bab ii tinjauan pustaka a. penelitian...
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
1. Penelitian Tamsuri (2010) tentang “Hubungan Pengetahuan dan
Perilaku Pencegahan Penularan Penyakit Kusta di Wilayah Kerja
Puskesmas Tanjunganom Kabupaten Nganjuk” menunjukkan dari 44
responden mempunyai pengetahuan cukup sebanyak 6 responden
(13,64%), pengetahuan kurang sebanyak 6 responden (13,64%),
pengetahuan kurang sebanyak 16 responden (36,36%), sedangkan
pengetahuan tidak baik sebanyak 22 responden (50%) dari hasil
tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan penderita penyakit
kusta termasuk dalam kategori tidak baik karena sebagian besar
responden relatif berpendidikan SMP. Selain tingkat pengetahuan
tingkat perilaku juga mempengaruhi adanya penyakit kusta, 4
responden (9,09%) berperilaku baik, 33 responden (75,00%)
berperilaku cukup, 7 responden (15,91%) berperilaku kurang. Hasil uji
statistik didapatkan adanya hubungan yang cukup kuat antara
pengetahuan dan perilaku pasien dalam upaya pencegahan penularan
penyakit kusta adalah signifikan (p=0,000) dengan koefisien korelasi
0,616.
2. Penelitian Santoso (2010) tentang “Hubungan Faktor Kepadatan
Hunian, Sosial, Ekonomi, dan Perilaku Kesehatan dengan Penderita
Penyakit Kusta di Kecamatan Tirto Kabupaten Pekalongan.”
menunjukkan 39 responden (83%) termasuk kategori padat, 36
responden (76,6%) mempunyai perilaku yang negatif, 39 responden
(83%) termasuk kategori keluarga miskin. Sebagian besar kejadian
penyakit kusta adalah kusta pada type MB sebanyak 45 responden
(95,7%). Pada hasil uji statistic diperoleh ada hubungan antara faktor
8
kepadatan hunian perilaku kesehatan dan sosial ekonomi dengan
penderita kusta.
3. Penelitian Pangaribuan (2012) tentang “Pengaruh Faktor Predisposisi,
Pendukung, Dan Pendorong Terhadap Pencegaham Kecacatan Pasien
Penderita Penyakit Kusta Di RS Kusta Hutasalem Kabupaten Tobasa
Tahun 2012.” Menunjukkan adanya pengaruh antara pengetahuan
(p<0,001) dan dukungan keluarga (p=0,002) terhadap pencegahan
kecacatan penderita penyakit kusta, dan tidak adanya pengaruh tingkat
Pendidikan, pekerjaan, ketersediaan fasilitas kesehatan, dan kebijakan
rumah sakit terhadap pencegahan penderita penyakit kusta.
4. Penelitian Solikhah (2016) tentang “Hubungan Tingkat Pengetahuan
Tentang Kusta (Leprosy) Dengan Perawatan Diri Pada Penderita Kusta
Di Wilayah Kabupaten Sukoharjo.” Menunjukkan adanya hubungan
antara tingkat pengetahuan dengan perawatan dini pada penderita kusta
dengan hasil tingkat pengetahuan tentang penyakit kusta termasuk
dalam kategori kurang dalam perawatan diri dan adanya hubungan
antara tingkat pengetahuan dengan perawatan dini pada penderita
kusta.
9
Tabel II.1 Penelitian-Penelitian yang Relevan
No. Nama
Peneliti Jenis Penelitian
Lokasi
Penelitian Variabel Penelitian
Jenis Penelitian
dan Rancangan
Penelitian
Hasil Penelitian
1. Anas
Tamsuri
Hubungan
Pengetahuan dan
Perilaku Pencegahan
Penularan Penyakit
Kusta Di Wilayah
Kerja Puskesmas
Tanjunganom
Kaupaten Nganjuk
Wilayah Kerja
Puskesmas
Tanjunganom
Kabupaten
Nganjuk
Variabel
independent :
Pengetahuan
Variabel dependent :
Perilaku pencegahan
penularan penyakit
kusta
Metode penelitian
yang digunakan
dalam penelitian ini
adalah metode
penelitian kuantitatif
dengan desain cross
sectional
Hasil uji statistik didapatkan adanya
hubungan yang cukup kuat antara
pengetahuan dan perilaku pasien dalam
upaya pencegahan penularan penyakit
kusta adalah signifikan (p=0,000)
dengan koefisien korelasi 0,616.
2. Budi
Santoso
Hubungan Faktor
Kepadatan Hunian,
Sosial, Ekonomi,
dan Perilaku
Di Kecamatan
Tirto
Kabupaten
Pekalongan
Variabel
independent :
Faktor kepadatan
hunian, sosial,
Rancangan
penelitian ini
menggunakan desain
studi diskriptif
Penelitian menunjukkan 39 responden
(83%) termasuk kategori padat, 36
responden (76,6%) mempunyai perilaku
yang negatif, 39 responden (83%)
10
Kesehatan dengan
Penderita Penyakit
Kusta di Kecamatan
Tirto Kabupaten
Pekalongan
ekonomi
Variabel dependent :
Perilaku kesehatan
dengan penderita
penyakit kusta
korelatif dengan
menggunakan
pendekatan cross
sectional atau
potong lintang
termasuk kategori keluarga miskin.
