bab ii tinjauan pustaka 2.1 structural equation...

26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Structural Equation Modeling (SEM) 2.1.1 Sejarah SEM dan Pengertian Sewal Wright mengembangkan konsep ini pada tahun 1934, pada awalnya teknik ini dikenal dengan analisa jalur dan kemudian dipersempit dalam bentuk analisis Structural Equation Modeling (Yamin, 2009). SEM (Structural Equation Modeling) adalah suatu teknik statistik yang mampu menganalisis pola hubungan antara konstruk laten dan indikatornya, konstruk laten yang satu dengan lainnya, serta kesalahan pengukuran secara langsung. SEM memungkinkan dilakukannya analisis di antara beberapa variabel dependen dan independen secara langsung (Hair et al, 2006). Teknik analisis data menggunakan Structural Equation Modeling (SEM), dilakukan untuk menjelaskan secara menyeluruh hubungan antar variabel yang ada dalam penelitian. SEM digunakan bukan untuk merancang suatu teori, tetapi lebih ditujukan untuk memeriksa dan membenarkan suatu model. Oleh karena itu, syarat utama menggunakan SEM adalah membangun suatu model hipotesis yang terdiri dari model struktural dan model pengukuran dalam bentuk diagram jalur yang berdasarkan justifikasi teori. SEM adalah merupakan sekumpulan teknik-teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan secara simultan. Hubungan itu dibangun antara satu atau beberapa variabel independen (Santoso, 2011).

Upload: lambao

Post on 08-Apr-2018

220 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Structural Equation Modeling (SEM)

2.1.1 Sejarah SEM dan Pengertian

Sewal Wright mengembangkan konsep ini pada tahun 1934, pada awalnya

teknik ini dikenal dengan analisa jalur dan kemudian dipersempit dalam bentuk

analisis Structural Equation Modeling (Yamin, 2009).

SEM (Structural Equation Modeling) adalah suatu teknik statistik yang mampu

menganalisis pola hubungan antara konstruk laten dan indikatornya, konstruk laten

yang satu dengan lainnya, serta kesalahan pengukuran secara langsung. SEM

memungkinkan dilakukannya analisis di antara beberapa variabel dependen dan

independen secara langsung (Hair et al, 2006).

Teknik analisis data menggunakan Structural Equation Modeling (SEM), dilakukan

untuk menjelaskan secara menyeluruh hubungan antar variabel yang ada dalam

penelitian. SEM digunakan bukan untuk merancang suatu teori, tetapi lebih ditujukan

untuk memeriksa dan membenarkan suatu model. Oleh karena itu, syarat utama

menggunakan SEM adalah membangun suatu model hipotesis yang terdiri dari model

struktural dan model pengukuran dalam bentuk diagram jalur yang berdasarkan

justifikasi teori. SEM adalah merupakan sekumpulan teknik-teknik statistik yang

memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan secara simultan. Hubungan itu

dibangun antara satu atau beberapa variabel independen (Santoso, 2011).

SEM menjadi suatu teknik analisis yang lebih kuat karena mempertimbangkan

pemodelan interaksi, nonlinearitas, variabel-variabel bebas yang berkorelasi

(correlated independent), kesalahan pengukuran, gangguan kesalahan-kesalahan yang

berkorelasi (correlated error terms), beberapa variabel bebas laten (multiple latent

independent) dimana masing-masing diukur dengan menggunakan banyak indikator,

dan satu atau dua variabel tergantung laten yang juga masing-masing diukur dengan

beberapa indikator. Dengan demikian menurut definisi ini SEM dapat digunakan

alternatif lain yang lebih kuat dibandingkan dengan menggunakan regresi berganda,

analisis jalur, analisis faktor, analisis time series, dan analisis kovarian (Byrne, 2010).

Yamin (2009) mengemukakan bahwa di dalam SEM peneliti dapat melakukan tiga

kegiatan sekaligus, yaitu pemeriksaan validitas dan reliabilitas instrumen (setara

dengan analisis faktor konfirmatori), pengujian model hubungan antar variabel laten

(setara dengan analisis path), dan mendapatkan model yang bermanfaat untuk

prediksi (setara dengan model struktural atau analisis regresi).

Dua alasan yang mendasari digunakannya SEM adalah (1) SEM mempunyai

kemampuan untuk mengestimasi hubungan antar variabel yang bersifat multiple

relationship. Hubungan ini dibentuk dalam model struktural (hubungan antara

konstruk dependen dan independen). (2) SEM mempunyai kemampuan untuk

menggambarkan pola hubungan antara konstruk laten dan variabel manifes atau

variabel indikator.

