bab ii tinjauan pustaka 2.1 sistem...
TRANSCRIPT
FTIP001635/018
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Kerja
Suatu sistem kerja terdiri dari elemen manusia, material, mesin,metode
kerja dan lingkungan. Elemen-elemen tersebut saling berinteraksi sehingga dapat
mempengaruhi performansi sistem tersebut, dimana salah satu interaksi
elemennya adalah ergonomi yaitu hubungan antara manusia dengan alat atau
mesin. Ergonomi merupakan pendekatan ilmiah interdisiplin dari penerapan
prinsip-prinsip perilaku manusia untuk perancangan sistem manusia-mesin yang
diarahkan pada penyesuaian terhadap mesin dan peralatan bantu, untuk
memperbaiki performan dengan kondisi yang aman, nyaman, efisien, sehat dan
selamat dalam bekerja (Sutalaksana, dkk. 2006).
Barnes (1980) mengemukakan bahwa pendekatan yang harus
dipertimbangkan dalam perancangan sistem kerja yang baik adalah dengan :
1) Meniadakan gerakan kerja yang tidak diperlukan
2) Menggabungkan setiap operasi atau elemen kerja
3) Mengubah urutan operasi
4) Menyederhanakan operasi yang diperlukan.
Perbaikan sistem kerja berpengaruh besar terhadap peningkatan nilai
produktivitas, baik produktivitas organisasi, produktivitas penjualan, produktivitas
produk, maupun tenaga kerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Santos (1994) pada kontraktor konstruksi
baja, terlihat adanya gambaran pengaruh perbaikan sistem kerja terhadap
peningkatan produktivitas. Perbaikan sistem kerja dapat meningkatkan
produktivitas total sebesar 4%, produktivitas tenaga kerja sebesar 49%, dan
produktivitas produk sebesar 47%.
Byrd dan Moore (1986) dalam Husein (2009) menyebutkan bahwa
penurunan produktivitas kerja pada pekerja terutama oleh adanya kelelahan kerja.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kelelahan kerjaadalah
adanya monotoni pekerjaan ; adanya intensitas dan durasi kerja mental dan fisik
FTIP001635/019
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
5
yang tidak proporsional; faktor lingkungan kerja, cuaca dan kebisingan; faktor
mental seperti tanggung jawab, ketegangan dan adanya konflik-konflik; serta
adanya penyakit-penyakit, kesakitan dan nutrisi yang tidak memadai (ILO, 1983
dalam Husein, 2009).
2.1.1 Ergonomi
Ergonomi atau Ergonomis (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari
kata Yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti aturan atau
hukum. Ergonomi mempunyai berbagai batasan arti, di Indonesia disepakati
bahwa ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha untuk
menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan
tujuan tercapainya produktifitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui
pemanfaatan manusia seoptimal-optimalnya (Nurmianto, 1996).
Prasetyowibowo (1998) dalam bukunya yang berjudul “Desain Produk
Industri”, menjelaskan bahwa salah satu manfaat ergonomi yaitu untuk
merencanakan sistem pengaturan instrumen yang mudah dihadapi oleh manusia,
dan menyertakan perancangan dari peralatan dan berbagai jenis atau bentuk alat-
alat pengatur instrumen.
Pada artikel yang dikeluarkan oleh Pusat Kesehatan Kerja Departemen
Kesehatan yang berjudul “Ergonomi” (2000), menjelaskan bahwa aplikasi atau
penerapan ergonomi untuk kegiatan kerja antara lain :
1) Posisi Kerja
Posisi kerja terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri. Posisi
duduk dimana kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil
selama bekerja. Sedangkan posisi berdiri dimana posisi tulang belakang
vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.
2) Proses Kerja
Dalam proses kerja, pekerja harus dapat menjangkau instrumen
sesuai dengan posisi saat bekerja dan sesuai dengan ukuran
anthopometrinya.
FTIP001635/020
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
6
3) Tata Letak Tempat Kerja
Dalam tata letak tempat kerja, tampilan instrumen-instrumen harus
jelas terlihat pada saat melakukan aktivitas kerja. Tampilan yang berupa
simbol-simbol yang berlaku secara internasioanal lebih banyak digunakan
daripada kata-kata.
