bab ii tinjauan pustaka a. landasan teori 1. hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/agung anggoro...

29
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasi a. Pengertian Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2009). Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan masalah besar dan menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini, 2004). Hospitalisasi juga dapat diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab anak dirawat di rumah sakit (Stevens, 1999). b. Dampak Hospitalisasi Pada Anak Reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap di rumah sakit bereda- beda pada masing-masing individu. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Perkembangan usia anak merupakan salah satu Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Upload: others

Post on 07-Dec-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Hospitalisasi

a. Pengertian

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak

sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak

berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu

rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi

anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong,

2009).

Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana

atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit

untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

rumah sakit tetap merupakan masalah besar dan menimbulkan

ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini, 2004). Hospitalisasi juga dapat

diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab

anak dirawat di rumah sakit (Stevens, 1999).

b. Dampak Hospitalisasi Pada Anak

Reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap di rumah sakit

bereda- beda pada masing-masing individu. Hal tersebut dipengaruhi

oleh beberapa faktor. Perkembangan usia anak merupakan salah satu

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

11

faktor utama yang dapat mempengaruhi reaksi anak terhadap sakit dan

proses perawatan. Reaksi anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai

tingkat perkembangan anak (Supartini, 2004). Menurut Sacharin,

semakin muda anak semakin sukar baginya untuk menyesuaikan diri

dengan pengalaman dirawat di rumah sakit. Hal ini tidak berlaku

sepenuhnya bagi bayi yang masih sangat muda, walaupun tetap dapat

merasakan adanya pemisahan. Selain itu, pengalaman anak

sebelumnya terhadap proses sakit dan dirawat juga sangat

berpengaruh. Apabila anak pernah mengalami pengalaman tidak

menyenangkan dirawat di rumah sakit sebelumnya akan menyebabkan

anak takut dan trauma. Sebaliknya apabila anak dirawat di rumah sakit

mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan anak akan lebih

kooperatif pada perawat dan dokter (Supartini, 2004).

Akibat dari hospitalisasi akan berbeda-beda pada anak bersifat

individual dan sangat tergantung pada tahapan perkembangan anak.

Anak usia prasekolah menerima keadaan masuk rumah sakit dengan

sedikit ketakutan. Selain itu ada sebagian anak yang menganggapnya

sebagai hukuman sehingga timbul perasaan malu dan bersalah. Ada

beberapa diantaranya akan menolak masuk rumah sakit dan secara

terbuka menangis tidak mau dirawat. Jika anak sangat ketakutan, anak

dapat menampilkan perilaku agresif, dari menggigit, menendang

nendang, hingga berlari keluar ruangan. Ekspresi verbal yang

ditampilkan seperti dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

12

bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan pada orang tua.

Anak pada usia pra sekolah membayangkan dirawat di rumah sakit

merupakan suatu hukuman, dipisahkan, merasa tidak aman dan

kemandiriannya terlambat (Wong, 2009).

Biasanya anak akan melontarkan beberapa pertanyaan karena

bingung dan anak tidak mengetahui keadaan di sekelilingnya. Selain

itu, anak juga akan menangis, bingung, khususnya bila keluar darah

atau mengalami nyeri pada anggota tubuhnya. Ditambah lagi, beberapa

prosedur medis dapat membuat anak semakin takut, cemas, dan stres.

Reaksi anak usia prasekolah terhadap perpisahan adalah kecemasan

karena berpisah dengan lingkungan yang nyaman, penuh kasih sayang,

lingkungan bermain, permainan, dan teman bermain. Reaksi

kehilangan kontrol anak merasa takut dan khawatir serta mengalami

kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan tubuh dan nyeri dengan

menggigit bibir dan memegang sesuatu yang erat (Wong, 2009)

2. Insersi Intravena

a. Pengertian

Terapi cairan intravena merupakan pemberian cairan untuk

penggantian cairan, pemberian obat, dan penyediaan nutrien jika tidak

ada pemberian dengan cara lain (Smeltzer & Bare, 2006). Terapi

intravena diberikan untuk memperbaiki atau mencegah

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada penyakit akut dan kronis

dan juga digunakan untuk pemberian obat intravena (Potter dan Perry,

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

13

2005). Terapi intravena merupakan tindakan keperawatan yang

dilakukan dengan cara memasukkan cairan melalui intravena dengan

bantuan infus set yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan

elektrolit tubuh (Tamsuri, 2007).