ζ1

ζ2

γ11

γ22 β32

β31

φ21

ζ3 λ11

λ21

λ12

λ22

λ32

λ13 λ23 λ33

λ14 λ24

λ15

λ25

2.1.2 Model SEM

Gambar 2.1 Pemodelan SEM

Keterangan :

(elips) : konstruk laten (variabel laten)

(kotak) : variabel manifes (indikator)

ξ (ksi) : konstruk laten eksogen

η (eta) : konstruk laten endongen

γ (gama) : parameter untuk menggambarkan hubungan langsung

variabel eksogen terhadap variabel endogen

β (beta) : parameter untuk menggambarkan hubungan langsung

variabel endogen dengan variabel endogen lainnya

ζ (zeta) : kesalahan struktural (structural error) yang terdapat

pada sebuah konstruk endogen

δ (delta) : measurement error yang berhubungan dengan konstruk

eksogen

ε (epsilon) : measurement error yang berhubungan dengan konstruk

endogen

λ (alfa) : factor loadings, parameter yang menggambarkan

Y

Y

Y X

X

X

X

X Y

Y

Y

Y

η1

η2

η3

ξ1

ξ2

δ1

δ2

δ3

δ4

δ5

ε1 ε2 ε3

ε4 ε5

ε6

ε7

hubungan langsung konstruk eksogen dengan variabel

manifesnya

X : variabel manifes yang berhubungan dengan konstruk

eksogen

Y : variabel manifes yang berhubungan dengan konstruk

endogen

2.1.3 Persamaan Matematis dalam SEM

1. Persamaan model struktural

η1 = γ11ξ1 + ζ1

η2 = γ22ξ2 + ζ2

η3 = β31η1 + β32η2 + ζ3

2. Persamaan model pengukuran variabel eksogen

X1 = λ11ξ1 + δ1

X2 = λ21ξ1 + δ2

X3 = λ12ξ2 + δ3

X4 = λ22ξ2 + δ4

X5 = λ32ξ2 + δ5

3. Persamaan model pengukuran variabel endogen

Y1 = λ13η1 + ε1

Y2 = λ23η1 + ε2

Y3 = λ33η1 + ε3

Y4 = λ14η2 + ε4

Y5 = λ24η2 + ε5

Y6 = λ15η3 + ε6

Y7 = λ25η3 + ε7

2.1.4 Konsep dan Istilah

1. Model jalur ialah suatu diagram yang menghubungkan antara variabel bebas,

perantara dan tergantung. Pola hubungan ditunjukkan dengan menggunakan anak

panah. Anak panah tunggal menunjukkan hubungan sebab-akibat antara variabel-

variabel eksogen atau perantara dengan satu variabel tergantung atau lebih. Anak

panah juga menghubungkan kesalahan-kesalahan (variabel error) dengan semua

variabel endogen masing-masing. Anak panah ganda menunjukkan korelasi

antara pasangan variabel-variabel eksogen.

2. Model sebab akibat (causal modeling,) atau disebut juga analisis jalur (path

analysis), yang menyusun hipotesis hubungan sebab akibat (causal

relationships) diantara variabel- variabel dan menguji model-model sebab akibat

(causal models) dengan menggunakan sistem persamaan linier. Model-model

sebab akibat dapat mencakup variabel-variabel manifes (indikator), variabel-

variabel laten atau keduanya.

3. Variabel eksogen dalam suatu model jalur ialah semua variabel yang tidak ada

penyebab-penyebab ekspilsitnya atau dalam diagram tidak ada anak-anak panah

yang menuju ke arahnya, selain pada bagian kesalahan pengukuran. Jika antara

variabel eksogen dikorelasikan maka korelasi tersebut ditunjukkan dengan anak

panah berkepala dua yang menghubungkan variabel-variabel tersebut.

4. Variabel endogen ialah variabel yang mempunyai anak panah-anak panah

menuju ke arah variabel tersebut. Variabel yang termasuk didalamnya mencakup

semua variabel perantara dan tergantung.

5. Variabel laten adalah variabel yang tidak dapat diukur secara langsung kecuali

diukur dengan satu atau lebih variabel manifes.

6. Variabel manifes adalah variabel yang digunakan untuk menjelaskan atau

mengukur sebuah variabel laten. Dalam satu variabel laten terdiri dari beberapa

variabel manifes.

7. Koefisien jalur adalah koefisien regresi standar atau disebut “beta” yang

menunjukkan pengaruh langsung dari suatu variabel bebas terhadap variabel

tergantung dalam suatu model jalur tertentu.

8. Analisis faktor penegasan (confirmatory factor analysis), suatu teknik kelanjutan

dari analisis faktor dimana dilakukan pengujian hipotesis-hipotesis struktur

factor loadings dan interkorelasinya.

Isi sebuah model SEM pastilah variabel-variabel, baik itu variabel laten

maupun variabel manifes. Jika ada sebuah variabel laten, pastilah akan ada dua atau

lebih variabel manifes. Banyak pendapat menyarankan sebuah variabel laten

sebaiknya dijelaskan oleh paling tidak tiga variabel manifes. Cara sederhana untuk

mengetahui apakah sebuah variabel dapat digolongkan menjadi sebuah variabel laten

adalah dengan menguji apakah variabel tersebut dapat langsung diukur, jika tidak,

dapat dikategorikan sebagai variabel laten yang membutuhkan sejumlah variabel

manifes.

