bab ii tinjauan pustaka a. diare pada bayi usia 1-12...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diare Pada Bayi Usia 1-12 Bulan
1. Pengertian Diare
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4x pada
bayi dan lebih dari 3x pada anak, konsistensi cair, ada lendir atau darah
dalam faeces (Ngastiyah, 2000). Diare adalah buang air besar (defekasi)
dengan jumlah tindakan yang lebih banyak dari biasanya yang disertai
frekuensi defekasi meningkat (Arief Mansjoer, 2000).
Diare adalah defekasi lebih dari 3x sehari dengan atau tanpa darah
atau lendir. Adapun menurut (Richard, 2003) Diare adalah suatu
peningkatan frekuensi, keenceran dan volume tinja serta diduga selama 3
tahun pertama kehidupan, seorang anak akan mengalami 1 – 3x episode
akut diare berat.
Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang
abnormal lebih dari 3 kali serta perubahan dalam isi konsistensinya
(Burnner & Suddarth, 2002).
2. Penyebab Diare
Diare adalah penyakit yang disertai dengan perubahan benyuk dan
konsistensi tinja yang melembek samapi mencair dengan frekuensi lebih
dari tiga kali dalam sehari (Arief Mansjoer, 2000). Diare dapat disebabkan
oleh factor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi) makanan,
dan faktor psikologis yaitu (Widjaja, 2001) :
a. Faktor Infeksi
Infeksi bakteri oleh kuman E. coli, Salmonella, Vibrio cholerae
(kolera) yang berlebihan, infeksi basil, keracunan makanan.
7
b. Faktor Malabsorpsi
Malabsorpsi karbohidrat terjadi pada bayi yang mengkonsumsi
susu formula yang menyebabkan diare yang berupa diare berat, tinja
berbau asam, sakit didaerah perut. Malabsorpsi lemak atau triglyserida,
dimana jika terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat jadi muncul
karena lemak tidak terserap dengan baik.
c. Faktor Makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang
tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan
kurang matang.
d. Faktor Psikologis
Rasa takut, cemas, tegang pada anak balita dapat menyebabkan
diare kronis.
3. Jenis Diare
a. Diare akut
Diare akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu tetapi
gejalanya dapat berat. Penyebabnya sebagai berikut :
1) Gangguan jasad renik atau bakteri yang masuk ke dalam usus halus
setelah melewati berbagai rintangan asam lambung.
2) Jasad renik yang berkembang pesat di dalam usus halus
3) Racun yang dikeluarkan oleh bakteri
4) Kelebihan cairan usus akibat racun
b. Diare kronis atau menahun
Diare kronis, kejadiannya lebih kompleks yang disebabkan oelh
faktor-faktor pada anak yaitu :
1) Gangguan bakteri, jamur, parasit
2) Malabsorpsi kalori
3) Malabsorpsi lemak
8
4. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala diare memiliki tanda yaitu (a) mudah cengeng,
gelisah, (b) terjadi peningkatan suhu tubuh, (c) nafsu makan berkurang, (d)
tinja encer yang kemungkinan disertai lender atau lendir darah, (e) warna
tinja kehijau-hijauan, (f) anus dan daerah sekitar lecet karena seringnya
defekasi, (g) gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare, (h)
banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit sehingga menimbulkan
dehidrasi, (h) berat badan menurun, (i) turgor kurang,(j) mata dan ubun-
ubun besar dan menjadi cekung (pada bayi), (k) selaput lendir dan mulut
serta kulit tampak kering (Ngastiyah, 2000).
5. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Diare Pada Balita
Faktor – faktor terjadinya diare pada bayi meliputi :
1. Usia
Usia adalah lamanya keberadaan seseorang diukur dalam
satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individual normal yang
memperlihatkan derajat anatomis dan fisiologik sama. Usia adalah
lama waktu hidup atau ada (sejak dialhirkan atau diadakan) (Hoetama,
2005). Karakteristik pada ibu balita berdasarkan usia sangat
berpengaruh terhadap cara penanganan dalam mencegah terjadinya
diare pada balita.
