usaha kecil bukan tidak pernah dilakukan, tetapi sudah banyak dilakukan

dengan berbagai paket bantuan kredit pada usaha kecil. Namun demikian pihak

perbankan sebetulnya memiliki berbagai kendala dalam melayani pengusaha kecil.

50

Biaya transaksi masih relaif tinggi, sebab lokasi nasabah pada umumnya sulit

dijangkau akibat kurangnya jaringan kerja perbankan. Kendala lainnya, banyak

kredit berskala kecil yang digunakan untuk kepentingan konsumtif. Salah satu

kelemahan kredit usaha kecil (KUK) adalah tidak adanya pembedaan secara tegas

antara kredit untuk keperluan konsumtif dan kredit usaha produktif.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa keberdayaan

menunjukkan tingkat ketahanan para usaha kecil dalam menjalankan usahanya, yang

diperlihatkan dengan kemampuan mengakses pasar, kemampuan bersaing,

kemampuan mengakses permodalan, mampu mengakses informasi bisnis, mampu

menyesuaikan dengan perkembangan bisnis, mampu mengembangkan kelembagaan

usaha kecil, mampu mengakses bahan baku/barang jadi lainnya untuk

diperdagangkan, mampu menjalin jaringan dengan pelaku-pelaku bisnis serta pihak

pengambil kebijakan.

Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil

Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dalam perkembangannya

konsep mengenai strategi terus berkembang. Menurut Steiner (Rangkuti, 2001)

mengemukakan bahwa strategi merupakan respon secara terus-menerus maupun

adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan

internal yang dapat mempengaruhi organisasi. Porter (1985) memaknai strategi

sebagai alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan bersaing.

Hamel dan Prahalad (1995) berpendapat bahwa strategi merupakan tindakan

yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus serta dilakukan

berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan

masyarakat di masa depan. McNicholas (1977) menyatakan bahwa strategi sebagai

suatu seni menggunakan kecakapan dan sumberdaya suatu organisasi untuk

mencapai sasarannya melalui hubungan yang efektif dengan lingkungan dalam

kondisi yang paling menguntungkan.

Secara lebih rinci dikemukakan oleh Hax dan Majluf (Salusu, 1996) bahwa

strategi menyangkut: (1) pola keputusan yang konsisten, menyatu dan integral; (2)

menentukan dan menampilkan tujuan jangka panjang, program aksi dan prioritas

sumber daya; (3) menseleksi bidang yang akan digeluti; (4) mencoba mendapatkan

keuntungan yang mampu bertahan lama dengan memberikan respon yang tepat

terhadap peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal serta kekuatan dan

kelemahannya; dan (5) melibatkan semua tingkatan hirarkhi dari organisasi.

51

Tipe strategi menurut Kooten (1991) meliputi: (1) corporate strategi

(strategi organisasi), (2) program strategy (strategi program), (3) resource support

strategy (strategi pendukung sumberdaya), dan (4) institutional strategy (strategi

kelembagaan).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa strategi

adalah tujuan jangka panjang dari suatu kelembagaan dengan mendayagunakan serta

mengalokasikan semua sumber daya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut

dengan merespon secara tepat terhadap perkembangan lingkungan eksternal.

Hanna dan Robinson (1994) berpendapat bahwa ada tiga strategi

pemberdayaan masyarakat, yaitu: (1) strategi traditional yang menyarankan agar

mengetahui dan memilih kepentingan terbaik secara bebas dalam berbagai keadaan,

(2) strategi direct action yang membutuhkan dominasi kepentingan yang dihormati

oleh semua pihak yang terlibat, dipandang dari sudut perubahan yang akan terjadi,

dan (3) strategi transformatif yang menunjukkan bahwa pendidikan massa dalam

jangka panjang.

Upaya pemberdayaan masyarakat menurut Ife (1995) dapat ditempuh

melalui tiga strategi, yaitu:

(1) kebijakan dan perencanaan;

Para elitis memiliki kekuasaan yang kuat untuk memberdayakan masyarakat

melalui berbagai kebijakan dari perencanaan. Jika elit politik tidak memiliki

kemauan politik untuk mengubah kebijakan yang cenderung melanggengkan

ketidakberdayaan masyarakat, maka masyarakat dapat melakukan upaya

advokasi untuk menekan elit politik sehingga mereka dapat mengubah

kebijakannya.