Dalam sebuah model SEM, sebuah variabel laten dapat berfungsi sebagai

variabel eksogen atau variabel endogen. Sebuah variabel dependen dapat saja menjadi

variabel independen untuk variabel yang lain.

2.1.5 Asumsi

Untuk menggunakan SEM diperlukan asumsi-asumsi yang mendasari

penggunaannya. Asumsi tersebut diantaranya adalah:

1. Normalitas Data

Uji normalitas yang dilakukan pada SEM mempunyai dua tahapan. Pertama menguji

normalitas untuk setiap variabel, sedangkan tahap kedua adalah pengujian normalitas

semua variabel secara bersama-sama yang disebut dengan multivariate normality. Hal

ini disebabkan jika setiap variabel normal secara individu, tidak berarti jika diuji

secara bersama (multivariat) juga pasti berdistribusi normal.

2. Jumlah Sampel

Pada umumnya dikatakan penggunaan SEM membutuhkan jumlah sampel yang

besar. Menurut pendapat Ferdinand (2002) dalam Wuensch (2006) bahwa ukuran

sampel untuk pengujian model dengan menggunakan SEM adalah antara 100-200

sampel atau tergantung pada jumlah parameter yang digunakan dalam seluruh

variabel laten, yaitu jumlah parameter dikalikan 5 sampai 10. Satu survei terhadap 72

penelitian yang menggunakan SEM didapatkan median ukuran sampel sebanyak 198.

Untuk itu jumlah sampel sebanyak 200 data pada umumnya dapat diterima sebagai

sampel yang representatif pada analisis SEM.

3. Multicolinnearity dan Singularity

Suatu model dapat secara teoritis diidentififikasi tetapi tidak dapat diselesaikan

karena masalah-masalah empiris, misalnya adanya multikolinearitas tinggi dalam

setiap model.

4. Data interval

Sebaiknya data interval digunakan dalam SEM. Sekalipun demikian, tidak seperti

pada analisis jalur, kesalahan model-model SEM yang eksplisit muncul karena

penggunaan data ordinal. Variabel-variabel eksogenous berupa variabel-variabel

dikotomi atau dummy dan variabel dummy kategorikal tidak boleh digunakan dalam

variabel-variabel endogenous. Penggunaan data ordinal atau nominal akan

mengecilkan koefesien matriks korelasi yang digunakan dalam SEM.

2.1.6 Bagian SEM

Secara umum, sebuah model SEM dapat dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu:

1. Measurement Model

Measurement model adalah bagian dari model SEM yang menggambarkan

hubungan antara variabel laten dengan indikator-indikatornya.

2. Structural Model

Structural model menggambarkan hubungan antar variabel-variabel laten atau

antar variabel eksogen dengan variabel laten.

2.1.7 Proses Analisis SEM

Menurut Hair et al (1995) dalam Hartono (2006), ada 7 (tujuh) langkah yang

harus dilakukan apabila menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) yaitu:

1. Pengembangan model teoritis

Dalam langkah pengembangan model teoritis, hal yang harus dilakukan

adalah melakukan serangkaian eksplorasi ilmiah melalui telaah pustaka guna

mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang akan dikembangkan. SEM

digunakan bukan untuk menghasilkan sebuah model, tetapi digunakan untuk

mengkonfirmasi model teoritis tersebut melalui data empirik.

2. Pengembangan diagram alur

Dalam langkah kedua ini, model teoritis yang telah dibangun pada tahap

pertama akan digambarkan dalam sebuah diagram alur, yang akan mempermudah

untuk melihat hubungan kausalitas yang ingin diuji. Dalam diagram alur, hubungan

antar konstruk akan dinyatakan melalui anak panah. Anak panah yang lurus

menunjukkan sebuah hubungan kausal yang langsung antara satu konstruk lainnya.

Sedangkan garis-garis lengkung antar konstruk dengan anak panah pada setiap

ujungnya menunjukkan korelasi antara konstruk.

Konstruk yang dibangun dalam diagram alur dapat dibedakan dalam dua

kelompok, yaitu :

1) Konstruk eksogen (exogenous constructs), yang dikenal juga sebagai source

variables atau independent variables yang akan diprediksi oleh variabel yang

lain dalam model. Konstruk eksogen adalah konstruk yang dituju oleh garis

dengan satu ujung panah.

2) Konstruk endogen (endogen constructs), yang merupakan faktor-faktor yang

diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk. Konstruk endogen dapat

memprediksi satu atau beberapa konstruk endogen lainnya, tetapi konstruk

eksogen hanya dapat berhubungan kausal dengan konstruk endogen.

