bab ii tinjauan pustaka 2.1 pengenalan...

16
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Gurame Ikan gurame (Osphronemus gouramy) sudah dikenal sejak abad ke 18 baik sebagai ikan konsumsi maupun ikan hias. Semula gurame hanya terdapat di Sumatra, Jawa dan Kalimantan kemudian diintroduksikan ke Asia dan Australia. Jenis varietas gurame yang dibudidayakan di Indonesia antara lain gurame soang, jepun, blausafir, bastar, paris dan porselen (Ghufran dan Kordi 2012). Gurame merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang bernilai ekonomis tinggi. Menu ikan gurame dikenal sebagai hidangan yang eksklusif, karena selain nilai gizi yang tinggi, rasa dagingnya juga gurih, enak dan kompak sehingga harganya cukup tinggi. Gurame adalah salah satu komoditas andalan budidaya air tawar Indonesia walaupun pertumbuhannya lambat. 2.1.1 Klasifikasi Nama spesies gurame (Gambar 1) adalah Osphronemous gouramy dengan klasifikasi menurut Mahyuddin (2009) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Labyrinthici Famili : Anabantidae Genus : Osphronemous Spesies : Osphronemous gouramy

Upload: lenguyet

Post on 29-Aug-2018

259 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengenalan Gurame

Ikan gurame (Osphronemus gouramy) sudah dikenal sejak abad ke 18 baik

sebagai ikan konsumsi maupun ikan hias. Semula gurame hanya terdapat di

Sumatra, Jawa dan Kalimantan kemudian diintroduksikan ke Asia dan Australia.

Jenis varietas gurame yang dibudidayakan di Indonesia antara lain gurame soang,

jepun, blausafir, bastar, paris dan porselen (Ghufran dan Kordi 2012).

Gurame merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang bernilai ekonomis

tinggi. Menu ikan gurame dikenal sebagai hidangan yang eksklusif, karena selain

nilai gizi yang tinggi, rasa dagingnya juga gurih, enak dan kompak sehingga

harganya cukup tinggi. Gurame adalah salah satu komoditas andalan budidaya air

tawar Indonesia walaupun pertumbuhannya lambat.

2.1.1 Klasifikasi

Nama spesies gurame (Gambar 1) adalah Osphronemous gouramy dengan

klasifikasi menurut Mahyuddin (2009) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Labyrinthici

Famili : Anabantidae

Genus : Osphronemous

Spesies : Osphronemous gouramy

6

Gambar 1. Gurame

(Sumber : Arisandi 2012)

2.1.2 Morfologi

Gurame mempunyai bentuk badan agak panjang, pipih ke samping

(compressed) dan lebar. Sisiknya berukuran besar dengan tipe ctenoid, tepi sisik

agak kasar terutama pada sisik di bagian kepala. Kepala gurame muda berbentuk

lancip dan berdahi rata, sedangkan gurame dewasa memiliki bentuk kepala yang

lebih tumpul. Pada gurame jantan dewasa terdapat tonjolan seperti cula pada

bagian dahi atau kepala (Mahyuddin 2009).

Gurame memiliki lima buah sirip yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip

perut, sirip dubur dan sirip ekor. Sirip punggung cukup panjang dan berada di

bagian belakang tubuh. Sirip dada berukuran kecil, letaknya berada di belakang

tutup insang. Sirip perut mengalami modifikasi menjadi sepasang benang yang

panjang yang berfungsi sebagai alat peraba. Sirip ekor berbentuk bulat, sedangkan

sirip dubur bentuknya panjang mulai dari belakang sirip perut hingga pangkal

bawah sirip ekor.

Gurame mempunyai organ pernafasan tambahan yang disebut labirin,

yaitu selaput berlekuk-lekuk yang terletak di dalam rongga insang. Labirin

memiliki pembuluh darah kapiler yang dapat mengambil oksigen dari udara bebas

sehingga kadang-kadang gurame muncul ke permukaan dan menyembulkan

kepalanya ke atas permukaan air. Gurame dapat hidup pada perairan minim

oksigen dengan bantuan labirin.

7

Gurame termasuk ke dalam hewan omnivora namun cenderung herbivora.