(2) aksi sosial dan politik;

Aksi sosial secara partisipatif yang dimulai dari tahap perencanaan,

pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menikmati hasil. Salah satu cara

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat yaitu

membentuk aliansi antar kelompok swadaya masyarakat.

(3) pendidikan dan pembangkitan kesadaran.

Dilihat dari perspektif post-strukturalis, faktor yang paling esensial dalam

upaya pemberdayaan masyarakat adalah faktor pendidikan. Terjadi proses

pembelajaran secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

52

kekuatan religi, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan keterampilan

yang diperlukan bagi dirinya.

Ismawan (2001) mengemukakan bahwa substansi pemberdayaan yang

mengacu kepada kemampuan masyarakat, yaitu: (a) pengembangan sumber daya

manusia, merupakan pembentukan aspek pengakuan diri, percaya diri, kemandirian,

kemampuan kerjasama, toleransi terhadap sesamanya dengan menyadari potensi

yang dimilikinya; (b) peningkatan kemampuan permodalan, banyak hasil penelitian

menganggap permodalan menempati urgensi tersendiri karena menentukan ekspansi,

tetapi permodalan hanya satu di antara titik-titik keberdayaan usaha kecil,

sebenarnya fokus pemberdayaan usaha kecil hanya pada segi permodalan

mengesankan sebagai sebuah upaya simplifikasi; (c) pengembangan usaha

produktif, terkait dengan peluang dan kebutuhan pasar yang sedang diminati para

konsumen; (d) pengembangan kelembagaan usaha bersama, dengan menerapkan

prinsip gotong royong, keswadayaan dan partisipasi; dan (e) kemampuan akses

informasi, berhubungan dengan kesempatan usaha kecil memperoleh informasi dan

pengetahuan manajerial, inovasi, info pasar, kebijakan pemerintah dan kemitraan.

Berdasarkan kajian para ahli di atas dapat dikemukakan strategi

pemberdayaan usaha kecil sebagai berikut:

(1) Mencari kiat-kiat yang tepat dalam peningkatan pengetahuan, semangat dan

kemampuan masyarakat dalam berwirausaha dengan cara membudayakan

kebiasaan-kebiasaan berwirausaha pada masyarakat dalam mencari nafkah

sehari-harinya.

(2) Dilakukan pelatihan untuk peningkatan keterampilan teknis dalam

memproduksi, pemasaran serta manajerial.

(3) Memfasilitasi kerjasama usaha kecil dalam bentuk koperasi, asosiasi dan

himpunan kelompok usaha kecil guna memperkuat posisi tawar usaha kecil.

(4) Berusaha melakukan pendekatan dengan pihak pemerintah/instansi terkait

guna mendapatkan penyediaan prasarana umum yang dapat mendorong

pertumbuhan usaha kecil seperti: lokasi pasar, ruang pertokoan yang

terjangkau, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan

rakyat serta lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima.

(5) Memberi bantuan dan memfasilitasi terbentuknya bank data jaringan informasi

bisnis yang mampu menyebarkan informasi mengenai pasar, teknologi, desain

dan mutu.

53

(6) Merekrut dan menyeleksi tenaga penyuluh usaha kecil yang handal, gigih, ulet,

dekat dengan masyarakat, profesional dan kompeten.

(7) Menyediakan bantuan konsultasi usaha kecil yang melibatkan dinas-dinas

terkait, tenaga ahli dari perguruan tinggi, pelaku bisnis serta konsultal usaha

kecil lainnya.

(8) Melakukan pendekatan agar tersusun kebijakan yang memberikan kemudahan

dalam tata cara perizinan usaha kecil serta kemudahan persyaratannya.

(9) Memfasilitasi guna terwujudnya kemitraan usaha kecil dengan usaha

menengah dan besar serta mencegah hal-hal yang merugikan usaha kecil

dalam transakasi bisnis melalui kemitraan tersebut.

(10) Melakukan pendekatan dengan pimpinan pemerintah daerah agar terusmuskan

suatu kebijakan yang mencegah terbentuknya struktur pasar yang dapat

menimbulkan persaingan yang tidak wajar seperti monopoli, oligopoli yang

merugikan usaha kecil.

