bab ii tinjauan pustaka 2.1 tanaman kunyit dan manfaatnya filegambar 2.1 menunjukkan tanaman kunyit...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kunyit dan Manfaatnya
Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman yang
banyak di budidayakan di Indonesia. Tanaman kunyit merupakan tanaman yang
banyak manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari, selain sebagai bumbu,
obat-obatan dan kosmetik juga sebagai bahan industri. Kunyit telah digunakan
selama lebih dari 2500 tahun di India, kemungkinan pertama kali digunakan
sebagai pewarna dan obat. Kunyit banyak digunakan dalam pengobatan
Ayurveda, karena memiliki kualitas antiseptik dan antibakteri, memiliki efek yang
sama dengan fluoride untuk gigi, menyembuhkan peradangan sendi, serta
membantu masalah pencernaan dan depresi.
2.1.1 Pengenalan tanaman kunyit
Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat
potensial, selain sebagai bahan baku obat juga dipakai sebagai bumbu dapur dan
zat pewarna alami. Berdasarkan penelitian Pribadi (2009), di Indonesia luas panen
kunyit menempati urutan ke dua setelah jahe. Tanaman kunyit tumbuh baik pada
tanah jenis latosol, aluvial dan regosol, ketinggian tempat 240 sampai dengan
1.200 m di atas permukaan laut, dan curah hujan 2.000 sampai dengan 4.000
ml/tahun. Kunyit juga dapat tumbuh di bawah tegakan tanaman keras seperti
sengon, jati yang masih muda sekitar umur 3 sampai dengan 4 tahun, dengan
tingkat naungan tidak lebih dari 30% (Rahardjo dan Rostiana, 2010).
9
Gambar 2.1
Tanaman kunyit dan bagian-bagiannya ( Hidayat dan Hutapea, 1991)
Gambar 2.1 menunjukkan tanaman kunyit dan bagian-bagiannya,
sedangkan klasifikasi tumbuhan kunyit menurut Hidayat dan Hutapea, (1991)
adalah sebagai berikut :
Divisi :
Spermatophyta
Subdivisi :
Angiospermae
Kelas :
Monocotyledonae
Bangsa :
Zingiberales
Suku :
Zingiberaceae
Marga :
Curcuma
Spesies :
Curcuma domestica Linn
Berdasarkan hasil seleksi dan uji daya adaptasi di berbagai lingkungan
tumbuh telah diperoleh kunyit varietas Cudo 21 dan Cudo 28. Varietas ini
diperoleh dari 10 nomor harapan kunyit dengan potensi produksi tinggi, hasilnya
adalah Cudo 21 dengan produksi (18 sampai dengan 25 ton/ha), sedangkan Cudo
10
38 (18 sampai dengan 25 ton/ha). Kadar kurkumin yang dihasilkan oleh varietas
Cudo 21 (8,70%), sedangkan Cudo 38 (11%) sehingga ke dua varietas ini dilepas
sebagai varietas unggul sejak tahun 2009 (Rahardjo dan Rostiana, 2010). Tahun
2011 dilepaskan varietas kunyit baru yang lebih unggul dari varietas Cudo yaitu
varietas Curdonia 1. Varietas ini merupakan varietas unggul kunyit toleran
naungan. Varietas Curdonia 1 memiliki keunggulan yaitu kandungan bahan aktif
kurkumin minimal 7% dan kandungan minyak atsiri lebih besar dari 3%
(Syahid, et al., 2011).
Perkembangan selanjutnya tahun 2013 diperkenalkan varietas kunyit yang
diberi nama varietas Turina-1, Turina-2, Turina-3 (Bursatriannyo et al., 2014).
Kunyit varietas Turina-3 memiliki lama waktu berbunga 4 sampai dengan
5 bulan. Memiliki warna bunga putih-kuning coklat, tinggi tanaman adalah
(180 ± 2,2) cm. Satu bibit menghasilkan (7 ± 0,6) anakan, bentuk helai daunnya
oval, jumlah rimpang primer (8,68 ± 2,98) buah, warna kulit timpang coklat,
warna daging rimpang orange, berat rimpang/rumpun 500 sampai 2.500 g
(Anon, 2013).
Keunggulan kunyit varietas Turina-3 adalah kunyit memiliki mutu
rimpang di antaranya kadar kurkumin (8,55 ± 0,83)%, minyak atsiri 5,2%; sari
larut air 21,92%; sari larut alkohol 14,89%, dan kadar abu 0,29%. Cocok
dikembangkan pada tanah lempung berpasir di ketinggian 0 sampai dengan 2000
dari permukaan laut, dengan curah hujan 2.000 sampai dengan 4.000 mm/tahun.
Varietas ini potensial dikembangkan untuk industri jamu/obat tradisional dan
industri farmasi (Anon, 2013).
11
2.1.2 Potensi tanaman kunyit
Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat
temu-temuan yang berpotensi untuk dibudidayakan (Syukur et al., 2006).
Rimpang kunyit dapat digunakan antara lain mengobati gusi bengkak, luka, sesak
nafas, sakit perut, bisul, sakit limpa, usus buntu, encok, gangguan pencernaan,
perut kembung dan menurunkan tekanan darah. Kunyit juga dapat digunakan
sebagai bahan pewarna, bahan campuran kosmetika, bakterisida, fungisida dan
stimulan (Bursatriannyo et al., 2014).
Tabel 2.1
Identifikasi komponen Curcuma domestca dari fraksi hexan dengan GC-MS,
berdasarkan pengukuran pada GC-FID (Herebian et al., 2009)
Kandungan zat-zat kimia yang terdapat dalam rimpang kunyit adalah : zat
warna kurkuminoid, minyak atsiri, arabinosa, fruktosa, glukosa, pati, tanin,
dammar dan mineral. Minyak atsiri berjumlah 2 sampai dengan 5% yang terdiri
dari seskuiterpen dan turunan fenilpropana turmeron (aril-turmeron, alpha
turmeron dan beta turmeron), kurlon kurkumol, atlanton, bisabolen,
Nama Waktu
Retensi
Indek
Retensi Formula Berat
molekul Area
relatif (%)
Komponen mayor > 5%
ar-Turmeron 31,3 1672 C15 H20O 216 19.5
α-Turmeron 31,4 1675 C15 H22O 218 20.1
β-Turmeron 32,3 1706 C15 H22O 218 17.6
Komponen minor < 5%
Cineol 10,3 1048 C10H18O 154 <1
α-Terpinolen 12,4 1094 C10H16 136 <1
Z- β- Farnesen 25,1 1086 C15 H24 204 <1
β -Himachalen 25,7 1478 C15 H24 204 <1
ar-Curcumin 25,9 1481 C15 H22 202 2.3
β -Zingiberen 26,2 1495 C15 H24 204 2.3
β -Bisabolen 26,6 1508 C15 H24 204 <1
β -Seskuiphellandren 27,1 1523 C15 H24 204 4.1
12
seskuifellandren, zingiberin, aril kurkumen, humulen. Arabinosa, fruktosa,
glukosa, pati, tanin, dan dammar (Herebian et al., 2009). Identifikasi komponen
Curcuma domestca dari fraksi hexan dengan GC-MS disajikan dalam Tabel 2.1.
Gambar 2.2
Struktur senyawa kurkumin, Demetoksikurkumin, dan Bis-demetoksikurkumin
(Jayaprakasha et al., 2006)
Gambar 2.3
Dua struktur kurkumin keto-enol kurkumin (Cahyono et al., 2011)
Zat warna kurkuminoid yang merupakan suatu senyawa diarilheptanoid
berjumlah 3 sampai dengan 4% yang terdiri dari kurkumin, demetoksikurkumin
dan bis-demetoksikurkumin, ketiganya merupakan tiga senyawa utama kelompok
kurkuminoid (Gambar 2.2). Senyawa-senyawa tersebut dikenal juga sebagai
kurkumin I, kurkumin II, dan kurkumin III. Senyawa pemberi warna ini berada
dalam bentuk kesetimbangan antara bentuk keto dan enol (Gambar 2.3). Di antara
13
ketiga senyawa kurkuminoid yang ada di kunyit, kurkumin (1,7-bis-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-1,6-heptadien-3,5-dion) merupakan pigmen dan prekursor utama.
Rimpang kunyit mengandung kurkumin bervariasi antara 1,8 sampai dengan 5,4%
tergantung dari jenis kunyitnya, cara ekstraksi, dan pelarut yang digunakan serta
lama ekstraksi (Anon, 2012).
2.1.3 Peran kurkumin dalam kesehatan
Kurkumin tidak beracun dan memiliki berbagai sifat farmakologis positif.
Beberapa peneliti telah melaporkan efek anti-oksidatif, anti-inflamasi dan
antiseptik dari kurkumin (Nishino et al., 2004; Bengmark, 2006 dan Maheshwari
et al., 2006 ). Kurkumin juga memiliki beberapa aktivitas biologis yang akhirnya
membuat molekul ini memungkinkan sebagai obat anti-kanker, baik sebagai
kemopreventif dan kemoterapi. Banyak bukti menunjukkan bahwa kurkumin
memberikan kontribusi untuk penghambatan pembentukan tumor, promosi,
kemajuan dan penyebaran dalam banyak model hewan (Duvoix et al., 2005).
Kurkumin memiliki tiga bagian fungsional reaktif: satu bagian diketon,
dan dua bagian fenolik (Priyadarsini, 2014). Reaksi kimia penting yang terkait
dengan aktivitas biologis kurkumin adalah sebagai donor hidrogen mengarah ke
oksidasi kurkumin baik secara reversibel dan ireversibel. Reaktifitas kurkumin
yang lain adalah pada reaksi nukleofilik, hidrolisis, degradasi dan reaksi enzimatik
(Priyadarsini, 2014).
