bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan darah mengandung...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Darah
1. Darah
Sebagian besar tubuh manusia adalah berupa cairan yang sangat
penting dalam proses sistem metabolisme tubuh, cairan tersebut adalah
darah. Darah berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan. Darah
merupakan suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang
mengandung elektrolit. (Muttaqin Arif, 2009)
Volume darah manusia sekitar 8% dari berat badan normal dan
berjumlah sekitar 5 liter. Empat puluh lima sampai 60% darah
mengandung sel darah merah terutama ertitrosit, sisanya terdapat leukosit,
trombosit, dan komponen lainnya. (A.V. Hoffbrand dan J.F. Pettit. 1992)
Bagian darah yaitu sel-sel darah dan plasma darah. Sel-sel darah
merupakan bagian padat, yang terdiri dari eritrosit (sel darah merah),
leukosi (sel darah putih), dan trombosit (keping darah). Plasma darah
bagian cair dari darah, yang terdiri dari serum dan fibrinogen. (Mehta, Atul
dan Victor Hoffbrand, 2005)
Darah mempunyai fungsi yang sangat penting, diantaranya :
mengedarkan sari makanan ke seluruh tubuh yang dilakukan oleh plasma
darah, mengangkut sisa oksidasi dari sel tubuh untuk dikeluarkan dari
tubuh yang dilakukan oleh plasma darah, mengangkut oksigen ke seluruh
yang dilakukan oleh sel-sel darah merah, membunuh kuman yang masuk
5
6
ke dalam tubuh yang dilakukan oleh sel darah putih, menutup luka yang
dilakukan oleh keping-keping darah, menjaga kestabilan suhu tubuh. (A.V.
Hoffbrand, dkk. 2005)
2. Morfologi Sel Eritrosit
Morfologi sel terdiri dari bentuk, warna, ukuran dapat diamati pada
sediaan apus dengan pewarnaan Giemsa/Wright/lainnya. Bentuk normal
bikonkav dengan diameter 6–8µm warna kemerah-merahan. Eritrosit
normal berukuran sama dengan inti limfosit kecil pada sediaan apus.( A.V.
Hoffbrand dan J.F. Pettit. 1992)
3. Kelainan Morfologi Eritrosit
Kelainan morfologi eritrosit berupa kelainan ukuran (size), kelainan
bentuk (shape), kelainan warna (staining characteristics), dan benda-benda
inklusi. Berikut macam-macam kelainannya :
Kelainan ukuran :
1. Mikrosit : eritrosit lebih kecil daripada eritrosit normal, dengan ukuran
< 6µm.
Gambar 1.1 mikrosit
7
2. Makrosit : eritrosit lebih besar daripada eritrosit normal, dengan
ukuran > 8µm.
Ganbar 1.2 Makrosit
3. Sferosit : eritrosit lebih kecil, lebih bulat, dan lebih padat warnanya
daripada eritrosit normal. Tidak didapat bagian yang pucat ditengah
sel.
Gambar 1.3 Sferosit
4. Anisositosis : banyak diantara sel eritrosit lebih banyak bervariasi
dalam ukurannya daripada keadaan normal. Sering didapat pada
anemia berat.
Kelainan bentuk :
1. Acanthosytes : ditandai dengan adanya proyeksi halus dipermukaan
erotrosit, menyerupai duri (kata Yunani : acantha : duri). Kelainan
8
bawaan yang jarang : acanthtocytosis, bisa mencapai lebih dari 50 %.
Ada hubungan dengan metabolisme fosfolipid.
Gambar 2.1 Achantosite
2. Burr cell : menunjukkan proyeksi-proyeksi atau tonjolan-tonjolan
pendek misalnya pada uremia dan carsinomatosis. Bedakan dengan
acanthosit dan sel “crenated” (artefak).
Gambar 2.2 Burr Cell
3. “Crenated” : merupakan kelainan bentuk dari eritrosit (poikilositosis)
yang berbentuk seperti artefak. Krenasi berawal dari sel eritrosit yang
mengalami pengerutan akibat cairan yang berada di dalam sel keluar
melalui membran. (Mehta, Atul dan Victor Hoffbrand. 2005).
Morfologi krenasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya
terjadinya kesalahan pada prosedur pemeriksaan pra-analitik
(penambahan antikoagulan, jenis antikoagulan).
9
Gambar 2.3 Crenated
4. Eliptosit : bentuk seperti elip atau oval. Juga disebut ovalosit. Bila ada
dalam jumlah yang besar mungkin disebabkan karena anomali
bawaan, ovalositosis.
Gambar 2.4 Eliptosit
5. Stomatosit : bentuk seperti topi Meksiko. Pusatnya tidak hipokrom
tetapi berwarna merah.
