bab ii tinjauan pustaka a. collective action

18
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Collective Action 1. Pengertian Collective action Pengertian tindakan collective action memiliki pengertian yang cukup luas menurut beberapa ahli, diantaranya Wright, Taylor, & Moghaddam (1990) yang memberikan pengertian bahwa collective action merupakan tindakan yang dilakukan sekelompok individu dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi dari kelompoknya. Selain memperbaiki kondisi, tindakan collective action juga mampu meningkatkan status kelompok tersebut dari kelompok yang lain (Tajfel, & Turner, 1979). Zomeren dan Louis (2017) menambahkan bahwa kesamaan budaya dari suatu kelompok diklaim sebagai latar belakang dari munculnya tindakan yang dilakukan kelompok secara massal. Dapat dikatakan pula bahwa tindakan collective action merupakan gabungan dari dinamika gender, etnis, agama atau paradigma kelompok yang berbeda dengan kelompok lainnya (Jasper, 2017). Lang dan Lang (dalam Mustafa, 2000) menjelaskan bahwa tindakan kolektif diartikan sebagai suatu kajian yang menitikberatkan pada pola-pola dan urutan peristiwa yang terjadi pada situasi-situasi problematis serta mengutamakan koordinasi yang baik antar anggota kelompok. Secara umum, tindakan collective action didasari oleh kesamaan latar belakang kelompok dengan paradigma untuk memperbaiki status kelompoknya dari tekanan kelompok lain. Sehingga, tidak banyak tindakan yang dimunculkan oleh kelompok diantaranya yaitu demonstrasi,

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Collective Action

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Collective Action

1. Pengertian Collective action

Pengertian tindakan collective action memiliki pengertian yang cukup luas

menurut beberapa ahli, diantaranya Wright, Taylor, & Moghaddam (1990) yang

memberikan pengertian bahwa collective action merupakan tindakan yang

dilakukan sekelompok individu dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi dari

kelompoknya. Selain memperbaiki kondisi, tindakan collective action juga

mampu meningkatkan status kelompok tersebut dari kelompok yang lain (Tajfel,

& Turner, 1979).

Zomeren dan Louis (2017) menambahkan bahwa kesamaan budaya dari

suatu kelompok diklaim sebagai latar belakang dari munculnya tindakan yang

dilakukan kelompok secara massal. Dapat dikatakan pula bahwa tindakan

collective action merupakan gabungan dari dinamika gender, etnis, agama atau

paradigma kelompok yang berbeda dengan kelompok lainnya (Jasper, 2017).

Lang dan Lang (dalam Mustafa, 2000) menjelaskan bahwa tindakan

kolektif diartikan sebagai suatu kajian yang menitikberatkan pada pola-pola dan

urutan peristiwa yang terjadi pada situasi-situasi problematis serta mengutamakan

koordinasi yang baik antar anggota kelompok. Secara umum, tindakan collective

action didasari oleh kesamaan latar belakang kelompok dengan paradigma untuk

memperbaiki status kelompoknya dari tekanan kelompok lain. Sehingga, tidak

banyak tindakan yang dimunculkan oleh kelompok diantaranya yaitu demonstrasi,

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Collective Action

11

penandatanganan petisi, atau bahkan mengarah pada tindakan yang lebih radikal,

seperti melakukan sabotase ataupun kekerasan.

Meskipun demikian, terkadang dalam struktur kolektif (seperti sebuah

organisasi atau kelompok masyarakat) individu dalam kelompok tersebut bisa

saja mengejar tujuan yang mungkin akan berbeda dari kelompoknya (Asrohah,

2016). Berdasarkan penjelasan diatas sehingga diketahui bahwa tindakan

collective action merupakan tindakan yang terkemas dari gabungan dinamika-

dinamika didalam kelompok yang memiliki tujuan untuk meningkatkan status

kelompoknya dari kelompok lain dengan mengutamakan koordinasi untuk

mencapai tujuan yang diinginkan secara bersama-sama.

