bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan konsep kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/388/3/bab...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN KONSEP KEBUTUHAN DASAR
1. Konsep Kebutuhan Dasar Aktivitas
Aktivitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu
kegiatan atau keaktifan. Jadi, segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan
kegiatan yang terjadi baik fisik dan non fisik merupakan suatu keaktivitas.
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan untuk bergerak untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan aktivitas seseorang dipengaruhi
oleh adekuatnya sistem persyarafan, otot dan tulang, atau sendi (Tarwoto
dan Wartonah, 2011). Aktivitas fisik merupakan irama atau pola tersendiri
dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan kerja, rekreasi, makan,
istirahat dan lain lain.(Asmadi, 2009)
Menurut WHO 2008, aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang
dihasilkan otot rangka yang memerlukan suatu pengeluaran energi.
Kurangnya aktivitas fisik akan menjadi salah satu faktor independen dalam
suatu penyakit kronis yang menyebabkan kematian secara global. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa aktivitas fisik merupakan kegiatan atau keaktifan
dari gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan
pengeluaran energi dengan melibatkan sistem muskuloskeletal otot dan
tulang serta sistem persarafan.
2. Sistem Tubuh Yang Berperan Dalam Aktivitas
Menurut Haswita dan Sulistyowati, 2017, sistem tubuh yang berperan
dalam aktivitas adalah sistem muskuloskeletal dan sistem persyarafan.
a. Sistem muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal terdiri atas tulang (rangka), otot dan sendi.
Gabungan dari tiga organ tersebut yang dapat menyebabkan terjadinya
aktivitas dan pergerakan.
6
7
1) Tulang (rangka)
Secara fungsi dari tulang ( rangka) adalah sebagai berikut
a) Menyokong jaringan tubuh, terasuk memberi bentuk pada
tubuh ( postur tubuh)
b) Melindungi bagian tubuh yang lunak, seperti otak,paru-paru,
hati dan medula spinalis.
c) Sebagai tempat melekatnya otot dan tendon, termasuk juga
ligament.
d) Sebagai sumber mineral, seperti garam, fosfat dan lemak.
e) Berperan dalam proses hematopoiesis (produksi sel darah)
2) Sendi
Sendi adalah hubungan antara tulang. Setiap sendi diklasifikasikan
sesuai dengan struktur dengan tingkat mobilisasinya.
3) Otot
Otot secara umum berfungsi untuk kontraksi dan menghasilkan
gerakan gerakan. Otot ada tiga macam otot rangka, otot polos dan
otot jantung. Otot rangka terdapat pada sistem skeletal dan
merupakan otot yang paling berperan dalam mekanik tubuh. Otot
rangka berfungsi dalam membantu pengontrolan gerakan,
mempertahankan postur tubuh dan menghasilkan panas.
(Asmadi,2009)
4) Sistem Persyarafan
secara spesifik, sistem persyarafan memiliki beberapa pungsi,
yaitu:
a) saraf aferen (reseptor) berfungsi menerima rangsangan dari
luar kemudian meneruskannya ke susunan saraf pusat.
b) Sel syaraf atau neuron, berfungsi membawa implus dari bagian
tubuh satu kesatu lainnya.
c) Sistem saraf pusat (SSP), berfungsi memproses impuls dan
kemudian memberikan respon melalui syaraf aferen.
8
d) Saraf aferen, berfungsi menerima respon dari SSP kemudian
meneruskan ke otot rangka.
1. Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas
Menurut wahit iqbal mubarak, 2015 faktor yang mempengaruhi aktivitas
adalah:
a. Gaya hidup, perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan
aktivitas seseorang karena gaya hidup berdampak pada prilaku atau
kebiasaan sehari-hari.
b. Proses penyakit atau cidera, peroses penyakit dapat mempengaruhi
kemampuan aktivitas karena mengganggu fungsi sistem tubuh. Sebagai
contoh : orang yang menderita fraktur femur akan megalami
keterbatasan gerak pada ekstremitas bawah.
c. Kebudayaan
Contohnya: orang yang memiliki budaya sering jalan jauh memiliki
kemampuan mobilisasi yang kuat, sebaiknya yang mengalami gangguan
mobilisasi (sakit) karena adat atau budaya tertentu yang melarang untuk
beraktivitas.
d. Tingkat energi
Energi adalah sumber untuk melakukan aktivitas karena, bila ingin
melakukan aktivitas yang baik maka tubuh membutuhkan energi yang
cukup untuk memenuhinya.
e. Usia
Terdapat perbedaaan kemampuan melakaukan aktivitas pada masing
masing usia tentu berbeda-beda. Contohnya: dari mulai bayi kita blum
bisa berjalan dan sampai bisa berjalan pada usia 1-2 tahun, hal itu yang
membuktikan bahwa usia mempengaruhi aktivitas.