Sebagian besar kejadian penyakit kusta
adalah kusta pada type MB sebanyak 45
responden (95,7%). Pada hasil uji
statistic diperoleh ada hubungan antara
faktor kepadatan hunian perilaku
kesehatan dan sosial ekonomi dengan
penderita kusta.
3. Happy R
Pangaribuan
Pengaruh Faktor
Predisposisi,
Pendukung, Dan
Pendorong Terhadap
Pencegaham
Kecacatan Pasien
Penderita Penyakit
Kusta Di RS Kusta
Hutasalem
Di RS Kusta
Hutasalem
Kabupaten
Tobasa Tahun
2012
Variabel
independent :
Faktor predisposisi,
pendukung, dan
pendorong
Variabel dependent :
Pencegahan
kecacatan pasien
Jenis penelitian
adalah survey
dengan tipe
explanatory, artinya
penelitian yang
menjelaskan
pengaruh antara
beberapa variable
penelitian melalui
Menunjukkan adanya pengaruh antara
pengetahuan (p<0,001) dan dukungan
keluarga (p=0,002) terhadap
pencegahan kecacatan penderita
penyakit kusta, dan tidak adanya
pengaruh tingkat Pendidikan, pekerjaan,
ketersediaan fasilitas kesehatan, dan
kebijakan rumah sakit terhadap
11
Kabupaten Tobasa
Tahun 2012.
penderita penyakit
kusta
pengujian hipotesis pencegahan penderita penyakit kusta.
4. Amaliatus
Solikhah
Hubungan Tingkat
Pengetahuan
Tentang Kusta
(Leprosy) Dengan
Perawatan Diri Pada
Penderita Kusta Di
Wilayah Kabupaten
Sukoharjo
Di Wilayah
Kabupaten
Sukoharjo
Variabel
independent :
Tingkat pengetahuan
Variabel dependent :
Perawatan diri pada
penderita kusta
Penelitian ini
termasuk dalam
jenis penelitian
kuantitatif dengan
pendekatan cross
sectional.
Menunjukkan adanya hubungan antara
tingkat pengetahuan dengan perawatan
dini pada penderita kusta dengan hasil
tingkat pengetahuan tentang penyakit
kusta termasuk dalam kategori kurang
dalam perawatan diri dan adanya
hubungan antara tingkat pengetahuan
dengan perawatan dini pada penderita
kusta
12
5. Alifatun
Khunafa’
Faktor Perilaku
Penderita Yang
Berpengaruh
Terhadap Kejadian
Penyakit Kusta Di
Desa Brengkok
Kecamatan
Brondong
Kabupaten
Lamongan
Di Desa
Brengkok
Kecamatan
Brondong
Kabupaten
Lamongan
Variabel
independent :
Faktor perilaku
penderita (Faktor
predisposisi, faktor
pemungkin, faktor
penguat atau
pelemah)
Penelitian ini
termasuk dalam
jenis penelitian
analitik dengan
pendekatan case
control.
Menunjukkan bahwa faktor predisposisi
(predisposing factors), faktor pemungkin
(enabling factors), faktor penguat
(reinforcing factors) berpengaruh
terhadap kejadian penyakit kusta.
13
B. Tinjauan Teori
1. Penyakit Kusta
a. Definisi Penyakit Kusta
Penyakit kusta atau lepra ditemukan oleh Morbus Hansen.
Kusta disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Bila tidak segera
ditangani penyakit kusta dapat menyebabkan kerusakan pada kulit
dan saraf-saraf anggota gerak (Kemenkes, 2015).
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang
dapat menimbulkan masalah medis, bahkan masalah sosial,
ekonomi, dan budaya. Nama lain penyakit kusta adalah ‘The Great
Imitator’ (pemalsu yang ulung) karena penyakit kusta menyerupai
penyakit kulit lainnya, seperti penyakit jamur (Firdaus, 2013).
b. Klasifikasi Penyakit Kusta
1) Kusta Kering (Pausi Basiler [PB])
Kusta kering (Pausi basiler) yang berarti sedikit bakteri.
Tidak banyak bakteri yang masuk ke dalam tubuh, dengan
BTA negatif dengan tahan tubuh yang masih mampu sedikit
melawan bakteri (Lubis, 2016).
Kelainan kulit pada kusta kering :
a) Mempunyai 1-5 bercak
b) Ukuran bercak kecil dan besar, kering dan kasar
c) Bercak tidak berkeringat, terdapat bulu yang jatuh pada
bercak
d) BTA negatif
2) Kusta Basah (Multi Basiler [MB])
Kusta (Multi basiler) yang berarti banyak bakteri yang
masuk ke dalam tubuh, dengan BTA positif (Lubis, 2016)
Kelainan kulit pada kusta basah :
a) Mempunyai bercak dengan jumlah yang banyak
b) Bercak berkuran kecil, halus berkilat
c) Bercak dalam keadaan berkeringat, bulu tidak rontok
14
d) BTA positif
c. Klasifikasi cacat kusta
1) Cacat primer
Cacat primer disebabkan langsung oleh aktivitas penyakit,
terutama kerusakan akibat respons jaringan terhadap M. leprae,
seperti anestesi, claw hand dan kulit kering.