(11) Terus melakukan komunikasi dan kedekatan sehingga tersusun kebijakan

pendanaan, baik dalam bentuk penjaminan kredit dari lembaga keuangan

maupun dari penyisihan 5 % keuntungan BUMN serta program bantuan

pembuatan sertifikasi kepemilikan tanah dan bangunan para usaha kecil untuk

jaminan kredit.

(12) Diupayakan dengan menjalin kerjasama guna memperoleh bantuan modal dari

pihak swasta.

(13) Merumuskan dan memberikan bimbingan bagi pengembangan usaha yang

benar-benar sedang produktif;

(14) Memfasilitasi tersedianya informasi yang tepat guna bagi usaha kecil, baik

informasi perluasan pasar, bahan baku, kerjasama kemitraan, perkembangan

teknologi maupun infomasi kebijakan pemerintah dan perubahan

perekonomian lainnya.

Keberhasilan Usaha Kecil

Keberhasilan usaha kecil terutama sangat ditentukan oleh individu

pengusaha itu sendiri selain lingkungan eksternal. Artinya sampai sejauhmana

pengusaha kecil itu mampu mengelola, membenahi secara tepat dan optimal potensi

internalnya di samping memiliki kehandalan dalam membaca pelung, beradaptasi

dan mampu mengantisipasi secara cermat terhadap fluktuasi lingkungan eksternal

54

seperti perubahan pasar, selera konsumen, perubahan harga bahan baku,

perkembangan teknologi, perubahan kebijakan pemerintah maupun iklim ekonomi

dan kondisi politik lainnya.

Menurut Day (1990), performance outcomes (keberhasilan) perusahaan

meliputi: (1) satisfaction (kepuasan) artinya semakin banyak pihak-pihak yang

merasa terpuaskan oleh keberadaan perusahaan itu, seperti pelanggan, pemilik

saham, karyawan, pemberi pijaman, pemasok dan pemerintah; (2) loyality

(loyalitas), menyangkut kesetiaan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan oleh

perusahaan sehingga mereka tidak berpindah dalam pembelian pada produk

perusahaan lain; (3) market share (pangsa pasar), dalam hal ini sejauh mana

perusahaan tersebut mampu untuk terus meningkatkan dan memperluas pangsa

pasarnya bahkan mampu menjadi pemimpin pasar; dan (4) profitability (peningkatan

pendapatan), suatu perusahaan dikatakan berhasil dalam usahanya dan menunjukkan

kinerja yang baik jika secara bertahap terus memperlihatkan peningkatan profit yang

signifikan. Selanjutnya Day menyebutkan bahwa performance outcomes yang

menunjukkan tercapainya pertumbuhan dan keuntungan dipengaruhi oleh positions

of advantage yang meliputi: nilai pelanggan yang superior dan biaya yang relatif

rendah. Selain itu positions of advantage juga menentukan sources of advantage

yang meliputi: keahlian yang superior, sumber-sumber yang superior dan sistem

kendali yang superior. Namun demikian sources of advantage akan terwujud bila

ada investasi terus-menerus yang diambil dari performance outcomes.

Perusahaan yang berkembang dan mampu merencanakan suksesi menurut

Zimmerer dan Scarborough (2005) ditentukan oleh (1) kepemimpinan dalam

perekonomian baru, artinya wirausahawan harus mampu mempengaruhi dan

memberikan semangat pada orang lain untuk bekerja dalam mencapai tujuan

perusahaan dan kemudian memberikan mereka kekuasaan dan kebebasan dalam

mencapainya. Di samping wirausahawan harus mampu bertindak tepat dalam

menghadapi segala kemungkinan perubahan perekonomian; (2) mempekerjakan

karyawan yang tepat, dalam hal ini menerima karyawan baru merupakan hal yang

penting. Untuk menghindari kesalahan penerimaan wirausahawan harus

mengembangkan deskripsi pekerjaan dan spesifikasi yang berarti, merencanakan

dan melaksanakan wawancara yang efektif dan memeriksa referensi sebelum

menerima karyawan manapun; (3) membentuk budaya dan struktur organisasi secara

tepat. Budaya perusahaan adalah kode pelaksanaan khusus dan tak tertulis yang

55

mengatur tingkah laku, sikap, hubungan, dan gaya organisasi. Budaya timbul dari

pencarian tatanan nilai inti yang konsisten oleh wirausahawan yang dipercaya semua