3. Konversi diagram alur ke dalam persamaan

Persamaan yang didapat dari diagram alur yang dikonversi terdiri dari :

1) Persamaan struktural (structural equation) yang dirumuskan untuk

menyatakan hubungan kausalitas antar berbagai konstruk.

Variabel endogen = variabel eksogen + variabel endogen + error

2) Persamaan spesifikasi model pengukuran (measurement model), dimana harus

ditentukan variabel yang mengukur konstruk dan menentukan serangkaian

matriks yang menunjukkan korelasi antar konstruk atau variabel.

4. Memilih matriks input dan estimasi model

SEM menggunakan input data yang hanya menggunakan matriks

varians/kovarians atau matriks korelasi untuk keseluruhan estimasi yang dilakukan.

Matriks kovarian digunakan karena SEM memiliki keunggulan dalam menyajikan

perbandingan yang valid antara populasi yang berbeda atau sampel yang berbeda,

yang tidak dapat disajikan oleh korelasi. Hair et.al (1996) menyarankan agar

menggunakan matriks varians/kovarians pada saat pengujian teori sebab lebih

memenuhi asumsi-asumsi metodologi dimana standar error menunjukkan angka

yang lebih akurat dibanding menggunakan matriks korelasi.

5. Kemungkinan munculnya masalah identifikasi

Problem identifikasi pada prinsipnya adalah problem mengenai

ketidakmampuan dari model yang dikembangkan untuk menghasilkan estimasi yang

unik. Bila setiap kali estimasi dilakukan muncul problem identifikasi, maka

sebaiknya model dipertimbangkan ulang dengan mengembangkan lebih banyak

konstruk.

6. Evaluasi kriteria goodness of fit

Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap kesesuaian model melalui telaah

terhadap berbagai kriteria goodness of fit. Berikut ini beberapa indeks kesesuaian dan

cut off value untuk menguji apakah sebuah model dapat diterima atau ditolak menurut

Ferdinand (2000) :

1) Uji Chi-square, dimana model dipandang baik atau memuaskan bila nilai Chi-

square nya rendah. Semakin kecil nilai chi-square semakin baik model itu dan

nilai signifikansi lebih besar dari cut off value (p>0,05).

2) RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation), yang

menunjukkan goodness of fit yang dapat diharapkan bila model diestimasi

dalam populasi (Hair et.al., 1995). Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama

dengan 0,08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model yang

menunjukkan sebuah close fit dari model itu berdasarkan degrees of freedom.

3) GFI (Goodness of Fit Index) adalah ukuran non statistikal yang mempunyai

rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai dengan 1.0 (perfect fit). Nilai yang

tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah "better fit".

4) AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index), dimana tingkat penerimaan yang

direkomendasikan adalah bila AGFI mempunyai nilai sama dengan atau lebih

besar dari 0,90.

5) CMIN/DF adalah The Minimum Sample Discrepancy Function yang dibagi

dengan Degree of Freedom. Chi-square dibagi DF-nya disebut chi-square

relatif. Bila nilai chi-square relatif kurang dari 2.0 atau 3.0 adalah indikasi

dari acceptable fit antara model dan data.

6) TLI (Tucker Lewis Index), merupakan incremental index yang

membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model,

dimana sebuah model ≥ 0,95 dan nilai yang mendekati 1 menunjukkan a very

good fit.

7) CFI (Comparative Fit Index), dimana bila mendekati 1, mengindikasi tingkat

fit yang paling tinggi. Nilai yang direkomendasikan adalah CFI ≥ 0,94.

Dengan demikian indeks-indeks yang digunakan untuk menguji kelayakan

sebuah model adalah seperti dalam Tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1 Indeks Pengujian Kelayakan Model No Goodness of Fit index Cut off value 1 Chi-square Diharapkan kecil (dibawah nilai tabel) 2 Signifikansi ≥ 0,05 3 RMSEA ≤ 0,08 4 GFI ≥ 0,90 5 AGFI ≥ 0,90 6 CMIN/DF ≤ 2,00 7 TLI ≥ 0,95 8 CFI ≥ 0,94

Sumber : Hair et al (1996)

7. Interpretasi dan modifikasi model

Tahap terakhir ini adalah menginterpretasikan model dan memodifikasi model

bagi model-model yang tidak memenuhi syarat pengujian yang dilakukan. Tujuan

modifikasi adalah untuk melihat apakah modifikasi yang dilakukan dapat

menurunkan nilai chi-square; seperti diketahui, semakin kecilnya angka chi-square

menunjukkan semakin fit model tersebut dengan data yang ada.

Proses SEM tentu tidak bisa dilakukan secara manual selain karena

keterbatasan kemampuan manusia, juga karena kompleksitas model dan alat statistik

yang digunakan. Walaupun banya ahli yang sudah menyadari perlunya membuat

model yang dapat menjelaskan banyak fenomena sosial dalam hubungan banyak

variabel, namun mereka belum dapat menangani kompleksitas perhitungan

matematisnya. Saat ini banyak software yang khusus digunakan untuk analisis model

SEM, seperti LISREL, AMOS, EQS dan Mplus. Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan AMOS 18.0 sebagai alat analisisnya.