4) Mengangkat Beban
Bermacam-macam cara mengangkat beban yakni: dengan kepala,
bahu, tangan, punggung, dan sebaginya. Beban yang terlalu berat dapat
menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian akibat
gerakan yang berlebihan.
Penerapan ergonomi akan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas kerja,
serta dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman, mapan, dan nyaman.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menciptakan lingkungan kerja yang
ergonomis, antara lain : merancang tempat duduk yang nyaman, desain interior
yang indah dan dengan warna-warna yang sejuk dipandang mata, penempatan
instrumen yang dijangkau dan dioperasikan dengan gerak reflek, dan desain
medan pandang yang mudah dalam sistem pengaturan instrumen dan berbagai
instrumen tambahan agar terciptanya lingkungan kerja yang ergonomis, dapat
mencegah terjadinya kecelakaan kerja akibat kelelahan (Santoso, 2006).
2.1.2 Studi Gerakan
Studi gerakan adalah sebuah analisa yang dilakukan kepada para pekerja
terhadap beberapa gerakan bagian tubuh dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Untuk memudahkan penganalisisan terhadap gerakan-gerakan yang dipelajari,
perlu dikenali terlebih dahulu apa yang disebut dengan gerakan-gerakan dasar.
Barnes (1980) menyatakan bahwa ada 17 gerakan dasar yang dikemukakan oleh
Gilberth untuk semua jenis kerja manual yaitu :
1) “Mencari (Search)
Elemen gerakan mencari merupakan gerakan dasar dari pekerja untuk
menemukan lokasi objek. Gerakan ini dimulai pada saat mata bergerak
mencari objek dan berakhir bila objek sudah ditemukan. Mencari
FTIP001635/021
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
7
merupakan gerak yang tidak efektif dan masih dapat dihindarkan misalnya
dengan menyimpan peralatan atau bahan-bahan pada tempat yang tetap
sehingga proses mencari dapat dihilangkan.
2) Memilih (Select)
Memilih adalah gerakan untuk menemukan suatu objek yang
tercampur. Therblig ini dimulai pada saat tangan dan mata mulai memilih,
dan berakhir bila objek sudah ditemukan.
3) Memegang (Graps)
Therblig ini adalah gerakan untuk memegang objek, bisaanya
didahului oleh gerakan menjangkau dan dilanjutkan oleh gerakan
membawa. Therblig ini merupakan gerakan yang efektif dari suatu
pekerjaan dan meskipun sulit untuk dihilangkan dalam beberapa keadaan
masih dapat diperbaiki.
4) Menjangkau (Reach)
Menjangkau adalah gerakan tangan berpindah tempat tanpa beban,
baik gerakan mendekati maupun menjauhi objek. Gerakan ini bisaanya
didahului oleh gerakan melepas dan diikuti oleh gerakan memegang.
5) Membawa (Move)
Elemen gerak membawa juga merupakan gerak perpindahan tangan,
hanya dalam gerakan ini tangan dalam keadaan dibebani. Gerakan
membawa biasanya didahului oleh memegang dan dilanjutkan oleh
melepas atau dapat juga oleh pengarahan.
6) Memegang untuk memakai (Hold)
Pengertian memegang untuk memakai disini adalah memegang tanpa
menggerakkan objek yang dipegang. Pada memegang, pemegangan
dilanjutkan dengan gerakan membawa, sedangkan memegang untuk
memakai tidak demikian. Therblig ini merupakan gerakan yang tidak
efektif.
7) Melepas (Release)
Elemen gerak melepas terjadi bila seorang pekerja melepaskan objek
yang dipegangnya. Therblig ini dimulai pada saat pekerja mulai
FTIP001635/022
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
8
melepaskan tangannya dari objek dan berakhir bila seluruh tangannya
tidak menyentuh objek lagi.
8) Mengarahkan (Position)
Therblig ini merupakan gerakan mengarahkan suatu objek pada suatu
lokasi tertentu. Mengarahkan bisaanya didahului oleh gerakan mengangkut
dan diikuti oleh gerakan merakit (assembling).