orang dalam perusahaan tersebut; dan (4) mengatasi tantangan dalam memotivasi

pekerja. Ada empat alat penting motivasi meliputi: (1) pemberian wewenang

melibatkan pemberian kekuasaan, kebebasan, dan tanggung jawab kepada pekerja

pada setiap tingkat organisasi untuk mengendalikan kerja mereka, membuat

keputusan dan mengambil langkah untuk mencapai tujuan perusahaan; (2)

rancangan pekerjaan untuk mendorong motivasi karyawan meliputi perluasan

jabatan, rotasi jabatan, pengkayaan jabatan dan berbagi pekerjaan; (3) penghargaan

dan imbalan, uang merupakan motivator penting bagi banyak karyawan, tetapi

bukan satu-satunya. Kunci penggunaan penghargaan seperti pengenalan dan pujian

untuk memotivasi melibatkan penyesuaian mereka pada kebutuhan dan karakteristik

pekerja; dan (4) umpan balik, memberikan secara dini kepada karyawan umpan

balik yang relevan dengan kinerja pekerjaan mereka melalui sistem penilaian kinerja

dapat juga merupakan motivator yang kuat.

Kriteria keberhasilan usaha skala kecil menurut hasil penelitian Ghost et al.

(Riyanti, 2003) tentang wirausaha kecil di Singapura menunjukkan hasil bahwa dari

85% responden yang menjawab, 70% wirausaha menggunakan net profit growth

untuk mengukur keberhasilan usaha, disusul oleh laba penjualan(sales revenue

growth) (61%), laba setelah pajak (return on investment) (50%), dan pangsa pasar

(market share) (48%). Riyanti (2003) mengemukakan kriteria keberhasilan usaha

kecil menunjukkan peningkatan dalam akumulasi modal, jumlah produksi, jumlah

pelanggan, perluasan usaha, dan perbaikan sarana fisik. Di samping itu kepuasan

kerja juga dapat menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan karena kepuasan kerja

merupakan prakondisi bagi tingkat produktivitas, tanggung jawab, kualitas dan

customer service.

Kunci keberhasilan usaha skala kecil menurut Plotkin, Duncan serta Wilkin

& Sons (Riyanti, 2003) menyimpulkan bahwa usaha kecil berhasil karena wirausaha

memiliki otak yang cerdas yaitu kreatif, memiliki rasa ingin tahu, mengikuti

perkembangan teknologi kemudian menerapkannya secara produktif, keterampilan

wirausaha untuk mengenali pasar khusus dan mengembangkan usahanya di pasar

tersebut serta mengenali trend produk di pasar lebih cepat dari pesaing, di samping

kualitas dan relasi dengan pelanggan.

56

Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa ukuran

keberhasilan usaha kecil adalah:

(1) terciptanya kepuasan berbagai pihak yang berkepentingan dengan usaha kecil.

(2) meningkatnya kesetiaan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan.

(3) mampu meningkatkan dan memperluas pangsa pasar.

(4) memiliki kemampuan bersaing di bidang usahanya.

(5) terjadi peningkatan pendapatan.

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir menggambarkan alur berpikir seorang peneliti dalam

menjelaskan model konseptual tentang hubungan berbagai peubah yang telah

didefinisikan sebagai masalah yang penting untuk diteliti. Kerangka berpikir dalam

penelitian ini dimulai dari pemikiran Freud (Salkind, 1985) tentang teori

psikoanalitik bahwa setiap orang memiliki tiga unsur kumpulan energi di dalam

kepribadiannya, yaitu: Id (naluri/insting), ego dan superego. Perilaku manusia

sebagai hasil konflik antara Id dan superego. Konflik ini selalu berhasil didamaikan

oleh ego. Pola perilaku manusia selalu bersifat defensif dan dapat diperkirakan

berdasarkan pengamatan atas kompromi yang terjadi antara Id dan superego. Ketiga

unsur kepribadian ini kadar kekuatannya beragam antar individu dan dapat berubah

antar waktu, sehingga kualitas kepribadian seseorang tidak senantiasa konsisten,

melainkan dapat berfluktuasi antar waktu.

