bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan umum kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ade yiyit...

42
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan Kehakiman 1. Kekuasaan Kehakiman Kemerdekaan kekuasaan kehakiman (Selanjutnya akan disebut dengan istilah independensi) memang sudah sejak lama dipandang perlu dalam sistem peradilan, tetapi konsep tersebut tidak memperoleh perhatian yang cukup berarti dalam praktiknya. Namun demikian, indepedensi kekuasaan kehakiman sebagai suatu konsep telah mendapat perhatian penuh dan menjadi bahan kajian (Ahmad Kamil, 2012: 206). Berkembangnya kekuasaan kehakiman tidak terlepas dari peran dan organisasi internasional seperti Internasional Commision of Jurist yang berhasil mengajukan dokumen Milan Principles yang diadopsi oleh sidang umum United Nations pada tahun 1985. Pada tingkat regional, Komite Menteri pada Dewan Eropa menerima Recommendation on the Indepedence, Efficiency, and the Role of Judges, dan kemudian diadopsi oleh Dewan Uni-Eropa pada tahun 1998 dengan sebutan European Chaier on the Statute for Judges (Djohansyah, 2008:123). Milan principles maupun instrumen-instrumen internasional tersebut di atas merupakan hasil perkembangan internasional yang kemudian dilanjutkan ke tingkat lokal oleh masing-masing negara seperti yang dianjurkan oleh United Nations agar setiap pemerintah negara Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Upload: others

Post on 26-May-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Kekuasaan Kehakiman

1. Kekuasaan Kehakiman

Kemerdekaan kekuasaan kehakiman (Selanjutnya akan disebut

dengan istilah independensi) memang sudah sejak lama dipandang perlu

dalam sistem peradilan, tetapi konsep tersebut tidak memperoleh perhatian

yang cukup berarti dalam praktiknya. Namun demikian, indepedensi

kekuasaan kehakiman sebagai suatu konsep telah mendapat perhatian

penuh dan menjadi bahan kajian (Ahmad Kamil, 2012: 206).

Berkembangnya kekuasaan kehakiman tidak terlepas dari peran

dan organisasi internasional seperti Internasional Commision of Jurist

yang berhasil mengajukan dokumen Milan Principles yang diadopsi oleh

sidang umum United Nations pada tahun 1985. Pada tingkat regional,

Komite Menteri pada Dewan Eropa menerima Recommendation on the

Indepedence, Efficiency, and the Role of Judges, dan kemudian diadopsi

oleh Dewan Uni-Eropa pada tahun 1998 dengan sebutan European Chaier

on the Statute for Judges (Djohansyah, 2008:123).

Milan principles maupun instrumen-instrumen internasional

tersebut di atas merupakan hasil perkembangan internasional yang

kemudian dilanjutkan ke tingkat lokal oleh masing-masing negara seperti

yang dianjurkan oleh United Nations agar setiap pemerintah negara

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

13

mempertimbangkan prinsip-prinsip independensi kekuasaan kehakiman

yang telah diadopsi oleh United Nations dalam setiap pembuatan peraturan

perundang-undangan mereka. Pada dasarnya negara-negara di dunia

mengakui pentingnya independensi kekuasaan kehakiman untuk

diterapkan di negara masing-masing tentunya berdasarkan landasan

teoritis dan filosofis masing-masing negara. Secara umum pendekatan

teoritis tentang independensi kekuasaan kehakiman, seputar ajaran

kepastian hukum dan keadilan hukum (Ahmad Kamil, 2012: 207).

Macdonald, Matscher dan Petzold, dalam bukunya yang berjudul “

The euoropean System for the Protection of Human Rights”(1993).

sebgaimana dikutip Jimmly Asshidiqieu: “ Indepedence judicary is a

fundamental requierement for democracy. Within this undestanding is the

nation that judicial indepedence must first exist in relation to the executive

and in relation to the parties. It must also involve indepedence in relation

to the legislative powers as well as in relation to political, economic, or

social pressure groups.”

Independensi kekuasaan kehakiman merupakan syarat utama

demokrasi. Dalam pengertian tersebut terkandung penekanan bahwa

independensi kekuasaan kehakiman pertama-tama harus terdapat dalam

hubungan kepada eksekutif dari para pihak (dalam suatu perkara). Hal

tersebut juga termasuk independensi dalam hubungan dengan kekuasaan

legislatif, sebagaimana juga dalam hubungan dengan kelompok politik,

ekonomi atau kelompok penekanan sosial”(Ahmad Kamil, 2012: 212).

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

14

Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum

(rechtsstaaat) dan prinsip the rule of law. Dalam catatan sejarah, setelah

proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, perkembangan

lembaga kekuasaan kehakiman dapat dikatakan sangat bergantung pada

keinginan baik (political will) pembuat Undang-undang atau rezim yang

berkuasa. Desain kelembagaan maupun status dan kedudukannya amat

ditentukan oleh siapa yang memerintah. Jika sang penguasa menghendaki

agar lembaga kekuasaan kehakiman berada di bawah pengaruhnya,

kekuasaan kehakiman pun tidak dapat berbuat banyak. Hal itu semakin

mengkristalkan jika konstitusi tidak secara eksplisit menjamin

kemandirian dan imparsialitas kekuasaan kehakiman (Komisi Yudisial,

2014:4).

Independensi kekuasaan kehakiman mulai banyak diperbincangkan

dalam berbagai kesempatan seiring menguatnya jaminan UUD NRI

Tahun 1945 tentang independensi hakim dalam menjalankan

kewenangannya. Sebagian menaruh harapan akan masa depan pengadilan

yang lebih dipercaya, jauh dari intervensi kekuasaan eksternal

sebagaimana terjadi di era orde baru. Tetapi tidak sedikit pula yang

mengkhawatirkan intervensi justru datang dari kekuasaan kehakiman itu

sendiri, atau dari pihak-pihak yang berperkara dengan modus transaksi.

Independensi adalah proteksi yang berbasis pada kepercayaan terhadap

manusia penyandang kewenangan yudikatif sebagai penegak keadilan

yang harus dilindungi dari kemungkinan intervensi dari manapun agar

dapat menjalankan kekuasaannya dengan baik dan benar.

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

15

Karena independensi kekuasaan kehakiman adalah sebuah ide yang

kompleks, tidak semata-mata sebagai sesuatu nilai, tetapi sebagai

instrumen yang bermanfaat untuk mengejar nilai-nilai lain yang lebih

tinggi, yaitu rule of law. Kompleksitas pemikiran tentang independensi

kekuasaan kehakiman terjadi karena pemikiran tersebut tidak dapat

dilepaskan dari ide lain dalam masyarakat, khususnya mengenai

kekuasaan kehakiman dan fungsinya. Ide-ide tersebut, termasuk ide

mengenai independensi kekuasaan kehakiman digambarkan seperti

matriks yang saling berkaitan.

Franken, (1997: 9,10) ahli hukum Belanda, menyatakan bahwa

indepedensi kekuasaan kehakiman dapat dibedakan ke dalam 4 (empat)

bentuk yaitu :

a. Indepedensi Konstitusional (Constitusionale Onafhan Kelikjheid).

b. Indepedensi Fungsional (Zakelijke of Functionale Onafhankelijekheid).

c. Indepedensi Personal Hakim (Persoonlijke of Rechtspositionale

Onafhankelijekheid).

d. Indepedensi Praktis yang Nyata (Praktische of Feitelijke

Onafhankelijekheid).