Umumnya cairan intravena diberikan untuk mencapai satu atau

lebih tujuan berikut ini:

1) Untuk menyediakan cairan elektrolit, dan nutrien untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari.

2) Untuk menggantikan air dan memperbaiki kekurangan elektrolit

3) Untuk menyediakan suatu medium untuk pemberian obat secara

intravena (Smeltzer & Bare, 2006).

b. Jenis-jenis larutan Intravena

Larutan elektrolit dianggap isotonik jika kandungan elektrolit

totalnya (anion ditambah kation) kira-kira 310 mEq/L. Larutan

dianggap hipotonik jika kandungan elektrolit totalnya kurang dari 250

mEq/L dan hipertonik jika kandungan elektrolit totalnya melebihi 375

mEq/L. Perawat juga harus mempertimbangkan osmolalitas suatu

larutan, bahwa osmolalitas plasma adalah kira-kira 300 mOsm/L.

1) Cairan isotonis.

Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas sama atau

mendekati osmolalitas plasma. Cairan isotonik digunakan untuk

mengganti volume ekstrasel, misalnya kelebihan cairan setelah

muntah yang berlangsung lama. Cairan ini akan meningkatkan

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

14

volume ekstraseluler. Satu liter cairan isotonik akan menambah CES

1 liter. Tiga liter cairan isotonik diperlukan untuk mengganti 1 liter

darah yang hilang. Contohnya saline normal (0,9% natrium klorida),

larutan ringer lactate.

2) Cairan hipotonik.

Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih kecil

daripada osmolalitas plasma. Tujuan cairan hipotonik adalah untuk

menggantikan cairan seluler, dan menyediakan air bebas untuk

ekskresi sampah tubuh. Pemberian cairan ini umumnya

menyebabkan dilusi konsentrasi larutan plasma dan mendorong air

masuk ke dalam sel untuk memperbaiki keseimbangan di intrasel

dan ekstrasel, sel tersebut akan membesar atau membengkak.

Contohnya salin berkekuatan menengah (natrium klorida 0,45%).

3) Cairan hipertonik.

Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih tinggi

daripada osmolaritas plasma. Pemberian larutan hipertonik yang

cepat dapat menyebabkan kelebihan dalam sirkulasi dan dehidrasi.

Perpindahan cairan dari sel ke intravaskuler, sehingga menyebabkan

sel-selnya mengkerut. Dekstrosa 5% dalam air diberikan untuk

membantu memenuhi kebutuhan kalori. Larutan salin juga tersedia

dalam konsentrasi osmolar yang lebih tinggi daripada CES (Brunner

& Suddarth, 2006).

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

15

c. Penatalaksanaan Keperawatan pada Pasien yang mendapat Terapi

Intravena

Menurut Perry & Potter (2005), tempat atau lokasi vena perifer

yang sering digunakan pada insersi intravena adalah vena supervisial

atau perifer kutan terletak di dalam fasia subcutan dan merupakan akses

paling mudah untuk terapi intravena. Daerah tempat infus yang

memungkinkan adalah permukaan dorsal tangan (vena supervisial

dorsalis, vena basalika, vena sefalika), lengan bagian dalam (vena

basalika, vena sefalika, vena kubital median, vena median lengan

bawah, dan vena radialis), permukaan dorsal (vena safena magna,

ramus dorsalis). Pembuluh darah yaitu arteri dan vena terdiri dari

beberapa lapisan, masing-masing dengan struktur dan fungsi khusus.

1) Tunika intima

Merupakan lapisan paling dalam dan berkontak langsung

dengan aliran vena. Lapisan ini dibentuk oleh lapisan tunggal sel-

sel endotel yang menyediakan permukaan yang licin dan bersifat

nontrombogenik. Pada lapisan ini terdapat katup, tonjolan

semilunar, yang membantu mencegah refluks darah. Kerusakan

lapisan ini dapat terjadi akibat kanulasi traumatik, iritasi oleh alat

yang kaku atau besar, serta cairan infus dan partikel yang bersifat

iritan.

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

16

2) Tunika media

Merupakan lapisan tengah, terdiri dari jaringan ikat yang

mengandung serabut muskular dan elastis. Jaringan ikat ini

memungkinkan vena mentoleransi perubahan tekanan dan aliran

dengan menyediakan rekoil elastis dan kontraksi muskular.

3) Tunika adventisia

Merupakan lapisan terluar, terdiri dari serabut elastis

longitudinal dan jaringan ikat longgar (Dougherty, 2008).

