bab ii tinjauan pustaka 2.1 material r em kereta a pi...

43
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Material Rem Kereta Api Pemakaian blok rem komposit menggantikan blok rem berbahan besi cor untuk kanvas kereta api di Indonesia sudah dimulai sejak dasa warsa terakhir. Blok rem komposit pada mulanya diperkenalkan di Indonesia oleh para importir asing dengan blok rem merek Fituris (Australia), Ferodo (Inggris), Marquist (China), Nabco (Jepang) dan dari Sideria (Ipung Kurniawan, et.all., 2011). Baru sejak tahun 2002 blok rem komposit diproduksi di tanah air, dan saat ini sudah ada sekurang-kurangnya 3 pabrik blok rem komposit lokal dan 2 diantaranya telah mendapat sertifikasi dari PT. KAI (Agung, 2009). Blok rem yang terbuat dari material besi cor mempunyai berat 11-12 kg. Blok rem seberat ini dapat mempersulit proses pemasangan atau biaya pemasangan yang tinggi. Umur pemakaian hanya mencapai satu bulan dan nilai jual bahan bekasnya masih relatif tinggi (Agung, 2009). Berbagai macam usaha dilakukan untuk mencari alternatif material yang mempunyai sifat ringan, keras dan tahan aus sebagai pengganti blok rem berbahan besi cor. Namun demikian hasil yang diperoleh belum bisa seperti yang diharapkan. Salah satu upaya yang telah ditempuh adalah menggabungkan dua material penyusunnya, yaitu matriks dan penguat. (Ipung, et.all., 2011). Keunggulan dari blok rem berbahan komposit adalah tidak memiliki salvage value atau nilai jual bahan bekasnya tidak ekonomis, sehingga anti pencurian. Disamping itu gesekan dengan roda tidak menimbulkan percikan api sehingga sangat layak untuk applikasi di kereta barang (kereta parcel) khususnya kereta yang mengangkut bahan yang explosive seperti minyak atau gas dan lain lain. Penggantian blok rem metalik (Cast Iron) menjadi blok rem komposit dengan mempertimbangkan aspek ekonomis dimana kanvas rem komposit memiliki keunggulan dibanding rem metalik. Keunggulan blok rem komposit adalah sebagai berikut : 1. Rem komposit memiliki umur ekonomis 3 kali lipat disbanding blok rem besi cor (bisa bertahan 3 bulan). Universitas Sumatera Utara

Upload: doandieu

Post on 11-Feb-2018

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Rem Kereta Api

Pemakaian blok rem komposit menggantikan blok rem berbahan besi cor

untuk kanvas kereta api di Indonesia sudah dimulai sejak dasa warsa terakhir.

Blok rem komposit pada mulanya diperkenalkan di Indonesia oleh para importir

asing dengan blok rem merek Fituris (Australia), Ferodo (Inggris), Marquist

(China), Nabco (Jepang) dan dari Sideria (Ipung Kurniawan, et.all., 2011). Baru

sejak tahun 2002 blok rem komposit diproduksi di tanah air, dan saat ini sudah

ada sekurang-kurangnya 3 pabrik blok rem komposit lokal dan 2 diantaranya telah

mendapat sertifikasi dari PT. KAI (Agung, 2009).

Blok rem yang terbuat dari material besi cor mempunyai berat 11-12 kg. Blok

rem seberat ini dapat mempersulit proses pemasangan atau biaya pemasangan

yang tinggi. Umur pemakaian hanya mencapai satu bulan dan nilai jual bahan

bekasnya masih relatif tinggi (Agung, 2009). Berbagai macam usaha dilakukan

untuk mencari alternatif material yang mempunyai sifat ringan, keras dan tahan

aus sebagai pengganti blok rem berbahan besi cor. Namun demikian hasil yang

diperoleh belum bisa seperti yang diharapkan. Salah satu upaya yang telah

ditempuh adalah menggabungkan dua material penyusunnya, yaitu matriks dan

penguat. (Ipung, et.all., 2011).

Keunggulan dari blok rem berbahan komposit adalah tidak memiliki salvage

value atau nilai jual bahan bekasnya tidak ekonomis, sehingga anti pencurian.

Disamping itu gesekan dengan roda tidak menimbulkan percikan api sehingga

sangat layak untuk applikasi di kereta barang (kereta parcel) khususnya kereta

yang mengangkut bahan yang explosive seperti minyak atau gas dan lain lain.

Penggantian blok rem metalik (Cast Iron) menjadi blok rem komposit dengan

mempertimbangkan aspek ekonomis dimana kanvas rem komposit memiliki

keunggulan dibanding rem metalik.

Keunggulan blok rem komposit adalah sebagai berikut :

1. Rem komposit memiliki umur ekonomis 3 kali lipat disbanding blok rem besi

cor (bisa bertahan 3 bulan).

Universitas Sumatera Utara

6

2. Rem komposit lebih ringan, sehingga memudahkan penggantian

(replacement).

3. Rem komposit memiliki harga lebih murah , karena usia pakai lebih panjang.

4. Rem komposit tidak rawan pencurian karena tidak bisa dijual kiloan seperti

rem besi (metalik).

5. Rem komposit tidak memercikan api yang terjadi saat pengereman (gesekan)

sehingga aman jika digunakan untuk kerena yang mengangkut bahan bakar

seperti minyak, gas, batubara dan lain-lain.

Bahkan menurut rencana secara gradual PT KAI akan mengganti rem blok

metalik (Cast Iron) menjadi rem blok komposit, karena alasan ekonomis, dengan

memakai rem blok komposit maka efisiensi yang di dapat hampir 3 kali dibanding

rem blok metalik (Cast Iron). Rem jenis ini telah digunakan di perkeretaapian

PT.KAI dan juga di luar negeri seperti di Jepang, Eropa, Australia dan beberapa

Negara tetangga di Asia, seperti Malaysia, Thailand dan India (Agung, 2009).

Bagaimanapun blok rem komposit harus tahan aus atau memiliki ketahanan

aus minimal 3 bulan (umur ekonomis), memiliki bobot ringan, memiliki sifat ulet,

cukup keras tapi tidak mudah pecah/hancur, dan memiliki konduktivitas panas

tertentu untuk menghantarkan panas yang timbul akibat gaya gesek radial,

sehingga panas tidak berbalik ke roda yang menyebabkan thermal crack (Agung,

2009).

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2.1. Aplikasi material gesek pada rem kereta api : a) brake pad,

b) brake lining, c) kopling, d) rem kereta api (Rachman, 2010).

Universitas Sumatera Utara

7

2.1.1 Aluminium

Aluminium ditemukan oleh Sir Humphrey Davy pada tahun 1809 sebagai

suatu unsur dan pertama kali direduksi dengan logam oleh H. C. Oersted pada

tahun 1825. Secara industri tahun 1886, Paul Herould di Prancis dan C. N. Mall di

Amerika Serikat secara terpisah telah memperoleh logam aluminium dari alumina

dengan cara elektrolisa dari garamnya yang terfusi. Sampai sekarang proses

Herould Hall masih dipakai untuk memproduksi aluminium. Bahan dasar

pembuatan aluminium adalah bauksit (biji aluminium) yang kemudian di ubah

menjadi Alumina. Alumina inilah yang akan dielektrolisa membentuk aluminium

ingot. Biji Aluminium biasanya berupa senyawa oksida berupa Bayerit , Gibbsit

atau hidrargilat , diaspor , Bohmit.

Aluminium merupakan unsur yang sangat reaktif sehingga mudah teroksidasi.

Karena sifat kereaktifannya maka aluminium tidak ditemukan di alam dalam

bentuk unsur melainkan dalam bentuk senyawa baik dalam bentuk oksida alumina

maupun silikon. Sumber aluminium yang sangat ekonomis adalah bauksit. Bauksit

adalah biji yang banyak mengandung alumina (Al2O3) yakni 30 – 60% serta 12 –

30% adalah air. Makin banyak oksida besi yang mengotori maka akan semakin

gelap warnanya. Bauksit dapat berwarna putih, krem, kuning, merah atau coklat

dapat sekeras batu. Namun ada pula yang selembek tanah lempung.

Paduan aluminium mengandung 99% aluminium dan 1% mengandung

mangan, besi, silikon, tembaga, magnesium, seng, krom, dan titanium. Menurut

Schenk, paduan aluminium mengandung logam lain, seperti: besi 0,5%, Silikon 2

– 3 %, tembaga 1 – 2%, seng 0,9%, Mangan 0,5 – 0,8% , Magnesium 0,7%, Krom

0,3%, dan Titanium 0,3%. Aluminium juga memiliki sifat yang lebih unggul

dibandingkan dengan sifat logam lain. Sifat-sifat aluminium yang lebih unggul

bila dibandingkan dengan logam lain adalah sebagai berikut:

1. Ringan

Massa jenis Aluminium pada suhu kamar 29 oC sekitar 2,7 gr/cm3.

