bab ii tinjauan pustaka a. kajian teori 1. pengertian …
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengertian Analisis
“Analisis atau analisa berasal dari kata Yunani kuno analusis
artinya melepaskan. Analusis terbentuk dari dua suku kata, yaitu ana
artinya kembali, dan luein artinya melepas. Jika digabungkan artinya
melepas kembali atau menguraikan. Kata anlusis ini diserap dalam bahasa
Inggris menjadi analysis dan dalam bahasa Indonesia menjadi analisis”
(Zakky:2018).
Zakky (2018) menambahkan “Arti analisis secara umum adalah
aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti mengurai, membedakan,
memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan kembali menurut
kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditafsirkan maknanya”.
Menurut Satori dan Komariyah (2014:200) “Analisis adalah suatu
usaha untuk mengurai suatu masalah atau fokus kajian menjadi bagian-
bagian sehingga tampak dengan jelas dan karenanya bisa secara lebih
terang ditangkap maknanya atau lebih dimengerti duduk perkaranya.”
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa analisis
adalah suatu usaha dalam mengamati secara detail pada suatu hal atau
benda dengan cara menguraikan komponen-komponen pembentuknya
atau menyusun komponen tersebut untuk dikaji lebih lanjut.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
7
2. Konsep Seni Kriya
a. Pengertian Seni Kriya
Manusia diciptakan sebagai makhluk yang sempurna dengan akal
dan pikiran. Seiring dengan kemajuan zaman, manusia memikiran
banyak hal dalam kehidupannya. Pemikiran tersebut mendorong
manusia dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik kebutuhan fisik
seperti pakaian, perabot dan lainnya maupun kebutuhan batin, seperti
rasa puas.
Salah satu hasil pemikiran tersebut terwujud ke dalam suatu karya
kerajinan atau karya kriya. Awalnya produk kriya diciptakan untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga, pertanian dan lain sebagainya
yang masih dibuat secara sederhana. Adanya dorongan keinginan
manusia akan barang-barang yang indah membuat mereka tidak puas
dengan barang yang wujudnya biasa saja. Hal ini mendorong pengrajin
untuk menghasilkan karya yang tidak sekedar fungsional tetapi juga
menghasilkan karya yang dapat dinikmati keindahannya.
“Kata Kriya sendiri berasal dari bahasa sansakerta yakni "Kr"
yang artinya "mengerjakan" yang mana dari kata tersebut
kemudian menjadi kata karya, Kriya, kerja. Dalam arti khusus
pengertian seni Kriya adalah mengerjakan sesuatu untuk
menghasilkan benda atau objek Dalam kamus bahasa Indonesia
kata "kriya" berarti pekerjaan "kerajinan tangan". Sementara
dalam bahasa Inggris Kriya berarti "Craft" yang artinya kekuatan
atau energi, yang mengandung arrti lain yakni membuat sesuatu
atau mengerjakan yang dikaitkan dengan keterampilah atau
profesi tertentu.” (Haryono, 2012)
Seni kriya berarti sesuatu yang erat hubungannya dengan
keterampilan tangan, atau kerajinan yang membutuhkan ketelitian
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
8
untuk setiap detail karya seni yang akan dihasilkan. Pada umumnya
sebuah karya yang dihasilkan oleh seni kriya adalah seni pakai. Seni
kriya sendiri di Indonesia sudah sangat tua sekali ada dari zaman dulu,
yang mana seni kriya ini adalah yang akan menjadi cikal bakal lairnya
seni rupa di Indonesia. Contoh sederhana dari seni kriya adalah, batik,
relief atau ukir, keramik grafis, sulam, anyaman, cinderamata, hiasan
dinding, patung, furnitur, tenun, dan lain -lain.
b. Jenis-Jenis Seni Kriya
1) Kriya tekstil merupakan kerajinan yang dibuat dari berbagai jenis
kain yang dibuat dengan cara ditenun, diikat, dipres dan berbagai
cara lain yang dikenal dalam pembuatan kain. Contohnya: batik,
pakaian dal lain-lain,
2) Kriya kulit adalah kerajinan yang menggunakan bahan baku dari
kulit yang sudah melalui proses tertentu. Contohnya: tas, sepatu, dan
wayang.
3) Kriya kayu merupakan kerajinan yang menggunakan bahan dari
kayu yang diproses dengan bantuan peralatan khusus seperti tatah
ukir. Contohnya: mebel dan ukiran.
4) Kriya logam ialah kerajinan yang menggunakan bahan logam seperti
emas, perak, dan besi.
5) Kriya keramik adalah kerajinan yang menggunakan bahan baku dari
tanah liat melalui proses pembuatan dengan teknik tertentu untuk
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
9
menghasilkan benda pakai dan benda hias yang dapat dinikmati
keindahannya. Contohnya: guci, vas bunga, piring dan lain-lain,
6) Kriya anyaman, kerajinan ini biasanya menggunakan bahan rotan,
atau bambu. Contohnya: dompet, keranjang, caping dan lain-lain.
c. Kriya Kayu
Kriya kayu adalah salah satu jenis kriya yang dalam pembuatannya
selalu menghubungkan nilai fungsional sekaligus hiasan. Kayu sangat
banyak digunakan untuk membuat berbagai kerajinan seperti patung,
furniture, payung geulis, topeng, wayang golek dan lain sebagainya.
Seni kriya kayu ini mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Perkembangan ini tidak hanya terdapat pada aspek fungsi semata tetapi
berimbas pada kualitas bentuk dan bahan serta corak pada hiasannya.
Pada awalnya benda yang dihasikan memiliki bentuk sederhana
kemudian berkembang menjadi bentuk-bentuk yang beraneka ragam
dan rumit. Demikian juga dengan hiasan yang semakin detail dan
bervariasi.
Dalam pembutan kriya kayu terdapat dua bahan yaitu bahan pokok,
dan bahan penunjang. Kayu sebagai bahan pokok seni kriya ini
bermacam-macam jenisnya diantaranya kayu jati. Kayu jati termauk
dalam kayu alami yang memiliki corak coklat kemudaan sampai tua
kehijauan banyak pengrajin memilih kayu ini karena memiliki nilai
dekoratif yang sangat indah dan menarik. Kayu mahoni juga termasuk
kayu alami mempunyai sifat yang lunak dan ringan yang menjadikan
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
10
pengolahannya lebih mudah. Playwood atau kayu lapis adalah bahan
kayu buatan dari beberapa lapisan finir yang ganjil, dipasang dengan
arah serat bersilangan saling tegak lurus, kemudian direkatkan menjadi
satu pada tekanan yang tinggi dengan perekat khusu.
