bab ii tinjauan pustaka a. stres mengerjakan skripsi 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4867/3/bab...
TRANSCRIPT
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stres Mengerjakan Skripsi
1. Pengertian Stres Mengerjakan Skripsi
Sarafino (2008) menyatakan bahwa stres adalah kondisi yang
disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan,
menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan, berasal dari situasi
yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang.
Stres muncul sebagai akibat dari adanya tuntutan yang melebihi
kemampuan individu untuk memenuhinya. Seseorang yang tidak bisa
memenuhi tuntutan kebutuhan, akan merasakan suatu kondisi ketegangan
dalam diri (Sarafino, 2008).
Lebih lanjut dijabarkan oleh Hardjana (2006) bahwa stres adalah
keadaan atau kondisi yang tercipta bila transaksi orang yang mengalami
stres dan hal yang dianggap mendatangkan stres membuat seseorang
melihat ketidaksepadanan, entah nyata atau tidak nyata, antara keadaan
atau kondisi dengan sistem sumber daya biologis, psikologis, dan sosial
yang ada pada diri seseorang.
Rathus dan Nevid (2013) mengemukakan bahwa stres adalah suatu
kondisi adanya tekanan fisik dan psikis akibat adanya tuntutan dalam diri
dan lingkungan. Pernyataan tersebut berarti bahwa seseorang dapat
dikatakan mengalami stres, ketika seseorang tersebut mengalami suatu
16
kondisi adanya tekanan dalam diri akibat tuntutan-tuntutan yang berasal
dari dalam diri dan lingkungan. King (2012) mengemukakan bahwa stress
terjadi karena terdapat respon yang beragam terhadap stresor, stresor
tersebut seperti lingkungan, peristiwa yang mengancam atau peristiwa
yang membebani kemampuan seseorang.
Stres merupakan bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan
sehari-hari di lingkungan kampus. Stres yang dialami oleh mahasiswa
dapat ditimbulkan oleh berbagai macam sebab. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Shenoy (2004) bahwa tuntutan terhadap mahasiswa bisa
merupakan sumber stres yang potensial. Hal tersebut disebabkan oleh
banyaknya tanggung jawab yang harus dihadapi oleh mahasiswa. Archer
dan Carrol (2003) mengatakan bahwa kompetisi, kebutuhan untuk tampil,
dapat juga menyebabkan stress bagi mahasiswa. Penyesuaian dalam
kuliah, kehidupan sosial dan tanggungjawab pribadi merupakan bagian
tugas yang juga menakutkan bagi mahasiswa (Rohmah, 2006). Kesulitan
tugas pada mahasiswa dapat menjadi sumber stres yang utama. Salah satu
tugas tersebut adalah menyelesaikan tugas akhir atau skripsi (Rohmah,
2006). Damono dan Hasan (2002) menyatakan bahwa sebagai laporan
yang bersifat akademik, skripsi harus memenuhi kaidah sebagai karya
ilmiah, seperti harus bersifat objektif, bertumpu pada data, harus
berdasarkan prosedur yang jelas, seluruh pembahasan dalam skripsi harus
berdasarkan pada rasio atau akal sehat. Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa berbagai tuntutan yang harus dimiliki oleh mahasiswa
17
yang sedang menyusun skripsi akan menjadi sumber stres yang potensial.
Apabila sumber stres tidak teratasi, maka mahasiswa akan mengalami stres
dalam mengerjakan skripsi.
Mengacu pada uraian di atas, peneliti mengambil kesimpulan
bahwa stres mengerjakan skripsi merupakan kondisi yang terjadi ketika
adanya tekanan, tuntutan dan hambatan melebihi kemampuan individu
yang berasal dari diri sendiri atau dari lingkungan yang ditunjukkan
dengan berbagai gejala akibat adanya peningkatan aktivitas sistem saraf
dan sistem hormonal dalam tubuh sehingga seorang individu khususnya
mahasiswa mengalami gangguan dalam mengerjakan skripsi.
2. Aspek-aspek Stres Mengerjakan Skripsi
Hardjana (2002) ada 4 gejala stres diantaranya gejala fisik,
emosional, intelektual dan interpersonal. Tanda-tanda gejala tersebut yaitu:
a. Gejala Fisik (Fisiologis)
Lelah atau kehilangan energi, sakit kepala, pusing, pening, tidur
tidak teratur, insomnia, bangun terlalu awal, urat tegang, terutama
bagian leher dan bahu, pencernaan terganggu dan bisulan, berkeringat
secara berlebihan, berdebar, dan selera makan berubah.
b. Gejala Emosional (Psikologis)
Gelisah atau cemas, sedih, depresi, mudah menangis, jiwa
merana dan suasana hati berubah, mudah panas dan marah, gugup,
terlalu peka dan mudah tesinggung, emosi mengering atau kehabisan
sumber daya mental atau burn out.