Independensi konstitusional adalah Indepedensi yang dihubungkan

dengan doktrin trias politica dengan sistem pembagian kekuasaan menurut

Montesquieu lembaga kekuasaan kehakiman harus independen dalam arti

kedudukan kelembagaannya harus bebas dari pengaruh politik.

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

16

Independensi fungsional berkaitan dengan pekerjaan yang

dilakukan oleh hakim ketika menghadapi sengketa dan harus memberikan

suatu putusan. Independensi hakim berarti bahwa setiap hakim boleh

menjalankan kebebasannya untuk menafsirkan Undang-undang apabila

Undang-undang tidak memberikan pengertian yang jelas. Karena

bagaimanapun hakim mempunyai kebebasan untuk menerapkan isi

Undang-undang pada kasus atau sengketa yang sedang berjalan.

Independensi hakim adalah mengenai kebebasan hakim secara

individu ketika berhadapan dengan suatu sengketa. Brenninkmeijer

mengatakan bahwa: “ De zakelike onafhankelijekheid moet worden gezien

als een uitvloeisel van de persoonlijke onafhankeljkeheid. Ik denk dat men

eerder van het omgekerde kan spreken, aangeizen de zakelijke

onafhankelijkheid direct betrekking heeft of de invulling van de

Constitusionele toegedachte taken.”(franken, H. 1997: 41).

Independensi fungsional harus dilihat sebagai hasil dari

indepedensi personal hakim. Saya berpendapat bahwa orang dapat saja

berbicara lebih dahulu secara kebalikannya, melihat indepedensi personal

memiliki hubungan langsung dengan tugas-tugas yang ditetapkan oleh

konstitusi.”

Independensi praktis adalah indepedensi hakim untuk tidak

berpihak (imparsial). Hakim itu harus mengikuti perkembangan

pengetahuan masyarakat yang dapat dibaca atau disaksikan dari media.

Hakim harus mengetahui sampai sejauh mana dapat menerapkan norma-

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

17

norma sosial ke dalam kehidupan bermasyarakat (Ahmad Kamil, 2012:

217).

Dalam transaksi politik di Indonesia pasca orde baru, memang

terdapat perubahan mendasar kedudukan kekuasaan kehakiman di dalam

UUD 1945 yang baru yang menandakan adanya transisi rezim ke

demokrasi secara signifikan. Perubahan dimaksud dimuat dalam pasal 24

A ayat (1) yang berbunyi kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan

yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum

dan keadilan. Ayat (2)- nya berbunyi kekuasaan kehakiman tidak hanya

dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung, tetapi juga oleh sebuah

Mahkamah Konsitusi.

Di luar itu, dalam Pasal 24 B ayat (1) terdapat pula lembaga negara

baru yaitu Komisi Yudisial yang berwenang mengusulkan pengangkatan

hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan

menegakan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Substansi yang dimuat dalam rangkaian Pasal 24 UUD NRI Tahun 1945

itu menegaskan dan menjamin tiga dimensi kekuasaan kehakiman, yaitu :

pertama, dimensi kemerdekaan kekuasaan kehakiman dalam lingkungan

peradilan di bawah Mahkamah Agung. Kedua, dimensi kekuasaan

kehakiman lain oleh Mahkamah Konstitusi, dan ketiga, dimensi kekuasaan

kehakiman dalam rangka mengusulkan pengangkatan hakim agung

menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku

hakim (Komisi Yudisial, 2012:285).

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

18

Kekuasaan kehakiman sejak awal kemerdekaan diniatkan sebagai

cabang yang terpisah dari lembaga-lembaga politik seperti MPR/DPR dan

Presiden. Dalam penjelasan Pasal 24 dan 25 UUD 1945 sebelum

perubahan ditentukan “Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang

merdeka terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah. Berhubung

dengan itu, harus diadakan jaminan Undang-undang tentang kedudukan

hakim”.

Terhadap dua pasal beserta penjelasannya itu Prof. Wirjono

Prodjodikoro, S.H. memberikan pengertian sebagai berikut:

a. Bahwa ada Kekuasaan Kehakiman (Yudikatif) terlepas dari kekuasaan

perundang-undangan (Legislatif) dan Kekuasaan pemerintah

(Eksekutif).

b. Bahwa kekuasaan kehakiman ini adalah merdeka dalam arti terlepas

dari pengaruh pemerintah.

c. Bahwa ada satu Mahkamah Agung sebagai badan pengadilan tertinggi

di Indonesia.

d. Bahwa adanya badan-badan pengadilan lain di Indonesia diserahkan

pada Undang-undang untuk menentukannya.

e. Bahwa susunan dan kekuasaan in concerto dari Mahkamah Agung dan

lain-lain badan pengadilan itu diserahkan kepada Undang-undang

untuk mengaturnya.

f. Bahwa pun syarat-syarat untuk pengangkatan dan pemberhentian

sebagai hakim diserahkan kepada Undang-undang untuk mengaturnya.

g. Bahwa ada semacam instruksi kepada pembentuk Undang-undang agar

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

19

dijamin kedudukan yang layak dari para hakim di tengah tengah

masyarakat (Bambang Arumanadi, 1990:86).

Kekuasaan kehakiman merupakan salah satu unsur kekuasaan di

Indonesia selain kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif. Ketiga

cabang tersebut bersinergi dan saling berhubungan satu sama lain baik

dengan konsep pemisahan kekuasaan (separation of power) maupun

pembagian kekuasaan (distribution power) (Jimmly Asshiddiqe, 2006:23).

Pemberian dan pembatasan kekuasaan dari lembaga-lembaga

negara secara konstitusional tersebut dalam perkembangannya berevolusi

dalam beragam bentuk dan mekanisme sesuai dengan dinamika politik dan

ketatanegaraan suatu negara yang tergambar dalam konstitusi bangsa itu

sendiri. Dalam hubungan antar lembaga negara dikenal adanya suatu

mekanisme saling mengawasi dan saling mengimbangi (check and

balances) diantara cabang kekuasaan negara tersebut dalam menjalankan

kewenangannya.

Meskipun sering disalah pahami sebagai penggagas teori

pemisahan kekuasaan (the separation of power) secara murni, sebenarnya

Montesquieu sendiri meyakini urgensi mekanisme pengawasan dari suatu

lembaga terhadap lembaga lainnya dalam menjalanan kekuasaanya. Lebih

jelas Monstequieu mengatakan bahwa: “constan experience shows us that

every man invested with power is apt to abuse it....(it is) necesary from the

every nature of things that power should be a check to power.... that the

government should be devided among different persons and bodies, which

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

20

would act as on each other” (2016: 78).

Undang-undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang ketentuan pokok

kekuasaan kehakiman, pada Pasal 19 menyebutkan bahwa demi

kepentingan revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentigan

masyarakat yang sangat mendesak, presiden dapat turut atau campur

tangan dalam soal-soal pengadilan. Tentu sangat jelas bahwa norma

kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam penjelasan UUD 1945 tidak

dapat diterjemahkan, meminjam bahasa laku dalam doktrin orde baru,

pelaksanaan secara konsisten dan konsekuen dalam Undang-undang

Nomor 19 Tahun 1964. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang merdeka

sangat bergantung pada sistem dan corak politik kekuasaan yang

berlangsung.

