bab ii tinjauan pustaka 2.1 tinjauan keterampilan ... · bercerita merupakan salah satu seni,...

25
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Keterampilan Bercerita 2.1.1. Pengertian Keterampilan Bercerita Keterampilan berbicara terkhusus keterampilan bercerita merupakan keterampilan yang harus dilatih kepada siswa. Sebagai keterampilan yang paling sering digunakan dalam proses pembelajaran bagahasa maupun kehidupan sehari- hari., semestinya bercerita ini dapat dimiliki oleh setiap siswa dengan baik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Terampil diartikan mampu dan cekatan, sedangkan keterampilan diartikan kecakapan untuk menyelesaikan tugas”. Jadi keterampilan sangat erat hubungannya dengan proses berpikir yang mendasari suatu bahasa. Menurut Reber (dalam Muhibin Syah, 2010) mengemukakan bahwa keterampilan adalah kemampuan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Dari beberapa definisi keterampilan di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan merupakan kegiatan seseorang melibatkan gerak jasmani dan kesadaran yang dapat dikuasai seseorang dengan banyak berlatih. Dalam kehidupan sehari-hari dapat dipastikan kita akan terlibat dengan kegiatan berbicara atau berkomunikasi dengan seseorang atau kelompok. Peristiwa ini dapat disadari maupun tidak disadari adanya kegiatan saling membutuhkan keterkaitan antara individu dengan lainnya. Bercerita merupakan bagian dari keterampilan berbahasa yaitu keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara merupakan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan pendegar dan penyimak (Tarigan, 2007). Sementara itu keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan dan keinginan kepada orang lain

Upload: others

Post on 10-Feb-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tinjauan Keterampilan Bercerita

    2.1.1. Pengertian Keterampilan Bercerita

    Keterampilan berbicara terkhusus keterampilan bercerita merupakan

    keterampilan yang harus dilatih kepada siswa. Sebagai keterampilan yang paling

    sering digunakan dalam proses pembelajaran bagahasa maupun kehidupan sehari-

    hari., semestinya bercerita ini dapat dimiliki oleh setiap siswa dengan baik.

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Terampil diartikan mampu dan

    cekatan, sedangkan keterampilan diartikan kecakapan untuk menyelesaikan

    tugas”. Jadi keterampilan sangat erat hubungannya dengan proses berpikir yang

    mendasari suatu bahasa.

    Menurut Reber (dalam Muhibin Syah, 2010) mengemukakan bahwa

    keterampilan adalah kemampuan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan

    tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil

    tertentu.

    Dari beberapa definisi keterampilan di atas dapat disimpulkan bahwa

    keterampilan merupakan kegiatan seseorang melibatkan gerak jasmani dan

    kesadaran yang dapat dikuasai seseorang dengan banyak berlatih.

    Dalam kehidupan sehari-hari dapat dipastikan kita akan terlibat dengan

    kegiatan berbicara atau berkomunikasi dengan seseorang atau kelompok.

    Peristiwa ini dapat disadari maupun tidak disadari adanya kegiatan saling

    membutuhkan keterkaitan antara individu dengan lainnya. Bercerita merupakan

    bagian dari keterampilan berbahasa yaitu keterampilan berbicara. Keterampilan

    berbicara merupakan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang

    disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan pendegar dan

    penyimak (Tarigan, 2007). Sementara itu keterampilan berbicara pada hakikatnya

    merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk

    menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan dan keinginan kepada orang lain

  • 9

    (Alek & Acmad, 2011). Kemampuan berbicara adalah kemampan mengucapkan

    bunyi-bunyi artikulas atau mngucapkan kata-kata untuk mengekspresikan,

    menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan (Arsjad & Maidar,

    1988)

    Dari difinisi keterampilan berbicara yang sudah dipaparkan tersebut,

    maka dapat penulis simpulkan bahwa keterampilan berbicara adalah kecakapan

    sesorang dalam berbahasa saat mengekspresikan pendapat atau menyampaikan

    pesan sesuai dengan kebutuhan para pendengarnya.

    Banyak ahli yang mengemukakan pengertian keterampilan bercerita,

    diantaranya menurut KBBI bercerita didefinisikan sebagai menuturkan karangan

    yang berisi tentang perbuatan, pengalaman, atau penderitaan seseorang; kejadian

    dan sebagainya (baik yang sungguh-sungguh terjadi mauoun yang hanya rekaan

    belaka). Heroman dan Jones (dalam Rahayu, 2013) mengemukakan bahwa

    bercerita merupakan salah satu seni, bentuk hiburan dan pandangan tertua yang

    telah dipercayai nilainya dari generasi ke generasi berikutnya. Sedangkan Larkin

    (dalam Rahayu, 2013) menyatakan bercerita adalah seni bercakap-bercakap secara

    lisan. Sejalan dengan hal tersebut Rahayu (2013) mengemukakan bercerita

    sebagai kegiatan yang memberikan informasi kepada anak baik secara lisan,

    tulisan, maupun akting tentang nilai maupun tradisi budaya yang telah dipercaya

    melalui penggunaan alat peraga mauppun tidak untuk mengembangkan

    kemampuan sosial, belajar membaca serta pemahaman tentang pengetahuan dunia

    melalui pengalaman yang didapatkan. Cerita bukan sekedar untuk mengisi waktu,

    atau sebagai hiburan, melainkan sarana untuk menyampaikan suatu pesan atau

    ajaran (Simanjuntak, 2008)

    Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bercerita

    merupakan suatu kegiatan yang menjelaskan terjadinya suatu hal, peristiwa, dan

    kejadian yang di alami sendiri ataupun orang lain. Kegiatan bercerita dapat

    memberikan hiburan dan merangsang imajinasi siswa. Kegiatan bercerita dapat

    menambah keterampilan berbahasa lisan siswa secara terorganisasi dan membantu

    menginternalisasikan karakter siswa.

  • 10

    2.1.2. Tujuan Keterampilan Bercerita

    Program pengajaran keterampilan bercerita harus memberikan

    kesempatan kepada setiap individu mencapai tujuan yang dicita-citakan.

