gurame dasar penghapus1
DESCRIPTION
Gurame Dasar Penghapus1TRANSCRIPT
Dasar/Alasan Penghapus Pidana
Surastini Fitriasih-2012
PengertianPengertianHal-hal atau keadaan yang dapat mengakibatkan tidak dijatuhkanya pidana pada seseorang yang telah melakukan perbuatan yang dengan tegas dilarang & diancam dengan sanksi pidana oleh UU
Pembagian Dasar Penghapus Pidana Ditinjau dari Pengaturan
• Dasar Penghapus Pidana yang tertulisContoh: dasar penghapus pidana yang ada dalam KUHP, mis.: Bela paksa (Pasal 49 ayat (1) KUHP)
• Dasar Penghapus Pidana yang tidak tertulisContoh: tidak melawan hukum dalam arti
materil
Pembagian Dasar Penghapus Pidana Ditinjau dari Keberlakuan
A. Dasar Penghapus UmumDasar2 penghapus pidana yang dapat berlaku bagi setiap delik dan setiap orang
B. Dasar Penghapus KhususDasar2 penghapus pidana yang hanya berlaku pada delik2 tertentu dan orang2 tertentu.
Pembagian Dasar Penghapus Pembagian Dasar Penghapus Pidana Dalam KUHP (berdasarkan Pidana Dalam KUHP (berdasarkan
Kebelakuan)Kebelakuan)Dasar Penghapus
Umum• Pasal 44 KUHP• Pasal 48 KUHP• Pasal 49 KUHP• Pasal 50 KUHP• Pasal 51 KUHP
Dasar Penghapus Khusus
1. Pasal 166 KUHP2. Pasal 221 KUHP
Pembagian Dasar Penghapus Pidana Pembagian Dasar Penghapus Pidana yang Diatur Di Luar UU Berdasarkan yang Diatur Di Luar UU Berdasarkan
Keberlakuan Keberlakuan Berlaku Khusus:Hak mengawasi dan mendidik Hak jabatan: dokter Ijin korban: olah raga bela diri
tinju, karate; pasien yang dioperasiBerlaku Umum:• Tiada sifat melawan hukum dalam
arti materiil • Tiada kesalahan dalam arti materiil
(AVAS)
Pembagian Dasar Penghapus Pembagian Dasar Penghapus Pidana Menurut DoktrinPidana Menurut Doktrin
(Berdasarkan unsur yang dihapus)(Berdasarkan unsur yang dihapus)
1. Dasar Pembenar:Melawan hukum dihapuskanKesalahan dihapuskan
2. Dasar Pemaaf:Melawan hukum tetap adaKesalahan dihapuskan
Pembagian Dasar Penghapus Pidana Pembagian Dasar Penghapus Pidana Menurut DoktrinMenurut Doktrin
1. Dasar Pembenar:Melawan hukum dihapuskanKesalahan dihapuskanDalam hal ini perbuatannya dianggap tidak melawan hukum, walaupun perbuatannya itu dilarang dan diancam hukuman oleh UU/KUHP. Jadi dalam hal ini perbuatan pelaku dibenarkan/dibolehkan:a. Pasal 48 KUHP: Noodtoestand/Keadaan Daruratb. Pasal 49 ayat (1): Noodweer/Bela Paksac. Pasal 50: Melaksanakan perintah UUd. Pasal 51 ayat (1): Perintah jabatan yang sah, dikeluarkan oleh pejabat yg berwenang.e. Tiada sifat melawan hukum dalam arti materil
Pembagian Dasar Penghapus PidanaPembagian Dasar Penghapus Pidana Menurut Doktrin Menurut Doktrin
2. Dasar Pemaaf:Melawan hukum tetap adaKesalahan dihapuskanDalam hal ini perbuatan pelaku tetap dianggap melawan hukum, namun unsur kesalahannya dihapuskan (dimaafkan):a. Pasal 44 KUHP: ketidakmampuan utk bertanggung jawab krn sakit jiwa/idiot/imbisil.b. Pasal 48 KUHP: Overmacht/Daya Paksa dalam arti sempit-relatifc. Pasal 49 ayat (2) KUHP: bela paksa lampau batasd. Pasal 51 ayat (2): Melakukan perintah jabatan yg tidak sah, namun yg diperintah dgn itikad baik mengira bahwa perintah tersebut sah. e. tiada kesalahan dalam arti materil
Dasar Penghapus PidanaDasar Penghapus Pidanadalam KUHPdalam KUHP
Dasar Pembenar
Melawan hukum dihapuskanKesalahan dihapuskanDalam hal ini perbuatan pelaku
dianggap tidak melawan hukum, walaupun perbuatan itu dilarang dan diancam hukuman oleh UU/KUHP.