9) Mengarahkan sementara (Pre-position)
Menempatkan objek pada tempat sementara atau menempatkan objek
tersebut pada posisi yang tepat untuk gerakan yang berurutan. Tujuan dari
pengarahan sementara ini adalah untuk memudahkan pemegangan apabila
objek tersebut akan ditangani kembali.
10) Pemeriksaan (Inspect)
Therblig ini merupakan pekerjaan memeriksa objek untuk mengetahui
apakah objek telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Elemen ini dapat
berupa gerakan melihat seperti untuk memeriksa warna, meraba seperti
memeriksa kehalusan permukaan, mencium, mendengarkan, dan kadang-
kadang merasa dengan lidah.
11) Merakit (Assemble)
Merakit adalah gerakan yang menggabungkan satu objek dengan
objek lainnya sehingga manjadi satu kesatuan. Gerakan ini bisaanya
didahului oleh salah satu therblig membawa atau mengarahkan dan
dilanjutkan oleh therblig melepas.
12) Lepaskan rakit (Disassemble)
Memisahkan satu objek dari objek lain yang menjadi bagian
integrasinya. Melepas rakitan didahului oleh memegang dan dilanjutkan
oleh membawa atau bisaanya dilanjutkan oleh melepas.
13) Memakai (Use)
Memakai yaitu memanipulasi alat untuk tujuan yang telah
dimaksudkan. Memakai mewakili gerak untuk gerakan selanjutnya yang
telah dipersiapkan dan untuk gerakan tambahan.
FTIP001635/023
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
9
14) Keterlambatan yang tak terhindarkan (Unvoidable delay)
Keterlambatan yang diakibatkan oleh hal-hal yang terjadi diluar
kemampuan pengendalian pekerja. Keterlambatan yang tidak terhindarkan
timbul karena ketentuan cara kerja yang mengakibatkan satu tangan
menganggur sementara tangan yang lain bekerja.
15) Keterlambatan yang dapat dihindari (Avoidable delay)
Keterlambatan yang dapat dihindari adalah keterlambatan yang timbul
sepanjang waktu kerja oleh pekerja dengan sengaja maupun tidak
disengaja. Contohnya yaitu pekerja yang menghentikan semua gerakan
tangannya.
16) Merencanakan (Plan)
Merupakan proses mental dimana operator menentukan tindakan yang
akan diambil selanjutnya.
17) Istirahat untuk menghilangkan lelah (Rest for overcome fatigue)
Istirahat merupakan waktu yang telah diperhitungkan pada faktor
penyesuaian untuk pekerja agar bisa beristirahat untuk pemulihan tenaga
agar dapat melakukan kerja kembali.”
2.1.3 Prinsip-Prinsip Ekonomi Gerakan
Ekonomi gerakan yang dimaksud adalah gerakan yang bersifat ekonomis
yang berhubungan langsung dengan pekerja terhadap pekerjaannya untuk
meningkatkan nilai produktivitas.
Suhardi (2008) dalam bukunya yang berjudul “Perancangan Sistem Kerja
dan Ergonomi Industri” menjelaskan bahwa prinsip ekonomi gerakan bisa
dipergunakan untuk menganalisa gerakan-gerakan kerja setempat yang terjadi
dalam sebuah stasiun kerja dan bisa juga untuk kegiatan-kegiatan kerja yang
berlangsung secara menyeluruh dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja yang
lainnya. Secara ringkas prinsip ekonomi gerakan, ini akan membahas:
1) Tubuh manusia dan gerakan-gerakannya.
2) Tata letak tempat kerja dan gerakan-gerakannya.
3) Perancangan peralatan dan gerakan-gerakannya.
FTIP001635/024
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
10
Barnes (1980) menyatakan bahwa Gilberth menyusun aturan-aturan
ekonomi dan efisiensi gerakan pekerja pada saat bekerja, prinsip ekonomi gerakan
sangat membantu dalam perancangan sistem kerja yang baik sehingga dapat
memungkinkan dilakukannya gerakan-gerakan yang ekonomis, efisien, dan
efektif.