Reformasi membawa angin segar pembaharuan kekuasaan

kehakiman. Pada awal reformasi lahirlah Undang-undang Nomor 35

Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 14 Tahun

1970. Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 menggeser induk organisasi

lingkungan peradilan berada dibawah Mahkamah Agung sepenuhnya.

Penyatuan ini ditindak lanjuti pengaturannya dalam Undang-undang

Nomor 4 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004. Lebih

fundamental, perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 semakin menegaskan kemandirian kekuasaan

kehakiman. Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menyebut bahwa “kekuasaan

kehakiman merupakan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

21

guna menegakan hukum dan keadilan”. Jaminan konstitusi yang kuat hadir

untuk memastikan bahwa kekuasaan kehakiman merdeka dari campur

tangan kekuasaan kehakiman.

Pembaharuan peradilan meliputi banyak agenda, mulai dari

penyatuatapan, perbaikan sistem kepegawaian dan pengkajian, penerapan

sistem informasi di pengadilan , dan lain sebagainya. Namun, kekuasan

kehakiman belum sepenuhnya dipercaya hadir oleh masyarakat. Apabila

pada masa lalu kekuasaan kehakiman tidak merdeka dari campur tangan

kekuasaan lain, pada masa reformasi dunia peradilan justru dicurigai tidak

merdeka secara oleh begitu banyak persoalan yang bisa terpicu secara

eksternal (Komisi Yudisial, 2014: 289).

Di dalam dunia peradilan, prinsip-prinsip dasar kekuasaan

kehakiman yang mandiri yang harus dihormati oleh setiap negara yang

melakukan rule of law , antara lain meliputi:

a. Judicial Indefedence, lembaga peradilan harus merupakan suatu

lembaga yang memberikan manfaat sangat besar bagi setiap

masyarakat, dimana setiap orang berhak untuk mendapatkan peradilan

yang terbuka untuk umum yang dilaksanakan oleh pengadilan yang

berwenang, adil dan tidak memihak. Peradilan yang mandiri

merupakan syarat mutlak untuk melaksanakan hak tersebut yang

mensyaratkan bahwa peradilan akan memeriksa perkara dengan adil

dan menerapkan hukum yang baik.

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

22

b. Objective of the judiciary, tujuan peradilan adalah:

1) Menjamin setiap orang dapat hidup dengan aman dibawah the rule

of law .

2) Meningkatkan penghormatan dan pelaksanaan hak asasi manusia.

3) Melaksanakan hukum secara adil dalam sengketa antara sesama

warga masyarakat dan antar warga masyarakat dengan negara.

c. Appoinment of Judges. Para hakim harus diangkat beradasarkan

kemampuannya yang nyata, integritas yang tinggi dan mandiri, dan

harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga akan menjamin bahwa

hanya yang terbaik yang dapat menduduki jabatan tersebut. Prosedur

pengangkatannya harus transparan dan tanpa diskriminasi (Suku,

warna, kulit, agama, gender, aliran politik, dan sebagainya).

d. Tenure, yaitu bahwa masa jabatan hakim harus dijamin, baik melalui

pemilihan kembali atau prosedur resmi lainnya. Tetapi diusulkan agar

hakim hanya akan pensiun/diberhentikan setelah mencapai usia

tertentu dan ketentuan batas usia tersebut tidak boleh dirubah sehingga

merugikan hakim yang sedang melaksanakan tugasnya. Hakim hanya

boleh diberhentikan sebelum batas usia pensiun karena terbukti tidak

mampu , dijatuhi pidana, atau mempunyai kelakuan yang tidak sesuai

dengan kedudukannya sebagai hakim, dan harus berdasarkan prosedur

yang jelas.

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

23

Secara khusus kekuasaan kehakiman telah diatur pula dalam UU

No 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman. Dengan demikian UU

No 48 Tahun 2009 merupakan undang-undang organik, sekaligus sebagai

induk dan kerangka umum yang meletakan asas-asas, landasan dan

pedoman bagi seluruh lingkungan peradilan di Indonesia.

Pasal 18 UU No 48 Tahun 2009 menyatakan bahwa: “Kekuasaan

kehakiman dilakukan oleh sebuah mahkamah agung dan badan peradilan

yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan

peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata

usaha negara dan oleh Mahkamah Konstitusi”.

Dengan demikian, badan peradilan yang berada di bawah

Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan :

a. Peradilan Umum

b. Peradilan Agama

c. Peradilan Militer

d. Peradilan Tata Usaha Negara

Mengenai kedudukan dan wewenang masing-masing lingkungan

peradilan tersebut, telah diatur lebih lanjut dalam beberapa peraturan

perundang-undangan di bawah ini, yakni :

a. UU No 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan beberapa

perubahannya dalam UU No 5 Tahun 2004 dan UU No 3 Tahun 2009.

b. UU No 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum dan beberapa

perubahannya dalam UU No 8 Tahun 2004 dan UU No 49 Tahun

2009.

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

24

c. UU No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan

beberapa perubahannya dalam UU No 9 Tahun 2004 dan UU No 51

Tahun 2009.

d. UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan perubahannya

dalam UU No 3 Tahun 2006 dan UU No 50 Tahun 2009.

e. UU No 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

f. UU No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan

perubahannya dalam UU No 8 Tahun 2011.

g. UU No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan perubahannnya.

Sasaran penyelenggaraan kekuasaan kehakiman adalah untuk

menciptakan kemandirian para penyelenggara kekuasaan kehakiman

dalam rangka mewujudkan peradilan yang berkualitas. Kemandirian para

penyelenggara dilakukan dengan meningatkan integritas, ilmu

pengetahuan, dan kemampuan. Adapun peradilan yang berkualitas

merupakan produk dari kinerja para penyelenggara peradilan tersebut

(Muhammad Nuh, 2011:95).

Kompetensi atau wewenang pengadilan dibedakan atas lingkungan

dan tingkat peradilan, berdasarkan lingkungannya pengadilan dibedakan

atas :

a. Pengadilan Negeri

Adalah suatu peradilan umum yang berwenang memeriksa dan

memutuskan perkara dalam tingkat pertama dari segala perkara perdata

dan pidana sipil untuk semua golongan penduduk.

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

25

b. Pengadilan Agama

Adalah suatu peradilan yang memeriksa dan memutuskan perkara-

perkara yang timbul antara orang-orang islam yang berkaitan dengan

nikah, rujuk, talak, nafkah waris dan lain-lain.

c. Pengadilan Tata Usaha Negara

Adalah pengadilan yang berwenang memeriksa dan memutus semua

sengketa tata usaha negara pada tingkat pertama.

d. Pengadilan Militer

Adalah pengadilan yang berwenang mengadili dalam lapangan pidana

bagi anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian

Republik Indonesia atau orang yang disamakan dengannya.

Wewenang peradilan berdasarkan tingkatannya dibedakan atas:

a. Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri)

Wewenang pengadilan tingkat pertama adalah memeriksa dan

memutuskan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-

undang khususnya tentang:

1) Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian

penyelidikan atau penghentian tuntutan.

2) Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang

perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan dan penuntutan.

b. Pengadilan Tingkat Kedua

Wewenang pengadilan tingkat kedua adalah :

1) Mengadili perkara yang diputuskan oleh pengadilan negeri dalam

daerah hukumnya yang dimintakan banding.

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

26

2) Berwenang untuk memerintahkan pengiriman berkas-berkas

perkara dan surat-surat untuk diteliti dan memberi penilaian

terhadap kecakapan dan kerajinan hakim.

c. Kasasi oleh Mahkamah Agung

Wewenang Mahkamah Agung adalah sebagai berikut :

1) Mengadili semua perkara yang dimintakan kasasi.