Gambar 2.5 Stomatosit
10
6. Leptosit : disebut juga sel target karena dibagian tengah eritrosit yang
pucat terdapat lingkaran berwarna merah dipusat eritrosit.
Gambar 2.6 Leptosit
7. Poikilositosis : bentuk tidak rata. Tergolong disini : sel burr, sel buah
jambu, dan sebagainya.
8. Sabit / sickle : bentuk sabit. Berwarna lebih padat daripada eritrosit
biasa. Didapat pada anemia hemolitik sel sabit.
Gambar 2.7 Sickle
9. Schistosit : hasil fragmentasi eritrosit, bisa berbentuk segitiga, elips
dengan indentasi atau sebagai sel dengan permukaan tidak rata.
Biasanya didapat pada anemia hemolitik.
Kelainan warna :
1. Hipokrom : warna pucat pada bagian tengah, erotrosit lebih besar dari
biasanya.
11
Gambar 3.1 Hipokrom
2. Polikromasia : mengikat zat warna asam sehingga disamping warna
merah ada kebiru-biruan. Pematangan sitoplasma lebih lambat
dibandingkan pematangan inti.
3. Anulosit : diameter cekungan ditengah eritrosit yang berwarna lebih
pucat dari darah tepi, berukuran besar (sel hipokrom ekstrem).
Gambar 3.2 Anulosit
4. Benda Heinz : berasal dari polimerisasi dan presipitasi molekul
(banyak) hemoglobin yang telah mengalami denaturasi. Benda Heinz
bisa multiple dan biasanya terletak ditepi.
Benda-benda inklusi :
1. Benda Howell-Jolly : inklusi berwarna biru, tunggal atau berganda,
biasanya berada ditepi sel dan dapat berukuran sampai 1µm diameter.
Berasal dari sisa ini (lihat cincin Cabot).
12
Gambar 4.1 Howell-Jolly
2. Cincin Cabot : cincin lembayung pada pusat eritrosit atau ditepi.
Berasal dari sisa inti seperti halnya dengan Howell-Jolly.
Gambar 4.2 Cincin cabot
3. Siderosit : ada granula besi yang tersebar tak merata. Memberikan
reaksi positif dengan pewarnaan Prussian Blue (biru kehijauan).
4. Titik Basofil : eritrosit berisi granula biru kecil. Granula bisa bersifat
kasar. Sel itu sebenarnya retikulosit, didapat pada anemia berat.
Gambar 1.5 Titik Basofil
5. Eriteosit berinti : eritrosit yang mengalami maturasi normal.
13
B. Antikoagulan
1. Definisi Antikoagulan
Antikoagulan merupakan zat yang digunakan untuk mencegah
terjadinya pembekuan pada darah dengan cara mengikat kalsium atau
menghambat pembentukan trombin yang diperlukan untuk mengkonversi
fibrinogen menjadi fibrin dalam proses pembentukan darah. (E.N. Kosasih,
1984)
Darah membeku bila berada di luar tubuh, apabila didiamkan bekuan
akan mengkerut dan serum terperas keluar, sehingga antikoagulan
digunakan untuk menghindarkan terjadinya pembekuan darah.
Antikoagulan sering digunakan untuk pemeriksaan darah lengkap. (E.N.
Kosasih, 1984)
2. Jenis Antikoagulan
Ada bermacam-macam jenis antikoagulan, namun tidak semua macam
antikoagulan dapat dipakai karena ada antikoagulan yang dapat
mempengaruhi morfologi dari sel-sel darah yang akan diperiksa. Berikut
jenis antikoagulan beserta penjelasannya :
a. EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate)
Darah EDTA dalam bentuk garam natrium, kalium atau lithium,
dapat dipakai untuk beberapa macam pemeriksaan hematologi, seperti
penetapan kadar hemoglobin, hitung jumlah leukosit, eritrosit,
trombosit, retikulosit, hematokrit, penetapan laju endap darah menurut
14
Westergren dan Wintrobe, tetapi tidak dapat dipakai untuk percobaan
hemoragik dan pemeriksaan faal trombosit. (R.Gandasoebrata, 2007)
Pemeriksaan dengan memakai darah EDTA sebaiknya dilakukan
segera, hanya kalau perlu boleh disimpan dalam lemari es dengan suhu
40C. Darah EDTA yang disimpan pada suhu 40C selama 24 jam
memberikan nilai hematokrit yang lebih tinggi. Pembuatan sediaan apus
darah tepi dapat dipakai darah EDTA yang disimpan dengan waktu
paling lama 2 jam. Darah EDTA dapat disimpan paling lama 24 jam di
dalam lemari es tanpa mendatangkan penyimpanan yang bermakna,
kecuali untuk jumlah trombosit dan nilai hematokrit. (R.Gandasoebrata,
2007)
b. Heparin
Heparin adalah antikoagulan dalam bentuk cairan, dapat
mengakibatkan leukosit bergumpal-gumpal (R.Gandasoebrata, 2007)
Tiap 1 mg heparin menjaga membekunya 10 ml darah. Kelemahan
dari heparin yaitu tidak digunakan untuk membuat sediaan darah apus,
karena dapat memberikan latar belakang biru pada sediaan apus setelah
diwarnakan. (E.N. Kosasih, 1984)
c. Natriumsitrat dalam larutan 3,8%
Natriumsitrat untuk pemeriksaan laju endap darah cara Westergren
dengan perbandingan 1 volume antikoagulan denagn 4 volume darah,
misalnya 0,4 ml citrat dan 1,6 ml darah. Natriumsitrat 3,8% tidak dapat
15
digunakan untuk menghitung leukosit, eritrosit dan trombosit.