2. Kuat

Aluminium memiliki daya renggang 8 kg/mm3, tetapi daya ini dapat berubah

menjadi lebih kuat dua kali lipat apabila Aluminium tersebut dikenakan proses

Universitas Sumatera Utara

8

pencairan atau roling. Aluminium juga menjadi lebih kuat dengan

ditambahkan unsur-unsur lain seperti Mg, Zn, Mn, Si.

3. Ketahanan terhadap korosi

Aluminium mengalami korosi dengan membentuk lapisan oksida yang tipis

dimana sangat keras dan pada lapisan ini dapat mencegah karat pada

Aluminium yang berada di bawahnya. Dengan demikian logam Aluminium

adalah logam yang mempunyai daya tahan korosi yang lebih baik

dibandingkan dengan besi dan baja lainnya.

4. Daya hantar listrik yang baik

Aluminium adalah logam yang paling ekonomis sebagai penghantar listrik

karena massa jenisnya lebih kecil dari massa jenis tembaga, dimana kapasitas

arus dari aluminium kira-kira dua kali lipat dari kapasitas arus pada tembaga.

5. Anti magnetis

Aluminium adalah logam yang anti magnetis.

6. Toksifitas

Aluminium adalah logam yang tidak beracun dan tidak berbau.

7. Kemudahan dalam proses

Aluminium mempunyai sifat yang baik untuk proses mekanik dari

kemampuan perpanjangannya, hal ini dapat dilihat dari proses penuangan,

pemotongan, pembengkokan, ekstrusi dan penempaan aluminium

8. Sifat dapat dipakai kembali

Aluminium mempunyai titik lebur yang rendah, oleh karena itu kita dapat

memperoleh kembali logam aluminium dari scrap.

Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai sifat ketahanan korosi

yang baik. Material ini digunakan dalam bidang yang luas bukan hanya untuk

peralatan rumah tangga saja tetapi juga dipakai untuk kepentingan industri,

misalnya untuk industri pesawat terbang, mobil, kapal laut dan konstruksi-

konstruksi yang lain. Untuk mendapatkan peningkatan kekuatan mekanik,

biasanya logam aluminium dipadukan dengan unsur Cu, Si, Mg, Ti, Mn, Cr, Ni,

dan sebagainya.

Aluminium didapat dalam keadaan cair dengan elektrolisa, umumnya

mencapai kemurnian hingga 99,85% berat, tetapi untuk mengolah biji logam

Universitas Sumatera Utara

9

menjadi aluminium memerlukan energi yang besar, sedangkan sumber biji

aluminium semakin berkurang. Salah satu usaha untuk mengatasi hal ini adalah

dengan melakukan daur ulang. Pada perusahaan pengecoran industri kecil

kebanyakan tidak semua menggunakan bahan aluminium murni, tetapi

memanfaatkan sekrap ataupun rijek materials dari peleburan sebelumnya. Proses

pengecoran dengan menggunakan bahan baku yang sebelumnya pernah dicor

dinamakan remelting.

Gambar 2.2. Diagram Fasa Aluminium (fannowidy.blogspot.com).

Aluminium juga mempunyai sifat kimia dan fisika yang khas. Sifat ini

membedakan Aluminium dari logam-logam lain. Sifat-sifat khas Aluminium

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sifat kimia

Aluminium mempunyai nomor atom 13, dan massa atom relatif 26,98.

Aluminium juga bersifat amfoter. Ini dapat ditunjukkan pada reaksi sebagai

berikut:

Atomic Percent Copper

Tem

pera

ture

o C

Al Cu

Al Cu

660.452 oC

Weight Percent Copper

Universitas Sumatera Utara

10

a. Al2O3 + 3H2SO4 Al2(SO4)3 + 3H2O

b. Al2O3 + 6NaOH 2Na3AlO2 + 6H2O

2. Sifat Fisika

Aluminium memiliki sifat fisika seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.1

berikut:

Tabel 2.1 Sifat-sifat Aluminium

Sifat Nilai

Jari-jari atom 125 pm

Density (660 oC) 2,368 gr/cm3

Density ( 20 oC) 2,6989 gr/cm3

Potensial elektroda (25 oC) -1,67 volt

Kapasitas panas (25 oC) 5,38 cal/mol oC

Panas pembakaran 399 cal/gr mol

Tensile strength 700 Mpa

Kekerasan brinnel 245 Mpa

Hantaran panas (25 oC) 0,49 cal/det oC

Kekentalan (700 oC) 0,0127 poise

Panas peleburan 10,71 kJ•mol−1

Panas uap 294,0 kJ•mol−1

Massa atom 26,98 gr/mol

Titik lebur 660 oC

Struktur kristal kubus FCC

Sumber : Douglas M. Considin P. E., 1983

Neff (2002) dalam papernya menjelaskan bahwa untuk memenuhi tuntutan

pasar dari aluminium tuang dewasa ini harus memfokuskan pada peningkatan

kualitas logam dengan pengembangan pada proses peleburan. Proses difokuskan

pada eliminasi berbagai kotoran yaitu inklusi yang mcrupakan problem serius

dalam memproduksi hasil coran yang berkualitas. Inklusi yang dimaksud adalah

gas hidrogen yang dapat larut pada aluminium cair yang menyebabkan porositas

pada pengecoran. Daya larut hidrogen meningkat bila temperatur naik. Tingkat

Universitas Sumatera Utara

11

kelarutan hidrogen pada paduan aluminium tidak sama. Pada saat pembekuan, gas

hidrogen masih tersisa sehingga pada hasil pengecoran terdapat cacat. Dijelaskan

pula bahwa tidak semua porositas diakibatkan oleh gas hidrogen tetapi disebabkan

pula oleh penyusutan. Penyusutan yang terjadi pada saat aluminium membeku

sebesar 6% dari volume ketika aluminium bertransformasi dari cair ke padat.

Gambar 2.3. Pengaruh suhu pada kelarutan hidrogen dalam aluminium.

(Charis. S. H., 2006).

Hal-hal yang mempengaruhi sifat-sifat paduan aluminium antara lain adalah

unsur-unsur sebagai berikut :

a. Silisium (Si)

Unsur Si dalam paduan aluminium mempunyai pengaruh positif antara lain

adalah :

1. Meningkatkan daya tahan terhadap korosi

2. Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran

3. Menurunkan penyusutan dalam hasil cor

Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur Si adalah sebagai berikut :

1. Penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut

2. Hasil cor akan rapuh jika kandungan silikon terlalu tinggi.

b. Tembaga (Cu)

Pure Al 356 Alloy 319 Alloy

600 700 800 900 Temperature (oC)

Solu

bilit

y ( c

c / 1

00 g

)

10

1

0.1

0.01

10-3 10-4 10-5 10-6

( wt %

H )

Universitas Sumatera Utara

12

Pengaruh positif yang dapat ditimbulkan oleh unsur Cu dalam paduan

aluminium antara lain adalah :

1. Meningkatkan kekerasan bahan

2. Memperbaiki kekuatan tarik

3. Mempermudah proses pengerjaan dengan mesin.

Pengaruh negatif yang dapat ditimbulkan oleh unsur Cu adalah :

1. Menurunkan daya tahan terhadap korosi

c. Unsur Magnesium (Mg)

Pengaruh positif yang dapat ditimbulkan oleh unsur Mg dalam paduan

aluminium antara lain adalah :

1. Meningkatkan daya tahan terhadap korosi

2. Meningkatkan kekuatan mekanis

3. Menghaluskan butiran kristal secara efektif

4. Meningkatkan ketahanan beban kejut/impak.

Pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh unsur Mg :

1. Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil pengecoran

2.1.2 Material Keramik SiC

Keramik mempunyai ikatan ionik yang tinggi, keadaan sedemikian

menyebabkan bahan ini dikategorikan sebagai bahan yang bersifat kuat dan rapuh.

Selain material keramik bersifat rapuh, tetapi juga mempunyai kelebihan, antara

lain : koefisien ekspansi termalnya rendah sehingga lebih tahan terhadap kejut

suhu. Ketahanannya pada suhu tinggi merupakan sifat penting dan menjadi faktor

utama untuk dipertimbangkan dalam pemilihan bahan baru keramik yang

berkekuatan tinggi. Kelemahan dari material keramik adalah sifat rapuhnya,

sehingga bila terjadi retak mikro, maka akan mudah menjalar retakan tersebut dan

dapat menyebabkan kerusakan (failure).

Silikon karbida dengan formula SiC tergolong salah satu jenis material

keramik non oksida. SiC membentuk struktur tetrahedral dari ikatan atom karbon

C dan atom Si. Material ini tergolong material yang sangat keras dan tahan

terhadap abrasive. Serbuk keramik SiC ada dua macam, dapat di bagi berdasarkan

bentuknya, yaitu: partikulat dan serabut (whiskers).

Universitas Sumatera Utara

13

Silikon karbida (SiC) memiliki kurang lebih 70 bentuk kristal, dan yang paling

terkenal adalah struktur kristal heksagonal dengan komponen alpha silikon

karbida (α-SiC) dan mulai terbentuk pada suhu sekitar 2000oC. selain α-SiC juga

ada struktur beta silikon karbida (β-SiC), fasa ini terbentuk dibawah suhu 2000oC,

dan terbanyak yang beredar dipasaran adalah β-SiC (Khairul Sakti, 2009).