    Kemampuan bercerita di dasari oleh keterampilan berbicara. Berbicara menurut

    Rizal Surplus mempunyai tujuan untuk mempengaruhi, menginformasikan,

    menghibur, memotivasi dan mengubah (dalam Balqis Khayyirah 2013). Selain itu

    Iskandarwassid & Sunendar (2011) juga menjelaskan “tujuan pembelajaran

    keterampilan berbicara untuk tingkat pemula yaitu melafalkan bunyi-bunyi

    bahasa, menyampaikan informasi, menyatakan setuju atau tidak setuju,

    menjelaskan identitas diri, menceritakan kembali hasil menyimak atau bacaan,

    menyatakan ungkapan rasa hormat dan bermain peran”.

    Berdasarkan tujuan yang diuraikan di atas maka dapat diketahui bahwa

    bercerita tidak hanya menyampaikan informasi kepada orang lain tentang

    peristiwa atau hal yang dialami dan menyampaikan ide atau gagasan orang lain

    tentang peristiwa atau hal dialami dan menyampaikan ide atau gagasan namun

    bercerita merupakan kegiatan pengembangan kemampuan berbahasa siswa

    melalui mendengar dan berbicara, bercerita juga berpengaruh pada kondisi

    psikologi bagi siswa secara keseluruhan.

    2.1.3. Manfaat Bercerita

    Seperti yang sudah kita ketahui bahwa bercerita memiliki manfaat

    sebagai alat untuk membicarakan berbagai hal. Manfaat kegiatan bercerita adalah

    anak dapat mengembangkan kosakata, kemampuan berbicara, mengekspresikan

    cerita yang disampaikan sesuai karakteristik tokoh yang dibicarakan dalam situasi

    yang menyenangkan, serta melatih keberanian anak untuk tampil di depan umum

    (Rahayu, 2013). Manfaat bercerita juga didefinisikan dapat mengkomunikasikan

    nilai-nilai budaya, sosial, keagamaan, menanamkan etos kerja, etos waktu, etos

    alam, mengembangkan fantasi anak, dimensi kognisi anak dan dimensi bahasa

    anak (Moeslichatoen, 2004).

  • 11

    Sedangkan Reeta dan Jamine (dalam Rahayu, 2013) menyatakan bahwa

    sasaran kegiatan bercerita adalah perkembangan bahasa anak, yaitu meningkatkan

    kosa kata, belajar menghubungkan kata dengan tindakan, mengingat urutan ide

    atau kejadian, mengembangkan minat baca serta menumbuhkan kepercayaan diri.

    Menurut Moeslichatoen (2004) bercerita mempunyai makna penting bagi

    perkembangan anak karena melalui bercerita kita dapat:

    1. Mengkomunikasikan nilai-nilai budaya.

    2. Mengkomunikasikan nilai-nilai sosial.

    3. Mengkomunikasikan nilai-nilai keagamaan.

    4. Menanamkan etos kerja, etos waktu, etos alam.

    5. Membantu mengembangkan fantasi anak.

    6. Membantu mengembangkan dimensi kognitif anak.

    7. Membantu mengembangkan dimensi bahasa anak.

    Dari beberapa pernyataan para ahli di atas dapat penulis simpulkan

    bahwa kegiata bercerita mempunyai manfaat mengembangkan kemampuan anak

    dalam hal kosakata dan berbicara serta merangsang kemampuan berpikir kognitif

    sehingga memperluas wawasan dan cara berpikir siswa. Di samping itu, kegiatan

    bercerita mampu membawa suasana kelas menjadi lebih alamiah.

    2.1.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kegiatan Bercerita

    Bercerita merupakan kegiatan untuk menyampaikan pesan atau informasi

    kepada orang lain secara lisan. Dalam menyampaikan pesan atau informasi

    seorang pembicara harus memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

    keefektifan bercerita. Menurut Rahayu (2013) hal-hal yang perlu diperhatikan

    dalam kegiatan bercerita adalah (1) pemilihan materi cerita, (2) pengelolaan kelas

    untuk bercerita (3) pengelolaan tempat duduk dan ruang bercerita.

    Sedangkan menurut Sudarmadji, dkk (2010) untuk mencapai

    keberhasilan dalam bercerita, ada dua faktor pokok yang harus diberhatikan yaitu

    naskah atau skenario dan teknik penyajian. Sejalan dengan hal tersebut

    Simanjuntak (2008) mengemukakan faktor yang mempengaruhi kegiatan bercerita

  • 12

    adalah (1) ekspresi dan gerak saat bercerita; (2) penguasaan; (3) melatih suara; (4)

    menguasai cerita .

    Berdasarkan hal di atas dapat penulis simpulkan bahwa ada beberapa

    faktor yang mempengaruhi kegiatan bercerita antara lain pemilihan cerita yang

    ingin disampaikan, pengusaan cerita, ekspresi dalam bercerita. Sistem

    pengelolaan kelas juga perlu diperhatikan agar pembicara dapat menceritakan

    dengan baik.

    2.2 Tinjauan Model Talking Stick

    2.2.1. Pengertian Talking Stick

    Talking Stick merupakan salah satu dari sekian banyak metode

    pembelajaran yang dapat menciptakan keaktifan murid dalam satu proses belajar

    mengajar. Pada mulanya, talking stick (tongkat berbicara) adalah metode yang

    digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara

    atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (Huda, 2015). Senada dengan

    pendapat diatas Carol Locust (Dalam Mifatul Huda, 2015) mengemukakan

    pendapat sebagai berikut ini.

    The talking stick has been used for centuries by many Indian tribes as a

    means of just and impartial hearin. The talking stick was commonly used

    in council circles to decide who had the right to speak. When matters of

    great concern would come before the council, the leading elder would hold

    talking stick, and begin the discussion. When we would finish what he to

    say, he would hold out the talking stick, and whoever would speak after

    him would take it. In this manner, the stick would passed from one

    individual to another untol all who wanted to speak had done so. The stick

    was then passed back to elder for keeping.

    Tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-abad oleh suku-suku

    Indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak. Tongkat

    berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang

    mempunyai hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat mulai berdiskusi

    membahas masalah, ia harus memegang tongkat berbicara. Tongkat akan

    pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya.

    Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah satu orang ke orang lain

    jika orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua

    mendapat giliran berbicara, tongkat ini lalu dikembalikan lagi ke

    ketua/pimpinan rapat.

  • 13

    Dari penjelasan di atas dapat penulis simpulakan bahwa Talking Stick

    dipakai sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan

    secara bergiliran/bergantian.

    Talking stick digunakan untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak

    berbicara dan mengungkapkan pemikirannya. Siapa pun yang memegang talking

    stick, dianggap memiliki kekuatan spiritual untuk berbicara, sementara yang

    lainnya harus mendengarkan tanpa boleh menyela. Setelah si pemegang tongkat

    selesai mengungkapkan pemikirannya, maka tongkat kemudian digilir untuk

    memberikan kesempatan yang sama bagi lainnya untuk mengutarakan

    pendapatnya masing-masing (Locust, 2010)

    Merujuk dari definisi istilahnya, model talking stick dapat diartikan

    sebagai model pembelajaran bermain tongkat, yaitu pembelajaran yang dirancang

    sebagai model pembelajaran untuk mengukur tingkat penguasaan materi pelajaran

    oleh murid dengan menggunakan media tongkat. Model ini dipergunakan oleh

    pendidik atau guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Talking

    stick sebagaimana dimaksudkan penelitian ini, dalam proses belajar mengajar di

    kelas berorientasi pada terciptanya kondisi belajar mengajar melalui permainan

    tongkat yang diberikan dari satu siswa kepada siswa lainnya pada saat guru

    menjelaskan materi pelajaran dan selanjutnya mengajukan pertanyaan. Saat guru

    selesai mengajukan pertanyaan, maka siswa yang sedang memegang tongkat

    itulah yang memperoleh kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini

    dilakukan hingga semua siswa berkesempatan mendapat giliran menjawab

    pertanyaan yang diajukan oleh guru.

    Sejalan dengan pernyataan diatas Kurniasih & Sani (2016) Model

    pembelajaran talking stick dilakukan dengan bantuan tongkat, tongkat dijadikan

    sebagai jatah atau giliran untuk berpendapat atau menjawab pertanyaan dari guru

    setelah siswa mempelajari materi pelajaran.

    Berdasarkan uraian di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa

    pembelajaran talking stick memungkinkan peserta didik untuk menyimak konsep

    tidak hanya dari guru saja, melainkan dari peserta didik lainnya. Jika seseorang

    siswa memegang tongkat, maka siswa tersebut tidak hanya berbicara untuk

    menjawab pertanyaan, namun dapat pula memberikan pertanyaan kepada siswa

    lain.

  • 14

    2.2.2. Langkah-Langkah Penerapan Model Tallking Stick

    Pembelajaran dengan model talking stick mendorong peserta didik untuk

    berani mengemukakan pendapat. Teknis pelaksanakan model talking stick menrut

    Kurniasih & Sani (2016) dapat digambarkan sebagai berikut:

    1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran pada saat itu.

    2. Guru membentuk kelompok yang terdiri atas 5 orang.

    3. Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm.

    4. Setekah itu, guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari,

    kemudian memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan

    mempelajari materi pelajaran tersebut dalam waktu yang telah ditentukan.

    5. Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana.

    6. Setelah kelompok selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya,

    guru mempersilahkan anggota kelompok untuk menutup isi bacaan.

    7. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu anggota

    kelompok, setelah itu guru memberi pertanyaan dan anggota kelompok yang

    memegang togkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai

    sebagian besar siswa mendapat baguan untuk menjawab setiap pertanyaan

    dari guru.

    8. Siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota kelompoknya

    tidak bisa menjawab pertanyaan.

    9. Setelah semuanya mendapat giliran, guru membuat kesimpulan dan

    melakukan evaluasi, baik individu ataupun secara kelompok. Dan setelah itu

    menutup pelajaran.

    Sedangkan menurut Miftahul Huda (2015) langkah-langkah dalam

    penerapan talking stick ada 8 langkah antara lain:

    1. Guru menyiapkan sebuah tongkat panjangnya ± 20 cm.

    2. Guru menyampaikan pokok yang akan dipelajarai, kemudian memberikan

    kesempatan para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi

    pelajaran.

    3. Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana.

    4. Setelah siswa selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya, guru

    mempersilahkan siswa untuk menutup isi bacaan.

    5. Guru mengambil tongkat dan memberikannya kepada salah satu siswa,

    setelah itu guru memberi pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat

    tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian besar

    siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan guru.

    6. Guru memberikan kesimpulan.

  • 15

    7. Guru melakukan evaluasi/penilaian.

    8. Guru menutup pembelajaran.

    Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran talking stick yang sudah

    dipaparkan di atas, peneliti menggunakan langkah pembelajaran Miftahul Huda

    dengan modofikasi. Modifikasi yang dilakukan oleh peneliti antara lain,

    1. Guru menyiapkan tongkat berukuran ± 20cm

    2. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok

    3. Guru menyampaikan pokok materi yang akan dipelajari

    4. Selanjutnya guru memberikan waktu setiap kelompok untuk mempelajari

    materi pelajaran

    5. Siswa diberikan waktu untuk berdiskusi dan mempelajari materi yang

    terdapat di dalam wacana

    6. Guru mempersilahkan siswa untuk menutup materi

    7. Guru mengambil tongkat dan memberikannya kepada salah satu siswa

    8. Tongkat akan berjalan sesuai arahan guru, siswa yang memegang tongkat

    terakhir akan diberi pertanyaan pleh guru

    9. Guru memberikan kesimpulan

    10. Guru melakukan evaluasi/penilaian

    11. Guru menutup pembelajaran.

    Jadi dapat penulis simpulkan bahwa dalam pembelajaran talking stick

    guru bertindak sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa untuk belajar

    menemukan apa yang dipelajarinya.