2. Tingkat pendidikan
Pendidikan diinterprestasikan dengan makna untuk
mempertahankan individu dengan kebutuhan-kebutuhan yang
senantiasa bertambah dan merupakan suatu harapan untuk dapat
mengembangkan diri agar berhasil serta untuk memperluas,
mengintensifkan ilmu pengetahuan (Supriyatno, 2001). Tingkat
pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan
memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Pendidikan yang tinggi
maka seseorang cenderung untuk mendapatkan informasi atau
pengalaman pribadi baik dari orang lain maupun media massa.
9
3. Status Pekerjaan Ibu
Status pekerjaan ibu mempunyai hubungan yang bermakna
dengan kejadian diare pada anak balita. Pada pekerjaan ibu atau
keaktifan ibu dalam berorganisasi sosial berpengaruh pada kejadian
diare pada balita. Dengan pekerjaan tersebut diharapkan ibu mendapat
informasi tentang pencegahan diare. Terdapat 9,3% anak balita
menderita diare pada ibu yang bekerja, sedangkan ibu yang tidak
bekerja sebanyak 12% (Irianton, 2006).
4. Pendapatan Keluarga
Pendapatan merupakan indicator dalam taraf ekonomi keluarga
yang berhubungan dengan daya beli yang dimiliki keluarga.
Pendapatan berhubungan erat dengan kejadian diare. Tingkat
pendapatan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup, di mana
status ekonomi orang tua yang baik akan berpengaruh pada fasilitasnya
yang diberikan (BPS, 2005). Hal ini dapat disimpulkan bahwa
pendapatan yang meningkatkan, perbaikan sarana atau fasilitas
kesehatan serta masalah keluarga lainnya, yang berkaitan dengan
kejadian diare, hampir berlaku terhadap tingkat pertumbuhan
pendapatan.
5. Status Gizi Balita
Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh
konsumsi makanan, penyimpanan dan penggunaan makanan. Status
gizidibedakan dalam status gizi buruk, kurang baik dan lebih ( Sunita,
2002). Hal ini jika balita terjadi diare akan berpengaruh juga pada
penurunan berat badan yang selanjutnya akan mempengaruhi status
gizi balita.
6. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba di mana sebagian
10
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata (penglihatan) dan telinga (pendengaran)
(Notoatmodjo, 2010).
7. Praktik cuci tangan
Melakukan cuci tangan dengan air mengalir dan mengunakan
sabun dapat menghilangkan berbagai macam kuman dan kotoran yang
menempel di tangan sehingga tangan bersih dan bebas kuman. Tujuan
dari mencuci tangan adalah untuk menghalansi transmisi patogen-
patogen kuman dengan cepat dan efektif. Kebiasaan ibu untuk cuci
tangan makan penting dilakukan oleh ibu yang memiliki bayi, agar
penularan kuman diare tidak menyebar atau tidak terjadi, untuk itu
perlu adanya perubahan dari kebiasaan tidak mencuci tangan menjadi
mencuci tangan dapat memutuskan penularan (Nadesul, 2006).
8. Hygiene sanitasi
Hygiene adalah suatu usaha kesehatan masyarakat yang
mempengaruhi kondisi lingkungan terhadap lingkungan kesehatan
manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh
lingkungan kesehatan serta membuat kondisi lingkungan sedemikian
rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Termasuk upaya
melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan manusia
(perorangan atau masyarakat) (Azwar, 2000).
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang
menitikberatkan pada pengawasan terhadap faktor yang mempengaruhi
derajat kesehatan manusia, lebih mengutamakan usaha pencegahan
terhadap berbagai faktor lingkungan sedemikian rupa sehingga
munculnya penyakit dapat terhindari. Sanitasi lingkungan berupa
adanya jamban umum, MCK (Mandi, Cuci, Kakus), tempat sampah
(Azwar, 2000).
11
9. Kualitas Sumber Air
Air merupakan factor yang penting untuk pemenuhan
kebutuhan vital yaitu sebagai air minum atau keperluan keluarga air
yang digunakan harus bebas dari kuman penyakit dan tidak
mengandung bahan beracun. Sumber air yang memenuhi syarat
sebagai air baku meski memiliki persyaratan kualitas air meliputi
jernih, tidak berwarna, tidak berbau, temperature normal, tidak
mengandung zat padatan (Rica Denis, 2010).