2. Konsep Dasar Intoleransi Aktivitas
Intoleransi aktivitas adalah ketidak cukupan energi psikologis atau
fisiologis untuk mempertahankan untuk menyelesaikan aktivitas di dalam
alveoli, O2 melintasi membrane alveoli-kapiler dari alveoli ke darah
9
karena adanya perbedaan tekanan PO2 yang tinggi di alveoli dan tekanan
pada kapiler yang lebih rendah.kehidupan sehari-hari yang harus atau yang
ingin dilakukan. (Nurarif & Kusuma: 2015).
3. Batasan Karakteristik Intoleransi Aktivitas
Menutut Nurarif & Kusuma, 2015. Batasan karakteristik yang khas pada
klien dengan intoleransi aktivitas adalah:
a. Keletihan
b. Ketidak nyamanan dalam beraktivitas
c. Menyatakan merasa letih
d. Menyatakan merasa lemah
e. Respon tekanan abnormal terhadap aktivitas
f. Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
Menurut standar diagnosis keperawatan indonesia (SDKI,2016) batasan
karakteristik pada klien dengan intoleransi aktivitas adalah:
a. Gejala dan tanda mayor
1) Mengeluh lelah
2) Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
b. Gejala dan tanda minor
1) Merasa lemah
2) Merasa tidak nyaman setelah braktivitas
3) Dispnea saat setelah beraktivitas
4) Gambaran EKG menunjukan iskemia
5) Sianosis
4. Faktor Yang Berhubungan Dengan Intoleransi Aktivitas
(Nurarif dan Kusuma: 2015).
a. Perawat di rumah sakit jangka panjang
b. Usia sangat lanjut
c. Kelemahan umum
d. Tirah baring
e. Gaya hidup monoton
10
B. TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan landasan dalam proses
keparawatan oleh karena itu, diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada
tahap ini. Tahap ini terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang (Asikin :2016)
Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan gangguan aktivitas seperti
intoleransi aktifitas pada pasien fraktur.
meliputi:
a. Identitas Klien
Meliputi nama, TTL, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, No. MR, umur, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, no register dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya, keluhan utama pada khasus fraktur adalah rasa nyeri
tersebut dapat menjadi akut atau kronis tergantung lamanya serangan,
merasa lemah dan tidak dapat melakukan aktivitas.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk mengetahui penyebab fraktur
yang nantinya dapat membantu membuat rencana keperawatan tindakan
terhadap klien. Data ini dapat berupa kronologi terjadinya penyakit
tersebut, sehingga dapat ditentukan kekuatan tulang dan bagian tubuh
yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme kecelakaan
dapat diketahui luka kecelakaan lainnya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini dapat di temukan kemungkinan penyebab fraktur
dan dan memberikan petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit tertentu, misalnya kanker tulang, penyakit paget
yang menyebabkan fraktur fatologis sering kali sulit untuk
11
menyambung. Selain itu penyakit diabetes militus juga dapat
menghambat proses penyembuhan tulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga terdapat atau tidak penyakit osteoporosis, diabetes
militus, kanker tulang atau penyakit lain yang sipatnya salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur.
f. Riwayat Psikososial
Respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya serta peran
klien dalam keluarga dan masyarakat, derta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga atau dalam
masyarakat.
g. Pola Persepsi Dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul rasa ketakutan terjadinya kecacatan
pada diri klien dan harus mengalami penatalaksanaan untuk membantu
penyembuhan tulang. Selain itu, pengkajian juga dilakukan untuk
mengetahui kebiasaan hidup klien, misalnya penggunaan obat steroid
yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, konsumsi alkohol yang
dapat mengganggu keseimbangan, dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak.
h. Pola Nutrisi Dan Metabolisme
Klien yang mengalami fraktur harus mengonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-hari. Misalnya, kalsium, zat besi, dan vitamin C.
i. Pola Eliminasi
Kaji apakah klien mengalami kesulitan atau tidak saat BAB dan BAK.
j. Pola Tidur Dan Istirahat
Pada semua klien fraktur timbul rasa nyeri dan dan keterbatasan gerak
sehingga dapat mengganggu pola seta kebutuhan tidur klien. Selain itu
juga dilakukan pengkajian mengenai lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur, serta penggunaan obat
tidur.