2) Cacat sekunder
Cacat sekunder terjadi akibat cacat primer terutama akibat
adanya kerusakan saraf, seperti ulkus dan kontraktur.
Penanganan reaksi dini dan tepat merupakan salah satu upaya
pencegahan cacat.
d. Etiologi Penyakit Kusta
Penyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium Leprae
berbentuk batang dengan panjang 1-8 mikron, lebar 0,2-0,5 mikron
yang bersifat tahan asam (BTA) berkelompok dan ada yang satu-
satu hidup dalam sel.
Proses pembelahan diri bakteri kusta memerlukan waktu 12-21
hari, masa tunasnya rata-rata 2-5 tahun. Penyakit kusta dapat
ditularkan melalui kontak kulit (Firdaus, 2013).
e. Penularan Penyakit Kusta
Proses penularan penyakit kusta yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae yang hidup dilendir hidung selama 7 hari
dan kontak kulit. Dalam rumah tangga penularan dapat terjadi
melalui kontak, hubungan dekat dalam waktu yang lama. Bakteri
dapat masuk melalui melalui kulit yang terluka. Penularan pada
anak dibawah umur 1 tahun yakni melalui plasenta bila tidak
ditangani dapat menyebabkan kerusakan kulit dan saraf-saraf
(Firdaus, 2013).
15
Proses penularan penyakit kusta ada 3 diantaranya :
1) Kontak langsung manusia ke manusia lain
Proses penularan penyakit kusta di sebabkan oleh
Mycobacterium leprae melalui kontak secara langsung (dari
kulit ke kulit), bakteri kusta biasanya berada dikulit dan
mukosa hidung atau mulut. Bukti molekuler menunjukkan
adanya kasus penyakit di rumah tangga seringkali disebabkan
oleh bakteri kusta yang sama dan berbagai jenis strain ada pada
dirinya. Resiko adanya penularan dalam proporsi besar dari
kasus yang baru didiagnosis dapat dikaitkan dengan indeks
rumah yang diketahui. Faktor ukuran rumah tangga,
Pendidikan sanitasi dan status gizi. Selain itu proses penularan
melalui lendir dihidung, kedekatan kontak, jumlah anggota
keluarga, dan lamanya kontak secara umum. Pada penyakit
kusta multibasiler lebih tinggi stratifikasi asam asetat daripada
pausibasiler. Resiko tertularnya penyakit kusta yang tinggi
terletak pada yang tinggal lebih dekat dengan penderita
(Bratschi, et al, 2015).
Proses penularan kontak manusia langsung dengan
manusia lain diantaranya adanya penderita di dalam rumah,
jangka waktu penularan penyakit kusta di dalam rumah,
kurangnya menjaga kebersihan, status dalam keluarga (suami,
istri, anak).
2) Inokulasi langsung
Inokulasi merupakan suatu kegiatan pemindahan atau
pencampuran mikroorganisme secara langsung baik berupa
bakteri maupun jamur ke tempat baru. Pada hal ini
menunjukkan penularan dalam bentuk misalnya dalam kasus
lecet kulit yang menyebabkan luka kemudian terinfeksi pada
tanah yang mengandung mycobacterium leprae maupun secara
16
mekanis. Pada inokulasi langsung kebanyakan karena
kedekatan jarak dari cedera manifestasi penyakit kusta.
3) Reservoir lingkungan dan hewan
Reservoir merupakan suatu mekanisme yang kompleks
dalam mempertahankan spesiesnya, dan membantu dalam
bertahan hidup di dalam lingkungan.
Reservoir lingkungan berperan dalam penularan penyakit
kusta yakni keberadaan bakteri yang berada di tanah dan di air
dengan waktu penggandaan yang lambat 14 hari. Waktu
penggandaan yang lambat tersebut terjadi karena asupan nutrisi
yang terbatas melalui pori-pori di dinding lilin besar. Lipid M.
leprae tersebut unik yang dapat membentuk selaput. Salah satu
lipid M. leprae adalah asam mycolic yang ukurannya sangat
besar dengan rantai berkisar antara 60 sampai 80 karbon
panjang. Ikatan kovalen menghubungkan lipid satu sama lain
yang dapat membentuk lapisan yang sangat tebal yang padat
pada suhu rumah.
Reservoir pada hewan M. leprae biasanya terdapat pada
telapak kaki tikus yang tidak mempunyai kelenjar thymus
(athymic nude mouse) yang pertumbuhan optimalnya secara in
vivo dengan suhu 27˚-30˚C dan armadillo (Marri PR, et al, 2006).
f. Gambaran Klinis
Bakteri pada kusta dapat mempengaruhi kulit dan saraf. Hal
ini dapat menyebabkan hilangnya sensasi, kelemahan otot, bahkan
kelumpuhan. Terjadinya reaksi-periode peradangan yang dapat
mempengaruhi saraf yang disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh
yang menyerang bakteri merupakan salah satu karakteristik
penyakit kusta. Peradangan yang dialami biasanya bengkak,
kemerahan, panas, nyeri. Reaksi kusta juga dapat menyebabkan
radang. Peradangan pada kulit bisa jadi tidak nyaman, tapi jarang
sangat serius. Peradangan di saraf, disisi lain dapat menyebabkan
17
kerusakan serius, dengan hilangnya fungsi akibat pembengkakan
dan tekanan di saraf. (Firdaus, 2013)
g. Epidemiologi Penyakit Kusta
1) Faktor Penjamu Penyakit Kusta (Host)
Faktor penjamu merupakan faktor yang terdapat pada diri
manusia yang dapat mempengaruhi dan timbulnya suatu
perjalanan penyakit.
Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah
kontak dengan penderita kusta karena adanya faktor kekebalan
pada tubuh. M. leprae termasuk bakteri obligat intraseluler.
Faktor fisiologis seperti pubertas, menopause, kehamilan, serta
faktor infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan
klinis penyakit kusta.
Sebagian besar (95%) manusia kebal terhadap penyakit
kusta, hanya sebagian kecil yang dapat ditulari (5%) yang
tertular tersebut. Sekitar 70% dapat sembuh sendiri dan hanya
30% yang menjadi sakit (Kemenkes, 2017).
Pejamu penyakit kusta terdiri dari tiga kelompok :
a. Pejamu yang mempunyai kekebalan tubuh tinggi
merupakan kelompok terbesar yang akan menjadi resiston
terhadap bakteri kusta.
b. Pejamu yang mempunyai kekebalan rendah terhadap
penyakit kusta bila menderita penyakit kusta biasanya tipe
kusta kering (Pausibasiler).
c. Pejamu yang tidak mempunyai kekebalan terhadap
penyakit kusta yang merupakan kelompok terkecil, bila
menderita kusta biasanya tipe kusta basah (Multibasiler).
18
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit pada penjamu
adalah :
a) Imunitas/ Daya tahan tubuh terhadap penyakit
Daya tahan tubuh seseorang tergantung dari gizi, aktivitas,
dan istirahat.
b) Genetik
Terdapat beberapa penyakit yang merupakan penyakit
keturunan dari orang tuanya.
c) Umur
Penyakit dapat menular seseorang berdasarkan umur-umur
tertentu.
d) Jenis Kelamin
Terdapatnya beberapa penyakit yang hanya menyerang
jenis kelamin tertentu.
e) Adat kebiasaan
Kebiasaan-kebiasaan seseorang yang dapat menimbulkan
adanya penyakit tersebut.
f) Ras
Ada beberapa ras tertentu yang diduga lebih sering
menderita beberapa penyakit tertentu.
g) Pekerjaan
Suatu pekerjaan yang dapat menimbulkan penyakit.
Penyakit kusta dapat masuk ke dalam tubuh host melalui
kontak kulit dan hidung yang berlendir. Host mempunyai
kekebalan tubuh tinggi yang menjadi resisten terhadap bakteri
kusta, host yang mempunyai kekebalan yang rendah dapat
menderita penyakit kusta kering (Pausibasiler), pada host yang
tidak mempunyai kekebalan terhadap bakteri kusta dapat
menderita penyakit kusta basah (Multibasiler). Mycobacterium
leprae menyerang tubuh inang seolah-olah itu adalah
penyerang asing. Sistem host mencoba mempertahankan
19
dirinya sendiri sebagai respon alami dengan proses mencegah
bakteri memasuki sistemnya, kemudian mencoba membunuh
dan menghilangkan bakteri. Singkatnya, host mencoba untuk
memberikan respon kekebalan terhadap parasit, dan reaksi
alami patogen adalah untuk menghindarinya.
2) Agent
Agent merupakan suatu unsur, organisme hidup atau
kuman infektif yang dapat menyebabkan terjadinya suatu
penyakit atau masalah kesehatan lainnya.
Penyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium leprae
yang berbentuk batang dengan ukuran Panjang 1-8 mikron,
lebar 0,2-0,5 mikron biasanya, berkelompok dan ada yang
tersebar. Bakteri tersebut termasuk bakteri yang tahan asam
dan alkohol dengan gram yang positif. DNA Plasmid M.
Leprae dapat menginfeksi sel syaraf manusia. Plasmid tersebut
dapat hidup terpisah dari kromosom bakteri dan tubuh bakteri
ketika menginvasi sel tubuh manusia. Waktu pembelahannya
sangat lama, yaitu 2-3 minggu. M. leprae dari secret nasal
dapat bertahan sampai 9 hari (dalam iklim tropis diluar tubuh
manusia).
3) Faktor Lingkungan (Environment)
Lingkungan merupakan tempat berlangsungnya segala
aktivitas makhluk hidup yang dapat memberikan pengaruh dan
perkembangan kehidupan manusia.
a) Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik berupa musim, cuaca, keadaan geografi,
struktur geologi yakni air, tanah, iklim, struktur bumi, dan
sebagainya.
b) Lingkungan Non Fisik
Lingkungan non fisik berupa norma, nilai yang berlaku,
adat istiadat, kepercayaan agama
20
c) Lingkungan Biologis
Lingkungan biologis berupa orang yang tinggal di
lingkungan yang padat, binatang, tumbuh-tumbuhan,
termasuk mikroorganisme seperti bakteri, kuman yang
dapat menimbulkan penyakit.