Silikon karbida SiC memiliki densitas sekitar 3.2 g/cm3, memiliki temperatur

sublimasi sekitar 2700 oC sehingga banyak dipergunakan sebagai bearings dan

sparepart untuk tungku. Silikon karbida tidak mudah melebur pada berbagai

kondisi tekanan, dan relatif lebih tahan terhadap bahan kimia. Pada gambar di

bawah diperlihatkan (a) struktur kubus β-SiC, dan (b) struktur heksagonal α-SiC

(Surdia, T. dan Shinroku,S., 1995).

(a) (b)

Gambar 2.4. (a) struktur β-SiC, (b) struktur heksagonal α-SiC

(Surdia, T. dan shinroku, S., 1995).

Keramik SiC memiliki kuat tekan sebesar 4600 Mpa, dan koefisien ekspansi

termal yang relatif rendah, yaitu: 4.51 – 4.73 µm/m oC (Zheng Ren dan Sammy

Lap Ip Chan, 2000). Sifat-sifat SiC yang paling istimewa, antara lain: daya hantar

panas tinggi, tahan pada temperatur tinggi, nilai kekerasan tinggi, tahan kejutan

termal dan tahan terhadap korosi. Ketahanan SiC terhadap korosi ditunjukkan

dengan adanya abu batubara, slag asam, dan slag netral pada saat material tersebut

diaplikasikan. Ketahanan panas SiC ditunjukkan dari suhu pemakaian yang dapat

Universitas Sumatera Utara

14

mencapai 2200 – 2700 oC. Pada 1000 oC terbentuk lapisan oksidasi berupa SiO2.

Material SiC mempunyai ketahanan oksidasi di udara terbuka mampu mencapai

suhu 1700 oC (Peter,T.B, 1990).

Silikon karbida dibuat melalui proses reduksi silika dengan karbon pada suhu

tinggi. Untuk mendapatkan SiC dengan kemurnian tinggi maka terlebih dahulu

silika dicuci dengan hydrofluoric acid (Dynacer, 2009).

Tabel 2.2 Sifat-sifat keramik SiC

Property Unit Typical Value

Composition - SiC Grain Size µm 4 – 10 Density g/cm3 3.10 Hardnees (Knoop) kg/mm2 2800 Flexural Strengh 4 pt @ RT MPa

x 10 3 lb/in2 380 55

Flexural Strenght 3pt @ RT MPa x 10 3 lb/in2

550 80

Compressive strenght @ RT MPa x 10 3 lb/in2

3900 560

Modulus of Elasticity @ RT GPa x 106 lb/in2

410 59

Welbull Modulus (2 Parameter) 8 Poisson Ratio 0,14 Fracture Toughness @ RT MPa x m1/2 4,60 Double Torsion & SEN B x 103 lb/in2 x in1/2 4,20 Coefficient of Thermal Expansion x 104 mm/mmk 4,02 RT to 700 oC x 104 in/in oF 2,20 Maximum Service Temp. oC 1900 Air oF 3450 Mean Specific Heat @ RT J/gmk 0,67 Thermal Conductivity @ RT W/mK

Btu/ft h of 125,6 72,6

@ 200 oC W/mK Btu/ft h of

102,6 59,3

@ 400 oC W/mK Btu/ft h of

77,5 44,8

Permeability @ RT to 1000 oC Impervious to gases over 31 MPa Electrical Resistivity @ RT Ohm-cm 102 - 1011 @ 1000 oC Ohm-cm 0.001 – 0.2 Emissivity 0,9 Sumber: Khairul sakti, 2009

Universitas Sumatera Utara

15

2.2 Material Komposit

Komposit merupakan gabungan material multifasa yang memiliki interface

makroskopis yang dapat dibedakan secara makro dan memiliki sifat-sifat yang

merupakan penggabungan sifat positif material penyusunnya. Komposit

berdasarkan jenis penguatnya dibagi menjadi 3 macam yaitu komposit partikulat,

komposit fiber dan komposit structural.

Gambar 2.5. Pembagian komposit berdasarkan jenis penguat (widyastuti, 2009).

Berdasarkan sifat penguatnya, komposit dibagi menjadi dua yaitu komposit

isotropik dan anisotropik. Komposit isotropik adalah komposit yang penguatnya

memberikan penguatan yang sama untuk berbagai arah (baik dalam arah

transversal maupun longitudinal) sehingga segala pengaruh tegangan atau

regangan dari luar akan mempunyai nilai kekuatan yang sama. Sebaliknya

komposit anisotropik adalah komposit yang penguatnya memberikan penguatan

tidak sama terhadap arah yang berbeda, sehingga segala pengaruh tegangan atau

regangan dari luar akan mempunyai nilai kekuatan yang tidak sama (baik arah

transversal maupun longitudinal).

Partikulat struktural

Kontinyu

Terikat (aligned)

Fiber

Partikulat besar

Diskontinyu Panel sandwich

Acak (random)

Penguatan dispersi

Lamina

Komposit

Universitas Sumatera Utara

16

Salah satu contoh komposit isotropik adalah komposit dengan penguat partikel

atau lebih dikenal dengan sebutan (komposit partikulit), partikel dikatagorikan

sebagai partikulit bila tidak mempunyai dimensi panjang (nonfibrous). Bahan

komposit partikulit pada umumnya lebih lemah ketahanan terhadap kerusakan

dibanding komposit berserat panjang. Tetapi dari segi yang lain, bahan ini sering

lebih unggul, seperti dalam hal ketahanan terhadap aus. Bahan komposit partikulit

terdiri dari partikel-partikel yang diikat matrik. Bentuk partikel ini dapat

bermacam-macam seperti bulat, kubik tetragonal atau bahkan bentuk-bentuk yang

tidak beraturan secara acak, tetapi secara rata-rata berdimensi sama. Partikel-

partikel ini pada umumnya digunakan sebagai pengisi dan penguat bahan

komposit bermatrik keramik. Pada jenis ini keramik merupakan bahan yang keras

dan getas, juga mudah retak dan pecah. Disinilah fungsi partikel tersebut berada.

Mekanisme penguatan tertentu, partikel ini berguna untuk mencegah perambatan

retak yang terjadi, dengan demikian akan menaikkan keuletannya.

2.2.1 Komposit Matriks Logam

Komposit adalah perpaduan dari beberapa bahan yang dipilih berdasarkan

kombinasi sifat fisik masing-masing material penyusunnya untuk menghasilkan

material baru yang unik, dibandingkan dengan sifat material dasarnya sebelum

dikombinasikan, terjadi ikatan antara masing-masing material penyusunnya

(Scity, 2002). Berdasarkan bahan matriks yang digunakan, maka komposit dapat

diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu :

a. Komposit matriks logam (Metal Matrix Composite)

b. Komposit matriks polimer (Polimer Matrix Composite)

c. Komposit matriks keramik (Composite Matrix Ceramics)

Sedangkan berdasarkan jenis penguatnya, maka material komposit dapat

dijelaskan sebagai berikut :

a. Particulate composite, penguatnya berbentuk partikel

b. Fibre composite, penguatnya berbentuk serat

c. Structural composite, penguatnya berbentuk lapisan

Adapun ilustrasi dari komposit berdasarkan penguatnya dapat dilihat pada

Gambar 2.6. dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara

17

a. Partikel b. Fiber c. Struktur

Gambar 2.6. Ilustrasi komposit berdasarkan penguatnya (Agus, 2008).

Material yang ulet tahan korosi seperti: Al dan material yang kuat dan

tangguh, seperti: keramik SiC. Merupakan pemikiran yang tepat untuk

menggabungkan kedua material tersebut menjadi material baru, yaitu: komposit.

Material komposit yang diharapkan dengan proses pembuatannya mempunyai

kekuatan mekanik yang tinggi, daya tahan vibrasi dan konduktivitas panas baik

seperti: kekakuan, tahan aus dan stabil pada temperatur tinggi (Saravanan, R.A et

all.2008).

Komposit logam dapat diaplikasikan pada berbagai komponen mesin seperti:

velg, housing disc brake, sudu-sudu gas turbin (turbin blade), mesin roket piston,

penukar panas (heat exchanger), dapur temperatur tinggi (furnace), struktur

pesawat terbang, dan kemasan elektronik (packaging).

Ipung Kurniawan dan Amat Umron (2011) meneliti pembuatan Komposit

Matriks Logam (KML) Al-SiC dengan metode stir casting untuk pembuatan

komponen blok rem kereta api. Variasi paremeter dalam penelitian ini

penambahan serbuk SiC dengan fraksi berat 5 %, 10 % dan 15%. Hasil

penelitiannya dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.3. Hasil penelitian kekerasan KML Al-SiC

Material Kekerasan (HRB)

Al-SiC 5% 56

Al-SiC 10% 61

Al-SiC 15 % 78

Besi cor 80

Sumber : Ipung kurniawan dan Amat umron (2011).