    2.2.3. Kelebihan Model Talking Stick

    Model talking stick mempunyai beberapa kelebihan saat diterapkan

    dalam pembelajaran untuk peserta didik. Salah satunya seperti yang

    dikemukakakan oleh Mifrahul Huda (2015) yaitu model ini mempunyai kelebihan

    karena model ini mampu menguji kesiapan siswa, melatih keterampilan mereka

    dalam membaca dan memahami materi pelajaran dengan cepat dan mengajak

    peserta didik untuk terus siap dalam situasi apapun.

  • 16

    Sejalan dengan pernyataan tersebut Kurniasih & Sani (2016)

    mengemukakan kelenihan dari model talking stick adalah (1) menguji kesiapan

    siswa dalam penguasaan materi pelakjaran, (2) melatih membaca dan memahami

    dengan cepat materi yang telah disampaikan, (3) agar siswa lebih giat belajar

    karena siswa tidak pernah tau tongkat akan sampai pada gilirannya.

    2.2.4. Kelemahan Model Talking Stick

    Model talking stick memiliki beberapa kelemahan di antaranya seperti

    yang dikemukakan oleh Miftahul Huda (2015) yaitu siswa-siswa yang secara

    emosional belum berlatih untuk berbicara di hadapan guru, metode ini mungkin

    kurang sesuai. Sejalan dengan pernyataan tersebut Kurniasih & Sani (2016)

    mengemukakan bahwa kelemahan dari metode talking stick yaitu jika ada siswa

    yang tidak memahami pelajaran, siswa akan merasa gelisah dan khawatir ketika

    nanti giliran tongkat berada pada tangannya.

    2.3 Tinjauan Media Pembelajaran Komik

    2.3.1. Hakikat Media

    Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti penting.

    Karena kegiatan belajar mengajar bahan yang disajikan belum tentu dapat

    diterima baik oleh peserta didik. Kehadiran media dapat membantu kegiatan

    belajar mengajar sebagai perantara guru dalam menyampaikan bahan ajar mereka.

    Kata “media” berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari

    “medium”, yang secara harfiah berarti “perantara atau pengantar”. Dengan

    demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur

    pesan (Djaramah & Zain, 2014).

    Sejalan dengan peryataan di atas Daryanto (2016) mengemukakan media

    berasal dari bahasa Latin yang adalah bentuk jamak dari medium batasan

    mengenai pengertian media sangat luas, namun kita membatasi pada media

    pendidikan saja yakni media yang digunakan sebagai alat dan bahan kegiatan

    pembalajaran. Sementara itu menurut KBBI media diartikan sebagai alat atau

    sarana komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster dan spanduk

  • 17

    yang terletak di antara dua pihak atau orang, golongan sebagai perantara atau

    penghubung.

    Menerut McLauhan (dalam Rohani, 2014) mengemukakan media adalah

    channel (saluran) karena pada hakikatnya media telah memperluas atau

    memperpanjang kemampuan manusia untuk merasakan, mendengar dan melihat

    dalam batas-batas jarak, ruang dan waktu tertentu. Dengan dimikian bantuan

    media batas-batas itu hampir menjadi tidak ada. Sejalan dengan pernyataan

    tersebut Rohani (2014) media adalah segala sesuatu yang dapat diindra yang

    berfungsi sebagai perantara untuk proses komunikasi (proses belajar mengajar).

    Dari beberapa pernyataan di aras media adalah alat atau peraga yang

    dapat membantu dan menciptakan suatu kondisi kepada siswa, sehingga peserta

    didik memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang baru.

    Dalam dunia pengajaran pada umumnya pesan atau informasi berasal

    dari sumber informasi yakni guru, sedangkan sebagai penerima informasi yaitu

    siswa. Pesan atau informasi yang dikomunikasikan tersebut berupa sejumlah

    kemampuan yang perlu dikuasai oleh siswa.

    Fungsi utama media adalah agar pesan atau inforamasi yang

    dikomunikasikan dapat diserap semaksimal mungkin oleh penerima informasi

    (siswa). Informasi yang disampaikan lewat lambang verbal saja kemungkinan

    terserap hanya sedikit, sebab informasi yang demikian itu merupakan informasi

    yang sangat abstrak dan sangat sulit diserap juga dipahami. Dengan bantuan

    media maka kesulitan tersebut dapat teratasi. Tentu saja media yang digunakan

    harus disesuaikan dengan kebutuhan.

    Pernyataan di atas diperkuat oleh beberpa ahli salah satunya Djaramah &

    Zain (2014) menyatakan berdasarkan fungsinya bahwa media dikelompok

    menjadi dua, yaitu media sebagai alat bantu dan media sebagai sumber belajar.

    Sebagai alat bantu media mempunyai fungsi melicinkan jalan menuju tercapainya

    tujuan pengajaran, sedangkan sebagai sumber belajar media mempunyai fungsi

    memperkaya wawasan anak didik.

    Menurut Daryanto (2016) secara umum dapat dikatakan media

    mempunyai fungsi antara lain:

  • 18

    1. Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalitas.

    2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra.

    3. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan

    sumber belajar.

    4. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan

    visual, auditor dan kinestetiknya.

    5. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan

    menimbulkan persepsi yang sama.

    6. Proses pembelajaran mengandung lima kompenen komunikasi, guru

    (komunikator), bahan pembelajaran, media pembelajaran, siswa (komunikan),

    dan tujuan pembelajaran. Jadi media pembelajaran adalah segala sesuatu yang

    dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), perasaan

    siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar.

    Sejalan dengan pernyataan di atas menurut Derek Rowntree (dalam

    Rohani, 2014), media pendidikan berfungsi sebagai berikut:

    1. Membangkitkan motivasi belajar. 2. Mengulang apa yang telah dipelajari. 3. Menyediakan stimulus belajar. 4. Mengaktifkan respon peserta didik. 5. Memberikan balikan dengan segera. 6. Menggalakkan latihan yang serasi.

    Demikian beberapa pernyataan yang menguatkan pendapat penulis dalam

    menyampaikan fungsi dari media.

