teori reasoned action

35
THEORY REASONED ACTION Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah perilaku kesehatan semester IV Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro DOSEN PENGAMPU: drg. Zahroh Shaluhiyah, MPH, PhD Disusun Oleh: 1. Bella Arieza A. P 25010113130386 2. Sri Widi Astuti 25010113130 3. Dian Sutrisni 25010113130 4. Aiman M J 25010113140 5. Wanodya Puspitaningrum 25010113140404 6. Rahmah Putri Sunarno 25010113140407 7. Dean Yustisia Putra 25010113130410 8. Dianita Pertiwi 25010113130411 9. Zidna Sabella N 25010113140 10. Farah Fadila Husna 25010113140 11. Muhammad Yudi Saputra 25010113140435 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Upload: diansutrisni95

Post on 18-Sep-2015

59 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Perilaku Kesehatan

TRANSCRIPT

THEORY REASONED ACTION

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi

tugas pada mata kuliah perilaku kesehatan semester IV

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro

DOSEN PENGAMPU: drg. Zahroh Shaluhiyah, MPH, PhDDisusun Oleh:

1. Bella Arieza A. P

250101131303862. Sri Widi Astuti

250101131303. Dian Sutrisni

250101131304. Aiman M J

25010113140

5. Wanodya Puspitaningrum 25010113140404

6. Rahmah Putri Sunarno250101131404077. Dean Yustisia Putra

250101131304108. Dianita Pertiwi

250101131304119. Zidna Sabella N

2501011314010. Farah Fadila Husna

2501011314011. Muhammad Yudi Saputra25010113140435Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Diponegoro

Semarang

2015A. PENGERTIANa. DefinisiTheory Reasoned Action pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980. Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia. Dalam TRA ini, Ajzen menyatakan bahwa niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku menentukan akan dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku tersebut. Lebih lanjut, Ajzen mengemukakan bahwa niat melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang pertama berhubungan dengan sikap(attitude towards behavior)dan yang lain berhubungan dengan pengaruh sosial yaitu norma subjektif(subjective norms).Theory of Reasoned Action (TRA)atauBehavioral Intention Theorydari Ajzen dan Fishbelin masih relatif baru, dan kurang banyak digunakan dan kurang banyak dikenal. Model ini menggunakan pendekatan kognitif, dan didasari ide bahwahumans are reasonable animals who, in deciding what action to make, system atically process and utilize the information available to them.Theory of Reasoned Action(TRA) merupakan teori perilaku manusia secara umum : aslinya teori ini dipergunakan di dalam berbagai macam perilaku manusia, khususnya yang berkaitan dengan permasalahan social-psikologis, kemudian makin bertambah digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku kesehatan.

Teori ini menghubungkan antara keyakinan (belief), sikap (attitude), kehendak (intention) dan perilaku (behavior). Kehendak merupakan prediktor terbaik perilaku, artinya, jika ingin mengetahui apa yang akan dilakukan seseorang, cara terbaik adalah mengetahui kehendak orang tersebut. Namun, seseorang dapat membuat pertimbangan berdasarkan alasanalasan yang sama sekali berbeda (tidak selau berdasarkan kehendak). Konsep penting dalam teori ini adalah fokus perhatian (salience), yaitu mempertimbangkan sesuatu yang dianggap penting. Kehendak (intetion) ditentukan oleh sikap dan norma subkektif. Komponen pertama mengacu pada sikap terhadap perilaku. Sikap ini merupakan hasil pertimbangan untung dan rugi dari perilaku tersebut (outcome of the behavior). Disamping itu juga dipertimbangkan pentingnya konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi bagi individu (evaluation regarding the outcome).Di lain pihak, komponen norma subkektif atau sosial mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan orang-orang yang dianggap penting dan motivasi seseorang untuk mengikuti pikiran tersebut. Contohnya, para orang tua memiliki harapan tentang keikutsertaan pada program imunisasi bagi anak-anaknya. Mereka percaya imunisasi dapat melindungi serangan penyakit (keuntungan), tetapi juga menyebabkan rasa sakit atau tidak enak badan (kerugian). Orang tua akan mempertimbangkan mana yang paling penting, perlindungan kesehatan atau tangisan anak, atau mungkin panas. Jika orang yang dianggap penting (kelompok referensi) setuju (atau sebatas menasihati) dan orang tua ingin mengikuti petunjuk tersebut, terdapat kecenderungan positif untuk berperilaku.