Menurut Perry & Potter (2005), prosedur insersi intravena yaitu:

1) Tentukan lokasi pemasangan, sesuaikan dengan keperluan rencana

pengobatan, punggung tangan kanan / kiri, kaki kanan / kiri, 1 hari

/ 2 hari.

2) Lakukan tindakan aseptik dan antiseptik.

3) Lencangkan kulit dengan memegang tangan / kaki dengan tangan

kiri, siapkan intravena kateter di tangan kanan.

4) Tusukkan jarum sedistal mungkin dari pembuluh vena dengan

lubang jarum menghadap keatas, sudut tusukan 30-40 derajat arah

jarum sejajar arah vena, lalu dorong.

5) Bila jarum masuk ke dalam pembuluh vena, darah akan tampak

masuk kedalam bagian reservoir jarum.

6) Pisahkan bagian jarum dari bagian kanul dengan memutar bagian

jarum sedikit. Lanjutkan mendorong kanul kedalam vena secara

perlahan sambil diputar sampai seluruh kanul masuk.

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

17

7) Cabut bagian jarum seluruhnya perhatikan apakah darah keluar dari

kanul, tahan bagian kanul dengan ibu jari kiri.

8) Hubungkan kanula dengan transfusion set. Buka saluran infus

perhatikan apakah tetesan lancer. Perhatikan apakah lokasi

penusukan membengkak, menandakan elestravasasi cairan

sehingga penusukan harus diulang dari awal.

9) Bila tetesan lancar, tak ada ekstravasasi lakukan fiksasi dengan

plester dan pada bayi / balita diperkuat dengan spalk.

10) Kompres dengan kasa betadine pada lokasi penusukan.

11) Atur tetesan infus sesuai instruksi.

12) Laksanakan proses administrasi, lengkapi berita acara pemberian

infus, catat jumlah cairan masuk dan keluar, catat balance cairan

selama 24 jam setiap harinya, catat dalam perincian harian ruangan.

Bila sudah tidak diperlukan lagi, pemasanggan infus dihentikan.

3. Kecemasan

a. Pengertian

Kecemasan merupakan reaksi emosional yang timbul oleh

penyebab yang tidak pasti dan tidak spesifik yang dapat menimbulkan

perasaan tidak nyaman dan merasa terancam (Stuart & Sundeen,

2008). Menurut Kaplan (1998) cemas adalah suatu isyarat waspada

yang memperingatkan akan bahaya yang mengancam dan

ketidakmampuan seseorang untuk mengatasi yang berhubungan

dengan kecemasan tersebut.

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

18

Menurut Ann (1996), cemas berbeda dengan takut, walaupun

respon fisik cemas dan takut hampir sama, namun ada beberapa

perbedaan penting antara keduanya, yaitu:

1) Takut merupakan suatu reaksi terhadap bahaya yang spesifik,

sedangkan kecemasan merupakan perasaan samar terhadap

ancaman dari bahaya yang tidak spesifik.

2) Kecemasan menyerang pada tingkat lebih dalam dari pada takut

yaitu sampai pusat kepribadian.

Adapun hospitalisasi dapat diartikan adanya beberapa

perubahan psikis yang dapat menjadi sebab anak dirawat di rumah

sakit (Stevens, 1999, dalam Rasmun, 2004).

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa

kecemasan akibat hospitalisasi pada anak adalah respon emosional

berupa rasa khawatir dan takut karena anak dirawat atau tinggal di

rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang dapat menyebabkan

beberapa perubahan psikis pada anak

b. Gambaran klinis

Penderita kecemasan akan mengalami 3 (tiga) atau lebih dari

gejala-gejala berikut: gelisah, mudah lelah, sulit berkonsentrasi, mudah

tersinggung, ketegangan otot dan gangguan tidur. Manifestasi cemas

dapat meliputi aspek fisik, emosi, kognitif dan tingkah laku. Respon

terhadap ancaman dapat berkisar dari kecemasan ringan, sedang, berat

dan panik (Stuart & Sundeen, 2008).

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

19

a. Kecemasan ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-

hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan

meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi

belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Kecemasan

ringan diperlukan untuk seorang agar berfungsi dan berespon

secara efektif terhadap lingkungan dan kejadian. Seseorang dengan

kecemasan ringan dapat dijumpai hal-hal sebagai berikut:

1) Respon fisiologis

Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala

ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar.