    2.3.2. Hakikat Komik

    a. Pengertian Komik

    Komik adalah bacaan yang sangat populer. Banyak orang yang menyukai

    jenis bacaan ini, termasuk anak-anak. Perpaduan banyak gambar dengan sedikit

    teks pada komik membuat orang tidak perlu mengarahkan daya konsentrasi tinggi

    untuk memahami isi ceritanya.

    Ada banyak definisi komik menurut berbagai versi yang dikeluarkan oleh

    banyak ahli. Menurut Gumelar (2011) komik dalam etimologi Bahasa Indonesia

    bersal dari kata “cimic” yang kurang lebih berarti “lucu”, “lelucon” atau komikos

    dari komas ‘revel’ bahasa Yunani yang muncul pada sekitarabad ke-16. Pada

  • 19

    awlnya, komik memang ditunjukan untuk membuat gambar-gmabar yang

    menceritakan secara simiotic (sinbolis) maupun secara hermeneutic (tafsiran)

    tentang hal-hal lucu. Lebih lanjut Gumelar (2011) menjelaskan komik adalah

    urutan-urutan gambar yang ditata sesuai tujuan & filosofi pembuatnya hingga

    pesan cerita tersampaikan, komik cenderung diberi lettering yang diperlukan

    sesuai dengan kebutuhan. Sejalan dengan pernyataan tersebut McCloud (dalam

    Gumelar, 2011) menekankan bahwa komik adalah gambar yang bejajar dalam

    urutan yang disengaja, dimaksud untuk menyampaikan informasi atau

    menghasilkan respons estetik dari pembaca.

    Pendapat lain tentang komik menurut Daryanto (2016) mengemukakan

    komik dapat didefinisikan sebagai bentuk kartun yang mengungkapkan karakter

    dan menerapkan suatu cerita dalam urutan yang erat hubungannya dengan gambar

    dan dirancang untuk memberikan hiburan kepada para pembaca. Sedangkan

    Rohani (2014) menjelaskan pengertian komik adalah suatu bentuk berita

    bergambar, terdiri atas berbagai situasi cerita bersambung, kadang bersfat humor.

    Dari beberapa pengertian komik menurut para ahli yang telah dipaparkan

    di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komik adalah kartun yang memerankan

    suatu karakter dan memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat dan dirancang

    untuk hiburan, pengetahuan dan wawasan kepada pembaca.

    b. Unsur Pembentuk Komik

    Komik hadir hadir dengan gambar dan bahasa, lewat teks verbal dan non

    verbal. Komik juga terdiri dari unsur-unsur struktural sebagaimana halnya dengan

    cerita fiksi. Menurut Gumelar (2011) mengemukakan bahwa komik memiliki

    beberapa unsur, yaitu:

    1) Space Teks sebenarnya adalah image dari lambang atau simbol dari suara dan

    angka.

    2) Point & Dot Point (titik) tidak selalu harus bulat, boleh merupakan kotak kecil, segita

    kecil, ellipse kecil, bentuk bintang yang sangat kecil dan bentuk-bentuk

    lainnya dalam ukuran kecil. Tetapi, dot lebih ke bentuk bulat kecil (bintik).

  • 20

    3) Line Line atau garis, garis sesungguhnya adalah gabungan dari beberapa point atau

    dot yang saling overlapping (saling menindih atau banyak) dan menyambung.

    4) Space (X & Y) Shape adalh bentuk dalam 2 dimensi ukuran, yaitu X dan Y atau panjang dan

    lebar.

    5) Form (X, Y & Z) Form (wujud) adalah bentuk dalam 3 dimensi ukuran yaitu X, Y dan Z atau

    panjang, lebar dan tinggi.

    6) Tone/Value (gradient, ligting & shading) Tone adalah tekanan warna ke arah lebih gelap atau lebih terang.

    7) Colour (hue) Colour adalah hue (warna). Warna terbagi dari pembentuknya menjadi 3

    kelompok besar yaitu, light colour, transparent colour dan opaque colour.

    8) Pattern Pola, sangat rancu juga dengan atsir, sebab arsiran bila sudah teratur,

    berulang dan rapi, akan cenderung menjadi pola. Tetapi pola lebih kompleks,

    sedangkan arsir lebih cenderung sederhana.

    9) Texture Texture (tekstur) dalam komik tentu lebih cenderung ke kertasnya, ada kertas

    yang kasar dan ada kertas yang halus sesuai kebutuhan.

    10) Voice, sound & audio Voice cenderung merupakan hasil ucapan atau kata-kata yang dikeluarkan

    melalui mulut oleh satwa, manusia dan makhluk cerdas lainnya selain

    manusia, seperti alien cerdas dan moster cerdas. Sound cenderung merupakan

    hasil bunyi apapun. Audio cenderung merupakan hasil suara dari alat

    elektronik.

    11) Time

    Time menyiratkan kapan terjadinya peristiwa tertentu dalam cerita komik

    tersebut.

    Sedangkan menurut Rohani (2014) komik memiliki beberapa unsur

    yaitu:

    a. Sederhana, langsung, aksi-aksi yang cepat dan menggambarkan peristiwa-peristiwa yang mengandung bahaya.

    b. Berisi unsur humor yang kasar, menggunakan bahasa percakapan. c. Perhatikan kepada kriminalitas, kekuatan, keampuhan. d. Adanya kecendurang manusiawi yang universal terhadap pemujaan

    pahlawan.

    Dari beberapa pernyataan di atas dapat penulis simpulkan bahwa komik

    memiliki beberapa unsur yang membentuknya, unsur tersebut menciptakan

    menjadikan komik dapat menciptakan minat peserta didik.

  • 21

    c. Fungsi Komik

    Sebagai media pembelajaran, komik memiliki fungsi signifikan dalam

    kegiatan belajar mengajar. Rohani (2014) mengemukakan bahwa komik berfungsi

    sebagai jembatan untuk menumbuhkan minat baca. Artinya melalui komik

    diharapkan dapat menarik siswa dalam melakukan kegiatan membaca. Dengan

    kegiatan membaca komik yang kaya akan gambar siswa dapat memperkaya

    bahasa dan ingatan siswa sehingga ketika mereka bercerita mereka akan

    menceritakan secara lancar dan menggunakan bahasa sendiri tanpa harus

    menghafal kata per kata.