Pertanyaannya, atas dasar apa seseorang mempunyai keyakinan dan mengevaluasi perilaku dan norma sosial? Respons terhadap pertanyaan itu harus mencakup peran variabel eksternal, seperti variabel demografi, jenis kelamin, dan usia yang tidak muncul dalam teori ini. Menurut Fishbein dan Middlestadt (1989) dalam Smet (1994), variabel ini bukannya tidak penting, tetapi efeknya pada kehendak dianggap diperantarai sikap, norma subjektif, dan berat relative dari komponen-komponen ini.Menurut TRA, keyakinan kesehatan (seperti digambarkan dalam HBM) yang meliputi konsep ketidakkebalan (mudah terjangkit penyakit), keseriusan dan keuntungan atau kerugian, sebagai variabel yang secara langsung, dapat penting atau tidak, mempengaruhi perilaku. Contohnya, TRA memandang persepsi kekebalan akan mempengaruhi perilaku jika hal itu mempengaruhi sikap atau norma subjektif, dan jika pengaruh komponen ini merupakan penentu kehendak.Theory of Reasoned Action (TRA) atau Teori Tindakan Beralasan atau Teori Aksi Beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku melalui suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan, dan dampaknya terbatas hanya pada tiga hal. Pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. Kedua, perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh sikap tetapi juga oleh norma subyektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita lakukan. Ketiga, sikap terhadap suatu perilaku bersama-sama norma subyektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu. Intensi atau niat merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku (merupakan aspek personal) dan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau untuk tidak melakukan perilaku yang disebut dengan norma subyektif.Secara singkat, praktik atau perilaku menurut Theory of Reasoned Action (TRA) dipengaruhi oleh niat, sedangkan niat dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk mentaati pendapat tersebut. Secara lebih sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya.Keuntungan teori ini adalah member pegangan untuk menganalisa komponen perilaku dalam item yang operasional. Bagaimana sejumlah pencegahan harus dipertimbangkan supaya model ini dipergunakan dengan tepat. Fokus sasaran adalah prediksi dan pengertian perilaku yang dapat diamati secara langsung dan dibawah kendali seseorang. Artinya bahwa perilaku sasaran harus diseleksi dan diidentifikasikan secara jelas. Tuntutan ini memerlukan pertimbangan mengenai tidakan(action), sasaran(target), konteks(context), waktu(time). Dengan menggunakan model Fishbein, dapat dikatakan yang penting bukankah budaya itu sendiri, tetapi cara budaya mempengaruhi sikap, intensi dan perilaku. Banyak penelitian di bidang sosial yang sudah membuktikan bahwaTheory of ReasonAction (TRA) ini adalah teori yang cukup memadai dalam memprediksi tingkah laku.

b. Keuntungan Theory of Reasoned Action (TRA)

Teori ini memberikan pegangan untuk menganalisis komponen perilaku dalam item yang operasional. Fokus sasaran adalah prediksi dan pengertian perilaku yang dapat diamati secara langsung dan berada dalam kendali seseorang, artinya perilaku sasaran harus diseleksi dan diidentifikasi secara jelas. Tuntutan ini memerlukan pertimbangan mengenai perbedaan tindakan (action), sasaran (target), konteks, dan perbedaan waktu serta komponen model sendiri termasuk intensi, sikap, norma subjektif, dan keyakinan.Konsep penting dalam TRA adalah fokus perhatian (salience). Hal ini berarti, sebelum mengembangkan intervensi yang efektif, pertama-tama harus menentukan hasil dan kelompok referensi yang penting bagi perilaku populasi. Dengan demikian, harus diketahui nilai dan norma kelompok sosial yang diselidiki (yang penting bukan budaya itu sendiri, tetapi cara budaya mempengaruhi sikap, kehendak, dan perilaku). Contohnya, terdapat nilai dan norma di masyarakat bahwa diare bukan suatu penyakit, tetapi sebagai hal yang alami dari tumbuh kembang anak. Hal tersebut berarti masyarakat memandang diare bukan fokus perhatian yang penting. Contoh lain, fokus perhatian perilaku seksual dan pencegahan AIDS tidak akan sama antara kelompok homoseksual dan kelompok lain tentang penggunaan kondom. Kelompok homoseksual percaya kondom dapat mencegah mereka terkena AIDS, tetapi bagi kelompok lain, pengguna kondom justru akan menyebarluaskan perilaku seksual.