Sebagai sebuah model persamaan struktur, AMOS telah sering digunakan

dalam pemasaran dan penelitian manajemen strategik. Model kausal AMOS

menunjukkan pengukuran dan masalah yang struktural dan digunakan untuk

menganalisis dan menguji model hipotesis. AMOS sangat tepat untuk analisis seperti

ini, karena kemampuannya untuk : (1) memperkirakan koefisien yang tidak diketahui

dari persamaan linier struktural, (2) mengakomodasi model yang meliputi latent

variabel, (3) mengakomodasi kesalahan pengukuran pada variabel dependen dan

independen, (4) mengakomodasi peringatan yang timbal balik, simultan dan saling

ketergantungan.

2.2 Konsep Dasar

2.2.1 Kesetiaan Pasien

Oliver (1999) menyatakan bahwa kesetiaan (loyalitas) adalah pilihan yang

dilakukan konsumen untuk membeli merek tertentu dibandingkan merek yang lain

dalam satu kategori produk. Konsumen akan memberikan loyalitas dan

kepercayaannya pada merek selama merek tersebut sesuai dengan harapan yang

dimiliki oleh konsumen, bertindak dalam cara-cara tertentu dan menawarkan nilai-

nilai tertentu. Konsumen yang loyal terhadap suatu merek tertentu memilki sikap

yang positif dan setia terhadap merek tersebut.

Menurut Griffin (2002) menyatakan ada beberapa hal yang mempengaruhi

kesetiaan/loyalitas, yaitu :

1. Pengaruh dari konsumen

Karakteristik individu mempunyai kaitan dengan keputusan

memakai/membeli merek tertentu. Karakteristik individu itu terdiri dari faktor

demografis dan faktor psikografis. Yang termasuk faktor demografis, yaitu usia dan

penghasilan.

a. Usia

Hubungan usia dengan loyalitas merek sangat positif. Semakin bertambah

usia seseorang maka loyalitas juga semakin bertambah. Wright dan Sparks dalam

Wood (2004) menyatakan bahwa loyalitas merek yang tinggi terdapat pada individu

yang berusia 35 sampai 44 tahun. Hal tersebut didukung oleh Murder (2000) yang

mengungkapkan bahwa individu antara 18-34 tahun memilki loyalitas rendah.

Individu pada usia tersebut merupakan segmen yang mudah dibujuk oleh iklan, lebih

fleksibel dalam memilih merek dan lebih suka bereksperimen dengan berbagai merek.

b. Penghasilan

Menurut Farley dalam Harton R (1984) menyatakan bahwa pendapatan

berhubungan dengan loyalitas. Individu dengan pendapatan yang lebih tinggi akan

lebih sedikit mencari informasi mengenai harga-harga dari merek lain sehingga

individu tersebut lebih setia terhadap merek yang digunakannya.

2. Pengaruh dari merek

Dalam mengambil keputusan terhadap pembelian sebuah merek, konsumen

akan mencari nilai dan harga dari merek. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa

karakteristik produk dapat mempengaruhi loyalitas merek.

3. Pengaruh sosial

Kelompok sosial dapat mempengaruhi loyalitas merek. Yang termasuk dalam

pengaruh sosial adalah :

a. Social group influences (pengaruh kelompok sosial)

Kelompok sosial berpengaruh secara langsung ataupun tidak langsung terhadap

sikap dan tingkah laku seseorang. Suatu kelompok akan menjadi referensi utama

seseorang dalam membeli suatu produk, ketika individu mengidentifikasikan

dirinya dengan kelompok tersebut. Besar tidaknya pengaruh dari kelompok

referensi tergantung dari mudah tidaknya individu untuk dipengaruhi. Dalam

keluarga, orang tua yang konsisten dalam memilih merek tertentu akan

menyebabkan munculnya persepsi positif terhadap merek pada diri anak. Hal ini

menyebabkan anak juga akan memilih merek tersebut dan menjadi loyal.

b. Peers recommendation (rekomendasi teman sebaya)

Selain kelompok referensi, rekomendasi atau anjuran teman sebaya juga dapat

mempengaruhi loyalitas. Pengaruh normatif teman sebaya dan identifikasi

terhadap kelompok teman sebaya merupakan petunjuk bagi individu untuk

mencari produk, merek atau toko. Sehingga dapat dikatakan bahwa norma

kelompok berpengaruh secara langsung terhadap evaluasi, memilih dan loyal

terhadap merek.

