bab ii tinjauan pustaka a. momen magnetik dan magnetisasi · dalam model mekanika kuantum, gerakan...

23
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Momen Magnetik dan Magnetisasi Secara makroskopis, magnetisasi adalah respon bahan magnetik terhadap medan magnet luar. Secara mikroskopis, magnetisasi suatu bahan pada dasarnya berasal dari gerakan spin dan gerakan orbital elektron mengelilingi intinya. Dari gerakan ini akan menghasilkan momen magnetik spin dan momen magnetik orbital pada suatu elektron. Momen magnetik total suatu atom merupakan resultan dari dua momen magnetik tersebut. Momen magnetik atom pada bahan akan berpasangan satu sama lain, sejajar, berlawanan, atau tidak sejajar dan tidak berlawanan. Suatu momen magnetik atomik dapat berorientasi acak jika tidak ada interkasi antara satu dengan yang lain. (Wu, 2008). Penggambaran momen magnetik spin dan momen magnetik orbital dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1(a) dan (b). Gambar 2.1. (a) Momen magnetik spin dan (b) momen magnetik orbital (Coey, 2009). Pada model atom klasik klasik dengan satu elektron bermassa m e dan bermuatan e yang berputar mengelilingi inti atom dengan periode τ pada luasan A, momen magnetik orbital didefinisikan dengan m o , yang dinyatakan pada persamaan (2.1) m o = A I (2.1) dengan I adalah arus listrik, untuk I = – e / τ, diperoleh persamaan (2.2) (a) (b)

Upload: truongphuc

Post on 23-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Momen Magnetik dan Magnetisasi

Secara makroskopis, magnetisasi adalah respon bahan magnetik terhadap medan

magnet luar. Secara mikroskopis, magnetisasi suatu bahan pada dasarnya berasal dari

gerakan spin dan gerakan orbital elektron mengelilingi intinya. Dari gerakan ini akan

menghasilkan momen magnetik spin dan momen magnetik orbital pada suatu elektron.

Momen magnetik total suatu atom merupakan resultan dari dua momen magnetik

tersebut. Momen magnetik atom pada bahan akan berpasangan satu sama lain, sejajar,

berlawanan, atau tidak sejajar dan tidak berlawanan. Suatu momen magnetik atomik

dapat berorientasi acak jika tidak ada interkasi antara satu dengan yang lain. (Wu,

2008).

Penggambaran momen magnetik spin dan momen magnetik orbital dapat

ditunjukkan pada Gambar 2.1(a) dan (b).

Gambar 2.1. (a) Momen magnetik spin dan (b) momen magnetik orbital

(Coey, 2009).

Pada model atom klasik klasik dengan satu elektron bermassa me dan bermuatan

– e yang berputar mengelilingi inti atom dengan periode τ pada luasan A, momen

magnetik orbital didefinisikan dengan mo, yang dinyatakan pada persamaan (2.1)

mo = A I (2.1)

dengan I adalah arus listrik, untuk I = – e / τ, diperoleh persamaan (2.2)

(a) (b)

5

mo = – e A / τ (2.2)

Momentum sudut untuk satu elektron adalah po = me r2 dϕ / dt , dengan me adalah massa

elektron dan r adalah jari-jari lintasan elektron mengelilingi inti atom. Luas area yang

dilingkupi oleh gerak elektron dinyatakan dengan persamaan (2.3)

A = (½) po τ / me (2.3)

sehingga momen magnetik orbital mo untuk satu elektron dapat ditunjukkan dengan

persamaan (2.4)

mo = – (e / 2me) po (2.4)

Momentum spin elektron ps menghasilkan momen magnetik spin ms yang dinyatakan

dengan persamaan (2.5)

ms = – e ps / me (2.5)

dengan demikian momen magnetik total untuk satu elektron adalah jumlah dari momen

magnetik orbital dan momen magnetik spin, dinyatakan dengan persamaan (2.6)

mtot = ms + mo

= – (e / 2me) 2ps – (e / 2me) po (2.6)

Dalam model mekanika kuantum, gerakan orbital elektron mengelilingi inti

atom bersifat terkuantisasi. Momentum sudut diberikan dengan bilangan momentum

sudut orbital l , sehingga untuk momentum sudut dituliskan dengan persamaan (2.7)

po = lℏ (2.7)

6

dengan l = 0, 1, 2, 3 … (n-1) dan ℏ = 1,055 10-34 Js. Untuk momentum spin diberikan

dengan bilangan kuantum spin s. Dengan nilai s selalu ½ untuk satu elektron. Sehingga

momentum spin elektron dinyatakan pada persamaan (2.8)

ps = sℏ (2.8)

Momentum sudut total diberikan dengan bilangan kuantum j. Sehingga momentum total

dinyatakan dengan persamaan (2.9)

pj = j ℏ = (l + s) ℏ (2.9)

Sesuai dengan model mekanika kuantum di atas, momen magnetik orbital dapat

dituliskan dengan persamaan (2.10)

mo = − 풑 = − 푙 (2.10)

untuk bernilai 9,27 × 10-24 Am2 , dikenal dengan Bohr magneton, μB .