18
c. Gejala Intelektual (Kognitif)
Susah berkonsentrasi atau memusatkan perhatian, pikiran kacau,
melamun secara berlebihan, pikiran dipenuhi oleh satu pikiran saja,
kehilangan rasa humor yang sehat, mutu kerja rendah dalam pekerjaan,
dan jumlah kekeliruan bertambah banyak.
d. Gejala Interpersonal
Kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah menyalahkan
orang lain, mudah membatalkan janji, suka mencari-cari kesalahan
orang lain atau menyerang orang lain dengan kata-kata, mengambil
sikap terlalu membentengi atau mempertahankan diri, dan
mendiamkan orang lain.
Menurut Sarafino (2008) terdapat dua aspek stres, antara lain, aspek
biologis yang di dalamnya terdapat berupa gejala fisik, dan aspek psikologis
yang di dalamnya terbagi menjadi tiga, yaitu gejala kognisi, gejala emosi, dan
gejala tingkah laku.
a. Aspek Biologis
Aspek biologis dari stres berupa gejala fisik. Gejala fisik dari stres
yang dialami individu antara lain, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan
pencernaan, gangguan makan, gangguan kulit, dan produksi keringat yang
berlebihan.
19
b. Aspek Psikologis
Aspek psikologis stres berupa gejala psikis. Gejala psikis dari stres antara
lain:
1) Gejala Kognisi
Kondisi stres dapat mengganggu proses pikir individu. Individu yang
mengalami stres cenderung mengalami gangguan daya ingat, perhatian
dan konsentrasi.
2) Gejala Emosi
Kondisi stres dapat mengganggu kestabilan emosi individu. Individu
yang mengalami stress akan menunjukkan gejala mudah marah,
kecemasan yang berlebihan terhadap segala sesuatu, merasa sedih dan
depresi.
3) Gejala Tingkah Laku
Kondisi stres dapat mempengaruhi tingkah laku sehari-hari yang
cenderung negatif sehingga menimbulkan masalah dalam hubungan
interpersonal.
Berdasarkan dua aspek stres yang telah dijabarkan oleh ahli, dapat
disimpulkan bahwa keduanya mengungkapkan hal yang sama yakni bahwa stres
memiliki beberapa gejala yang ditunjukkan oleh individu yang mengalaminya, di
antaranya gejala fisik, psikologis, kognitif dan perilaku. Penelitian ini
menggunakan aspek stres yang dikemukakan oleh Hardjana (2002). Penggunaan
aspek tersebut didukung pendapat yang dikemukakan oleh Chun dan Tim (2016)
bahwa pada umumnya dampak negatif stres dibagi menjadi lima gejala utama
20
yaitu gejala fisiologis, psikologis, kognitif, interpersonal, dan organisasional.
Gejala fisiologis yang dirasakan individu berupa sakit kepala, sembelit dan diare.
Selain itu terdapat dampak perubahan kondisi psikis berupa perasaan gelisah,
takut, dan mudah tersinggung. Perubahan ini kemudian mempengaruhi adanya
perubahan kognitif diantaranya sulit berkonsentrasi.
3. Faktor-faktor yang dapat Menurunkan Stres dalam Mengerjakan Skripsi
Ada berbagai macam metode untuk mengatasi stres seperti, pendekatan
farmakologis (pharmalogical), perilaku (behavioral), pemahaman (cognitive),
meditasi (meditation), dan hipnosis (hynopsis), dan musik (music) (Hardjana,
1994).
a. Pendekatan Farmakologis (Pharmalogical)
Pendekatan ini dilakukan oleh dokter yang juga ahli dalam psikiatri.
Pendekatan ini memanfaatkan obat-obat penenang dan umumnya bersifat
sementara. Pendekatan ini berfokus untuk mempengaruhi sistem saraf (nervous
system), bisa berada di pusat (central), bisa juga di sekelilingnya (peripheral).
Jadi pendekatan farmakologis boleh disebut sebagai cara pengelolaan stres awal,
sebelum pada waktunya orang dibantu untuk mengelola stres yang dialami
secara sungguh-sungguh, dalam arti masalah sendiri dikelola.
21
b. Pendekatan Perilaku (Behavioral)
Pendekatan ini dikembangkan oleh para ahli psikologi dan dapat
dilatihkan pada orang yang tertimpa stres untuk mengelola penderitaannya.