2) Meminta keterangan dari semua pengadilan lingkungan peradilan.

Pengadilan dalam menegakan hukum yang telah di buat dan

disediakan oleh pembentuk Undang-undang, berbeda dengan

komponen eksekutif, yaitu menjalankan penegakan hukum itu dengan

aktif, sedangkan peradilan dapat disebut pasif, karena harus menunggu

datangnya pihak-pihak yang membutuhkan jasa peradilan. Para pencari

keadilan datang membawa persoalan mereka untuk diselesaikan

melalui proses peradilan.

Undang-undang yang telah dibuat dan disediakan oleh

pembentuk Undang-undang itu, tidak selamanya dapat diterapkan

begitu saja pada peristiwanya. Tetapi ketentuan perundang-undangan

itu harus diberi arti, dijelaskan atau ditafsirkan sesuai dengan

peristiwanya, kemudian baru dapat diterapkan pada peristiwanya.

Penerapan atau penegakan Undang-undang yang bersifat abstrak dan

umum seperti ini lazimnya dilakukan melalui peradilan. Sebagaimana

dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo bahwa, kalaupun Undang-

undang itu jelas, Undang-undang itu tidak sempurna tidak mungkin

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

27

Undang-undang itu lengkap dan tuntas. Tidak mungkin Undang-

undang itu mengatur segala kegiatan kehidupan manusia secara tuntas,

karena kegiatan manusia itu tidak terbilang banyaknya.

Sejalan dengan pernyataan diatas, Ismail Shaleh menyatakan

bahwa Menegakan hukum bukanlah sekedar melaksanakan huruf,

kalimat atau Pasal “mati” dalam peraturan Perundang-undangan

sebagai hukum positif. Hukum positif mempunyai kekurangan-

kekurangan atau kekosongan-kekosongan, karena hukum positif

memang tidak dapat mengikuti kecepatan dinamika perkembangan

masyarakat, bahkan dalam beberapa hal ketinggalan dengan masalah-

masalah yang timbul dalam masyarakat. Kekosongan hukum tersebut

dapat diisi oleh hakim, sehingga hakim pun dalam hal ini menjadi

pembuat hukum.

Penegakan melalui peradilan tidak selamanya menerapkan

ketetuan perundang-undangan, tetapi peradilan juga dapat menciptakan

hukum. Sebagaimana dinyatakan Sudikno Mertokusumo : “ Mengingat

hakim adalah pembentuk hukum, di samping pembentuk Undang-

undang, dan mengingat pula akan kebebasan hakim, maka selama

pembentuk Undang-undang impoten dalam menciptakan atau

membentuk peraturan masyarakat, maka kita dapat mengharapkan

kreativitas dari hakim untuk atau mencipatakan hukum yang sesuai

dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, hakim harus diberi

kebebasan yang lebih besar. Untuk itu cukuplah kiranya pembentuk

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

28

Undang-undang menciptakan atau membentuk Undang-undang yang

bersifat umum, agar hakim tidak akan menghadapinya dan akan lebih

bebas untuk menafsirkannya”.

Selain dengan pernyataan diatas, Lie Oen Hock dalam pidato

pengukuhannya sebagai guru besar pada Fakultas Hukum Universitas

Indonesia menegaskan bahwa : “Hakim dalam menjalankan tugasnya,

yaitu melakukan peradilan, turut serta menciptakan hukum. Ini berarti

di samping hukum yang terdapat dalam Undang-undang terdapat pula

hukum hakim (rechterrecht), yang lebih dikenal dengan

yurisprudensi”.

Pernyataan diatas menunjukan bahwa penegakan hukum

melalui peradilan, disuatu pihak menerapkan atau melaksanakan

peraturan perundang-undangan, dan di pihak lain melakukan diskresi

dalam keadaan tertentu dengan menciptakan hukum melalui

putusannya (Komisi Yudisial, 2014: 147).

B. Tinjauan tentang Hakim

1. Pengertian Hakim

Hakim adalah organ pengadilan yang dianggap memahami hukum,

yang dipundaknya telah diletakan kewajiban dan tanggung jawab agar

hukum dan keadilan itu ditegakan, baik yang berdasarkan kepada tertulis

atau tidak tertulis (mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih

bahwa hukum tidak atau kurang jelas), dan tidak boleh ada satupun yang

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

29

bertentangan dengan asas dan sendi peradilan berdasar Tuhan Yang Maha

Esa (Bambang Waluyo, 1991:11).

Pengertian hakim menurut pasal 1 ayat (5) UU komisi Yudisial

Nomor 22 Tahun 2004 adalah hakim agung dan hakim pada badan

peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung serta hakim Mahkamah

Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Hakikat keberadaan hakim adalah sebagai penengah dan

penjembatan bilamana terdapat konflik antara dua belah pihak.

Penyelesaian sengketa mengalami perkembangan jika awalnya hanya

melibatkan dua pihak (two party) kini melibatkan pihak ketiga (third

party) sebagai upaya menyelesaikan sengketa (Ahmad syahrizal, 2006:

46).

Hakim adalah suatu elemen dasar dalam sistem peradilan selain

jaksa dan penyidik (Kejaksaan dan Kepolisian), sebagai subjek yang

melakukan tindakan putusan atas suatu perkara di dalam suatu pengadilan.

Hakim yang merupakan personafikasi atas hukum harus menjamin rasa

keadilan bagi setiap orang yang mencari keadilan melalui proses hukum

legal, dan untuk menjamin rasa keadilan itu maka seorang hakim dibatasi

oleh rambu-rambu seperti akuntabilitas, integritas, moral dan etika,

transparansi dan pengawasan.

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

30

2. Etika Profesi Hakim

Etika profesi hakim telah dituangkan dalam keputusan bersama

Mahkamah Agung Republik Indonesia dan ketua Komisi Yudisial

Republik Indonesia Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor

02/SKB/P-KY/IV/2009, tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim,

yang mengatur perilaku hakim sebagai berikut:

a. Berperilaku Adil

Adil bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan

yang menjadi haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa

semua orang sama kedudukannya di depan hukum.

b. Berperilaku Jujur

Kejujuran bermakna dapat dan berani menyatakan bahwa yang benar

adalah benar dan salah adalah salah. Kejujuran mendorong

terbentuknya pribadi yang ikut dan mengakibatkan kesadaran akan

hakikat yang hak dan yang batil.

c. Berlaku Arif dan Bijaksana

Arif dan bijaksana bermakna mampu bertindak sesuai dengan norma-

norma yang hidup dalam masyarakat baik norma-norma hukum,

norma-norma keagamaan, kebiasaan-kebiasaan maupun kesusilaan

dengan memerhatikan situasi dan kondisi pada saat itu, serta mampu

memperhitungkan akibat dari tindakannya.