Faktor lingkungan pada penyakit kusta dapat dilihat dari faktor
lingkungan fisik yakni adanya bakteri didalam tanah maupun
air.
h. Masa Inkubasi Penyakit Kusta
Masa inkubasi penyakit kusta sangat panjang. Rata-rata masa
inkubasi berkisar 4 tahun antara 9 bulan sampai 20 tahun. Paparan
terhadap bakteri kusta ditentukan oleh PCR yang merupakan
serologi tampak dinamis seiring berjalannya waktu yang diduga
adanya kemungkinan transmisi oleh kasus subklinis.
i. Proses Pencegahan Penyakit Kusta
Proses pencegahan penyakit kusta dapat dilakukan dengan strategi
epidemiologi dengan tahapan-tahapan berikut ini :
1) Tahapan Primordial
Strategi epidemiologi penyakit pada suatu komunitas
populasi sebagai sasaran pencegahan terhadap adanya faktor
resiko penyakit. Seperti halnya dalam bentuk pendidikan
sebagai suatu cara menumbuhkan kesadaran tentang hidup
sehat. Pada penderita penyakit kusta tahapan primordial dapat
berupa memberikan pengetahuan tentang pencegahan penyakit
kusta, proses penularan, dan pengobatan mengebai penyakit
kusta secara dapat berupa sosialisasi secara individu maupun
secara kelompok (Nizar, et al, 2011).
2) Tahapan Primary
Strategi epidemiologi penyakit yang berisi bentuk
pencegahan pada suatu populasi sebagai sasarannya dengan
upaya memberikan pelayanan kesehatan massal. Seperti
21
pemeriksaan kesehatan bersama, gizi yang harus dipenuhi pada
penderita kusta (Nizar, et al, 2011).
3) Tahapan Secondary
Strategi epidemiologi penyakit pada tahap ini lebih ke
tahap pencegahan secara individu dengan maksud mendiagnosa
penyakit secara dini dan melakukan pengobatan secara dini.
Seperti memberikan antibiotic pada penderita penyakit kusta
(Nizar, et al, 2011).
4) Tahapan Tertiary
Strategi epidemiologi penyakit pada tahap ini lebih ke
tahap mengurangi, menghindari kecacatan dan kematian agar
dapat mencapai kesembuhan yang optimal. Seperti halnya
upaya menguatkan anggota keluarga dan petugas kesehatan
yang dapat menguatkan penderita penyakit kusta (Nizar, et al,
2011).
Program pencegahan dan pengendalian penularan :
1) Melakukan pencarian penderita penyakit kusta
2) Penyuluhan kesehatan yang berisi tentang informasi terhadap
penyakit kusta, meyakinkan kepada penderita bahwa penyakit
kusta dapat disembuhkan.
3) Upaya pencegahan penyakit kusta dalam bentuk upaya
pencegahan cacat fisik dan sosial dengan memberikan
pengobatan secara dini.
4) Pengobatan MDT pada pasien kusta
Pasien yang mendapatkan pengobatan MDT tidak akan
menularkan lagi
5) Vaksinasi BCG
Pemberian satu dosis BCG dapat memberikan perlindungan
sebesar 50% dengan pemberian dua dosis dapat memberikan
perlindungan terhadap kusta hingga 80%.
22
6) Kemoprofilaksis dengan pemberian rifampisin dosis tunggal
Kemoprofilaksis memberikan perlindungan selama 3 tahun
pada kontak serumah penderita kusta sekitar 60%
2. Perilaku
a. Pengertian Perilaku
Perilaku merupakan suatu bentuk respon yang diberikan
seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar. Perilaku
kesehatan merupakan suatu bentuk respon yang diberikan
seseorang yang berkaitan dengan masalah kesehatan seperti halnya
pola hidup sehat, pelayanan kesehatan, dan lingkungan yang
berpengaruh (Notoatmodjo, 2012).
Perilaku merupakan faktor yang penting yang dapat
berpengaruh terhadap status kesehatan seseorang yang berperan
sebagai faktor counfonding oleh karena itu perilaku menjadi
prioritas untuk dikendalikan. Perubahan perilaku diantaranya
perubahan gaya hidup dalam perbaikan kualitas lingkungan,
perilaku juga merupakan salah satu sumber penyakit atau sebagai
faktor penularan penyakit (Nizar, et al, 2011).
Perilaku penderita berperan penting dalam pencegahan cacat
pada penyakit kusta, perubahan peilaku dapat dipengatuhi oleh
faktor predisposisi, pemungkin, dan penguat atau pelemah. Faktor
predisposisi mencangkup pengetahuan individu, sikap,
kepercayaan, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam individu
atau masyarakat. Faktor pemungkin terdapat pada sarana prasarana
yang ada, sedangkan faktor penguat dan pelemah adalah sikap dan
perilaku dukungan keluarga dan petugas kesehatan (Sarwono,
1997).
Perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga :
1) Perilaku hidup sehat (healthy life style)
Perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk
meningkatkan kesehatan dengan gaya hidup sehat yang
23
meliputi makan menu seimbang, olahraga yang teratur, tidak
merokok, istirahat cukup, menjaga perilaku yang positif bagi
kesehatan.