Pendekatan ini terarah pada perilaku. Bentuknya antara lain relaksasi
(relaxation), desensitisasi sistematis (systematic desensitization), umpan balik
bio (bio-feedback) dan meniru (modelling).
1) Relaksasi (Relaxation)
Merupakan salah satu teknik penenangan diri yang bermanfaat untuk
mengelola stres. Teknik yang digunakan disebut juga relaksasi otot secara
progresif (progressive muscle relaxation) yaitu perhatian yang dipusatkan
pada suatu bagian tertentu dengan menegangkan dan mengendorkannya agar
ketegangan stres menjadi berkurang.
2) Desensitisasi Sistematis (Systematic Desensitization)
Metode ini berguna untuk mengurangi ketakutan dan kecemasan.
Metode ini didasarkan atas pandangan bahwa takut itu dipelajari lewat
pemahaman akan suatu situasi atau hal dalam kaitan dengan peristiwa yang
tidak menyenangkan. Dalam psikologi cara pemahaman semacam ini
disebut pengkondisian klasik (classical conditioning).
3) Umpan Balik Bio (Bio-Feedback)
Metode umpan balik bio dimanfaatkan untuk menenangkan otot-otot
yang tegang pada bagian tubuh tertentu, dan untuk menangani stres yang
berhubungan dengan masalah kesehatan.
22
4) Peniruan (Modelling)
Peniruan (modelling) merupakan cara belajar lewat pengamatan
(observation) dan pergaulan (socialization). Cara belajar ini melengkapi
cara belajar dengan cara berbuat sendiri atau melakukan sesuatu. Cara
belajar dengan meniru berlaku juga dalam hal stres. Orang jadi tahu
perilaku yang berkaitan dengan stres, karena melihat orang yang
menderita stres.
c. Pendekatan Kognitif
Metode ini digunakan untuk membantu orang dalam mengatasi
stresnya karena kekurangan atau kesalahan pengertian. Intinya metode
kognitif merupakan pemahaman untuk mengatasi stres diciptakan dengan
membantu mengatur kembali pola berpikirnya. Pengaturan kembali pola
berpikir (cognitive restructuring) pada dasarnya merupakan proses yang
menggantikan pikiran atau kepercayaan yang mengurangi penilaian orang
yang menderita stres terhadap ancaman atau kerugian yang dapat
diakibatkan oleh hal, peristiwa, orang, atau keadaan yang dihadapinya.
d. Meditasi dan Hipnosis
Stres dapat mempengaruhi gejolak mental. Metode meditasi
(meditation) dan hipnosis (hypnosis) merupakan cara yang efektif.
Meditasi merupakan cara untuk memusatkan diri dan perhatian pada
suatu objek, pemikiran, atau bayangan. Tujuannya dalam rangka
mengelola stres adalah menambah kemampuan orang yang terkena stres
23
berhadapan dengan hal, peristiwa, orang, keadaan yang mengakibatkan
stres dengan menciptakan tanggapan rileks, tenang, sebagai alternatif
tanggapan terhadap stres itu. Kenyataannya meditasi mampu menciptakan
ketenangan yang tak kalah dengan cara relaksasi dan desensitisasi.
Hipnosis merupakan perubahan kesadaran yang dihasilkan lewat
teknik sugesti tertentu, dan dalam keadaan berubah itu orang dapat
dibantu mengubah pemahaman, ingatan dan perilaku. Tanpa ada orang
yang ahli dan orangnya sendiri tidak mudah dihipnosis, metode hipnosis
tidak dapat dilaksanakan. Dengan syarat itu hipnosis memang dapat
digunakan untuk mengelola stres, tetapi tidak setiap orang dapat
dihipnosis dan efektifitasnya tidak dapat melebihi teknik relaksasi atau
desensitisasi.
e. Musik
Metode ini merupakan salah satu cara untuk membantu mengatasi
stres. Jika kadar stres yang dialami seseorang terlalu tinggi, maka sistem
kekebalan tubuhnya akan berkurang oleh sebab itu seseorang perlu
senantiasa mewaspadai dirinya dari kondisi stres yang berlebihan
(Satiadarma 2002). Secara keseluruhan, musik dapat berpengaruh secara
fisik maupun psikologis. Secara fisik, musik dapat membangkitkan
aktivitas sistem saraf otonom tubuh dengan munculnya beberapa respon
yang bersifat spontan dan tidak terkontrol, misalnya mengetukan jari.
