bab ii tinjauan pustaka a. intensi...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Intensi (niat)
Berdasar pada theory of planned behavioural (TPB), perilaku dipengaruhi
oleh intensi (niat) dalam mengkonsumsi tablet Fe. Intensi (niat) dipengaruhi
oleh sikap, norma subjektif dan pengendalian perilaku yang disadari.
Intensi (niat) dalam kamus besar bahasa Inggris-Indonesia oleh Echolas &
Sadili (2000) melalui kata dasarnya memiliki arti maksud, pamrih, atau
tujuan, disengaja. Intents yang artinya adalah niat. Menurut Notoatmodjo
(2007) menerangkan tentang Teori Snehandu B. Kar bahwa behaviour
intention merupakan niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan
kesehatan atau perawatan kesehatanya.
Villis (2000) mendeskripsikan intensi (niat) adalah penetapan tujuan yang
merupakan sebuah perkiraan perilaku. Conner & Norman (2005)
menerangkan bahwa pada Social Cognitif Theory dalam psikologi sosial
mengenai kesehatan, intensi (niat) merupakan konstruksi inti dalam
memahami intensi (niat) perilaku terkait dengan kesehatan, tindakan atau
perubahan perilaku. Pada perilaku yang akan dilakukan adalah intensi (niat)
behavioral yang merupakan intensi (niat) untuk melakukan tindakan
kesehatan yang teratur, dimana terdapat kemungkinan yang semakin
meningkat untuk melakukan tindakan kesehatan tersebut (Albery & Munafo,
2011). Intensi (niat) merupakan kumpulan keyakinan yang dapat disebut
dengan berniat.
Menurut Albery & Munafo (2011), Intensi (niat) perilaku ditentukan oleh
sikap, norma subjektif dan pengendalian perilaku yang disadari.
Kecenderungan untuk memilih melakukan tindakan atau tidak, intensi (niat)
10
ini ditentukan sejauh mana individu memilih untuk melakukan perilaku
tertentu mendapat dukungan dari orang lain yang berpengaruh.
Penelitian sebelumnya oleh Arum & Mangkunegara (2010) yang berjudul
“Peran sikap, norma subjektif & persepsi kendali perilaku dalam
memprediksi intensi (niat) wanita melakukan SADARI” membuktikan
hipotesis bahwa mengindikasikan derajat perencanaan yang direncanakan
seseorang pada perilaku mendatang dan menggambarkan seberapa keras
seseorang menghendaki untuk mencoba serta seberapa banyak upaya yang
mereka pikirkan untuk dikeluarkan dalam menampilkan perilaku.
B. Konsumsi Tablet Fe
1. Waktu dan Cara yang tepat dalam konsumsi tablet Fe
Penderita anemia harus mengkonsumsi tablet Fe 60-120 mg/hari dan
meningkatkan asupan makanan tinggi Fe. Satu bulan kemudian dilakukan
cek Hb, jika hasilnya menunjukkan peningkatan Hb 1g/ dl, maka
pemberian tablet Fe dilakukan sampai tiga bulan (Dep Gizi & Kes.
Masyrakat UI, 2013).
Hoffbran, Pettit & Moss (2005), menerangkan bahwa tablet Fe paling baik
diberikan pada keadaan perut kosong dalam dosis yang berjarak sedikitnya
6 jam atau jika timbul efek samping seperti nyeri perut dan konstipasi,
dapat dikurangi dengan memberikan tablet Fe bersama makanan dengan
kandungan besi yang rendah.
Penelitian yang dilakukan oleh Fikawati, Syafiq & Nurjuaida (2004) dalam
intervensi pemberian Fe mengacu pada Depkes RI (1999) dosis terapi
untuk remaja putri yang anemia adalah 1 kali/hari selama 1 bulan dan
WHO/UNICEF dalam Gross et al. merekomendasikan pemberian 2
kali/hari untuk waktu 2 sampai 3 bulan. Hasil studi ini melaporkan bahwa
konsumsi Fe 1 kali/minggu pada manusia lebih efisien karena sesuai
11
dengan siklus pembaharuan sel-sel mukosa usus manusia yang terjadi
setiap 5 hari.