Sedangkan bahan penunjang bisa menyesuaikan dengan apa yang
akan dibuat seperti cat, plitur, amplas, lem, dan lain sebagainya. Payung
geulis termasuk salah satu seni kriya kayu karena menggunakan kayu
sebagai bahan pokoknya. Tetapi dalam kerajinan ini membutuhkan
lebih dari satu bahan pokok. Bahan pokok yang digunakan dalam
pembuatan payung geulis adalah kayu mahoni atau kayu lainnya
sebagai gagang atau pegangan, bambu sebagai jari-jarinya atau sebagai
rangka payung, dan kain atau kertas sebagai tudung atau pelindung.
3. Motif Payung Geulis Karya Utama
a. Pengertian Motif
Soedarsono dalam Salamun (2013: 7), menyatakan bahwa
“Motif atau pola secara umum adalah penyebaran garis atau
warna dalam bentuk ulangan tertentu, lebih lanjut pengertian pola
menjadi sedikit komplek antara lain dalam hubungannya dengan
pengertian simetrik. Dalam hal ini desain tidak hanya diulang
menurut garis paralel, melainkan dibalik sehingga berhadap-
hadapan.”
Pendapat di atas menjelaskan bahwa motif hias diperoleh dengan
cara mengulang-ulang suatu motif hias yang ditempatkan secara teratur
pada jarak–jarak tertentu. Penempatan motif dapat menghadap ke satu
arah, dua arah atau ke semua saling berhadapan pada sebuah bidang
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
11
sehingga terlihat indah. Corak ini kemudian akan membentuk suatu
motif hias yang bisa menimbulkan unsur keindahan.
Lain halnya menurut Wulandari (2011: 113) “Motif merupakan
suatu dasar atau pokok dari suatu pola gambar yang merupakan pangkal
atau pusat suatu rancangan gambar, sehingga makna dari tanda, simbol,
atau lambang dibalik motif tersebut dapat diungkap. “
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
motif merupakan susunan hiasan yang warnanya mampu memberikan
gambaran yang utuh serta dapat memberikan kesan indah untuk
memberi hiasan yang indah, serta pemakaian motif-motif juga sering
dihubungkan dengan simbol atau lambang tertentu.
b. Simbol
Kata simbol atau simbolis berasal dari bahasa Yunani Symbolos
yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada
seseorang (Herususanto dalam Krisna Kurniawan, 2017:27). Dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia, simbol atau lambang, simbolisme
adalah perihal pemakaian simbol (lambang) untuk mengekspresikan
ide-ide (misal sastra, seni)
Simbol bisa berarti tanda atau lambang, tanda menyatakan
sesuatu hal kepada orang yang melihat atau mendengar. Tegasnya tanda
yang jika dilihatkan kepada seseorang menyebabkan terbayangnya
sesuatu hal tertentu dalam kesadaran orang tersebut. Sebenarnya dua
definisi di atas masih dikacaukan oleh adanya dua pengertian kata, yaitu
tanda (sign) dan lambang (simbol) yang secara prinsipil memang perlu
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
12
dibedakan. Karena tanda hakekatnya merangsang subyek, si penangkap
tanda untuk bertindak sesuatu, sebab simbol hanyalah menunjukkan
kepada konsep.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulka bahwa Simbol
dapat diartikan sama dengan lambing/tanda pengenal yang tetap
(menyatakan sifat, keadaan dan sebagainya). Misalnya warna putih
adalah kesucian; gambar padi sebagi kemakmuran. Ada lagi yang
mengartikan lambang sebagai isyarat, tanda, alamat, bendera lambang
kemerdekaan, bunga lambang percintaan, cincin lambang pertunangan
atau perkawinan.
Pengertian dari makna simbolis adalah arti yang terkandung
dalam lambang atau sesuatu yang dijadikan sebagai lambang, secara
khusus adalah motif Payung Geulis Kain Karya Utama.
c. Keterkaitan Motif dengan Unsur Seni Rupa dan Prinsip Seni Rupa
Dalam membuat pola ragam hias apapun bentuk dasarnya, harus
tetap memperhatikan unsur dan prinsip seni rupa sehingga akan
menghasilkan karya yang indah dan enak dilihat. Ragam hias tidak lepas
dari unsur seni rupa
1) Unsur-Unsur Seni Rupa
Unsur-unsur fisik dalam sebuah karya seni rupa pada dasarnya
meliputi semua unsur fisik yang terdapat pada sebuah benda. Dengan
demikian pengamatan terhadap unsur-unsur visual pada karya seni
rupa ini tidak berbeda dengan pengamatan terhadap benda-benda
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
13
yang ada di sekeliling kita. Semakin baik pengenalan terhadap unsur-
unsur visual ini akan semakin baik pula pengamartan seseorang
terhadap segala sesuatu yang dilihatnya. Unsur-unsur seni rupa
dikelompokan sebagai berikut:
a) Titik
Menurut Sanyoto (2010: 94) secara umum bahwa “Suatu
bentuk disebut sebagai titik karena ukurannya yang kecil,
dikatakan kecil karena objek tersebut berada pada area yang luas
dan besar apabila diletakan pada area yang sempit.”
Apabila suatu titik ditarik akan menjadi suatu garis, dan
titik apabila diolah secara luas akan menjadi suatu bidang. Titik
mempunyai peran yang sama dengan elemen seni yang lain seperti
garis dan warna. penggunaan titik biasanya pada bagian-bagian
yang terkecil dalam suatu karya seni. Penggunaan titik biasanya
dipakai pada bagian pohon, buah, daun, tanah dan batu-batuan.
Gambar 2.1 Unsur Seni Titik
(Sumber: Saddoen, 2019)
Menurut Sanyoto (2010: 70) bahwa “Dalam seni lukis ada
suatu aliran yang disebut dengan pointilis, melukis atau
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
14
menggambar dengan teknik titik-titik ini disebut dengan
pointilisme.”
Suatu karya hasil susunan pecahan-pecahan kaca atau
keramik yang terlihat sebagai susunan titik-titik disebut muzaik.
Bisa juga membuat muzaik tiruan dengan sobekansobekan kertas
pada permukaan yang mengandung lem. Kalau kita mengatur
pasir, kerikil, atau batu-batu, sesungguhnya perbuatan menyusun
titik-titik.