c. Kelemahan Theory of Reasoned Action (TRA)Kelemahan TRA adalah bahwa kehendak dan perilaku hanya berkorelasi sedang, kehendak tidak selau menuju pada perilaku itu sendiri, terdapat hambatan-hambatan yang mencampuri atau mempengaruhi kehendak dan perilaku (Van Oost, 1991 dalam Smet, 1994). Selain itu, TRA tidak mempertimbangkan pengalaman sebelumnya dengan perilaku dan mengabaikan akibat-akibat jelas dari variabel eksternal (variabel demografi, gender, usia, dan keyakinan kesehatan) terhadap pemenuhan kehendak perilaku.Meskipun demikian, kelebihan TRA dibandingkan HBM adalah bahwa pengaruh TRA berhubungan dengan norma subjektif. Menurut TRA, seseorang dapat membuat pertimbangan berdasarkan alasan-alasan yang sama sekali berbeda. Hal ini berarti keputusan seseorang untuk melakukan suatu tindakan tidak dibatasi pertimbangan-pertimbangan kesehatan.d. Aplikasi Theory of Reasoned Action (TRA)Theory of Reasoned Action (TRA) merupakan model untuk meramalkan perilaku preventif dan telah digunakan dalam berbagai jenis perilaku sehat yang berlainan, seperti pengaturan penggunaan substansi tertentu (merokok, alkohol, dan narkotik), perilaku makan dan pengaturan makan, pencegahan AIDS dan penggunaan kondom, perilaku merokok, penggunaan alkohol, penggunaan alat kontrasepsi, latihan kebugaran (fitness) dan praktik olahraga. Norma subjektif menjadi perhatian penelitian (mengenai) dukungan sosial dan analisis jaringan sosial. TRA juga banyak digunakan untuk memenuhi persyaratan tindakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), seperti tindakan keselamatan dalam pertambangan batubara, absenteeism karyawan, dan perilaku konsumen.

Contoh aplikasi dari TRA dalam analisa beberapa faktor yang berhubungan dengan niat mahasiswa pengguna NAPZA suntik untuk berkunjung ke klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT). Seorang pengguna NAPZA suntik percaya bahwa berkunjung ke klinik VCT memberikan manfaat bagi orang yang berisiko HIV&AIDS seperti mendapat informasi tentang penggunaan NAPZA suntik yang aman (keuntungan), tetapi juga akan dijauhi teman-teman sesama pengguna NAPZA suntik (kerugian). Pengguna NAPZA suntik akan mempertimbangkan mana yang paling penting diantara keduanya. Kemudian ia juga akan mempertimbangkan konsekuensikonsekuensi setelah melakukan VCT, seperti setelah melakukan VCT dan dinyatakan HIV positif, ia tidak diperbolehkan untuk bekerja meskipun mampu untuk bekerja. Nilai dan norma di lingkungan masyarakat tidak mendeskriminasi pengguna NAPZA suntik setelah berkunjung ke klinik VCT. Orang yang dianggap penting (teman sesama pengguna NAPZA suntik yang telah berkunjung ke klinik VCT) setuju (atau sebatas menasihati) untuk berkunjung ke klinik VCT dan pengguna NAPZA suntik termotivasi untuk patuh mengikuti petunjuk tersebut, maka terdapat kecenderungan positif berniat untuk berkunjung ke klinik VCT.A. Veriabel pada Theory Reasoned Action

Teori perilaku rencanaan (Theory of Planned Behavior) dapat mempunyai dua fitur (Jogiyanto, 2007) sebagai berikut:

1. Teori ini mengansumsi bahwa kontrol persepsi perilaku (perceived behavioral control) mempunyai implikasi motivasional terhadap minat. Orang orang yang percaya bahwa mereka tidak mempunyai sumber- sumber daya yang ada atau tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan perilaku tertentu mungkin tidak akan membentuk minat berperilaku yang kuat untuk melakukannya walaupun mereka mempunyai sikap yang positif terhadap perilakunya dan percaya bahwa orang lain akan menyetujui seandainya mereka melakukan perilaku tersebut. Dengan demikian diharapkan terjadi hubungan antara kontrol persepsi perilaku (perceived behavioral control) dengan minat yang tidak dimediasi oleh sikap dan norma subyektif. Di model ini ditunjukkan dengan panah yang mennghubungkan kontrol perilaku persepsian ( perceived behavioral control) ke minat.