12
k. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri dan keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang, dan kebutuhan klien memerlukan
bantuan orang lain, hal lain yang perlu dikaji yaitu bentuk aktivitas
klien terutama dalam dalam hal pekerjaan klien.
l. Pola Hubungan Dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat karena
harus menjalani rawat inap.
m. Pola Persepsi Dan Konsep Diri
Dampak yang timbul dalam klien fraktur, timbul ketakutan terhadap
kecacatan akibat fraktur, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal.
n. Pola Sensori Dan Koknitif
Pada klien yang mengalami fraktur, daya rabanya akan berkurang
terutama pada bagian distal fraktur, sedangka pada indra yang lain tidak
timbul gangguan. Begitu pun pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan.
o. Pola Reproduksi Seksual
Dapak ada klien fraktur yaitu klien tidak dapat melakukan hubungan
seksual karena harus mengalami rawat inap dan keterbatasan gerek,
serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga harus dikaji status
pernikahannya termasuk jumlah anak dan lama pernikahannya.
p. Pola Tata Nilai Dan Keyakinan
Untuk klien fraktur, tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
denagn baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini dapat
disebabkan oleh nyeri dan keterbatasan gerak klien.
q. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Neuromuskular (5P)
a) Pain : adanya nyeri
b) Palor: tampak pucat
13
c) Parestesia : sensasi kulit abnormal seperti terbakar atau
menusuk-nusuk yang terjadi tanpa stimulus dari luar.
d) Pulse : denyut nadi hilang
e) Pergerakan : berkurang
2) Pemeriksaan Setempat
a) Look : benjolan, pembengkakan, atau cekungan yang tidak
biasa (abnormal)
b) Feel : teraba hangat disekitar trauma dan perubahan
kelembapan kulit. Waktu pengisian kapiler >3 detik. Otot :
tonus pada wktu, reaksi atau kondisi, benjolan yang terdapat
pada permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu, juga di
periksa status neurovaskular. Jika terdapat benjolan, maka
harus dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan pada dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya
c) Move : apakah nyeri saat pergerakan, lingkup gerak dicatat agar
dapat mengevaluasi kaadaan sebelum dan sesudah, gerakan
sendi dicatatan dalam ukuran drajat dan setiap arah gerakan
dimulai dari 0 (posisi netral). Pemeriksaan ini untuk
menentukan apakah ada atau tidak gangguan gerak
(mobilisasi). Gerakan yang dilihat yaitu adalah gerakan aktif
dan gerakan pasif (Asikin :2016).
r. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi terdiri dari Rontgen, CT scan atau MRI.
Pemeriksaan yang penting untuk dijadikan sebagai penunjang
yaitu pencitraan menggunakan foto rontgen. Untuk mendapatkan
gambaran 3 demensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit,
maka di perlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam
keadaan tertentu, diperlukan proyeksi tambahan (khusus) jika
14
a. terdapat indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari
karena adanya superposisi.
b. Pemeriksaan laboratorium, seperti elekrtolit kalsium, fosfat.
c. Pemeriksaan darah lengkap seperti eritrosit, leukosit, trombosit,
dan hemoglobin ( Tarwoto& Wartonah: 2015).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalahpernyataan yang menjelaskan status
masalah kesehatan aktual dan potensial. Tujuannya adalah
mengidentifikasi masalah aktual berdasarkan respon klien terhadap
masalah. Manfaat diagnosa keperawatan sebagai pedoman dalam
pemberian asuhan keperawatan dan gambaran suatu masalah kesehatan
dan penyebab adanya masalah(SDKI: 2016)
Masalah keperawatan yang sering muncul pada klien dengan
gangguang pemenuhan kebutuhan aktivitas adalah:
a. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri, nyeri, perubahan integritas dan
struktur tulang.
b. Nyeri akut b.d spasme otot, pergerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stres atau ansietas.
c. Gangguan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, dan sekrub).
d. Resiko syok hipovelemik b.d perdarahan, dan kehilangan volume
cairan.
e. Gangguan pola tidur b.d nyeri
15
3. Rencana Keperawatan
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan Fraktur Femur Menurut SIKI : 2018
Diagnosa Intervensi Utama Intervensi Pendukung
Hambatan mobilitas
fisik b.d nyeri,
perubahan integritas
dan struktur tulang.