Material A

Material B Material A

Universitas Sumatera Utara

18

2.2.2 Komposit Matriks Logam Al-SiC

Logam aluminium yang telah dicampur dengan partikel silicon carbida (SiC)

untuk membentuk komposit bermatriks logam akan mengalami perubahan

beberapa sifat fisik dan ketahanan korosinya. Nilai kekuatan spesifik komposit ini

lebih unggul dibandingkan dengan logam aluminium murni, baik pada suhu kamar

ataupun suhu tinggi (< 200oC). Nilai kekuatan spesifik dengan unit Gpa/g cm-3,

merupakan perbandingan nilai modulus young dengan berat jenis. Komposit ini

memiliki ketahanan korosi yang rendah bila dibandingkan dengan aluminium

murni. Semakin tinggi kandungan SiC, kecepatan korosi meningkat (Prayitno,

2006).

Metode pembuatan komposit bermatriks logam dengan bahan penguat

berbentuk partikel ialah vortek dan compocasting. Pada metode vortek, logam

matriks dileburkan terlebih dahulu dan dilanjutkan pada pengadukan sehingga

memunculkan pusaran (vortek). Bahan penguat partikel ditaburkan pada pusat

pusaran. Pengadukan dihentikan bila partikel telah tersebar secara merata pada

cairan logam. Logam cairan kemudian dituang ke dalam cetakan.

Metode compocasting disebut juga dengan rheocasting dimana logam dengan

wujud campuran padatan dan cair (lumpur) dituang kedalam cetakan. Proses

compocasting sebagai berikut. Pertama logam matriks dileburkan sehingga cair

dan kemudian didinginkan sampai cairan logam berubah wujud seperti lumpur

logam. Tahap kedua adalah pengadukan lumpur logam dan pemasukan bahan

penguat partikel. Setelah partikel tersebar merata, pengadukan dihentikan dan

lumpur logam dituang dalam cetakan (Prayitno, 2006).

Proses pelapisan permukaan partikel SiC dengan perlakuan panas diatas suhu

878,52oC meningkatkan terbentuknya fase oksida dengan semakin tingginya suhu

yang diberikan. Pengaruh pelapisan oksida pada partikel SiC berkorelasi terhadap

kenaikan nilai densitas dan penurunan nilai porositas komposit Al-SiC.

Berdasarkan pengamatan SEM (Scanning Electron Microscope) dan XRD (X-Ray

Difragtion) fase-fase yang terbentuk pada komposit Al-SiC didaerah antarmuka

antara SiC dan Al adalah SiO2, Al2O3 dan mullit. Dimana fase-fase tersebut

berperan sebagai pengikat antara matrik Al dan penguat SiC pada komposit Al-

SiC. Pengujian Upper dan lower bound pada komposit Al-SiC dengan penguat

Universitas Sumatera Utara

19

SiC terlapisi, pada semua fraksi volume penguat nilai modulus elastisitas

komposit masuk dalam zona Upper dan lower bound, sedangkan komposit Al-SiC

dengan penguat SiC tanpa terlapisi mempunyai nilai modulus elastisitas diluar

Upper dan lower bound. Kenaikan nilai kekerasan komposit dipengaruhi oleh

penambahan fraksi volum penguat dan suhu pelapisan oksida logam pada

permukaan SiC dalam komposit Al-SiC.

Silicon carbida (SiC) merupakan senyawa kristalin yang mempunyai sifat

mekanik dengan kekerasan paling tinggi dan mempunyai titik leleh tinggi yaitu

sekitar 2837oC. SiC yang memiliki kemurnian paling tinggi. Memiliki berat atom

40,1 gram, terdiri atas 70,04% Si dan 39,06% C. Sifat lainnya adalah tidak larut

dalam air dan pelarut lainnya, lebih dikenal dengan nama carborundum dan

moissanite (Tofan, et.all. 2009).

Adapun sifat mekanik dari Al/SiC untuk pengujian kekerasan, keausan dan

kuat tarik adalah sebagai berikut:

1. Kekerasan.

Kekerasan yang diperoleh dari pengujian menunjukkan peningkatan seiring

meningkatnya suhu, kekerasan terendah adalah 124 BHN sedangkan kekerasan

tertinggi 440 BHN. Peningkatan nilai kekerasan meningkat signifikan pada range

suhu 1000°C-1100°C yaitu dari 245 BHN menjadi 440 BHN (A. Zulfia, 2006).

Sifat kekerasan pada umumnya merupakan fungsi dari kekuatan ikatan logam

aluminium dengan keramik silikon karbida. Material dengan densitas yang tinggi

memiliki kekerasan yang cenderung meningkat karena adanya ikatan antara

partikel dan proses pembasahan. Kekerasan material juga dipengaruhi oleh reaksi

produk yang terbentuk seperti fasa AIN dan Mg2Si, yang dapat meningkatkan

kekerasan.

2. Keausan.

Pada temperatur yang tinggi diperoleh semakin banyaknya kandungan

material penguat keramik SiC yang terinfiltrasi oleh leburan Al sehingga

kekerasan meningkat dan laju aus menurun. Oleh karena itu terdapat hubungan

yang terbalik antara keausan dan kekerasan. Nilai laju aus semakin kecil

sedangkan nilai kekerasan semakin besar ketika temperatur firing semakin baik.

Universitas Sumatera Utara

20

Menurut pendapat Rigney, factor utama yang mempengaruhi ketahanan aus logam

adalah kekerasan permukaannya terutama pada keausan adhesive dan abrasif,

dimana pada kekerasan yang tinggi laju keausan adhesif maupun abrasif rendah

(A. Zulfia. et.all, 2006).

3. Kuat tarik

Dalam penelitian sebelumnya telah dicoba untuk menambahkan partikel SiC

dari 0 sampai 12,98% volume ke dalam tuangan paduan logam Aluminium-

Silikon untuk meningkatkan sifat mekanis paduan tersebut. Pembuatan campuran

ini adalah dengan metode pengecoran, yakni menggunakan dapur krusibel dan

cetakan yang digunakan adalah cetakan logam. Dalam pengamatan yang

dilakukan, didapat hasil bahwa dengan meningkatnya prosentase partikel SiC,

didapat sifat mekanis bahan yaitu kuat tarik dan kekerasannya yang meningkat.

Juga pengamatan jejak keausan dan hasil perhitungan laju keausan menunjukkan

bahwa semakin tinggi prosentase SiC yang ditambahkan dalam campuran

mempunyai titik optimal yaitu pada 11,25% volume SiC dimana pada

penambahan partikel SiC dalam prosentase yang lebih besar lagi sifat mekanisnya

akan turun (Ariati, 2009).

2.2.3 Perkembangan Pemakaian Komposit Matriks Logam Pada Rem Kereta Api.

Di Negara-negara maju seperti Uni Eropa, Amerika dan Jepang penggunaan

kanvas rem komposit untuk perkereta apian sudah dimulai sejak setengah abad

lebih. Bahkan penggunaannya tidak terbatas pada blok rem komposit untuk kereta

api dengan kecepatan rendah atau dibawah 100 km/jam (low friction brake),

tetapi aplikasi untuk high friction berupa disc brake untuk kereta api kecepatan

tinggi sudah dikembangkan sejak dulu. Bahkan dewasa ini hampir semua kanvas

rem otomotifpun sudah memakai bahan komposit.

Bahan komposit terdiri dari bahan pengisi (filler), resin bonding (bahan

perekat), reinforce material (bahan penguat serat) dan plastisizer ruberry (bahan

karet) dan lain-lain. Pada aplikasi khususnya untuk kanvas rem komposit,

beberapa keunggulan dari kanvas rem kereta api berbahan komposit di

bandingkan bahan besi tuang kelabu (cast iron) adalah selain bahannya ringan,

Universitas Sumatera Utara

21

(berat maksimum rem komposit 3 kg, sedangkan cast iron 11 s/d 12 kg, sehingga

memudahkan pemasangan / biaya pemasangan kecil), blok rem komposit juga

memiliki umur ekonomis (life time) yang lebih panjang. Rata-rata blok rem

berbahan komposit lebih tahan aus karena memiliki koefisien friksi yang lebih

rendah dibanding cast iron. Umur rata-rata dari kanvas rem komposit adalah 3

bulan masa aus atau lebih kurang 3 s/d 4 kali dari masa aus kanvas rem cast iron

(besi tuang kelabu).

Gambar 2.7. Kanvas rem kereta api berbahan besi cor (PT.KAI).

Keunggulan lain dari rem berbahan komposit adalah tidak memiliki salvage

value atau nilai jual bahan bekasnya tidak ekonomis, sehingga anti pencurian.

Disamping itu gesekan dengan roda tidak menimbulkan percikan api sehingga

sangat layak untuk applikasi di kereta parcel (kereta barang) khususnya kereta

yang mengangkut bahan yang explosive seperti minyak atau gas dan lain-lain

(Agung, 2009).