Sehingga momen magnetik orbital dapat dituliskan dengan persamaan (2.11)

mo = −휇 푙 (2.11)

Sedangkan untuk momen magnetik spin ms dituliskan dengan persamaan (2.12)

ms = − 풑 = −2 푠 (2.12)

mo = −2휇 푠

7

Dengan demikian momen magnetik total pada suatu atom dengan satu elektron dapat

dituliskan dengan persamaan (2.13)

mtot = mo + ms

= −(휇 푙 + 2휇 푠)

= −(푙 + 2푠)휇 (2.13)

Jika dalam suatu atom memiliki lebih dari satu elektron, maka untuk

menentukan momen magnetik total mengikuti aturan Hund. Aturan ini mengidentifikasi

state elektron yang mungkin terisi dan dapat digunakan untuk menghitung momen

orbital L, momen spin S dan momen total J untuk suatu atom dari konfigurasi

elektronnya dan kulit yang tidak terisi.

Aturan Hund dapat diterapkan pada elektron dalam kulit partikel untuk

menjelaskan keadaan dasar suatu atom. Tiga aturan berlaku untuk momen spin S,

momen orbital L, dan momen total J untuk masing-masing atom. Elektron mengisi

keadaan yang tersedia dengan mengikuti aturan berikut :

1. Total momen spin atomik maksimum yang diperbolehkan adalah S = Ʃ ms

diperoleh tanpa melanggar prinsip larangan Pauli.

2. Total momen orbital maksimum L = Ʃ ml .

3. Jika kulit atom terisi kurang dari setengah penuh maka momen total

J = |L – S| , jika terisi lebih dari setengah penuh J = |L + S|. Ketika kulit tepat

terisi setengah penuh L = 0 maka J = S .

Hal ini berarti bahwa elektron akan mengisi suatu kulit atom dengan semua spin

sejajar. Elektron tersebut juga akan mulai mengisi keadaan dengan momen orbital

terbesar kemudian diikuti momen orbital yang lebih kecil, begitu seterusnya.

Momen magnetik per satuan volume adalah perkalian antara jumlah atom per

satuan volume n dengan momen magnetik m dari setiap molekul. Kondisi ini disebut

dengan magnetisasi saturasi Ms yang dirumuskan dengan

Ms = nm (2.14)

8

Pendekatan lain untuk memahami konsep tentang momen magnetik ini dapat

digambarkan dengan sebuah magnet dengan kutub-kutub berkekuatan p terletak

berdekatan satu sama lain terpisah sejauh l. Kemudian magnet tersebut diletakkan pada

sudut θ terhadap suatu medan magnet seragam H. Sehingga torsi bekerja pada magnet

untuk menyearahkan magnet agar sejajar dengan medan. Ilustrasi dari kondisi ini

ditunjukkan oleh Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Sebatang magnet yang berada pada medan magnet seragam

(Cullity dan Graham, 2009)

Total momen gaya pada gambar 2.2 dapat ditunjukkan pada persamaan (2.15)

(푝퐻 sin휃) + (푝퐻 sin 휃) = 푝퐻푙 sin 휃 (2.15)

Saat nilai H = 1 Oe dan 휃 = 90o, besarnya momen gaya ditunjukkan pada persamaan

(2.16)

m = pl (2.16)

dengan m adalah momen magnetik. Ini adalah momen gaya yang bekerja pada magnet

yang ditempatkan pada medan magnet seragam sebesar 1 Oe.

+p

- p

H

F = pH

F = pH

θ

푙2

9

Pada Gambar 2.2 batang magnet tersebut tidak sejajar dengan medan magnet,

sehingga harus mempunyai suatu energi potensial Ep tertentu relatif terhadap posisi

sejajar. Usaha yang dilakukan untuk memutar batang magnet melalui sudut sebesar dθ

melawan medan ditunjukkan pada persamaan (2.17)

푑퐸 = 2(푝퐻 sin휃) 푑휃 = 푚퐻 sin 휃푑휃 (2.17)

Sehingga pada posisi θ = 90o nilai energinya adalah nol. Sehingga persamaan energi

potensial dapat ditunjukkan dengan persamaan (2.18)

퐸 = ∫ 푚퐻 sin 휃푑휃 = −푚퐻 cos휃 (2.18)

Energi potensial Ep bernilai – mH ketika magnet sejajar dengan medan luar,

bernilai nol ketika membentuk sudut 90o, dan bernilai + mH ketika magnet berada pada

posisi sejajar dalam arah yang berlawanan. Momen magnetik m adalah sebuah vektor

yang digambarkan dari kutub selatan ke kutub utara (Cullity dan Graham, 2009).

Momen magnetik per satuan volume disebut dengan magnetisasi M. Hubungan

antara momen mgnetik m dengan magnetisasi M ditunjukkan pada persamaan (2.19)

M = m / V (2.19)

Sebatang magnet dengan rapat fluks Φ di bagian pusat, panjang dipole l dan luas

penampang A mempunyai momen magnetik m sebesar m = Φl/µ0. Sehingga magnetisasi

M sebesar M = m/Al , sehingga hubungan antara magnetisasi M dengan medan magnet

luar ditunjukkan pada persamaan (2.20)

M = Φ/µ0A = B/µ0 (2.20)

Dalam kasus ini tidak ada arus listrik untuk menghasilkan medan magnet

sehingga B = µ0M. Jika magnetisasi dan medan magnet keduanya muncul maka

kontribusi keduanya dapat dijumlahkan (Jiles, 1998), ditunjukkan pada (2.21)

B = H + 4πM (2.21)

10

B. Klasifikasi Bahan Magnetik

Klasifikasi bahan magnetik dapat dikelompokkan berdasarkan suseptibilitas

magnetiknya didefinisikan menurut persamaan (2.22) (Jiles, 1998)

χ = M / H (2.22)

Berdasar persamaan (2.22), bahan magnetik dapat dklasifikasi menjadi

dimagnetik, paramagnetik, ferromagnetik, ferrimagnetik dan antiferromagnetik.