2) Perilaku sakit (illness behavior)
Perilaku yang terbentuk karena adanya respon terhadap suatu
penyakit. Perilaku dapat meliputi pengetahuan tentang penyakit
serta upaya pengobatannya.
3) Perilaku peran sakit (the sick role behavior)
Merupakan perilaku seseorang ketika sakit. Perilaku ini
mencakup upaya untuk menyembuhkan penyakitnya
b. Determinan Perilaku Kesehatan
Kejadian dan bentuk keparahan penyakit kusta dapat
dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, ras, kebiasaan, adat
budaya serta gaya hidup masyarakat itu sendiri. Berbagai faktor
sosial budaya seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kondisi
ekonomi, pengetahuan, kepercayaan, sikap, nilai dan kebiasaan
dalam keluarga merupakan suatu hal yang dianggap sangat
mempengaruhi pengobatan dini dan keteraturan berobat pada
penderita kusta.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan diantaranya :
1) Faktor predisposisi (predisposing factors)
Merupakan suatu faktor yang mempermudah terjadinya
perilaku seseorang. Faktor ini bertujuan untuk menggambarkan
fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk
melakukan suatu hal. Yang termasuk dalam faktor predisposisi
diantaranya :
a) Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan salah satu faktor predisposisi
terbentuknya perilaku. Pengetahuan termasuk domain yang
sangat penting dalam terbentuknya tindakan seseorang
(Overt Behavior).
24
Faktor sosial, ekonomi, ras, kebiasaan, adat budaya serta
gaya hidup dapat berpengaruh terhadap kejadian dan
keparahan penyakit kusta serta berbagai faktor sosial
budaya seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kondisi
ekonomi, pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan merupakan faktor internal penderita.
Pengetahuan penderita yang dapat menjadi faktor
predisposisi berkembangnya penyakit kusta pada penderita
pengetahuan yang harus dimilik oleh penderita penyakit
kusta diantaranya penularan penyakit kusta, konsumsi gizi
yang harus dipenuhi ketika sakit, pengobatan yang harus
dilakukan. Pengetahuan penderita tentang penyakit kusta
akan mempengaruhi kejadian penyakit kusta.
b) Tindakan
Tindakan merupakan suatu jawaban nyata dari adanya
suatu respon (Notoatmodjo, 2012).
Sikap dapat terwujud dalam tindakan nyata apabila tersedia
fasilitas atau sarana dan prasarana. Tanpa adanya fasilitas,
suatu sikap tidak dapat terwujud dalam tindakan nyata
(Notoatmodjo, 2005).
Tindakan merupakan suatu hasil dari penentuan sikap
penderita. Tindakan berupa kegiatan yang langsung
dilakukan oleh penderita penyakit kusta. Dalam hal
penyakit kusta tindakan yang dilakukan dan merupakan
faktor predisposisi berkembangnya penyakit kusta
diantaranya :
(1) Menggunakan baju secara bergantian
Menggunakan baju secara bergantian tersebut dapat
menyebabkan penularan yang mudah terjadi pada
penyakit kusta.
(2) Menggunakan alat mandi secara bergantian
25
Dalam hal ini penggunaan alat mandi sebaiknya
dilakukan secara berbeda. Agar dapat meminimalisir
adanya bentuk penularan penyakit kusta.
(3) Tidak menggunakan alas kaki
Infeksi luka pada penyakit kusta sangat berpengaruh
terhadap penularan penyakit kusta, dimana pada infeksi
penyakit kusta luka yang dihasilkan dapat menyebabkan
perpindahan bakteri dari suatu tempat ke tempat yang
lain. Pada hal penggunaan alas kaki dilakukan dengan
tujuan meminimalisir adanya inokulasi M. leprae dalam
tanah.
(4) Membiarkan luka
Luka yang dihasilkan oleh penderita penyakit kusta
dapat menimbulkan berbagai macam resiko diantaranya
luka tersebut dapat berpindah ke tempat lain atau dapat
menjadi awal sebagai penularan penyakit, apabila luka
tersebut dibiarkan kemungkinan besar M. leprae
semakin berkembang biak, dan semakin banyak
dihasilkan pada tubuh penderita penyakit kusta.
Penilaian tindakan dapat dilakukan melalui check list dan
kuisioner dengan memberikan tanda “ya-tidak” sesuai
dengan tindakan yang dilakukan.
c) Kepercayaan
Kepercayaan adalah suatu proses pengenalan
konstitutif, yang berdasar pada proses penyusunan dan
pemeliharaan suatu acuan arti dan makna seorang pribadi
yang timbul pada nilai yang memiliki daya yang lebih
tinggi untuk mempersatukan segala pengalaman dunia
dengan demikian memberi arti pada seluruh hubungan,
konteks, pola kehidupan sehari-hari, dan pengalaman
dimasa lampau dan dimasa yang akan datang.