2.3 Pengecoran Logam

Pengecoran adalah suatu proses manufaktur yang menggunakan logam cair

dan cetakan untuk menghasilkan parts dengan bentuk yang mendekati bentuk

geometri akhir produk jadi. Logam cair akan dituangkan ke dalam cetakan yang

memiliki rongga sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Setelah logam cair

memenuhi rongga dan kembali ke bentuk padat, selanjutnya cetakan disingkirkan

dan hasil cor dapat digunakan untuk proses sekunder.

Kanvas rem

Universitas Sumatera Utara

22

Keunggulan proses pengecoran adalah kemampuannya untuk memproduksi

komponen dengan bentuk kompleks secara masal. Terdapat tiga bagian utama

proses pengecoran. Pertama proses pembuatan cetakan pasir, kedua proses

pembuatan inti dan ketiga proses peleburan logam. Proses pembuatan cetakan

pasir adalah hal terpenting, apabila cetakan sudah siap maka dipasangkan inti dan

kemudian dilanjutkan dengan penuangan logam cair. Cairan dibiarkan beberapa

lama didalam cetakan sampai membeku, selanjutnya dilakukan pembongkaran

dan dilakukan proses finishing.

Ilmu pengecoran logam terus berkembang dengan pesat. Berbagai macam

metode pengecoran logam telah ditemukan dan terus disempurnakan, diantaranya

adalah centrifugal casting, investment casting, dan sand casting serta masih

banyak lagi metode-metode lainnya. Pengecoran logam dapat dilakukan untuk

bermacam-macam logam seperti, besi, baja paduan tembaga (perunggu, kuningan,

perunggu aluminium), paduan ringan (paduan aluminium, paduan magnesium),

serta paduan lain misalnya paduan seng, monel (paduan nikel dengan sedikit

tembaga), hasteloy (paduan yang mengandung molibdenum, khrom, dan silikon).

Gambar 2.8. Diagram alir proses pengecoran

Bahan baku Tungku Ladel

Penuangan dalam cetakan

Pembekuan dalam cetakan

Pembongkaran

Pembersihan

Pembuatan cetakan

Rangka cetakan

Pembuatan model/pola

Pengolahan pasir cetakan

Pasir

Ya

Tidak

Pemeriksaan Pekerjaan lanjut

Universitas Sumatera Utara

23

Pada pengecoran logam, dibutuhkan pola yang merupakan tiruan dari benda

yang hendak dibuat dengan pengecoran. Pola dapat terbuat dari logam, kayu,

stereofoam, lilin, dan sebagainya. Pola mempunyai ukuran sedikit lebih besar dari

ukuran benda yang akan dibuat dengan maksud untuk mengantisipasi penyusutan

selama pendinginan dan pengerjaan finishing setelah pengecoran. Selain itu, pada

pola juga dibuat kemiringan pada sisinya supaya memudahkan pengangkatan pola

dari pasir cetak.

Jenis-jenis pengecoran adalah sebagai berikut:

1. Sand Casting, Yaitu jenis pengecoran dengan menggunakan cetakan pasir.

Jenis pengecoran ini paling banyak dipakai karena ongkos produksinya murah

dan dapat membuat benda coran yang berkapasitas berton–ton.

2. Centrifugal Casting, Yaitu jenis pengecoran dimana cetakan diputar

bersamaan dengan penuangan logam cair kedalam cetakan. Yang bertujuan

agar logam cair tersebut terdorong oleh gaya sentrifugal akibat berputarnya

cetakan. Contoh benda coran yang biasanya menggunakan jenis pengecoran

ini ialah pelek dan benda coran lain yang berbentuk bulat atau silinder.

3. Die Casting, Yaitu jenis pengecoran yang cetakannya terbuat dari logam.

Sehingga cetakannya dapat dipakai berulang-ulang. Biasanya logam yang

dicor ialah logam non ferrous.

4. Investment Casting, Yaitu jenis pengecoran yang polanya terbuat dari lilin

(wax), dan cetakannya terbuat dari keramik. Contoh benda coran yang biasa

menggunakan jenis pengecoran ini ialah benda coran yang memiliki

kepresisian yang tinggi misalnya rotor turbin.

Jenis pengecoran logam yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis

pengecoran logam sand casting.

2.3.1 Pembuatan Coran

Pembuatan coran harus dilakukan dengan beberapa proses seperti pencairan,

pembuatan cetakan, penuangan, pembongkaran dan pembersihan coran. Ada

bermacam-macam dapur yang dipakai dalam proses pencairan logam. Umumnya

kupola (dapur induksi frekwensi rendah) dipergunakan untuk besi cor, dapur

busur listrik (dapur induksi frekwensi tinggi) digunakan untuk baja tuang dan

Universitas Sumatera Utara

24

dapur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan, karena dapur ini

dapat memberikan logam cair yang baik dan sangat ekonomis untuk logam-logam

tersebut.

Menurut jenis cetakan yang digunakan, proses pengecoran dapat diklasifikan

menjadi dua katagori, yaitu:

1. Pengecoran dengan cetakan sekali pakai.

2. Pengecoran dengan cetakan permanen.

Pada proses pengecoran dengan cetakan sekali pakai, untuk mengeluarkan

produk corannya cetakan harus dihancurkan. Jadi selalu dibutuhkan cetakan yang

baru untuk setiap pengecoran baru, sehingga laju proses pengecoran akan

memakan waktu yang relatif lama. Pada proses cetakan permanen, cetakan

biasanya di buat dari bahan logam, sehingga dapat digunakan berulang-ulang.

Dengan demikian laju proses pengecoran lebih cepat dibanding dengan

menggunakan cetakan sekali pakai, tetapi logam coran yang digunakan harus

mempunyai titik lebur yang lebih rendah dari pada titik lebur logam cetakan.

2.3.2 Cetakan Pasir

Proses pembentukan benda kerja dengan metoda penuangan logam cair ke

dalam cetakan pasir (sand casting), secara sederhana cetakan pasir ini dapat

diartikan sebagai rongga hasil pembentukan dengan cara mengikis berbagai

bentuk benda pada bongkahan dari pasir yang kemudian rongga tersebut diisi

dengan logam yang telah dicairkan melalui pemanasan (molten metals). Cetakan

pasir untuk pembentukan benda tuangan melalui pengecoran harus dibuat dan

dikerjakan sedemikian rupa dengan bagian-bagian yang lengkap sesuai dengan

bentuk benda kerja sehingga diperoleh bentuk yang sempurna sesuai dengan yang

kita kehendaki. Bagian-bagian dari cetakan pasir ini antara lain meliputi :

1. Pola, mal atau model (pattern)

2. Inti (core)

3. Cope dan Drag,

4. Gate dan Riser

Universitas Sumatera Utara

25

Cetakan pasir merupakan cetakan yang paling banyak digunakan, karena

memiliki keunggulan :

a. Dapat mencetak logam dengan titik lebur yang tinggi, seperti baja, nikel dan

titanium

b. Dapat mencetak benda cor dari ukuran kecil sampai dengan ukuran besar

c. Jumlah produksi dari satu sampai jutaan.

Ada beberapa syarat bagi pasir untuk cetakan yang harus dipenuhi agar hasil

coran tersebut sempurna, antara lain:

1. Kemampuan pembentukan : sifat ini memungkinkan pasir cetak bisa mengisi

semua sisi dari ujung dan pola sehingga menjamin bahwa hasil coran memiliki

dimensi yang benar.

2. Plastisitas : bisa bergerak naik maupun turun mengisi rongga-rongga yang

kosong. Sifat plastisitas ini berkait erat dengan kandungan air pada pasir cetak

yang bertindak sebagai pelumas sehingga memungkinkan pasir cetak mudah

bergerak antara satu dengan lainnya.

3. Kekuatan basah : kekuatan ini menjamin cetakan tidak hancur/rusak ketika

diisi dengan cairan logam ataupun ketika dipindah-pindahkan. Kekuatan ini

tergantung pada jumlah dan jenis pengikat dari pasir cetak.

4. Kekuatan kering : kekuatan ini diperlukan pada saat cetakan mengering karena

perpindahan panas dengan cairan logam. Kekuatan ini juga tergantung pada

jumlah dan jenis pengikat.

5. Permeabilitas : sifat ini memungkinkan udara dan uap atau gas-gas lain dari

evaporasi air dan pengikat. Jika bahan-bahan ini menempati rongga cetakan

maka akan menjadi hasil pengecoran yang kurang baik terutama bila terjebak

pada hasil coran yang menjadikan cacat pada coran.

Universitas Sumatera Utara

26

Gambar 2.9. Proses pembuatan cetakan (Surdia.T, 1976).

Pasir cetak yang lazim digunakan dalam proses pengecoran adalah sebagai

berikut:

1. Pasir Silika

Pasir silika didapat dengan cara menghancurkan batu silika, kemudian

disaring untuk mendapatkan ukuran butiran yang diinginkan.

2. Pasir Zirkon

Pasir Zirkon berasal dari pantai timur australia yang mempunyai daya yahan

api yang efektif untuk mencegah sinter

3. Pasir Olivin

Pasir Olivin didapat dengan cara menghancurkan batu yang membentuk

2MgO, SiO2 dan 2FeO.SiO2. Pasir olivin mempunyai daya hantar panas yang

lebih besar dibanding pasir silika.