Pakan yang diberikan kepada gurame biasanya berupa daun-daunan seperti daun

talas, sinkong, dll. Jika persediaan tumbuhan terbatas, gurame memakan bahan

organik yang terdapat di dasar perairan.

Persyaratan lokasi budidaya gurame adalah sebagai berikut :

1. Tanah yang digunakan bertekstur liat atau lempung berpasir, tidak porous

sehingga dapat menahan massa air yang besar.

2. Kemiringan tanah berkisar antara 3-5% untuk memudahkan pengairan

secara gravitasi.

3. Ketinggian lokasi antara 50-400 m dpl.

4. Kualitas air harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan

beracun maupun limbah pabrik.

5. Nilai derajat keasaman (pH) perairan berkisar antara 7-8.

6. Suhu air berkisar antara 24-30ºC.

7. Kandungan oksigen terlarut minimal 2 mg/L.

8. Kolam dengan kedalaman 100-120 cm dengan sistem air mengalir sangat

baik untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik gurame.

2.2 Kabupaten Majalengka

2.2.1 Profil Kabupaten Majalengka

Kabupaten Majalengka (Gambar 2) terletak di Provinsi Jawa Barat,

memiliki titik koordinat 6º32’16” - 7º4’24” LS dan 108º2’30” - 108º24’32” BT

dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya

2. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sumedang

3. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cirebon dan Kuningan

8

Gambar 2. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Majalengka

(Sumber : Bappeda Kab. Majalengka 2011)

Luas wilayah Kabupaten Majalengka adalah 120.424 ha, terdiri dari

26 Kecamatan, 323 desa dan 13 kelurahan dengan ketinggian antara 19-857 m

diatas permukaan laut (dpl). Berdasarkan kondisi topografinya Kabupaten

Majalengka dibagi ke dalam tiga daerah yaitu :

1. Daerah dataran rendah dengan ketinggian 19-50 m di atas permukaan laut.

Luasnya 345,69 km² atau 28,70% dari seluruh luas wilayah Majalengka.

2. Daerah bergelombang/berbukit dengan ketinggian 50-500 m di atas

permukaan laut. Luasnya 376,53 km² atau 31,27% dari seluruh luas

wilayah Majalengka.

3. Daerah pegunungan dengan ketinggian 500-857 m di atas permukaan laut.

Luasnya 482,02 km² atau 40,03% dari seluruh luas wilayah Majalengka.

9

Berdasarkan kondisi kemiringan lahan Kabupaten Majalengka dibagi ke dalam

tiga daerah yaitu :

1. Landai (kemiringan 0-15%) 68,26% dari luas wilayah Majalengka.

2. Berbukit bergelombang (kemiringan 15-40%) 18,53% dari luas wilayah

Majalengka.

3. Perbukitan terjal (kemiringan >40%) 13,21% dari luas wilayah

Majalengka.

Kabupaten Majalengka beriklim tropis dengan suhu udara rata-rata

berkisar antara 26,8°C sampai 29,3°C. Suhu udara maksimum terjadi pada bulan

Oktober yaitu 35,3°C, sedangkan suhu udara minimum terjadi pada bulan Agustus

dengan suhu 22,7ºC (Tabel 1). Kondisi cuaca Kabupaten Majalengka secara

lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Temperatur Udara Kabupaten Majalengka

Bulan Temperatur (ºC)

Rata-rata Maksimum Minimum

Januari 26,8 31,3 23,9

Februari 26,9 31,6 23,9

Maret 26,9 32,2 24,0

April 26,8 32,2 24,1

Mei 27,6 32,7 24,2

Juni 27,4 32,8 23,4

Juli 27,1 32,5 23,0

Agustus 27,5 33,4 22,7

September 28,5 34,5 24,1

Oktober 29,3 35,3 24,9

November 27,4 32,6 24,2

Desember 27,3 32,6 24,6

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka 2012

10

Tabel 2. Kondisi Cuaca Kabupaten Majalengka

Bulan Tekanan

Udara (mb)

Kelembaban

Nisbi (%)

Penyinaran

Matahari (%)

Curah Hujan

(mm)

Hari Hujan

(hari)