26
Kepercayaan merupakan hal yang dapat membentuk
adanya sikap pada lingkungan sosial. Pada hal ini
kepercayaan tersebut dimiliki oleh setiap orang. Banyak
masyarakat yang menganggap dan percaya bahwa penyakit
kusta adalah penyakit kutukan yang tidak dapat
disembuhkan, terkadang hal tersebut dapat menjadikan
penderita penyakit kusta hilang kepercayaan untuk sembuh
karena mendengar persepsi negatif dari lingkungan sekitar,
kepercayaan yang ada di desa atau wilayah tersebut yang
berhubungan sangat kuat tentang penyakit kusta,
kepercayaan yang dimiliki oleh keluarga penderita bahwa
tidak akan terjadi penularan jika ada salah satu anggota
keluarga terkena penyakit kusta, kepercayaan masyarakat
tentang penularan penyakit kusta akibat kutu busuk yang
ada pada kursi yang telah diduduki penderita penyakit
kusta.
d) Minat
Minat merupakan suatu keadaaan yang tidak dibawa
sejak lahir, melainkan didapatkan dari hasil pengamatan
yang dapat memberikan dorongan dalam berpartisipasi.
Minat timbul dalam diri seseorang agar dapat menerima
dan melakukan suatu hal tanpa adanya paksaan yang
menjadi penilaian yang berguna dan penting bagi dirinya
(Subini, 2012).
Minat tidak hanya diekspresikan melalui pernyataan,
tetapi juga dapat diimplementasikan melalui partisipasi
aktif dalam suatu kegiatan. Minat berarti juga
kecenderungan yang bersifat menetap untuk merasa tertarik
pada suatu bidang tertentu dan mempunyai rasa senang
dalam bidang tersebut. Faktor-faktor yang mendasari minat
diantaranya :
27
(1) Faktor dorongan dari dalam
Faktor dari dalam dapat berupa kebutuhan yang
berhubungan dengan jasmani dan kejiwaan.
(2) Faktor dorongan yang bersifat sosial
Adanya motivasi yang timbul dalam bentuk pengakuan
dan penghargaan dari lingkungan masyarakat dimana
seseorang berada.
(3) Faktor yang berhubungan dengan emosional
Faktor emosional berfokus pada ukuran intensitas
seseorang dalam menanamkan perhatian terhadap suatu
kegiatan atau obyek tertentu.
Dalam kasus penyakit kusta minat yang dimaksud adalah
minat atau keinginan kuat dari dalam diri penderita untuk
dapat meminimalisir adanya penularan dengan bentuk
menjaga kebersihan, menggunakan baju, alat-alat
keperluan pribadi yang berbeda.
2) Faktor Pemungkin (enabling factors)
Faktor pemungkin (enabling factors) sebagai faktor yang
memfasilitasi atau sebagai sarana prasarana dalam
berlangsungnya suatu perilaku. Faktor pemungkin (enabling
factors) merupakan faktor yang mencakup ketersediaan sarana
prasarana bagi masyarakat.
Faktor pemungkin merupakan kondisi dari lingkungan,
memfasilitasi dilakukannya suatu tindakan oleh individu
maupun organisasi. Dan sebagai kondisi yang menghambat
partisipasi dalam suatu program kesehatan. Faktor pemungkin
juga meliputi ketrampilan baru yang diperlukan seseorang
untuk membuat suatu perubahan perilaku dalam suatu
lingkungan.
28
Dalam hal ini membahas mengenai faktor pemungkin
yang dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit kusta.
Seperti halnya :
a) Kondisi fisik lantai
Kondisi fisik lantai dapat berpengaruh terhadap penularan
penyakit kusta jika lantai dalam keadaan yang lembab akan
menjadi tempat tinggal atau berkembang biaknya M. leprae,
pada lantai yang masih tanah terjadi apabila infeksi luka
yang dialami oleh penderita penyakit kusta tidak segera
diobati yang nantinya infeksi tersebut akan jatuh didalam
tanah sehingga tanah sebagai tempat berkembang atau
tempat tinggalnya bakteri yang dapat menimbulkan
penularan penyakit kusta dan kemudian masuk kedalam
tubuh manusia.
b) Tempat mandi
Selain kondisi fisik lantai sebagai tempat berkembang
biaknya bakteri, air juga merupakan tempat berkembangnya
bakteri. Penularan penyakit kusta dapat terjadi pada air jika
tempat mandi tersebut menjadi tempat mandi bersama maka
bakteri tersebut akan maasuk didalam tubuh orang lain.
c) Peralatan mandi
Penularan penyakit kusta dapat terjadi dalam berbagai hal,
termasuk dengan peralatan mandi. Apabila peralatan mandi
digunakan secara bersamaan maka kemungkinan besar
peluang penularan penyakit kusta bertambah dan M. leprae
dapat masuk ke dalam tubuh oranglain.
d) Pengelolaan pakaian
Pengelolaan pakaian sebaiknya pakaian digunakan secara
terpisah atau berbeda. Hal ini sebagai salah satu cara untuk
meminimalisir adanya penularan pada penyakit kusta.