    Senada dengan hal tersebut, Daryanto (2016) mengungkapkan ekspresi

    komik yang divisualisasikan membuat pembaca terlibat secara emosional

    sehingga membuat pembaca untuk terus membacanya hingga selesai. Hal ini

    diharapkan mampu meningkatkan minat baca siswa untuk membaca sehingga

    pada akhirnya mampu meningkatkan hasil belajar siswa.

    Berdasarkan pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan fungsi dari

    komik adalah dapat menimbulkan minat baca siswa yang cenderung menyukai

    gambat sehingga siswa dapat mengingat kejadian yang terjadi dalam cerita tanpa

    harus menghafalkan kata per kata.

  • 22

    2.4 Kajian Penelitia Yang Relevan

    Terdapat beberapa hasil penelitian yang memiliki keterkaitan tentang metode pembelajaran talking stick. Posisi penelitian ini dan

    perbedaan dengan penelitian yang sudah ada dapat di lihat selengkapnya pada table berikut ini:

    Tabel 2.1

    State of the art

    No. Penulis Tahun Responden/

    Partisipan

    Variabel Model

    Tindakan

    Hasil

    1. Yustika Purnamasari

    2013 Siswa Kelas V

    SD Negeri 1

    Maron

    Meningkatkan

    keterampilan

    berbicara Bahasa

    Indonesia

    Metode talking

    stick

    Pada siklus satu ketuntasan klasikal

    mencapai 79,17% (19 dari 24 siswa)

    dengan perolehan nilai rata-rata

    kelas 76,15 dan pada siklus dua

    meningkat menjadi 95,83% (23 dari

    24 siswa) dengan nilai rata-rata kelas

    81,92 dengan demikian metode

    talking stick dapat meningkatkan

    keterampilan berbicara siswa.

    2. Temmy Watuseke 2013 Siswa Kelas V SDN Biontong 1

    Menigkatkan

    hasil belajar

    membaca dan

    berbicara Bahasa

    Indonesia

    Metode talking

    stick

    Hasil penelitian ini indikator

    pencapaiannya yang ditetapkan yaitu

    75% dapat dilampaui capaiannya

    menjadi 85%. Capaian tersebut

    dilalui secara bertahap yaitu pada

    observasi awal hasil belajar

    membaca dan berbicara hanya 7

    siswa atau 35%, pada siklus I hasil

    belajar membaca dan berbicara siswa

  • 23

    mengalami peningkatan hingga 65%

    atau 13 orang siswa, pada siklus II

    telah mencapai 85% atau 17 orang

    siswa. Dengan demikian metode

    talking stick dapat meningkatkan

    keterampilan berbicara siswa.

    3. Yessy Stiani 2013 Siswa kelompok B Raudatul

    Athfal

    Meningkatkan

    keterampilan

    berbicara

    Media Komik Hasil observasi pra-sklus

    menunjukkan persentase

    kemampuan keterampilan berbicara

    anak pada kategori B sebear 25,5%

    kategori C sebesar 33,2%, kategori

    K sebesar 41,3%. Hasil observasi

    pasca-siklus menunjukan

    keterampilan berbicara anak

    mengalami peningkatan, yaitu:

    kategori B sebesar 61,2%, kategori C

    31,1%, kategori K 7,7%. Maka dapat

    disimpulkan metode bercerita

    dengan menggunakan media komik

    dapat meningkatkan keterampilan

    berbicara anak.

    4. Edy Setiawan 2013 Siswa Kelas II MI Rifaiyah

    Limpung Batang

    Meningkatkan

    keterampilan

    bercerita

    Media Komik

    Strip

    Berdasarkan hasil penelitian, terjadi

    peningkatan keterampilan bercerita

    pada siswa kelas II MI Rifaiyah

    Limpung setelah mengikuti

    pembelajaran bercerita

    menggunakan media komik strip

    bermuatan nilai-bilai pendidikan

  • 24

    karakter. Pada siklus I nilai rata-rata

    siswa sebesar 63,52 dalam kategori

    cukup. Nilai rata-rata pada siklus I

    belum mencapai batas ketuntasan

    yang telah ditetapkan oleh peneliti

    sehingga dilakukan siklus II. Setelah

    dilaksanakan tindakan siklus II, nilai

    rata-rata siswa menglami

    peningkatan sebesar 15,89 atau

    sebesar 25,01% menjadi sebesar

    79,41 dan berada dalam kategori

    sangat baik.

    5. Ratna Pancasari 2013 Siswa kelas IV SDN

    Bangunjiwo,

    Kasihan, Bantul

    Meningkatkan

    keterampilan

    bercerita bahasa

    Jawa

    Media Komik Peningkatan hasil dapat dilihat dari

    peningkatan nilai rata-rata bercerita

    siswa pada kondisi awal sampai

    pasca tindakan siklus II. Nilai rata-

    rat siswa pada kondisi awal sebesar

    adalah 57,81, akhir siklus I 63,23

    dan akhir siklus II 74,95. Jumlah

    siswa yang mencapai KKM pada

    kondisi awal sebesar 25%, akhir

    siklus I sebesar 43,75% dan akhir

    siklus II sebesar 81,25% mencapai

    KKM

    6. Gadies Farhana Pratitis

    2014 Siswa kelas II MI

    Pembagunan UIN

    Jakarta

    Meningkatkan

    keterampilan

    berbicara Bahasa

    Indonesia

    Metode talking

    stick

    Melalui metode talking stick dalam

    meningkatkan keterampilan

    berbicara hasil penelitian siklus I

    memperoleh rata-rata 70,23 dari 28

  • 25

    siswa 14 siswa sudah mencapai

    KKM 70. Pada siklus II hasil

    penilian keterampilan berbicara

    sudah mencapai KKM 70 dan

    memperoleh rata-rata 81,25 dengan

    demikian metode talking stick dapat

    meningkatkan keterampilan

    berbicara siswa.