10. Kebersihan jamban
Dengan adanya jamban dalam rumah mempengaruhi kesehatan
lingkungan sekitar. Untuk mencegah atau mengurangi kontaminasi
tinja terhadap lingkungan maka tinja harus dibuang pada tempat
tertentu agar menjadi jamban yang sehat untuk daerah pedesaan harus
memenuhi persyaratan yaitu tidak mengotori permukaan air di
sekitarnya, tidak terjangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau,
mudah digunakan dan dipelihara, sederhana desainnya, murah, dapat
diterima oleh pemakainya.
B. Status Gizi
1. Pengertian status gizi
Status gizi berarti sebagai keadaan fisik seseorang atau sekelompok
orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-
ukuran gizi tertentu. Menurut (Supariasa, 2002), status gizi adalah ekspresi
dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau
perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu.
2. Penilaian status gizi
Penilaian status gizi anak balita dimaksudkan untuk mengetahui
apakah seseorang atau kelompok balita tersebut mempunyai status gizi
kurang, baik atau lebih. Penilaian status gizi anak balita tersebut bertujuan
untuk mengetahui sejauh mana keseimbangan antara zat gizi yang masuk
12
dalam tubuh dengan zat gizi yang digunakan oleh tubuh, sehingga tercipta
kondisi fisik yang optimal. Ada berbagai cara dalam mengukur atau
menilai status gizi seseorang yaitu melalui penilaian status gizi secara
langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung (Supariasa, 2002)
yaitu :
a. Survey Konsumsi Makanan
Survey konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui
kebiasaan makanan zat gizi tingkat kelompok, rumah tangga dan
perorangan serta faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan
tersebut. Metode pengukuran konsumsi makanan berdasarkan sasaran
pengamatan atau pengguna yaitu tingkat nasional, rumah tangga dan
individual.
b. Statistik Vital
Cara untuk mengetahui keadaan gizi di suatu wilayah adalah
dengan cara menganalisis statistik kesehatan. Dengan menggunakan
statistik kesehatan dapat diperhitungkan penggunaannya sebagai
bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi
masyarakat.
c. Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil yang
saling mempengaruhi dan interaksi beberapa faktor fisik, biologi dan
lingkungan budaya. Jadi jumlah makanan dan zat-zat gizi yang tersedia
bergantung pada keadaan lingkungan seperti ikiim, tanah, irigasi,
penyimpanan, transportasi, dan tingkat ekonomi penduduk.
d. Pemeriksaan klinis
Penggunaaan pemeriksaan klinis untuk mendeteksi defisiensi
gizi yaitu dengan mendeteksi kelainan atau gangguan yang terjadi pada
kulit, rambut, mata, membran mukosa mulut, dan bagian tubuh yang
lain dapat dipakai sebagai petunjuk ada tidaknya masalah gizi kurang.
e. Biokimia
13
Pemeriksaan biokimia yang sering digunukan dalam penelitian
adalah tehnik pengukuran kandungan berbagai zat gizi dan subtansi
kimia lain dalam darah dan urine. Hasil pengukuran tersebut
dibandingkan dengan standar normal yang telah ditetapkan.
f. Biofisik
Penilaian status gizi dengan biofisik adalah melihat dan
kemampuan fungsi jaringan dan perubahan stuktur. Tes kemampuan
fungsi jaringan meliputi, kemampuan kerja dan adaptasi sikap.
Penilaian status gizi secara biofisik sangat mahal dan memerlukan
tenaga profesional.
g. Antropometri
Parameter yang digunakan pada penilaian status gizi dengan
menggunakan antropometri adalah umur, berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas, lngkar kepala, dan lingkar dada. Indeks
antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah
berat badan menurut umur (BB/ U), tinggi badan menurut umur (TB/
U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks BB/U
adalah pengukuran total berat badan termasuk air, lemak, tulang dan
otot, indeks TB/U adalah pengukuran pertumbuhan linier, indeks
BB/TB adalah indeks untuk membedakan apakah kekurangan gizi
terjadi secara kronos atau akut.