Bamberg, Rees, & Seebauer (2015) menyebutkan ada beberapa

pertimbangan mewujudkan tindakan collective action, yaitu :

a. The cost-benefit pathway / Jalur untung rugi

Hal ini merujuk pada keuntungan dan kerugian seseorang jika

melakukan suatu tindakan, baik individu maupun secara kolektif. Individu

akan memperhitungkan dari setiap langkah yang mungkin akan dilakukan

dengan mempertimbangkan keuntungan yang akan didapat jika melakukan

ataupun tidak tindakan tersebut dan kerugian jika melakukan ataupun tidak

melakukan tindakan tersebut. Berkaitan dengan kasus yang akan diteliti

adalah bagaimana masyarakat yang berada diwilayah banjir tersebut dalam

menyikapi berbagai kondisi, salah satunya yaitu mengenai penawaran

relokasi dari pemerintah terhadap masyarakat desa tersebut.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Collective Action

12

b. The collective efficacy pathway / Jalur efikasi kolektif.

Hal ini merujuk pada keyakinan individu menghadapi tekanan-

tekanan yang berasal dari lingkungan sosialnya. Dengan keyakinan diri

tersebut, individu akan memberikan respon untuk ikut serta dalam

tindakan yang akan dilakukan kelompoknya atau tidak. Dengan kata lain,

individu akan memproses segala informasi dari lingkungan yang kemudian

memberikan motivasi untuk keikutsertaannya atau tidak terhadap tindakan

kolektif tersebut. Kesesuaian dengan permasalahan yang akan diteliti ini

adalah bahwa dalam menentukan suatu perilaku tersebut maka individu

akan mempertimbangkan dari kelompoknya. Seperti contoh masyarakat

yang ingin melakukan aksi penolakan terhadap kebijakan pemerintah

mengenai relokasi maka akan melihat pula respon dari kelompok

masyarakatnya.

c. The group-based emotions pathway / Jalur emosi kelompok.

Hal ini merujuk pada kuat tidaknya pengaruh yang diberikan

kelompok kepada individu untuk turut serta melakukan tindakan yang

dilakukan secara kolektif. Pengaruh yang diberikan kelompok tersebut

tentu akan mempengaruhi proses kognisi dan afektif dari seorang individu

untuk mempertimbangkan keikutsertaannya dalam melakukan tindakan

secara kolektif. Hal ini sesuai dengan perilaku yang akan ditampilkan

sekelompok masyarakat di wilayah banjir, kelompok tersebut akan

mempertimbangkan berbagai informasi dari kelompoknya sebelum mereka

melakukan suatu aksi yang berhubungan dengan rencana kebijakan dari

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Collective Action

13

pemerintah. Dengan kemungkinan aksi-aksi yang akan terjadi adalah

dengan mengadakan demonstrasi atau mengadakan petisi untuk

menggalang dukungan dari pihak lain terhadap aksi yang dilakukan

kelompok masyarakat di wilayah banjir tersebut.

d. The social identity pathway / Jalur identitas sosial.

Hal ini merujuk pada keterikatan individu terhadap kelompoknya.

Semakin kuat keterikatan individu dalam suatu kelompok, maka

kemungkinan yang terjadi individu tersebut akan turut serta dalam

melakukan tindakan secara kolektif dengan tujuan sebagai respon

menyikapi suatu situasi. Begitupun dengan kelompok masyarakat

diwilayah banjir tersebut. Semakin kuat dukungan dari lingkungan sekitar

maka kemungkinan yang terjadi untuk merespon suatu permasalahan maka

semakin kuat pula. Dengan demikian kelekatan individu dengan

lingkungannya juga sangat mempengaruhi individu untuk turut serta aksi-

aksi yang akan ditampilkan kelompoknya.

e. Different contexts: implications for the current research program

Hal ini merujuk bahwa tindakan kolektif mengikat pada status sosial

yang sama. Jika ada suatu program yang datang mengarah pada

kelompoknya, maka didalam anggota kelompok tersebut tidak lagi

menganggap bahwa “saya” adalah “saya”, melainkan menggantikan

dengan “kami” atau “kita”. Hal ini dilakukan sebagai bentuk keterikatan

individu terhadap kelompoknya untuk merespon situasi yang mungkin

akan mempengaruhi kelompoknya.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Collective Action

14

Menurutnya, individu yang tergabung dalam suatu kelompok akan

melewati langkah tersebut baik secara sadar ataupun tidak sebelum

akhirnya memutuskan untuk terlibat atau tidak dalam tindakan kolektif

yang dilakukan kelompoknya.