Berdasarkan urian di atas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa titik adalah salah satu elemen dalam seni rupa yang paling
kecil, dan merupakan elemen paling dasar dalam seni rupa.
b) Garis (Line)
Pengertian garis menurut Iqamuddin (dalam Vindyona,
Sarah Putri 2018:3) adalah
“Titik yang bergerak akan membentuk garis. Garis
mempunyai panjang tanpa lebar yang mempunyai
kedudukan dan arah. Garis merupakan sisi atau batas dari
suatu benda, masa, warna, bidang, maupun ruang. Garis juga
merupakan unsur penting dalam desain yang mempunyai
arti dan melambangkan sesuatu. “
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
garis merupakan suatu bentuik memanjang yang mempunyai arah
dan kedudukan serta merupakan unsur seni rupa yang memiliki
makna.
Garis dapat terjadi karena titik yang bergerak dan
membekaskan jejaknya pada sebuah permukaan benda. Sejak
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
15
kecil kita telah mengenal dan menggunakan garis, baik dalam
bermain, menggambar maupun ketika belajar menulis dan
membuat angka. Garis menjadi batas dari berbagai bentuk dan
bidang. Dalam seni gambar (drawing), bentuk garis dapat segera
dikenali dengan mudah karena garis dalam karya drawing bersifat
aktual. Sedangkan pada karya seni lainnya seperti seni patung
misalnya, garis mungkin bersifat maya yang terbentuk dari
perbedaan letak dan bentuk permukaan patung tersebut. Dalam
sebuah karya seni rupa garis dapat juga digunakan sebagai simbol
ekspresi.
Garis tebal tegak lurus misalnya, memberi kesan kuat dan
tegas, sedangkan garis tipis melengkung, memberi kesan lemah
dan ringkih. Karakter garis yang dihasilkan oleh alat yang berbeda
akan menghasilkan karakter yang berbeda pula. Coba bendingkan
karakter garis yang dihasilkan oleh jejak spidol pada white board
dan jejak kapur pada papan tulis. Karakteristik garis terdiri dari:
(1) Garis Horisontal
Garis horisontal memberi karakter terkenal, damai, pasif
dan kaku. Melambangkan ketenangan, kedamaian dan
kemantapan.
(2) Garis Vertikal
Garis vertikal memberikan karakter keseimbangan, megah,
kuat, tetapi statis, kaku. Melambangkan kestabilan/
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
16
keseimbangan, kemegahan, kekuatan, kekokohan, kejujuran
dan kemashuran
(3) Garis Diagonal
Garis diagonal memberikan karakter gerakan (movement),
gerak lari/meluncur, dinamik, tak seimbang, gerak gesit,
lincah, kenes, menggetarkan. Melambangkan kedinamisan,
kegesitan, kelincahan dan kekenesan.
(4) Garis Zig-Zag
Garis zig-zag memberi karakter gairah, semangat, bahaya,
mengerikan.
(5) Garis Lengkung
Garis ini memberi karakter ringan, dinamis, kuat serta
melambangkan kemegahan, kekuatan dan kedinamikaan
(6) Garis Lengkung S
Garis lengkung S memberi karakter indah, dinamis, luwes.
Melambangkan keindahan, kedinamisan dan keluwesan.
Gambar 2.2 Macam-macam Bentuk Garis (Sumber: Saddoen, 2019)
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
17
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
garis adalah titik yang bergerak mememanjang. tanpa lebar yang
mempunyai kedudukan dan arah.
c) Warna
Warna pada dasarnya merupakan kesan yang ditimbulkan
akibat pantulan cahaya yang mengenai permukaan suatu benda.
Pada karya seni rupa, warna dapat berwujud garis, bidang, ruang
dan nada gelap terang.
Wulandari (2011:76) menyatakan bahwa “Warna adalah
spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna
(berwarna putih). Dalam seni rupa, warna bisa berati pantulan
tertentu dari cahaya yang dipengaruhi oleh pigmen yang terdapat di
permukaan benda.”
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
warna merupakan pantulan cahaya yang berada di permukaan yang
dipengaruhi oleh pigmen dan merupakan unsur yang penting
sebagai salah satu elemen seni rupa.
Menurut Sanyoto (2010:108) bahwa Dalam karya seni rupa
terdapat beberapa macam penggunaan warna, yaitu harmonis,
heraldis dan murni.
“(1) Penggunaan warna disebut harmonis jika penerapannya
sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
(2) Penggunaan warna heraldis atau simbolis adalah
pengunaan warna untuk menunjukkan tanda atau simbol
tertentu, seperti hitam untuk melambangkan duka cita,
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
18
merah untuk melambangkan amarah, hijau untuk
melambangkan kesuburan.
(3) Penggunaan warna secara murni adalah penerapan warna
yang tidak terikat pada kenyataan objek atau simbol
tertentu.”
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa
penggunaan warna bisa dikatakan harmoni misalkan mewarnai
awan dengan warna biru menggambarkan awan di pagi atau siang
hari, warna merah/oranye/oren menggambarkan awan pada waktu
sore/senja.
Gambar 2.3 Skema Warna
(Sumber: http://i-contcreation.blogspot.com/2012/12/teori-
warna-untuk_interior, September 2019)
Kelompok warna mengacu pada lingkaran warna teori
Brewster (dalam Sanyoto, 2010:109) dipaparkan sebagai berikut:
(1) Warna Primer
Warna primer adalah warna dasar yang tidak berasal dari
campuran dari warna- warna lain yang tersusun atas warna
merah, kuning, dan hijau
(2) Warna Sekunder
Warna sekunder merupakan hasil campuran dua warna
primer dengan proporsi 1:1. Warna jingga merupakan hasil
campuran merah dengan kuning.
(3) Warna Tersier
Warna tersier merupakan satu warna sekunder. Contoh,
warna jingga kekuningan didapat dari pencampuran warna
primer kuning dan warna sekunder jingga.
(4) Warna Netral
Warna netral adalah hasil campuran ketiga warna dasar
dalam proporsi 1: 1: 1. Warna netral sering muncul sebagai
penyeimbang warna- warna kontras di alam.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
19
Karakter dan simbulisasi warna (bahasa rupa warna) adalah
sebagai berikut
(1) Kuning : Energi dan kecerian, kejayaan, dan keindahan.
(2) Jingga : Kemerdekaan, penganugrahan, kehangatan, bahaya
(3) Merah : sifat nafsu primitif, marah, berani, perselisihan,
bahaya, perang, seks, kekejaman, bahaya, kesadisan.