2. Fitur kedua adalah kemungkinan hubungan langsung antara kontrol persepsi perilaku (perceived behavioral control) dengan perilaku. Di banyak contoh, kinerja dari suatu perilaku tergantung tidak hanya pada motivasi untuk melakukannya tetapi juga kontrol yang cukup terhadap perilaku yang dilakukan. Dengan demikian. Kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control) dapat mempengaruhi perilaku secara tidak langsung lewat minat, dan juga dapat memprediksi perilaku secara langsung. Di model hubungan langsung ini ditunjukan dengan panah yang menghubungkan kontrol persepsi perilaku (perceived behavioral control) langsung ke perilaku (behavior). Kontrol perilaku yang dirasakan dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu dan perkiraan seseorang mengenai sulit atau tidaknya untuk melakukan perilaku tertentu (Azwar, 2003). TPB mengganggap bahwa teori sebelumnya mengenai perilaku yang tidak dapat dikendalikan sebelumnya oleh individu melainkan, juga dipengaruhi oleh faktor mengenai faktor non motivasional yang dianggap sebagai kesempatan atau sumber daya yang dibutuhkan agar perilaku dapat dilakukan. Sehingga dalam teorinya, Ajzen menambahkan satu dertiminan lagi, yaitu kontrol persepsi perilaku mengenai mudah atau sulitnya perilaku yang dilakukan. Oleh karena itu menurut TPB, intensi dipengaruhi oleh tiga hal yaitu: sikap, norma subjektif, kontrol perilaku (Ajzen dalam Jogiyanto 2007). Sikap Beberapa pendapat pakar dalam psikologi sosial di kemukakan beberapa definisi. Sikap adalah evaluasi kepercayaan (belief) atau perasaan positif atau negatif dari seseorang jika harus melakukan perilaku yang akan ditentukan. (Fishbein dan Ajzen dalam Ramdhani 2008) Mendenifisikan sikap (Atitude) sebagai jumlah dari afeksi (perasaan) yang dirasakan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek atau perilaku dan diukur dengan suatu prosedur yang menempatkan individual dalam skala evaluatif dua kutub, misalnya baik atau jelek; setuju atau menolak, dan lainnya. Sikap adalah suatu reaksi evaluatif menguntungkan terhadap sesuatu atau beberapa, dipamerkan dalam keyakinan seseorang, perasaan perilaku, kemudian definisi lain mengatakan: An attitude is a disposition to respond favourably or unfuorably to object, person, institution or event, Sarwono (2002). Definisi ini memberikan pengertian bahwa sikap adalah suatu disposisi bertindak positif atau negatif terhadap suatu objek, orang, lembaga atau peristiwa.

Attitude is a psyshological tendency that is expressed by evaluating a particular entity with some degree of favor or disfavor. Eagly & Chaiken dalam Sarwono (2002). Sikap adalah kecenderungan psikologis yang diekspresikan dengan mengevaluasi kesatuan tertentu dengan beberapa derajat mendukung atau tidak mendukung. Definisi lain dikemukakan Gerungan (2004) attitude dapat kita terjemahkan dengan sikap terhadap objek tertentu yang dapat merupakan sikap pandanagan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan objek.

Sikap adalah kondisi mental dan neural yang diperoleh dari pengalaman, yang mengarahkan dan secar dinamis mempengaruhi respon-respon individu terhadap semua objek dan situasi yang terkait. Sikap adalah ide yang berkaitan dengan emosi yang mendorong dilakukannya tindakan-tindakan tertentu dalam situasi sosial. Secara tegas menyatakan bahwa predisposisi itu diperoleh dari proses belajar. Ramdhani (2008) menyatakan bahwa ide yang merupakan predisposisi tersebut berkaitan dengan emosi. Menurut Luthfi (2009) domain sikap dapat dipahami sebagai dimensi atau unsur-unsur dari sikap. Unsur ini memudahkan seseorang dalam melakukan pemahaman ataupun pengukuran terhadap sikap.Aspek-Aspek Sikap. Menurut Baron et. al., (2003). Beberapa aspek-aspek penting dari sikap:

a. Sumber suatu sikap (attitude origin). Faktor inilah yang mempengaruhi bagaimana pertama kali sikap terbentuk.bukti yang ada mengidikasikan bahwa sikap yang terbentuk. Bukti yang ada mengindikasikan bahwa sikap yang terbentuk berdasarkan pada pengalaman langsung sering kali memberikan pengaruh yang lebih kuat pada tingkah laku dari pada sikap yang terbentuk berdasarkan pada pengalaman tidak lanhsung atau pengalaman orang lain. Tampaknya, sikap yang terbentuk berdasarkan pengalaman langsung lebih muda diingat, hal ini meningkatkan dampakmereka terhadap tingkah laku.

b. Kekuata sikap (attitude strenght). Faktor lain salah satu faktor yang paling penting melibatkan apa yang disebut sebagai kekuatan sikap yang dipertanyakan. Selain kuat sikap tersebut, semakin kuat pula dampaknya pada tingkah laku.

c. Kekhusukan sikap (attitude specificity). Aspek yang ketiga yang mempengaruhi sikap dengan tingkah laku adalah kekhusukan sikap yaitu sejauh mana terfokus pada objek tertentu atau situasi dibandingkan hal yang umum. Komponen Sikap Fishbein dan Ajzen dalam Rahma (2011), berpendapat bahwa ada dua kelompok dalam pembentukan sikap yaitu:

a. Behavioral belief adalah keyakinan-keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap perilaku dan merupakan keyakinan yang akan mendorong terbentuknya sikap.

b. Evaluation of behavioral belief merupakan evaluasi positif atau negatif individu terhadap perilaku tertentu berdasarkan keyakinan-keyakinan yang dimilikinya.