2. Program Pemberian Tablet Fe untuk remaja dari Dinas Kesehatan
Kabupaten
Berdasarkan surat pemberitahuan dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Demak, Pemberian suplementasi tablet Fe dalam program yang dilakukan
Puskesmas pada remaja putri adalah dengan pemberian tablet Fe yaitu
pemberian tablet Fe yang berisi tablet salut selaput yang mengandung :
Ferro Sulfat Eksikatus 200mg (setara dengan tablet Fe elemen 60mg) dan
asam folat 0,25mg. Kemudian dianjurkan untuk mengkonsumsi tablet Fe
setiap hari selama menstruasi dan seminggu sekali bila tidak menstruasi.
Berdasarkan hasil penelitian Herdata (2000) bahwa dosis anak sebesar 3
mg/KgBB besi elemental seminggu sekali direkomendasikan, ibu hamil
dianjurkan tablet besi 30-60 mg tiap hari dimulai dari usia hamil 12
minggu pasca persalinan, dan remaja 60 mg besi mingguan selama 3 bln
dengan dosis 3 mg elemantal Fe/KgBB dalam bentuk Ferro Sulfat
seminggu sekali selama 3 bulan.
3. Efek Samping Tablet Fe
Kelebihan besi karena makanan sangat jarang terjadi, tetapi kelebihan
karena suplemen besi bisa terjadi dengan akibat rasa enek, muntah, diare
(terkadang konstipasi), denyut jantung meningkat, sakit kepala mengigau
sampai pingsan (Almatsier, 2010).
C. Anemia
1. Pengertian
Anemia adalah suatu keadaan dimana massa eritrosit dan atau massa
hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh (Bakta, 2006).
12
WHO menggolongkan usia remaja dimulai dari 10-18 tahun. Berdasarkan
Pangkahila (2001) dalam mengklasifikasikan remaja dalam rentang pra
remaja putri dengan usia < 9 tahun, remaja awal 9-13 tahun remaja
menengah 13-16 tahun dan remaja akhir > 16 tahun (Soetjiningsih, 2004).
Berdasarkan kriteria anemia WHO dalam Bakta (2006) terdiri dari anemia
untuk perempuan dewasa tak hamil sebesar < 12 gr/dl, perempuan hamil <
11 gr/dl, anak (6-14 tahun) <12 gr/dl. Menurut Suandi dalam Soetjiningsih
(2004) bahwa remaja putri dengan usia 12-14 dikatakan anemi jika Hb <
12 gr/dl.
2. Etiologi
Menurut Bakta (2006) di bawah ini adalah etiologi dari anemia pada
remaja disebabkan karena anemia defisiensi besi, hal ini biasanya
disebabkan sebagai berikut : Zat besi dalam makanan berkurang,
gangguan absorpsi, perdarahan kronik, kebutuhan O2 meningkat.
Menurut Almatsier (2010) penyebab anemia dikarenakan konsumsi
makanan yang kurang seimbang atau gangguan absorpsi besi, terutama
makanan yang berasal dari besi-hem dan pada perempuan adanya
kehilangan darah melalui haid.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Almatsier (2010), kekurangan besi dapat menyebabkan pucat,
lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran tubuh,
menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi belajar.
4. Penatalaksanaan Anemia pada remaja
a. Therapi
Menurut Almatsier (2010), pemberian tablet tambah darah merupakan
salah satu penanganan yang dilakukan untuk menanggulangi anemia
13
pada remaja. Dosis yang diberikan adalah 60-120 mg/hari tergantung
pada derajat anemianya yang diberikan selama 3 bulan.
Hasil penelitian pengaruh suplementasi zat besi pada remaja siswi
SLTP Kota Tanggerang oleh Fikawati, Syafiq & Nurjuaidah (2004)
dosis yang umum diberikan adalah 60 mg besi elemental dan 0,25 mg
asam folat. Hasil penelitian Farida (2007) angka kecukupan besi yang
dianjurkan untuk wanita dengan usia remaja 13-18 adalah 26
mg/org/hari.
b. Diit
Menurut Almatsier (2010), sumber baik besi yang disebut besi-hem
adalah makanan hewani seperti daging, ayam, dan ikan. Sedangkan
besi non-hem misalnya telur, serelia tumbuk, kacang-kacangan,
sayuran hijau dan beberapa jenis buah yang kaya akan vitamin C.
D. Faktor yang mempengaruhi perilaku remaja untuk mengkonsumsi
tablet Fe.