    7. I Nyoman Adi Susrawan

    2014 Siswa Kelas X

    SMAN 1 Kubu

    Karangasem

    Meningkatkan

    aktivitas dan

    hasil belajar

    keterampilan

    berbicara

    Metode

    pembelajaran

    inovatif (talking

    stick dan

    Ekstrim)

    Hasil penelitian menunjukan bahwa

    penerapan metode pembelajaran

    inovatif (talking dan EKSTRIM)

    mampu meningkatkan aktivitas dan

    hasil belajar keterampilan bicara

    siswa kelas X SMA N 1 Kubu

    Karangasem. Meningkatnya aktivitas

    belajar siswa tampak dari

    keantuasiasan siswa dalam merespon

    pembelajaran. Siswa mulai aktif

    (mengamati, menanya, mencoba,

    menalar dan mengkomunikasikan)

    pada saat kegiatan belajar-mengajar

    berlangsung. Selain itu, keantusiasan

    siswa terlihat dari kreativitas siswa

    dalam memanfaatkan keafiran lokal

    sebagai bahan materi pembicaraan.

    8. Muhammad Farhan

    Abdurrahman

    2015 Siswa kelas VII

    SMP Ulul Albab

    Purworejo

    Meningkatkan

    keterampilan

    bercerita

    Media Film

    kartun dengan

    Metode talking

    Peningkatan keterampilan bercerita

    menggunakan media film kartun

    dengan metode talking stick pada

  • 26

    stick siswa kelas VII SMP IT Ulul Albab

    Purworejo mengalami peningkatan

    dari setiap siklusnya. Hasil tes

    mengalami peningkatan sebesar

    7,37%. Pada siklus I nilai rerata

    siswa sebesar 67,83 sedangkan pada

    siklus II nilai rerata siswa menjadi

    75,20. Berdasarkan uraian di atas,

    dapat disimpulkan bahwa

    pembelajaran keterampilan bercerita

    menggunakan media film kartun dan

    metode talking stick pada siswa

    kelas VII SMP IT Ulul Albab

    Purwerejo mengalami peningkatan.

    9. Erna Dwi Wijayanti

    2015 Siswa kelas X

    Ma Arrahmah

    Sungai Tabuk

    Meningkatkan

    kemampuan

    melakukan

    berbicara

    sederhana dalam

    pembelajaran

    Bahasa Inggris

    Media komik Penilaian penggunaan media komik

    dalam meningkatkan kemampuan

    dialog siswa mata pelajaran bahasa

    Inggris kelas X MA Arrahmah

    Sungai Tabuk mengalami

    peningkatan dari awal pra siklus

    sampai siklus II. Peningkatan

    kemampuan tersebut dapat dilihat

    dari observasi awal pada tahap pra

    tindakan, siswa yang tuntas

    sebanyak 55,71%. Kemudian

    dilakukan siklus I siswa yang

    mencapai KKM sebanyak 73,68%,

    karena jumlah yang mencapai

  • 27

    kriteria ketuntasan minimal (KKM)

    belum mencapai 85% atau standar,

    maka dibutuhkan suatu tindakan

    lanjutan yaitu siklus II. Pada siklus II

    siswa yang mencapai KKM

    mengalami kesamaan yaitu 73,68%.

    Sebagian besar hasil belajar siswa

    sudah mencapai kriteria ketuntasasn

    minimal (KKM) yang ditentukan

    sekolah yaitu 60.

    10. Titis Nuriadinka 2015 Siswa kelas V MI Prigi II

    Trenggalek

    Meningkatkan

    keterampilan

    berbicara dan

    motivasi belajar

    Bahasa

    Indonesia

    Metode talking

    stick dengan

    menggunakan

    media audio

    visual

    Hasil penelitian menunjukan

    prosentase nilai rata-rata (NR) untuk

    keterampilan berbicara sebesar 60%

    pada siklus I meningkat menjadi

    80% pada siklus II. Sedangkan untuk

    motivasi belajar diperoleh prosentase

    nilai rata-rata (NR) sebesar 67%

    pada siklus I meningkat menjadi

    87% pada siklus II.

    11. Ni Made Ayu Julia Martha, I Wayan

    Wiarta, I Nengah

    Suadnyana.

    2015 Siswa

    Kelompokan B3

    PAUD

    Meningkatkan

    kemampuan

    berbahasa Lisan

    Model

    pembelajaran

    talking stick

    berbantuan

    media flip chart

    Penerapan model pembelajaran

    talking stick berbantuan media flip

    chart dapat meningkatkan

    kemampuan berbahasa lisan anak

    kelompok B3 semester II PAUD

    Kusuma 2 Denpasar. Hal ini

    diketahui dari rata-rata persentase

    kemampuan berbahasa lisan anak

    meningkat = 18,65% , diperoleh dari

  • 28

    siklus i = 65,72% menjadi = 84,27%

    pada siklus II berada pada kategori

    tinggi.

    12. Bagus Aji Santoso 2015 Siswa kelas III Tugurejo 03

    Semarang

    Meningkatkan

    keterampilan

    berbicara

    menyampaikan

    tanggapan

    Model talking

    stick berbantuan

    media gambar

    Hasil penelitian menunjukan bahwa

    skor keterampilan berbicara

    menyampaikan tanggapan pada

    siklus I adalah 24 dengan kriteria

    baik, siklus II meningkat menjadi 29

    dengan kriteria baik dan siklus III

    meningkat dengan memperoleh 35

    kroteria sangat baik. Aktivitas siswa

    pada siklus I memperoleh skor 17,98

    dengan kriteria baik, siklus II

    meningkat menjadi 20,58 dengan

    kriteria sangat baik dan siklus III

    meningkat dengan memperoleh skor

    22,01 kriteria sangat baik. Hasil

    berbicara siswa pada siklus I

    mengalami ketuntasan sebesar

    66,67% dengan rata-rata 62, siklus II

    meningkat menjadi 83% dengan

    rata-rata 69,46 dan siklus III

    meningkat menjadi 96,66% dengan

    rata-rata 74,4.