2.2.2 Kepuasan Pasien

Menurut Pohan (2007), kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien

yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah

pasien membandingkan dengan apa yang diharapkannya. Kepuasan pasien

merupakan aspek yang paling menonjol dalam operasional pelayanan rumah sakit

yang berdampak besar terhadap keberhasilan suatu rumah sakit dalam meningkatkan

jumlah kunjungan pasien. Pasien yang puas terhadap kunjungan rumah sakit

cenderung akan kembali lagi ke rumah sakit tersebut.

Berbagai pengalaman pengukuran kepuasan pasien menunjukkan bahwa

upaya untuk mengukur tingkat kepuasan pasien tidak mudah, karena upaya untuk

memperoleh informasi yang diperlukan akan berhadapan dengan suatu kendala

kultural, yaitu terdapatnya suatu kecenderungan masyarakat yang enggan atau tidak

mau mengemukakan kritik, apalagi terhadap fasilitas layanan kesehatan milik

pemerintah. Seperti kita ketahui pada saat ini, sebagian besar fasilitas layanan

kesehatan yang digunakan oleh masyarakat dari golongan strata bawah adalah

fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah.

Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien

puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika

pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada

orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu

perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk

memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan

pasiennya.

Indikator kepuasan konsumen yaitu :

1. Karakteristik produk, produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit yang

bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk rumah sakit

meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar

yang disediakan beserta kelengkapannya.

2. Harga, yang termasuk didalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga

merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna

mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien

dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka

pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang

berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada

pasien.

3. Pelayanan, yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit dan kecepatan dalam

pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan

lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung di

rumah sakit. Kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap

pelayanan keperawatan yang diberikan.

4. Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan

salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit.

Akses menuju lokasi yang mudah dijangkau mempengaruhi kepuasan pasien

dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan di rumah sakit maupun pusat jasa

kesehatan lainnya. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan

atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik

akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit

tersebut.

5. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian kepuasan

pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir,

ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap. Walaupun hal ini tidak

vital menentukan penilaian kepuasan klien, namun rumah sakit perlu

memberikan perhatian pada fasilitas rumah sakit dalam penyusunan strategi

untuk menarik konsumen.

6. Citra (image), yaitu reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap lingkungan.

Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan pasien dimana pasien

memandang rumah sakit mana yang akan dibutuhkan untuk proses

penyembuhan. Pasien dalam menginterpretasikan rumah sakit berawal dari cara

pandang melalui panca indera dari informasi-informasi yang didapatkan dan

pengalaman baik dari orang lain maupun diri sendiri sehingga menghasilkan

anggapan yang positif terhadap rumah sakit tersebut.

7. Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang tidak

rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan kenyamanan suatu

rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus diikutsertakan dalam

penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau konsumen. Aspek ini

dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi rumah sakit, kebersihan,

kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata letak,

penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah, kesegaran ruangan dan lain-

lain.

8. Suasana, meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah sakit

yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi kepuasan

pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja

yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung ke rumah sakit akan

sangat senang dan memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan

bagi pengunjung rumah sakit tersebut. Aspek ini tidak hanya penting untuk

memberikan kepuasan semata, tetapi juga memberi perlindungan kepada pasien

dari hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan pasien seperti jatuh,

kebakaran, dan lain-lain.

9. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan

keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan

cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan

terhadap keluhan pasien. Komunikasi dalam hal ini juga termasuk perilaku, tutur

kata, keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan informasi

dan komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan

pasien rumah sakit.

Manfaat utama dari program pengukuran adalah tersedianya umpan balik

yang segera, berarti dan objektif. Dengan hasil pengukuran orang bisa melihat

bagaimana mereka melakukan pekerjaannya, membandingkan dengan standar kerja,

dan memutuskan apa yang harus dilakukan untuk melakukan perbaikan berdasarkan

pengukuran tersebut.

2.2.3 Kepercayaan Pasien

Menurut Moven dan Minor (2002) kepercayaan konsumen merupakan suatu

perasaan percaya yang bersifat psikologis terhadap suatu produk, baik produk secara

fisik maupun manfaat yang diberikan oleh produk tersebut termasuk pada janji-janji

suatu merek. Kepercayaan pasien terhadap sumah sakit menggambarkan adanya

perasaan yakin dan percaya bahwa rumah sakit akan mampu memenuhi harapannnya

sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh rumah sakit tersebut. Adanya kepercayaan ini,

akan menciptakan jalinan relasi antara rumah sakit dan pasien sedemikian rupa

sehingga dapat mendorong terciptanya kesetiaan/loyalitas pasien yang nantinya akan

tercipta kesediaan untuk mempertimbangkan produk baru yang ditawarkan rumah

sakit lain dikemudian hari.

Setiap orang mempunyai standar pribadinya masing-masing, suatu standar

yang tidak resmi dan tidak tertulis. Pasien akan mengukur kinerja layanan kesehatan

yang diperolehnya dengan menggunakan standar pribadinya, yaitu standar tidak resmi

tersebut. Namun, sedikit banyak kesenjangan antara harapan pasien dengan kinerja

layanan kesehatan yang diperolehnya dapat dikurangi yaitu dengan adanya

komunikasi yang baik antara penyelenggara layanan kesehatan dengan pasien.