Albery & Munafo (2011) menerangkan bahwa ilmu kesehatan dan psikologi
sosial menyebutkan hubungan antara pembentukan intensi (niat) untuk
bertindak disebut juga proses penetapan tujuan, dimana pada model kognitif
sosial tentang perilaku sehat menerangkan bahwa adanya pemicu langsung
dari perilaku tersebut adalah intensi (niat). Didalam hasil analisis yang lain
menjelaskan tentang perubahan intensi ini yang akan dimanipulasi secara
eksperimental dan efeknya berupa perilaku yang akan diukur.
Proses intensi-implementasi (implementation intentions) menggambarkan
sebuah metode yang sebelum terwujud perilaku, akan melalui proses
penggabungan beberapa intensi (niat) agar tujuan bisa tercapai (Gollwitzer
dkk, 2005 dalam Albery & Munafo, 2011). Konsep ini diambil dari model
fase-fase tindakan yang menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan perilaku,
14
bergantung sepenuhnya kepada fase motivasi (fase pra-keputusan) yang
didalamnya intensi (niat) akan dibentuk dan fase pilihan (fase paska-
keputusan) yang didalamnya intensi (niat) akan diwujudkan (Albery &
Munafo, 2011).
Menurut Albery & Munafo (2011), bahwa salah satu pendekatan hubungan
sikap-perilaku adalah dengan menggunakan teori perilaku terencana atau
TPB (Theory of Planned Behavioural) oleh Ajzen (1991), studi ini
menjelaskan tentang bagaimana keyakinan yang dipegang seorang individu
sangat penting untuk memahami apakah mereka jadi memutuskan untuk
bersikap dan memprediksi apakah pada akhirnya akan bersikap. Teori ini
berpendapat bahwa sebuah pengalaman langsung dari perilaku yang akan
dilakukan adalah intensi (niat) perilaku misalnya jika kita berniat melakukan
latihan fisik teratur, maka kita akan semakin sering melakukannya. Intensi
(niat) perilaku untuk bersikap ini diprediksi oleh tiga faktor berbasis-
keyakinan yaitu sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku yang disadari.
Sikap berperilaku seseorang dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku
tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan
dan seseorang akan berperilaku bila dia menilai konsekuensi akibat
melakukan perilaku tersebut berakibat positif (evaluasi hasil). Keyakinan
individu ini akan dipandu oleh pengaruh keyakinan yang bersifat normatif
(yang diharapkan oleh orang lain) misalnya keluarga dan jaringan dukungan
sosial, kemudian motivasi untuk mencapai keinginan sesuai dengan harapan
normatif tersebut dilakukan melalui motif primer dan sekunder yang
selanjutnya akan membentuk norma subjektif dalam diri individu. Jadi jika
seseorang yakin bahwa ada pengaruh dari keyakinan normatif untuk
melakukan perilaku yang diharapkan maka orang tersebut akan bersikap
seperti yang diinginkan (Ajzen, 1991 dalam Alberry & Munafo, 2011).
15
Pengendalian perilaku yang disadari ditentukan oleh pengalaman masa lalu
seseorang maupun dari norma subjektif yang merupakan pengalaman teman
atau orang lain yang pernah melakukannya sehingga terbentuk perkiraan
individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan perilaku
yang diinginkan. Pengendalian perilaku yang disadari ini sangat penting
artinya ketika rasa percaya diri seseorang sedang berada dalam kondisi yang
lemah yang akan mempengaruhi keyakinan seseorang untuk bersikap.
(Azwar, 2005)
Menurut Ajzen, 1988 dalam Azwar (2005), bahwa dalam theory of planned
behavior, diantara berbagai keyakinan yang akhirnya akan menentukan
intensi dan perilaku tertentu adalah keyakinan mengenai tersedia-tidaknya
kesempatan dan sumber yang diperlukan. Keyakinan ini berasal dari
pengalaman masa lalu , informasi tak langsung dengan melihat pengalaman
orang lain ( norma subjektif) dan dapat juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain yang mengurangi atau menambah kesan kesukaran untuk melakukan
perbuatan yang bersangkutan (pengendalian perilaku yang disadari).
E. Komponen Dalam Theory of Planned Behaviour
Menurut Albery dan Munafo (2011) menerangkan bahwa intensi untuk
bersiakp ini diprediksi oleh tiga komponen yaitu sikap, norma subjektif dan
pengendalian perilaku yang disadari.