Niebel (1999) dalam Rohman (2008) menyatakan bahwa perbaikan kerja
dilakukan dengan melakukan analisis pada peta tangan kiri dan tangan kanan yang
telah dibuat maka pola gerakan tangan yang dianggap tidak efisien dan
bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi gerakan diusulkan untuk diperbaiki.
Herjanto (2007) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Operasi”
menyimpulkan bahwa dalam mengembangkan metode kerja dengan gerakan yang
efisien (ekonomi gerakan), hal-hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Hilangkan gerakan yang tidak perlu
2. Gabungkan gerakan
3. Kurangi kelelahan
4. Tingkatkan pengaturan tempat kerja
5. Tingkatkan desain mesin dan peralatan
Penelitian yang dilakukan oleh Rohman (2008) mengenai studi gerak dan
waktu dengan analisis biomekanika pada proses panen tebu di PG. Bungamayang,
Lampung menjelaskan bahwa perbaikan sistem kerja dengan prinsip ekonomi
gerakan untuk menghilangkan gerakan mengganggur siklus gerakan peta tangan
kanan dan tangan kiri proses penebangan tebu sebesar 16,67% dapat
meningkatkan produktivitas terhadap pekerja sebesar 34 %.
2.1.4 Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan
Peta tangan kiri dan tangan kanan adalah peta yang menggambarkan
semua gerakan-gerakan saat bekerja dan waktu menganggur yang dilakukan oleh
tangan kiri dan tangan kanan, juga menunjukkan perbandingan antara tugas yang
dibebankan pada tangan kiri dan tangan kanan ketika melakukan pekerjaan
(Suhardi, 2005).
FTIP001635/025
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
11
Gambar 1. Lembar Pemetaan Untuk Tangan Kiri dan Tangan Kanan
2.2 Kondisi Lingkungan Kerja Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Manusia
Ditempat kerja, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan
kerja seperti; faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis dan faktor psikologis.
Sutalaksana (1979) menyebutkan bahwa yang termasuk faktor fisik lingkungan
kerja didefinisikan sebagai semua keadaan yang terdapat disekitar tempat kerja
yang akan mempengaruhi kinerja pekerja, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Sastrowinoto (1985) dalam bukunya yang berjudul “Meningkatkan
Produktivitas Dengan Ergonomi” menyebutkan faktor-faktor yang menentukan
terbentuknya lingkungan kerja yang baik agar pekerja dapat melaksanakan
pekerjaannya dengan optimal, sehat, aman, dan nyaman antara lain:
1) Suhu normal lingkungan kerja
2) Kelembaban ruangan
3) Pencahayaan
4) Tingkat kebisingan
Keadaan lingkungan kerja yang kurang baik akan memerlukan tenaga dan
waktu yang lebih lama dalam melaksanakan proses produksi dan berakibat pada
penurunan efisiensi efektivitas kerja (Suma`mur, 1989).
PETA TANGAN KIRI DAN KANAN Pekerjaan : No Peta : Sekarang Usulan Dipetakan Oleh :
TANGAN KIRI Jarak (m) Waktu (dt) Waktu (dt) Jarak (m) TANGAN
KANAN
Total Ringkasan Waktu tiap siklus : Jumlah produk tiap siklus :
FTIP001635/026
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
12
Penelitian yang dilakukan oleh Elfrida (2009) pada penilaian dan
perbaikan sistem kerja di CV. Haycal Pratama yang bergerak dalam bidang
konstruksi bangunan menjelaskan bahwa kondisi pekerjaan memiliki kontribusi
secara langsung terhadap job stress karyawan sebesar 0,3 %, kondisi lingkungan
fisik memiliki kontribusi secara langsung terhadap job stress karyawan sebesar
6,7% dan kondisi lingkungan sosial memiliki kontribusi langsung terhadap job
stress sebesar 88,2 %.
2.2.1 Temperatur
Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan keadaan normal
dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan yang terjadi diluar tubuh tersebut (Wignjosoebroto,
2006).