Tabel 2.2 Klasifikasi status gizi menurut WHO-NCHS
Kategori Persen terhadap median
Gizi Buruk
Gizi Kurang
Gizi Baik
Gizi Lebih
< -3 SD
-3 SDs/d -2 SD
-2 SD s/d +2 SD
>+2 SD
14
3. Peran Status Gizi Pada Pencegahan Diare
Status gizi bayi dapat dipengaruhi oleh faktor risiko yang
signifikan dalam menyebabkan penyakit diare pada bayi, rendahnya status
gizi pada bayi merupakan faktor risiko yang rentan untuk menyebabkan
penyakit diare. Untuk aspek pemberian ASI eksklusif yag tidak benar
dapat berpengaruh pada kondisi status gizi, yang berdampak pada diare
pada bayi. Kurangnya aspek imunisasi memiliki risiko terkena penyakit
diare pada bayi.
4. Faktor yang mempengaruh status gizi
Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang, faktor-
faktor yang mempengaruhi status gizi dibagi menjadi dua yaitu secara
langsung dan tidak langsung (Supariasa, 2002), meliputi (1) Konsumsi
makanan, (2) penyakit infeksi, (3) Pola asuh gizi, (4) Jarak kelahiran yang
terlalu dekat, dimana jarak kelahiran akan mempengaruhi status gizi anak
dalam keluarga, (5) sanitasi lingkungan, dimana sanitasi lingkungan
memiliki peran yang cukup dominan dalam penyediaan lingkungan yang
mendukung kesehatan anak dan tumbuh kembangnya, (6) pelayanan
kesehatan yang diarahkan kepada peningkatan kesehatan dan status gizi
anak sehingga terhindar dari kematian dini dan mutu fisik yang rendah, (7)
stabilitas rumah tangga, dimana berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
Tumbuh kembang anak akan berbeda pada keluarga yang harmonis
dibandingkan dengan mereka yang kurang harmonis.
C. Praktik Cuci Tangan
1. Pengertian Praktik Cuci Tangan
Praktik cuci tangan adalah mencuci tangan pakai sabun, dimana
pencucian tangan dengan air mengalir dan memakai sabun dapat
menghilangkan berbagai macam kuman dan kotoran yang menempel di
tangan sehingga tangan bersih dan bebas kuman. Cucilah tangan setiap
kali sebelum makan dan melakukan aktifitas yang menggunakan tangan,
15
seperti memegang uang dan hewan, setelah buang air besar, sebelum
memegang makanan. Perilaku cuci tangan yaitu melakukan cuci tangan
dengan air mengalir dan mengunakan sabun dapat menghilangkan
berbagai macam kuman dan kotoran yang menempel di tangan sehingga
tangan bersih dan bebas kuman (Nadesul, 2006).
2. Tujuan dari mencuci tangan
Mencuci tangan adalah untuk meningkatkan kesadaran akan
pentingnya perilaku cuci tangan, kesadaran akan segi positif dan manfaat
dari cuci tangan, kesadaran untuk meningkatkan praktek cuci tangan,
selain itu untuk menghalansi transmisi patogen-patogen kuman dengan
cepat dan efektif. Kebiasaan ibu untuk cuci tangan makan penting
dilakukan oleh ibu yang memiliki balita, agar penularan kuman diare tidak
menyebar atau tidak terjadi, untuk itu perlu adanya perubahan dari
kebiasaan tidak mencuci tangan menjadi mencuci tangan dapat
memutuskan penularan (Nadesul, 2006).
3. Praktik Cuci Tangan
Praktik cuci tangan dapat dilakukan dalam beberapa tahap yaitu
mencuci tangan dengan sabum cairan khusus tangan, cuci tangan dengan
air hangat ataupun mengunakan tisú basah khusus untuk memboilas tangan
kotor. Adapun tahap- tahap cuci tangan yang benar yaitu (a) Basahi tangan
dengan air di bawah kran atau air mengalir, (b) ambil sabun cair
secukupnya untuk seluruh tangan atau sabun mengandung antiseptik, (c)
Gosokkan kedua telapak tangan sampai ke ujung jari, (d) Telapak tangan
tangan menggosok punggung tangan kiri (atau sebaliknya) dengan jari-jari
saling mengunci (berselang-seling) antara tangan kanan dan kiri, gosok
sela-sela jari tersebut, lakukan sebaliknya, (e) Letakkan punggung jari satu
dengan punggung jari lainnya dan saling menguncii, (f) Usapkan ibu jari
tangan kanan dengan telapak kiri dengan gerakan berputar. Lakukan hal
yang sama dengan ibu jari tangan kiri, (g) Gosok telapak tangan dengan
punggung jari tangan satunya dengan gerakan kedepan, kebelakang dan
16
berputar. Lakukan sebaliknya, (h) Pegang pergelangan tangan kanan
dengan tangan kiri dan lakukan gerakan memutar. Lakukan pula untuk
tangan kiri, kemudian bersihkan sabun dari kedua tangan dengan air
mengalir dan keringkan tangan dengan menggunakan tissue dan bila
menggunkan kran, tutup kran dengan tissue.