Musik juga dapat mempengaruhi pernapasan, denyut jantung, denyut
nadi, tekanan darah, mengurangi ketegangan otot dan memperbaiki gerak
24
dan koordinasi tubuh, dan memperkuat ingatan, meningkatkan
produktivitas, suhu tubuh, serta mengatur hormon-hormon yang berkaitan
dengan stres (Campbell, 2001). Sedangkan secara psikologis, musik dapat
membuat seseorang menjadi lebih rileks, mengurangi stres, efektif,
efisien, dapat meningkatkan asmara dan seksualitas, menimbulkan rasa
aman dan sejahtera, melepaskan rasa gembira dan sedih, menegaskan
kemanusiaan bersama, dan membantu serta melepaskan rasa sakit.
B. Mendengarkan Musik Gamelan Jawa
1. Pengertian Mendengarkan Musik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), mendengar adalah
dapat menangkap suara atau bunyi dengan telinga, sedangkan
mendengarkan adalah suatu aktivitas menangkap suara yang dilakukan
dengan sungguh-sungguh. Mengutip dari Rahmat (2000) yang
menjelaskan bahwa mendengarkan adalah usaha untuk memperoleh
pengertian atau tujuan tertentu dengan mempergunakan indera
pendengaran yang kemudian akan diinterpretasi oleh otak dan kemudian
direspon oleh tubuh. Mendengarkan mempunyai tujuan yang berbeda-
beda, salah satunya adalah mendengarkan untuk mendapatkan
kesenangan, contohnya mendengarkan musik, saat mendengarkan musik,
otak akan menahan kemampuan kritis sehingga musik dapat dinikmati
dengan rileks dan santai (Sugiyo, 2005).
Sedangkan pengertian musik menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008) adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam
25
urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan
komposisi (suara) yang memiliki kesatuan dan kesinambungan nada atau
suara yang disusun sehingga mengandung irama, lagu, dan
keharmonisan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa musik adalah paduan
rangsangan suara yang membentuk getaran yang memberikan rangsangan
pada pengindraan, organ tubuh dan emosi, hal ini berarti individu yang
mendengarkan musik akan memberi respon baik secara fisik maupun
psikis yang akan menggugah sistem tubuh termasuk aktivitas kelenjar di
dalamnya (Yuanitasari, 2008).
Berdasarkan penjabaran di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
mendengarkan musik adalah suatu aktivitas menangkap rangsangan
berupa suara yang dihasilkan oleh harmonisasi nada, irama, dan lagu
dengan menggunakan indera pendengaran untuk tujuan tertentu.
2. Pengertian Musik Gamelan Jawa
Indonesia merupakan negara yang besar dan kaya dengan budaya
berbagai tradisi musik, salah satu musik khas Indonesia yang telah diakui
oleh dunia, yakni gamelan Jawa. Gamelan berasal dari kata nggamel
(dalam bahasa jawa)/gamel yang berarti memukul/menabuh, diikuti
akhiran “an” yang menjadikannya sebagai kata benda (Ferdiansah, 2010).
Gamelan Jawa merupakan alat musik yang muncul dari sejarah
kebudayaan Jawa yang di dalam perkembangannya selalu dipakai
mengiringi pagelaran wayang maupun pengisi suatu pagelaran adat
istiadat orang Jawa (Prasetyo, 2012). Seni gamelan jawa memiliki nilai-
26
nilai histori dan filosofis Bangsa Indonesia khususnya bagi masyarakat
jawa dan gamelan jawa juga mempunyai fungsi estetika yang berkaitan
dengan nilai-nilai sosial, moral dan spiritual (Purwadi, 2006). Mengutip
pernyataan Fatmawati (2017) gamelan jawa adalah ensambel musik yang
biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong. Musik
yang tercipta pada gamelan berasal dari perpaduan alat musik yang ada di
dalamnya yang kemudian disebut musik gamelan jawa atau dalam
Bahasa Jawa disebut karawitan.
Mengacu pada hal-hal yang telah dijelaskan di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa pengertian mendengarkan musik gamelan jawa adalah
suatu aktivitas menangkap rangsangan berupa suara yang dihasilkan oleh
harmonisasi alat musik gamelan jawa berupa metalofon, gambang,
gendang dan gong dengan menggunakan indera pendengaran untuk
tujuan tertentu.
3. Unsur-unsur dalam Gamelan
Menurut Supanggah (2002), dalam musik gamelan terdapat
enam unsur pokok, yaitu:
a. Laras (tangga nada atas scale)
Secara umum laras atau tangga nada dibedakan menjadi
dua yaitu pentatonis dan diatonis. Hampir setiap jenis musik
menggunakan laras tertentu, hanya saja dibedakan lagi dengan
adanya larasan (daerah wilayah/ambitus suara) maupun embat
(pergeseran/ variasi interval).