(4) Ungu : Keangkuhan, kebesaran, kekayaan.
(5) Biru : Keagunan, keyakinan, keteguhan iman, kesetiaan,
kebenaran, kemurahan hati, kecerdasan dan perdamaian.
(6) Hijau : Kesuburan, kesetiaan, keabadian, kebangkitan,
kesegaran, kemudahan, keremajaan, keyakinan, kepercayaan,
keimanan, pengharapan, dan kesanggupan.
(7) Putih : Kesucian, kemurnian, kejujuran, ketulusan,
kedamaian, ketentraman, kebenaran, kesopanan, keadaan tak
bersalah kelembutan dan kewanitaan
(8) Hitam : Kesedihan, malapetaka, kesuraman, kemurungan,
bahkan kematian, teror, kejahatan, keburukan ilmu sihir,
kedurjanaan, kesalahan, kekejaman, kebusukan, dan rahasia
(9) Abu-abu : Ketenangan, kebijaksanaan, mengalah, kerendahan
hati, tetapi simbul turun tahta, dan ragu-ragu.
2) Prinsip-prinsip Seni Rupa
Menurut Dosen ISI Denpasar Suparta, (2010) bahwa
“Prinsip-prinsip seni rupa adalah cara penyusuan, pengaturan
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
20
unsur-unsur rupa sehingga membentuk suatu karya seni. Prinsip
Seni Rupa dapat juga disebut asas seni rupa, yang menekankan
prinsip desain seperti: kesatuan, keseimbangan, irama, penekanan,
proporsi dan keselarasan. “
Dapat disimpulkan bahwa unsur seni rupa adalah aturan
yang dipakai untuk menyusun unsur-unsur seni rupa untuk
menciptakan suatu karya seni.
3) Prinsip-prinsip Seni Rupa
Menurut Dosen ISI Denpasar Suparta, (2010) bahwa
“Prinsip-prinsip seni rupa adalah cara penyusuan, pengaturan
unsur-unsur rupa sehingga membentuk suatu karya seni. Prinsip
Seni Rupa dapat juga disebut asas seni rupa, yang menekankan
prinsip desain seperti: kesatuan, keseimbangan, irama, penekanan,
proporsi dan keselarasan. “
a) Prinsip Kesatuan
Untuk mendapatkan suatu kesan kesatuan yang lazim
disebut unity memerlukan prinsip keseimbangan, irama,
proporsi, penekanan dan keselarasan. Antara bagian yang satu
dengan yang lain merupakan suatu kesatuan yang utuh, saling
mendukung dan sistematik membentuk suatu karya seni.
Dalam penerapannya pada bidang karya seni rupa/kriya
prinsip kesatuan menekankan pada pengaturan obyek atau
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
21
komponen obyek secara berdekatan atau penggerombolan
unsur atau bagian-bagian.
b) Prinsip Keseimbangan
Prinsip keseimbangan berkaitan dengan bobot. Pada
karya dua dimensi prinsip keseimbangan ditekankan pada
bobot kualitatif atau bobot visual, artinya berat - ringannya
obyek hanya dapat dirasakan. Pada karya tiga dimensi prinsip
keseimbangan berkaitan dengan bobot aktual (sesungguhnya).
Keseimbangan ada dua yaitu: Simetris dan asimetris.
Pencapaian keseimbangan tidak harus menempatkan obyek
secara simetris atau di tengah-tengah. Keseimbangan juga
dapat diperoleh antara penggerombolan dengan obyek-obyek
yang berukuran kecil dengan penempatan sebuah bidang yang
berukuran besar. Atau mengelompokkan beberapa obyek yang
berwarna ringan (terang) dengan berwarna berat (gelap).
c) Prinsip Irama
Irama dalam karya seni dapat timbul jika ada
pengulangan yang teratur dari unsur yang digunakan. Irama
dapat terjadi pada karya seni rupa dari adanya pengaturan
unsur garis, warna, gelap-terang secara berulang-ulang.
d) Prinsip Penekanan
Pada seni rupa bagian yang menarik perhatian menjadi
persoalan/masalah prinsip penekanan yang lebih sering
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
22
disebut prinsip dominasi. Seperti misalnya gambar orang
dewasa pada sekelompok anak kecil, warna merah di antara
warna kuning. Penempatan dominasi tidak mesti di tengah-
tengah, walaupun posisi tengah menunjukkan kesan stabil.
Penekan atau pusat perhatian atau juga disebut obyek
suatu karya/garapan adalah karya yang dibuat berdasarkan
prioritas utama. Karya yang diciptakan paling awal tersebut
lebih menonjol dari berbagai segi obyek pendukungnya seperti
ukuran, teknik, dan pewarnaannya. Dalam seni kriya,
penciptaan suatu karya dinominasi menjadi tiga bagian, yaitu
obyek ciptaan, obyek pendukung dan isian-isian.
e) Prinsip Proporsi
Proporsi adalah perbandingan antara bagian-bagian
yang satu yang lainnya dengan pertimbangan seperti: besar-
kecil, luas-sempit, panjang-pendek, jauh – dekat dan yang
lainnya. Dalam seni rupa kriya, perbandingan ini
mempertimbangkan seperti bidang gambar dengan obyeknya.
Yang juga memjadi perbandingan dalam seni rupa kriya adalah
skala maupun riil/aktual. Berdasarkan kondisi riil, botol lebih
tinggi dari pada gelas atau piring lebih lebar dari pada
mangkok. Proporsi juga digunakan untuk membedakan obyek
utama (tokoh), pendukung (figuran), dan isian-isian
(pendukung/latar).
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
23
f) Prinsip Keselarasan
Prinsip ini juga disebut prinsip harmoni atau keserasian.
Prinsip ini timbul karena ada kesamaan, kesesuaian, dan tidak
adanya pertentangan. Selain penataan bentuk, teksture, atau
warna-warna yang berdekatan (analog). Kalau dalam karya
ada warna-warna yang berlawanan (komplementer) harus
dicarikan warna pengikat/sunggingan seperti warna putih.
d. Motif Ragam Rias
“Ragam hias merupakan bentuk dasar dari hiasan, yang mana
biasanya akan menjadi pola yang diulang-ulang terhadap suatu
kerajinan ataupun dalam suatu karya seni. Ragam hias juga biasa
disebut ornament, berasal dari bahasa Yunani "ornare" yang
artinya hiasan atau menghias. Menghias berarti mengisi
kekosongan suatu permukaan bahan dengan hiasan, sehingga
permukaan yang semula kosong menjadi tidak kosong lagi karena
terisi oleh hiasan. “(Giri, 2014:4).