Sikap memainkan peranan utama dalam membentuk perilaku (Latief, 2011). Dalam memutuskan merek apa yang akan dibeli, atau toko mana untuk dijadikan langganan, konsumen secara khas memilih merek atau toko yang dievaluasi secara paling menguntungkan. Sikap mewakili perasaan senang atau tidak senang seseorang terhadap suatu obyek. Aaker, et al, (2001) mendefinisikan sikap sebagai konstruk psikologis (psychological constructs). Sikap menunjukkan status mental seseorang yang digunakan oleh individu untuk menyusun cara mereka mempersepsikan lingkungan mereka dan memberi petunjuk cara meresponnya. Kotler (2003), mendefinisikan sikap sebagai evaluasi, perasaan emosional, dan kecenderungan bertindak baik yang favorable maupun unfavorable serta bertahan lama dari seseorang terhadap suatu objek atau ide. Sikap cenderung membentuk pola yang konsisten. Sikap relatif sulit berubah dan sikap membuat orang berperilaku relatif konsisten terhadap suatu obyek. Sikap dapat didefinisikan sebagai suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan individu merespon dengan cara yang menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkaitan dengan suatu obyek (Engel et al., dalam Burhannudin 2007). Menurut Gordon Allport yang dikutip oleh Burhanudin (2007) sikap adalah mempelajari kecenderungan memberikan respon terhadap suatu obyek atau kelompok obyek baik yang disenangi (favorable) maupun yang tidak disenangi (unfavorable) secara konsisten. Sementara Fishbein dan Azjen (2005) mendefinisikan sikap sebagai penilaian atau evaluation positif atau negatif terhadap suatu obyek. Pengertian ini membatasi sikap hanya pada komponen affective saja. Komponen ini merupakan komponen utama yang terlibat dengan sikap. Pengertian ini sesuai dengan pengertian sikap terhadap merek yaitu kecenderungan untuk mengevaluasi merek baik yang disenangi maupun yang tidak disenangi (Azwar, 2003). Sikap merupakan faktor penting dalam pengambilan keputusan pembelian. Sikap konsumen dapat menjadi kontrol yang akurat terhadap perilaku pembelian (Dharmmesta, 1998) dan dapat mempengaruhi pola pikir individu dalam pengambilan keputusan.Hanna (2001) mengungkapkan bahwa sikap menentukan cara-cara berperilaku individu terhadap objek tertentu ada empat definisi sikap. Pertama, bagaimana perasaan mereka terhadap obyek positif atau negatif, terima atau tidak terima, pro atau kontra. Kedua, sikap sebagai kecenderungan untuk merespon sebuah objek atau golongan objek dengan sikap yang secara konsisten menerima atau tidak menerima. Ketiga, sikap berorientasi pada psikologi sosial yaitu motivasi, emosi, persepsi, dan proses kognitif yang bertahan lama dengan beberapa aspek dari masing-masing individu. Keempat, keseluruhan sikap dari seseorang terhadap obyek dilihat dari fungsi kekuatan dari tiap-tiap sejumlah kepercayaan yang seseorang pegang tentang beberapa aspek dari obyek dan evaluasi yang diberikan dari tiap-tiap kepercayaan yang bersangkut paut pada obyek. Sikap juga diartikan sebagai "suatu konstruk untuk memungkinkan terlihatnya suatu aktivitas". Pengertian sikap itu sendiri dapat dipandang dari berbagai unsur yang terkait seperti sikap dengan kepribadian, motif, tingkah laku, keyakinan dan lain-lain. Namun dapat diambil pengertian yang memiliki persamaan karakteristik; sikap ialah tingkah laku yang terkait dengan kesediaan untuk merespon objek sosial yang membawa dan menuju ke tingkah laku yang nyata dari seseorang. Hal itu berarti suatu tingkah laku dapat diprediksi apabila telah diketahui sikapnya. Walaupun manifestasi sikap itu tidak dapat dilihat langsung tapi sikap dapat ditafsirkan sebagai tingkah laku yang masih tertutup (Suharyat, 2009). Berhubung sikap adalah pendangan yang cukup luas terhadap suatu hal, maka kemudian diklasifikasikan ke dalam 3 domain, yaitu kognitif, afektif dan konatif.a. Komponen Kognitif

Komponen ini berkaitan dengan pikiran atau rasio individu yang dihubungkan dengan konsekuensi yang dihasilkan tingkah laku tertentu. Hal ini berhubungan dengan belief sesorang mengenai ssegala sesuatu, baik negatif maupun positif tentang obyek sikap. Contohnya sikap terhadap profesi medis. Belief bahwa profesi medis seperti dokter dan perwat berhubungan dengan pekeraan tidak profesional, tidak berkualitas baik, hanya berorientasi pada uang adalah beberapa contoh belief negatif yang dipikirkan sesorang yang kemudian akan mengarahkan orang tersebut pada akhirny memilki sikap yang negatif terhadap profesi medis, demikian juga sebaliknya jika ia memilki belief yang positif.