Pada bahan diamagnetik, ketika tidak ada medan luar momen magnetiknya nol.

Jika diberi pengaruh medan luar maka bahan tersebut akan menghasilkan momen

magnetik dengan arah yang berlawanan. Jika medan luar diperbesar maka momen

magnetik juga akan semakin besar dalam arah yang berlawanan. Menurut konsep

suseptibilitas, bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki suseptibilitas yang

kecil dan negatif, χ ≈ - 10-5 . Respon magnetiknya melawan medan magnetik luar yang

menginduksinya.

Pada bahan paramagnetik terdapat momen magnetik namun sangat lemah dan

energi panas menyebabkan arah momen magnetik tersebut menjadi acak. Sehingga pada

umumnya bahan paramagnetik tidak memiliki momen magnetik tanpa adanya medan

luar yang mempengaruhi. Jika terdapat medan luar yang mempengaruhi maka momen

magnetik akan memiliki arah yang sama dengan arah medan luar tersebut. Namun

hanya sebagian kecil saja yang menjadi searah. Hal ini disebabkan karena pada bahan

paramagnetik energi panas memiliki pengaruh yang relatif lebih besar daripada energi

magnetik yang diberikan. Bahan paramagnetik memiliki suseptibilitas yang kecil dan

positif, χ ≈ 10-3 – 10-5 .

Bahan ferromagnetik memiliki magnetisasi spontan yang sangat kuat. Momen

magnetik atom-atomnya saling mempengaruhi antara satu dengan lain meskipun tidak

ada medan luar. Sehingga akan menghasilkan medan magnetik internal permanen yang

sangat kuat. Bahan ferromagnetik memiliki suseptibilitas yang besar dan positif, χ ≈ 50

– 10.000.

Berdasarkan kemudahan untuk dimagnetisasi dan didemagnetisasi, bahan-bahan

magnetik dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bahan softmagnetic dan

hardmagnetic. Bahan softmagnetic adalah bahan-bahan magnetik yang mudah untuk

dimagnetisasi dan didemagnetisasi. Sedangkan bahan hardmagnetic adalah bahan-bahan

11

magnetik yang sulit untuk dimagnetisasi dan didemagnetisasi (Cullity dan Graham,

2009).

Karakteristik yang membedakan bahan softmagnetic dengan bahan

hardmagnetic adalah permeabilitasnya yang tinggi. Hubungan antara permeabilitas

bahan softmagnetik dengan medan magnetik mirip seperti hubungan antara

konduktifitas logam dengan arus listrik (Coey, 2009). Secara metematis, permeabilitas

magnetik µ menunjukkan rasio antara rapat fluks magnetik B dengan medan magnet H,

ditunjukan oleh persamaan (2.23) (Cullity dan Graham, 2009)

휇 = 푩푯

(2.23)

Jika dihubungkan dengan persamaan (2.21) dan (2.22), induksi magnet B dapat

dinyatakan dengan B = (1 + 4π χ) H. Seingga permeabilitas dapat dinyatakan pula

dengan persamaan (2.24)

µ = (1 + 4π χ) (2.24)

Karena memiliki permeabilitas yang tinggi inilah bahan softmagnetic menjadi

kandidat kuat dalam penerapan untuk pembuatan sensor. Sensor magnetik dengan

menggunakan bahan softmagnetic ini diyakini mampu mendeteksi medan magnet yang

sangat kecil (~0,1 nT) (Liu et al,. 2009).

Salah satu bahan softmagnetic yang sering digunakan adalah campuran nikel-

besi (Ni-Fe) yang mengandung 50 – 80% Ni, yang secara luas dikenal dengan sebutan

permalloy (Culity dan Graham, 2009). Secara umum, bahan yang dipilih untuk

pembuatan sensor magnetik adalah bahan dengan resistivitas rendah, permeabilitas

magnet tinggi, magnetisasi saturasi tinggi, dan parameter redaman yang rendah (Phan

dan Peng, 2008).

Pada bahan magnetik berbentuk kawat, permeabilitas bahan magnetik

dipengaruhi oleh medan magnetik luar. Dengan memberikan medan magnetik luar yang

tegak lurus dengan sumbu kawat dapat meningkatkan permeabilitas bahan magnetik

berbentuk kawat. Hal ini disebabkan karena meningkatnya perpindahan dinding

12

domain (domain wall) atau proses magnetisasi dalam arah melingkar (Phan & Peng,

2008).

Sebaliknya, dengan memberikan medan magnetik luar yang sejajar dengan

sumbu kawat juga akan sedikit meningkatkan permeabilitas kawat ketika medan

magnetik luar tersebut lebih kecil dari medan pembalik (switching field). Namun jika

medan magnetik luar terlalu besar akan menurunkan permeabilitas bahan.