Jadi, dapat dismpulkan bahwa ragam rias adalah hiasan yang
dipakai untuk nenghiasi kekosongan pada suatu permukaan yang
menjadikan suatu karya seni yang indah untuk dipandang.
Macam-macam ragam rias adalah sebagai berikut:
1) Geometris
Motif geometris sering juga disebut motif ilmu ukur. Pada
dasarnya motif ini dikatakan geometris lebih disebabkan oleh cara
atau teknik yang digunakan dalam pembuatan ragam hias. Pada
teknik-teknik tertentu motif geometris merupakan motif yang
paling mudah dibuat, misalnya teknik anyam, tenun, sulam, atau
teknik lain yang selalu menggunakan pakan dan fungsi.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
24
2) Non Geometris
a) Motif Realistis atau Natural (Alami)
Merupakan motif yang menggambarkan benda yang alami,
natural dan nyata, yaitu flora/tumbuhan. Ragam hias tumbuhan,
yaitu motif yang mengambarkan tumbuh-tummbuhan seperti
bunga, daun, pohon, dan lain-lain yang bias juga
disederhanakan bentuknya tanpa meninggalkan karaktek bentuk
aslinya. Jenis motif natural jenis bunga yang dilukis di antaranya
bunga kamboja dan bunga sakura.
Bunga Kamboja adalah bunga yang cantik. Kelopaknya
besar memiliki aroma yang wangi. Warna bunga macam-
macam, tergantung jenisnya. Tetapi umunya berwarna putih
dengan bagian dalam berwarna kuning. Pohon kamboja
merupakan tanaman yang tahan terhadap penyakit dan tahan
terhadap perubahan cuaca. Bunga kamboja merupakan tanaman
yang bisa hidup hingga ratusan tahun. Pohon kamboja bukanlah
tanaman asli Indonesia. Tanaman ini berasal dari Amerika
bagian tengah. Diduga tanaman dibawa ke Indonesia oleh orang
Belanda dan Portugis. Sekarang pohon kamboja ditemukan di
mana-mana, yaitu di halaman rumah sebagai tanaman hias, di
makam sebagai penanda, juga di pura-pura di Bali. Bunga
kamboja digunakan untuk hiasan di rambut, untuk obat, juga
hiasan ruangan.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
25
Bunga sakura adalah salah satu bunga nasional negara
Jepang. Berdasarkan nama, “sakura” berasal dari kata “saku”,
yang memiliki arti “mekar,” sementara “ra” adalah akhiran
jamak. Dari segi warna, bunga ini sangat berpengaruh dalam
jenisnya. Beberapa warna bunga sakura berwarna kuning pucat,
merah muda, merah terang dan hijau muda. Berdasarkan
susunan kelopak Sakura dibagi menjadi beberapa kategori:
1) Bunga tunggal yang hanya memiliki satu daun
2) Bunga ganda mekar dengan beberapa lapisan mahkota
3) Bunga semi ganda
Berikut ini contoh motif realistis pada bunga kamboja dan
bunga sakura.
Stalasi Bunga Kamboja
Gambar 2.4 Contoh Motif Realistis pada Bunga Kamboja dan
Bunga Sakura
b) Motif Fauna/Binatang
Ragam hias fauna merupakan bentuk gambar motif yang
diambil dari hewan tertentu. Penggambaran fauna dalam
Bunga Kamboja Asli
Bunga Kamboja Asli
Bunga Sakura Asli
Stalasi Sakura Asli
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
26
ornamen sebagian besar merupakan hasil gubahan/stilirisasi,
jarang berupa binatang secara natural, tapi hasil gubahan
tersebut masih mudah dikenali bentuk dan jenis binatang yang
digubah, dalam visualisasinya bentuk binatang terkadang hanya
diambil pada bagian tertentu dan dikombinasikan dengan motif
lain. Jenis binatang yang dijadikan obyek gubahan antara lain,
burung, singa, ular, kera, gajah dan merak.
Gambar 2.5 Motif Fauna Kupu-kupu dan Garuda
(Sumber: Giri, 2014:10)
c) Motif Ragam Hias Figuratif
Ragam hias dari bentuk dasar manusia dengan
penggayaan sehingga menghasilkan motif ragam hias yang
indah. Ragam hias figuratif mengacu pada inspirasi bentuk figur
manusia, baik secara keselurahan atau sebagian. Seperti ragam
hias topeng merupakan ragam hias figuratif yang mengacu
bentuk manusia bagian wajah.
Gambar 2.6 Motif Figuratif
(Sumber: Iskandar, 2017:4)
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
27
e. Pola Motif Ragam Rias
Pola-pola ragam hias menurut penempatannya sebagai berikut:
1) Pola simetris terbentuk dari susunan motif-motif ragam hias dengan
keseimbangan dan bentuk yang sama dalam susunannya.
2) Pola a-simetris terbentuk dari komposisi yang tidak berimbang,
namun memiliki proporsi, komposisi dan kesatuan yang harmoni.
3) Pola ragam hias tepi. Terbentuk dari pengulangan bentuk
sebelumnya dan digunakan untuk menghias bagian tepi.
4) Pola ragam hias menyudut. membentuk pola segi tiga dan umumnya
memiliki bentuk ragam hias yang berbeda dan disesuaikan dengan
bentuk ragam hias yang sudah ada
5) Pola ragam hias gabungan merupakan pola ragam hias memusat
bentuk coraknya berdiri sendiri dan biasanya gabungan dari
beberapa ragam hias dan membentuk ragam hias baru.
6) Pola ragam hias beraturan terbentuk dari bidang dan corak yang
sama yang susunan polanya merupakan pengulangan dari bentuk
sebelumnya dengan ukuran yang sama.