Januari 1008,3 83 32 77 17

Februari 1008,7 84 45 182 19

Maret 1008,9 84 44 567 26

April 1011,3 86 44 612 21

Mei 1011,5 82 63 142 17

Juni 1011,9 72 84 98 7

Juli 1012,1 73 76 - -

Agustus 1012,5 65 93 - -

September 1012,7 61 84 tidak tercatat 2

Oktober 1011,4 66 68 40 6

November 1010,6 83 44 394 23

Desember 1010,3 85 51 471 27

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka 2012

Sumber daya air di Kabupaten Majalengka terdiri dari air permukaan dan

air tanah. Potensi air permukaan diperoleh dari sungai Cimanuk dan Cilutung

serta beberapa anak sungai lainnya. Potensi air permukaan lainnya berasal dari

sumber mata air yang umumnya terdapat di bagian Selatan Kabupaten

Majalengka. Air tanah terdapat di bagian Utara dan Tengah Kabupaten

Majalengka dengan potensi ketersediaan yang cukup baik kecuali Kecamatan

Kertajati, Dawuan dan Ligung.

2.2.2 Kondisi Perikanan Kabupaten Majalengka

Total produksi budidaya perikanan Kabupaten Majalengka tahun 2012

adalah 6.611 ton (Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka 2013).

Budidaya kolam air tenang mendominasi kegiatan budidaya perikanan

Majalengka dengan total produksi 6.248 ton, kemudian diikuti dengan jenis

budidaya lain seperti budidaya mina padi, kolam air deras dan keramba.

11

Berdasarkan jenis komoditas yang dibudidayakan ikan nila menempati

posisi teratas dengan hasil produksi sebesar 2.973 ton. Komoditas lain yang cukup

banyak dikembangkan di Majalengka adalah ikan lele dengan hasil produksi

1.220 ton dan ikan mas dengan hasil produksi 1.180 ton. Produksi terendah adalah

komoditas bawal dengan hasil produksi 23 ton (Tabel 3).

Tabel 3. Produksi Perikanan Kabupaten Majalengka 2012

Jenis Komoditas Hasil Produksi (ton)

Nila 2.973,82

Lele 1.220,91

Mas 1.180,52

Gurame 806,31

Nilem 152,32

Sepat 105,52

Tawes 80,88

Tambak 41,46

Mujair 25,04

Bawal 23,92

Sumber : Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka 2013

2.3 Lahan Potensial Budidaya

Kegiatan budidaya perikanan dapat diartikan sebagai usaha untuk

memproduksi ikan dalam suatu lingkungan perairan yang terbatas dan terkontrol.

Setiap pelaku budidaya harus memahami lingkungan perairan tempat tumbuh dan

berkembang biak ikan pada habitat aslinya. Ada beberapa persyaratan untuk

media yang digunakan pada kegiatan budidaya sehingga ikan dapat tumbuh dan

berkembang biak dengan baik (Gusrina 2008).

12

Pemilihan lokasi budidaya yang tepat merupakan tahap awal yang sangat

penting dalam menjalankan aktivitas budidaya yang terpadu dan berkelanjutan

dengan tetap memperhatikan kepentingan sektor lain (Utojo et al. 2010). Menurut

Susanto (2012) lokasi yang akan dijadikan unit perkolaman harus memenuhi

persyaratan teknis. Persyaratan tersebut meliputi kondisi tanah dan kualitas air.

Selain itu juga terdapat faktor nonteknis yang harus diperhatikan seperti kondisi

infrastruktur, kepadatan penduduk dan tata guna lahan (Hossain et al. 2007).

Secara keseluruhan parameter kesesuaian lahan budidaya perikanan meliputi

kondisi lahan, kondisi tanah, kualitas air, dan kondisi infrastruktur (Zalina 2011).

2.3.1 Kondisi Lahan

Topografi adalah bentuk keseluruhan dari permukaan tanah. Data

topografi dibutuhkan dalam kegiatan budidaya karena akan berperan dalam

menentukan desain kolam dan tata letaknya. Tanah yang sangat miring tidak bisa

dibangun unit perkolaman. Sama halnya dengan tanah yang datar tidak

menguntungkan kegiatan budidaya karena akan menyulitkan pembuangan air

secara gravitasi.