1. Sikap
a. Pengertian
Thomas & Znaniecki dalam Wawan & Dewi (2010) menerangkan
bahwa sikap adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan
suatu perilaku tertentu, sehingga sikap bukan hanya kondisi internal
psikologis yang murni dari individu (purely psychic inner state), tetapi
sikap lebih merupakan proses kesadaran yang sifatnya individual.
16
b. Komponen sikap
Azwar (2005) menerangkan bahwa struktur sikap terdiri atas 3
komponen yang saling menunjang, yaitu:
1) Komponen kognitif merupakan pengulangan pengetahuan yang
dipercayai oleh individu, komponen ini berisi kepercayaan tentang
penilaian terhadap sesuatu oleh individu tentang opini.
2) Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek
emosional. Komponen ini disamakan dengan perasaan yang
dimiliki seseorang terhadap sesuatu.
3) Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku
tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang.
Komponen ini mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah
dicerminkan dalam bentuk perilaku nyata.
c. Tingkatan sikap
Menurut Notoatmodjo (2007) sikap terdiri dari berbagai tingkatan
yakni:
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan
atau tugas yang diberikan.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi
sikap.
17
4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala risiko adalah memiliki sikap yang paling tinggi.
d. Sifat sikap
Menurut Purwanto (1998) dalam Wawan & Dewi (2010) sikap dapat
bersifat positif apabila sikap memiliki kecenderungan untuk
mendekati, menyenangi dan mengharapkan objek tertentu. Sikap
dapat bersifat negatif apabila dalam bertindak cenderung untuk
menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu.
Teori ini didukung oleh hasil penelitian Arum & Mangkunegara
(2010) bahwa pada skala sikap menunjukan konsistensi internal yang
tinggi dalam mengharapkan objek yaitu pada penelitian ini adalah
sikap individu dalam pemeriksaan SADARI. Sikap yang berinteraksi
dengan norma subjektif dan kendali perilaku akan memainkan peran
dalam meramalkan intensi (niat).
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
Menurut Azwar (2005) faktor yang mempengaruhi sikap terhadap
objek sikap antara lain:
1) Pengalaman Pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman
pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat karena itu, sikap
akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut
terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.
2) Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap orang
yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi
oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang
dianggap penting.
18
3) Pengaruh Kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah
sikap terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai
sikap anggota masyarakat, karena kebudayaan yang memberi
corak pengalan individu-individu masyarakat asuhannya.
4) Media Massa
Pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi,
berita yang seharusnya faktual disampaikan secara objektif
cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya
berpengaruh terhadap sikap konsumennya.
5) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga
agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah
mengherankan jika pada gilirannya konsep tersebut
mempengaruhi sikap.
6) Faktor emosional
Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi
yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
f. Penilaian sikap
Hidayat (2009) menerangkan bahwa pengukuran sikap dapat
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung
dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden
terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dilakukan dengan
pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat
responden melalui kuesioner.
Menurut Hidayat (2009) skala Likert dapat digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang tentang gejala atau
masalah yang ada dimasyarakat atau sedang dialami. Beberapa
19
bentuk pertanyaan atau pernyataan yang masuk dalam kategori
skala likert adalah sebagai berikut: pernyataan positif atau
favorabel (sangat setuju: 4, setuju: 3, tidak setuju: 2, sangat tidak
setuju: 1) sedangkan pernyataan negatif atau unfavorabel (sangat
setuju: 1, setuju: 2, tidak setuju: 3, sangat tidak setuju: 4). Cara
interpretasi dapat berdasarkan prosentasi sebagaimana berikut: angka
0- 25%: sangat tidak setuju (sangat tidak baik), angka 26-50%: tidak
setuju (tidak baik), angka 51-75%: setuju (baik), angka 76-100%:
sangat setuju (sangat baik).
g. Dasar nilai dan keyakinan
Menurut Ajzen dan Fishbein dalam Abraham (1997), mengusulkan
bahwa, dalam Theory of Planned Behaviour latar belakang nilai dan
keinginan tertentu menentukan keinginan berperilaku dan lebih luas
perilaku kita yang secara khusus dinyatakan:
1) Keyakinan
Keyakinan tentang hasil yang diharapkan dari perilaku tertentu
disini seseorang akan mempertimbangkan untung atau rugi dari
perilaku tersebut (misalnya keyakinan bahwa pengobatan yang
disarankan akan membebaskan gejala).