7) Pola ragam hias tidak beraturan, pola ini lebih bervariasi karena
terdiri dari beberpa motif yang berbeda dan tidak mengikuti pola
proporsi dan komposisi yang seimbang
4. Payung Geulis Tasikmalaya
a. Jejak Sejarah Payung
Payung terlihat barang yang sederhana dimasa sekarang. Tetapi
penciptaan payung dimasa lampau memerlukan waktu berabad-abad
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
28
sampai akhirnya digunakan secara umum diseluruh dunia. Menurut
Huang Dada (2011) bahwa:
“Jika menggunakan payung (umbrella) itu berarti sedang
menggunakan ciptaan bangsa Tiongkok.Wang Mang, penguasa
Dinasti Xin menggunakan payung dalam kendaraan roda empat
di abad 2 M payung yang digunakan oleh Wang Mang memiliki
sambungan yang dapat dibengkokkan yang memungkinkan
payung itu untuk dipanjangkan dan ditarikde dari penciptaan
payung ini diturunkan dari pembuatan tenda.. Payung digunakan
untuk orang yang berpangkat tinggi yang digunakan saat pergi
berburu. Fungsi lain adalah melindungi dari sinar matahari.”
Gambar 2.7 Penguasa Dinasti Xin Menggunakan Payung
(Sumber: Dada, Huang::2012)
Tipe awal pembuatan payung terbuat dari sutera, digunakan untuk
penutup dan pelindung dari cuaca seperti hujan dan terik matahari
selama berabad-abad. Selain menggunakan sutera, juga menggunakan
sejenis kertas minyak yang terbuat dari kulit kayu mulberry.
Sebagaimana produk budaya Tiongkok yang lain, ide tentang payung
dari Tiongkok itu kemudian masuk ke Korea dan Jepang. Dan masuk
ke Eropa. melalui Jalur Sutera. Kemudian keberadaan payung
menyebar ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia.
Keberadaan payung di Indonesia diawali pada Masa Hindu-
Buddha pada abad VIII Masehi terbukti bukan hanya tergambarkan
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
29
pada relief candi, namun juga disebutkan dalam sumber data tekstual,
baik prasasti ataupun susustra lama.
“Pada masa lampau, payung bukan marupakan benda yang boleh
dipunyai dan dipergunakan oleh bukan sembarang orang,
melainkan untuk lapisan sosial tertentu. Dalam sumberdata
prasasti, khususnya prasasti yang berisi ‘penetapam status sima
(perdikan)’, diperoleh siratan informasi bahwa jenis payung
tertentu yang dinamai ‘pajeng wlu (payung bulat)’, hanya boleh
dikenakan oleh kalangan bangsawan atau orang tertentu diluar
bangswan yang memperoleh hak-hak istimewa.” (Citralekha,
2017)
Jadi, payung jenis tertentu tidak dipakai oleh sembarang orang,
hanya dipakai oleh kalangan bangsawan dan orang yang memeperoleh
hak istimewa.
Gambar 2.8 Payung pada Zaman Sejarah
(Sumber: Citralekha, 2017)
Jenis payung khusus lainnya adalah payung berwarna keemasan,
yang dalam Kakawin Bharattayuddha dinamai ‘pajeng mas’. Dalam
sumber data prasasti maupun susastra Masa Hindu-Buddha, istilah
dalam Bahasa Jawa Kuno dan Jawa Tengahan untuk penyebut payung
adalah ‘pajeng’, yang kemudian vokal ‘e’ diganti dengan ‘u’ dan
konsonan ‘j’ dengan ‘y’ di dalam bahasa Jawa Baru dan bahasa
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
30
Indonesia. Kata jadian ‘apajeng’ berarti: berpayung, dan ‘pinajengan’
berarti: melindungi dengan payung (memayungi).
Gambar 2.9 Bagian Utama Payung
(Sumber: pusatpayunghias.com, 2019)
Payung yang terdiri atas dua bagian utama, yaitu: (a) bagian
tangkai, dan (b) bagian atap yang mengembang, diilhami oleh bentuk
tanaman, yaitu jamur, sebagaimana tergambar pada jenis dan bentuk
jamur ‘jamur payung’. Bentuk dasar rumah pun ada yang diilhami
bentuk jamur, utamanya rumah sederhana bertiang tunggal (bangunan
soko tunggal), yang di dalam istilah Jawa Kuna disebut ‘patani jamur’.
Bentuk bangunan demikian acap tampil di relief candi Masa Hindu-
Buddha dan ukir kayu cungkup makam Islam Periode Kewalian.
Bentuk payung nampaknya juga menginspirasi sebutan jenis paku yang
bagian atasnya mengembang, yang dinamai ‘paku payung’, yang
menyerupai paku pines namun berukuran jauh lebih besar.
Menurut Citralekha, (2017) bila dilihat dari bentuk dan bahannya,
terdapat kategori:
”(1)payung kertas, dan (2) payung mutho’. Payung kertas
menggunakan tangkai, poros tancap bagi jeruji-jeruji maupun
kemuncak (pengunci atas) dari bahan kayu, jeruji-ketuji dari
bambu, dan pelapis atap dari kertas. Bahan yang berupa kertas
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
31
inilah yang nampaknya menjadi dasar penyebutannya sebagai
‘payung kertas’. Sedangkan ‘payung mutho’ jerujinya dari logam
dan pelapis atap dari kain, sehingga bila dimekarkan mampu
menghasilan bentuk atap kubah (mutho).”
Payung mutho hadir lebih awal, sebagai pengaruh Payung Eropa
pada Masa Kolonial. Oleh karena itu, ada cukup alasan untuk
mempredkati payung kertas yang telah meniti perjalanan sejarah
panjang tersebut sebagai ‘payung tradisional’. Meski hadir lebih
belakangan, namun payung mutho, yang telah berabad-abad hadir di
Nusantara dan telah diadaptasi dengan budaya lokal, dapat pula
dipredikati ‘payung tradisional’.
Apabila payung diposisikan sebagai ‘benda praktis’, maka
payung hanya dilihat sebagai barang yang hanya ‘penting sesaat’.
Artinya, dipandang penting jika tengah dibutuhkan dan dipergunakan.
Orang menghadapi kesulitan untuk dapat melalukan mobilitas ketika
hujan sementara dirinya tidak membawa payung. Fungsi non-praksis
payung tak mengenal pengaruh waktu dan musim. Misalnya, payung
sebagai simbol kebesaran dimekarkan untuk menangungi singgasana,
meskipun lokasinya di dalam ruang.
b. Sejarah Payung Geulis Tasikmalaya
Payung geulis masuk ke Kota Tasikmalaya dibawa oleh etnis
China. Orang China membawa payung dari daerahnya dan dikenalkan
kepada masyarakat Tasikmalaya. Masyarakat Tasikmalaya sangat
menyukai payung yang dibawa oleh orang China tersebut. Kemudian
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
32
masyarakat Tasik-pun mengembangkannya menjadi kerajinan
Tasikmalaya.