2. Aspek collective action

Charles Tilly (1978) menyebutkan ada empat elemen munculnya

collective action yaitu :

a. Interest atau kepentingan

Aspek ini mencakup keuntungan dan kerugian yang diakibatkan dari

interaksi dalam kelompok atau kelompok lain sesuai pada kepentingan

dengan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapainya. Pada aspek ini

individu dalam kelompok juga akan mempersepsikan relevan atau tidak

antara dirinya dengan kelompok.

b. Organization atau organisasi

Aspek ini mencakup pada struktur didalam kelompok sehingga ada

pengaruh tekanan dalam melakukan tindakan untuk mencapai tujuan yang

dikehendaki bersama. Didalamnya pun akan diketahui komitmen

keterlibatan individu didalam kelompok tersebut.

c. Mobilization atau mobilisasi

Aspek ini mencakup pada ketersediaan sumber daya sebagai

fasilitas penunjang terlaksananya tindakan kolektif yang dilakukan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Collective Action

15

kelompok, seperti kendaraan, jumlah anggota yang terlibat, atau bahkan

lebih ekstremnya adalah persenjataan.

d. Opportunity atau peluang

Aspek ini mencakup peluang yang tercipta dari hubungan interaksi

antara anggota dalam kelompok atau dengan kelompok lain untuk

mengetahui peluang sebelum melakukan tindakan.

Sedangkan Zomeren, Postmes, dan Spears (2008) berpendapat bahwa

aspek collective action diantaranya :

a. Sikap terhadap collective action

Sikap adalah cara evaluasi individu pada suatu stimulus yang

kemudian memunculkan persepsi terhadap rangsangan baik positif atau

negatif, menyetujui atau menolak, dan suka atau tidak suka. Pada hal ini,

sikap yang dimaksud mengarah pada sikap keturutsertaan dalam

melakukan tindakan collective action. Terdapat tiga komponen utama yang

membentuk sikap menurut Suharyat (2009), yaitu komponen kognitif

(berkaitan dengan persepsi individu terhadap stimulus), komponen afektif

(berkaitan dengan emosi yang sejalan dengan hasil evaluasi individu

terhadap stimulus), dan komponen konatif (berkaitan dengan keinginan

individu melakukan suatu tindakan sesuai dengan keyakinan dan

keinginannya). Namun demikian, sikap dapat dimaknai manakala sudah

ditampilkan dalam bentuk lisan ataupun perilaku oleh individu karena

sikap dapat diubah, dibentuk, atau dipengaruhi melalui interaksi sosial

sesuai dengan kondisi yang terjadi terhadap kelompoknya.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Collective Action

16

b. Intensi melakukan tindakan collective action

Intensi adalah niat yang muncul pada individu untuk melakukan

atau tidak melakukan suatu tindakan berdasarkan stimulus yang

diterimanya. Intensi kemudian diasumsikan sebagai motivasi individu

untuk memunculkan suatu perilaku, dalam hal ini niat keturutsertaan

dalam melakukan tindakan collective action. Faktor eksternal, khususnya

dalam ruang lingkup kelompok sangat berperan dalam mempengaruhi niat

individu untuk memunculkan suatu tindakan tertentu sesuai dengan yang

dimunculkan oleh kelompoknya (Ajzen dan Madden, 1986).

Berdasarkan teori diatas disebutkan bahwa kecenderungan munculnya

tindakan collective action didasari oleh sikap individu dalam mempersepsi suatu

stimulus, dan intensi atau niat yang muncul dari individu untuk melakukan suatu

tindakan tertentu sebagai bentuk respon terhadap suatu stimus yang datang.