2) Evaluasi hasil
Letak atau peran nilai pada hasil yang diinginkan, di sini
seseorang akan mempertimbangkan pentingnya konsekuensi-
konsekuensi yang akan terjadi bagi individu bila ia melakukan
perilaku tersebut (misalnya pentingnya bebas dari gejala penyakit
bagi orang tersebut).
20
2. Norma Subjektif
Menurut Ajzen dan Fishbein (1991) dalam Abraham (1997), menggaris
bawahi bahwa persepsi kita terhadap pandangan orang lain dan
keinginan kita pada persetujuan mereka akan mempengaruhi perilaku
kita, hal ini dipertimbangkan oleh model:
a. Keyakinan normatif
Keyakinan yang kita miliki tentang bagaimana orang lain yang kita
anggap penting juga ingin kita bersikap demikian. Jadi ketika
melakukan latihan fisik secara teratur, bisa jadi anda melakukannya
karena percaya pada ahli dan atau teman terdekat anda ingin anda
melakukannya (Albery & Munafo, 2011).
Menurut Kozier, dkk (2011), komponen yang mempengaruhi
keyakinan normatif adalah:
1) Keluarga
Keluarga biasanya akan menurunkan pola perilaku, kebiasaan dan
gaya hidup kepada generasi berikutnya, termasuk mempengaruhi
kesehatan dalam keluarga.
2) Jaringan Dukungan Sosial
Seseorang yang memiliki jaringan pendukung yang adekuat
(teman, keluarga atau orang kepercayaan), hal ini akan
mempengaruhi kesadaran individu jika merasa mempunyai
penyakit, maka individu tersebut akan mencari pelayanan
kesehatan, selain itu support dari jaringan dukungan sosial akan
mendukung individu untuk menjadi lebih sehat.
b. Motivasi pencapaian
Menurut Terry G. 1986 dalam Notoatmodjo (2007), merumuskan
bahwa keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang
mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan (perilaku).
Menurut Stooner 1992 dalam Notoatmodjo (2007) mendefinisikan
21
bahwa motivasi adalah sesuatu hal yang menyebabkan dan yang
mendukung tindakan atau perilaku seseorang. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa motivasi pada dasarnya merupakan interaksi
seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya dimana terdapat
kebutuhan atau keinginan terhadap objek di luar seseorang tersebut,
kemudian bagaimana seseorang tersebut menghubungkan antara
kebutuhan dengan situasi di luar objek tersebut dalam rangka
memenuhi kebutuhan yang dimaksud. Oleh sebab itu motivasi
adalah suatu alasan seseorang untuk bertindak dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Menurut McClelland yang dikutip dan diterjemahkan oleh Sahlan
Asnawi 2002 dalam Notoatmodjo (2007), mengatakan bahwa dalam
diri manusia ada dua motivasi yakni :
1) Motif primer yang merupakan motif yang tidak dipelajari, yang
secara alamiah timbul pada setiap manusia secara biologis,
misalnya dorongan seseorang untuk terpenuhinya kebutuhan
biologis seperti makan, minum dan kebutuhan biologis lain.
2) Motif sekunder yaitu motif yang dipelajari melalui pengalaman
serta interaksi dengan orang lain, motif ini ditimbulkan karena
dorongan dari luar akibat interaksi dengan orang lain atau
interaksi sosial.
Menurut Albery & Munafo (2011) dalam Theory of Planned
Behavioural menerangkan tentang keyakinan bahwa seseorang ingin
melakukan apa yang orang lain lakukan. Misalnya, jika seseorang
yakin bahwa para ahli kesehatan ingin melakukan latihan fisik secara
teratur dan seseorang suka mengerjakan apa yang diharapkan para
ahli, maka orang tersebut berpotensi besar untuk membentuk intensi
(niat) dalam melakukan latihan fisik yang teratur dan karena itulah
seseorang akan bersikap seperti yang diinginkan.
22
Norma subjektif dapat dilihat sebagai dinamika antara dorongan-
dorongan yang dipersepsikan dari orang-orang disekitarnya dengan
motivasi untuk mengikuti pandangan mereka dalam melakukan atau
tidak melakukan tingkah laku tersebut (Abraham, 1997).
3. Pengendalian perilaku yang disadari
Menurut Albery & Munafo (2011), kontrol perilaku yang disadari atau
PBC (perceived behavioural control), yaitu keyakinan-keyakinan yang
berkaitan dengan seberapa banyak kontrol yang dimiliki seseorang
terhadap perilaku tertentu, untuk menjelaskan hubungan sikap-perilaku
dalam perilaku tidak dikehendaki (non-volitional). Salah satu dari faktor
yang terkandung di dalam keputusan untuk menjalankan atau tidak
suatu tindakan perlindungan kesehatan adalah kontrol yang dirasakan.