2) Respon kognitif

Lapang persepsi meluas mampu menerima rangsangan yang

kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah

secara efektif.

3) Respon perilaku dan emosi

Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara

kadang-kadang meninggi.

b. Kecemasan Sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal

yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang

mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu

yang lebih terarah. Orang dengan Kecemasan sedang biasanya

menunjukkan keadaan sebagai berikut:

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

20

1) Respon fisiologis

Sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut

kering, anoreksia, diare atau kostipasi, gelisah.

2) Respon kognitif

Lapang persepsi menyempit, rangsang luar tidak mampu

diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya.

3) Respon perilaku dan emosi

Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan), bicara banyak dan

cepat, susah tidur, perasaan tidak aman.

c. Kecemasan berat

Lapangan persepsi menjadi sangat menurun. Individu

cenderung memikirkan hal-hal yang kecil saja dan mengabaikan

hal yang lain. Individu tidak mampu berfikir realistis dan

membutuhkan pengarahan untuk dapat memusatkan area lain.

a) Respon Fisiologis

Nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat, sakit

kepala, penglihatan kabur dan ketegangan.

b) Respon kognitif

Lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan

masalah.

c) Respon perilaku dan emosi

d) Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat dan blocking.

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

21

d. Kecemasan sangat berat atau panik

Lahan persepsi sudah sangat sempit sehingga individu tidak

dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa

walaupun sudah diberi pengarahan dan tuntunan. Pada keadaan ini

terjadi peningkatan aktivitas motorik. Tingkat anxietas ini tidak

sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung terus dalam waktu

yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.

Seseorang dengan panik akan dapat dijumpai adanya :

1) Respon fisiologis

Nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat,

hipotensi, koordinasi motorik rendah.

2) Respon kognitif

Lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir logis.

3) Respon perilaku dan emosi

Agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, sering berteriak,

blocking, kehilangan kendali atau kontrol diri, persepsi kacau.

c. Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan

Menurut (Stuart & Sundeen, 2008) ada 2 faktor yang

mempengaruhi kecemasan:

1. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam

kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan, berupa:

1) Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan

berkaitan dengan krisis yang dialami individu

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

22

2) Konflik emosional yang dialami individu dan terselesaikan

dengan baik.

3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan

individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan

kecemasan

4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidak berdayaan untuk

mengambil keputusan.

5) Gangguan fisik menimbulkan kecemasan karena merupakan

ancaman terhadap integritas fisik yang mempengaruhi konsep

diri.

2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi adalah ketegangan dalam kehidupan yang

dapat mencetuskan timbulnya kecemasan, yang dikelompokkan

menjadi dua:

1) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi:

a) Sumber internal: kegagalan mekanisme fisiologi system,

imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal

(hamil).

b) Sumber eksternal: paparan terhadap infeksi virus dan

bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan

nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

23

2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan

eksternal:

a) Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan

interpersonal dirumah dan tempat kerja, penyesuaian

terhadap tempat baru.

b) Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai,

perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok

d. Instrumen Pengukuran Kecemasan Pada Anak

Untuk mengukur tingkat kecemasan anak terdapat beberapa

instrumen pengukuran kecemasan anak, diantaranya adalah sebagai

berikut:

1) Spence Children’s Anxiety Scale (SCAS) adalah instrumen

kecemasan untuk mengukur kecemasan pada anak usia sekolah.

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

skala kecemasan Spence Children's Anxiety Scale (SCAS).

Instrumen ini terdiri dari 32 pertanyaan, yang memiliki total skor

96. Responden diminta untuk menunjukkan frekuensi setiap gejala

yang terjadi pada empat skala poin mulai dari tidak pernah (skor 0)

sampai poin selalu (skor 3). Hasil kuesioner akan menjadi kriteria

tingkat kecemasan anak: ringan (skor <16), sedang (skor 17-32),

berat (skor 33-48), dan berat sekali/panik (skor >49).