Tujuan :
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama 3x24jam
masalah klien dapat
teratasi dengan
kriteria hasil:
1. klien dapat
meningkat atau
mempertahankan
mobilitas, posisi
pungsional.
2. Dapat
menunjukan
kemampuan
teknik
kemampuan
melakukan
aktivitas.
3. nyeri berkurang.
1. Dukungan ambulasi
Observasi:
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.
- Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
ambulasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Teraupetik:
- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu ( mis. Tongkat,
dan kruk)
- Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik.
- Libatkan keluarga dalam membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi.
- Anjurkan untuk melakukan ambulasi dini.
- Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan(mis.berjalan
dari tempat tidur ke kursi roda dan sebaliknya).
2. Dukungan mobilisasi
Observasi:
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan lainnya.
- Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan.
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi.
- Monitor frekuensi umum selama melakukan mobilisasi.
Terapeutik:
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. Pagar
tempat tidur).
- Fasilitasi melakukan pergerakan
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan.
1. Dukungan kepatuhan program
pengobatan.
2. Dukungan perawatan diri (BAB/BAK,
berpakaian, makan,minum, mandi)
3. Edukasi latihan fisik
4. Eduikasi teknik ambulasi
5. Edukasi teknik transfer
6. Konsultasi via telpon
7. Latihan otogenik
8. Manajemen energi
9. Manajemen lingkungan
10. Manajemen mood
11. Manajemen nutrisi
12. Manajemen nyeri
13. Manajemen medikasi
14. Manajemen program latihan
15. Manajemen sensasi ferifer
16. Pemantauan neurologis
17. Pemberian obat oral dan IV
18. Pembidaian
19. Pencegahan jatuh
20. Pencegahan luka tekan
21. Pengaturan posisi
22. Pengekangan fisik
23. Perawatan kaki
24. Perawatan tirah baring
25. Perawatan traksi
26. Promosi berat badan
27. Promosi kepatuhan program latihan
28. Promosi latihan fisik
29. Teknik latihan penguatan otot
15
16
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Duduk
ditempat tidur, duduk disisi tempat tidur, pindah dari tempat
tidur ke kursi).
30. Teknik latihan penguatan sendi
31. Terapi aktivitas
32. Terapi pemijatan
33. Terapi relaksasi otot progresif.
Nyeri akut b.d
spasme otot,
pergerakan fragmen
tulang, edema, cedera
jaringan lunak,
pemasangan traksi,
stres atau ansietas.
Tujuan:
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
3x24 jam masalah
klien teratasi dengan
Kriteria hasil :
- Nyaman dalam
beristirahat.
- Nyeri dapat
berkurang.
- Sekala nyeri 0
1. Manajemen nyeri
Observasi:
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan
intensitas nyeri.
- Identifikasi skala nyeri.
- Identifikasi respon nyeri nonverbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri.
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri.
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas nyeri.
- Monitor keberhasilaan terapi komplomenter yang sudah
diberikan.
- Monitor efek samping penggunaan analgetik.
Terapeutik:
- Berikan terapi nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri ( mis. suhu
ruangan, pencahayaan, dan kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur.
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi:
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
- Jelaskan strategi meredakan nyeri.
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat.