b. Komponen Afektif

Komponen afektif menjelaskan evaluasi dan perasaan seseorang terhadap obyek sikap. Apabila diaplikasikan pada contoh sikap terhadap profesi medis, seseorang yang memiliki perasaan jijik terhadap profesi medis dan apa yang dikerjakannya akan melahirkan sikap yang negatif pada orang tersebut, demikian sebaliknya jika ia memilki perasaan positif, maka ia juga akan memilki sikap positif pada profesi medis.

c. Komponen Konatif

Komponen konatif adalah kecenderungan tingkah laku intensi, komitmen dan tindakan yang berkaitan obyek sikap. Jika diaplikasikan pada contoh sebelumnya, seseorang memilki sikap yang positif pada profesi medis jika orang tersebut menyatakan kesediaanya untuk memberikan sumbangan pada pembanguna rumah sakit baru, bersedia mengunjungi dokter sevara rutin, berencana memperkenalkan anaknya untuk mengenal dokter danlainnya. Fishbein & Ajzen (1975) menyatakan bahwa intensi sering dilihat sebagai komponen konatif dari sikap dan diasumsikan bahwa komponen konatif ini berhubungan dengan komponenafektif dari sikap.Anteseden sikap

Berdasarkan teori planned behavior yang dipaparkan Ajzen, sikap yang dimiliki seseorang terhadap suatu tingkah aku dilandasi oleh belief seseorang terhadap konsekuensi (outcome) yang akan dihasilkan jika tingkah laku itu dilakukan dan kekuatan terhadap belief tersebut. Belief adalah pernyatan subyektif seseorang yang menyangkut aspek-aspek yang dapat dibedakan tentang dunianya, yang sesuai dengan pemahaman tentang diri dan lingkungannya. Rumusnya adalah sebagai berikut :

Berdasarkan rumus di ats, sikap terhdapa tingah laku (AB) didapatkan dari prnjumlahan hasil kali antara kekuatan belief terhadap outcome yang dihasilkan (bi) dengan evaluasi terhadap outcome (ei). Dengan kata lain, seseorang yang percaya bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka ia akan memiliki sikap yang positif. Begitu juga sebaliknya, jika individu tersebut percaya bahwa dengan melakukannya akan menghasilkan outcome yang negatif, maka ia akan memiliki sikap yang negatif terhadap tingah lau tersebut.

Pengukuran Sikap

Seperti halnya variabel kepribadian, sikap tidak bisa didapatkan melalui pengamatan langsung, melakinkan harus melalui penguuran respon. Respon yang diberikan merefleksikan evalusi seseorang terhadap suatu hal, baik secra negatif maupun positif. Untuk memudahkan pengukuran sikap, maka dilakukan pengelompokan item ke dalam beberapa subkelompok yang bebas ditentukan. Klasifikasi subkelompok yang paling ppuler adalah diperkenalkan oleh Plato, yaitu terdiri dari tiga kategori respon : kognisi, afeksi dan konasi (Ajzen, 2005).

Fishbein dan Ajzen (1977 dalam Aiken, 2002) melakukan review terhdap beberapa hasil penelitian terkait dengan sikap dan didaptkan kesimpuan bahwa sikap sebagaiman inteni juga terdiri ari 4 elemen, yaitu tingkah laku itu sendiri, target tingkah laku, kontes tingkah laku, dan waktu tingkah laku tersebut dilakukan. Selain itu, perlu diingat bahwa sikap yang dimaksud di sini adalah sikap terhadap tingkah laku (bersepeda), bukan sikap terhdap obyeknya (sepeda).

Pengukuran sikap didapatkan dari interaksi antara belief content dan belief strength. Belief seseorang mengenai suatu obyek atau tindakan dapat dimunculkan dalam format respon bebas dengan cara meminta subye untuk menuliskan karakteristik, kualitas, dan atribut dari obyek atau konseuensi tingkah laku tertentu. Fishbein & Ajzen menyebutnya sebagai proses elisitasi. Elisitasi digunakan untuk menentukan belief utama (salient belief) yang akan dipakai dalam penyusunan alat ukur.

Norma Subyektif Norma Subyektif (subjective norm) adalah persepsi atau pandangan seseorang terhadap kepercayaan-kepercayaan orang lain yang akan mempengaruhi minat untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan (Jogiyanto, 2007). Konsumen berperilaku tidak terlepas dari kegiatan melakukan keputusan untuk berperilaku. Keputusan yang akan diambil seseorang dilakukan dengan pertimbangan sendiri maupun atas dasar pertimbangan orang lain yang dianggap penting. Keputusan yang dipilih bisa gagal untuk dilakukan jika pertimbangan orang lain tidak mendukung, walaupun pertimbangan pribadi menguntungkan. Dengan demikian pertimbangan subyektif pihak lain dapat memberikan dorongan untuk melakukan wirausaha atau keputusan berwirausaha, hal demikian dinamakan norma subjektif.