Kurkumin sebagai senyawa penangkal radikal (radical scavenger) dan
antioksidan telah dikenal memiliki aktivitas antioksidan dan sebagai penangkal
radikal (Sharma, 1976). Disamping manfaat tersebut itu kurkumin juga bertindak
14
sebagai katalisator pembentukan radikal hidroksil. Kurkumin diperoleh dari
ekstraksi rimpang kunyit dengan pelarut organik seperti etanol atau aseton. Untuk
mendapatkan senyawa kurkumin murni, kurkumin harus dipisahkan dari
kandungan ekstrak kunyit lain dengan cara kromatografi. Kurkumin murni juga
dapat diperoleh dari pabrik serta sering digunakan dalam penelitian merupakan
senyawa kurkumin I (Liu et al., 2008).
Tabel 2.2
Prekusor ion kurkuminoid dan metabolitnya termasuk komposisi elemen yang
dideteksi dengan resulosi tinggi menggunakan alat ukur Accurate Mass LTQ-
Orbitrap pada mode ESI-positive ion (Herebian et al., 2009)
Komponen,
Bentuk ion Ion
Massa
terhitung
Massa
Terukur ppm
Komposisi
Elemen
Kurkumin, [M + H]+ 1 369,13326 369,13315 -0.115 C21H21O6
Demetoksikurkumin,
[M + H]+
2 339,12270 339,12258 -0.051 C20H19O5
Bisdemetoksikurkumin
[M + H]+
3 309,11213 309,11198 -0.156 C19H17 O4
Dihidro-kurkumin,
[M + H]+
4 371,14891 371,14890 -0.015 C21H23O6
Dihidro-
demetoksikurkumin,
[M + H]+
5 341,13835 341,13834 -0.011 C20 H21 O5
Dihidro-
bisdemetoksikurkumin
[M + H]+
6 311,12778 311,12773 -0.056 C19H19O4
Ekstrak etanol kunyit mengandung kurkuminoid yang terdiri dari
kurkumin I, kurkumin II, dan kurkumin III serta minyak atsiri yang juga berperan
penting dalam reaksi selanjutnya. Kurang lebih 25 senyawa minyak atsiri yang
telah ditemukan dalam ekstrak kunyit. Terdapat variasi kuantitatif dari masing-
masing komponen kimiawi minyak atsiri tergantung dari tempat ditumbuhkannya
tanaman kunyit (Jayaprakasha et al., 2005).
15
Kurkumin memiliki daya larut air yang sangat rendah, sehingga
membatasi kegunaannya sebagai obat oral. Kurkumin dalam bentuk ekstrak
kunyit memiliki efek antiangiogenik lima kali lebih tinggi daripada kurkumin
murni. Hal ini dikarenakan adanya komponen derivatif kurkumin lainnya serta
komponen-komponen lain yang terkadung dalam ekstrak kunyit. Sehingga ekstrak
kunyit dinyatakan lebih potensial secara farmakologis daripada kurkumin murni
(Liu et al., 2008).
Rendahnya bioavailabilitas kurkumin telah terbukti dalam studi klinis
maupun percobaan terhadap hewan. Yue et al. (2012) menyatakan dengan adanya
komponen lipofilik (seperti turmeron) dalam ekstrak kunyit dapat mempengaruhi
absorpsi kurkumin. Turmeron meningkatkan transport kurkumin ke dalam sel-sel
intestin secara signifikan sehingga penyerapan kurkumin meningkat secara
signifikan. Sehingga pemberian ekstrak kunyit yang mengandung turmeron lebih
efektif dalam mengobati penyakit daripada hanya kurkumin saja.
2.2 Tanaman Asam dan Manfaatnya
2.2.1 Pengenalan tanaman asam
Tanaman asam (Tamarindus indica L.) adalah tanamanan banyak
manfaatnya, beberapa bagian tanaman asam banyak digunakan untuk sakit perut,
diare dan disentri, beberapa infeksi bakteri dan parasit infestasi, penyembuhan
luka, sembelit dan peradangan. Buah dan daun asam kaya akan kandungan asam
amino esensial, asam dan fitokimia, oleh karena itu tanaman ini dilaporkan
memiliki antidiabetes, antimikroba, antivenomic, antioksidan, antimalaria,
kardioprotektif, hepatoprotektif, antiasthmatic, pencahar dan aktivitas anti-
16
hiperlipidemia (Kuru, 2014). Pohon, buah dan daun serta bunga pohon asam
ditampilkan pada Gambar 2.4.
Bagian tanaman asam yang sering digunakan adalah daging buah dan daun
asam. Dalam makanan olahan, bubur buah asam digunakan sebagai bumbu yang
memberi rasa kue, kari dan saus, serta sebagai bahan utama jus dan minuman
lainnya. Minuman komersial berbasis buah asam tersedia di berbagai negara.
Klasifikasi tanaman asam jawa (Tamarindus indica L.) secara taksologi menurut
Soesilo (1989) diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub Divis : Angiospermae
Clasis : Dicotyledoneae
Ordo : Fabales
Famili : Caesal piniaceae
Marga : Tamarindus
Spesies : Tamarindus indica L.
Nama Daerah
Nama umum
:
:
Witasem (Jawa)
Asam jawa
2.2.2 Potensi tanaman asam
Buah asam memiliki kandungan vitamin B cukup tinggi; tapi karoten dan
vitamin C rendah. (De Caluwe et al., 2010). Pulp buah asam telah dilaporkan di
beberapa industri farmasi misalnya di Inggris dan Amerika. Rata-rata 90.000 kg
buah yang telah dikupas setiap tahun dan diekspor ke Amerika Serikat. Pasokan
buah asam ke Eropa sebagian berasal dari Calcutta dan Mesir (Morton, 1987 ).
17
Buah asam diakui secara universal sebagai refrigerant untuk demam, dan
sebagai obat pencahar dan karminatif. Buah asam dalam bentuk tunggal atau
kombinasi dengan air jeruk nipis, madu, susu, rempah-rempah, dianggap efektif
sebagai obat pencernaan, serta sebagai anti scorbutic (Morton, 1987). Sifat buah
asam sebagai pencahar dan sifat diuretic dari daunnya telah dikonfirmasi oleh
ilmu kedokteran modern (Bueso dalam El-Siddig et al., 2006)
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.4
(a) Pohon asam (b) buah dan daun (c) serta bunga pohon asam (Anon, 2015)
Di Eropa buah asam dikenal karena buah memiliki sifat obat, dan telah
diperkenalkan oleh pedagang Arab dari India (El-Siddig et al., 2006). Buah asam
dianggap sebagai karminatif pencernaan, pencahar, ekspektoran dan tonik darah
(Komutarin et al., 2004). Bagian dari tanaman ini juga mengandung antioksidan
(Mulyani dan Suhendra, 2010 ), anti-hepatoxic, anti-inflamasi, anti-mutagenik
(Martinello et al., 2006), dan aktivitas anti-diabetes (Mulyani et al., 2013).
Aktifitas antioksidan bagian tanaman asam juga ditunjukkan oleh kulit biji
buah asam yang merupakan hasil samping industri minuman buah asam. Ekstrak
kulit biji asam menunjukkan aktivitas antioksidan dalam penangkapan ROS.
18
Mekanisme antioksidan kulit biji asam melalui sistem enzim antioksidan, ekstrak
kulit biji asam berpotensi dimanfaatkan sebagai makanan kesehatan dan aplikasi
cosmeceutical (De Caluwe et al., 2010).
Tabel 2.3
Identifikasi Komponen yang Terkandung dalam Esktrak Daun Asam dalam Fraksi
Ethanol dengan GC MS (Arranz et al., 2010)
No Komponen yang teridentifikasi Rumus
molekul
Berat
molekul
IR %
1 1-Methyl-4-propylbenzene(p-cymene) C 10 H14 134 1046 4,76
2 Limonene C 10 H16 136 1054 9,05
3 Diphenyl ether C 12 H10 O 170 1396 5,74
4 Longifolene C 15 H24 204 1042 7,51
5 Caryophyllene C 15 H24 204 1438 5.56
6 2,6-di-tert-butyl-4-methylphenol (BHT) C 15H24O 220 1519 7.24
7 Methyl 3,5-di-tert-butyl-4-
dehdroxybenzoate
C16H24 O 3 264 1872 2.76
8 Methyl hexadecanoate C17H34O2 270 1909 6,41
9 6,10,14,trimethylpentadeca-5,9,13-trien-2-
one
C18H30O 262 1918 2,93
10 Linalool anthranilate C17H32O2N 274 1959 3,96
11 3-eicosyne C20H38 278 1987 4,62
12 Methyl 9,12,15-Octadecatrienoate C19H32O2 292 2089 2,26
13 Phytol C20H40O 296 2106 4,06
14 Methyl 7, 10-Octadecadienoate C19H34O2 294 2149 3,49
15 10- Octadecenoic acid C18H34O2 282 2170 2.83
16 Cryptopinone C20H30O 286 2177 5,28
17 Methyl 15- tricosenoate C24H46O2 366 2681 8,39
18 β- Sitosterol C29H50O 414 3114 4,25
Total 90,83
Keterangan : RM= Rumus molekul, BM= Berat molekul, RI= Indeks Retensi,
% = persentase relative
Daun asam merupakan bagian tanaman yang juga digunakan sebagai obat.
Di Indonesia minuman tradisional dari daun asam dan kunyit dikenal dengan
nama sinom, sinom berpotensi sebagai sumber antioksidan (Mulyani et al., 2013).
Sifat hepatoprotektif dan aktivitas antimikroba merupakan sifat yang paling
menonjol dari daun asam, sifat ini berhubungan dengan kandungan flavonoid dan
19
atau fenol (Arranz et al., 2010). Di Thailand daun asam digunakan sebagai obat
untuk pencernaan, karminatif, pencahar, ekspektoran dan tonik untuk penambah
darah (Komutarin et al., 2004). Arranz, et al. (2010) dalam penelitiannya
melakukan ekstraksi menggunakan pelarut kloroform dengan metode soxhlet.
Ekstrak lalu difraksinasi menggunakan pelarut ethanol, n-heksan, kloroform, etil
asetat dan n- butanol. Hasil identifikasi dengan GC-MS terhadap ekstrak daun
asam dengan pelarut ethanol menghasilkan 18 komponen (Tabel 2.3).