Jadi dlm hal ini perbuatan pelaku dibenarkan/dibolehkan, sehingga kesalahan pun tidak ada:
a. Pasal 48 KUHP (perluasan)b. Pasal 49 ayat (1)c. Pasal 50d. Pasal 51 ayat (1)
Dasar Pemaaf
Melawan hukum tetap adaKesalahan dihapuskanDalam hal ini perbuatan pelaku tetap
dianggap melawan hukum, namun unsur kesalahannya dihapuskan (dimaafkan):
a. Pasal 44 KUHPb. Pasal 48 (sempit)c. Pasal 49 ayat (2) KUHPd. Pasal 51 ayat (2)
Pembagian Dasar penghapus Dalam KUHP Berdasarkan Sumbernya
(tinjauan dari sudut pelaku)
• Internal Pasal 44 KUHP
• EksternalPasal 48 KUHPPasal 49 KUHPPasal 50 KUHPPasal 51 KUHP
Pembagian Dasar Penghapus Pidana Dalam KUHP berdasarkan Sifatnya
• Personal (Pribadi)Yang merupakan dasar pemaaf
• Tidak Personal (Non-Pribadi)
Yang merupakan dasar pembenar
Pasal 44 KUHP
(1) BS melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, maka tidak dipidana
(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan
(3) Ketentuan dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri
Pasal 44 KUHP• Ada 2 penyebab tidak dapat dipidananya
seseorang karena tidak mampu bertanggung jawab:
1.Jiwanya cacat dalam pertumbuhan 2.terganggu jiwanya karena penyakit
Apa yang dimaksud dengan Tidak Mampu Bertanggungjawab?
• MvT KUHP: Tidak mampu bertanggung adalah: • Apabila si pembuat tidak ada kebebasan untuk memilih
antara berbuat dan tidak berbuat mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan oleh Undang-Undang; dan
• Apabila si pembuat berada dalam suatu keadaan yang sedemikianh rupa, sehingga dia tidak dapat menginsyafi bahwa perbuatannya itu bertentangan dengan hukum dan tidak dapat menentukan akibat perbuatannya
Konsep Kemampuan Bertanggungjawab
• Dapat diminta pertanggungjawaban pidana (Van Hamel):
1.Memahami arah tujuan faktual dari tindakannya2.Menyadari bahwa tindakan tsb. Secara sosial
dilarang3.Tindakan tsb. Dilakukan tanpa tekanan/paksaan
dari orang lain (dilakukan berdasarkan kehendak bebasnya)
Pasal 44 KUHP• Jiwanya cacat dalam pertumbuhan adalah suatu cacat jiwa
(abnormal) yang melekat pada seseorang sejak lahir. Misalnya: imbisil, idiot, bisu tuli sejak lahir
• Terganggu jiwanya karena penyakit: keadaan jiwa yang abnormal diderita bukan sejak lahir. Misalnya: gila, epilepsi.
• Gangguan jiwa dapat bersifat fisik maupun psikis. Misalnya kecelakaan mobil karena serangan diabetes mendadak; atau akibat tak terduga dari reaksi terlambat dari obat tidur
Pasal 44 KUHP• Pompe:
Jiwa cacat dalam tumbuhnya dan terganggu jiwa karena penyakit adalah bukan pengertian dari sudut kedokteran, tetapi dari pengertian hukum
Hal yang harus ditinjau: (Adami Chazawi)Bukan semata-mata pada keadaan jiwa si pembuat, tetapi bagaimana hubungan jiwa si pembuat dengan perbuatan yang dilakukan
• Untuk menetapkan ada atau tidaknya hubungan keadaan jiwa dengan perbuatan yang dilakukan adalah wewenang hakim, dan bukan ahli jiwa
Pasal 44 KUHP• Hal yang harus diteliti dan diputuskan oleh hakim:1. Apakah pelaku menunjukkan perkembangan
kejiwaan yang tidak sempurna atau mengalami gangguan kejiwaan?
2. Apakah tindak pidana yang dilakukannya merupakan akibat dari hal dalam no.1; adakah hubungan kausal antara penyakit dan tindakan?
3. Apakah atas dasar hal-hal tsb. di atas, pertanggung- jawaban pidana pelaku atas TP yang dilakukannya harus dikesampingkan?