27
Larasan berasal dari kata laras yang mempunyai arti,
pertama, indah menarik hati (Jawa: nengsemake), suara dan lagu
dalam gamelan. Istilah laras dalam karawitan Jawa mempunyai
makna sesuatu yang bersifat enak atau nikmat untuk dihayati.
Kedua, laras bermakna sebagai nama nada dalam bilah gamelan
yang telah ditentukan jumlah frekuensinya. Ketiga, adalah tangga
nada yaitu susunan nada yang jumlah, urutan dan pola interval
nada-nadanya telah ditentukan. Laras dalam karawitan Jawa ada
dua macam yaitu laras slendro dan laras pelog (Kurniatun, 2013)
Mengutip lagi dari Kurniatun (2013) yang menjelaskan dua
macam laras dalam gamelan yakni laras slendro dan laras pelog.
Laras slendro adalah tangga nada yang mempunyai pola interval
relatif sama panjang (sama rata) antara nada satu dengan nada
berikutnya. Laras slendro memiliki urutan nada-nada yang terdiri
dari lima nada dalam satu gembyang (istilah gembyang adalah
untuk menyebut nada yang sama tetapi berbeda frekuensinya)
dengan pola jarak yang hampir sama rata. Susunan dan pola
interval itu diatur sebagai berikut:
1___2___3___5___6___1
Ada pun nama nada yang digunakan dalam laras slendro
adalah:
1. Penunggul (barang) yang diberi simbol angka satu (1) dan
dibaca siji disingkat dengan ji.
28
2. Gulu (jangga), diberi simbol angka dua (2) dibaca loro atau ro.
3. Dhadha (jaja), diberi simbol angka tiga (3) dibaca telu atau lu.
4. Lima, diberi simbol angka lima (5) dibaca lima atau ma.
5. Enem, diberi simbol angka enam (6) dibaca nem.
Perlu diketahui bahwa di dalam laras slendro terdapat sub laras
yaitu slendro pathet nem yang mempunyai teba nada rendah, slendro
pathet sanga yang mempunyai teba nada sedang, dan slendro manyura
yang mempunyai teba nada tinggi. Sub-sub laras ini akan sangat berperan
bila dikaitkan dengan permainan instrument gamelan.
Laras pelog dalam karawitan Jawa adalah tangga nada yang
mempunyai pola interval jauh dan dekat yang hampir menyerupai tangga
nada diatonic. Ada dua pendapat tentang laras pelog, pertama: sistem
urutan nada-nada yang terdiri dari tujuh nada dalam satu gembyang yang
menggunakan pola jarak yang tidak sama rata dengan susunan pola
interval sebagai berikut:
1____2____3_______4____5____6____7_______1
Kedua: sistem urutan nada yang terdiri dari lima nada dalam satu
gemmbyang menggunakan pola jarak sebagai berikut:
1____2____3_________5____6_________1
Urutan nada dalam laras pelog dapat digeser dengan menggunakan
pola interval yang sama. Hal ini hampir sama dengan tangga nada
diatonik yang dapat digeser tonikanya. Laras pelog juga terdapat sub-sub
laras yaitu pelog pathet lima, dan pelog pathet barang.
29
Mengacu pada penjelasan tentang laras di atas, laras yang akan
digunakan pada penelitian ini adalah laras slendro. Hal yang
melatarbelakangi pemilihan laras slendro dikarenakan musik gamelan
jawa dengan nada laras slendro memiliki ketukan hampir sama dengan
musik Mozart yaitu dengan kurang lebih 60 ketukan per menit dan
memiliki frekuensi 40-60 Hz yang telah terbukti menurunkan
kecemasan, menurunkan ketegangan otot, mengurangi nyeri dan
menimbulkan efek tenang (American Music Therapy Association, 2008)
b. Ritme
Unsur terpenting dari musik selain nada atau tangga nada adalah
ritme. Ritme atau irama adalah gerak nada yang teratur mengalir karena
munculnya aksen secara tetap. Keindahan irama akan lebih terasa
karena adanya jalinan perbedaan nilai dari satuan bunyi. Pola irama
pada musik dapat membedakan perasaan tertentu karena pada
hakikatnya irama adalah gerak yang menggerakkan perasaan dan erat
hubungannya dengan gerak fisik. Ritme juga berhubungan dengan pola
jarak waktu yang diperlukan oleh suatu nada atau bunyi ke nada atau
bunyi berikutnya. Dalam sebuah pagelaran Gamelan Jawa, unsur ritme
dimiliki oleh kendang. Dinamika dan level yang dihasilkan oleh
kendang menentukan ritme dari suatu pagelaran.
c. Ricikan atau instrumen atau alat musik
Ricikan adalah sarana fisik utama (untuk instrumental, disamping
vokal) bagi seniman untuk menyampaikan gagasan atau perasaannya.