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi:
1. Aromaterapi
2. Dukungan hipnosis diri
3. Dukungan pengungkapan kebutuhan
4. Edukasi efek samping obat
5. Edukasi manajemen nyeri
6. Edukasi proses penyakit.
7. Edukasi teknik napas
8. kompres dingin
9. Kompres panas
10. Konsultasi
11. Latihan pernapasan
12. Manajemen efek samping obat
13. Manajemen kenyamanan lingkungan.
14. Manajemen medikasi.
15. Manajemen sedasi
16. Manajemen terapi radiasi.
17. Pementauan nyeri.
18. Pemberian obat.
19. Pemberian obat intravena.
20. Pemberian obat oral.
21. Pemberian obat topikal.
22. Pengaturan posisi.
23. Perawatan amputasi.
24. Perawatan kenyamanan.
25. Teknik distraksi.
26. Teknik imajinasi terbimbing.
27. Terapi akupresur.
28. Terapi akupuntur.
16
17
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
- Pemberian analgesic
29. Terapi bantuan hewan.
30. Terapi humor.
31. Terapi murattal.
32. Terapi musik.
33. Terapi pemijatan.
34. Terapi relaksasi.
35. Terapi sentuhan.
Gangguan integritas
kulit b.d fraktur
terbuka, pemasangan
traksi (pen, kawat,
dan sekrub).
Tujuan:
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
3x24 jam masalah
klien teratasi dengan
Kriteria hasil :
- Ketidak nyamanan
hilang
- Menunjukan
prilaku atau teknik
untuk mencegah
kerusakan kulit
- Memudahkan
penyebuhan sesuai
indikasi.
1. Perawatan integritas kulit
Observasi :
- Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi, perubahan kelembaban, suhu
lingkungan ekstream, penurunan mobilisasi)
Teraupeutik :
- Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring.
- Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang
- Bersihkan parineal dengan air hangat, terutama selama periode
diare.
- Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit
kering
- Gunakan produk berbahan ringan atau alami dan hipoalargik
pada kulit sensitif.
- Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering.
Eduksi :
- gunakan pelembab
- anjurkan minum air yang cukup
- anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
- anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem.
- Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.
2. Perawatan luka
Obserfasi :
- Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, warna, ukuran, bau)
- Monitor tanda tanda infeksi
1. Dukungan perawatan diri
2. Edukasi perawata diri
3. Edukasi perawatan kulit
4. Edukasi perilaku upaya kesehatan
5. Edukasi pola prilaku kebersihan
6. Edukasi frogram pengobatan
7. Konsultasi
8. Latihan rentang gerak
9. Manajemen nyeri
10. Pelaporan status kesehatan
11. Pemberian obat intradermal, IM, IV,
subkutan, obat kulit, obat topikal.
12. Penjahitan luka.
13. Perawatan luka bakar.
14. perawatan luka tekan.
15. Perawatan pasca seksio sesaria.
16. Perawatan skin graft.
17. Teknik latihan penguatan otot dan sendi.
18. Terapi lintah.
19. Skrining kanker.
17
18
Terapeutik :
- Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
- Cukur rambut di sekitar daerah luka
- Bersihkan degan cairan NaCl sesuai kebutuhan
- Bersihkan jaringan nekrotik
- Bersihkan salep yang sesuai ke kulit atau lesi
- Pasang balutan sesuai jenis luka
- Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
- Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
- Jadwalkan perubahan posisi setiap2 jam sekali
- Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein
1,25-1,5 g/kgBB/hari.
- Beriakan suplemen vitamin dan mineral
- Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transkutaneous) jika perlu
Edukasi :
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein.
- Anjurkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi :
- Kolaborasi prosedur debridement ( mis. Biologis, mekanis, dan
autolitik) jika perlu
- Kolaborasi pemberian antibiotik.
18
19
Resiko syok
hipovelemik b.d
perdarahan, dan
kehilangan volume
cairan.
Tujuan:
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
3x24 jam masalah
klien teratasi dengan
Kriteria hasil :
- Cairan tubuh dapat
terpenuhi.
- Input dan output
normal.
1. Pencegahan syok
Obsevasi :
- Monitor status kardiopulmonal (prekuensi dan kekuatan nadi,
frekuensi napas, TD, MAP)
- Monitor status oksigenasi
- Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
- Monitor tingkat kesadaran dan respon pipil
- Periksa riwayat alargi
Terapeutik :
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94 %
- Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis
- Pasang jalur intravena
- Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
- Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi.
Edukasi :
- Jelaskan penyebab atau faktor resiko syok
- Jelaskan tanda dan gejala awal syok
- Anjurkan melapor jika menemukan atau merasakan tanda dan
gejala awal syok
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjarkan menghindari alergen
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat intravena
- Kolaborasi pemberian transfusi darah
- Kolaborasi pemberian antiinflamasi.