2) Spence Children’s Anxiety Scale (SCAS) preschool adalah

instrumen kecemasan untuk mengukur kecemasan pada anak usia

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

24

prasekolah. Skala ini terdiri dari 28 pertanyaan kecemasan, Skala

ini dilengkapi dengan meminta orang tua untuk mengikuti petunjuk

pada lembar instrumen. Jumlah skor maksimal pada skala

kecemasan SCAS Preschool adalah 112. 28 item kecemasan

tersebut memberikan ukuran keseluruhan kecemasan, selain nilai

pada enam sub-skala masing-masing menekankan aspek tertentu

dari kecemasan anak, yaitu kecemasan umum, kecemasan sosial,

gangguan obsesif kompulsif, ketakutan cedera fisik dan kecemasan

pemisahan (Spence, 2011). Hasil total skor kuesioner akan menjadi

kriteria tingkat kecemasan anak, dengan rentang skor kecemasan

sebagai berikut: ringan (skor < 28), sedang (skor 28-56), berat

(skor 57-84), dan sangat berat/panik (skor >85). Jumlah pertanyaan

dalam instrumen ini terdiri dari 6 sub-skala kecemasan dan pada

item pertanyaan sebagai berikut:

a) Kecemasan umum (1, 4, 8, 14 dan 28)

b) Kecemasan sosial (2, 5, 11, 15, 19 dan 23)

c) Gangguan obsesif kompulsif (3, 9, 18, 21 dan 27)

d) Ketakutan cedera fisik (7, 10, 13, 17, 20, 24 dan 26)

e) Kecemasan pemisahan (6, 12, 16, 22 dan 25)

3) Faces anxiety scale for children dikembangkan oleh McMurtry

(2010) untuk mengukur kecemasan/rasa takut pada pasien anak di

unit perawatan intensif. Anak-anak sering diminta untuk

melaporkan kecemasan / ketakutan sebelum dan selama prosedur

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

25

medis yang menyakitkan, sebelumnya dilakukan penyelidikan awal

dari sifat psikometri dari skala kecemasan wajah. Faces anxiety

scale for children menunjukkan berbagai tingkat kecemasan. Skor

0 memberikan gambaran tidak ada kecemasan sama sekali, skor 1

(menggambarkan lebih sedikit kecemasan), skor 2

(menggambarkan sedikit kecemasan), skor 3 (menggambarkan

kecemasan) dan skor 4 (menggambarkan kecemasan yang ekstrim

pada anak).

4) Face Image Scale yaitu pengukuran tingkat kecemasan

menggunakan pendekatan ekspresi wajah.

Gambar 2.1. Facial Image Scale with image. scores, 1–5.

Sumber: Buchannan H, Niven H (2002). Validation of a facial Image

Scale to assess child dental anxiety. Int J Paediatr Dent. Vol. 12,

No. 47-52

4. Komunikasi Terapeutik

a. Pengertian

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Keliat

(2006) dikatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah cara untuk

membina hubungan yang terapeutik yang diperlukan untuk pertukaran

informasi, perasaan dan pikiran untuk membentuk keintiman yang

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

26

terapeutik. Sedangkan Purwanto (2004) mendefinisikan komunikasi

terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,

bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.

b. Manfaat Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik sangat bermanfaat dalam pelayanan

keperawatan. Adapun manfaat komunikasi terapeutik menurut

Purwanto (2004) adalah :

1) Mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat dengan

klien melalui hubungan perawat dengan klien.

2) Mengidentifikasi, mengungkap perasaan, dan mengkaji masalah

serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan.

Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah

laku klien mengatasi masalah yang dihadapi dalam tahap perawatan.

Sedangkan pada tahap preventif, kegunaannya adalah mencegah

adanya tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri klien.

c. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Tujuan diterapkannya komunikasi terapeutik dalam pelayanan

keperawatan sehari-hari menurut Purwanto (2004) adalah :

1) Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan

dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi

yang ada bila klien percaya pada hal yang diperlukan.

2) Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan

yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

27

3) Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.

d. Elemen-Elemen Dalam Proses Komunikasi Terapeutik

Ada beberapa elemen dalam proses komunikasi menurut Potter

dan Perry (2005), antara lain:

1) Referen atau stimulus yang memotivasi atau mendorong seseorang

untuk berkomunikasi dengan orang lain.

2) Pengirim atau encoder yaitu penyampai informasi atau orang yang

memprakarsai pesan atau informasi.

3) Pesan yakni informasi yang diinformasikan atau diekspresikan oleh

pengirim.

4) Saluran yang membawa pesan, baik melalui saran visual,

pendengaran maupun taktil.

5) Penerima atau decoder yaitu orang yang menerima pesan yang

dikirimkan komunikator.

6) Respon dari penerima pesan baik respon verbal maupun non verbal.