(R.Gandasoebrata, 2007)
d. Natrium Fluoride ( NaF )
Digunakan dalam bentuk bubuk. Dengan perbandingan 10 mg
untuk 1 ml darah. (E.N. Kosasih, 1984)
3. Darah EDTA 10%
EDTA yang sering dipakai dalam pemeriksaan hematologi adalah
larutan dengan kadar EDTA 10% yang artinya 10g EDTA serbuk
dilarutkan dalam 100ml aquades. Tiap 1 mg EDTA menghindarkan
membekunya 1 ml darah. Pemakai EDTA dalam jumlah yang berlebihan
perlu dihindari, bila dipakai EDTA lebih dari 2 mg per ml maka nilai
hematokrit menjadi lebih rendah dari yang sebenarnya.
Zat kering boleh dipakai untuk menghindarkan terjadi pengenceran
darah, akan tetapi dalam hal terakhir ini perlu sekali menggoncang-
goncangkan atau menghomogenkan wadah yang berisi darah dan EDTA
selama 1-2 menit karena zat EDTA yang kering agak sukar larut atau
lambat melarut. (R.Gandasoebrata, 2007)
Berikut perhitungan perbandingan darah dan antikoagulan :
10 g EDTA serbuk dalam 100 ml aquades adalah EDTA 10%
1 ml EDTA cair = 0,1 g EDTA serbuk
1 ml = 100 mg
0,01 µl EDTA cair = 1 mg EDTA serbuk → untuk 1 ml darah.
16
C. Volume EDTA terhadap Krenasi
Aturan penambahan antikoagulan EDTA adalah 10µl untuk 1ml darah.
Perbandingan volume darah dengan antikoagulan tidak sesuai dapat
menyebabkan kesalahan pada hasil : jika volume terlalu sedikit (EDTA
terlalu berlebihan), sel-sel eritrosit mengalami krenasi, sedangkan trombosit
membesar dan mengalami disintegrasi. Volume terlalu banyak (EDTA terlalu
sedikit) dapat menyebabkan terbentuknya jendalan yang berakibat
menurunnya jumlah trombosit. (Oesman, Farida & R. Setiabudy, 1992)
D. Sediaan Apus Darah Tepi
Sediaan apus darah merupakan salah satu cara pemeriksaan hematologi
yang bertujuan untuk mengamati dan menilai berbagai unsur sel darah pada
manusia seperti sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan
keping-keping darah (trombosit). Sediaan apus juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi parasit misalnya malaria dan mikrofilaria yang lain.
Prinsip pemeriksaan sediaan apus darah yaitu dengan meneteskan darah
lalu dipaparkan diatas objek glass, kemudian dilakukan pengecatan lalu
diperiksa dibawah mikroskop. Objekglass harus kering, bersih dan bebas dari
lemak sebelum darah di teteskan di objekglass. Persebaran sel tidak rata jika
objekglass masih ada lemak atau tidak bersih.
Ciri sediaan apus yang baik :
1. Sediaan tidak melebar sampai tepi kaca objek, panjangnya ½ sampai
2/3 panjang kaca.
17
2. Mempunyai bagian yang cukup tipis untuk diperiksa, pada bagian itu
eritrosit tersebar rata berdekatan dan tidak saling bertumpukan.
3. Pinggir sediaan rata, tidak berlubang-lubang atau bergaris-garis.
4. Penyebaran leukosit yang baik tidak berkumpul pada pinggir atau ujung
sedimen.
5. Bentuk seperti peluru.
6. Terdapat zona I – VI
Teknik pemeriksaan apus darah tepi :
Sediaan apus darah terdiri atas bagian kepala dan bagian ekor. Bagian
kepala sediaan apus, sel bertumpuk-tumpuk terutama eritrosit sehingga
bagian ini tidak dapat untuk pemeriksaan morfologi sel. Pemeriksaan eritrosit
sebaiknya dibagian belakang ekor, karena disini eritrosit terpisah satu sama
lain. (Pendidikan Ahli Madya Analis Kesehatan, 1996).