Hal ini menyatakan tentang seberapa banyak kontrol yang dianggap
seseorang dimilikinya dalam menentukan apakah seseorang akan
menjalankan perilaku tersebut atau tidak.
Menurut Kozier, dkk (2011), variabel yang mempengaruhi kontrol
perilaku yang disadari atau keyakinan-keyakinan yang terkait dengan
kontrol tindakan yaitu :
a. Persepsi manfaat yang dirasakan (Perceived Benefit)
Persepsi ini dipengaruhi oleh pertimbangan apakah perilaku tersebut
bermanfaat untuk mencegah suatu penyakit, kemudian adanya sumber
daya untuk melakukan suatu tindakan, juga dipengaruhi oleh norma
dan tekanan dari kelompok masyarakat.
b. Persepsi biaya atau penghalang yang dirasakan (Perceived Cost)
Persepsi ini berkaitan dengan hambatan-hambatan dari seseorang
untuk melakukan suatu perilaku sehat. Misalnya dengan adanya dana
yang besar, waktu yang lama, pengalaman yang tidak menyenangkan
seperti rasa sakit yang dialami individu.
23
D. Kerangka Teori
Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian
(Sumber : Ajzen 1991 dalam Albery & Munafo, 2011)
(Modifikasi)
Intensi (niat) perilaku atau niat dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu sikap,
norma subjektif dan pengendalian perilaku yang disadari. Komponen sikap
terdiri dari keyakinan dan evaluasi hasil, sikap terhadap intensi (niat)
ditentukan oleh keyakinan seseorang yang diperoleh mengenai konsekuensi
dari suatu perilaku dan orang tersebut akan berperilaku bila menilai
konsekuensi dari perilaku tersebut bersifat positif.
Norma subjektif dibangun oleh keyakinan normatif dan motivasi pencapaian,
sehingga pembentukan norma subjektif diawali adanya keyakinan seseorang
untuk melakukan atau tidak melakukan suatu intensi (niat) dengan harapan
tercipta motivasi atau keinginan untuk meniru atau mengikuti perilaku
orang lain disekitarnya.
Sikap
Pengendalian
Perilaku
Yang disadari
Norma Subjektif
Intensi (niat) perilaku
24
Pengendalian perilaku yang disadari merupakan perasaan seseorang mengenai
mudah atau sulitnya mewujudkan suatu intensi (niat) perilaku.
E. Kerangka Konsep
Menurut Riyanto (2011) kerangka konsep penelitian merupakan kerangka
hubungan antara konsep-konsep yang akan diukur dan diamati melalui
penelitian yang akan dilakuakan. Karena konsep tidak dapat langsung diamati
maka konsep dapat diukur melalui variabel. Didalam kerangka konsep harus
menunjukan hubungan antara variabel-variabel yang akan diteliti. “Kerangka
konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan
teori untuk memudahkan di dalam menyusun hipotesis” (Nursalam, 2008). Di
bawah ini adalah bagan kerangka konsep penelitian ini :
Skema 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
F. Variabel Penelitian
Penelitian ini dipengaruhi oleh variabel independent yaitu sikap, norma dan
pengendalian perilaku yang disadariremaja putri dan variabel dependentnya
adalah intensi (niat) remaja putri dalam mengkonsumsi tablet Fe.
Sikap
Intensi (niat) remaja untuk
mengkonsumsi tablet Fe Norma Subjektif
Pengendalian Perilaku
yang Disadari
25
G. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah atau
pernyataan penelitian (Nursalam, 2008). Hipotesis dalam penelitian ini
adalah:
1. Ada hubungan antara sikap terhadap intensi (niat) remaja putri dalam
mengkonsumsi tablet Fe di SMP Negeri I Karangawen Kabupaten Demak
2. Ada hubungan antara norma subjektif terhadap intensi (niat) remaja putri
dalam mengkonsumsi tablet Fe di SMP Negeri I Karangawen Kabupaten
Demak
3. Ada hubungan antara pengendalian perilaku yang disadari terhadap intensi
(niat) remaja putri dalam mengkonsumsi tablet Fe di SMP Negeri I
Karangawen Kabupaten Demak.