Cattell (Indrawijaya, 1986) mengemukakan bahwa sifat dan perangai

seseorang sudah ada sejak lahir, dapat diukur secara kuantitatif, dan dapat digunakan

untuk menduga bagaimana seseorang akan bertindak. Teori ini menekankan bahwa

dalam diri manusia ada aspek-aspek pembawaan dari lahir sebagai sifat dari

keturunan. Selanjutnya para tokoh teori kebutuhan dan motivasi seperti Maslow

(Thoha,1998) berpendapat bahwa manusia selalu dituntut oleh keinginan untuk

memenuhi kebutuhannya, tetapi sekali terpenuhi kebutuhan, ia tidak lagi menjadi

faktor pendorong. Menurut Mc. Clelland (Thoha,1998) bahwa semua kebutuhan

adalah karena dipelajari, sehingga kepribadian juga akan berubah kalau seseorang

belajar. Terdapat pula hubungan yang sangat erat antara tingkat motivasi berprestasi

suatu masyarakat dengan tingkat kemajuan perekonomiannya. Vinacke

(Indrawijaya, 1986), mengemukakan bahwa seseorang mendapatkan input dari

57

lingkungannya, kemudian melakukan proses transformasi dan melakukan suatu

tindakan atau berperilaku tertentu. Kombinasi antara lingkungan seseorang dengan

sifat-sifat yang dibawanya sejak lahir akan menyebabkan timbulnya kebutuhan dan

dorongan untuk berkembang.

Lewin (Indrawijaya, 1986) seorang ahli ilmu jiwa terkenal mengemukakan

rumus: Personality = f (heredity, experience), artinya kepribadian adalah fungsi dari

pembawaan sejak lahir dan lingkungan (pengalaman). Skinner (Salkind, 1989),

perilaku adalah fungsi dari konsekuensi. Perilaku timbul karena ada stimulus,

kualitas dan karakteristik stimulus yang mengikuti perilaku. Analisis konsekuensi

dari Skinner ini menunjukkan bahwa pengaruh lingkungan terhadap perubahan

perilaku sangat penting. Duncan dalam Indrawijaya (1989) mengemukakan bahwa

perilaku manusia dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, kebutuhan, harapan dan

pengalamannya.

Unsur perilaku terdiri atas perilaku yang tak tampak seperti pengetahuan

(cognitive) dan sikap mental (affective), serta perilaku yang tampak seperti

keterampilan (psychomotoric) dan tindakan nyata (action) (Kast dan Rosenzweig,

1995). Menurut Robbins (2001), terdapat tiga teori untuk menjelaskan proses

pembelajaran yang mendasari pola perilaku, yaitu: (1) Teori pengkondisian klasik

(Classical Coditioning) dari Pavlov lebih bersifat pasif, sesuatu terjadi dan

seseorang bereaksi dengan cara yang khusus. Jadi hanya menjelaskan perilaku

reflektif yang sederhana, padahal perilaku rumit dari individu lebih bersifat

dipancarkan bukan diperoleh, jadi perilaku individu bersifat sukarela bukan refleks;

(2) Teori pengkondisian operan (Operant Conditioning) dari Skinner berpandangan

bahwa dengan menciptakan konsekwensi-konsekwensi yang menyenangkan, maka

frekuensi dari perilakunya akan meningkat; dan (3) Teori pembelajaran sosial

(Social Learning) dari Bandura bahwa orang dapat belajar lewat pengamatan dan

pengalaman langsung.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa perubahan perilaku

pada individu tidak terlepas dari proses pembelajaran yang terjadi. Melalui

dukungan dari lingkungan pembelajaran, baik secara formal maupun informal akan

terjadi perubahan perilaku. Perubahan perilaku dapat terjadi melalui proses

pembelajaran, adanya stimulus atau bahkan karena tekanan/paksaan.

Selanjutnya mengenai konsep wirausaha diawali dari pendapat Meredith et

al. (1996) bahwa para wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan

58

melihat dan menilai kesempatan yang ada, mengumpulkan sumberdaya-sumberdaya

yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dan mengambil tindakan yang tepat

guna memastikan sukses.