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

31

d. Bersikap Mandiri

Mandiri bermakna mampu bertindak sendiri tanpa bantuan pihak lain,

bebas dari campur tangan siapa pun dan bebas dari pengaruh apapun.

e. Berintegritas Tinggi

Integritas bermakna sikap dan kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur

dan tidak tergoyahkan. Integritas tinggi pada hakikatnya terwujud pada

sikap setia dan tangguh berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma

yang berlaku dalam melaksanakan tugas.

f. Bertanggung Jawab

Bertanggung jawab bermakna kesediaan untuk melaksanakan sebaik-

baiknya segala sesuatu yang menjadi wewenang dan tugasnya, serta

memiliki keberanian untuk menanggung segala akibat atas

pelaksanaan wewenang dan tugasnya tersebut.

g. Menjunjung Tinggi Harga Diri

Harga diri bermakna bahwa diri manusia melekatkan martabat dan

kehormatan yang harus dipertahankan dan dijunjung tinggi oleh setiap

orang.

h. Berdisplin Tinggi

Disiplin bermakna ketaatan pada norma-norma atau kaidah-kaidah

yang diyakini sebagai panggilan luhur untuk mengemban amanah serta

kepercayaan masyarakat pencari keadilan.

i. Berperilaku Rendah Hati

Rendah hati bermakna kesadaran dan keterbatasan kemampuan diri,

jauh dari kesempurnaan dan terhindar dari setiap bentuk keangkuhan.

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

32

j. Bersikap Profesional

Profesional bermakna suatu sikap moral yang dilandasi oleh tekad

untuk melaksanakan pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan,

yang didukung oleh keahlian atas dasar pengetahuan, ketrampilan dan

wawasan (H.M Agus Santoso, 2014:102).

3. Tugas Hakim

Tugas daan kewajiban hakim dalam bidang peradilan menurut UU

No 48 Tahun 2009 , Antara lain :

a. Tugas hakim secara normatif

1) Peradilan dilakukan “ DEMI KEADILAN BERDASARKAN

KETUHANAN YANG MAHA ESA” (Pasal 2 ayat (1) UU No 48

Tahun 2009).

2) Peradilan negara menerapkan dan menegakan hukum dan keadilan

berdasarkan Pancasila (Pasal 2 ayat (2) UU No 48 Tahun 2009).

3) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim

konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan (Pasal 3 ayat (1

UU No 48 Tahun 2009).

4) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-

bedakan orang (Pasal 4 ayat (1) UU No 48 Tahun 2009).

5) Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi

segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan

yang sederhana, cepat, dan biaya ringan (Pasal 4 ayat (1) UU No

48 Tahun 2009).

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

33

6) Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan

memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam

masyarakat ( Pasal 5 ayat (1) UU No 48 Tahun 2009).

7) Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan

kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional dan

berpengalaman di bidang hukum ( Pasal 5 ayat (2) UU No 48

Tahun 2009).

8) Hakim dan hakim konstitusi wajib menaati kode etik dan pedoman

perilaku hakim (Pasal 5 ayat (3) UU No 48 Tahun 2009).

9) Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan

memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum

tidak ada atau kurang jelas, tetapi wajib untuk memeriksa dan

mengadilinya (Pasal 10 ayat (1) UU No 48 Tahun 2009).

10) Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengan

susunan sekurang-kurangnya tiga orang hakim kecuali Undang-

undang menyatakan lain ( Pasal 11 ayat (1) UU No 48 Tahun

2009).

11) Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan

(Pasal 2 ayat (4) UU No 48 Tahun 2009).

12) Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum

apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum ( Pasal 13

ayat (2) UU No 48 Tahun 2009).

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

34

13) Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim menyampaikan

pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang

diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan (

Pasal 14 ayat (2) UU No 48 Tahun 2009).

b. Tugas Hakim secara Konkret

1) Mengonstatir (mengonstatasi) yaitu menetapkan atau merumuskan

peristiwa konkret, hakim mengakui atau membenarkan telah

terjadinya peristiwa yang telah diajukan para pihak di muka

persidangan. Syaratnya adalah peristiwa itu konkret itu harus di

buktikan terlebih dahulu, tanpa pembuktian hakim tidak boleh

menyatakan bahwa suatu peristiwa konkret itu benar-benar terjadi.

Mengonstatir berarti menetapkan peristiwa konkret dengan

membuktikan peristiwanya atau menganggap telah terbuktinya

peristiwa tersebut.

2) Mengualifisir (mengualifikasi) yaitu menetapkan atau merumuskan

peritiwa hukumnya. Hakim menilai peristiwa yang telah dianggap

benar-benar terjadi itu termasuk dalam hubungan hukum yang

mana atau seperti apa. Dengan kata lain, mengualifisir adalah

menemukan hukumnya terhadap peristiwa yang telah di konstatir

dengan jalan menerapkan peraturan hukum terhadap peristiwa

tersebut. Mengualifikasi dilakukan dengan cara mengarahkan

peristiwanya kepada aturan hukum atau undang-undang, agar

aturan hukum atau undang-undang tersebut dapat diterapkan pada

peristiwanya.

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

35

3) Mengkonstituir (mengkonstitusi atau memberikan konstitusinya)

yaitu hakim menetapkan hukumnya dan memberi keadilan kepada

para pihak yang bersangkutan. Di sini hakim mengambil

kesimpulan dari adanya premisse mayor (peraturan hukumnya) dan

premissse minor (peristiwanya). Dalam menyampaikan putusannya

hakim perlu memperhatikan faktor yang seharusnya di terapkan

secara proporsional yaitu keadilan, kepastian hukumnya, dan

kemanfaatannya (Muhammad Nuh, 2011:108).

C. Tinjauan tentang Mahkamah Konstitusi

1. Pengertian Mahkamah Konstitusi

Pengertian Mahkamah Konstitusi menurut pasal 1 ayat (1) Undang-

undang Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan

kehakiman yang berfungsi menangani perkara tertentu di bidang

ketatanegaraan dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara

bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi

(Maruaar Siahaan, 2011:1).

2. Kedudukan dan Susunan Mahkamah Konstitusi

a. Kedudukan

1) Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang

melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan

keadilan.

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

36

2) Mahkamah Konstitusi berkedudukan di Ibukota Negara Republik

Indonesia.

b. Susunan

1) Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 ( sembilan) orang anggota

hakim konstitusi yang ditetapkan dengan keputusan presiden.

2) Susunan Mahkamah Konstitusi terdiri atas seorang ketua

merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan

7 ( tujuh) orang aggota hakim konstitusi.

3) Ketua dan wakil dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa

jabatan 3(tiga) tahun.

4) Hakim konstitusi adalah pejabat negara (Kansil:2011:129).

Lebih jelas lagi Jimlly Asshidiqie menguraikan sebagai

berikut: “Dalam konteks ketatanegaraan, Mahkamah Konstitusi

dikontruksikan sebagai pengawal konstitusi yang berfungsi menegakan

keadilan konstitusional di tengah kehidupan masyarakat Mahkamah

Konstitusi bertugas mendorong dan menjamin agar negara secara

konsisten dan bertanggung jawab”. Di tengah kelemahan sistem

konstitusi yang ada, Mahkamah Konstitusi berperan sebagai penafsir

agar spirit konstitusi selalu hidup dan mewarnai keberlangsungan

bernegara bermasyarakat (cetak biru, 2004:4).

3. Wewenang Mahkamah Konstitusi

Sesuai ketentuan Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 Mahkamah

Konstitusi memiliki lima kewenangan peradilan yaitu :

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

37

a. Peradilan dalam rangka pengujian konstitusionalisme Undang-undang.

b. Peradilan sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara.

c. Peradilan perselisihan hasil pemilihan umum.

d. Peradilan pembubaran partai politik.

e. Peradilan atas pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden

menurut Undang-undang.