Tabel 2.4
Identifikasi Komponen Ekstrak daun asam (Tamarindus indica L) fraksi
n-Hexane dan Chloroform dengan GC-MS (Arranz et al., 2010)
Ekstrak 1: Fraksi n-hexane Puncak Identiikasi komponen RM BM IR %
1 6,10,14-trimethyl, pentadeca-5,9,13-trien-2-
one
C18 H30O 262 1916 9,70 2 Hexadecanoic acid (palmitic acid) Ci6H32O2 256 1968 20,9
9 3 3-eicosme C20 H38 278 1989 21,9
9 4 Methyl 9,12,15- Octadecenotrienoate ester Ci9H32O2 292 2091 13,5
7 5 Methyl 7, 10-Octadecenodienoate ester Ci9H34O
2
294 2150 16,1
3 6 10-Octadecenoic acid Ci8H32O
2
282 2169 12,7
4 Ekstrak 2 : fraksi khloroform
Puncak Identiikasi komponen RM BM
W
IR % 1 Malic acid C4 H6O5 134 944 15,95 2 Tartaric acid C4 H6O6
H30O
150 1262 21,96 3 benzene-1,2-diearboxylie acid (Phthalic)
acid)
C4 H8O6 166 1643 9,45 4 Methyl 3,5-di-tert-buty 1-4-hydroxybenzoate C16
H24O3
264 1872 11,06 5 Hexadecanoic acid (palmitic acid) Ci6H32O2 256 1968 18,39 6 10-Octadecenoic acid Ci8H34O
2
282 2169 7,77 7 n-Nonadecanoic acid Ci9H38O
2
298 2236 7,57
Keterangan : RM= Rumus molekul, BM= Berat molekul, RI= Retensi Indeks,
% = persentase relative
Hasil identifikasi dengan GC-MS terhadap ekstrak daun asam dalam fraksi
n-Hexane menghasilkan enam komponen dan dalam fraksi chloroform
menghasilkan tujuh komponen seperti tercantum dalam Tabel 2.4 Hasil
identifikasi dengan HPTLC terhadap ekstrak daun asam dalam fraksi etil asetat
20
menghasilkan tiga komponen dan dalam fraksi dan n- butanol menghasilkan
empat komponen tercantum dalam Tabel 2.5
Hasil GC-MS daun asam yang diekstrak dalam pelarut etanol
menghasilkan 18 puncak dengan varietas besar berupa senyawa kimia yang terdiri
atas minyak esensial, asam lemak, polifenol dan lain-lain. Terdapat dua senyawa
yang bersifat sebagai antioksidan yaitu 6 (2,6-di-tert -butyl-4-methylphenol) dan
Methyl 3,5- di-tert-butyl-4-hidroxybenzoate (Arranz et al., 2010). Daun asam
dilaporkan mempunyai aktivitas antioksidan dan aktivitas antimikroba karena
ditemukannya delapan senyawa baru yang belum dilaporkan sebelumnya,
senyawa tersebut dikonfirmasi sebagai asam lemak tinggi dan polifenol. Pada
konsentrasi yang tinggi daun asam akan bersifat sebagai pro-oksidan/kation
antioksidan (Arranz et al., 2010).
Tabel 2.5
Identifikasi komponen ekstrak daun asam (Tamarindus indica L) fraksi etil
asetat dan n- butanol dengan HPTLC (Arranz et al., 2010)
Ethyl acetate n-butanol
Spot Rf λ1 λ2 λ 3 Komponen. Spot Rf λ1 λ2 λ 3 Komponen
1 0.31 212 267 358 luteolin 7-o-
glucoside 4 0.26 205 260 357 Isorientin
2 0.45 212 267 357 lute olin 5 0.44 214 266 358 Orientin
3 0.62 205 267 336 Apigenin 6 0.62 213 270 342 Vitexin
- - - - - - 7 0.63 - - 322
Caffeic acid
2.2.3. Peran kandungan daun asam dalam kesehatan
Beberapa penelitian melaporkan manfaat daun asam karena kandungan
senyawa flavonoidnya (Dahesa et al., 2006). Kandungan senyawa
triterpenoidlupanone dan lupeol dalam daun asam dilaporkan Imam et al. (2007).
21
Daun asam juga mengandung beberapa minyak esensial dengan benzil benzoat
dan limonene sebagai senyawa utama (Pino et al., 2005). Dalam proses
pengolahan daun asam memiliki aktifitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding
buah asam dalam waktu pemasakan yang sama (Mulyani et al., 2014). Pada
perbadingan tertentu esktrak daun asam dan ekstrak kunyit juga menunjukkan
sinergisme aktifitas antioksidan yang lebih besar dibanding aktifitas masing-
masing (Mulyani et al., 2012). Dalam pembuatan ekstrak serbuk daun asam,
etanol 70% adalah pelarut yang mampu menghasilkan ekstrak dengan kapasitas
antioksidan tertinggi (Mulyani dan Suhendra, 2010).
2.3. Simplesia
Menurut BPOM simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan
sebagai obat tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan
kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang dikeringkan (BPOM, 2005).
Simplisia juga didefinisikan sebagai bahan alamiah yang dipergunakan sebagai
obat tradisional yang belum mengalami pengolahan kecuali proses pengeringan
(Herawati et al., 2012). Secara umum, tahap pengolahan simplesia meliputi
sortasi basah, pencucian, pengecilan ukuran, pengeringan, sortasi kering,
pengemasan dan penyimpanan. Pengolahan bertujuan juga untuk menjaga tingkat
kebersihan bahan baku sehingga diperoleh simplisia yang berkualitas serta
menjaga agar bahan aktif yang dikandung didalamnya tetap terjaga atau
seminimal mungkin mengalami kerusakan.
22
2.3.1 Praktek produksi simplesia yang baik
Teknik dalam memproduksi simplesia yang baik terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan, yaitu pemanenan, sortasi, pencucian dan penirisan,
perajangan, pengeringan, pengemasan serta pelabelan. Pada proses perajangan
irisan diatur agar tidak terlalu tipis ataupun terlalu tebal ( kurang dari 1 cm).
Pengeringan sebaiknya dilakukan dalam rumah pengering yang tertutup tetapi
sinar matahari dapat menembus ke dalam rak-rak pengering. Suhu pengering
diatur pada 40oC sampai dengan 60oC (Herawati et al., 2012).
Simplesia yang bermutu atau simplesia yang baik dicirikan oleh simplisia
dengan tidak mengandung bahaya kimia, bahaya mikrobiologis dan bahaya fisik
namun mengandung zat aktif yang berkhasiat. Informasi lain yang menunjukkan
simplesia yang baik mempunyai kadar air kurang dari 10%, tidak berjamur atau
bulukan, berbau khas menyerupai bahan segarnya dan berasa khas menyerupai
bahan segarnya. Adapun syarat baku simplesia adalah kadar air tidak lebih dari
10%, angka lempeng total tidak lebih dari 1x107 koloni/g angka kapang dan
khamir tidak lebih dari 1x104 koloni/g, mikroba patogen negatif dan kadar
aflatoksin kurang dari 30 bagian per juta (BPOM, 2005).
2.3.2 Faktor yang mempengaruhi mutu simplesia
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu simplesia di antaranya adalah
pengeringan. Pengeringan merupakan faktor paling kritis yang sangat menentukan
dalam pengolahan tanaman obat menjadi simplesia. Proses pengeringan selain
memperpanjang umur simpan juga menentukan kualitas simplisia. Teknik
pengeringan harus disesuaikan dengan jenis bahan tanaman. Pentingnya proses
pengeringan diperhatikan disebabkan oleh karena kandungan bahan aktif,
23
senyawa volatil dan pertumbuhan mikrobia dalam simplesia. Ketiga komponen
tersebut sangat penting dalam rangka penyiapan simplesia sebagai bahan obat.
Berdasarkan Manalu (2010) dalam penyiapan simplesia temulawak sebagai
bahan baku kurkumin, untuk memenuhi kadar air di bawah 10% temulawak harus
dikeringkan pada suhu diatas 50°C. Jika suhu kurang dari 50°C harus
dikombinasikan dengan RH yang rendah. Terdapat kecenderungan bahwa semakin
tinggi suhu pengeringan maka semakin rendah kadar kurkumin temu lawak.
Penelitian Kusumaningrum et al. (2015) menunjukkan bahwa hasil pengeringan
temulawak suhu 50oC selama 16 jam masih memperlihatkan pertumbuhan
mikrobia. Pengeringan pada suhu 50oC dan 60oC selama 24 dan 48 jam
memperlihatkan pertumbuhan mikrobia yang berada pada batas aman SNI.
Beberapa penelitian menunjukkan pengeringan menggunakan oven
mikrowave berpotensi untuk mempertahankan bahan aktif dalam simplesia.
Berbeda dengan cara pemanasan konvensional, pemanasan dengan gelombang
mikro menghasilkan pemanasan dengan laju relatif tinggi. Oven microwave yang
digunakan di rumah tangga dan industri umumnya menggunakan frekuensi
2450 MHz. Pada frekuensi ini gelombang radio akan diserap oleh air, lemak dan
karbohidrat, sehingga terjadi pergerakan berupa vibrasi dan rotasi atom-atom dari
bahan-bahan penyerap yang berakibat timbul panas. Laju pemanasan bahan sangat
ditentukan oleh nilai konstanta dielektrik dan faktor penghilangan tenaga yang
merupakan fungsi kadar air dalam bahan (Maspanger et al., 2005).
2.4 Antioksidan
Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang dapat
menghambat, menunda atau mencegah terjadimya oksidasi lemak. Definisi lain
24
antioksidan adalah setiap senyawa yang jika ada dalam jumlah yang lebih sedikit
mampu menghambat senyawa-senyawa yang mudah teroksidasi (Santoso, 2016).
Di bidang pengolahan pangan antioksidan efektif meningkatkan daya simpan
berbagai produk makanan. Diperkirakan antioksidan mampu memperpanjang
daya simpan makanan sekitar 15-200 kali (Pin-Der dan Gow-Chin, 1997).