Winardi (2003) mendefinisikan kewirausahaan sebagai semangat, perilaku,

dan kemampuan memberikan tanggapan positif terhadap peluang memperoleh

keuntungan bagi diri sendiri. Caranya dengan melayani langganan lebih baik,

menyediakan produk yang lebih bermanfaat, menerapkan cara kerja yang efisien,

berani mengambil resiko, kreatifitas dan inovasi serta kemampuan manajemen.

Menurut Bird (1996), perilaku wirausaha adalah aktivitas wirausahawan yang:

mencermati peluang (opportunistis), mempertimbangkan dorongan nilai-nilai dalam

lingkungan usahanya (value-driven), siap menerima resiko dan kreatif.

Berdasarkan pemikiran Freud, Cattell, Maslow, Mc. Clelland, Vinacke, Kurt

Lewin, Skinner, Duncan dan Bandura menunjukkan bahwa ada faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku wirausaha yang dapat digolongkan menjadi dua yaitu:

faktor internal yang merupakan faktor yang ada dalam diri pribadi dan faktor

eksternal yang meliputi lingkungan serta faktor pendukung kegiatan usaha. Selain

itu bahwa setiap orang yang mempunyai kemampuan normal, bisa menjadi

wirausaha asal mau dan mempunyai kesempatan untuk belajar dan berusaha.

Perilaku wirausaha dalam konteks pengembangan usaha kecil adalah perilaku yang

diperlihatkan para pengusaha kecil dalam menjalankan aktivitas usahanya,

menyangkut kecermatan terhadap peluang usaha, keberanian mengambil resiko,

inovatif dalam menghasilkan produk dan daya saing usahanya.

Konsep pemberdayaan menurut Oxaal dan Baden (1997) sebagai upaya

untuk menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin

efektif secara struktural. Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan,

yaitu: (l) pemberdayaan yang menekankan pada proses mengalihkan sebagian

kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi

lebih berdaya, dan (2) proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu

agar mempunyai kemampuan, menentukan hal-hal yang menjadi pilihan hidupnya

melalui proses belajar.

Upaya pemberdayaan masyarakat menurut Ife (1995) dapat ditempuh

melalui tiga strategi, yaitu: (1) Kebijakan dari para eliti yang berkuasa. Kebijakan

tentang usaha kecil baik yang didasarkan pada Unsang-undang No. 20 Tahun 2008

maupun yang di keluarkan oleh Pemerintah Daerah, seperti bantuan modal dan

59

peralatan serta pengaturan iklim usaha; (2) Aksi sosial secara partisipatif. Dilihat

dari kebijakan tentang usaha kecil, maka hal ini bentuknya dapat berupa kemitraan

dengan usaha menengah maupun besar; dan (3) Pendidikan, kegiatan ini dapat

berupa pelatihan kewirausahaan, seperti: pelatihan proses produksi, pemasaran,

keuangan maupun manajerial serta pemagangan ke usaha kecil sejenis yang telah

berhasil. Adanya kebijakan ini akan menunjang tingkat keberdayaan usaha kecil

yang ada di daerah tersebut.

Dalam konteks usaha kecil, pemberdayaan berarti proses pembelajaran yang

berkesinambungan ditujukan untuk memberikan kekuatan kepada para pengusaha

kecil industri agro, agar: (l) memiliki kesadaran dan rasa percaya diri; (2) mampu

mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan berkreasi dalam usaha kecilnya;

(3) mampu bekerjasama dengan lingkungan usaha dan lingkungan sosialnya; dan (4)

mampu mengakses sumberdaya, informasi, peluang, pengetahuan dan keterampilan

untuk kelangsungan usaha dan kehidupan keluarganya di masa yang akan datang

lebih baik.