Simons
• Seorang ahli jiwa harus memberikan suatu keterangan tentang ada atau tidak adanya suatu pertumbuhan yang tidak sempurna atau suatu gangguan penyakit pada kemampuan akal sehat seseorang. Akan tetapi, hakim mempunyai kebebasan untuk mengikuti atau tidak mengikuti nasihat yang telah ia terima dari seorang ahli semacam itu
Pasal 48 KUHPPasal 48 KUHP• Overmacht
(daya paksa dalam arti relatif/sempit)
• Noodtoestand (perluasan daya paksa; disebut keadaan darurat)
Overmacht
• Dorongan/kekuatan/paksaan yg tidak bisa dilawan, baik psikis maupun fisik dari manusia
• Paksaan:a. Vis Absoluta (paksaan absolut- manus ministra, pelaku hanya sebagai alat belaka)b. Vis Compulsiva (paksaan relatif ) diatur dalam Psl. 48 KUHP.
Harus memenuhi asas: Subsidaritas & Proporsionalitas
Dua Asas Penting
• SubsidiaritasTiada jalan lain, tindakan tsb adalah satu-satunya jalan
• ProporsionalitasKeseimbangan antara kepentingan yang dilindungi dengan yang dikorbankan.
Noodtoestand (Keadaan Darurat)
Dorongan/paksaan/kekuatan dari luar yang membuat seseorang terjepit, sehingga terpaksa melakukan suatu delik, karena terjadi: 1. Pertentangan antar kepentingan hukum2. Pertentangan antar kewajiban hukum3. Pertentangan antara kepentingan hukum dengan kewajiban hukum
Noodtoestand
• Pada Noodtoestand pun harus dipenuhi asas:Subsidiaritas dan proporsionalitas
Yurisprudensi di Belanda • Memperluas pengertian noodtoestand sehingga
mencakup situasi di mana pelaku TP yang sebenarnya tidak mendapat tekanan psikis, tapi dianggap mempunyai dasar pembenar yang layak untuk melanggar UU:
• Dengan melakukan TP dan memperhitungkan situasi genting aktual yang dihadapi, ia telah melindungi kepentingan yang dilindungi oleh UU; atau
• Dengan melakukan TP, pelaku justru memenuhi kewajiban sosialnya
Daya Paksa dan Keadaan Darurat yang Putatief (Putatief Overmacht dan Putatief Noodtoestand)
• Ada kekeliruan mengira• Daya Paksa yang Putatief:
Mengira dirinya berada dalam keadaan Daya PaksaPelaku mengira dirinya berada dalam keadaan overmacht: mengira ada paksaan, dorongan, kekuatan yang membuatnya terpaksa melakukan delikContoh: Ditodong “Pistol” (yang ternyata bukan pistol sesungguhnya), sehingga membuatnya melakukan tindak pidana
• Keadaan darurat yang putatief: Mengira dirinya berada dalam keadaan DaruratContoh: Untuk dapat segera keluar dari gedung bioskop yang terbakar, A merusak pintu; padahal banyak pintu darurat.
Pasal 49 KUHPPasal 49 KUHP• Pasal 49 ayat (1)
Noodweer – Bela Paksa
• Pasal 49 ayat (2)Noodweer Excess – Bela Paksa Lampau Batas
Pasal 49 ayat (1) KUHPNoodweer - Bela Paksa
• Syarat ancaman serangan/serangan:1.Melawan hukum2.Seketika/langsung3.Ditujukan pada diri sendiri/orang lain4.Terhadap: badan/tubuh, nyawa,
kehormatan seksual, dan harta benda• Syarat pembelaan:
1.Seketika/langsung2.Memenuhi asas subsidiaritas &
proporsionalitas
Serangan/ancaman serangan• Serangan berasal dari manusia
• Serangan nyata terhadap badan, kehormatan, kebendaan
• Acaman serangan: perbuatan yang menimbulkan ancaman seketika/langsung terhadap badan, kehormatan, kebendaan
Seketika• Kapan terjadi serangan? • Kapan pembelaan dapat dilakukan?
• Lamintang: Seketika diartikan serangan sudah dimulai, dan belum selesai
Noyon-Langemeijer: Ukuran dari kata “seketika”:(1) sifat bahaya yang telah mengancam secara langsung(2) pembatalan dari perbuatan tersebut tidak dapat diharapkan akan dilakukan oleh si penyerang
Pasal 49 ayat (2) KUHPNoodweer Excess - Bela Paksa Lampau Batas
• Pembelaan tidak memenuhi asas subsidaritas dan proporsionalitas: asas subsidaritas dan/atau proporsionalitas dilampaui
• Yang harus dibuktikan:1.Pembelaan lampau batas terjadi karena goncangan jiwa2.Goncangan jiwa itu terjadi karena serangan
Unsur: • Melampaui batas yang perlu• Adanya hubungan kausal antara pelampauan batas tsb. dgn
serangan yg dilakukan.
Putatief Noodweer
• Keliru mengira dirinya berada dalam keadaan bela paksa
• Terutama terjadi dalam keliru mengira bahwa telah ada serangan yang melawan hukum
Pasal 50 KUHP• Melaksanakan perintah UU
contoh: algojo, eksekutor hukuman mati, dsb.