Penularan penyakit kusta dapat terjadi melalui pakaian
29
dikarenakan bakteri dapat menempel dalam pakaian
tersebut kemudian masuk ke dalam tubuh orang lain.
e) Alas kaki
Alas kaki digunakan penderita kusta sebagai salah satu
bentuk perlindungan dan bentuk dalam meminimalisir
adanya penularan pada penyakit kusta agar bakteri yang ada
pada penderita tidak berpindah tempat agar tidak terjadi
penularan penyakit kusta.
f) Ketersediaan air bersih
Air termasuk kebutuhan sehari-hari yang sumbernya berasal
dari air sungai, mata air, danau, sumur, dan air hujan. Air
sangat penting bagi kehidupan manusia. Pada penyakit
kusta air merupakan media yang digunakan sebagai tempat
perkembang biakan bakteri kusta yang dapat menimbulkan
penularan penyakit kusta.
3) Faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Faktor penguat dan pelemah untuk terjadinya perilaku
tersebut. Merupakan faktor yang dapat memperkuat suatu
perilaku dengan memberikan suatu motivasi secara terus
menerus pada perilaku dan berperan pada terjadinya
pengulangan.
Faktor penguat berfokus pada tindakan yang menentukan
apakah pelaku menerima umpan balik positif dan mendapat
dukungan sosial. Kelompok faktor penguat meliputi pendapat,
dukungan sosial, dukungan keluarga, dukungan teman,
dukungan petugas kesehatan.
Faktor penguat bersifat positif atau sebaliknya tergantung
pada sikap dan perilaku orang-orang yang terkait, dan beberapa
diantaranya mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perilaku. Dukungan sosial atau masyarakat dapat mendorong
tindakan individu untuk bekerja sama atau bergabung dengan
30
kelompok yang membuat perubahan. Dukungan tersebut dapat
berasal dari anggota keluarga, anggota masyarakat, petugas
kesehatan dan praktisi promosi kesehatan. Faktor penguat dan
pelemah yang dapat mempengaruhi perilaku penderita. Dalam
hal ini faktor penguat pada penderita kusta diantaranya :
a) Keluarga
Keluarga mempunyai peran yang sangat penting terhadap
penderita penyakit kusta. Banyaknya stigma masyarakat
bahwa penyakit kusta merupakan suatu penyakit kutukan
yang tidak dapat disembuhkan akan berdampak pada psikis
penderita penyakit kusta. Dan juga berdampak pada proses
penularan penyakit kusta.
b) Petugas Kesehatan
Selain keluarga, dukungan dari petugas kesehatan juga
dibutuhkan oleh penderita penyakit kusta dimana petugas
kesehatan memberikan dorongan mengenai penyakit kusta
dalam bentuk program konseling, pencegahan penyakit
kusta. Program tersebut digunakan untuk meyakinkan
penderita penyakit kusta bahwa penyakit kusta tersebut
dapat disembuhkan dan juga digunakan sebagai bentuk
meminimalisir adanya penularan penyakit kusta.
c) Masyarakat
Dukungan masyarakat sangat berperan terhadap penderita
penyakit kusta, adanya stigma masyarakat yang negatif
dapat memberikan dampak yang buruk pada penderita
penyakit kusta. Hal ini diharapkan masyarakat dapat
memberikan dukungan, memotivasi, dan menghilangkan
stigma yang negatif tentang penyakit kusta dengan tujuan
untuk meminimalisir adanya penularan penyakit kusta.
31
C. Kerangka Teori
KEJADIAN
PENYAKIT KUSTA
Penularan penyakit kusta
secara langsung (manusia ke
manusia lain)
Adanya penderita di dalam
rumah
Perilaku Penderita
Penyakit Kusta
Status dalam keluarga Penularan penyakit
kusta secara tidak
langsung (Lingkungan)
Tanah
Air
32
Keterangan :
1. Adanya penderita di dalam rumah
Jangka waktu penularan yang terjadi didapatkan dari lamanya kontak
penderita dengan anggota keluarga. Karena perkembang biakan bakteri
tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama.
2. Perilaku penderita penyakit kusta
Perilaku penderita sangatlah berpengaruh terhadap kejadian penularan
penyakit kusta. Faktor yang mempengaruhi perilaku diantaranya pada faktor
yang mempermudah (predisposisi factors), faktor pemungkin (enabling
factors), faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors).
Bentuk-bentuk penularan penyakit kusta diantaranya :
a. Tidak menjaga kebersihan
b. Penggunaan sabun mandi secara bersama
c. Penggunaan handuk bahkan baju secara bergantian
d. Tidak memakai alas kaki
3. Status dalam keluarga
a. Suami
b. Istri
c. Anak
e. Tanah
Penularan pada tanah dapat terjadi jika bakteri M. Lepra berada dalam tanah
dan masuk kedalam manusia
f. Air
Bakteri M. Lepra berada didalam air dan air tersebut digunakan secara terus
menerus oleh penderita dan anggota keluarga
33
D. Kerangka Konsep
Faktor yang mempermudah
(Predisposisi factors) :
a. Pengetahuan
b. Tindakan
c. Minat
d. Kepercayaan
Faktor Pemungkin
(Enabling Factors) :
Sarana prasarana penularan
penyakit kusta.
Faktor Pendukung
(Reinforcing Factors) :
a. Petugas tenaga kesehatan
b. Keluarga
c. Masyarakat
Perilaku Penderita dalam
kejadian penyakit kusta