C. Domain Magnetik dan Domain Wall

Domain magnetik merupakan daerah dimana momen magnetik mempunyai

orientasi atau arah yang sama (Coey, 2009). Dalam pembahasan tentang bahan

magnetik, konsep domain ini sangat penting. Pemahaman mengenai domain ini bermula

dari munculnya fenomena yang menunjukkan bahwa beberapa bahan menunjukkan

magnetisasi spontan yang kuat meskipun dengan perlakuan medan luar yang kecil.

Beberapa sifat magnetik yang kuat ditemukan karena adanya magnetisasi spontan.

Mekanisme dibalik munculnya magnetisasi spontan ini pertama kali diutarakan

oleh Pierre Weiss pada 1907. Dia mengasumsikan bahwa terdapat suatu medan efektif

yang disebut medan molekular (molecular field). Medan molekular ini mencoba untuk

menyearahkan arah spin tetangganya agar menjadi searah satu dengan yang lain.

Selanjutnya, Heisenberg mengidentifikasi medan molekular ini sebagai efek pertukaran

mekanika kuantum (quantum-mechanical exchange effect). Medan molekular ini sangat

kuat sehingga dapat memagnetisasi material hingga jenuh meskipun tidak ada perlakuan

medan luar. Setiap domain dapat termagnetisasi spontan hingga mencapai magnetisasi

jenuh, namun jika arah magnetisasi setiap domain berbeda akan menyebabkan

magnetisasi untuk keseluruhan daerah pada bahan magnetik tersebut menjadi nol

(Yaying, 2003). Gambaran skematik domain magnetik ditunjukkan oleh Gambar 2.3

Gambar 2.3. Gambaran skematik domain magnetik.

Domain magnetik Dinding magnetik

13

Struktur domain suatu bahan magnetik satu dengan yang lain berbeda-beda.

Sehingga proses magnetisasi dan sifat kemagnetan bahan magnet juga berbeda-beda.

Untuk bahan magnet berbentuk kawat terdapat dua model struktur domain magnetik.

Struktur domain yang pertama adalah pada inti silindernya membujur (longitudinal easy

axis) dan radial di bagian kulitnya. Struktur domain untuk jenis kawat ini ditunjukkan

oleh Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Struktur domain magnetik membujur di bagian inti dan radial di bagian

kulit (Phan dan Peng, 2008).

Model struktur domain magnetik berikutnya adalah anisotropi di kulit luar

melingkar sedangkan anisotropi di inti kawat tegak lurus dengan sumbu kawat. Struktur

domain magnetik seperti ini ditunjukkan oleh Gambar 2.4. Struktur domain yang

demikian ini juga berlaku untuk kawat hasil elektrodeposisi, namun bagian inti kawat

adalah bahan konduktor non-magnetik (Phan dan Peng, 2008).

Gambar 2.5. Struktur domain magnetik di bagian inti tegak lurus dan melingkar di

bagian kulit (Phan dan Peng, 2008).

Selain domain magnetik, juga terdapat domain yang merupakan hasil interaksi

antar domain magnetik. Domain ini disebut dengan domain walls. Domain walls ini

14

juga muncul pada transisi arah spin up menjadi arah spin down dan kebanyakan

perubahan magnetik di bawah pengaruh medan magnetik luar muncul pada domain

walls, sehingga pemahaman tentang domain walls ini sangat penting untuk

menggambarkan proses magnetisasi (Jiles, 1998). Domain walls dengan lebar W yang

terletak diantara dua domain magnetik secara skematik ditunjukkan oleh Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Gambar skematik domain wall (Bloch Walls) (Jiles, 1998)

D. Histeresis pada Ferromagnetik

Histeresis menggambarkan proses magnetisasi reversal pada bahan magnetik

dari kondisi awal yang tidak termagnetisasi kemudian diinduksi oleh medan magnetik

luar sehingga membentuk kurva histeresis. Tipikal kurva histeresis untuk soft

ferromagnetik dan hard ferromagnetic ditunjukkan oleh Gambar 2.7(a) dan 2.7(b).

Gambar 2.7. Tipikal kurva histeresis (a) Soft ferromagnetic & (b) Hard ferromagnetik

(Greiner, 1998).

(1)

(2)

(3)

(a) (b)

(4)

15

Pada Gambar 2.7(b), mula-mula bahan magnetik dalam keadaan tidak

termagnetisasi (H = 0, M = 0), kemudian diberi medan magnet pengimbas dengan kuat

medan H yang ditingkatkan mengikuti garis putus-putus yang disebut dengan juvenile

curve. Hal ini menyebabkan bahan magnetik mencapai kondisi saturasi (1). Kuat medan

H yang menyebabkan bahan magnetik mencapai saturasi adalah Msat. Pada kondisi

saturasi ini seluruh momen magnetik telah disearahkan sesuai dengan arah medan

magnet pengimbas. Jika medan pengimbas tersebut kemudian diperkecil hingga nol,

atau dengan kata lain medan pengimbas dihilangkan, masih terdapat medan sisa

(magnetik remanen) pada bahan magnetik (2). Untuk menghilangkan medan sisa ini

diperlukan medan magnet luar dengan kuat medan tertentu dengan arah yang

berlawanan dengan arah semula, sehingga M = 0 (3). Jika medan magnet luar ini terus

diperbesar, maka momen magnetik mulai berbalik arah dan akhirnya mencapai kondisi

saturasi dengan arah yang berlawanan (4). Medan yang diperlukan untuk

menghilangkan magnetisasi sisa dan membalik arah magnetisasi ini disebut dengan

medan koersif (Hc). Sedangkan untuk bahan soft ferromagnetik tidak terdapat magnetik

remanen dan medan koersifnya sangat kecil (Greiner, 1998).