Dalam keadaan normal tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur
tubuh berbeda-beda seperti bagian mulut sekitar lebih kurang 370 C, bagian dada
lebih kurang 350 Celcius, dan bagian kaki lebih kurang 280C. Berikut adalah
pengaruh yang ditimbulkan pada berbagai tingkat suhu disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh Yang Ditimbulkan Pada Berbagai Tingkat Suhu Suhu (0C) Pengaruh Yang Ditimbulkan
± 490C Temperatur yang hanya mampu ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh diatas tingkat kemampuan fisik dan mental. Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun drastis
± 300C Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan cenderung untuk membuat kesalahan dalam pekerjaan, timbul kelelahan fisik.
± 240C Kondisi optimum ± 100C Kelakuan fisik yang extrem mulai muncul.
Sumber : Wignjosoebroto (2006)
2.2.2 Kelembaban
Kelembaban dapat didefinisikan banyaknya air yang terkandung dalam
udara, yang bisa dinyatakan dengan persentase (Wignjosoebroto, 2006).
Menurut Sutalaksana, dkk (2006) dalam bukunya yang berjudul “Teknik
Tata Cara Kerja” menjelaskan bahwa kondisi saat temperatur udara sangat panas
FTIP001635/027
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
13
dan kelembabannya tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh
secara besar-besaran, karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin
cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi
kebutuhan akan oksigen. Suhu yang dianjurkan ditempat kerja adalah 24-260C
suhu kering pada kelembaban 65-95% (Suma’mur, 1989).
2.2.3 Pencahayaan (Lighting)
Pencahayaan sangat mempengaruhi manusia untuk melihat objek-objek
secara jelas dan cepat tanpa menimbulkan kesalahan dimana sumber cahaya yang
dipergunakan harus menghasilkan kadar penerangan yang tetap dan menyebar
merata (Suma’mur, 1991).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405 Tahun 2002,
pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan
untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Tingkat pencahayaan yang
dibutuhkan menurut jenis kegiatannya seperti berikut:
Tabel 2. Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja
Jenis kegiatan Tingkat Pencahayaan Minimal (lux) Keterangan
Pekerjaan kasar dan tidak terus – menerus
100 Ruang penyimpanan & ruang peralatan/instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinyu
Pekerjaan kasar dan terus – menerus
200 Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar
Pekerjaan rutin 300 Ruang administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin & perakitan/penyusun
Pekerjaan agak halus
500 Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor, pekerjaan pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin
Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna, pemrosesan tekstil, pekerjaan mesin halus & perakitan halus
Pekerjaan amat halus
1500 Tidak menimbulkan
bayangan
Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus
Pekerjaan terinci 3000 Tidak menimbulkan
bayangan
Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus
Sumber : KEPMENKES RI. No.1405/MENKES/SK/XI/02
FTIP001635/028
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
14
Menurut Prijatna (2006), langkah-langkah dalam menentukan tingkat
pencahayaan adalah:
1) Mengukur dimensi ruangan
2) Mengamati tata letak lampu dalam ruangan
3) Menentukan jenis lampu yang digunakan
4) Mengukur intensitas cahaya dalam ruangan.
5) Menentukan jumlah titik lampu
Pada kenyataannya sebagian cahaya yang dihasilkan, akan berkurang
sebelum mencapai bidang kerja. Suatu koefisien pemanfaatan (Cu) yang mewakili
cahaya yang mencapai bidang, dan faktor LLF dapat dimasukkan dalam rumus
perhitungan untuk menghitung kebutuhan lampu untuk pencahayaan.
n= ExA
lumenxCuxLLF
Keterangan :
n = Jumlah lampu yang dibutuhkan E = Jumlah lumen yang dibutuhkan (lux)
A = Luas ruangan (m2) Cu = Coefisien of Utilization (50 - 65 ) % LLF = Light Loss Factor (0.7 - 0.8)
2.2.4 Kebisingan (Noise)
Kebisingan adalah semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi atau alat-alat kerja yang pada tingkat
tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Hiperkes Depnakertrans RI,
1999 dalam Soeripto, 2000).