3. Faktor collective action

Smelser (1962) menjelaskan faktor-faktor terjadinya collective action,

yaitu :

a. Pendorong struktural, yaitu kondisi struktural dalam masyarakat yang

mempunyai potensi untuk munculnya suatu tindakan kolektif. Dalam hal

ini kesamaan strata dalam masyarakat akan lebih memudahkan munculnya

tindakan kolektif.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Collective Action

17

b. Ketegangan struktural, yaitu suatu kondisi ketegangan di lingkungan

masyarakat yang diakibatkan oleh kenyataan struktur, seperti penindasan,

kesenjangan, dan ketidakadilan.

c. Pertumbuhan dan penyebar luasan kepercayaan umum, adalah kondisi

dimana ketegangan struktural menjadi berarti bagi para calon pelaku

tindakan kolektif. Sehingga mendorong kelompok tersebut untuk

merespon kondisi tersebut secara kolektif

d. Faktor pencetus, merupakan faktor situasional yang menegaskan terjadinya

tindakan secara kolektif. Biasanya faktor pencetus hanya berasal dari satu

individu saja, namun kemudian memberikan pemahaman kepada

kelompoknya sehingga terjadi tindakan secara kolektif.

e. Mobilisasi pemeran serta, yaitu berupa dukungan dari kelompok yang

memiliki kesamaan tujuan untuk terwujudnya tindakan kolektif tersebut.

Mobilisasi pemeran serta tersebut bisa juga berasal dari kelompok lain.

f. Bekerjanya pengendalian sosial, adalah suatu tahapan yang penting untuk

mencegah pecahnya suatu kerusuhan sosial. Dalam hal ini pihak keamanan

berwajib memiliki peran penting untuk mengontrol ketika ada tindakan

kolektif yang dilakukan oleh suatu kelompok.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Collective Action

18

B. Identitas Sosial

1. Pengertian Identitas Sosial

Identitas sosial memiliki pengertian yang luas dan beragam. Afif (2015)

menjelaskan bahwa identitas sosial adalah kumpulan dari deskripsi diri individu

yang menampilkan dimensi-dimensi sosial, sehingga mencerminkan karakteristik

dari kelompok yang diikuti individu tersebut. Menurut Baron dan Bryne (2004)

menambahkan bahwa identitas sosial adalah pendefinisian dari individu itu sendiri

termasuk didalamnya atribut pribadi dan atribut yang didalamnya sama dengan

kelompoknya.

Berdasarkan teori identitas sosial dijelaskan ada dua proses penting yang

mempengaruhi perilaku kelompok yaitu proses kognitif dan proses motivasional.

Ketika individu melakukan kategorisasi pada stimulus yang ia hadapi termasuk

pada kelompok yang ditemui, serta memandang orang lain dari anggota in-group

atau out-group maka masuk dalam proses kognitif individu. Sedangkan pada

proses motivasional mengarah pada bagaimana individu menampilkan perilaku

yang sesuai dengan kelompoknya untuk meningkatkan harga diri dan identitas

sosial (Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Hal yang demikian itu dipersepsikan oleh

individu berdasarkan dari pengetahuannya tentang keanggotaan dalam suatu

kelompok dengan melibatkan nilai-nilai dan emosional dari keanggotaan (Tafjel,

1972).

Menurut Brown (2000) teori identitas sosial mengasumsikan bahwa

individu yang tergabung suatu kelompok akan menyusun kategori identitas terkait

hubungan interpersonal atau intrapersonal dan akan memunculkan self-image

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Collective Action

19

yang positif terlebih ketika berhadapan dengan individu / kelompok lain. Semakin

banyak kategori yang menyusun identitas sosial terkait hubungan interpersonal

maka mengindikasikan persamaan dalam suatu kelompok dan perbedaan dengan

kelompok lainnya (Baron dan Bryne, 2004). Meskipun demikian, Identitas sosial

suatu kelompok dapat dilemahkan oleh batasan kelompok, kestabilan dalam

kelompok, dan kebijakan-kebijakan yang diputuskan dalam kelompok untuk

melakukan suatu tindakan (Ellemers dalam Kawakami dan Dion, 1995).

Postmes dkk (2005) memberikan gambaran arah terbentuknya identitas

sosial, yang pertama adalah model induksi (bottom-up) dengan asumsi bahwa

individu yang memiliki persepsi sama akan berkumpul dan membentuk suatu

kelompok untuk mencapai suatu kesepakatan bersama. Kedua, model deduksi

(top-down) dengan asumsi bahwa kelompok sebagai sumber identitas sosial,

sehingga individu yang berada dalam kelompok tersebut harus mampu

menyesuaikan atribut ataupun nilai-nilai yang telah terbentuk. Burke dan Stets

(2009) menambahkan bahwa identitas tertentu dapat menjadi aktif atau menonjol

sebagai fungsi interaksi antara karakteristik penginderaan (aksebilitas) dan situasi.