Penggunaan antioksidan telah lama dilakukan, mula-mula antioksidan digunakan
untuk mengawetkan lemak/minyak. Penggunaan antioksidan akhirnya meluas
untuk produk-produk pangan lainnya, sehingga berkembang antioksidan sintetik
yang lebih effektif dan harganya lebih murah.
Antioksidan memiliki dua mekanisme aksi yaitu sebagai antioksidan
preventif, dan antioksidan pemutus rantai (chain breaking antioxidant).
Antioksidan preventif, bekerja membentuk kelat dengan logam, sehingga
membantu mencegah produksi radikal bebas. Antioksidan pemutus rantai dapat
mengais atau sebagai scavenger radikal bebas, sehingga terjadi pemutusan rantai
yang mempropagasi terbentuknya radikal bebas. Vitamin-E atau α-tokoferol, dan
kurkumin adalah contoh antioksidan pemutus rantai. Antioksidan seperti asam
askorbat yang larut dalam air membantu dalam daur ulang chain breaking
antioxidant. Radikal phenoxyl dari vitamin E dan kurkumin telah ditemukan dapat
menjadi regenerasi di dalam membran sel dengan asam askorbat (Priyadarsini,
2005).
Keberadaan antioksidan dalam jumlah kecil mampu mencegah oksidasi
seluler organel dengan meminimalkan efek merusak reactive oxygen species
(ROS) dan reactive nitrogen species (RNS) atau stres oksidatif. Dalam kondisi
normal sehat, antioksidan menjaga keseimbangan antara stres oksidatif dan
25
kebutuhan antioksidan. Dalam kondisi tubuh yang tidak normal atau selama
terkena radiasi, stres, serta adanya polusi diperlukan suplementasi antioksidan
yang lebih. Pertahanan antioksidan endogen muncul utamanya dalam tiga jenis
sistem, yaitu : enzim antioksidan misalnya katalase, superoksida dismutase
(SOD); sequestering logam protein misalnya feritin dan molekul berat rendah
seperti vitamin C, vitamin E, dan lainnya (Priyadarsini, 2005).
2.4.1. Radikal bebas dan pembentukannya
Menurut Soematmaji (1998), yang dimaksud radikal bebas (free radical)
adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron
tidak berpasangan pada orbital luarnya. Adanya elektron yang tidak berpasangan
menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara
menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya. Radikal
bebas tersebut dapat mengoksidasi asam nukleat, protein, lemak, bahkan sel DNA
dan menginisiasi timbulnya penyakit degeneratif (Rohmatussolihat, 2009).
Keseimbangan antara kandungan antioksidan dan radikal bebas di dalam
tubuh merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan tubuh. Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan antioksidan endogen jumlahnya
tetap, maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan. Akibatnya radikal
bebas akan bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menimbulkan
kerusakan sel (Arnelia, 2002).
Secara umum sumber radikal bebas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
radikal bebas endogen dan radikal bebas eksogen. Radikal bebas endogen dapat
terbentuk melalui autoksidasi, oksidasi enzimatik, fagositosis dalam respirasi,
transfer elektron di mitokondria dan oksidasi ion-ion logam transisi. Sedangkan
26
radikal bebas eksogen berasal dari luar sistem tubuh, misalnya sinar UV. Radikal
bebas eksogen juga dapat berasal dari aktifitas lingkungan. Menurut
Rohmatussolihat, (2009) aktifitas lingkungan yang dapat memunculkan radikal
bebas antara lain radiasi, polusi, asap rokok, makanan, minuman, ozon dan
pestisida Terbentuknya senyawa radikal, baik radikal bebas endogen maupun
eksogen terjadi melalui sederetan reaksi. Mula-mula terjadi pembentukan awal
radikal bebas (inisiasi), lalu perambatan atau terbentuknya radikal baru
(propagasi), dan tahap terakhir yaitu pemusnahan atau pengubahan senyawa
radikal menjadi non radikal (terminasi).
2.4.2 Penggolongan antioksidan
Terdapat beberapa cara penggolongan antioksidan yaitu berdasarkan
senyawa utama penyusunnya, fungsinya dalam tubuh dan struktur kimia bahan
penyusunnya. Berdasarkan golongan senyawa utama penyusunnya, maka
antioksidan alami dapat digolongkan menjadi dua yaitu antioksidan enzim dan
antioksidan non enzim. Antioksidan enzim meliputi enzim primer dan enzim
sekunder. Antioksidan non enzim terdiri atas kofaktor, flavanoid, asam-asam
fenolik dan vitamin dan derivatifnya, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.5 .
Berdasarkan fungsinya dalam tubuh antioksidan dibedakan menjadi lima,
yaitu, antioksidan primer, antioksidan sekunder, antioksidan tersier, oxygen
scavenger dan yang terakhir adalah chelators dan sequesstrants (Purba dan
Martosupono, 2009). Antioksidan primer berfungsi untuk mencegah terbentuknya
radikal bebas baru karena antioksidan tersebut dapat merubah radikal bebas yang
ada menjadi molekul yang stabil. Antioksidan primer bekerja untuk mencegah
pembentukan senyawa radikal bebas baru dengan cara mengubah radikal bebas
27
yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal
ini sempat bereaksi. Contoh antioksidan ini adalah enzim superoksida dismutase
yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah
prose peradangan karena radikal bebas. Enzim superoksida dismutase sebenarnya
Gambar 2.5.
Pembagian golongan antioksidan alami berdasarkan senyawa utama
penyusunnya (Singh et al., 2013)
28
sudah ada dalam tubuh kita. Namun bekerjanya membutuhkan bantuan zat-zat
gizi mineral seperti mangan. seng dan tembaga. BHA dan BHT yang merupakan
antioksidan sintetik termasuk dalam antioksidan primer. Antioksidan sekunder
berfungsi sebagai senyawa penangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya
reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar. Contoh
antioksidan sekunder, antara lain vitamin E, vitamin C, beta karoten, likopen,
bilirubin, dan albumin. Senyawa-senyawa tersebut mempunyai mekanisme
antioksidan sekunder. Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki
sel-sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Contoh enzim yang
memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksi dan reduktase. Enzim-
enzim perbaikan DNA ini berguna mencegah penyakit kanker dan degeneratif
lainnya. Oxygen scavenger adalah antioksidan yang mengikat oksigen sehingga
tidak mendukung reaksi oksidasi. Chelators dan seguesstrants golongan ini
merupakan senyawa antioksidan yang mengikat logam yang mampu mengkatalis
reaksi oksidasi
Berdasarkan struktur kimia, antioksidan memiliki dua mekanisme aksi
yaitu sebagai antioksidan preventif, dan antioksidan pemutus rantai (chain
breaking antioxidant) (Priyadarsini, 2005). Antioksidan preventif seperti
deferrioximine/desferal, adalah senyawa yang membentuk kelat dengan logam
yang membantu mencegah produksi radikal bebas. Antioksidan pemutus rantai
merupakan jenis antioksidan yang paling penting. Jenis antioksidan ini dapat
mengais atau sebagai scavenger radikal bebas, sehingga terjadi pemutusan rantai
yang mempropagasi terbentuknya radikal bebas.
Antioksidan berperan untuk menghentikan atau memutuskan reaksi
29
berantai dari radikal bebas yang terdapat di dalam tubuh. Peran ini penting dalam
menunda proses penuaan dan penyakit degeneratif yang dapat disebabkan oleh
stress oksidatif. Stress oksidatif adalah keadaan tidak seimbangnya jumlah
oksidan dan prooksidan dalam tubuh. Pada kondisi ini, aktivitas molekul radikal
bebas atau reactive oxygen species (ROS) dapat menimbulkan kerusakan seluler
dan genetika. Kekurangan zat gizi dan adanya senyawa xenobiotik dari makanan
atau lingkungan yang terpolusi akan memperparah keadaan tersebut.
Potensi antioksidan yang berhubungan dengan ROS adalah sebagai
penghambat radikal superoksida, singlet oksigen, hidrogen peroksida, peroksida
lemak, asam hipoklor, radikal alkosil, radikal peroksil, oksida nitrit, nitrogen
dioksida, peroksi nitrit dan radikal hidroksi (Auroma et al., 1997). Antioksidan
dapat melindungi sel dari kerusakan oksidatif dan meminimalkan kerusakan sel,
sehingga dapat mencegah penyakit degeneratif. Kemampuan atau kekuatan suatu
antioksidan dapat digolongkan berdasarkan nilai IC50-nya. Suatu atioksidan
dinyatakan sangat kuat jika nilai IC50 < 50 µg/mL, kuat jika IC50 : 50-100 µg/mL
; sedang jika IC50 : 101-150 µg/mL ; lemah jika IC50 > 150 µg/mL (Armala, 2009).
2.4.3 Mekanisme kerja antioksidan
Terdapat dua fungsi dalam mekanisme kerja antioksidan. Fungsi pertama
merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen.
Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai
antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara
turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding
radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu
30
memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme
pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih
stabil (Gordon,1990).
Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada
lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak.
Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi
maupun propagasi seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi 1 dan 2. Radikal-
radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan
tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain
membentuk radikal lipida baru (Gordon, 1990).
Inisiasi : R* + AH ———-> RH + A* .................................(1)
Radikal lipida
Propagasi : ROO* + AH ——-> ROOH + A* .........................(2)
Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada
laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering
lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan, seperti ditunjukkan
persamaan reaksi 3 dan 4. Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi
tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan sampel yang akan diuji.
AH + O2 ———–> A* + HOO* ..............................(3)
AH + ROOH ———> RO* + H2O + A* ....................... (4)
Mekanisme kerja antioksidan adalah berperan dalam menetralkan radikal
bebas dengan cara memberikan satu elektronnya kepada radikal bebas, sehingga
31
menjadi non radikal. Mekanisme pemberian satu elektron oleh antioksidan ini
dapat berlangsung seperti disajikan dalam Gambar 2.6. Salah satu contoh reaksi
penetralan radikal bebas dengan antioksidan yaitu senyawa
Diphenylpicrylhydrazyl (bersifat radikal bebas) beraksi dengan antioksidan yang
menyumbangkan satu elektronnya sehingga membentuk senyawa
Diphenylpicrylhydrazine (non radikal) yang lebih stabil (Rohmatussolihat, 2009).
Kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah
berasal dari tumbuhan. Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah
senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan
asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional.
Senyawa antioksidan alami polifenolik ini adalah multifungsional dan dapat
bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkelat logam, dan
peredam terbentuknya singlet oksigen.
Mekanisme kerja dari berbagai antioksidan yang ada, serta
kemampuannya sebagai antioksidan sangat bervariasi. Kombinasi beberapa jenis
antioksidan memberikan perlindungan yang lebih baik lebih terhadap oksidasi
dibanding dengan satu jenis antioksidan saja. Sebagai contoh asam askorbat
seringkali dicampur dengan antioksidan yang merupakan senyawa fenolik untuk
mencegah reaksi oksidasi lemak (Kumalaningsih, 2006).
Asam askorbat mudah dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Dengan
demikian maka vitamin C juga berperan dalam menghambat reaksi oksidasi yang
berlebihan dalam tubuh dengan cara bertindak sebagai antioksidan. Vitamin C
terkandung dalam sayuran berwarna hijau dan buah-buahan. Disamping itu, ada
pula senyawa lain yang dapat menggantikan vitamin E yaitu flavonoid. Hal ini
32
dikemukakan oleh Department of Environmental and Molecular Toxicology,
Oregon State University (Rohmatussolihat, 2009).
Z * + AH = ZH + A *
Diphenylpicrylhidrazyl (radikal bebas) Diphenylpicrylhydrazine (non radikal)
Keterangan :
Z : radikal bebas, AH : antioksidan, ZH = non radikal, A= radikal baru bersifat lebih stabil
Gambar 2.6
Reaksi penetralan radikal bebas dengan antioksidan pada senyawa DPPH
Diphenylpicrylhydrazyl (Rohmatussolihat, 2009)
Kurkumin adalah konstituen utama pada spesies kurkuma. Senyawa
tersebut merupakan diketon simetris yang gugus karbonilnya terkonjugasi oleh
cincin fenolik. Sejak lama akar dan berbagai spesies kurkuma seperti Curcuma
longa dan Curcuma xanthorrhiza digunakan dalam pengobatan tradisional di
India, Thailand, Cina dan Indonesia (Purba dan Martosupono, 2009). Kurkumin
adalah fraksi dari kurkuminoid yang mengandung banyak khasiat. Kurkumin dan
turunannya merupakan zat aktif yang mempunyai aktifitas biologis berspektrum
luas. Serbuk kering rhizome (turmerik) mengandung tiga sampai dengan lima
persen kurkumin dan dua senyawa derivatnya dalam jumlah yang kecil, ketiganya
disebut sebagai kurkuminoid. Kurkumin merupakan diketon simetrik yang gugus
karbonilnya terkonjugasi oleh cincin fenolik (Purba dan Martosupono, 2009).
33
2.4.4. Tahapan reaksi antioksidan
Kurkuminoid mempunyai mekanisme reaksi antioksidan hampir sama
dengan antosianin karena kedua senyawa tersebut mempunyai gugus fenolik yang
merupakan gugus penting sebagai zat antioksidan Tahapan reaksi antioksidan
senyawa golongan fenolik mempunyai dua fungsi. Fungsi utamanya adalah
dalam pemberian atom hidrogen. Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan
atom hidrogen secara cepat ke radial lipida (R*, ROD*) pada persamaan reaksi 5.
Senyawa antioksidan juga dapat mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara
turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding
radikal lipida (reaksi 6). Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan,
yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme di luar
mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal ke bentuk
lebih stabil (Limantara dan Rahayu, 2008).
R* + AH RH + A* (Radikal Lipida) ................................. (5)
ROO* + AH ROH + A* .................................................... (6)
Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut
relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan
molekul lipida lain untuk membentuk radikal lipida baru lagi. Radikal-radikal
antioksidan dapat saling bereaksi membentuk produk non radikal.
Reaksi antioksidan senyawa fenolik menghasilkan produk non-radikal
ditampilkan pada reaksi 7 dan 8 ((Liebler et al., 1990 dalam Maestri et al., 2006).
Antioksidan fenolik (PhH) dapat bereaksi dengan ROO* menghasilkan ROOH
34
dan radikal fenoksil yang relatif tidak reaktif (Ph*). Ph* selanjutnya dapat
bereaksi dengan ROO* membentuk produk non-radikal
(1) ROO * + PhH ROOH + Ph* ............................................... (7)
(2) ROO* + Ph* Non Radikal ....................................... ......... (8)
Beberapa senyawa asam, seperti asam askorbat dan asam sitrat, dapat
mengerahkan efek sinergis ketika ditambahkan bersama dengan antioksidan
polifenol. Senyawa fenolik berperilaku sebagai antioksidan pemecah rantai akan
bersaing dengan substrat (RH) radikal peroksil pembawa rantai.
Senyawa fenolik alami dengan sifat antioksidan dapat diklasifikasikan
ke dalam kelompok lipofilik (terutama tokoferol) atau kelompok hidrofilik.
2.4.5 Sinergisme antioksidan kurkumin
Sinergisme antioksidan terjadi bila suatu campuran antioksidan
menghasilkan aktivitas yang lebih tinggi daripada jumlah aktivitas antioksidan-
antioksidan yang digunakan sendiri-sendiri secara terpisah (Santoso, 2016). Pada
praktek penggunaan antioksidan, untuk meningkatkan efektivitasnya dilakukan
dengan menggabungkan antioksidan. Smet et al. (2008) menyatakan bahwa dalam
mencegah oksidasi roti ayam beku penggunaan antioksidan sintetik yang
dikombinasikan dengan α-tokoferol lebih efektif dari pada menggunakan
antioksidan dari teh, biji anggur, atau ekstrak tomat (100 sampai 200 ppm).
Pada sinergisme antioksidan campuran radikal bebas akan menerima dua
antioksidan, yang satu bereaksi dengan radikal peroksi dan antioksidan yang
kedua meregenerasi yang pertama, sehingga menjadi pasangan efektif..
Antioksidan fenolik dan asam askorbat muncul dan bekerja secara sinergis dengan
35
cara ini, dan digambarkan pada persamaan reaksi 9 dan 10 (Uri, 1961 dalam
Brewer, 2011)
(1) ROO * + A : H = ROO : H+A* ........................................................ (9)
(2) A* + B : H=A : H + B* .................................................................... (10)
Beberapa senyawa asam, seperti asam askorbat dan asam sitrat dapat
mengerahkan efek sinergis ketika ditambahkan bersama dengan antioksidan
polifenol. Senyawa asam ini bersifat meng chelate logam. Sinergi ini membentuk
kompleks antioksidan radikal sinergis (A: S) sehingga antioksidan tidak radikal
(A*) maupun sinergis radikal (S*) dapat mengkatalisis reaksi oksidasi. Asosiasi
kimia ini menekan kemampuan antioksidan radikal untuk membantu dalam
pemecahan lipid peroksida (Brewer, 2011).
Kurkumin menjadi pemulung/scavenger ROS yang sangat baik, kurkumin
memiliki aktivitas antioksidan yang baik pada sel normal. ROS terdiri dari dua
yaitu oksidan radikal bebas dan oksidan molekul. Oksidan radikal bebas
berpartisipasi dalam abstraksi hidrogen dan juga dalam reaksi transfer elektron.
Ketiga sisi aktif kurkumin dapat mengalami oksidasi oleh transfer elektron dan
abstraksi hidrogen. Selama reaksi radikal bebas, hidrogen paling mudah
terabstraksi dari kurkumin berasal kelompok fenol-OH, menghasilkan bentuk
radikal phenoxyl, yang berresonansi stabil pada struktur keto-enol, seperti
disajikan Gambar 2.7.
36
Gambar 2.7
Regenerasi kurkumin dengan asam askorbat akibat serangan radikal bebas dan
pembentukan intermediate phenoxyl (Priyadarsini, 2014).
Gambar 2.7 menggambarkan reaksi regenerasi radikal phenoxyl. Reaksi
radikal peroksil dengan kurkumin menghasilkan kurkumin radikal phenoxyl, yang
kurang reaktif dibanding radikal peroksil dengan demikian menyebabkan
perlindungan dari ROS-diinduksi stres oksidatif (Priyadarsini, 1997 dan
Jovanovic et al,. 2001). Reaksi regenerasi phenoxyl radikal kembali ke kurkumin
dengan antioksidan yang larut dalam air seperti asam askorbat. Reaksi ini juga
bisa terjadi dengan vitamin E karena kemampuan vitamin E memberi molekul
sebagai antioksidan pemutus rantai/chain breaking (Jovanovic et al., 2001).
Mekanisme regenerasi radikal phenoxyl dengan asam askorbat menghasilkan
aktifitasnya menjadi lebih effektif. Penggabungan dua jenis antioksidan sehingga
menghasilkan meningkatkan efektivitasnya disebabkan adanya sinergisme.
2.5 Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tumbuhan. Ekstraksi
didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana
37
perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke
dalam pelarut Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia
yang terdapat dalam suatu sampel.
Proses ekstraksi komponen kimia sel tanaman terjadi karena pelarut
organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka
larutan terpekat akan berdifusi keluar sel, proses ini akan berulang terus sampai
terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan luar sel.
2.5.1 Ekstraksi secara maserasi
Istilah maserasi berasal dari bahasa latin macerare yang artinya mengairi,
melunakkan, merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Simplesia yang
dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope, yang umumnya terpotong-potong
atau diserbuk kasarkan disatukan dengan bahan ekstraksi. (Voight, 1994).
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Proses pengerjaan dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam pelarut. Pelarut akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif
akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di
dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa
tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar
sel dan di dalam sel. Keuntungan dari metode maserasi yaitu prosedur dan
peralatannya sederhana (Agoes, 2007).