Universitas Sumatera Utara

27

2.3.3 Pola

Pola, mal atau model (pattern), adalah bentuk dan ukuran benda yang

menyerupai bentuk asli benda yang dikehendaki, dimana pola ini yang nantinya

akan dibentuk pada cetakan pasir dalam bentuk rongga atau yang disebut mold

jika model ini dikeluarkan yang kedalamnya akan dituangkan logam cair.

Pola menentukan hasil dari coran, oleh karena itu diperlukan dasar-dasar

pengetahuan tentang perancangan. Sebelum kita membuat pola, terlebih dahulu

memerlukan gambar perancangan. Bahan-bahan pola yang biasa digunakan yaitu

kayu, lilin (wax), logam. Pola kayu banyak dipakai karena lebih murah, cepat

dibuatnya dan mudah diolah. Oleh karena itu untuk pola kayu biasanya dipakai

untuk cetakan pasir. Alat-alat yang digunakan untuk membentuk pola dari kayu

ialah pahat, mesin bubut kayu, gerinda kayu, amplas dan lain-lain.

Pada proses pembuatan pola ada beberapa hal penting yang harus

diperhatikan, yaitu:

1. Permukaan pola (baik pola benda coran, gatting system dan riser) harus baik

dan halus agar tidak merusak cetakan pada proses pelepasan pola.

2. Dimensi dari pola benda coran harus dibuat penambahan ±5 mm dari ukuran

sebenarnya untuk mencegah penyusutan yang terjadi dan untuk proses

finishing dari benda coran.

3. Faktor kemiringan pola sangat diutamakan, hal ini bertujuan agar

memudahkan pengangkatan pola dari cetakan, sehingga tidak merusak

cetakan.

Adapun jenis-jenis pola untuk pembuatan cetakan pasir antara lain:

a. Pola padat (disebut juga pola tunggal)

Pola padat dibuat sesuai dengan geometri benda cor dengan

mempertimbangkan penyusutan dan kelonggaran untuk permesinan. Biasanya

digunakan untuk jumlah produksi yang sangat kecil. Walaupun pembuatan pola

ini mudah, tetapi untuk membuat cetakannya lebih sulit, seperti membuat garis

pemisah antara bagian atas cetakan (cope) dengan bagian bawah cetakan (drug).

Demikian pula untuk membuat sistem saluran masuk dan riser diperlukan tenaga

kerja yang terlatih.

Universitas Sumatera Utara

28

b. Pola belah

Terdiri dari dua bagian yang disesuaikan dengan garis pemisah (belahan)

cetakannya. Biasanya digunakan untuk benda coran yang memiliki geometri yang

lebih rumit dengan jumlah produksi menengah. Proses pembuatan cetakannya

lebih mudah dibandingkan dengan memakai pola padat.

c. Pola dengan papan penyambung

Digunakan untuk jumlah produksi yang lebih banyak. Pada pola ini, dua

bagian pola belah masing-masing diletakan pada sisi yang berlawanan dari sebuah

papan kayu atau pelat besi.

d. Pola cope dan drug

Pola ini hampir sama dengan pola dengan papan penyambung, tetapi pada

pola ini dua bagian dari pola belah masing-masing ditempelkan pada papan yang

terpisah. Pola ini biasanya juga dilengkapi dengan sistem saluran masuk dan riser.

2.4 Sifat Mekanik Material Uji

Pemahaman yang menyeluruh mengenai sifat-sifat material, perlakuan, dan

proses pembuatannya sangat penting untuk perancangan mesin yang baik. Sifat

material umumnya diklasifikasikan menjadi sifat mekanik, sifat fisik, sifat

kimiawi. Sifat mekanik secara umum ditentukan melalui pengujian destruktif dari

sampel material pada kondisi pembebanan yang terkontrol. Sifat mekanik yang

paling baik adalah didapat dengan melakukan pengujian prototipe atau desain

sebenarnya dengan aplikasi pembebanan yang sebenarnya. Namun data spesifik

seperti ini tidak mudah diperoleh sehingga umumnya digunakan data hasil

pengujian standar seperti yang telah dipublikasikan oleh ASTM (American

Society of Mechanical Engineer).

2.4.1 Konsep Dasar Pengereman

Sistem rem dalam suatu kendaraan termasuk sistem yang sangat penting

karena berkaitan dengan faktor keselamatan berkendara. Prinsip kerja sistem rem

adalah mengubah tenaga kinetik menjadi panas dengan cara menggesekkan dua

Universitas Sumatera Utara

29

buah benda yang berbeda berputar sehingga putarannya akan melambat. Oleh

sebab itu komponen rem yang bergesekan ini harus tahan terhadap gesekan (tidak

mudah aus), tahan panas dan tidak mudah berubah bentuk pada saat bekerja dalam

suhu tinggi (Hardianto, 2008).

Gambar 2.10 . Ilustrasi Pengereman

Pengereman dilakukan dengan diberikannya gaya pada kanvas rem untuk

menahan atau menghentikan putaran roda. Pada saat kanvas bersentuhan langsung

dengan roda maka akan timbul gesekan. Terjadinya gesekan antara kanvas rem

dengan roda pada saat pengereman menyebabkan kanvas akan mengalami

keausan. Tingginya laju keausan kanvas berhubungan dengan tingkat kekerasan

dan kekuatan kanvas tersebut.

Jarak pengereman kereta api adalah jarak yang dibutuhkan mulai saat masinis

menarik tuas (handle) rem dengan kondisi pelayanan pengereman penuh (full

brake) sampai dengan kereta api benar-benar berhenti. Yang dimaksud dengan

pengereman penuh (full brake) pada rangkaian kereta api yang dilengkapi

peralatan pengereman udara tekan (Westinghouse) adalah menurunkan tekanan

udara pada pipa utama sebesar 1,4 – 1,6 kg/cm2 (1,4 – 1,6 atm) melalui tuas

pengereman yang dilakukan masinis di lokomotif yang menyebabkan tekanan

maksimum pada silinder pengereman kereta atau gerbong mencapai 3,8 kg/cm2

(3,8 atm) pada masing-masing kereta atau gerbong (PT.KAI, 2013).

Parameter sifat mekanik dan sifat fisis yang penting untuk performance dari

kanvas rem komposit yang dipersyaratkan oleh PT KAI adalah harus tahan aus

atau memiliki ketahanan aus minimal 3 bulan (umur ekonomis), memiliki bobot

F

Kanvas Rem

Gesekan

Roda

Universitas Sumatera Utara

30

ringan, memiliki sifat ulet, cukup keras tapi tidak mudah pecah / hancur, dan

memiliki konduktivitas panas tertentu untuk menghantarkan panas yang timbul

akibat gaya gesek radial (gaya gesekan), sehingga panas tidak berbalik ke roda

yang menyebabkan thermal crack, memiliki modulus elastisitas cukup baik atau

masuk range spesifikasi teknis PT.KAI yaitu antara 2400 s/d 150.000 N/cm2

(Agung, 2009). Maka dari itu sifat mekanik yang akan diuji untuk sampel

penelitian ini adalah uji kekerasan, uji keausan, dan uji tarik.

2.4.2 Kekerasan

Kekerasan (hardness) adalah salah satu sifat mekanik (mechanical properties)

dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk

material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force)

dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu keadaan dari suatu material

ketika material diberikan gaya maka struktur mikro dari material tersebut sudah

tidak bisa kembali ke bentuk asal artinya material tidak dapat kembali ke

bentuknya semula. Lebih ringkasnya kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan

suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didalam

aplikasi manufaktur, material dilakukan pengujian dengan dua pertimbangan yaitu

untuk mengetahui karakteristik suatu material baru dan melihat mutu untuk

memastikan suatu material memiliki spesifikasi kualitas tertentu. Didunia teknik,

umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian

kekerasan, yakni :

2.4.2.1 Brinell (HB / BHN)

Pengujian kekerasan dengan metode Brinell bertujuan untuk menentukan

kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja

(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen).

Idealnya, pengujian Brinell diperuntukkan untuk material yang memiliki

permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (bola

baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan karbida

tungsten.

Universitas Sumatera Utara

31

Gambar 2.11. Pengujian Brinell (Callister, 2001).

Gambar 2.12. Perumusan pengujian Brinell (Callister, 2001).

Uji kekerasan Brinell dirumuskan dengan :

………...……………………….. (1)

Dimana :

D = Diameter bola (mm)

d = Impression diameter (mm)

F = Load (beban) (kgf)

HB = Brinell result (kgf/mm2)

퐻퐵 = π ( √

Force

Sampel

Penetration Ball Front view

D

F

d

Universitas Sumatera Utara

32

2.4.2.2 Rockwell (HR / RHN)

Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan

kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor

berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material

uji tersebut. Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan

metode Rockwell dijelaskan pada gambar 2.14, yaitu pada langkah 1 benda uji

ditekan oleh indentor dengan beban minor (Minor Load F0) setelah itu ditekan

dengan beban mayor (mayor Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban

mayor diambil sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3 ini

indentor ditahan seperti kondisi pada saat total load F yang terlihat pada Gambar

2.14. Besarnya minor load maupun mayor load tergantung dari jenis material yang

akan di uji, jenis-jenisnya bisa dilihat pada Tabel 2.4.