E. Medan Demagnetisasi (Hd) dan Faktor Demagnetisasi (Nd)

Suatu medan magnet H dapat dihasilkan oleh arus listrik atau oleh kutub

magnet. Jika medan magnet dihasilkan oleh arus listrik, maka garis-garis medan magnet

kontinu dan membentuk loop tertutup. Namun jika medan magnet dihasilkan dari kutub

magnet, maka garis-garis medan magnet keluar dari kutub utara menuju ke kutub

selatan.

Misal suatu sampel yang termagnetisasi oleh medan yang diaplikasikan dari kiri

ke kanan dan kemudian medan tersebut dihilangkan, maka kutub utara akan terbentuk di

ujung sebelah kanan dan kutub selatan terbentuk di ujung sebelah kiri. Sehingga medan

magnet keluar secara radial dari kanan ke kiri. Medan tersebut merupakan medan yang

berada di luar dan di dalam sampel yang termagnetisasi. Dengan demikian terdapat

medan yang berlawanan dengan magnetisasi yang disebut dengan medan demagnetisasi.

Medan demagnetisasi (Hd) bekerja dalam arah berlawanan dengan magnetisasi

M yang menghasilkannya. Hubungan antara medan demagnetisasi dengan magnetisasi

bahan ditunjukkan oleh persamaan (2.25)

Hd = – NdM (2.25)

16

Dimana Nd adalah faktor demagnetisasi atau koefisien demagnetisasi yang sangat

bergantung pada bentuk geometri sampel. Nilai faktor demagnetisasi pada beberapa

bentuk sampel ditunjukkan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1. Faktor demagnetisasi pada beberapa bentuk geometri sampel (Jiles, 1998)

Bentuk geometri Faktor demagnetiasi Nd Toroid Silinder panjang Silinder l/d = 20 Silinder l/d = 10 Silinder l/d = 8 Silinder l/d = 5 Silinder l/d = 1 Bola

0 0

0,00617 0,0172

0,02 0,040 0,27 0,33

Pada bahan berbentuk kawat, medan efektif Heff yang bekerja pada kawat

merupakan penjumlahan dari medan luar yang diterapkan Happ pada bahan dan medan

demagnetisasi Hd. Pernyataan ini dapat dituliskan dengan persamaan (2.26) (Vazquez,

2002)

Heff = Happ – Hd = Happ – NdM (2.26)

dengan Nd merupakan faktor demagnetisasi. Untuk bahan berbentuk kawat atau bentuk

geometri silinder, faktor demagnetisasi Nd pada silinder merupakan rasio antara panjang

l dengan diameter d. Semakin besar rasio l/d maka semakin kecil faktor

demagnetisasinya, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1. Untuk menghilangkan efek

medan demagnetisasi ini diperlukan kawat yang cukup panjang. Namun untuk kawat

yang pendek efek medan demagnetisasi secara substansial akan selalu muncul.

F. Impedansi dan Magnetoimpedansi

Nilai impedansi suatu bahan ditentukan berdasarkan persamaan (2.27)

푍 = √푅 + 푋 (2.27)

17

dengan R adalah resistansi dan X adalah reaktansi. Satuan impedansi adalah Ohm.

Dengan demikian impedansi bergantung pada resistansi, reaktansi, dan frekuensi

(karena reaktansi bergantung pada frekuensi) (Halliday dan Resnick, 2009). Sedangkan

magnetoimpedansi adalah perubahan impedansi pada bahan magnetik yang dialiri arus

AC karena pengaruh medan magnet luar (Cortes et al., 2015). Fenomena

magnetoimpedansi ini secara grafis ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Grafik magnetoimpedansi yang menunjukkan perubahan impedansi

sebagai fungsi medan magnet luar (Phan dan Peng, 2008).

Penentuan rasio magnetoimpedansi menggunakan persamaan (2.28)

%100)(

(%)max

max0

H

HH

ZZZ

ZZ

(2.28)

dengan (%)/ ZZ adalah rasio magnetoimpedansi, ZH0 adalah impedansi ketika tidak

ada medan magnetik luar, dan ZHmax adalah impedansi ketika medan magnet eksternal

mencapai maksimum. Impedansi maksimum dicapai pada saat tidak ada medan magnet

eksternal yang diaplikasikan pada bahan dan berangsur-angsur menurun dengan

meningkatnya medan magnet luar (Uppili dan Daglen, 2013).

Dalam perkembangan kajian tentang magnetoimpedansi ini disimpulkan bahwa

magnetoimpedansi dipengaruhi oleh geometri sampel (Phan dan Peng, 2008), panjang

18

sampel (Vazquez et al., 2002), diameter sampel (Garcia et al., 2005), ketebalan sampel

(Zhong et al., 2008) dan frekuensi arus AC yang mengalir pada sampel (Sinnecker et

al., 2000). Untuk pengukuran magnetoimpedansi pada kawat konduktor magnetik

ditunjukkan pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Skema pengukuran magnetoimpedansi pada kawat konduktor

(Chaturvedi et al., 2010).