30
Ricikan atau instrumen yang ada pada gamelan jawa antara lain
kendang, bonang, bonang penerus, demung, saron, kenong, slenthem,
gender, gong, gambang, rebab, siter, suling dan kempul.
d. Organisasi musikal/struktur
Bermusik, terutama dalam kebiasaan musik tradisi, hampir selalu
melibatkan lebih dari satu orang atau alat musik dan vokal, maka
dikenal adanya istilah organisasi musikal, yang menyangkut beberapa
hal, diantaranya adalah distribusi kedudukan dari masing-masing
ricikan atau vokal.
Organisasi musikal dalam pagelaran Gamelan Jawa, terbangun oleh
nada-nada yang dihasilkan oleh instrument-instrumen gamelan dengan
frekuensi rendah sampai menengah dengan reverb yang cukup besar
(sound envelope yang lama). Nada-nada yang dihasilkan oleh instrumen
ini rata-rata menghasilkan nada dengan kesan kuat dan megah seperti
gong, kenong slentem dan kempul
e. Melodi
Unsur melodi dalam sebuah pagelaran Gamelan membuat warna
dari bunyi yang dihasilkan. Unsur ini bisanya dihasilkan oleh instrumen
yang memiliki komponen nada dengan frekuensi tinggi dan sound
envelope yang rendah (reverb cenderung kecil). Instrumen yang
tergolong dalam struktur ini antara lain adalah demung, seruling,
gender, dan bonang.
31
4. Gendhing Mandulpati/Ladrang Agun-agun
a. Pengertian Gending
Gending atau gendhing dalam bahasa Jawa seringkali kita jumpai dalam
notasi gamelan Jawa. Gending memiliki 2 pengertian yang terkandung di
dalamnya, yang pertama adalah pengertian gending secara luas adalah
komposisi atau semua komposisi lagu di dalam gamelan. Untuk orang yang
sudah mengenal gamelan biasanya akan bertanya gendingnya apa, maka
dapat dijawab misalnya: Lancaran Bindri, Ladrang Wilujeng, Ketawang
Puspa Warna, Srepegan, dan lain-lain (Aradean, 2017).
Lebih lanjut ditambahkan oleh Aradean (2017) secara khusus gending
memiliki arti yakni untuk menyebut komposisi lagu gamelan yang di dalam
satu gong-an terdiri dari 64 ketukan balungan atau kelipatannya. Ini berarti
bahwa gending-gending dengan bentuk ketuk 2 kerep dan gending-gending
ageng seperti ketuk 4 kerep, ketuk 4 arang dan lain sebagainya. Biasanya
kalau menulis suatu nama dari gending dengan keterangannya yang lengkap,
maka pertama ditulis: "Gending - Nama gending - Bentuk gending - Laras -
dan Patet". Contoh: Gending - Rondon - ketuk 4 arang minggah ketuk 8 -
Slendro – Sanga (Aradean, 2017). Sedangkan, menurut Pandji (2011) gending
adalah Bahasa Jawa yang berarti ahli membuat gamelan (alat musik
tradisional jawa), atau lagu yang berasal dari bunyi yang memiliki fungsi
diantaranya 1) sebagai pengiring pergelaran wayang kulit, 2) sebagai
pengiring dalam pementasan (tari-tarian, ketoprak dll), 3) sebagai pengiring
acara ritual adat jawa, 4) sebagai hiburan lepas (karawitan).
32
b. Gending Mandulpati/Ladrang Agun-agun
Gending mandulpati atau ladrang agun-agun merupakan gending
yang diciptakan oleh Kanjeng Pangeran Haryo Notoprojo atau yang lebih
dikenal sebagai Ki Tjokrowasito, yang lahir di Gunungketur 17 Maret
1909 dengan nama Wasi Jolodro (Djohan, 2005). Apabila mengikuti
urutan penulisan nama gending mengutip pernyataan dari Arandea (2017)
yang telah dijelaskan pada awal subbab ini, yakni "Gending - Nama
gending - Bentuk gending - Laras - dan Patet" maka menjadi “Gending –
Mandulpati – Ladrang Agun agun – Laras Slendro – Patet Manyura” atau
bisa juga disingkat menjadi Gending Mandulpati/Ladrang Agun agun
Slendro Manyura. Slendro Manyura sendiri memiliki arti bahwa gending
ini memiliki laras atau tangga nada jenis slendro dan memiliki pathet atau
memiliki pengaturan nada jenis manyura yaitu memiliki pola ketukan 3-2-
1-6 (Murtiyoso, 2007). Gending ini melibatkan beberapa instrumen
diantaranya bonang, gambang, gender, gong, kenong, slenthem, kethuk
kempyang, saron, dan vokal.