Norma subjektif diartikan sebagai faktor sosial yang menunjukkan tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan wirausaha (Dharmmesta, 2005). Dalam penelitian sebagai norma subjektfi dalah kelompok referensi berupa orang tua, teman dekan dan dosen, yang mampun mendorong mahsiswa berperilaku yaitu niat untuk berwirausaha. Komponen Norma Subyektif Menurut Fishbein dan Azjen (2005), norma subjektif secara umum mempunyai dua komponen berikut:

a. Normative beliefs (Keyakinan Norma).

Persepsi atau keyakinan mengenai harapan orang lain terhadap dirinya yang menjadi acuan untuk menampilkan perilaku atau tidak. Keyakinan yang berhubungan dengan pendapat tokoh atau orang lain yang penting dan berpengaruh bagi individu atau tokoh panutan tersebut apakah subjek harus melakukan atau tidak suatu perilaku tertentu.

b. Motivation to comply (motivasi untuk memenuhi).

Motivasi individu untuk memenuhi harapan tersebut. Norma subjektif dapat dilihat sebagai dinamika antara dorongan-dorongan yang dipersepsikan individu dari orang-orang disekitarnya dengan motivasi untuk mengikuti pandangan mereka (motivation to comply) dalam melakukan atau tidak melakukan tingkah laku tersebut.

Norma subyektif adalah persepsi seseorang mengenai tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku (Ajzen, 2005). Dalam model TRA dan TPB norma subjektif adalah fungsi dari normative beliefs, yang mewakili persepsi mengenai preferensi signifikan lainya mengenai apakah perilaku tersebut harus dilakukan. Model ini mengkuantifikasi keyakinan ini dengan mengalikan kemungkinan subyektif seorang disebut relevan berpikir bahwa seseorang harus melaksanakan perilaku tersebut dengan motivasi seseorang untuk mengikuti (motivation to comply) apa yang ingin dilakukan.

Pengukuran Norma Subyektif

Sesuai dengan informasi mengenai antesedennya, norma subyektif didasarkan pada 2 hal, yaitu normative belief dan motivation to comply maka pengukuran norma subyektif juga diperoleh dari hasil perkalian keduanya. Sama halnya dngan sikap. Belief tentang pihak-pihak yang mendukung atau tidak didapatkan dari hasil elisitasi untuk menentukan belief utamanya. Kontrol Perilaku.

Kontrol perilaku menurut Ajzen (2005) mengacu pada persepsi-persepsi seseorang akan kemampuannya untuk menampilkan perilaku tertentu. Dengan kata lain kontrol perilaku menunjuk kepada sejauh mana seseorang merasa bahwa menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu berada di bawah kontrol individu yang bersangkutan. Kontrol perilaku ditentukan oleh sejumlah keyakinan tentang hadirnya faktor-faktor yang dapat memudahkan atau mempersulit terlaksananya perilaku yang ditampilkan. Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2003).

Kontrol perilaku secara langsung mempengaruhi niat untuk melaksanakan suatu perilaku dan juga mempengaruhi perilaku (Ajzen, 2006). Di mana dalam situasi pengguna berniat untuk melaksanakan suatu perilaku namun dihalangi dalam melakukan tindakan tersebut. Kontrol perilaku yang dirasakan ditunjukan dengan tanggapan seseorang terhadap halangan dari dalam atau halangan dari luar sewaktu melakukan perilaku atau tingkah laku. Kontrol perilaku dapat mengukur kemampuan seseorang dalam mendapatkan sesuatu dalam mengambil suatu kegiatan.

Perilaku akan bergantung pada interaksi antara sikap, keyakinan, dan niat berperilaku. Niat berperilaku seseorang juga akan dipengaruhi oleh kontrol keperilakuan yang dirasakan. Kontrol keperilakuan yang dirasakan merupakan kondisi di mana orang percaya bahwa suatu tindakan itu mudah atau sulit dilakukan, mencakup juga pengalaman masa lalu di samping rintangan-rintangan yang ada yang dipertimbangkan oleh orang tersebut (Tjahjono, 2005). Pengaruh langsung dapat terjadi jika terdapat actual control di luar kehendak individu sehingga memengaruhi perilaku. Semakin positif sikap terhadap perilaku dan norma subjektif, semakin besar kontrol yang dipersepsikan seseorang, sehingga semakin kuat niat seseorang untuk memunculkan perilaku tertentu. Akhirnya, sesuai dengan kondisi pengendalian yang nyata di lapangan (actual behavioral control) niat tersebut akan diwujudkan jika kesempatan itu muncul. Sebaliknya, perilaku yang dimunculkan bisa jadi bertentangan dengan niat individu tersebut. Hal tersebut terjadi karena kondisi di lapangan tidak memungkinkan memunculkan perilaku yang telah diniatkan sehingga dengan cepat akan memengaruhi kontrol perilaku yang dipersepsikan individu tersebut. Kontrol perilaku yang dipersepsikan yang telah berubah akan memengaruhi perilaku yang ditampilkan sehingga tidak sama lagi dengan yang diniatkan, (Ernawati, 2010).B. PENYEBAB PERILAKU