Aksebilitas adalah kesiapan suatu kategori tertentu yang terekam secara sadar,

sedangkan situasi adalah kesesuaian antara identitas dengan rangsangan yang

hadir. Namun demikian Hogg dan Abrams (1988) memberikan pandangan lain

bahwa individu tidak selalu dipaksa untuk berinteraksi dengan anggota kelompok

lainnya, hanya perlu mengidentifikasi kelompok maka dapat dikatakan cukup

untuk mengaktifkan kesamaan dalam persepsi dan perilaku antara anggota

kelompok.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Collective Action

20

Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli, dapat

diambil kesimpulan bahwa identitas sosial adalah suatu persepsi individu terhadap

kelompoknya berdasarkan proses pengamatan dan juga emosi melalui interaksi

yang dibangun didalam kelompok, sehingga individu akan berperilaku yang

mencerminkan identitas kelompoknya dengan tujuan untuk membedakan dengan

kelompok yang lain.

2. Aspek-aspek identitas sosial

Brewer dan Gardner (dalam Hong, dkk, 2003) menyebutkan ada tiga

dimensi atau aspek dari identitas sosial, yaitu :

a. Individual self

Definisi tentang diri sendiri yang dianggap berbeda dengan orang

lain ataupun kelompok lain. Hal ini berupa persepsi yang dimiliki individu

terhadap lingkungan sekitarnya, dan individu tersebut akan menganggap

bahwa dirinya tidak dapat disamakan dengan orang lain atau kelompok

lain.

b. Relation self

Definisi tentang diri berdasarkan hubungan interpersonal yang

dimiliki dengan orang lain baik sesama anggota kelompok ataupun orang

lain yang berasal dari luar kelompok. Hal ini juga kemudian mampu

meningkatkan identitas sosial yang dimiliki individu terhadap

kelompoknya.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Collective Action

21

c. Collective self

Definisi tentang diri berdasarkan keanggotaan dalam suatu

kelompok. Dalam hal ini individu mempersepsikan kesesuaian kelompok

dengan tujuan yang ingin dicapai olehnya, sehingga mampu

mempengaruhi kelekatan antara individu dengan kelompoknya.

Sedangkan menurut Cameroon (2004) identitas sosial memiliki tiga aspek,

yaitu :

a. Cognitive centrality

Yaitu persepsi yang muncul dari individu berdasarkan pengamatan

dari hubungan interpersonal didalam kelompoknya. Singkatnya bahwa

sentralitas mempersepsikan nilai-nilai, keyakinan, dan perilaku kelompok

ke dalam dirinya untuk mencapai kepentingan yang dikehendaki. Sehingga

individu mampu menampilkan perilaku yang mewakili kelompoknya pada

siatuasi tertentu.

b. Ingroup affect

Yaitu pengaruh yang datang antar anggota kelompok dengan

melibatkan emosi sebagai bentuk evaluatif terhadap kelompoknya

berdasarkan perbandingan sosial dengan kelompok lain. Individu yang

berada dalam kelompok tersebut kemudian akan mengevalusi seberapa

jauh keterlibatan dirinya, sehingga individu kemudian mampu

memutuskan strategi lain yang akan dipakai untuk mencapai tujuan yang

akan dicapai bersama kelompoknya.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Collective Action

22

c. Ingroup ties

Yaitu kedekatan hubungan antara anggota kelompok yang

kemudian akan memperkuat persepsi individu terhadap kelompoknya,

misalnya individu merasa nyaman dalam kelompok tersebut atau bahkan

sebaliknya. Dengan demikian ketika kelompok akan melakukan suatu aksi

yang telah disepakati bersama-sama, belum tentu semua anggota

kelompok mampu akan menampilkan tindakan yang sama seperti anggota

lainnya. Hal ini tergantung pada rasa lekat yang dimiliki individu terhadap

kelompoknya.