2. Pemantauan cairan
Observasi :
- Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
- Monitor frekuensi napas
- Monitor tekanan darah
- Monitor berat badan
- Monitor waktu pengisian kapiler
- Monitor elastisitas atau turgor kulit
- Monitor jumlah, warna dan berat jenis urine
- Monitor kadar albumin dan protein total
1. Edukasi dehidrasi
2. Edukasi reaksi alergi
3. Edukasi terapi cairan
4. Identifikasi resiko
5. Insersi intravena
6. Kobsultasi via telpon
7. Manajemen akses vena sentral
8. Manajemen analksis
9. Manajemen cairan
10. Manajemen hopoglikemia
11. Manajemen hipopolemia
12. Manajemen perdarahan
13. Manajemen perdarahan akhir masa
kehamilan
14. Manajemen perdarahan antepartum tidak
di pertahankan
15. Manajemen perdahan pervagina
16. Manajemen perdarahan pervagina paska
persalinan
17. Manajemen reaksi alergi
18. Pemantauan hemodinamik infasip
19. Pemantauan tanda-tanda vital
20. Pemberian obat
21. Pemberian obat intravena
22. Pencegahan alergi
23. Pencegahan infekasi
24. Pencegahan perdarahan
25. Pengontrolan infeksi
26. Perawatan emboli paru
27. Perawatan jantung
28. Perawatan sirkulasi
29. Resusitasi cairan
30. Surveilens
31. Terapi intravena
32. Terapi oksigen
19
20
- Monitor hasil pemeriksaan serum
- Monitor intake tanda-tanda hipovelemia (mis. Frekuensi nadi,
nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi
meyempit, turgor kulit menurun, dll)
- Identifikasi tanda-tanda hipovelemia (mis. Edema, perifer,
dispnea, berat badan menurun dalam waktu yang singkat dll)
- Identifikasi faktor resiko ketidak seimbangan cairan (mis.
Prosedur pembedahan mayor, trauma atau perdarahan, luka
bakar, peradangan pankreas, penyakit ginjal dan kelenjar, dll)
Terapeutik :
- Atur interval waktu pemantauan sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan.
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan, jika perlu.
33. Transfusi darah
Gangguan pola tidur
b.d nyeri
1. Dukungan tidur
Edukasi :
- Identifikasi pola aktivitas dan tidur
- Identifikasi paktor pengganggu tidur fisik atau psikologis
- Identifikasi makanan dan minuman mengganggu tidur (mis.teh,
kopi, alkohol, dan minum banyak air sebelum tidur
- Identifikasi obat tidur yang di konsumsi
Teraupetik :
- Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, lingkungan, bising,
suhu)
- Batasi waktu tidur siang
1. Dukungan kepatuhan program pengobatan
2. Dukungan meditasi
3. Dukungan perawatan diri BAB atau BAK
4. Poto terapi gangguan mood/tidur
5. Latihan otogenik
6. Manajemen demensia
20
21
- Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
- Tetapkan jadwal tidur rutin
- Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis.pijat,
pengaturan posisi, terapi akupresur
- Sesuaikan jadwal pemberian obat atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur
Edukasi :
- Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
- Anjurkan menepati waktu tiduryang tidaak mengandung
supresor terhadap tidur REM
- Anjurkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan
pola tidur (mis. Gaya hidup, atau psikologis)
- Anjurkaan relaksasi otot autogenic atau cara nonfarmakologi
lainnya.
2. Edukasi aktivitas/istirahat
Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Teraupetik :
- Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan istirahat
- Jadwalkan pemberian pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan kepada pasien dan keuarga untu bertanya
Edukasi :
- Jelaskan pentingnya melakukaan aktivitas fisik atau olahraga
secara rutin
- Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok, aktivitas bermain,
dll
- Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat
- Anjurkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat (mis.
Kelelahan, sesak napas saat aktivitas.
- Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas sesuai
kemampuan.
7. Manajemen energi
8. Manajemen lingkungan
9. Manajemen meditasi
10. Manajemen nutrisi
11. Manajemen nyeri
12. Manajemen penggantian hormone
13. Pemberian obat oral
14. Pengaturan posisi
15. Promosi koping
16. Promosi latihan fisik
17. Reduksi ansietas
18. Teknik menenangkan
19. Terapi aktivitas
20. Terapi musik
21. Terapi pemijatan
22. Terapi relaksasi
23. Terapi relaksasi otot progresif
21
22
4. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan
oleh perawat. Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan
implementasi intervensi dilaksanakan sesuai rencana setelah dilakukan
validasi, penguasaan kemampuan interpersonal, intelektual, dan
teknikal, intervensi harus dilakukan dengan cermat dan ifisien pada
situasi yang tepat, keamanan fisik dan fisiologi dilindungi dan
didokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan.