Menurut Moven dan Minor (2002) kepercayaan objek adalah kepercayaan konsumen

terhadap produk, orang atau perusahaan. Hal tersebut digambarkan dalam :

1. Kredibilitas

Kredibilitas menggambarkan tingkat keyakinan yang dimiliki oleh satu pihak

lain, yang mengandung nilai-nilai kebenaran. Pada umumnya, pengukuran

kredibilitas dilakukan melalui kata-kata. Semakin tinggi keyakinan pasien

terhadap kata-kata yang tercermin dalam janji rumah sakit, maka semakin tinggi

pula tingkat kepercayaan tersebut. Keyakinan ini menggambarkan pula

keyakinan dalam artian psikologis (believability) dan realistis (truthfilness)

dimana kata-kata tersebut mengandung nilai-nilai kebenaran.

2. Reabilitas

Reabilitas hampir sama dengan kredibilitas, yaitu menggambarkan tingkat

keyakinan pelanggan terhadap tindakan dari perusahaan. Semakin tinggi tingkat

reabilitas maka semakin tinggi pula tingkat kepercayaan pasien terhadap rumah

sakit. Hal ini mencakup penilaian terhadap nilai-nilai rumah sakit berdasarkan

harapan pelanggan dimasa yang akan datang (predictability) dan nilai-nilai yang

telah disosialisasikan kepada para pasien melalui berbagai macam media massa.

3. Keamanan

Keamanan menggambarkan tersedianya keamanan atau keselamatan yang telah

dan akan dirasakan oleh pelanggan. Keamanan dan keselamatan ini mencakup

keamanan mengenai kerahasiaan identitas pasien, keamanan financial dan

keamanan dalam proses transaksi dan keamanan bahwa harapannya akan

terwujud karena pasien yakin akan kemampuan rumah sakit. Semakin tinggi

tingkat keamanan, maka semakin tinggi pula kepercayaan pasien rumah sakit.

4. Kepedulian

Kepedulian mencakup perhatian perusahaan terhadap pelanggan. Semakin tinggi

kepedulian komitmennya maka semakin tinggi pula konsumernya. Semakin

tinggi tingkat kepedulian suatu rumah sakit maka semakin tinggi pula jumlah

pasien rumah sakit tersebut.

2.2.4 Mutu Pelayanan Kesehatan

Definisi mutu berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan

pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.

Menurut Wyckof yang dikutip oleh Tjiptono (2002), mutu adalah tingkat keunggulan

yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi

keinginan pelanggan. Baik tidaknya mutu tergantung pada kemampuan penyedia jasa

dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.

Parasuraman dkk dalam Tjiptono (2005) mengukur mutu pelayanan dalam

lima dimensi dan mengembangkan model yang komprehensif dari mutu pelayanan

kesehatan yang berfokus pada aspek fungsi dari pelayanan, yaitu :

1. Reliability (kehandalan)

Kemampuan untuk memberikan jenis pelayanan yang tepat, terpercaya,

akurat dan konsisten sesuai dengan yang telah dijanjikan kepada konsumen,

misalnya penerimaan pasien yang cepat, tepat dan tidak berbelit, pelayanan

pemeriksaan, pengobatan, perawatan serta perawat menjelaskan apa yang harus

dipatuhi atau tidak bisa dilanggar oleh pasien.

2. Responsiveness (daya tanggap)

Kesadaran atau keinginan karyawan untuk membantu konsumen dan

memberikan pelayanan dengan cepat dan bermakna serta kesediaan mendengar

dan mengatasi keluhan yang diajukan konsumen misalnya penyediaan sarana

yang sesuai untuk menjamin terjadinya proses yang tepat (Kotler, 2004).

3. Assurance (jaminan)

Pengetahuan atau wawasan, kesopansantunan, percaya diri dari pemberi

pelayanan, serta respek terhadap konsumen. Kemampuan karyawan untuk

menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan

terhadap pasien misalnya kepercayaan pasien terhadap jaminan kesembuhan dan

keamanan.

4. Empathy (empati)

Kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik dan memahami

kebutuhan pelanggan. Kesediaan karyawan untuk peduli memberikan perhatian

kepada pasien, misalnya karyawan mencoba mendekatkan diri pada pasien, jika

pasien mengeluh maka harus dicari solusi untuk mengatasi keluhan tersebut

dengan menunjukkan rasa peduli yang tulus dan penuh kesabaran (Kotler, 2004).

5. Tangibles (faktor fisik), yaitu fasilitas fisik, perlengkapan, serta penampilan

personil. Yang termasuk aspek tangible adalah gedung, tarif rumah sakit,

kebersihan serta penataan ruangan serta perlengkapan yang menunjang

pelayanan.