Pasal 50 KUHP• Ketentuan PerUUan:
Mencakup setiap ketentuan yang mengatur atau memberikan kewenangan tertentu, yang diterbitkan oleh penguasa yang memiliki kewenangan legislatif berdasarkan UU atau UUD
• Persyaratan: 1. Harus dengan tindakan –tindakan yang
(secara logika) memang dianggap perlu2. Ada keseimbangan antara tujuan yang
hendak dicapai dengan sarana-sarana yang dipakai untuk pencapaian tujuan
…..lanjutan
• Tugas yang dibebankan oleh ketentuan UU , tidak serta merta membenarkan semua tindakan yang dianggap perlu dalam rangka menyelesaikan tugas tersebut.
• Contoh: Polisi yang bertugas menangkap, menahan dan memeriksa, maka kewenangan polisi hanya untuk menggunakan sarana yang layak dan tepat guna
Pasal 51 KUHP• Pasal 51 ayat (1) KUHP :
Perintah yg dikeluarkan oleh pejabat yg sah dan berwenang. Perintahnya adalah perintah yang sah.contoh: juru sita pengadilan, penangkapan/penyitaan/penahanan yang sah yang dilakukan oleh polisi
Pasal 51 KUHP• Pasal 51 ayat (2) KUHP:
Perintah yg dikeluarkan oleh pejabat/atasan yg tidak berwenang, jadi perintahnya tidak sah:
1.Yang diperintah sama sekali tidak tahu bahwa perintah yang dikeluarkan adalah perintah yang tidak sah
2.Dalam batas-batas lingkungan yg diperintah
3.Ada hubungan antara atasan dan bawahan
2 Syarat Penggunaan Pasal 51 ayat (2)
• Syarat Subyektif: dengan itikad baik dia mengira bahwa perintah itu adalah sah
• Syarat Obyektif:pada kenyataannya pelaksanaan perintah itu masuk dalam bidang tugas pekerjaannya
Kedua syarat ini bersifat kumulatif- imperatif
Syarat Subyektif• Terletak pada sikap batin penerima perintah,
yaitu mengira bahwa perintah itu sah• Alasan sikap batin tsb. Harus berdasarkan hal-hal
yang masuk akal• Untuk dapat diterima bahwa ia mengira perintah
itu sah, harus dipenuhi 2 syarat:- pejabat yang memberi perintah itu disadarinya adalah benar dan berhak- hal yang diperintahkan disadarinya memang masuk lingkup kewenangan yang memberi perintah
Syarat Obyektif• Hal yang diperintahkan harus menjadi bidang
pelaksanaan tugasnya• Ada hubungan antara jabatannya dan tugas
pekerjaan suatau jabatan
• Ingat: Pada jabatan-jabatan publik terdapat tugas-tugas jabatan tertentu, baik merupakan pelaksanaan hak jabatan dan atau pelaksanaan kewajiban jabatan
……lanjutan• Contoh:
Pejabat Penyidik PembantuAtas dasar perintah penyidik dia berwenang melakukan penangkapan, yang sekaligus merupakan kewajiban untuk melaksanakan perintah tsb.
Permasalahan• Apakah perintah harus dalam bentuk konkrit
tertentu? Harus tertulis?• Arrest Hoge Raad (7-12-1899):
Pasal 51 tidak perlu perintah konkrit, tetapi termasuk juga instruksi umum
• Perintah tidak perlu langsung diterima oleh pelaksana perintah (bisa melalui sarana komunikasi)
• Berwenang: artinya luas, mencakup kompetensi yang memberi perintah dan keabsahan seluruh perintah
Dasar Penghapus Tidak Tertulis
Alasan Pembenar • Tiada Melawan Hukum Materil• Hak Mendidik• Tindakan Medis• Persetujuan
Dasar Penghapus Tidak Tertulis
Dasar Pemaaf• AVAS (Afwezigheid Van Alle Schuld):- Error facti (kesesatan mengenai fakta)- Error juris (kesesatan mengenai hukum)
Pembedaan Dasar Pembenar Pembedaan Dasar Pembenar & Dasar Pemaaf terkait dgn & Dasar Pemaaf terkait dgn
masalah :masalah :• Penyertaan: salah satu peserta
memiliki dasar pembenar maka perbuatan peserta lain jg dibenarkan (kolektif), namun dasar pemaaf hanya dimiliki peserta yg punya dasar pemaaf (individual)
• Bunyi putusan hakim: lepas atau bebas• Penggunaan dasar penghapus pidana
pada situasi di mana sebenarnya ada dasar penghapus (mis. Bela paksa terhadap bela paksa)