Listing Penetration Depth

Gambar 2.13. Pengujian Rockwell (Callister, 2001).

Gambar 2.14. Prinsip kerja metode pengukuran kekerasan Rockwell (Callister, 2001).

Sampel

Force

Diamond cone

e

Zero reference line

1 Minor load F0 2

Minor load F0 + Mayor load F1 = total load F 3

Minor load F0

E

Universitas Sumatera Utara

33

Menggunakan metode rockwell, angka kekerasan dapat ditentukan melalui

perbedaan kedalaman hasil penekanan dari penerapan beban awal minor diikuti

oleh beban mayor, penggunaan beban minor dapat mempertinggi akurasi

pengujian. Berdasarkan besar beban dari minor maupun mayor, ada dua tipe

pengujian yaitu Rockwell dan Superficial Rockwell. Untuk Rockwell, beban

minor adalah 10 kgf, dimana beban mayor adalah 60, 100, dan 150 kgf. Tiap

skala diwakili oleh huruf alphabet yang ada di tabel. Untuk Superficial

Rockwell, beban minornya 3 kgf dan beban mayornya 15, 30, dan 45 kgf. Skala

ini di identifikasi dengan 15, 30, atau 45 (berdasarkan beban) diikuti dengan N,

T, W, X, atau Y, tergantung pada penekan. Pengujian Superficial biasanya

digunakan untuk spesimen tipis.

Ketika menentukan kekerasan Rockwell dan Superficial, angka kekerasan

dan skalanya harus ditunjukan. Skala ditunjukan dengan simbol HR diikuti

dengan penunjukan skala yang tepat. Contohnya 80 HRB menunjukan

kekerasan Rockwell 80 pada skala B dan 60HR30W menunjukan kekerasan

Superficial 60 pada skala 30W.

Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya

kekerasan dengan metode Rockwell.

…...……………………………………………….… (2)

Dimana :

F0 = Beban Minor(Minor Load) (kgf)

F1 = Beban Mayor(Major Load) (kgf)

F = Total beban (kgf)

e = Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mm

E = Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line yang

untuk tiap jenis indentor berbeda-beda yang bisa dilihat pada table 2.4.

HR = Besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness.

HR = E - e

Universitas Sumatera Utara

34

Tabel 2.4. Skala kekerasan rockwell

Skala Indentor F0 (kgf)

F1 (kgf)

F (kgf) E Jenis Material Uji

A Intan kerucut 10 50 60 100 Sangat keras, tungsten karbida.

B 1/16" bola 10 90 100 130

Kekerasan sedang, baja karbon rendah dan sedang kuningan, perunggu.

C Intan kerucut 10 140 150 100 Baja keras, paduan yang dikeraskan, baja hasil tempering.

D Intan kerucut 10 90 100 100 Annealed kuningan dan tembaga.

E 1/8" bola 10 90 100 130 Berrylium copper,phosphor bronze.

F 1/16" bola 10 50 60 130 Alumunium sheet

G 1/16" bola 10 140 150 130 Cast iron, alumunium alloys.

H 1/8" bola 10 50 60 130 Plastik dan soft metals seperti timah.

K 1/8" bola 10 140 150 130 Sama dengan skala H

L 1/4" bola 10 50 60 130 Sama dengan skala H

M 1/4" bola 10 90 100 130 Sama dengan skala H

P 1/4" bola 10 140 150 130 Sama dengan skala H

Sumber : (Callister, 2001).

2.4.2.3 Vickers (HV / VHN)

Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan

suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup

kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti ditunjukkan pada

gambar 2.16. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan

pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram. Angka kekerasan

Universitas Sumatera Utara

35

Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F)

dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari indentor(diagonalnya) (A)

yang dikalikan dengan sin (136°/2). Rumus untuk menentukan besarnya nilai

kekerasan dengan metode vickers yaitu :

Front View

Gambar 2.15. Pengujian Vickers (Callister, 2001).

Gambar 2.16. Bentuk indentor Vickers (Callister, 2001).

Perumusan :

…………………………………………………….. (3)

……………………………………………….…..... (4)

…………………………………………………..… (5)

Dimana:

HV = Angka kekerasan Vickers (kgf/mm2)

F = Beban (kgf)

d = Diagonal (mm)

퐻푉 =

퐻푉 =.

퐻푉 = ,

Sampel

Force

Diamond Pyramid

136o d1

Universitas Sumatera Utara

36

2.4.2.4 Micro Hardness (Knoop Hardness)

Mikro hardness tes sering disebut dengan knoop hardness testing merupakan

pengujian yang cocok untuk pengujian material yang nilai kekerasannya rendah.

Knoop biasanya digunakan untuk mengukur material yang getas seperti keramik.

Gambar 2.17. Bentuk indentor knoop (Callister, 2001).

………………….……………………….… (6)

Dimana:

HK = Angka kekerasan Knoop (kgf/mm2)

F = Beban (kgf)

l = Panjang dari indentor (mm)

2.4.3 Keausan

Keausan dapat didefinisikan sebagai rusaknya permukaan padatan, umumnya

melibatkan kehilangan material yang progresif akibat adanya gesekan (friksi)

antar permukaan padatan. Keausan bukan merupakan sifat dasar material,

melainkan respon material terhadap sistem luar (kontak permukaan). Keausan

merupakan hal yang biasa terjadi pada setiap material yang mengalami gesekan

dengan material lain. Ditinjau secara engineering dan scientific parameter yang

berpengaruh terhadap keausan tergantung pada koefisien friksi ( µ ) kanvas rem.

Gaya gesek (friksi) yang terus menerus tanpa henti dari dua bahan yang

memiliki koefisien gesek dan kekerasan yang berbeda, maka bahan yang memiliki

kekerasan lebih kecil dan memilki koefisien gesek kecil akan lebih cepat aus, dan

sebagai akibatnya dapatkan memercikan api. Dalam hal ini, persyaratan teknis

퐻퐾 = 14,2

l / b = 7,11 b / t = 4,00

Universitas Sumatera Utara

37

untuk standardisasi PT KAI untuk kanvas rem komposit (Low Friction)

diharuskan memiliki koefisien gesek (µ) : 0,14 s/d 0,21 dan kekerasan

(Hardness) : 70 s/d 105 HRR (Rockwell R). Jarak minimal (clearance) antara

kanvas rem dan roda yang diijinkan adalah 10 mm (Agung, 2009). Koefisien

gesek tersebut tidak berdimensi karena besar gaya gesek dan gaya normal yang

bekerja pada roda memiliki satuan dan dimensi yang sama yaitu Newton atau

kg.m/detik kuadrat.

Kanvas rem yang digunakan oleh PT KAI pada saat ini menggunakan kanvas

rem konvensional besi cor (Cast Iron) karena memiliki koefisien friksi yang

rendah 0,10 – 0,13, sehingga umur rem sangat pendek yaitu dua minggu sudah aus

dan harus diganti. Hal ini merupakan pemborosan, karena jika menggunakan rem

komposit umur kanvas rem akan 3 kali dari rem cast iron.

Material jenis apapun akan mengalami keausan dengan mekanisme yang

beragam, yaitu: keausan abrasi, adhesi, oksidasi, erosi dan friting. Di bawah ini

diberikan penjelasan ringkas dari mekanisme-mekanisme tersebut.

2.4.3.1 Keausan Abrasif

Terjadi bila suatu partikel keras (asperity) dari material tertentu meluncur

pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau

pemotongan material yang lebih lunak. Tingkat keausan pada mekanisme ini

ditentukan oleh derajat kebebasan (degree of freedom) partikel keras atau asperity

tersebut. Abrasif dan kontak lelah (fatigue cantact) adalah hal yang paling penting

dalam perhitungan keausan pada permesinan. Bisa diperkirakan bahwa total

keausan yang terjadi pada elemen-elemen mesin dapat kisarkan antara 80-90%

adalah keausan abrasif dan dalam 8% adalan keausan lelah (fatigue wear).

Kontribusi dari jenis keausan yang lain sangatlah kecil. Sebagian besar

pengamatan keausan dilakukan secara tidak langsung. Salah satunya adalah

dengan menimbang berat spesimen atau benda kerja. Ini adalah cara yang

termudah untuk dapat mendeteksi keausan. Dari menimbang berat benda kerja

yang akan dianalisa, kita dapat mengetahui berapa total material yang telah aus

dari selisih berat awal benda kerja sebelum operasi dengan berat benda kerja

Universitas Sumatera Utara

38

setelah operasi, tetapi distribusi kedalaman keausan yang terjadi pada permukaan

kontak sulit untuk diketahui.