Dalam menjalankan kewenangannya, Mahkamah Konstitusi

memiliki kemerdekaan yudisial. secara kelembagaan, Mahkamah

Konstitusi adalah merdeka dari campur tangan kekuasaan lembaga negara

lainnya dalam menegakan hukum dan keadilan.

Mahkamah Konstitusi dalam rangka menjalankan kewenangannya

sebagai salah satu pemegang kekuasaan kehakiman memiliki panduan

dalam menjalankan persidangan. Panduan asas hukum yang digunakan

sebagai pedoman para hakim dalam menjalankan konstitusi adalah sebagai

berikut :

a. Persidangan terbuka untuk umum

Pasal 19 Undang-undang No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan

kehakiman menyatakan bahwa pengadilan terbuka untuk umum

kecuali Undang-undang menentukan lain. Hal ini juga berlaku bagi

persidangan pengujian Undang-undang. Dalam Pasal 40 ayat (1) UU

Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa perlindungan terbuka untuk

umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim. Persidangan yang

terbuka merupakan sarana pengawasan secara langsung oleh rakyat.

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

38

b. Independen dan imparsial

Mahkamah Konstitusi merupakan pemegang kekuasaan

kehakiman yang bersifat mandiri dan merdeka. Sifat mandiri dan

mereka berkiatan dengan sikap imparsial (tidak memihak). Sikap

independen dan imparsial yang harus dimiliki hakim bertujuan agar

menciptakan peradilan yang netral dan bebas dari campur tangan pihak

manapun. Sekaligus sebagai upaya pengawasan terhadap cabang

kekuasaan lain.

c. Peradilan cepat, sederhana dan murah

Pasal 4 ayat (2) UU Kekuasaan kehakiman mengamanahkan

bahwa peradilan harus dilaksanakan secara sederhana, cepat dan biaya

ringan. Dalam prakteknya Mahkamah Konstitusi membuat terobosan

besar dengan menyediakan sarana sidang jarak jauh melalui fasilitas

video conference. Hal tersebut sebagai upaya dari mahkamah konstitusi

mewujudkan persidangan yang efisien.

d. Putusan bersifat erga omnes

Berbeda dengan peradilan di Mahakamah Agung yang bersifat

inter partes artinya hanya mengikat para pihak bersengketa dan

lingkupnya merupakan peradilan umum. Pengujian Undang-undang di

Mahkamah Konstitusi merupakan peradilan pada ranah hukum publik.

Sifat peradilan di Mahkamah Konstitusi adalah erga omnes yang

mempunyai kekuatan mengikat.

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

39

e. Hak untuk didengar secara seimbang (audi et eltram partem)

Dalam berperkara semua pihak baik pemohon atau termohon

beserta penasihat hukum yang ditunjuk berhak menyatakan

pendapatnya di muka persidangan.

f. Hakim aktif dan pasif dalam persidangan

Karakteristik peradilan konstitusi adalah kental dengan

kepentingan umum ketimbang kepentingan perorangan. Sehingga

proses persidangan tidak dapat digantungkan seterusnya pada inisiatif

para pihak. Mekanisme constitutional harus digerakan pemohon

dengan satu permohonan dan dalam hal demikian hakim bersifat pasif

dan tidak boleh aktif melakukan inisiatif untuk melakukan pengujian

tanpa permohonan.

g. Ius curia novit

Pasal 16 UU kekuasaan kehakiman menyatakan pengadilan tidak

boleh menolak memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara

yang diajukan dengan dalih tidak ada dasar hukumnya atau kurang

jelas melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Dengan

demikian pengadilan dianggap mengetahui hukum. Asas ini ditafsirkan

sehingga mengarahkan hakim pada proses penemuan hukum untuk

menemukan keadilan.

Praktik beracara di Mahkamah Konstitusi menggunakan hukum

acaranya yang tersendiri dan khas. Sumber hukum acara di Mahkamah

Konstitusi tersebut adalah :

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

40

a. Undang- undang Mahkamah Konstitusi.

b. Peraturan Mahkamah Konstitusi.

c. Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi.

d. Undang-undang Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Peradilan

Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Pidana.

e. Pendapat Sarjana.

f. Hukum acara dan yurisprudensi Mahkamah Konstitusi (Marauarar

Siahaan, 2006: 84).

4. Putusan Sidang Mahkamah Konstitusi

Putusan diambil dalam rapat permusyawaratan hakim yang dihadiri

sekurang-kurangnya tujuh orang hakim konstitusi dan dibaca/diucapkan

dalam sidang pleno terbuka untuk umum yang dihadiri oleh hakim

konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum

tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.

Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat dan tidak ada

upaya hukum.

Jenis putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi tidak

jauh beda dengan peradilan lain yakni putusan yang bersifat Declaratoir,

constitutief, dan condemnatoir. Putusan yang bersifat Condemnatoir

apabila putusan tersebut berisi peghukuman agar tergugat atau termohon

melakukan suatu prestasi. Putusan yang bersifat Condemnatoir di MK

adalah putusan yang menengahi sengketa antar lembaga negara.

Mahkamah Konstitusi dapat menghukumi agar lembaga tersebut

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

41

dinyatakan tidak berwenang sebagai mana termaktub dalam Pasal 64 ayat

(3) UU Mahkamah Konstitusi. Dalam hal permohonan dikabulkan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mahkamah Konstitusi menyatakan

dengan tegas bahwa termohon tidak mempunyai kewenangan untuk

melaksanakan kewenangan yang dipersengketakan.

Putusan declaratoir adalah putusan yang menjadikan hakim

menyatakan apa yang berlaku sebagai hukum. Putusan hakim seperti ini

adalah putusan yang menyatakan permohonan atau gugatan di tolak.

Putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat declaratoir ini ada dalam

Pasal 56 ayat (3) UU Mahkamah Konstitusi. Dalam hal permohonan

dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mahkamah Konstitusi

menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, Pasal dan/atau bagian dari

Undang-undang yang bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Putusan constitutif adalah putusan yang meniadakan suatu keadaan

hukum atau menciptakan suatu keadaan hukum baru. Putusan Mahkamah

Konstitusi pada perkara pengujian Undang-undang yang bersifat

constitutif. Pada putusan ini Mahkamah Konstitusi menyatakan suatu

Undang-undang bertentangan dengan konstitusi baik secara keseluruhan

atau pada Pasal tertentu.

Beradasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tentang pengujian

Undang-undang Pasal 36 Amar putusan Mahkamah Konstitusi dalam

beberapa bentuk :

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

42

a. Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima, dalam hal

permohonan tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud Pasal 56

ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003.

b. Mengabulkan permohonan Pemohon, menyatakan bahwa materi

muatan ayat, Pasal dan/atau bagian dari UU dimaksud bertentangan

dengan UUD 1945, Menyatakan bahwa materi muatan ayat, Pasal

dan/atau bagian dari UU dimaksud tidak mempunyai kekuatan hukum

mengikat, dalam hal ini permohonan beralasan sebagaimana dimaksud

Pasal 56 ayat (2) ayat (3), dan Pasal 57 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun

2003.

c. Mengabulkan permohonan pemohon. Menyatakan bahwa

pembentukan UU dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan

UU berdasaran UUD 1945, menyatakan UU tersebut tidak mempunyai

Kekuataan hukum mengikat, dalam hal permohonan beralasan

sebagaimana dimaksud Pasal 56 ayat (4) dan Pasal 57 ayat (2) UU No

24 Tahun 2003.

d. Menyatakan permohonan pemohon di tolak. Dalam hal UU yang

dimohonkan pengujian tidak bertentangan dengan UUD 1945, baik

mengenai pembentukan maupun materinya sebagian atau keseluruhan

sebagiamana dimaksud Pasal 56 ayat (5).