5. Evaluasi
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan. hal-hal yang dievaluasi adalah
keakuratan, kelengkapan dan kualitas data, teratasi atu tidak masalah
klien, mencapai tujuan serta ketepatan intervensi keperawatan.
menentukan evaluasi hasil dibagi 5 komponen yaitu:
a. Menentukan kritera, standar dan pertanyaan evaluasi
b. Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru
c. Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dari
standar
d. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan
e. Melaksanakan tindakan sesuai berdasarkan kesimpulan
C. TINJAUAN KONSEP PENYAKIT
1. Definisi Fraktur
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan
tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah
praktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Nurarif & Kusuma,
2015)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh tekanan atau trauma. Selain itu, fraktur
23
merupakan rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal
yang datang lebih besar dibandingkan dengan yang dapat diserap oleh
tulang. (Asikin:2016).
2. Etiologi Fraktur
a. Fraktur traumatic
b. Fraktur patologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan atau
penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang, (infeksi, tumor,
kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma
ringan.
c. Fraktur stress terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulang-
ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress
jarang sekali ditemukan pada anggota gerak atas.
3. Tanda Dan Gejala Fraktur
Menurut (Asikin: 2016) tanda gejala fraktur meliputi:
a. Depormitas (perubahan struktur dan bentuk) disebabkan oleh
ketergantungan fungsional otot pada kesetabilan otot
b. Bengkak atau penumpukan cairan atau darah karena kerusakan
pembuluh darah,berasal dari proses dilatasi, edukasi plasma, adanya
peningkatan leukosit pada jaringan disekitar tulang
c. Spasme otot karena tingkat kecacatan, kekuatan otot yang disebabkan
karena tulang menekan otot.
d. Nyeri karna kerusakan otot dan perubahan jaringan dan perubahan
struktur yang meningkat karena penekatan sisi-sisi fraktur dan
pergerakan bagian fraktur
e. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf,
dimana saraf ini dapat terjepit atau terputusoleh fragmen tulang
f. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidak stabilan
tulang, nyeri atau spasma otot
g. Pergerakan abnormal
h. krepitasi, sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya.
24
4. Penatalaksanaan Medis Fraktur
Prinsip penatalaksanaan medis pada praktur dikenal dengan istilah 4R,
yaitu:
a. Rekognisi adalah mampu mengenal fraktur (jenis, lokasi, akibat) untuk
menentukan intervensi selanjutnya.
b. Reduksi adalah tindakan dengan membuat posisi tulang mendekati
keadaan normal, dikenal dengan 2 jenis reduksi, yaitu:
1) Reduksi tertutup
Mengembalikan pergerakan dengan cara manual (tertutup) dengan
tarikan untuk menggerakan ujung fragmen tulang.
2) Reduksi terbuka
Pembedahan dengan tujuan memesang alat untuk mempertahankan
pergerakan dengan plate, screw, pin, wire, nail.
c. Retensi
Melakukan imobilisasi, dengan pemasangan gips, imobilisasi eksternal
dan imobilisasi internal.
d. Rehabilitasi
Mengembalikan fungsi ke semula termasuk fungsi tulang, otot dan
jarinagn sekitarnya. Bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Mempertahankan reduksi dan imobilisasi.
2) Monitor status neurovaskuler (sirkulasi, nyeri, sensai, pergerakan).
3) Elevasi untuk meminimalkan swelling, bisa dilakukan kompres
dingin.
4) Kontrol anisietas dan nyeri.
5) Latihan isometric untuk mencegah atrofi, mempertahankan
sirkulasi.
5. Klasifikasi Fraktur
a. Fraktur tertutup (simple fraktur), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (compound fraktur), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar. Karena adanya perlukaan dikulit.