Menurut Sofyan dkk (2018:395) bahwa:
“Dalam konteks historis, payung geulis pertama kali ditemukan
oleh salah seorang tokoh masyarakat wilayah Panyingkiran yang
bernama H. Muhyi. H. Muhyi merupakan salah seorang yang
memiliki kondisi ekonomi yang cukup memadai. Sekitar tahun
1962, H. Muhyi berpikir untuk membuat payung yang bisa
digunakan ketika pergi ke ladang pada saat hujan atau panas. Pada
akhirnya, H. Muhyi membuat sendiri payung yang terbuat dari
bahan kertas untuk digunakan pada saat pergi ke ladang. Apa
yang dilakukan oleh H. Muhyi ternyata menginspirasi warga
lainnya untuk membuat payung yang sama. Hingga akhirnya,
beliau memutuskan untuk menjadi perajin payung.”
Keberadaan industri kerajinan payung geulis berada di
Kecamatan Indihiang khususnya di Kelurahan Panyingkiran, hampir
seluruhnya merupakan pengrajin payung geulis. Payung geulis
mengalami masa kejayaan pada 1975 sampai 1985. Namun masa
kejayaan itu berangsur-angsur surut setelah pemerintah pada tahun
1990 menganut politik ekonomi terbuka. akibat kebijakan tersebut
payung produksi luar negeri masuk ke Indonesia. Hal ini berdampak
buruk pada usaha kerajinan payung geulis di Tasikmalaya. Usaha
kerajinan ini mulai bersinar kembali sejak tahun 2003. Pengrajin
payung geulis mulai membuka kembali usaha pembuatan payung geulis
meskipun dalam jumlah kecil.
Pada awalnya pengrajin payung geulis yang terdapat di
Tasikmalaya berjumlah tiga puluh dua pengrajin namun saat ini
pengrajin yang masih memproduksi payung geulis hanya tujuh
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
33
pengrajin. Pengrajin terdiri dari penyulam rangka, pelukis, sampai
pencetak gagang.
c. Pengertian Payung Geulis Tasikmalaya
Payung geulis terdiri dari dua kata, yaitu payung dan geulis.
Payung atau umbrella dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa latin
"umbra", yang berarti bayang-bayang. Sedangkan geulis memiliki arti
elok atau molek, sehingga Payung Geulis memiliki arti payung cantik
yang bernilai estetis. Payung geulis termasuk dalam kategori ‘seni
kriya’. Dilihat dari bahannya payung geulis termasuk pada seni kriya
kayu. Payung geulis Tasikmalaya terbuat dari kayu dan kertas bukan
payung biasa yang terbuat dari besi dan plastik yang mempunyai makna
estetika. Sejalan dengan pendapat Haryono (2012) bahwa
“Kriya kayu merupakan salah satu jenis seni kriya/ kerajinan
yang dalam pengerjaannya selalu menggabungkan antara nilai
kegunaan atau fungsi sekaligus nilai keindahan/ hias
menggunakan bahan dari kayu. Tidak semua orang dapat
membuat payung. Oleh karena itu, payung adalah hasil karya dari
para perajin khusus dan ahli.”
Payung geulis Tasikmalaya merupakan sebuah ornamen hiasan
yang menonjolkan keindahan. Salah satu sentra kerajinan payung geulis
terletak di Desa Panyingkiran, Indihiang. Pada masa keemasan payung
geulis hampir semua warga di daerah Panyingkiran memproduksi
kerajinan yang telah ada sejak zaman Belanda.
Sofyan, et al (2018:391) menambahkan bahwa:
“Payung geulis Tasikmalaya merupakan payung yang memiliki
ciri khas tersendiri di antara payung-payung yang dipasarkan di
Jawa Barat, yakni payung geulis ini hanya diproduksi di
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
34
Tasikmalaya. Kerajinan tangan tradisional ini telah menyimpan
nilai historis yang cukup tinggi. Secara historis, jenis payung ini
pada zaman dahulu merupakan payung yang sangat diminati oleh
penduduk Tasikmalaya dan sekitarnya. Kerajinan tangan
tradisional ini juga merupakan satu di antara jenis kerajinan
tangan yang memiliki fungsi dan nilai estetis sekaligus.”
Cara pembuatan payung geulis sendiri cukup sederhana mulai
dari pembuatan rangka kayu menggunakan benang yang kemudian di
pasang kertas, kain atau plastik menggunakan lem. Proses yang paling
rumit adalah saat membuat rangka diperlukan keahlian khusus dalam
pembuatannya dan belum cukup banyak tenaga kerja yang ahli dalam
melakukannya.
Setelah selesai pembuatan rangka dan pemasangan kertas,
payung geulis diberi motif untuk mempercantik terdapat dua motif yang
dipakai geometris dan non geometris. Ciri dari lukisan payung geulis
yang bermotif geometris adalah menonjolkan ornamen lukisan
berbentuk bangun seperti garis lurus, lengkung dan patah sedangkan
motif non geometris diinspirasi dari alam seperti lukisan manusia,
hewan dan tanaman. Sering perkembangan dan permintaan pasar saat
ini motif lukisa mulai dipadukan dan dikembangkan dengan lukisan cat
minyak, batik atau bordir.
d. Fungsi Payung Geulis
Zaman Belanda payung geulis digunakan kaum bangsawan untuk
melindungi diri dari panas dan hujan. Kini payung geulis bagi
masyarakat Tasikmalaya, merupakan salah satu warisan kultural dan
sekaligus menjadi sumber mata pencaharian sehari-hari. Itu artinya,
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
35
payung geulis bagi masyarakat Tasikmalaya memiliki nilai kultural,
ekonomis, dan estetis.
Seiring dengan perkembangan zaman, payung geulis telah beralih
fungsi dari yang semula sebagai benda yang dipakai dalam kehidupan
sehari-hari, yaitu sebagai pelindung pada saat panas dan hujan,
sekarang berubah menjadi sebuah kerajinan tangan yang dikhususkan
untuk upacara adat, pernikahan, acara-acara seserehan, dan elemen
hiasan di hotel, perkantoran serta rumah makan yang ada di wilayah
Kota Tasikmalaya. Kota Tasikmalaya. Berikut beberapa gambar fungsi
dari payung geulis.
Gambar 2.10 Fungsi Payung Geulis
(Sumber: google.com, 2019)
Gambar di atas menunjukkan bahwa payung geulis dapat
digunakan untuk berbagai kegiatan misalnya upacara adat pernikahan,
seni tari, kegiatan Tasik Oktober Festival (TOF), dan media edukasi
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
36
para pelajar dalam melukis payung, tujuannya untuk melestarikan
keberadaan payung geulis sebagai ikon KotaTasikmalaya.
B. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan analisis
motif antara lain:
1. Hasil Penelitian Nova Juwita (2014)
Judul penelitian “Analisis Estetik Payung Geulis Tasikmalaya.”
Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Indonesia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
dalam proses pembuatan payung geulis Tasikmalaya ini terbagi menjadi
empat tahap yaitu: 1) pembuatan bola-bola atas dan bawah, 2) pembuatan
jari-jari (Rurusuk) dan Penyangga (Sangga), 3) pembuatan pegangan dan
kuncung, dan 4) pembuatan payung geulis. Pada proses pembuatan paying
geulis ada teknik anyam. Teknik ayam yang digunakan tidak sama dengan
Teknik anyam pada umumnya. Pola anyam yang digunakan adalah pola
anyam buatan pekriya payung sejak zaman dahulu yang dibuat secara
turun temurun. Sedangkan untuk hiasan pada tudung payung kebanyakan
berupa motif motif hias bunga. Persamaan dengan penelitian ini adalah
objek penelitian yaitu payung geulis, sedangkan perbedaannya adalah
tempat penelitian dan bukan analisis motif tetapi analisis estetikanya.
2. Hasil Penelitian Toifful Aman (2014)
Judul penelitian “Analisis Motif Batik Gebleg Renteng sebagai
Motif Batik Khas Kabupaten Kulon Progo” Fakultas Bahasa dan Seni
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
37
Universitas Negeri Yogyakarta. Rumusan masalah adalah mengkaji latar
belakang, bentuk motif, makna simbolis, arah motif, dan fungsi Batik
Gebleg Renteng Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.
Keabsahan data diperoleh melalui teknik triangulasi. Analisis data
menggunakan teknik model Miles dan Huberman yang melalui tiga proses
yaitu proses reduksi data, proses penyajian data dan proses menarik
kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk motif Gebleg
Renteng dibagi atas motif utama terdiri dari gebleg, motif logo Binangun
bersayap, motif bunga kuncup dan bunga mekar. Makna simbolis Batik
Gebleg Renteng adalah gambaran potensi kekayaan alam Kulon progo,
nilai luhur budaya, dan doa/harapan bagi Kulon Progo agar menjadi
daerah yang lebih maju. Persamaan dengan penelitian ini adalah subjek
penelitian yaitu analisis motif sedangkan perbedaannya adalah tempat
penelitian dan objek penelitian bukan payung geulis tetapi motif batik.
3. Hasil Penelitian Pratiwi Kusumowardhani (2017)
Judul penelitaian “Identifikasi Unsur Visual Bentuk dan Warna yang
Menjadi Ciri Khas Motif Ragam Hias Batik Betawi Tarogong Jakarta”.
Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta. Rumusan masalah pada
penelitian ini adalah bagaimana unsur visual yang terdapat pada ragam
hias motif batik Betawi khususnya Batik Betawi Wilayah Tarogong.
Metodelogi Desain Nate Burgon & Adam Kallis diadaptasi dalam
penelitian ini, yaitu konsep divergen dan konvergen, sampai menemukan
detail masalah. Detail masalah yang dikembangkan dengan mengadaptasi
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
38
teori unsur visual oleh Marvin Bartel yaitu analisis unsur visual bentuk
dan warna motif yang sering muncul sehingga menjadi identitas awal
motif ragam hias Batik Betawi Tarogong Jakarta. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bentuk dasar yang sering muncul pada Batik betawi
Tarogong yang telah dianalisis dan diturunkan pada bab sebelumnya.
Terdapat dua tema bentuk, yaitu tema motif ragam hias flora dan motif
kreasi yang sering dimunculkan, walaupun masing-masing memiliki
gambar bentuk yang berbeda satu sama lain. Persamaan dengan penelitian
ini adalah subjek penelitian yaitu analisis motif sedangkan perbedaannya
adalah tempat penelitian dan objek penelitian bukan payung geulis tetapi
motif batik.
4. Hasil Penelitian Pratiwi Kusumowardhani (2018)
Judul penelitaian “Analisis Motif Ragam Hias Batik Jawa Tengah
Berbasis Unsur Visual Bentuk dan Warna (Studi Kasus Batik Semarang
dan Pekalongan). Penelitian ini memfokuskan pada menganalisis unsur
visual yaitu bentuk dan warna pada batik Jawa Tengah. Metodelogi
analisis menggunakan desain Nate Burgon & Adam Kallis, yaitu divergen
dan konvergen, sampai menemukan detail desain. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa warna-warna alam yang sering muncul dalam batik
Jawa Tengah merupakan salah satu ciri atau identitas warna batik daerah
tersebut. Warna yang sering muncul, yaitu merah kecoklatan, ungu, dan
kuning. Motif dari Jawa Tengah sebagian besar adalah motif flora dan
fauna. Bentuk yang sering muncul, yaitu bunga, Kupu-kupu, dan burung
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
39
merak. Persamaan dengan penelitian ini adalah subjek penelitian yaitu
analisis motif sedangkan perbedaannya adalah tempat penelitian dan objek
penelitian bukan payung geulis tetapi motif batik.
5. Hasil Penelitian Grenita Indah Susanti (2018)
Kajian Estetik Batik Sekar Jagad Motif Mancungan Kebumen.
Program Studi Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Yogyakarta. Rumusan masalah adalah karakteristik
motif dan warna batik Sekar Jagad motif mancungan Kebumen menurut
Teori Estetika Monroe Beardsley Penelitian ini menggunakan jenis
kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data diperoleh dengan teknik
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data dengan
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian
menunnjukkan bahwa unsur kesungguhan dalam motif dan warna terdapat
pada karakter bentuk mancungan yang rumit dengan mempertimbangkan
kualitas dari berbagai sifat yang ada pada nilai/filosofi bermakna keuletan,
kesabaran dan ketelatenan. Persamaan dengan penelitian ini adalah subjek
penelitian yaitu analisis motif sedangkan perbedaannya adalah tempat
penelitian dan objek penelitian bukan payung geulis tetapi motif batik.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwa penelitian relevan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti
karena berhubungan dengan analisis motif. Meski demikian, penelitian
tersebut memiliki variasi yang berbeda, seperti penggunaan media motif yang
berbeda, lokasi penelitian berbeda, dan tahun yang berbeda.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
40
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--