Sebagaimana putusan peradilan pada umumnya putusan peradilan

konstitusi di Mahkamah Konstitusi mempunyai akibat hukum. Untuk

putusan pengujian Undang-undang bentuk putusannya adalah declarator

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

43

constitutif. Artinya, putusan Mahkamah Konstitusi dapat menciptakan

suatu keadaan hukum baru atau meniadakan suatu keadaan hukum. Posisi

yang demikian menempatkan Mahkamah Konstitusi sebagai negative

legislator, putusan Mahkamah Konstitusi mempunyai tiga kekuatan yaitu

kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian, dan kekuatan eksekutorial.

1) Kekuatan mengikat

Sebuah putusan pengadilan bertujuan untuk menyelesaikan

suatu persoalan atau sengketa dan menetapakan hak atau hukumnya.

Sebagai salah satu lembaga peradilan khusus yang dibentuk melalui

konstitusi Mahkamah Konstitusi juga mempunyai karakter khusus.

Kekhususan tersebut juga terletak pada putusan Mahkamah Konstitusi

yang bersifat final dan mengikat. Mahkamah Konstitusi berwenang

mengadili perkara konstitusi dalam tingkat pertama dan terakhir yang

putusannya bersifat final. Sifat putusan yang bersifat final tersebut

berarti putusan Mahkamah Konstitusi mau tidak mau harus

dilaksanakan.

Mengenai kekuatan mengikat putusan Mahkamah Konstitusi

kita dapat menengok kembali pada Pasal 10 UU Mahkamah Konstitusi

berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir serta

putusannnya bersifat final. Mengikat artinya bahwa hakim tidak boleh

memutus lagi perkara yang pernah diputus sebelumnya antara pihak

yang sama serta mengenai pokok perkara yang sama.

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

44

2) Kekuatan Pembuktian

Sebuah putusan pengadilan, khusunya putusan Mahkamah

Konstitusi memiliki kekuatan pembuktian. Dalam Pasal 60 UU

Mahkamah Konstitusi menyatakan setiap muatan ayat, pasal dan/atau

bagian dalam Undang-undang yang telah diuji tidak dapat dimohonkan

untuk diuji kembali. Dengan demikian putusan Mahkamah Konstitusi

tersebut merupakan sebagai alat bakti yang dapat digunakan bahwa

telah diperoleh kekuatan hukum yang pasti.

Kekuatan hukum pasti yang terdapat dalam putusan Mahkamah

Konstitusi ada dua sisi yakni positif dan negatif. Sisi positif adalah

bahwa apa yang diputus oleh hakim dianggap telah benar sehingga

tidak diperlukan pembuktian. Sedangkan sifat negatifnya adalah hakim

tidak diperbolehkan memutus perkara yang pernah diajukan

sebelumnya.

3) Kekuatan Eksekutorial

Putusan Mahkamah Konstitusi sebagai perbuatan hukum

pejabat negara untuk mengakhiri sengketa yang akan meniadakan atau

menciptakan hukum. Mahkamah Konstitusi adalah lembaga yang

dibentuk berdasarkan konstitusi. Sebagai dasar dan pedoman praktik

ketatanegaraan harus ditaati sebagai dasar hukum bernegara.

Kewenangan Mahkamah Konstitusi menguji apakah suatu Undang-

undang telah memenuhi syarat konstitusional diadakan melalui

konstitusi.

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

45

D. Tinjauan tentang Komisi Yudisial

1. Komisi Yudisial

Komisi Yudisial dibentuk berdasarkan ketentuan Pasal 24B

Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004

tentang Komisi Yudisial.

Pengertian Komisi Yudisial menurut Pasal 2 Undang-undang

Nomor 22 Tahun 2004 “Komisi Yudisial adalah lembaga negara

sebagaimana maksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945”. Ketentuan ini menegaskan bahwa kedudukan,

Yudisial adalah sebagai lembaga negara yang keberadaannya bersifat

konstutisional.

2. Kedudukan dan Susunan Komisi Yudisial

a. Kedudukan

1) Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri

dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan

atau pengaruh kekuasaan lainnya.

2) Komisi Yudisial berkedudukan di Ibukota Negara Republik

Indonesia.

b. Susunan

1) Komisi Yudisal terdiri atas pemimpin dan anggota.

2) Pemimpin Komisi Yudisial terdiri dari atas seorang ketua dan

seorang wakil ketua yang merangkap anggota.

3) Komisi Yudisial mempunyai 7 anggota, anggota Komisi Yudisial

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

46

adalah pejabat negara.

4) Keanggotan Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

terdiri atas mantan hakim, praktisi hukum, akademisi hukum, dan

anggota masyarakat.

5) Pimpinan Komisi Yudisial dipilih dari anggota Komisi Yudisial

(C.S.T Kansil, 2011: 137).

3. Wewenang Komisi Yudisial

Wewenang dan tugas Komisi Yudisial Republik Indonesia dapat

kita temukan dalam ketentuan Pasal 24A Ayat (3) dan Pasal 24B Ayat (1)

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

diimplementasikan dalam Pasal 13 Undang-undang No.22 Tahun 2004

pada pokoknya wewenang dari Komisi Yudisial adalah :

a. Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di

Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapat persetujuan.

b. Menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat, serta

perilaku hakim.

c. Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)

bersama-sama Mahkamah Agung.

d. Menjaga dan menegakan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman

Perilaku Hakim (KEPPH).

Dalam melaksanakan wewenang, yaitu mengusulkan pengangkatan

hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk

mendapatkan persetujuan, maka Komisi Yudisial mempunyai tugas :

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

47

a. Melakukan pendaftaran calon hakim agung.

b. Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung.

c. Menetapkan calon agung, dan

d. Mengajukan calon hakim agung ke DPR.

Kemudian Pasal 20 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2011

mengatur bahwa :

a. Dalam rangka menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran,

martabat, serta perilaku hakim, komisi yudisial mempunyai tugas:

1) Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim.

2) Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran

Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

3) Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan

dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

4) Memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik

dan Pedoman Perilaku Hakim.

5) Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang

perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang

merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.

b. Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), komisi Yudisial

juga mempunyai tugas mengupayakan peningkatan kapasitas dan

kesejahteraan hukum.

c. Dalam rangka menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran

martabat, serta perilaku hakim, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

48

huruf a, Komisi Yudisial dapat meminta bantuan kepada aparat

penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam

pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan

Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) oleh hakim.

d. Aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti permintaan Komisi

Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Disahkannya Undang-undang tersebut merupakan upaya untuk

memperkuat wewenang dan tugas Komisi Yudisial sebagai lembaga

negara yang independen yang menjalankan fungsi checks and balances di

bidang kekuasaan kehakiman dalam rangka mewujudkan kekuasaan

kehakiman yang jujur, bersih, transparan dan profesional (Komisi

Yudisial, 2014:270).