Proses pembelajaran sebagai upaya meningkatkan keberdayaan usaha kecil

dapat dilakukan melalui usaha kegiatan penyuluhan. Menurut Asngari (2001),

penyuluhan sebagai sistem pendidikan non-formal untuk mengubah perilaku kelayan

sesuai dengan yang dikehendaki, baik untuk memberikan informasi maupun untuk

mendorong adanya kebutuhan kelayan akan informasi. Menurut Boyle (1981),

pengembangan program perlu didasarkan pada kepercayaan terhadap tujuan

pendidikan, kepercayaan tentang belajar, kepercayaan tentang pengajaran dan

penyuluhan serta kepercayaan tentang proses pengembangan program. Selanjutnya

Chambers (1999) berpendapat bahwa program hanya akan berhasil mencapai tujuan,

jika benar-benar mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Sedangkan peran

penyuluh menurut Lippitt et al. (1956) adalah untuk: (l) pengembangan kebutuhan

guna melakukan perubahan, (2) menggerakkan masyarakat agar melakukan

perubahan, dan (3) memantapkan hubungan antara penyuluh dengan masyarakat

sasaran.

Friedmann (Ismawan, 2001) menekankan bahwa keberdayaan ditandai

adanya kekuatan sosial menyangkut akses terhadap dasar-dasar produksi tertentu,

misalnya informasi, pengetahuan dan keterampilan, partisipasi dalam organisasi

sosial, dan sumber-sumber keuangan. Keberdayaan juga ditunjukkan adanya

kemampuan membangun daya saing dengan menumbuhkan kesadaran pengusaha-

60

pengusaha kecil akan mutu, kerjasama, kejujuran dan kemampuan mengakses pasar

secara luas. Berdaya menurut Ismawan (2001) apabila telah mampu meningkatkan

kesejahteraan sosial ekonominya melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia

(SDM), peningkatan kemampuan permodalan, pengembangan usaha, dan

pengembangan kelembagaan usaha bersama dengan menerapkan prinsip gotong

royong, keswadayaan, dan partisipasi.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa keberdayaan

menunjukkan tingkat ketahanan para usaha kecil dalam menjalankan usahanya, yang

diperlihatkan dengan kemampuan mengakses pasar, kemampuan bersaing,

kemampuan mengakses permodalan, mampu mengakses informasi bisnis, mampu

menyesuaikan dengan perkembangan bisnis, mampu mengembangkan kelembagaan

usaha kecil, mampu mengakses bahan baku/barang jadi lainnya untuk

diperdagangkan, mampu menjalin jaringan dengan pelaku-pelaku bisnis serta pihak

pengambil kebijakan.

Keberhasilan usaha (performance outcomes) menurut Day (1990) meliputi:

(1) satisfaction (kepusan) terkait dengan semakin banyak pihak merasa terpuaskan

oleh keberadaan perusahaan, (2) loyality (loyalitas) menyangkut kesetiaan

pelanggan terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan, (3) market share

(pangsa pasar) berhubungan dengan kemampuan memperluas pangsa pasar, dan (4)

profitability (peningkatan pendapatan), ditandai adanya peningkatan profit yang

signifikan.

Riyanti (2003) mengemukakan bahwa kriteria keberhasilan usaha kecil

menunjukkan peningkatan dalam akumulasi modal, jumlah produksi, jumlah

pelanggan, perluasan usaha, dan perbaikan sarana fisik. Keberhasilan usaha kecil

menurut Duncan (Riyanti, 2003) yaitu bahwa unsur terpenting di balik keberhasilan

usaha adalah ketrampilan wirausaha untuk mengenali pasar khusus dan

mengembangkan usahanya di pasar tersebut serta mengenali trend produk di pasar

lebih cepat dari pesaing, di samping kualitas dan relasi dengan pelanggan.

Berdasarkan pendapat para ahli sebagaimana di uraian di atas, menunjukkan

bahwa perilaku wirausaha yang meliputi kemampuan mencermati dan tanggapan

positif terhadap peluang, mengumpulkan serta mengelola sumberdaya secara tepat,

mempertimbangkan nilai-nilai dalam lingkungan usahanya, bersemangat dalam

berusaha, berkemampuan manajerial, siap menerima resiko dan kreatif, akan

berpengaruh terhadap keberdayaan usaha kecil dan tingkat keberhasilan usahanya,

61

Memperhatikan pendapat para ahli yang telah dikemukakan menunjukkan

bahwa pengusaha kecil yang memiliki keberdayaan (memiliki kemampuan

mengakses pasar secara luas, mampu membangun daya saing melalui mutu produk,

akses ke sumber-sumber keuangan, akses informasi, dan akses jaringan/kerjasama

dalam berusaha) akan mempunyai peluang besar untuk berhasil dalam menjalankan

usahanya, dalam hal ini mampu meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan,

tercipta pangsa pasar yang luas, mampu bersaing dan mampu meningkatkan

pendapatan serta kesejahteraan keluarganya.