Rendaman tersebut disimpan terlindungi dari cahaya langsung untuk
mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna dan dikocok
kembali. Waktu maserasi berbeda-beda, masing-masing farmakope
38
mancantumkan 4 sampai dengan 10 hari. Namun pada umumnya lima hari,
setelah waktu tersebut keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian
dalam sel dengan luar sel telah tercapai. Pengocokan dilakukan agar cepat
mendapat kesetimbangan antara bahan yang diekstraksi dalam bagian sebelah
dalam sel dengan yang masuk ke dalam cairan. Keadaan diam tanpa pengocokan
selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Semakin besar
perbandingan bahan baku terhadap cairan ekstraksi, akan semakin baik hasil yang
diperoleh (Agoes, 2007).
Metode maserasi ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari
ekstraksi dengan metode maserasi adalah unit alat yang dipakai sederhana, hanya
dibutuhkan bejana perendam, biaya operasionalnya relatif rendah, prosesnya
relatif hemat penyari dan tanpa pemanasan. Kelemahan dari ekstraksi dengan
metode maserasi adalah, proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif
hanya mampu terekstraksi sebesar 50% saja, prosesnya lama, karena butuh waktu
beberapa hari (Agoes, 2007).
2.5.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah
teknik ekstraksi, ukuran bahan, jenis pelarut, lama kontak, konsentrasi pelarut,
rasio bahan dengan pelarut (Sembiring, 2006). Dengan memperhatikan hal
tersebut maka akan dihasilkan kualitas dan kuantitas ekstrak yang maksimal.
Pemilihan cairan penyari/pelarut harus memenuhi beberapa kriteria, antara
lain murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral,
tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif. Selektif yaitu hanya
menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, dan
39
diperbolehkan oleh peraturan (Sudjadi, 1986). Menurut Stahl (1969), polaritas
pelarut sangat berpengaruh terhadap daya larut. Indikator kelarutan pelarut dapat
ditentukan dari nilai konstanta dielektrik dan nilai polaritas pelarut.
Proses ekstraksi didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen
lain dalam campuran. Kelarutan suatu komponen tergantung pada derajat
kepolarannya. Tingkat polaritas pelarut dapat ditentukan dari nilai konstanta
dielektrik pelarut (Tabel 2.6). Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena
lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam konsentrasi lebih dari 20%
etanol, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, dapat mengendapkan albumin dan
menghambat kerja enzim. Selain itu, etanol dapat bercampur dengan air pada
segala perbandingan, dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit
(Voight, 1994).
Tabel 2.6
Nilai konstanta dieletrik berbagai pelarut organik (Guenther dalam Irawan 2010)
No Pelarut Rumus kimia Titik
didih
Konstanta
dieletrik
1 Heksana CH3-CH2-CH2-CH2-CH2- CH3 69oC 2,0
2 Benzena C6H6 80oC 2,3
3 Toluena C6H5-CH3 111oC 2,4
4 Dietil eter CH3-CH2-O-CH2-CH3 35oC 4,3
5 Kloroform CHCl3 61oC 4,8
6 Etil asetat CH3-C(=O)-O-CH2-CH3-CH3 77oC 6,0
7 n-butanol CH3-CH2- CH2- CH2-OH 118oC 18
8 n-propanol CH3- CH2- CH2-OH 97oC 20
9 Etanol CH3- CH2-OH 79oC 30
10 Metanol CH3-OH 65oC 33
11 Air H-O-H 100oC 80
Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari
bahan baku, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan
kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna. Metode pembuatan
40
ekstrak yang umum digunakan antara lain maserasi, perkolasi, soxhletasi. Selain
itu, metode ekstraksi juga dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari
bahan baku, dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan
kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel, 1989).
2.5.3. Penyimpanan Ekstrak
Stabiltas ekstrak selama penyimpanan perlu diperhatikan, mengingat
ekstrak mengandung bahan aktif yang akan mudah mengalami kerusakan. Dalam
penyimpanan esktrak antosianin, stabilitas tidak hanya dipengaruhi oleh suhu
pemanasan pada proses pengolahan saja, namun juga dipengaruhi oleh faktor
intrinsik dan ekstrinsik dalam produk, seperti pH, suhu penyimpanan, struktur
kimia dan konsentrasi antosianin yang ada, keberadaan cahaya, oksigen, enzim,
protein, dan ion logam (Rein, 2005). Dalam penelitiannya Suhartatik et al. (2013)
mendapatkan bahwa semakin lama dan tinggi suhu pemanasan, maka kadar
antosianin ekstrak beras hitam semakin tidak stabil, aktivitas antioksidan ekstrak
antosianin beras ketan hitam akan mengalami penurunan setelah disimpan selama
5 hari dan terkena paparan sinar matahari.
Selama penyimpanan aktivitas antioksidan cenderung mengalami
penurunan. Wariyah et al. (2014) menyatakan bahwa aktivitas antioksidasi gel
dalam minuman lidah buaya segar nilai RSA (Radical Scavenging Activity)
27,71% dan penghambatan peroksidasi lemak 6,30%. Pada penyimpanan satu
minggu aktivitas antioksidasi (RSA) turun menjadi 21,98% dan penghambatan
peroksidasi lemak 5,63% . Dalam penelitian Wariyah et al. (2014), menunjukaan
bahwa adanya peningkatan keasaman dalam produk dapat meningkatkan aktivitas
41
antioksidan. Hal senada juga dinyatakan oleh Siddig et al. (2013), dalam
penelitian tentang antioksidan pada mangga fresh cut.
Mutu produk ekstrak salah satunya dipengaruhi oleh kandungan bahan
aktif didalam ekstrak atau kandungan antioksidan ekstrak. Produk ekstrak akan
mengalami perubahan mutu setelah disimpan selama selang waktu tertentu.
Perubahan mutu produk secara umum disebabkan oleh 3 faktor, yaitu fisika, kimia
maupun mikrobiologi. Kerusakan fisika misalnya karena RH, suhu, sinar
matahari, thawing, refreezing. Kerusakan kimia bisa disebabkan adanya reaksi
enzimatis atau oksidasi, sedang kerusakan mikrobiologi, bisa diakibatkan oleh
karena E. coli, Aspergillus. Clostridium, Salmonella .
Penyimpanan dingin merupakan salah satu metoda pengawetan yang
melibatkan pendekatan fisik. Proses pendinginan dan pembekuan merupakan
salah satu teknik penyimpanan dengan penurunan suhu terkendali. Teknik
pendinginan dan pembekuan digunakan dalam rangka menghentikan pertumbuhan
mikroorganisme dan menjaga bahan aktif dalam bahan.
2.6. Kosmetik
Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti berhias. Bahan
yang digunakan dalam kosmetik dapat menggunakan bahan alam seperti herbal
maupun bahan sintetik selama digunakan secara aman. Pengertian kosmetik
adalah sediaan atau paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan
(epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut
untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi
supaya dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan
42
untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit (SK MENKES no. 140/1991
dalam Trifena, 2012 ).
2.6.1 Kosmetik dan kosmeseutikal
Dewasa ini pengertian kosmetika telah mengalami pergeseran dengan
berkembangnya produk kosmetika yang mengandung bahan obat. Kosmetika
semakin berkembang penggunaannya antar lain digunakan untuk meningkatkan
daya tarik, meningkatkan kepercayaan diri dan ketenangan, melindungi kulit dan
rambut dari sinar UV yang merusak, polutan dan faktor lingkungan lain serta
menghambat penuaan dini (Roberts dan Walters, 2008 dan Wasitaatmadja, 2011).
The US Federal Food, Drug and Cosmetic Act mengelompokkan obat,
kosmetik atau kombinasi kosmetik dan obat kosmeseutikal. Di industri kosmetik
dikenal kosmeseutikal yaitu istilah untuk produk kosmetik yang mengandung zat
aktif yang bertindak sebagai obat (pharmaceutical) contohnya krim anti kerut,
terapi kebotakan, antiperspiran dan tabir surya (Roberts dan Walters, 2008).
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi kental
mengandung tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Krim
merupakan suatu sistem emulsi yang tidak stabil secara termodinamika dimana
mengandung paling sedikit dua fase yang tidak saling bercampur. Salah satu fase
bersifat polar (air) dan fase yang lainnya bersifat nonpolar (minyak). Krim dapat
dibuat dengan beberapa jenis misalnya emulsi air dalam minyak (w/o atau a/m),
emulsi minyak dalam air (o/w atau m/a) (Anief, 2005).
Krim biasanya digunakan sebagai emolien atau pemakaian obat pada kulit.
Secara garis besar krim terdiri atas 3 komponen yaitu bahan aktif, bahan dasar dan
bahan pembantu. Untuk membuat formulasi suatu sediaan krim yang baik perlu
43
diperhatikan kesesuaian bahan dasar yang dipilih yaitu kesesuaian sifat bahan
aktif dengan bahan pembawanya. Bahan dasar terdiri dari fase minyak dan fase air
yang dicampur dengan penambahan bahan pengemulsi (emulsifier) kemudian
akan membentuk krim. Sediaan dalam bentuk krim banyak digunakan karena
mempunyai beberapa keuntungan diantaranya lebih mudah diaplikasikan, lebih
nyaman digunakan pada wajah, tidak lengket dan mudah dicuci dengan air.
dibandingkan dengan sediaan salep, gel maupun pasta. Sediaan semipadat
biasanya digunakan pada kulit dan umumnya sediaan tersebut digunakan sebagai
pelindung dari sinar ultraviolet /UV matahari (Anief, 2005).
Bahan pembawa (basis) yang digunakan adalah kombinasi basis nonionik
dan anionik. Pemilihan campuran basis nonionik dan anionik, agar diperoleh suatu
basis yang stabil serta diperoleh basis yang bersifat netral dan tidak menyebabkan
iritasi. Selain itu digunakan bahan tambahan meliputi emolien, humektan, dan
pengawet (Lachman, 1994). Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu
produk atau kosmetik untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang diterapkan
sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas,
kekuatan, kualitas, dan kemurnian produk. Sedangkan definisi sediaan kosmetik
yang stabil adalah suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat
diterima selama periode waktu penyimpanan dan penggunaan, di mana sifat dan
karateristiknya sama dengan yang dimilikinya saat dibuat (Djajadisastra, 2007).