Respon dari penerima ini menunjukkan pemahaman penerima

tentang pesan yang diterima.

e. Prinsip-Prinsip Komunikasi Terapeutik

Dalam komunikasi terapeutik, ada beberapa prinsip yang perlu

diketahui. Menurut Rogers (1974) yang dikutip oleh Purwanto (2004),

prinsip-prinsip komunikasi tersebut adalah :

1) Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,

memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

28

2) Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling

percaya dan saling menghargai.

3) Perawat harus memahami dan menghayati nilai yang dianut oleh

pasien.

4) Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik

maupun mental.

5) Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien

bebas berkembang tanpa rasa takut.

6) Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan

pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya, baik sikap,

tingkah laku sehingga tumbuh makin matang dan mampu

memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

7) Perawat harus mampu mengatasi perasaan sendiri secara bertahap

untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,

keberhasilan maupun frustrasi.

8) Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat

mempertahankan konsistensinya.

9) Memahami arti empati sebagai tindakan yang terapeutik.

10) Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan

terapeutik

11) Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan

meyakinkan orang lain tentang kesehatan. Maka, perawat perlu

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

29

mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, spiritual dan

gaya hidup.

12) Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap

mengganggu.

13) Altruisme mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain

secara manusiawi.

14) Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin

mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.

15) Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab

terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan

tanggungjawab terhadap orang lain.

f. Langkah-Langkah Komunikasi Terapeutik

Proses hubungan terapeutik atau tahapan antara seorang terapis

dengan pasiennya dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:

1) Prainteraksi

a) Prainteraksi mulai sebelum kontak pertama dengan pasien.

b) Dijelaskan bahwa seorang terapis akan mengeksploitasi perasaan

dirinya sendiri, fantasi, kecemasan dan ketakutan dirinya sendiri

(terapis) dalam menghadapi pasien, sehingga kesadaran dan

kesiapan diri terapis untuk melakukan hubungan dengan pasien

dapat dipertanggungjawabkan.

2) Perkenalan atau orientasi

a) Perawat memulai kegiatan yang pertama kali di mana perawat

bertemu pertama kali dengan klien.

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

30

b) Kegiatan yang dilakukan adalah memperkenalkan diri kepada

klien dan keluarga bahwa saat ini yang menjadi perawat adalah

dirinya. Dalam hal ini berarti perawat sudah siap sedia untuk

memberikan pelayanan keperawatan pada klien. Dengan

memperkenalkan dirinya, perawat telah bersikap terbuka pada

klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka

dirinya

3) Fase Kerja

Tahap kerja merupakan tahap untuk mengimplementasikan rencana

keperawatan yang telah dibuat pada tahap orientasi. Per awat

menolong klien untuk mengatasi cemas, meningkatkan kemandirian,

dan tanggung jawab terhadap diri serta mengembangkan mekanisme

koping konstruktif.

4) Terminasi

Terminasi merupakan fase yang sangat sulit dan penting dari

hubungan terapeutik. Rasa percaya dan hubungan intim yang

terapeutik sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Keduanya,

terapis dan pasien akan merasakan kehilangan. Terminasi dapat

terjadi pada saat terapis mengakhiri tugasnya. Dalam membina

hubungan yang tera peutik dengan pasien, seorang terapis perlu

mengetahui proses komunikasi dan ketrampilan berkomunikasi

dalam membantu pasien memecahkan masalahnya (Purwanto,

2004).

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

31

g. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik

Suatu proses komunikasi atau proses berinteraksi dengan orang

lain dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut

menurut Potter dan Perry (2005) antara lain :

1) Perkembangan

Perkembangan seseorang mempengaruhi cara berkomunkasi. Anak

dengan perkembangan yang baik akan berbeda kemampuan

berbahasa dan bicaranya dibanding dengan anak yang mengalami

gangguan perkembangan. Untuk dapat berkomunikasi secara efektif

khususnya pada anak-anak, perawat harus memahami pengaruh

perkembangan bahasa dan proses berpikir, karena hal ini

mempengaruhi cara anak berkomunikasi sehingga proses interaksi

dapat berjalan baik.

2) Persepsi

Adalah pandangan pribadi terhadap apa yang terjadi. Persepsi ini

dibentuk oleh harapan dan pengalaman. Perbedaan persepsi antar

individu yang berinteraksi mengakibatkan terhambatnya komunikasi.

3) Nilai

Adalah standar yang mempengaruhi perilaku dan interpretasi suatu

pesan. Klarifikasi nilai penting untuk membuat keputusan dan

interaksi yang tepat dengan seseorang. Nilai tersebut adalah apa

yang dianggap penting oleh individu dalam hidupnya dan pengaruh

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

32

dari ekspresi pemikiran dan ide. Maka, penting bagi seorang perawat

untuk mengembangkan kepekaan terhadap nilai tersebut.