E. Sumber Kesalahan Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium tidak semuanya menunjukkan ketepatan
dan kebenaran, banyak faktor yang bisa mempengaruhi hasil pemeriksaan
tersebut. Perbedaan tersebut bisa disebabkan karena kesalahan pada alat,
human error ataupun yang lainnya.
Berikut faktor penyebab variasi hasil pemeriksaan laboratorium :
1. Pengambilan spesimen : cara pengambilan, penambahan antikoagulan,
tekanan osmosis dan konsentrasi larutan.
2. Perubahan spesimen : suhu, bekuan darah lama tidak dipisahkan dari
serum, didalam laboratorium atau selama transpor ke laboratorium.
18
3. Personel : pelabelan pasien, kesalahan pembacaan atau perhitungan,
kesalahan langkah dalam prosedur pemeriksaan.
4. Prasarana dan sarana laboratorium : suhu tidak sesuai dengan suhu yang
ditentukan, reagensia tidak baik, dan tidak murni, rusak atau kadaluarsa,
instrumentasi (seperti spektrofotometri,pipet, dll) tidak akurat.
5. Kesalahan sistemik : berkaitan dengan metode pemeriksaan (seperti
alat, reagensia, dll)
6. Kesalahan ada rendum : variasi hasil yang tidak dapat dihindarkan
bila dilakukan penentuan berturut-turut pada sampel yang sama
walaupun prosedur pemeriksaan dilakukan dengan cermat. Random
error mengikuti hukum statistik. (E.N.Kosasih dan A.S.Kosasih, 2006)
F. Faktor Penyebab Krenasi
1. Lama Penyimpanan Sampel
Pemeriksaan dengan menggunakan darah EDTA sebaiknya dilakukan
dengan segera, bila terpaksa ditunda sebaiknya harus diperhatikan batas
waktu penyimpanan untuk masing-masing pemeriksaan. (R.Ganda
Soebrata, 1968)
Penelitian tentang pemeriksaan hematologi sering dilakukan di
lapangan, sehingga ada kecenderungan untuk melakukan penundaan
pemeriksaan hematologi yang dibutuhkan.
Penundaan waktu pemeriksaan sampel darah dengan antikoagulan
EDTA maksimal adalah 2 jam, apabila waktu penundaan lebih dari 2 jam
akan menyebabkan kelainan morfologi pada sel, misalnya krenasi.
19
2. Konsentrasi larutan
Konsentrasi larutan sangat berpengaruh dalam melakukan
pemeriksaan hematologi karena dapat mempengaruhi diagnosis dari hasil
pemeriksaan laboratorium.
Membran eritrosit bersifat semipermeabel yang berarti dapat ditembus
oleh zat air dan zat-zat tertentu yang lain. Sel-sel darah akan membengkak
dan pecah bila dimasukkan ke dalam larutan hipotonis karena membran
plasma tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu
sendiri. Sebaliknya, bila eritrosit berada pada larutan yang hipertonis,
maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit,
akibatnya eritrosit mengkerut. Sel-sel darah merah tidak akan mengalami
perubahan dalam larutan isotonis. (Ratnaningsih, T. dan Usi Sukorini,
2005)
3. Jenis Antikoagulan
Antikoagulan merupakan zat yang digunakan untuk mencegah
terjadinya pembekuan darah pada pemeriksaan hematologi. Beberapa
macam antikoagulan digunakan berdasarkan jenis pemeriksaannya.
(R.Ganda Subrata, 1968). Tidak semua macam antikoagulan dapat
dipakai untuk satu pemeriksaan, karena ada pemeriksaan yang tidak
menggunakan antikoagulan dan ada jenis antikoagulan yang dapat
mempengaruhi morfologi dari sel-sel darah yang akan diperiksa.
20
4. Volume Antikoagulan
Antikoagulan yang sering digunakan dalam pemeriksaan hematologi
adalah EDTA dalam bentu larutan. Perbandingan antikoagulan EDTA
10% dan darah adalah 10µl untuk 1ml darah. (R.Ganda Subrata, 1968)
Penggunaan EDTA yang kurang dari ketentuan dapat menyebabkan
darah membeku, sedangkan penggunaan lebih dari ketentuan dapat
menyebabkan eritrosit mengkerut.
G. Kerangka Teori
H. Kerangka Konsep
Variabel Bebas : variasi volume EDTA 10%
Variabel terikat : morfologi krenasi
Volume
antikoagulan
Lama penyimpanan
sampel
Krenasi
Jenis
antikoagulan
Konsentrasi
larutan
krenasiVariasi
volume
EDTA 10%
21
I. Hipotesis
H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pengaruh variasi
volume antikoagulan terhadap morfologi krenasi pada eritrosit.
H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara pengaruh variasi volume
antikoagulan terhadap morfologi krenasi pada eritrosit.