Ketidakstabilan fisika dari sediaan ditandai dengan beberapa perubahan
yaitu perubahan warna, timbul bau, perubahan atau pemisahan fase, pecahnya
emulsi, pengendapan suspensi atau caking, perubahan konsistensi, pertumbuhan
kristal, terbentuknya gas dan perubahan fisik lainnya. Kestabilan dari suatu emulsi
44
ditandai dengan tidak adanya penggabungan fase dalam krim, tidak adanya
creaming, dan memberikan penampilan, bau, warna, dan sifat-sifat fisik lainnya
yang baik. Kestabilan krim merupakan salah satu faktor yang penting. Terdapat
beberapa variabel yang digunakan untuk menguji stabilitas emulsi krim. Variabel
yang digunakan dalam uji kestabilan fisik yaitu organoleptis atau penampilan
fisik, sifat aliran (viskositas), ukuran partikel dan keasaman pH.
2.6.2 Antioksidan topikal
Dewasa ini, penggunaan senyawa antioksidan baik secara sistemik
maupun lokal semakin digemari karena dipercaya dapat mencegah berbagai
macam penyakit serta melindungi kulit dari kerusakan yang diakibatkan oleh
radikal bebas. Penggunaan antioksidan topikal banyak ditemui pada sediaan
kosmetik, terutama yang ditujukan untuk perawatan anti aging. Fungsi utama
antioksidan adalah untuk menekan aktivitas radikal bebas dengan menghambat
pembentukannya dan/atau membentuk radikal baru yang lebih stabil (scavenging).
Aktivitas antioksidan bekerja dengan cara membentuk radikal baru yang
stabil tergantung pada reaktivitas dan konsentrasi antioksidan. Penemuan
antioksidan dalam bentuk topikal menjadi proteksi kulit tambahan terhadap
paparan UV. Suplementasi kulit dengan antioksidan tambahan telah terbukti
memberikan proteksi tambahan dari kerusakan akibat paparan sinar matahari,
memperlambat penuaan kulit, mengurangi peradangan dan pada akhirnya
memperbaiki tampilan kulit (Chiu dan Kimball, 2003; Pinnell, 2003).
Terapi merupakan salah satu regimen dalam perawatan penuaan kulit,
terapi dikategorikan menurut jenis strategi terapi dan derajat keparahan. Terdapat
tiga strategi perawatan penuaan kulit yaitu strategi primer yang menghambat
45
proses kerusakan kulit; strategi sekunder dengan menggunakan sediaan farmasi
untuk mengurangi gejala proses kerusakan kulit; strategi tersier untuk merawat
tanda penuaan kulit yang telah ada dalam derajat keparahan sedang sampai berat
(Rabe et al., 2006 ).
Antioksidan diketahui bersifat tidak stabil, hal ini menyebabkan kesulitan
menjaga stabilitasnya dalam sediaan. Hal yang juga penting adalah memastikan
zat aktif tersebut dapat menembus epidermis dan tinggal dalam kulit sampai
memperoleh efek yang diharapkan. Untuk memperoleh efek proteksi antioksidan
yang lengkap dibutuhkan antioksidan larut air agar efektif dalam cairan
ekstraseluler dan intraseluler. Antioksidan sebaiknya larut lemak agar dapat
melindungi membran biologis (Chiu dan Kimball, 2003; Pinnell, 2003).
2.6.3 Krim Kurkumin
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan
setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai. Berdasarkan kualitas dasar krim, krim harus stabil
selama masih dipakai mengobati. Krim juga harus bebas dari inkopatibilitas, stabil
pada kondisi suhu kamar. Semua zat dalam krim dalam keadaan homogen. Krim
juga harus mudah diaplikasikan, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling
mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit. Bahan aktif atau obat yang terkandung
dalam krim harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair pada saat
penggunaan (Anief, 1997).
Berdasarkan hasil penelitian Alakh et al. (2011) pada formulasi pembuatan
krim kurkumin, terdapat empat formula terpilih. Salah satu formula dengan
komposisi minyak almond tinggi, setyl alkohol dan mineral oilnya rendah, dipilih
46
agar krim menjadi lebih aman dan stabil selama penyimpanan serta tidak
mengiritasi kulit, formulanya seperti ditampilkan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.7
Formula krim kurkumin (Alakh et al., 2011)
No Jenis Bahan Formula (berat/berat)
1 Ekstrak kunyit dengan metanol (40 mg/ml) 2
2 Stearic acid 12
3 Triethanolamine 1.60
4 Almond oil 4
5 Mineral oil 2,5
6 Moisturizer conditioner 12
7 Setyl alkohol 1,0
8 Methyl paraben 0.18
9 Propyl paraben 0.02
10 Sodium metabsisulfite 0.1
11 EDTA 0.1
12 Air sampai berat 100 g
Ditinjau dari komponen penyusun krim yaitu bahan aktif, bahan dasar dan
bahan pembantu, maka ke-12 bahan di atas yang termasuk dalam bahan aktif
adalah kurkumin. Sebagai bahan dasar fase minyak adalah asam tearat, minyak
almond dan mineral oil, sedangkan bahan dasar fase airnya adalah air. Bahan
tambahan terdiri atas tiga jenis yaitu emulsifier, pengawet dan pengelat. Sebagai
emulsifier adalah setyl alkohol dan triethanolamine, sebagai pengawet adalah
methyl paraben, propyl paraben dan sodium metabisulfate. EDTA berfungsi
sebagai pengkhelat ion karena kemampuannya menjadi sequester ion logam
seperti Ca2+dan Fe3+. Sebagai pelembab kondisioner adalah campuran propilen
glikol: gliserin: sorbitol dengan perbandingan 2: 1: 1.
47
2.7. Kolagen dan proses penuaan pada kulit
Aging atau penuaan secara praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan
fungsi biologik dari usia kronologik. Aging tidak dapat dihindarkan dan berjalan
dengan kecepatan berbeda, tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan
dan gaya hidup, sehingga aging dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung
kesehatan masing-masing individu (Fowler, 2003). Proses aging berkaitan erat
dengan proses penuaan pada kulit. Proses penuaan kulit secara ekstrinsik terjadi
akibat berbagai faktor dari luar tubuh. Salah satu faktor penyebab utama dari
kerusakan kulit adalah ultra violet radiation (UVR) dari sinar matahari
(Wlascheck et al., 2001; Yaar dan Gilchrest, 2007; Baumann dan Saghari, 2009).
Menurut Poljšak and Dahmane (2011) sinar UV mengandung radikal
bebas yang menjadi penyebab utama penuaan dini kulit. Lebih lanjut Poljšak dan
Dahmane (2011) menyatakan bahwa kerusakan kulit akibat UVR mencapai 80%.
Menurut Fisher et al. (2004) radikal bebas akan menghambat produksi kolagen
dan elastin, suatu protein yang menjaga kulit tetap lembab, halus dan fleksibel.
2.7.1. Kolagen
Kolagen merupakan komponen struktural penting pada jaringan pengikat
kulit, memberi kekuatan peregangan pada kulit. Sekitar 70 sampai dengan 80%
berat kering kulit terdiri dari kolagen. Tipe kolagen yang paling banyak
didapatkan di kulit adalah tipe I dan III, tipe I ini membentuk sekitar 80% dari
kolagen total yang terdapat di kulit dan tipe III sekitar 15% (Raitio, 2005).
Tipe kolagen lainnya yang ditemukan di dermis termasuk kolagen tipe IV,
yang banyak didapatkan pada membran dasar, kolagen tipe V, terletak pada
periseluler, kolagen tipe VI, berperan pada pembentukan matriks dan sebagai
48
mikrofibril-mikrofibril di antara serat-serat kolagen, dan kolagen tipe VII,
merupakan komponen struktural dari anchoring fibrils (Raitio, 2005).
2.7.2 Proses penuaan kulit
Penuaan atau aging menurut Medical online Dictionary (2017), adalah
kemunduran bertahap organisme dewasa yang disebabkan oleh perubahan struktur
alterasi yang bergantung waktu dan tidak dapat diubah secara intrinsik terhadap
spesies tertentu, dan pada akhirnya menyebabkan penurunan kemampuan untuk
mengatasi tekanan lingkungan, sehingga meningkatkan probabilitas kematian.
Penuaan adalah suatu mekanisme biologis yang ditandai dengan adanya
perubahan struktur maupun elastisitas kulit, yang terjadi bersama dengan waktu
sebagai bagian dari proses penuaan fisiologis (intrinsik) maupun yang dipicu oleh
efek dari luar (ekstrinsik).
Faktor penuaan intrinsik (intrinsic Aging, Chronologic Aging) merupakan
proses menua fisiologik yang berlangsung secara alamiah, disebabkan berbagai
faktor dari dalam tubuh sendiri seperti genetik, hormonal maupun rasial. Faktor
menua ekstrinsik terjadi akibat berbagai faktor dari luar tubuh. Faktor lingkungan
seperti radiasi ultraviolet (UV) sinar matahari, kelembaban udara, suhu dan
berbagai faktor luar lainnya dapat mempercepat proses penuaan kulit sehingga
terjadi penuaan dini kulit (Yaar dan Gilchrest, 2008).
Penuaan kulit ekstrinsik (chronologic skin aging), ditandai oleh timbul
kerutan halus, xerosis, kusam, dan timbulnya berbagai tumor kulit jinak kulit
seperti seborrheic keratosis dan cherry angioma (Yaar dan Gilchrest, 2008).
Secara histologis penuaan ekstrinsik memiliki karakteristik berupa massa elastin
yang kusut dan kemudian mengalami degradasi membentuk massa yang amorfik,
49
jaringan penyangga kulit yang sebagian besar terdiri dari glikosaminoglikan dan
proteoglikan meningkat. Jumlah serat kolagen berkurang karena degradasinya
meningkat akibat peningkatan enzym matriks metallo proteinase dan pelepasan
sitokin, ditambah dengan kontraksi pada septa di lemak subkutan sehingga timbul
kerutan (Yaar dan Gilchrest, 2008).