4) Latar belakang sosiokultural

Budaya merupakan bentuk kondisi yang menunjukkan diri seseorang

melalui tingkah lakunya. Bahasa, nilai, pembawaan dan gaya

komunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Perbedaan ini

dapat menghambat komunikasi.

5) Emosi

Emosi adalah perasaan subyektif seseorang terhadap suatu kejadian

atau peristiwa tertentu. Cara seseorang bersosialisasi atau

berinteraksi dengan orang lain dipengaruhi oleh emosi. Hal ini dapat

mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menerima suatu pesan

dengan baik. Selain itu, emosi dapat menyebabkan individu salah

menginterpretasikan pesan yang diterima.

6) Gender.

Perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi komunikasi. Pria dan

wanita mempunyai gaya komunikasi yang berbeda dan satu sama

lain saling mempengaruhi secara unik dalam proses komunikasi.

7) Pengetahuan

Tingkat pengetahuan seseorang akan sangat berpengaruh dalam

berinteraksi dengan orang lain. Seseorang dengan tingkat

pengetahuan yang rendah akan sulit merespon pertanyaan yang

menggunakan bahasa verbal dari orang yang tingkat pengetahuannya

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

33

tinggi. Pesan yang disampaikan menjadi tidak jelas bila kata-kata

yang digunakan tidak dikenal pendengar atau penerima. Seorang

komunikator yang baik perlu mengetahui tingkat pengetahuan

penerima pesan agar informasi yang disampaikan dapat diterima

dengan baik sehingga interaksi dapat berjalan dengan baik.

8) Peran dan hubungan

Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antara orang

yang berkomunikasi atau seseorang berkomunikasi dalam tatanan

yang tepat menurut peran dan hubungan mereka. Komunikasi akan

menjadi lebih efektif apabila masing-masing pihak tetap waspada

terhadap peran mereka dalam berkomunikasi.

9) Lingkungan

Lingkungan akan berpengaruh terhadap komunikasi yang efektif.

Kebisingan dan kurangnya kebebasan seseorang dapat menyebabkan

ketidaknyamanan dalam berkomunikasi. Untuk itu, ruangan atau

lingkungan yang tenang, nyaman, bebas dari kebisingan dan

gangguan adalah yang terbaik untuk berkomunikasi.

10) Jarak

Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu seperti jarak

personal (20 cm sampai 120 cm) memberikan rasa aman bagi

perawat dan klien dimana perawat duduk bersama klien untuk

mendiskusikan perasaan, pemikiran maupun dalam melakukan

wawancara. Dalam interaksi sosial, orang secara sadar

mempertahankan jarak antar mereka.

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

34

5. Anak Pra Sekolah

a. Pengertian anak pra sekolah

Pengertian anak pra sekolah menurut Biechler dan Snowman

(dalam Patmonodewo, 2003), adalah mereka yang berusia antara tiga

sampai enam tahun. Usia tersebut mereka biasanya mengikuti program

pendidikan pra sekolah. Anak pra sekolah di Indonesia, umumnya

mengikuti program Tempat Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain

(KB), dan mengikuti program Taman Kanak-Kanak (TK). Pada

dasarnya program pendidikan pra sekolah yang ada di Indonesia terbagi

menjagi tiga bagian, yakni program pendidikan pra sekolah formal, non

formal, dan informal.

Menurut teori Erikson (dalam Patmonodewo, 2003) yang

membicarakan perkembangan kepribadian seseorang dengan titik berat

pada perkembangan psikososial tahapan nol sampai satu tahun, berada

pada tahapan orang sensorik dengan krisis emosi antara trust versus

mistrust, tahapan tiga sampai enam tahun anak berada dalam tahapan

dengan krisis autonomy versus shame and doubt (dua sampai tiga

tahun), initiative versus guilt (empat sampai lima tahun) dan tahap usia

enam sampai sebelas tahun mengalami krisis industry versus

inferiority.