25
6. Manifestasi Klinis Fraktur
Manipestasi klinis meliputi nyeri terus-menerus, hilangnya pungsi
(fungsiolaesa), deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus,
pembengkakan lokasi, dan perubahan warna.Ada empat konsep dasar yang
harus dipertimbangkan untuk menengani fraktur, yaitu: (Suratun dkk:
2008).
a. Rekognisi, yaitu menyangkut diagnosis fraktur pada tempat
kecelakaan dan selanjutnya di rumah sakit dengan melakukan
pengkajian terhadap riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jenis
kekuatan yang berperan pada pristiwa yang terjadi, serta menentukan
kemungkinan adanya fraktur melalui pemeriksaan dan keluhan dari
klien.
b. Reduksi fraktur ( mengembalikan posisi tulang ke posisi anatomis)
1) Reduksi terbuka, dengan pembedahan, memasang alat fiksasi
interna, (misalnya, pen, kawat, sekrup, plat, paku, dan batangan
logam).
2) Reduksi tertutup, ekstremitas dipertahankan dengan gips, traksi,
brace, bidai, dan fiksator eksterna.
c. Imobilisasi. Setelah direduksi, figmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertaruhkan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sehingga teraji
penyatuan. Metode imobilisasi dilakukan dengan fiksasi eksterna dan
interna.
d. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi:
1) Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
2) Meningkatkan daerah fraktur untuk meminimalkan
pembengkakan
3) Memantau status neuromuskular
4) Mengontrol kecemasan dan nyeri
5) Latihan isometrik dan setting otot
6) Kembali ke aktivitas semula secara bertahap
26
1. Pathway (Nurarif & Kusuma:2015)
Trauma Langsung
Kondisi Patologis Trauma Tidak Langsung
Fraktur
Pergeseran Frakmen
Tulang Nyeri Akut Diskontinuitas Tulang
Gangguan Integritas
Kulit
Spame Otot
Peningkatan Tekanan
Kapiler
Perdarahan Kehilangan Volume
Cairan
Penekanan Pembuluh
Darah Menyumbat
Pembuluh Darah
Resiko Syok
(Hipovolemik)
Ketidak Efektifan
Perpusi Jaringan Perifer
Bergabungan Dengan
Trombosit
Pelepasan Histamin
Emboli
Laserasi Kulit
Edema
Gangguan Mobilitas
Fisik
Metabolisme Asam
Lemak Gangguan Fungsi
Ekstremitas
Deformitas
Tekanan Sumsum
Tulang Lebih Tinggi
Dari Kapiler
Pergeseran Fragmen
Tulang
Kerusakan Frakmen Tulang
Melepaskan
Katekolamin
Perubahan Jaringan Sekitar
Putus Pena / Arteri
Protein Plasma Hilang
Gangguan
pola tidur
27
7. Konflikasi Fraktur
konflikasi fraktur ada 3 yaitu:
a. Konflikasi umum
1) Shock karena kehilangan banyak darah dan penurunan oksigen.
2) Kerusakan organ.
3) Kerusakan saraf.
4) Embili lemak, tetesan lemak masuk ke pembuluh darah.
b. Konflikasi dini
1) Cedera arteri dan cidera kulit dan jaringan.
c. Konflikasi lanjut
1) Degenerasi sendi.
2) Kaku sendi.
3) Peyembuhan tulang terganggu.
4) Mal union, tulang yang patah sembuh namun tidak pada
seharusnya.
5) Non union, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
6) Delayed union, peroses penyembuhan yang berjalan terus tapi
dengan kecacatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
7) Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan
yang berlebih didalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan
masif pada suatu tempat.
8. Patofisiologi Fraktur
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh adanya
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan
tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi apakah itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur
lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak
lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.kerusakan pembuluh
darah akibat fraktur akan menyebabkan pendarahan, yang menyebabkan
volume darah menurun, sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan
perfusi jaringan hematoma pada kasus fraktur akan mengeksudasi plasma
28
dan berpoliferasi menjadi edema lokal. Fraktur terbuka atau tertutup
mengenai serabut saraf, dimana hal ini dapat menimbulkan rasa nyaman
nyeri yang menimbulkan nyeri gerah sehingga mobilitas fisik terganggu.
Fraktur tebuka juga dapat mengenai jaringan lunak yang dapat
memungkinkan dapat terjadinya infeksi akibat terkontaminasi dengan
udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan
integritas kulit.
29
30