Kemiringan lahan yang cocok untuk kegiatan budidaya berkisar antara

3-5% (Susanto 2012). Kemiringan 3% berarti setiap 100 cm ada perubahan

ketinggian sebesar 3 cm. Ketinggian tempat (elevasi) berkaitan dengan suhu udara

di sekitar lokasi budidaya. Gurame hidup dan berkembang dengan baik di dataran

rendah sampai sedang yang beriklim panas dengan ketinggian hingga 400 m di

atas permukaan laut.

Penggunaan lahan adalah penggolongan fungsi lahan secara umum berupa

pengkhususan kawasan-kawasan tertentu menurut tujuan penggunaannya seperti

pertanian, perkebunan, hutan, pemukiman atau daerah pariwisata. Penggunaan

lahan biasanya digunakan untuk evaluasi lahan secara kualitatif. Tidak semua

lahan cocok dijadikan sebagai lokasi budidaya ikan. Kawasan yang dapat

dijadikan lokasi budidaya ikan adalah kawasan perikanan, peternakan dan

pertanian (Pramudiyanti dan Taufiqurohman 2011).

13

2.3.2 Kondisi Tanah

Pada umumnya kegiatan budidaya perikanan di Indonesia masih

menggunakan sistem budidaya tradisional dan semi intensif, sehingga jenis tanah

yang digunakan untuk membangun kolam harus diperhatikan dengan baik. Tanah

yang digunakan untuk kolam harus memiliki tekstur yang kokoh sehingga mampu

menahan massa air. Tekstur tanah adalah perbandingan antara fraksi pasir, debu

dan liat yang menyusun tanah. Perbandingan antara setiap fraksi tersebut dapat

dilihat pada segitiga tekstur tanah (Gambar 3).

Gambar 3. Segitiga Tekstur Tanah

Jenis tanah yang baik untuk pembuatan kolam adalah jenis tanah liat

berpasir. Tanah ini jika digenggam mudah terbentuk, tidak pecah dan tidak

melekat pada tangan. Jenis kedua yang dianjurkan adalah jenis tanah lempung

dengan kandungan liat sekitar 30%. Kedua jenis tanah ini sangat kuat untuk

menahan air sehingga dapat dibuat pematang yang kokoh. Tanah dengan

kandungan pasir lebih dari 70% terutama yang berbatu tidak cocok untuk dibuat

kolam karena tidak dapat menahan air dan sulit dibentuk (Susanto 2012).

14

Derajat keasaman (pH) dan kandungan organik pada dasar kolam tanah

juga perlu diperhatikan. Derajat keasaman tanah akan mempengaruhi tingkat

keasaman air kolam budidaya. Sedangkan kandungan bahan organik pada dasar

kolam dapat menjadi sumber makanan bagi organisme bentos sehingga

berpengaruh terhadap kesuburan perairan. Kandungan bahan organik dapat

ditentukan melalui perhitungan persentasi dari karbon organik (Zalina 2011).

2.3.3 Kualitas Air

Air sebagai media budidaya ikan merupakan media tempat hidup bagi ikan

untuk tumbuh dan berkembang. Air yang digunakan untuk budidaya ikan harus

memenuhi standar kualitas yang sesuai untuk budidaya ikan. Parameter

pengukuran kualitas air antara lain :

1. Sumber Air

Berdasarkan sumbernya air yang digunakan untuk kegiatan budidaya ikan

ada dua macam yaitu air permukaan dan air tanah. Air permukaan adalah

air hujan yang terkumpul dan mengalami akumulasi di tempat rendah

seperti sungai, danau, waduk dan rawa yang tidak mengalami infiltrasi ke

dalam tanah. Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah.

Air tanah memiliki kandungan CO2 dan Fe yang relatif tinggi sehingga

harus melalui perlakuan (treatment) dulu sebelum digunakan untuk

kegiatan budidaya.