Berdasarkan kedua teori yang disampaikan oleh kedua ahli diatas, bahwa

teori yang mendekati dengan penelitian ini adalah teori dari Cameroon (2004),

yaitu cognitive centrality, ingroup affect, dan ingroup ties. Karena dari aspek

disampaikan mewakili dari terbentuknya identitas sosial, seperti persepsi individu

terhadap kelompok, pengaruh kelompok atau lingkungan sosial, serta kedekatan

individu dengan individu lainnya didalam kelompok tersebut.

C. Hubungan Antara Identitas Sosial dengan Collective Action

Identitas yang melekat pada individu tidak hanya identitas dirinya sendiri.

Namun juga dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, hal inilah yang diyakini

sebagai identitas sosial. Secara pengertian, identitas sosial adalah suatu persepsi

individu yang terbentuk dari proses hubungan sosial dengan tujuan untuk

meningkatkan self image individu jika berhadapan dengan kelompok lain

(Hidayat, 2014). Individu yang merasakan adanya kesamaan nilai antara dirinya

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Collective Action

23

dengan kelompok, kemudian akan mempersepsikan nilai-nilai tersebut menjadi

identitas baru didalam dirinya (Baron dan Bryne, 2004). Sehingga dalam

berperilaku pun individu akan mencerminkan dari identitas kelompoknya tersebut.

Menurut Cameron (2004) identitas sosial terdiri dari tiga aspek, yang

pertama cognitive centrality yaitu kemampuan kognitif individu berdasarkan

proses pengamatan terhadap lingkungan, tetapi kemampuan ini relatif berbeda

berdasarkan jenis kelamin (Cameron dan Lalonde, 2001). Kedua, ingroup affect

yaitu pengaruh dari kelompok yang melibatkan emosi dan evaluasi terhadap

individu., meskipun kemudian individu akan banyak dipengaruhi oleh orang lain

disekitarnya (Weinreich, 1986). Aspek ketiga, ingroup ties yaitu kedekatan

hubungan antara individu terhadap kelompok sehingga perilaku yang muncul pun

mencerminkan identitas kelompoknya tersebut. Namun tidak setiap saat identitas

sosial yang melekat dalam individu akan muncul secara tiba-tiba. Vaugh dan Hart

(2004) menjelaskan bahwa identitas sosial hanya akan dimunculkan oleh individu

ketika kelompoknya mendapatkan ancaman dari luar. Seperti halnya pada

kelompok masyarakat yang melakukan penolakan relokasi, mereka melakukan

tindakan tersebut karena menganggap rencana relokasi sebagai suatu ancaman

harga diri kelompoknya. Ketika melakukan tindakan pun tidak ada lagi

memandang secara individual, demikian pun yang disampaikan oleh Viaranita

(2008) pada kelompok buruh bahwa dalam melakukan aksi mereka

mengatasnamakan “kita” serta tidak memandang gender, status, ataupun latar

belakang individu. Serupa dengan yang terjadi di Pekalongan, mereka

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Collective Action

24

mengatasnamakan nama kelompok masyarakat ketika melakukan suatu aksi

penolakan secara massal, bukan lagi sebagai individu.

Dalam istilah psikologi, aksi yang dilakukan secara massal dikenal dengan

istilah collective action. Ellemers (2002) menjelaskan bahwa tindakan collective

action merupakan hasil proses kognitif dan afektif individu dalam kelompok

dalam merespon suatu ancaman yang berasal dari luar. Secara substansial

tindakan kolektif sebenarnya tidak jauh berbeda dengan protes sosial karena

memiliki kesamaan berupa tindakan yang dilakukan secara bersama-sama oleh

suatu kelompok dalam melakukan “perlawanan” demi memperjuangkan harga

diri kelompoknya. Hal ini senada dengan yang disebutkan Lofland (2015) dalam

bukunya yang menjelaskan bahwa protes sosial suatu kelompok dapat

dikategorikan sebagai tindakan collective action karena selalu dilakukan secara

massal yang kemunculannya sebagai respon dari luar kelompok.