Terdapat lima moment iritis cuci tangan yang perlu dilakukan yaitu
(1) pada saat sebelum makan, (2) sehabis buang air besar, (3) sebelum
menyiapkan makan, (4) setelah menceboki bayi dan setelah kontak dengan
hewan.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Cuci Tangan
a. Status Ekonomi
Pendapatan atau status ekonomi berpengaruh pada kebiasaan
cuci tanga, dimana kurangya biaya kehidupan sehari-hari berpengaruh
pada penyediaan fasilitas cuci tangan. Ketiadaan biaya akan
menyebabkan persediaan sabun tidak tersedia.
b. Pengetahuan
Pengetahuan berpengaruh pada kulitas diri seseorang, dimana
pengetahuan yang baik tentang manfaat cuci tangan akan ibu lakukan
setiap saat tiap hari. Pengetahuan akan pentingnya mencuci tangan
dengan sabun, keterampilan akan cara mencuci tangan yang benar,
ketersediaan sarana untuk mencuci tangan. Informasi pengalaman
mencuci tangan dengan sabun dan dapat menciptakan suatu
mekanisme pengingat untuk mendukung terjadinya perubahan perilaku
baru.
c. Kebiasaan
Perilaku cuci tangan yang baik dan benar yang dimiliki oleh
seseorang dapat berubah menjadi tidak baik, jika kebiasaan tersebut
tidak dilakukan dengan tujuan tidak terbiasa.
17
5. Peranan cuci tangan untuk mencegah diare
Perilaku kesehatan salah satunya praktik cuci tangan perlu
ditegakkan oleh tiap keluarga guna menurunkan angka kejadian diare yang
terjadi pada balita. Cuci tangan pakai sabun merupakana cara yang paling
sederhana. Manfaat dan fungsi cuci tangan dengan benar merupakan
pertahanan pertama yang dapat mencegah penyebaran berbagai penyakit
tidak hanya flu biasa, tetapi juga bisa hepatitis A dan penyakit diare.
Selain mengurangi prevalensi diare, praktik cuci tangan membantu
mencegah berbagai penyakit seperti tipus dan flu burung (Depkes, 2009).
18
D. Kerangka Teori
Gambar 2.1. Kerangka Teori Sumber Soetjiningsih dalam Supariasa (2002),
Depkes (2008)
E. Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel Dependent
Gambar.2. Kerangka Konsep
F. Hipotesis Penelitian
Ha : Ada hubungan status gizi dengan diare pada bayi usia 1-12 bulan di desa
Gondang Kecamatan Subah Kabupaten Batang.
Ha : Tidak ada hubungan perilaku cuci tangan ibu dengan diare pada bayi usia
1-12 bulan di desa Gondang Kecamatan Subah Kabupaten Batang
Status Gizi bayi usia 1-12
bulan : 1. Konsumsi makanan, 2. Penyakit infeksi
3. Pola asuh gizi 4. Jarak kelahiran yang
terlalu dekat 5. Sanitasi lingkungan, 6. Pelayanan kesehatan
7. Stabilitas rumah tangga
Diare Balita
Status Gizi Balita
Perilaku cuci tangan Ibu
Praktik cuci tangan Ibu : 1. Status Ekonomi
2. Pengetahuan
3. Kebiasaan
Faktor-faktor yang mempengaruhi diare pada bayi usia 1-12 bulan
1. Usia 2. Tingkat pendidikan
3. Pekerjaan ibu 4. Pendapatan keluarga 5. Status gizi balita
6. Tingkat pengetahuan 7. Perilaku cuci tangan
8. Hygiene sanitasi 9. Kualitas sumber air
10. Kebersihan jamban
Diare Balita
19