Menurut teori Piaget (dalam Patmonodewo, 2003) yang

membicarakan perkembangan kognitif, perkembangan dari tahapan

sensorimotor (nol sampai dua tahun), pra operasional (dua sampai tujuh

tahun), operasional konkret (tujuh sampai dua belas tahun), dan

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

35

operasional formal (dua belas sampai lima belas tahun), maka

perkembangan kognitif anak masa pra sekolah berada pada tahap pra

operasional.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bahwa

anak pra sekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam

tahun. Mereka biasanya mengikuti program pra sekolah dan

kindergarten. Umumnya di Indonesia anak pra sekolah mengikuti

program Tempat Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KB), dan

program Taman Kanak-Kanak (TK).

b. Karakteristik anak pra sekolah

Anak usia pra sekolah yang adalah anak yang berusia 3-6 tahun

yang biasanya mengikuti program kindegarten atau Taman Kanak-

Kanak. Di masa inilah seorang anak sedang mengalami pertumbuhan

dan perkembangan demikian pesatnya baik meliputi jasmani, kognitif,

sosial, dan emosional (Patmonodewo, 2003). Pada masa ini anak

mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat baik

fisik maupun psikisnya. Sehingga rentang usia tersebut disebut dengan

usai emas (golden age) yang merupakan usia yang sangat berharga yang

menjadi dasar bagi perkembangan anak pada usia-usia selanjutnya.

Karakteristik anak usia 4 – 6 tahun menurut Hibana (2005), yaitu:

1) Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan

berbagai kegiatan. Hal itu bermanfaat untuk pengembangan otot-otot

kecil maupun besar.

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

36

2) Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu

memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan

pemikiranya dalam batas-batas tertentu.

3) Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan

dengan rasa ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan

sekitar. Hal itu terlihat dari seringnya anak menanyakan segala

sesuatu yang dilihat.

4) Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan

sosial. Walaupun aktifitas bermain dilakukan secara bersama.

Menjelang anak mencapai masa remaja, dia telah mengalami

serangkaian perkembangan panjang yang mempengaruhi pasang surut

berkenaan dengan rasa ketakutannya. Beberapa rasa takut yang

terdahulu telah teratasi, tetapi banyak yang masih tetap ada. Banyak

ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya kecemasan-kecemasan

dan rasa berani yang bersamaan dengan perkembangan remaja itu

sendiri (Sunarto dan Hartono, 2006).

Anak-anak seringkali berusaha untuk mengatasi ketakutan-

ketakutan yang timbul dari persoalan-persoalan kehidupan. Tidak ada

seorang pun yang dalam kehidupan dapat hidup tanpa rasa takut. Satu-

satunya cara untuk menghindarkan diri dari rasa takut adalah menyerah

terhadap rasa takut, seperti terjadi bila seseorang begitu takut sehingga

ia tidak berani mencapai apa yang ada sekarang (Sunarto dan Hartono,

2006).

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

37

B. Kerangka Teori

Kerangka teori hubungan hubungan dukungan keluarga dengan tingkat

kecemasan akibat hospitalisasi pada anak pra sekolah disajikan pada gambar

berikut ini.

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Diadopsi dari Supartini (2004), Wong (2009), Stuart & Sunden

(2008), dan Patmonodewo (2003)

Hospitalisasi

Faktor yang mempengaruhi

1. Faktor Predisposisi

a) Peristiwa traumatik

b) Konflik emosional

c) Konsep diri terganggu

d) Frustasi

e) Gangguan fisik

2. Faktor Presipitasi

a) Ancaman terhadap integritas

fisik

b) Ancaman terhadap harga diri

Kecemasan

Anak Pra sekolah

Komunikasi Terapeutik

Pemberian Obat Intra

Vena

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hospitalisasirepository.ump.ac.id/5727/3/Agung Anggoro BAB II.pdf · untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di

38

Komunikasi

Terapeutik

Pemberian Obat

Intra Vena

C. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2006), hipotesis merupakan

jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan

masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan

sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori.

Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban

sementara atas masalah yang dirumuskan. Hipotesis yang akan diuji dalam

penelitian ini yaitu:

Ho : Tidak terdapat hubungan komunikasi terapeutik pemberian obat intra

vena dengan tingkat kecemasan akibat hospitalisasi pada anak pra

sekolah di Bangsal Anak Rumah Sakit Wijaya Kusuma Purwokerto

Tahun 2015.

Ha : Terdapat hubungan komunikasi terapeutik pemberian obat intra vena

dengan tingkat kecemasan akibat hospitalisasi pada anak pra sekolah di

Bangsal Anak Rumah Sakit Wijaya Kusuma Purwokerto Tahun 2015.

Kecemasan Akibat

Hospitalisasi

Hubungan Komunikasi Terapeutik..., Agung Anggoro, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015