2.3 Hubungan Antar Variabel

2.3.1 Hubungan Mutu Pelayanan dengan Kepuasan

Penelitian Trisno (2008) dan Nuraini (2009) mengemukakan bahwa ada

hubungan antara mutu pelayanan dengan kepuasan. Pelayanan yang baik adalah

kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang dapat memberikan

kepuasan kepada pelanggan dengan standar yang telah ditetapkan. Kemampuan

tersebut ditunjukkan oleh sumber daya manusia dan sarana serta prasarana yang

dimiliki. Untuk mencapai kecepatan dan ketepatan pelayanan yang akan diberikan,

pelayanan yang baik juga perlu didukung oleh ketersediaan dan kelengkapan produk

yang dibutuhkan pelanggan. Hal tersebut menghasilkan hipotesis bahwa semakin

tinggi mutu pelayanan maka semakin tinggi kepuasan.

2.3.2 Hubungan Mutu Pelayanan dengan Kepercayaan

Penelitian yang dilakukan Sharma dan Patterson (1999) dalam Hermanto

(2006) mengemukakan bahwa untuk mendapatkan kepercayaan yang merupakan

salah satu komponen relationship marketing hendaknya didorong oleh kualitas teknis

dan fungsional yang memadai. Sehingga menghasilkan hipotesis bahwa semakin

tinggi mutu pelayanan maka semakin tinggi kepercayaan.

2.3.3 Hubungan Mutu Pelayanan dengan Kesetiaan

Kaitan antara loyalitas pelanggan dan kualitas layanan juga dikemukakan oleh

Zeithaml et al (1996) dalam Affandi (2011). Dalam penelitiannya, dikemukakan

bahwa kualitas layanan berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumen

untuk loyal terhadap suatu layanan/produk. Dalam penelitiannya, Zeithaml

menunjukkan bahwa kualitas layanan yang baik akan berdampak pada terbentuknya

perilaku konsumen yang positif, seperti pembelian ulang, menurunnya sensitifitas

terhadap harga, dan peningkatan nilai layanan di mata konsumen. Dari paparan

tersebut dapat diajukan hipotesis bahwa semakin tinggi mutu pelayanan maka

semakin tinggi kesetiaan pasien.

2.3.4 Hubungan Kepuasan dengan Kesetiaan

Kaitan kepuasan dan loyalitas pelanggan dikemukakan oleh Nielsen (1998)

dalam Affandi (2011). Meningkatnya kepuasan akan berpengaruh terhadap

peningkatan loyalitas pelanggan. Hal tersebut dapat dipahami mengingat tingginya

kepuasan akan membuat pelanggan menjaga hubungan baik yang telah terjalin

dengan penyedia jasa.

Seperti halnya pasien, jika mereka lebih setia atau memiliki loyalitas yang

tinggi maka pasien akan lebih sering memanfaatkan rumah sakit sebagai sarana

pelayanan kesehatan, rela membayar lebih banyak dan tetap mau datang berobat

kembali meskipun rumah sakit tersebut mengalami kesulitan. Kepuasan belum tentu

menyebabkan loyalitas, tetapi loyalitas biasanya diawali dengan kepuasan terlebih

dahulu.

2.3.5 Hubungan Kepercayaan dengan Kesetiaan

Penelitian yang dilakukan oleh Chaudhuri dalam Aulia (2010) menemukan

bahwa kepercayaan merupakan penggerak yang mempengaruhi loyalitas pada benak

pelanggan. Hal serupa pun dikemukakan oleh Chumpitaz et al (2005) pada studi

penelitian pada bisnis on-line pun menemukan bahwa kepercayaan pelanggan

berpengaruh pada loyalitas pelanggan. Morgan dan Hunt (1994) menambahkan pula,

bahwa tingginya kepercayaan akan dapat berpengaruh terhadap menurunnya

kemungkinan untuk melakukan perpindahan terhadap penyedia jasa lain. Berdasarkan

penjabaran diatas, penelitian ini akan menganalisa hubungan kepercayaan terhadap

loyalitas pasien.

2.4 Kerangka Konsep

Dari pemaparan telaah pustaka tersebut, maka dapat dikembangkan suatu

kerangka pemikiran teoritis yang dapat dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut :

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan Gambar 2.2, variabel laten eksogen dalam penelitian ini adalah

mutu. Sedangkan variabel laten endogen dalam penelitian ini adalah variabel

kepuasan, kepercayaan dan kesetiaan pasien.

2.5 Hipotesis Penelitian

1. Mutu pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan

2. Mutu pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan

3. Mutu pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kesetiaan pasien

4. Kepuasan berpengaruh signifikan terhadap kesetiaan pasien

5. Kepercayaan berpengaruh signifikan terhadap kesetiaan pasien.

mutu kesetiaan

kepuasan

kepercayaa