Akumulasi ROS dinyatakan berperanan penting pada proses penuaan
kulit. Kulit merupakan organ yang paling banyak mengalami kontak langsung
dengan lingkungan, sehingga banyak terpapar dengan ROS yang berasal dari
lingkungan termasuk dari udara, radiasi matahari, ozon, dan polusi. Selain itu
hasil metabolisme normal pun menghasilkan ROS, dari proses rantai respirasi
mitokondria yang mana elektron berlebih akan diberikan pada molekul oksigen
untuk kemudian terbentuk anion superoksid. Dengan bertambahnya usia membuat
berkurangnya kemampuan aktivitas sistem pertahanan dari enzymatic antioxidant
(Chung et al., 2004).
ROS yang terbentuk dari pajanan sinar ultra violet tersebut dapat
menekan serta merusak enzymatic antioxidant dan non enzymatic antioxidant
yang merupakan mekanisme pertahanan kulit terhadap radikal bebas. Hal ini akan
memicu terjadinya kerusakan oksidatif pada komponen seluler dan non seluler
yang akan berakibat pada terjadinya supresi sistem imun, penuaan dini kulit,
bahkan sampai mengakibatkan kanker kulit (Kim et al., 2004).
Jumlah kolagen di dermis diperkirakan berkurang sebanyak 1 % tiap
tahunnya pada usia dewasa, akibat dari peningkatan ekspresi Matriks
Metalloproteinase (MMP). Peningkatan MMP mempengaruhi sintesis kolagen,
dimana dengan bertambahnya umur maka level MMP-1, 2, 9, dan 12 akan makin
50
bertambah sementara ekspresi procollagen mRNA lebih rendah dibanding saat
masih berusia muda (Chung et al., 2004). Pada proses penuaan alami terjadi
penurunan sintesa kolagen serta peningkatan ekspresi MMP sementara pada
photoaging tampak peningkatan MMP yang lebih besar (Chung et al., 2004).
Penemuan klinis dari kulit photoaging meliputi kerutan-kerutan dan lesi
pigmentasi. Gejala lainnya dari penuaan kulit meliputi kehilangan dari kekenyalan
dan elastisitas kulit, kerapuhan kulit meningkat, terdapat area purpura karena
kerapuhan pembuluh darah ( Baumann dan Saghari, 2009). Secara menyeluruh,
jumlah sel-sel pada dermis yang mengalami photoaging akan meningkat. Pada
kulit yang mengalami penuaan intrinsik akan memperlihatkan berkurangnya
kolagen tipe I dan III, namun hal yang sama akan terjadi lebih cepat pada daerah
yang terpapar sinar matahari (Fisher et al., 2009).
Jumlah serat elastin menurun seiring bertambahnya usia, namun pada kulit
yang terpapar matahari, jumlah serat elastin meningkat secara proporsional.
Elastin yang terakumulasi pada kulit abnormal akan menempati daerah yang
seharusnya ditempati serat serat kolagen. Suatu teori yang diajukan menyatakan
bahwa peningkatan elastin yang abnormal merupakan akibat dari proses bifasik
yang berawal dari hiperplasia jaringan elastik normal. Elastin menjadi abnormal
dalam penampilannya karena efek peradangan kronis (Chung et al., 2001 dan
Chung et al., 2004).
2.7.3. Kollagenase
Enzim merupakan katalis yang dapat mempercepat laju reaksi tanpa ikut
bereaksi. Enzim bersifat khas atau spesifik dalam kerjanya dan aktivitasnya dapat
diatur. Umumnya suatu enzim itu adalah protein, walaupun ada beberapa senyawa
51
yang dapat bertindak sebagai katalis. Sisi aktif enzim (active site) adalah bagian
dari molekul enzim tempat berikatannya substrat, untuk membentuk kompleks
enzim substrat, dan selanjutnya membentuk produk akhir. Sisi aktif suatu enzim
berbentuk tiga dimensi, sering berupa lekukan pada permukaan protein enzim,
tempat substrat berikatan secara lemah. Substrat berikatan dengan sisi aktif suatu
enzim melalui beberapa bentuk ikatan kimia yang lemah (misalnya interaksi
elektrostatik, ikatan hidrogen, ikatan van der Waals, dan interaksi hidrofobik).
Setelah berikatan dengan bagian sisi aktif enzim, substrat bersama-sama enzim
kemudian membentuk suatu kompleks enzim-substrat, selanjutnya terjadi proses
katalisis oleh enzim untuk membentuk produk. Ketika produk sudah terbentuk
enzim menjadi bebas kembali untuk selanjutnya bereaksi kembali dengan substrat.
Terdapat beberapa cara penyebutan enzim. Banyak enzim yang telah
dinamakan dengan menambahkan akhiran ase kepada nama substratnya. Saat ini
penggolongan enzim sudah dilakukan secara sistematis oleh persetujuan
Internasional karena terus meningkatnya jumlah enzim yang baru ditemukan.
Sistem ini menempatkan semua enzim ke dalam enam kelas utama, masing-
masing dengan subkelas, berdasarkan atas jenis reaksi yang dikatalisisnya, yaitu
oksidoreduktase, transferase, hidrolase, liase, isomerase dan ligase/sintetase
Kollagenase termasuk dalam klasifikasi enzim hidrolase, karena tipe reaksi yang
dikatalisnya adalah reaksi hidolisis. Enzim ini mengkatalisis pembelahan
hidrolitik C-O, C-N, C-C dan beberapa ikatan lainnya, termasuk ikatan anhidrida
fosfat (NC-IUBMB, 1961). Meskipun nama sistematis selalu mencakup
hydrolase, nama umumnya dalam banyak kasus, dibentuk dengan nama substrat
dengan akhiran –ase. Nama substrat dengan akhiran ini berarti enzim hidrolitik.
52
Kolagenase adalah endopeptidase yang mencerna kolagen di daerah triple
helix. Kolagen adalah komponen fibrosa utama jaringan ikat ekstraselular hewan.
Kolagenase bakteri berbeda dari kolagenase vertebrata karena menunjukkan
spesifisitas substrat yang lebih luas (Peterkofsky 1982, Birkedal-Hansen 1987).
Tidak seperti kolagenase hewan yang memisahkan kolagen dalam konformasi
triple-helix nya, kolagenase bakteri unik karena dapat menurunkan kolagen asli
yang tidak larut dalam air dan larut dalam air yang terdenaturasi. Ini dapat
menyerang hampir semua jenis kolagen, dan mampu membuat banyak kerusakan
di daerah triple-helix (Mookhtiar dan Van Wart 1992).
Kolagenase
Kolagen Fraksi kolagen
R : biasanya rantai sisi yang netral
Gambar 2.8
Reaksi pemecahan kolagen oleh kolagenase
Enzim kolagenase mampu mendegradasi protein dibawah kondisi
fisiologis. Enzim kolagenase ini berasal dari bakteri maupun dari jaringan. Enzim
kolagenase dapat diproduksi oleh beberapa tipe sel yang terdapat pada
periodontium, epithelium dalam, fibroblast, leukosit, makropag, dan sel tulang
(Golub et al., 1976). Kolagenase secara umum didefinisikan sebagai enzim yang
mampu mendegradasi ikatan polipeptida. Enzim ini dibagi menjadi dua tipe
berdasarkan pada fungsi fisiologisnya yaitu serin kolagenase dan
metallokolagenase. Serin kolagenase terlibat dalam produksi hormon dan
53
farmakologi (Park et al., 2002). Enzim ini secara luas juga digunakan dalam
industri kimia, industri obat, makanan, dan eksperimen biologi molekuler.
Metallokolagenase terdiri dari enzim yang mengandung zinc dan membutuhkan
kalsium untuk kestabilan (Strieklin et al., 1977 dalam Park et al., 2002). Selain itu
metallokolagenase termasuk dalam enzim ekstraselluler dengan berat molekul
yang bervariasi dari 30 hingga 150 kDa. Jenis enzim ini telah banyak dipelajari
dari berbagai jaringan mamalia (Paark et al., 2002). Enzim kolagenase
mempunyai aktivitas maksimum pada pH 7,4 sampai 8,0 (Iijima et al., 1983).
Enzim kolagenase dan beberapa subfamili metalloproteinase mampu memecah
triple helix dari kolagen yang akhirnya mendegradasi kolagen yang menghasilkan
asam amino glisin dan leusin dari rantai α molekul kolagen. Serin kolagenase dan
sistein akan mendegradasi bagian lain dari kolagen yang tidak memiliki struktur
helix (Saito et al., 2000).
Gambar 2.9
Permukaan kanon struktur minimimal ChC, oleh polifenol teh hijau :
(a) katekin dan (b) epigallocatechin gallate.(Madhan, et al., , 2006)
54
Efek penghambatan poliphenol terhadap aktifitas kolagenase dilaporkan
oleh Madhan et al. (2007). Catechin dan epigallocatechin gallate (EGCG)
menunjukkan efek penghambatan masing-masing, 56% dan 95% pada hidrolisis
collagenolytic oleh kolagenase. Perubahan struktur sekunder dari kolagenase pada
perlakuan dengan catechin dan EGCG telah dimonitor menggunakan circular
dichroism spectropolarimeter (Gambar 2.9). Hasil circular dichroism spektral
menunjukkan perubahan signifikan dalam struktur sekunder kolagenase pada
perlakuan dengan konsentrasi catechin dan EGCG yang lebih tinggi.
Penghambatan hidrolisis collagenolytic kolagenase terhadap kolagen
tergantung konsentrasi. Berdasarkan penelitian tersebut disimpulkan bahwa secara
kinetika penghambatan kolagenase oleh catechin dan EGCG ditentukan
berdasarkan tingkat hidrolisis FALGPA. Catechin dan EGCG menunjukkan
model penghambatan kompetitif terhadap kolagenase. Penghambatan lebih tinggi
EGCG dibandingkan dengan catechin dikaitkan dengan kemampuan EGCG
menunjukkan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik dengan kolagenase
(Madhan et al., 2007).