2. Suhu Air

Suhu air sangat berpengaruh terhadap proses kimia, fisika dan biologi di

dalam perairan sehingga perubahan suhu perairan akan menyebabkan

perubahan semua proses dalam perairan. Kenaikan suhu perairan akan

menyebabkan peningkatan viskositas, evaporasi serta penurunan kelarutan

gas dalam perairan seperti sehingga berpengaruh terhadap metabolisme

ikan. Suhu yang ideal bagi budidaya ikan sebaiknya tidak mengalami

perubahan yang mencolok antara siang dan malam. Pada penelitian lain

menunjukkan pengaruh suhu terhadap respon ikan dalam mengkonsumsi

pakan yang diberikan (Tabel 4).

15

Tabel 4. Respon Konsumsi Pakan Berdasarkan Suhu Perairan

Suhu Air (ºC) Respon Terhadap Pakan

Mendekati 0 Kondisi kritis minimal

8 – 10 Tidak ada respon terhadap pakan

15 Konsumsi pakan berkurang

22 50% optimum

28-30 Konsumsi pakan optimum

33 50% optimum

35 Konsumsi pakan berkurang

36 – 38 Tidak ada respon terhadap pakan

38 – 42 Kondisi kritis minimal

Sumber : Gusrina 2008

3. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman suatu kolam mementukan tingkat kesuburan dalam

perairan. Kondisi pH yang terlalu asam tidak baik untuk kegiatan budidaya

perikanan karena akan menurunkan produktivitas perairan dan dapat

mengganggu metabolisme ikan. Kondisi pH yang terlalu basa juga tidak

baik karena akan menghambat pertumbuhan ikan. Pengaruh nilai pH

perairan terhadap kondisi ikan dapat dilihat di Tabel 5.

Tabel 5. Kondisi Ikan Pada Berbagai Tingkat pH Perairan

Nilai pH Perairan Pengaruh Terhadap Ikan

4 Titik kematian ikan

4 – 5 Ikan tidak bereproduksi

4 – 6,5 Pertumbuhan ikan lambat

6,5 – 9 Kisaran yang sesuai untuk budidaya

11 Titik kematian ikan

Sumber : Boyd 1990

16

4. DO (Disolved Oxygen)

Oksigen merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme

karena semua makhluk hidup membutuhkan oksigen untuk bernapas.

Oksigen yang larut di dalam air disebut oksigen terlarut atau DO

(Disolved Oxygen). Ikan mendapatkan oksigen dalam bentuk oksigen

terlarut karena ikan tidak bisa mengambil oksigen secara langsung dari

udara. Oksigen terlarut digunakan untuk proses metabolisme dalam tubuh

ikan, karena itu kandungan oksigen terlarut yang kurang akan mengancam

kehidupan ikan. Kandungan oksigen terlarut yang baik untuk budidaya

ikan berkisar antara 4 – 9 mg/L (Gusrina 2008).

5. Kecerahan

Kecerahan adalah perkiraan kemampuan penetrasi sinar matahari

ke dalam perairan. Cahaya matahari berperan dalam proses asimilasi

fitoplankton pada perairan sehingga mempengaruhi kesuburan perairan.

Kecerahan merupakan ukuran tingkat transparansi perairan yang diukur

dengan alat berupa kepingan yang dinamakan secchi disk. Kondisi

perairan pada berbagai tingkat kecerahan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kondisi Perairan Pada Berbagai Tingkat Kecerahan

Hasil Pengukuran

Secchi Disk (cm)

Kondisi Perairan

> 20 Perairan terlalu keruh sehingga tidak sesuai untuk

budidaya perikanan

20 – 30 Tingkat kekeruhan masih terlalu tinggi

30 – 45 Perairan dalam kondisi yang sesuai untuk budidaya

45 – 60 Kandungan plankton mulai berkurang

60 < Perairan terlalu jernih, miskin kandungan plankton

sehingga produktivitas perairan rendah

Sumber : Boyd 1990

17

2.3.4 Kondisi Infrastruktur

Suatu lahan budidaya yang ideal tidak hanya memenuhi aspek teknis, tapi

juga harus memenuhi aspek nonteknis. Beberapa aspek nonteknis yang perlu

diperhatikan adalah sarana transportasi, jaringan listrik dan kondisi kepadatan

penduduk di sekitar lokasi budidaya.