33
C. Pengaruh Mendengarkan Musik Gamelan Jawa Terhadap Stres
Mengerjakan Skripsi
Musik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) adalah ilmu atau
seni menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan
temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang memiliki kesatuan dan
kesinambungan nada atau suara yang disusun sehingga mengandung irama,
lagu, dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat
menghasilkan bunyi-bunyi itu). Musik membantu melatih diri dengan cara
tertentu dalam keharmonisan. Inilah rahasia magis dibalik musik, ketika
mendengarkan musik, menyanyikan atau mendengarkan musik yang indah
berarti seseorang sedang menata dan meletakkan diri dalam keharmonisan
kehidupan (Pendak, 2009)
Mucci (2002) menegaskan bahwa musik memiliki efek yang besar
dalam mempengaruhi ketegangan atau kondisi rileks pada diri seseorang,
karena musik dapat merangsang pengeluaran endorphin dan serotonin dalam
tubuh seseorang, yaitu sejenin morfin alami tubuh sehingga seseorang dapat
merasa lebih rileks. Namun, tidak semua jenis musik dapat memberikan efek
yang sama, hanya musik-musik tertentu saja, MacGregor (2001)
menyarankan bahwa musik dengan ketukan 56 sampai 60 per detik dapat
dimanfaatkan untuk melatih relaksasi dan bergerak menuju keadaan alpha.
Salah satu jenis musik yang memiliki ketukan 56 sampai 60 per detik adalah
musik klasik jawa atau musik gamelan jawa.
34
Ferianto (2001) menyatakan bahwa musik klasik Jawa atau musik
gamelan jawa mempunyai nilai etnik tinggi yang mempengaruhi perasaan
atau kemampuan emosional manusia terutama pada kepekaan dalam merasa,
mengungkapkan emosi yang dirasakan, dan ekspresi emosi. Salah satu cara
mengontrol kadar kecemasan dengan menggunakan terapi musik. Terapi
musik telah menjadi pelengkap pada terapi gangguan jiwa seperti skizofrenia,
perilaku kekerasan, gangguan alam perasaan atau mania dan depresi,
gangguan emosional, stres dan kecemasan (Rahmawati, Haroen, & Juniarti,
2008). Hal ini diperkuat oleh penelitian Triantoro (2014) yang menyebutkan
bahwa mendengarkan musik gamelan jawa dapat memberikan efek rileks,
menurunkan stres, kecemasan dan meningkatkan kesehatan metabolisme dan
tubuh.
Menurut Hardjana (2002), stres memiliki empat gejala, yang pertama
adalah gejala fisik atau fisiologis yang mana individu merasa lelah atau
kehilangan energi, sakit kepala, insomnia, urat tegang terutama bagian leher
dan bahu, jantung berdebar-debar dan mengalami gangguan pencernaan.
Musik gamelan jawa menstimulasi otak melepaskan hormon endorphin dan
memberi rangsangan pada saraf simpatis untuk menghasilkan reaksi berupa
relaksasi. Reaksi relaksasi yang dihasilkan dari musik gamelan jawa yaitu
berupa menurunnya tekanan darah, menurunkan ketegangan otot, dan. denyut
jantung menjadi lebih stabil (Lestari, 2015). Raharjo (2005) menambahkan
bahwa melodi dan harmoni gamelan Jawa berpengaruh terhadap kestabilan
emosi karena gamelan Jawa mengandung ritme tangga nada diatonis dengan
35
partitur lebih kompleks dibandingkan dengan musik klasik barat yang lebih
menonjolkan accordion. Efek musik gamelan yang menenangkan dapat
meringankan kecemasan atau nyeri karena musik dapat mengkoordinasikan
nafas, irama jantung, irama gelombang otak, dan dapat memperbaiki emosi,
fisik serta fisiologis (Simbolon, 2015).