Sesuai Gambar 2.9, impedansi Z pada konduktor magnetik diberikan sebagai

rasio Vac / Iac, dimana Iac adalah ampiltudio arus AC yang melaui konduktor dan Vac

adalah tegangan yang terukur diantara ujung-ujung konduktor. Sehingga untuk kawat

konduktor magnetik dengan panjang l dan luas penampang q, impedansi Z dapat

dinyatakan dengan persamaan (2.29)

푍 = = ⟨ ⟩

= 푅⟨ ⟩

(2.29)

dengan E adalah medan listrik, j adalah rapat arus dan Rdc adalah hambatan dc.

Sedangkan ⟨푗⟩ adalah rata-rata nilai pada penampang q. Lebih lanjut, jika dikaitkan

dengan keberadaan efek kulit (skin effect), perhitungan tentang impedansi untuk kawat

konduktor magnetik berbentuk silinder secara khusus dinyatakan dengan persamaan

(2.30)

Z = Rdc krJ0(kr) / 2J1(kr) (2.30)

19

dengan Rdc adalah hambatan dc, r adalah jari-jari kawat, dan k = (1 + j) / δ dengan j

adalah bagian imaginer, J0 dan J1 merupakan fungsi Bessel orde 1, dan δ adalah

kedalaman penetrasi pada suatu medium magnetik yang akan dijelaskan selanjutnya.

G. Skin Depth

Skin depth merupakan kedalaman di bawah permukaan kawat konduktor dimana

nilai B atau H turun 37% dari nilainya di permukaan kawat (Culity & Graham, 2009).

Pada bahan soft magnetic perubahan impedansi dipengaruhi oleh perubahan skin depth,

dimana skin depth sendiri dipengaruhi oleh permeabilitas bahan magnetik yang

ditunjukkan oleh persamaan (2.31)

f 1 (2.31)

dengan σ adalah konduktifitas bahan, µ adalah permeabilitas magnetik dan f adalah

frekuensi arus AC (Mishra et al., 2011).

Frekuensi arus AC pada kajian fenomena magnetoimpedansi ini dibagi menjadi

tiga daerah, yaitu frekuensi rendah, sedang, dan tinggi. Daerah frekuensi rendah adalah

di bawah 1 MHz (f ≤ 1 MHz). Pada rentang ini pengaruh skin depth sangat lemah.

Perubahan impedansi pada bahan akibat adanya pengaruh medan magnet luar terutama

dipengaruhi oleh induktansi bahan yang bersesuaian dengan permeabilitas

circumferential untuk bahan berbentuk kawat.

Daerah frekuensi sedang adalah 1 MHz hingga 1 GHz (1 MHz ≤ f < 1 GHz).

Pada rentang ini magnetoimpedansi dapat mencapai puncak pada frekuensi 1 – 10 MHz

sebagai konsekuensi dari kontribusi pergerakan domain wall dan rotasional magnetisasi.

Penurunan magnetoimpedansi pada frekuensi yang lebih tinggi disebabkan karena

munculnya arus eddy yang meredam pergerakan domain wall, sehingga hanya

rotasional magnetisasi saja yang berkontribusi pada mganetoimpedansi.

Daerah frekuensi tinggi adalah di atas 1 GHz (1GHz ≤ f ). Pada rentang

frekuensi ini magnetoimpedansi dipengaruhi oleh efek gyromagnetik dan relaksasi

feromagnetik. Magnetoimpedansi maksimum bergeser ke arah medan yang lebih tinggi

20

(2.32)

dimana bahan telah mengalami magnetisasi saturasi. Arus yang mengalir pada bahan

terkonsentrasi di dekat permukaan bahan (Peng et al, 2015).

Berdasarkan persamaan (2.28) dan (2.29), magnetoimpedansi dapat dipahami

sebagai konsekuensi dari peningkatan skin depth hingga mencapai jari-jari kawat

melalui penurunan permeabilitas circumferential kawat konduktor di bawah pengaruh

medan magnet searah. Untuk mendapatkan nilai magnetoimpedansi yang besar perlu

untuk mengurangi skin depth dengan cara memilih bahan magnetik yang mempunyai

permeabilitas besar. Hal ini jelas menunjukkan bahwa permeabilitas yang semakin besar

akan mengurangi skin depth yang ditingkatkan oleh medan magnet luar. Fenomena ini

ditunjukkan oleh gambar 2.10 (Phan dan Peng, 2008).

Gambar 2.10. Ketergantungan antara skin depth dan permeabilitas dengan medan

magnet luar (Phan dan Peng, 2008).

Dalam kenyataannya, komponen real dan imajiner dari impedansi Z berubah

dengan penerapan medan magnet luar searah, HDC. Pada komponen in-plane atau

resistansi R, pada kawat konduktor dapat ditunjukkan dengan persamaan (2.32).