    13. Kiki Indah Suryani 2016 Siswa kelas IV MINU Waru II

    Sidoarjo

    Meningkatkan

    keterampilan

    berbicara mata

    pelajaran sejarah

    Strategi talking

    stick

    Hasil penelitian menunjukan bahwa:

    (1) Penerapan strategi talking stick

    sudah sangat baik. Hal ini dapat

    dilihat dari data hasil observasi

  • 29

    kebudayaan

    Islam

    aktivitas guru yang mencapai nilai

    83,3 dan hasil observasi aktivitas

    peserta didik mencapai nilai 66,7

    pada siklus I mengalami peningkatan

    pada siklus II yakni data data hasil

    observasi aktivitas guru mencapai

    nilai 91,7 dan hasil observasi

    aktivitas peserta didik mencapai nilai

    91,7. (2) Keterampilan berbicara

    peserta didik sudah meningkatkan,

    pada siklus I sebanyak 9 peserta

    didik yang tuntas, pada siklus II

    menjadi 15 peserta didik yang tuntas.

    Nilai rata-rata yang dicapai secara

    klasikal pada siklus I sebesar 74

    menjadi 87 pada siklus 87 pada

    siklus II dan dinyatakan tuntas.

    Sedangkan prosentase ketuntasan

    keterampilan berbicara pada siklus I

    masih mencapai 53% menjadi 88%

    pada siklus II dengan kategori baik.

    14. Nurdiyah Eko Budi Utami

    2016 Siswa kelas II A

    MI AL HUDA,

    karanggona

    Maguwuharjo,

    Depok Sleman

    Yogyakarta

    Meningkatkan

    keterampilan

    berbicara peserta

    didik

    menggunakan

    pendekatan

    realistik dengan

    Metode talking

    stick

    Hasil penelitian menunjukan bahwa

    pendekatan realistik menggunakan

    talking stick dapat meningkatkan

    keterampilan berbicara pada peserta

    didik terbukti dengan persentase

    yang meningkat pada tiap siklusnya,

    yaitu 53, 17% pada siklus I, 62,67%

  • 30

    metode talking

    stik pada

    matapelajaran

    IPA

    pada siklus II, dan 75% pada siklus

    III.

    Berdasarkan penelitian yang disajikan pada tabel di atas dapat diketahui bahwa metode talking stick berbantuan dengan

    media komik sudah terbukti dapat meningkatkan keterampilan bercerita Bahasa Indoneia. Selain dapat meningkatkan keterampilan

    bercerita, metode talking stick dapat meningkatkan motivasi belajar dan aktivitas belajar siswa. Dalam tabel di atas metode talking

    stick juga terbukti cocok dapat meningkatkan keterampilan berbicara selain pelajaran Bahasa Indonesia . Terbukti metode talking

    stick dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada mata pelajaran IPA, dan mata pelajaran kebudayaan Islam. Metode talking

    stick lebih efektif dipadukan dengan medi komik. Terbukti media komik juga dapat meningkatkan keterampilan berbicara terkhusus

    keterampilan bercerita. Dalam pembahasan tabel di atas, selain meningkatkan keterampilan berbicara dan bercerita pada mata

    pelajaran Bahasa Indonesia, media komik dapat meningkatkan keterampilan bercerita Bahasa Jawa dan keterampilan berbicara

    Bahasa Inggris.

    Sesuai dengan kajian penelitian yang telah disajikan pada table di atas, maka peneliti akan melakukan tindak lanjut untuk

    menanggulangi permasalahan yang terjadi SD Gendongan 02 Salatiga dengan menggunakan metode talking stick berbantuan dengan

    media komik. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan bercerita peserta didik di kelas V SD N

    Gendongan 02 Salatiga.

  • 31

    2.5 Kerangka Berpikir

    Masih banyak siswa yang belum bisa mengembangkan kosa kata saat

    bercerita, membuka catatan dan kurang percaya dirinya mereka di depan kelas.

    Berdasarkan masalah dan kajian teori yang ada, maka dapat dikembangkan

    kerangka berpikirnya.

    Berkaitan hal itu, kemampuan bercerita siswa terutama pada menceritakan

    isi cerita dari komik anak yang dibaca dengan menggunakan bahasa yang mudah

    dipahami. Hendaknya diupayakan agar semakin meningkat. Peningkatan tersebut

    dapat diusahakan melalui berbagai cara, diantaranya dengan jalan pemilihan

    model yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk

    meningkatkan keterampilan bercerita siswa terutama pada materi menceritakan isi

    certia komik anak yanng dibaca yaitu model talking stick.

    Pembelajaran dengan model talking stick merupakan salah satu

    pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan keterampilan bercerita siswa.

    Jadi, pembelajaran dengan model talking stick diharapkan dapat meningkatkan

    keterampilan bercerita siswa kelas V SD Negeri Gendongan 2 Salatiga pada

    pembelajaran Bahasa Indonesia.

  • 32

    Gambar 2.1

    Kerangka Berpikir

    2.6 Hipotesis

    Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap masalah yang penulis

    angkat dalam penelitian ini sampai terbukti kebenarannya melalui data yang telah

    terkumpul dan telah diuji.

    Berdasarkan penelitian yang relevan dan kerangka pemiliran tersebut

    dapat diumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:

    “Penerapan model pembelajaran talking stick berbantuan dengan media

    komik dapat meningkatkan keterampilan bercerita siswa kelas V SD Negeri

    Gendongan 2 Salatiga.”

    INPUT

    Kondisis nyata

    Masih banyak

    siswa yang

    belum bisa

    mengembangkan

    kosa kata saat

    bercerita,

    membuka catatan

    dan kurang

    percaya dirinya

    mereka di depan

    kelas.

    Masalah

    siswa belum

    bisa

    mengembang

    kan kosa kata

    saat bercerita,

    membuka

    catatan dan

    kurang

    percaya

    dirinya

    mereka di

    depan kelas.

    PROSE

    Strategi

    Peneliti

    menerapkan

    model talking

    stick

    berbantuan

    media komik

    agar dapat

    meningkatkan

    keterampilan

    bercerita

    siswa.

    Hasil

    Model talking

    stick berbantuan

    media komik

    dapat

    meningkatkan

    keterampilan

    bercerita siswa.

    FEED BACK

    OUTPUT