Menurut Ajzen dan Fishbein (1980), perilaku dipengaruhi oleh kehendak/niat dalam membentuk perilaku dan bahwa kehendak tersebut adalah suatu fungsi sikap pada perilaku norma subjektif. Bagan Teori TRA menurut Fishbein dan Ajzen :

Seseorang yang akan melakukan suatu perilaku, diawali dengan sebuah keyakinan yang ada dalam dirinya. Keyakinan-keyakinan yang akan membuat seseorang tersebut selanjutnya mengambil sikap. Niat seseorang dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif. Sikapmerupakan hasil pertimbangan untung rugi dari 0perilaku tersebut ( Out Comes Of Behaviour) juga konsekuensi yang akan terjadi (Evaluation Regarding The Out Come). Norma Subyektif mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan orang-orang yang dianggap penting (Referent Person) dan motivasi seseorang untuk mengikuti pikiran tersebut.

Jogiyanto (2007) berpendapat bahwa intensi atau niat merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku (merupakan aspek personal) dan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau untuk tidak melakukan perilaku yang disebut dengan norma subyektif. Secara singkat, praktik atau perilaku menurut Theory of Reasoned Action (TRA) dipengaruhi oleh niat, sedangkan niat dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk menaati pendapat tersebut. Secara lebih sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya.

Contoh kasusnya misalnya, orang tua yang mempunyai harapan tentang keikutsertaan dalam program imunisasi bagi anak-anaknya. Mereka mungkin percaya bahwa imunisasi melindungi serangan-serangan penyakit (keuntungan), tetapi juga menyebabkan rasa sakit atau tidak enak badan dan juga mahal (kerugian). Orang tua akan mempertimbangkan mana yang lebih penting antara perlindungan kesehatan atau tangisan, mungkin anak panas dan mengeluarkan uang. Jika orang yang dianggap penting setuju, dan orang tua ingin mengikuti petunjuk tersebut, terdapat kecenderungan positif untuk berperilaku. Dalam kasus ini , variabel eksternal seperti usia, jenis kelamin, dan faktor demografis turut mempengaruhi keinginan seseorang dalam berperilaku.DAFTAR PUSTAKAAjzen, and M. Fishbein. Understanding Attitudes and Predicting Social Behavior. New Jersey: Prentice Hall, 1980.Amaliah, Khusnul. Peranan Sikap, Norma Subyektif dan Kontrol Perilaku. Univeristas Indonesia. 2008.Azwar, Saifuddin. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.Graeff, Judith. A, et al,. Komunikasi Untuk Kesehatan dan Perubahan Perilaku. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996.Hogg, Michael A. Social Psychology : An Introduction. Prentice Hall, 1995. Machfoedz, Ircham., Eko Suryani. Pendidikan Kesehatn bagian dari Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Fitramaya. 2008.Machfoedz, Ircham dan Eko Suryani.Pendidikan Kesehatan Bagian dari Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Fitramaya, 2007.Maulana, Heri D.J. Promosi Kesehatan. Komara Yudha (ed.). Jakarta: EGC, 2009.Mowen, John C and Minor, Michael. Consumer Behavior, Fifth Edition. New Jersey : Prentice Hall, Upper Saddle River, 1989.Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatn. Jakarta Rineka Cipta.Ogden, Jane. Health Psychology. Buckingham. Philadelphia: Open University Press, 1996.Pradipta, Surya., Ni Wayan Sri Suprapti. Pengaruh Sikap Dan Norma Subyektif Terhadap Niat Calon Pemilih Di Kota Denpasar Untuk Memilih Partai Demokrat Dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014. Universitas Udayana, Bali. 2014Schiffman, Leon G. and Leslie Lazar Kanuk. Consumer Behavior. Ninth Edition. New jersey: Prentice Hall International, 2007.Smert, Bart. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1995.SUMBER LAIN

http://digilib.unila.ac.id/3531/17/BAB%20II.pdf (diakses pada 24 Maret 2015 pukul 19.29 WIB).