Ketersediaan infrastruktur jalan dan listrik berpengaruh terhadap

kelancaran kegiatan budidaya. Kemudahan transportasi akan memperlancar proses

pengangkutan ikan, sedangkan ketersediaan listrik penting dalam menjaga

keberlangsungan kegiatan budidaya. Lahan yang baik untuk kegiatan budidaya

sebaiknya mudah dijangkau dengan jarak kurang dari 500 m dari jalan, sementara

itu jaringan listrik bisa dijangkau dengan jarak kurang dari 200 m dari lokasi

budidaya. Faktor nonteknis lainnya adalah kepadatan penduduk di sekitar lokasi

budidaya. Lahan budidaya yang dibangun di kawasan yang padat penduduk akan

mengalami kesulitan karena membutuhkan lahan yang luas. Kepadatan penduduk

kurang dari 1000 jiwa/km² adalah kepadatan yang sesuai untuk kegiatan budidaya

perikanan (Hossain et al. 2007).

2.5 Sistem Informasi Geografis (SIG)

2.5.1 Pengertian SIG

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu komponen yang terdiri dari

perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumber daya manusia yang

bekerja bersama secara efektif untuk memasukkan, menyimpan, memperbaiki,

memperbaharui, mengelola, memanipulasi, menganalisa dan menampilkan data

dalam bentuk informasi geografis (Hartoyo 2010). Sistem informasi geografis

memiliki kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik

tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa, dan memetakan hasil

akhirnya (GIS Konsorsium Aceh Nias 2007). Secara keseluruhan sistem informasi

geografis lebih unggul jika dibandingkan dengan sistem manual (Tabel 7).

18

Tabel 7. Keunggulan Sistem Informasi Geografis

Peta SIG Sistem Manual

Penyimpanan Database digital Skala dan standar berbeda

Pemanggilan kembali Sistematik Mahal dan memakan waktu

Analisa overlay Sangat cepat Memakan waktu dan tenaga

Analisa spasial Mudah Rumit

Penayangan Murah dan cepat Mahal

Sumber : GeoData 2008

2.5.2 Data Spasial

Data spasial adalah data yang berorientasi geografis yang memakai sistem

koordinat sebagai dasar referensi. Sumber dalam memperoleh data spasial adalah :

1. Peta Analog

Peta analog adalah peta dalam bentuk cetak, pada umumnya dibuat dengan

teknik kartografi dan memiliki referensi spasial seperti koordinat, skala,

arah mata angin dan sebagainya. Peta analog harus dikonversi terlebih

dahulu ke dalam format digital sebelum digunakan dalam SIG.

2. Data Sistem Penginderaan Jauh

Data penginderaan jauh adalah data yang berasal dari citra satelit, foto

udara dan sebagainya.

3. Data Pengukuran Lapangan

Data yang diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan, pada

umumnya merupakan sumber data atribut seperti batas kepemilikan lahan,

batas administrasi, batas hak pengusahaan hutan dan lain-lain.

4. Data GPS (Global Positioning System)

Data yang didapatkan dengan memanfaatkan teknologi GPS.

19

2.5.3 Geoprocessing

Geoprocessing merupakan sebuah tahap yang bertujuan untuk mengolah

data-data spasial yang telah dikumpulkan. Geoprocessing diawali dengan proses

input data awal, kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data sehingga

menghasilkan sebuah data baru yang telah diolah (output).

Geoprocessing memiliki berbagai jenis metode pengolahan data, namun

hanya metode tertentu yang akan digunakan pada pemetaan lahan potensial

budidaya gurame. Metode tersebut antara lain :

1. Overlay

Overlay merupakan metode untuk mengolah beberapa macam data input

dengan penyusunan data secara tumpang tindih. Salah satu contoh overlay

adalah metode intersect. Intersect adalah metode yang bertujuan untuk

menentukan area yang beririsan antara data-data input yang saling

bertumpang tindih. Output yang dihasilkan adalah area yang beririsan

diantara data-data input tersebut (Gambar 4).

Gambar 4. Ilustrasi Metode Intersect

20

2. Buffer

Buffer adalah metode yang bertujuan untuk membuat zona perluasan dengan

jarak tertentu dari data input yang dianalisis. Ilustrasi penggunaan metode

buffer pada data input berupa titik dan garis dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Ilustrasi Buffering Pada Titik dan Garis