4. Proses Pemeriksaan Yang Dilakukan Komisi Yudisial

Dalam melakukan pengawasan sebagai mana di maksud dalam

Pasal 20 ayat(1) huruf a, Komisi Yudisial menerima laporan masyarakat

dan/atau informasi tentang dugaan pelanggaran kode etik dan/atau

pedoman perilaku hakim yaitu :

a. Untuk melaksankan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Komisi Yudisial dapat meminta keterangan atau data kepada badan

peradilan dan/atau hakim.

b. Pimpinan badan peradilan dan/atau hakim wajib memberikan

keterangan atau data yang diminta oleh Komisi Yudisial sebagaimana

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

49

dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari

terhitung sejak tanggal permintaan Komisi Yudisial diterima.

c. Apabilan badan peradilan dan/atau hakim belum memberikan

keterangan atau data dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), Komisi Yudisial meminta keterangan dan/atau data tersebut

melalui pimpinan Mahkamah Agung.

d. Pimpinan Mahkamah Agung meminta kepada badan peradilan

dan/atau hakim untuk memberikan keterangan atau data sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari

terhitung sejak tanggal permintaan Komisi Yudisial.

e. Apabila permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4)

tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, pimpinan badan peradilan atau

hakim yang bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

f. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Komisi

Yudisial.(2016:126).

E. Judicial Review

1. Pengertian Judicial Review

Ketentuan tentang penanganan Pancasila ke dalam peraturan

perundang-undangan dan instrumen pengawasannya melalui judicial

review di Indonesia pada saat ini sudah cukup diatur dengan berbagai

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

50

instrumen konstitusi dan hukum. Menurut Pasal 24 C UUD 1945

Mahkamah Konstitusi mempunyai hak pengujian UU terhadap UUD

sedangkan Mahkamah Agung menurut Pasal 24 A melakukan pengujian

peraturan perundang-undangan dibawah UU terhadap peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi. Meski fungsi pengujian yang

dilakukan oleh Mahkmah Konstitusi dan Mahkamah Agung sebenarnya

sama-sama merupakan judicial review tapi secara teknis pengujian UU

terhadap UUD oleh Mahkamah Konstitusi biasa juga disebut

Constitusional review sedangkan pengujian peraturan perundang-

undangan di bawah UU terhadap peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi oleh Mahkamah Agung biasa disebut judicial review , secara

umum keduanya disebut sebagai judicial review dalam arti pengujian yang

dilakukan oleh lembaga yudisial.

Selain itu, di luar judicial review, sistem ketatanegaraan kita juga

mengenal legislative review yakni peninjauan atau perubahan UU atau

Perda oleh lembaga legislatif (DPR/DPRD dan Pemerintah/Pemda) sesuai

dengan tingkatannya karena isinya dianggap tidak sesuai dengan hukum

dan falsafah yang mendasarinya.

Ada juga istilah executive review yakni pengujian atau peninjauan

atas peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh lembaga

eksekutif terhadap peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh

lembaga eksekutif sendiri tanpa dimintakan judicial review ke lembaga

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

51

yudisial karena ada kekeliruan atau kebutuhan baru untuk meninjaunya

(Moh. Mahfud MD, 2012: 65).

Konsep pembagian kekuasaan memberikan Wewenang untuk

melakukan pembentukan hukum kepada legislatif. Apa yang dirumuskan

oleh lembaga legislatif dilakukan dalam pembentukan Undang-undang

setelah disahkan akan mempunyai kekuataan sebagai sebuah produk

hukum.

UUD 1945 tidak memberikan definisi Undang-undang. Namun

definisi Undang-undang dapat kita temukan pada Undang-undang No 10

Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Undang-undang merupakan seperangkat aturan yang mendatangkan faedah

bagi masyarakat. Undang-undang fungsinya bukan untuk menghukum

masyarakat melainkan agar terciptanya ketertiban di masyarakat.

Dengan dianutnya paham konstitusionalisme yang menganut

adanya pembatasan kekuasaan yang memiliki dua esensi yaitu pertama

sebagai konsep negara hukum, bahwa hukum mengatasi kekuasaan negara,

hukum akan melakukan kontrol terhadap politik, bukannya sebaliknya,

kedua adalah konsep hak-hak sipil warga negara yang menyatakan, bahwa

kebebasan warga negara dan kekuasaan negara dibatasi oleh konstitusi.

Keberadaan Mahkamah Konstitusi tak lain sebagai upaya menegakan

prinsip negara hukum dan konstitusionalisme (Ni‟matul Huda, 2008: 30).

Terdapat banyak pendapat mengenai istilah dari pengujian Undang-

undang terhadap Undang-undang terhadap Undang-undang dasar. Judicial

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

52

review sering diartikan sebagai pengujian Undang-undang terhadap

Undang-undang dasar. Ketentuan judicial review di Amerika Serikat (As)

tidak dicantumkan di dalam Konstitusi AS. Akan tetapi, pada 1803 John

Marshal membuat sejarah baru dalam hukum konstitusi ketika Ketua

Mahkamah Agung tersebut membatalkan judicary act 1789 secara sepihak

dengan alasan act tersebut bertentangan dengan Konstitusi Amerika.

Judicial review oleh Marshall ini kemudian menjadi konvensi di Amerika

Serikat dan menjalar serta diikuti oleh berbagai negara dengan berbagai

variasinya. Marshall mengemukakan alasan mengenai pengujian Undang-

undang yaitu :

a. Hakim bersumpah menjunjung tinggi konstitusi, sehingga peraturan

yang bertentangan dengan konstitusi harus melakukan uji materi.

b. Konstitusi adalah the supreme law of the land sehingga harus ada

pengujian terhadap peraturan yang dbawahnya agar supreme law itu

tidak dilangkahi oleh peraturan di bawahnya.

c. Hakim tidak boleh menolak perkara, sehingga kalau ada permohonan

pengujian harus dipenuhi

d. Selain ketiga alasan tersebut melalui desertasi tahun 1933, alasan

adanya judicial review itu yakni karena hukum adalah produk politik.

Karena hukum adalah produk politik, maka harus ada mekanisme

pengujian agar isi maupun prosedur pembuatannya benar secara

hukum dan bukan hanya menjadi alat justifikasi atas kehendak

pemegang kekuasaan politik (Mahfud MD, 2009: 258).

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuasaan ...repository.ump.ac.id/7751/3/ADE YIYIT SUTANTO_BAB II.pdf · Kekuasaan Kehakiman adalah ciri pokok dari negara hukum (rechtsstaaat)

53

2. Jenis-Jenis Pengujian Undang-undang

Maruarar Siahaan menyebutkan bahwa pengujian terhadap

Undang-undang dapat dilakukan dua cara yakni :

a. Pengujian secara Formal (Formale Toetsingrecht)

Adalah pengujian Undang-undang berkenaan dengan bentuk

dan pembentukan yang meliputi pembahasan, pengesahan, dan

pemberlakuan .

b. Pengujian Secara Materiil (Materiele Toetsingrecht)

Adalah pengujian atas bagian Undang-undang yang

bersangkutan, bagian tersebut berupa bab, ayat, Pasal, atau kata

bahkan kalimat dalam suatu Pasal atau ayat dalam sebuah Undang-

undang yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dapat diminta

untuk dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat

(Maruarar Siahaan, 24: 2006).

Pengujian formal biasanya terkait dengan soal-soal prosedural

berkenaan dengan legalitas kompetensi institusi yang membuatnya.

Sedangkan pengujian material berkaitan kemungkinan pertentangan isi

muatan suatu peraturan dengan peraturan yang lainnya

Analisis Putusan Mahkamah... Ade Yiyit Sutanto, Fakultas Hukum UMP, 2018