Pengaruh kebisingan yang utama pada manusia adalah hilang atau
menurunnya pendengaran, Suma’mur (1989) menyatakan efek kebisingan pada
pendengaran mulu-mula adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat
sesudah kebisingan berhenti, tetapi jika bekerja terus-menerus ditempat bising
dapat berakibat kehilangan daya dengar yang tetap dan tidak dapat pulih kembali.
.............................. (1)
FTIP001635/029
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
15
Pada Tabel 3 berikut akan ditunjukkan skala intensitas kebisingan yang bisa
terjadi di suatu tempat akibat alat/keadaan.
Tabel 3. Kondisi Suara dan Batas Tingkat Kebisingan Kondisi Suara Desibel (dB) Batas Dengar Tertinggi
Menulikan 120 Halilintar 110 Meriam 100 Mesin Uap
Sangat Hiruk Pikuk Jalan Hiruk Pikuk
90 Perusahaan Sangat Gaduh 80 Pluit Polisi
Kuat
Kantor Gaduh 70 Jalan Pada Umumnya
Radio 60 Perusahaan
Rumah Gaduh
Sedang 50 Kantor Pada Umumnya
Percakapan Kuat 40 Radio Perlahan
Tenang
Rumah Tenang 30 Kantor Pribadi
Auditorium 20 Percakapan
Sangat Tenang
10 Suara Daun-daun Berbisik-bisik Batas Dengar Terendah 0
Sumber : Wignjosoebroto,2006
Berdasarkan kondisi dan tingkat kebisingan, maka lama waktu yang
diperbolehkan menurut Kepmen No. 51/MEN/1999 adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Lama Tingkat Kebisingan yang Diperbolehkan Menurut
Kepmen No. 51/MEN/1999 Lama Kebisisngan yang
diperbolehkan/ hari (Jam) Maksimum, dB
8 85 4 88 2 91 1 94
0,5 97 0,25 100
FTIP001635/030
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
16
2.3 Pengemasan dan Pengepakan Susu
Pengemasan adalah seluruh rangkaian kegiatan mulai dari pengisian,
pembungkusan, pemberian etiket atau kegiatan lain yang dilakukan terhadap
produk rumahan untuk menghasilkan produk jadi (Hubeis, 1997). Faktor-faktor
yang harus diperhatikan pada proses pengemasan adalah cahaya, panas,
kelembapan, dan gas, mikroorganisme dan serangga (Fellows, 2000 dalam
Carolina, 2008).
Kemasan yang digunakan pada beberapa produk susu kemasan adalah
plastik karena sifat plastik yang menguntungkan yaitu seperti luwes, mudah
dibentuk, mempunyai adaptasi tinggi terhadap produk, tidak korosif seperti
logam, serta mudah dalam penyimpanannya (Syarief, 1989 dalam Kuswanto,
2009).
Winarno (1994) mengemukakan bahwa kemasan plastik memiliki
beberapa keunggulan yaitu sifatnya yang kuat tetapi ringan, inert, tidak karatan,
bersifat termoplastik, dan dapat diberi warna. Kelemahan bahan kemasan plastik
ini adalah adanya zat-zat monomer dan molekul kecil lainnya yang terkandung
dalam plastik yang dapat melakukan migrasi kedalam bahan makanan yang
dikemas.
Proses berikutnya dalam usaha untuk memperpanjang umur simpan sisi
agar tidak cepat rusak dalam penyimpanan di dalam lemari es (refrigerator)
dengan tujuan agar susu tidak akan cepat rusak dalam 1-2 hari. Proses
pendinginan ini dilakukan secara berkelanjutan agar tidak terjadi perkembangan
mikroorganisme yang dapat merusak makanan (Syarief, 1989 dalam Kuswanto,
2009).
Suatu pengepakan akan dikatakan sehat jika produk yang dikemasnya
dapat terjaga kesterilannya hingga dikonsumsi oleh konsumen dan dimana
prosesnya harus dapat menjaga mutu susu hasil pasteurisasi agar tidak lagi
terkontaminasi mikrobakteri (Aisyah, 2009).