푅 = ( )

Dengan ρ adalah resistivitas atau hambatan jenis bahan, l adalah panjang kawat

konduktor, r adalah jari-jari kawat konduktor dan δ adalah skin depth. Persamaan (2.32)

memberikan pengertian bahwa perubahan skin depth yang disebabkan oleh medan

magnet luar searah, HDC, melalui permeabilitas bahan akan merubah resistansi bahan

21

begitu pula impedansinya. Sehingga skin depth dapat dievaluasi sebagai fungsi medan

magnet melalui pengukuran nilai resistansi R. Oleh karena itu, perubahan pada R

berperan untuk merubah impedansi Z begitu pula pada magnetoimpedansi.

H. Impedansi pada Sistem Multi Lapisan (Multilayer System)

Pembuatan sampel dengan sistem multi lapisan bahan magnetik (multilayer

system) terbukti mampu meningkatan magnetoimpedansi (Volchkov et al., 2011;

Chaturvedi et al., 2014). Sistem multi lapisan ini terdiri dari dua lapis bahan magnetik

identik yang disisipi oleh lapisan konduktif non-magnetik (Fernandez et al., 2012).

Ilustrasi dari sistem multi lapisan dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Skema sistem multi lapisan yang terdiri atas dua lapisan magnetik (NiFe)

dengan tebal d2 yang disisipi oleh lapisan konduktif non-magnetik (Cu) dengan tebal d1

(Fernandez et al., 2012).

Fenomena magnetoimpedansi pada struktur multi lapisan disebabkan karena

adanya perbedaan resistansi antara lapisan magnetik dan lapisan konduktif. Ketika arus

AC I = I0 exp (– jωt) mengalir maka sebagian besar arus akan mengalir pada lapisan

konduktif, yang disebabkan karena konduktifitas lapisan konduktif lebih besar daripada

konduktifitas lapisan magnetik. Pada kondisi ini efek dari skin depth dapat dihilangkan

karena pengaruh dari ketebalan lapisan konduktif dan lapisan magnetik. Dengan

demikian, impedansi pada struktur multilapisan dapat dinyatakan oleh persamaan

(2.33).

Z = R – jωΦ/cI (2.33)

l

b

d2

d1

NiFe

NiFe Cu

22

dengan R adalah resistansi dari lapisan konduktif, Φ adalah fluks magnetik yang

dihasilkan oleh arus AC ketika mengalir pada lapisan magnetik, c adalah kecepatan

cahaya, dan I adalah arus AC yang mengalir. Resistansi (R) sendiri diyatakan persamaan

(2.34).

R = l / 2σ1d1b (2.34)

dengan l adalah panjang lapisan, σ1 konduktifitas lapisan konduktif, d1 ketebalan lapisan

konduktif, dan b adalah lebar lapisan.

Jika diasumsikan lapisan memiliki panjang tak hingga, maka medan magnet di

dalam lapisan magnetik adalah seragam, sehingga fluks magnetiknya adalah dapat

ditunjukkan dengan persamaan (2.35)

휙 = (휇ℎ) 푑 푙 (2.35)

dengan µ adalah permeabilitas dan d2 adalah tebal lapisan magnetik. Pada umumnya

medan magnet h memiliki komponen ke arah sumbu y dan x. Nilai dari komponen pada

sumbu y memiliki hubungan dengan arus yaitu hy = 2 πI / cb, dan hubungan antara hy

dan hx ditentukan dengan kondisi bahwa nilai dari fluks magnetik ke arah sumbu x

adalah nol, yang bersesuaian dengan persamaan (2.36)

Φ = µyyhyd2l = µyyd2(2 πI / cb) (2.36)

sehingga impedansi pada sistem multi lapisan dapat dinyatakan dengan persamaan

(2.37)

푍 = 푅 (1 − 2푗휇 ) (2.37)

dengan δ1 = c / 2휋휎 휔, merupakan skin depth yang berada di dalam lapisan konduktif.

Persamaan (2.37) menunjukkan bahwa rasio magnetoimpedansi dapat menjadi lebih

besar pada konfigurasi multi lapisan walaupun diaplikasikan pada frekuensi rendah

(Panina & Makhnovskiy, 2003).

23

I. Arus Eddy

Untuk memahami konsep arus Eddy dapat dijelaskan dengan Gambar 2.12.

Gambar 2.12. Sebuah bahan magnet diliit dengan kawat kondutor berarus listrik

Digambarkan sebuah batang silinder magnet dililit dengan kawat konduktor

yang berarus listrik iw. Arus ini akan menyebabkan timbulnya medan Ha disepanjang

sumbu bahan magnet dan seragam di seluruh bagain tampang lintang batang magnet

tersebut. Medan Ha ini akan memagnetisasi bahan magnet sehingga akan menghasilkan

suatu medan induksi B yang akan meningkat seiring dengan peningkatan kuat medan

Ha. Selain itu, medan Ha ini juga akan membangkitkan suatu arus dengan arah berputar

yang disebut dengan arus Eddy iec. Selanjutnya munculnya arus Eddy ini akan

menghasilkan suatu medan Hec yang sejajar namun berlawanan arah dengan medan

awal Ha yang membangkitkan arus Eddy tersebut.