Mengkaji kerangka berpikir di atas, maka konsep penelitian ini adalah

perilaku wirausaha dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal pengusaha kecil

industri agro, sedangkan keberdayaan pengusaha kecil industri agro dipengaruhi

oleh faktor eksternal dan gabungan kegiatan penyuluhan dengan kebijakan

pemerintah tentang usaha kecil serta perilaku wirausaha. Keberhasilan pengusaha

kecil industri agro dipengaruhi oleh perilaku wirausaha dan keberdayaan usaha kecil

serta peubah-peubah lainnya. Adapun model konseptual dalam penelitian ini

tertuang dalam Gambar 1 tentang hubungan antar peubah penelitian.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah dugaan tentang hubungan antar peubah yang

dikemukakan dalam bentuk pernyataan dan dugaan tersebut perlu diuji dengan data

empirik. Berdasarkan latar belakang, tinjauan pustaka, dan kerangka berpikir, dapat

ditarik deduksi menjadi suatu rumusan hipotesis sebagai berikut:

(1) Perilaku wirausaha pengusaha kecil industri agro dipengaruhi secara nyata oleh

faktor internal dan faktor eksternal pengusaha kecil industri agro.

(2) Keberdayaan pengusaha kecil industri agro dipengaruhi secara nyata oleh faktor

eksternal, gabungan kegiatan penyuluhan dan kebijakan usaha kecil serta oleh

perilaku wirausaha.

(3) Keberhasilan pengusaha kecil industri agro dipengaruhi secara nyata oleh

perilaku wirausaha dan keberdayaan usaha kecil industri agro.

(4) Keberhasilan pengusaha kecil dipengaruhi secara nyata oleh faktor internal,

faktor eksternal serta gabungan kegiatan penyuluhan dan kebijakan usaha kecil.

62

Keterangan: : Diamati : Tidak diamati Gambar 1: Model konseptual pengaruh antar peubah penelitian

X5 Perilaku wirausaha pengusaha kecil

X5.1 Kognitif: pengetahuan manajerial dan memahami peluang pasar

X5.2 Afektif: komitmen, disiplin, kejujuran, semangat, kesadaran ttg kualitas

X5.3 Motorik: kemampuan teknis, kreatif, inovatif, berani ambil resiko.

X4 Kebijakan usaha kecil (Pemda/Dinas/Intansi)

X4.1 Frekuensi

pemberian bantuan modal & peralatan.

X4.2 Kemitraan usaha.

X4.3 Pemberian pelatihan.

X4.4 Pengaturan iklim usaha kecil.

X6 Keberdayaan usaha kecil

X6.1 Akses pasar. X6.2 Akses permodalan. X6.3 Akses informasi

bisnis. X6.4 Akses bahan baku. X6.5 Akses jaringan bisnis.

Y1 Keberhasilan Pengusaha Kecil

Y1.1 Peningkatan jumlah

pelanggan Y1.2 Kecenderungan loyalitas

pelanggan Y1.3 Perluasan pangsa pasar Y1.4 Kemampuan bersaing Y1 5 Peningkatan keuntungan

X3 Kegiatan Penyuluhan

X3.1 Kemampuan

penyuluh X3.2 Kesesuaian

materi X3.3 Ketepatan

metode X3.4 Frekuensi

penyuluhan X3.5 Kedekatan

dengan para pengusaha kecil

X3.6 Dukungan sarana

X1 Faktor Internal Pengusaha Kecil

X1.1 Ketekunan X1.2 Kepemilikan

sumbar usaha X1.3 Kosmopolitan X1.4 Penggunaan

modal usaha X1.5 Kontribusi bagi

keluarga

X2 Faktor Eksternal Pengusaha Kecil

X2.1 Pandangan

masyarakat ttg wirausaha

X2.2 Kekompakan antar pengusaha kecil

X2.3 Berfungsinya forum usaha kecil

X2.4 Nilai/kebiasaan masyarakat

Kesejahteraan keluarga pengusaha kecil industri agro