Dalam artikelnya Sukamto (2010) menyebutkan bahwa munculnya

tindakan collective action diawali dari sekelompok orang-orang yang berkumpul

dengan berbagai faktor yang serupa seperti faktor psikologis, sosiologis, politis,

budaya, dan ekonomi. Secara teoritis tindakan collective action berasal dari dua

teori penting yang saling berkaitan, yaitu teori identitas sosial dengan fokus

utamanya pada aspek kognitif identifikasi berupa pengamatan dan juga evaluasi,

dan yang kedua adalah teori perampasan relatif dengan fokusnya pada peran

emosi ekspresif individu terhadap kelompoknya (Mummendey, 1999). Temuan

mengenai emosi yang mempengaruhi munculnya tindakan collective action juga

ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Yang (2000), disebutkan bahwa

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Collective Action

25

emosi setiap individu akan mempengaruhi keturutsertaan untuk melakukan

collective action. Emosi yang dimaksud tidak selalu emosi negatif, emosi positif

pun dapat mempengaruhi individu terlibat dalam tindakan tersebut. Kedua emosi

ini saling terkait, emosi negatif (kemarahan) merupakan emosi yang muncul dari

respon ketidakadilan yang dirasakan oleh individu ataupun kelompok

(Wlodarczyk, Basabe, Paez, & Zumeta. 2007).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zomeren, Postmes, &

Spears (2008) bahwa respon dalam menyikapi suatu stimulus merupakan bentuk

sikap dari individu. Suharyat (2009) menambahkan bahwa individu atau

kelompok yang dalam kondisi dirugikan, maka akan memunculkan sikap yang

mengarah untuk memperbaiki kondisi kelompok. Meskipun ada hal lain yang

menjadi komponen sikap selain emosi atau afektif (Ajzen, 1991), yaitu komponen

kognisi yang merujuk pada kemampuan individu dalam mempersepsikan suatu

stimulus yang datang, dan komponen konatif yang merujuk pada keinginan

individu untuk melakukan suatu tindakan sebagai respon terhadap suatu stimulus

sesuai dengan keyakinan dan keinginannya (Suharyat, 2009). Kemudian Zuchdi

(1995) menambahkan bahwa sikap dapat dimunculkan oleh individu ataupun

kelompok atas dasar agar terpenuhinya hierarki kebutuhan menurut Maslow, yaitu

kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan harga

diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Atas dasar inilah, suatu kelompok dapat

bersikap dengan melakukan tindakan secara kolektif untuk mempertahankan

harga diri kelompok.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Collective Action

26

Sebelum jauh terlibat dalam suatu tindakan, individu akan mengevaluasi

suatu rencana yang akan dilakukan. Dengan demikian akan memunculkan suatu

intensi atau niat keterlibatan dalam melakukan tindakan tersebut. Zomeren,

Postmes, & Spears (2008) menyebutkan bahwa intensi merupakan dasar

motivasional individu untuk terlibat atau tidak dalam suatu tindakan. Faktor

eksternal atau lingkungan dianggap memiliki pengaruh kuat terhadap individu

agar terlibat dalam tindakan / perilaku seperti yang dilakukan oleh kelompoknya.

Keterlibatan individu untuk turut serta melakukan tindakan kolektif selalu erat

kaitannya dengan sikap dan niat. Kemudian sikap dan niat akan semakin

mengarah untuk melakukan tindakan yang seperti dilakukan oleh kelompoknya

karena persepsi kesamaan identitas sosial sebagai kelompok. Thomas, Mavor, &

McGarty (2011) pun menyebutkan dalam penelitiannya bahwa identitas sosial

mampu memotivasi individu dalam hal emosi, sikap, niat serta keyakinan yang

sama untuk melakukan suatu tindakan secara massal. Begitupun pada penelitian

yang dilakukan oleh Kawakami dan Dion (1995), disebutkan bahwa jika individu

tidak dapat bertindak secara individu, maka individu akan bergabung dengan

kelompoknya untuk mencapai tujuan bersama. Hal inilah yang mungkin terjadi

pada kelompok masyarakat di Pekalongan yang melakukan tindakan penolakan

relokasi secara kolektif sebagai respon mempertahankan eksistensi kelompoknya

dari ancaman luar.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Collective Action

27

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif antara

identitas sosial dengan collective action, ini berarti bahwa semakin tinggi identias

sosial kelompok masyarakata maka semakin tinggi pula kecenderunan untuk

melakukan tindakan secara kolektif (collective action).