Efek musik gamelan juga dapat terlihat pada hemisfer otak kanan,
persepsi auditori terhadap musik terjadi di pusat auditori lobus temporal otak,
kemudian sinyal akan diteruskan ke thalamus, otak tengah, amigdala,
medulla, dan hipotalamus, yang akhirnya terjadinya sensasi auditori (Nilsson,
2008). Sensasi auditori yang didapatkan dari bunyi musik gamelan jawa yang
bersifat menenangkan dan menyenangkan sehingga tanpa disadari
pendengarnya dapat hanyut dalam musik yang didengar (Sartika dan
Rohmah, 2013). Ketika seseorang merasakan sensasi yang menyenangkan,
baik berupa sensasi auditori, visual, maupun touching, maka hormon
epineprin meningkat, hormon tersebut merangsang munculnya emosi dan
mood yang positif (Carlson, 2004). Hal ini tentunya berpengaruh pada
penurunan gejala stres emosional menurut Hardjana (2002) yang ditandai
dengan merasa gelisah atau cemas, sedih, mudah menangis, mood atau
suasana hati yang berubah-ubah, dan burnout. Didukung oleh pendapat
Trappe (2012) yang menyatakan bahwa efek yang ditimbulkan dari
mendengarkan musik gamelan jawa membantu individu mengendalikan
gejala stres baik secara fisik maupun mental, gelombang otak menjadi lambat,
dan juga mampu menciptakan mood yang lebih positif.
36
Musik gamelan jawa dengan laras slendro memiliki ketukan hampir
sama dengan musik klasik Mozart yaitu dengan tempo kurang lebih 60
ketukan per menit. Musik dengan frekuensi 40-60 Hz juga telah terbukti
menurunkan kecemasan, menurunkan ketegangan otot, mengurangi nyeri, dan
menimbulkan efek tenang (American Music Therapy Association, 2008).
Pendapat ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Oktavia,
Gandamiharja, dan Akbar (2013) yang membandingkan efek musik klasik
Mozart dan musik gamelan jawa menyatakan bahwa musik klasik Mozart dan
musik gamelan jawa keduanya dapat mengurangi kecemasan, stres, dan
sensasi nyeri yang dirasakan. Selain itu, ritme, urutan nada, dan tempo dalam
musik gamelan jawa berpengaruh terhadap emosi individu terutama pada
aspek meningkatkan konsentrasi, dan kemampuan mengelola emosi (Sunaryo,
2005). Temuan-temuan tersebut yang menjadi pendukung asumsi penulis
bahwa mendengarkan musik gamelan jawa dengan laras slendro dapat
menurunkan gejala stres berupa gejala intelektual atau gejala kognitif dari
teori Hardjana (2002). Asumsi ini diperkuat oleh pendapat Trappe (2012)
yang menyatakan bahwa mendengarkan musik klasik dapat mempengaruhi
tubuh, pikiran, dan emosi, sehingga dapat memberikan ketenangan dan
kedamaian ketika aktivitas mental meningkat sekaligus dapat mengurangi
tekanan akibat stres.
Gejala stres keempat yakni gejala interpersonal, ditandai dengan
kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah menyalahkan orang lain,
mudah membatalkan janji, suka mencari-cari kesalahan orang lain, dan
37
mendiamkan orang lain. Tsiris (2008) berpendapat bahwa kekuatan dan
keindahan musik secara umum dapat membantu individu pada perubahan diri
sendiri. Kekuatan musik juga dapat menciptakan lebih banyak mood yang
lebih positif, membawa kembali memori baik di masa lampau, sehingga ini
adalah positive force untuk perubahan positif secara psikologis dan fisiologis
kepada diri individu itu sendiri. Peneliti berasumsi bahwa dengan adanya
perubahan mood yang lebih positif, dapat membantu individu mengelola
emosi, mengontrol, dan mengurangi stres yang mengganggu kehidupan
interpersonal individu. Asumsi ini didukung dengan pendapat Satiadarma
(2002) dan Campbell (2003), yang menyebutkan bahwa musik klasik
termasuk di dalamnya musik gamelan jawa secara psikologis dapat membuat
seseorang menjadi lebih rileks, mengurangi stress, melepaskan rasa gembira
dan sedih, menegaskan kemanusiaan bersama serta melepaskan rasa sakit.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa musik gamelan
jawa mampu memberikan efek rileks, dapat menstimulasi tubuh untuk
melepaskan hormon endorphin dan serotonin dalam tubuh seseorang,
sehingga seseorang dapat mengontrol gejala stres baik secara fisiologis,
psikolgis, kognitif, dan interpersonal. Peneliti berasumsi bahwa melalui
penelitian dengan menggunakan musik gamelan jawa ini, mahasiswa yang
mengalami stres akan dapat mengontrol dirinya menjadi lebih tenang, dapat
mengelola emosi, dan dapat mengarahkan perilakunya menjadi lebih positif.
Melalui penelitian ini, diharapkan mahasiswa yang mendapat perlakuan
38
berupa musik gamelan jawa dapat berpengaruh menurunkan stres dalam
mengerjakan skripsi.
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh
pemberian musik gamelan jawa terhadap penurunan stres mengerjakan skripsi
pada mahasiswa.