Pada kondisi ini gaya gerak listrik e dapat dinyatakan dengan persamaan (2.38)

e = – A dB/dt (2.38)

dengan A adalah luas penampang batang silinder magnet (π r2), B adalah induksi

magnetik dan t adalah waktu. Yang perlu diperhatian bahwa gaya gerak listrik e ini akan

diinduksikan di semua bahan, baik itu bahan magnet atau non-magnet. Selain itu gaya

gerak listrik e akan semakin besar untuk bahan dengan permeabilitas µ yang besar. Hal

ini disebabkan karena gaya gerak listrik e bergantung pada dB/dt dan dengan

memperhatikan kembali persamaan B = µH, sehingga arus Eddy menjadi semakin kuat

24

pada bahan softmagnetik yang mempunyai permeabilitas yang besar. Berikutnya arus

Eddy juga semakin besar untuk bahan dengan resistivitas yang kecil.

Sesuai dengan Gambar 2.12, arus Eddy mengalir melalui tampang lintang batang

silinder magnet membentuk serangkaian cincin lingkaran konsentris. Disetiap cincin

arus Eddy menghasilkan medan Hec yang sejajar namun berlawanan arah dengan medan

dari arus luar. Sehingga medan oleh arus Eddy yang paling kuat adalah di tengah-tengah

batang magnet dan semakin melemah pada bagian permukaan batang magnet.

Penggambaran total medan sebenarnya yang terjadi di sepanjang batang magnet dapat

ditampilkan pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13. Penggambaran total medan pada batang magnet dengan pengaruh medan arus eddy.

Dengan ilustrasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13, dapat dipahami

bahwa medan yang dihasilkan oleh arus eddy Hed seakan-akan melindungi bahan

magnet di bagian interior dari pengaruh medan magnet luar. Akibatnya proses

magnetisasi dibagian interior batang dipelambar oleh arus Eddy. Sehingga medan

demagnetisasi Hd awal lebih kecil dari nilai akhirnya, dan kuat medan H pada

permukaan batang pada kondisi awal lebih besar dari kondisi akhirnya karena tidak

dilindungi oleh arus Eddy. Akibatnya pada lapisan permukaan menjadi lebih cepat

untuk dimagnetisasi (Cullity dan Graham, 2009). Dengan demikian medan efektif yang

bekerja pada bahan magnet akhirnya dapat dinyatakan oleh persamaan (2.39).

∆Heff = ∆Happ – M ∆Nd (2.39)

diameter

Ha Hec Htot

25

J. Redaman Arus Eddy

Redaman arus Eddy disebabkan oleh medan arus Eddy Hec yang dihasilkan oleh

arus Eddy disekitar pergerakan domain wall seperti yang ditunjukkan pada Gambar

2.14.

Gambar 2.14. Ilustrasi proses terjadinya redaman arus Eddy pada bahan magnetik.

Medan luar Ha yang diaplikasikan pada bahan magnetik menggerakkan dinding

domain dari 1 ke 2, perubahan fluks magnetik di daerah yang terkena medan luar

menginduksi gaya gerak listrik yang menyebabkan arus Eddy dan menghasilkan medan

arus Eddy Hec yang mempunyai arah berlawanan dengan arah medan luar yang

diaplikasikan Ha. Karena medan yang sesungguhnya memberikan aksi pada dinding

sekarang menjadi lebih kecil dari Ha, maka kecepatan pergerakan dinding domain

menjadi lebih lambat jika dibandikan apabila tidak ada arus Eddy, dengan kata lain

pergerakan dinding domain teredam ole arus Eddy. Untuk memfokuskan pemahaman,

pada skala besar, arus Eddy yang muncul pada bahan magnetik disebut dengan arus

Eddy makro. Sedangkan arus Eddy yang berhubungan dengan pergerakan domain wall

disebut dengan arus Eddy mikro.

Adanya hubungan antara arus Eddy mikro dengan pergerakan domain wall ini

menghasilkan ketergantungan frekuensi dengan permeabilitas seperti yang ditunjukkan

pada persamaan (2.29) yang menggambarkan pergerakan domain wall teredam yang

dicirikan dengan suatu frekeunsi relaksasi. Dalam kenyataannya, proses magnetisasi

dapat muncul bukan hanya akibat dari pergerakan dinding domain tetapi juga karena

rotasi spin. Pada umumnya, relaksasi dari magnetisasi rotasi lebih cepat dari pada

26

pergerakan dinding domain. Pada frekuensi yang cukup rendah, penurunan

permeabilitas dengan frekuensi adalah berhubungan dengan pergerakan dinding domain

yang teredam akibat dari arus eddy.

Pada frekuensi rendah (di bawah 1 MHz), ketergantungan antara medan magnet

luar dengan impedansi sebanding dengan permeabilitas circumferntial. Hal ini juga

menandai pula bahwa kerugian arus eddy pada sampel berbentuk kawat lebih kecil

karena memiliki struktur domain sirkular.

K. Karakteristik Permalloy Ni80Fe20 dan Cu

Permalloy Ni80Fe20 merupakan bahan magnetik yang dibuat dari campuran

logam nikel dan besi dengan kadar nikel 80% dan besi 20%. Dari berbagai logam

campuran nikel-besi, permalloy mempunyai permeabilitas paling besar (300.000) dan

medan koersif yang kecil (0,02 Oe) sehingga mudah untuk dimagnetisasi. Karena

memiliki permeabilitas yang besar inilah permalloy Ni80Fe20 adalah bahan magnetik

yang banyak digunakan untuk pembuatan sensor magnetik.