2.4.3.2 Keausan Adhesi

Keausan adhesive terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih

mengakibatkan adanya perlekatan satu sama lain dan pada akhirnya terjadi

pelepasan/pengoyakan salah satu material. Keausan adhesive biasanya terjadi

pada piston yang bergesek pada dinding silinder.

2.4.3.3 Keausan Oksidasi

Keausan oksidasi seringkali disebut sebagai keausan korosif. Pada prinsipnya

mekanisme ini dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di bagian

permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini akan

menghasilkan pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda

dengan material induk. Sebagai konsekuensinya, material pada lapisan permukaan

akan mengalami keausan yang berbeda Hal ini selanjutnya mengarah kepada

perpatahan interface antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya

seluruh lapisan permukaan itu akan tercabut.

2.4.3.4 Keausan Erosi

Keausan yang terjadi akibat gesekan logam dengan cairan yang mengalir

terutama cairan yang mengandung partikel keras. Keausan ini dapat terjadi akibat

partikel cair yang terdapat dalam gas yang bergerak dengan cepat. Keausan erosi

biasanya terjadi pada pipa-pipa pengalir minyak dan pipa-pipa keluar dari turbin

uap.

2.4.3.5 Keausan Friting

Keausan yang terjadi akibat kombinasi dari gesekan dan getaran, seperti pada

poros dan bearing. Kerusakan akan dipercepat dengan adanya partikel yang lepas

dari permukaan yang terperangkap diantara kedua permukaaan tersebut, sehingga

keausan yang terjadi juga disebabkan oleh keausan.

Universitas Sumatera Utara

39

Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan

teknik, yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual.

Keausan yang lebih besar terjadi pada bahan yang lebih lunak. Faktor-faktor yang

mempengaruhi keausan adalah kecepatan, pembebanan, kekasaran permukaan dan

kekerasan material. Semakin besar kecepatan relative benda yang bergesekan,

maka tingkat keausan semakin tinggi. Demikian pula semakin besar tekanan pada

permukaan kontak benda, material akan cepat aus, begitu pula sebaliknya.

Besarnya tingkat keausan suatu bahan dapat diuji dengan menggunakan alat

uji keausan. Ada dua metode pengujian keausan yaitu:

1. metode ogoshi

2. metode pin on disk.

1. Metode Ogoshi

Gambar 2.18. Ilustrasi uji keausan metode ogoshi (Callister, 2001).

Rumus untuk uji keausan adalah sebagai berikut:

………………………………………………….…..…….. (7)

………………………………………………..……. (8)

푉 = = .

.

푊푠 = 퐵.푏3

12푟.푝.푙

Ѡ

h b

B

r

P

Universitas Sumatera Utara

40

Dimana:

Ws = Keausan spesifik (mm2/kg)

B = Tebal revolving disc (mm)

r = Jari-jari revolving disc (mm)

b = Lebar celah material yang terabrasi (mm)

x = Jarak luncur [setting pada mesin uji (m)]

l = Jarak tempuh proses pengausan (mm)

P = Beban tekan saat pengausan (kg)

Ѡ = Kecepatan putar (rpm)

V = Laju keausan (mm3/m)

Laju keausan dinyatakan dengan jumlah kehilangan atau pengurangan

material (massa, volume atau ketebalan) tiap satuan panjang luncuran atau satuan

waktu.

2. Metode Pin On Disk

Gambar 2.19. Skema uji keausan metode pin on disk (Lab.Research Center for

Noise / Vibration Control and Knowladge Based in Engineering USU Medan).

Pengatur kecepatan motor

Motor

Ampelas disk

Spesimen uji

Pemberat

Universitas Sumatera Utara

41

Rumus :

……………….……………………………….………….. (9)

Dimana:

V = Laju keausan (gr/mm2.detik)

W0 = Berat awal spesimen sebelum diuji (gram)

W1 = Berat setelah dilakukan pengujian (gram)

A = Luas spesimen uji (mm2)

t = Waktu/lama pengausan (detik)

2.4.4 Kuat tarik

Uji tarik rekayasa banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan

dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan

(Dieter, 1987). Pada uji tarik, benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang

bertambah secara kontinyu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan terhadap

perpanjangan yang dialami benda uji (Davis, et.all., 1955). Kurva tegangan

regangan rekayasa diperoleh dari pengukuran perpanjangan benda uji. Tegangan

yang dipergunakan pada kurva adalah tegangan membujur rata-rata dari pengujian

tarik yang diperoleh dengan membagi beban dengan luas awal penampang

melintang benda uji.

Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus menarik

suatu bahan (dalam hal ini suatu logam) sampai putus, kita akan mendapatkan

profil tarikan yang lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan pada gbr.

2.20. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan

panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut.

Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan

tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut Ultimate

Tensile Strength disingkat dengan UTS, dalam bahasa Indonesia disebut tegangan

tarik maksimum.

푉 =W0 − W1

퐴. 푡

Universitas Sumatera Utara

42

Gambar 2.20. Kurva uji tarik (infometrik.com).

a. Hukum Hooke (Hooke's Law)

Hampir semua logam pada tahap awal dari uji tarik, hubungan antara beban

atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan

tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva

pertambahan panjang dengan beban mengikuti aturan Hooke sebagai berikut:

rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan

Stress adalah beban dibagi luas penampang bahan dan strain adalah pertambahan

panjang dibagi panjang awal bahan.

Stress: σ = F/A F: gaya tarikan, A: luas penampang

Strain: ε = ∆L/L ∆L: pertambahan panjang, L: panjang awal

Pada waktu menetapkan regangan harus diperhatikan:

1. Pada baja yang lunak sebelum patah terjadi pengerutan (pengecilan

penampang) yang besar.

2. Regangan terbesar terjadi pada tempat patahan, sedang pada kedua ujung

benda uji paling sedikit meregang.

3.

b. Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:

E = σ / ε …………………………………………………...… (10)

Universitas Sumatera Utara

43

Untuk memudahkan pembahasan, gambar 2.20 di modifikasi sedikit dari

hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang menjadi hubungan antara

tegangan dan regangan (stress vs strain). Selanjutnya kita dapatkan gambar.2.21

yang merupakan kurva standar ketika melakukan eksperimen uji tarik. E adalah

gradient kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan

regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama Modulus Elastisitas atau Young Modulus.

Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap

disingkat kurva SS (SS curve).

Gambar 2.21. Kurva tegangan-regangan (infometrik.com).

Bentuk bahan yang diuji, untuk logam biasanya dibuat spesimen dengan

dimensi seperti pada gambar.2.22 dan gambar.2.23 berikut:

Universitas Sumatera Utara

44

D L P R

14 50 60 >15

Unit: mm

Gambar.2.22. Dimensi spesimen uji tarik batang (ASTM E8/E8M-09).

L

B A

R

Gambar 2.23. Dimensi spesimen uji tarik plat (ASTM E8/E8M-09).

Keterangan:

Satuan dalam mm

G = 25,0 ±0,08 W = 6,25 ± 0,05 T = 6 R = 6

L = 100 A = 32 B = 32 C = 10

1. Detail profil uji tarik dan sifat mekanik logam.

Untuk keperluan kebanyakan analisa teknik, data yang didapatkan dari uji

tarik dapat digeneralisasi seperti pada gambar.2.24. Asumsikan bahwa kita

melakukan uji tarik mulai dari titik O sampai D sesuai dengan arah panah dalam

gambar.

C

C W

G C

T C

L

D

R

P

Universitas Sumatera Utara

45

Gambar 2.24. Profil data hasil uji tarik (infometrik.com).

a. Batas elastic σE ( elastic limit)

Dalam gambar 2.24 dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban

sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan

kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu

regangan “nol” pada titik O (lihat inset dalam gambar 2.24). Tetapi bila beban

ditarik sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat

perubahan permanen dari bahan. Terdapat konvensi batas regangan permamen

(permanent strain) sehingga masih disebut perubahan elastis yaitu kurang dari

0.03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005% . Tidak ada standarisasi

yang universal mengenai nilai ini.

b. Batas proporsional σp (proportional limit)

Titik sampai di mana penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir. Tidak ada

standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama

dengan batas elastis.

Universitas Sumatera Utara

46

c. Deformasi plastis (plastic deformation)

Deformasi plastis adalah perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan

semula. Pada gambar 2.24 yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas

proporsional dan mencapai daerah landing.

d. Tegangan luluh atas σuy (upper yield stress)

Tegangan luluh adalah tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase

daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.

e. Tegangan luluh bawah σly (lower yield stress)

Tegangan luluh bawah adalah tegangan rata-rata daerah landing sebelum

benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan

luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.

f. Regangan luluh εy (yield strain)

Regangan luluh adalah regangan permanen saat bahan akan memasuki fase

deformasi plastis.

g. Regangan elastis εe (elastic strain)

Regangan elastis adalah regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan.

Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.

h. Regangan plastis εp (plastic strain)

Regangan plastis adalah regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada

saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen

bahan.

i. Regangan total (total strain)

Regangan total adalah gabungan regangan plastis dan regangan elastis.

Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah

regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan

besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis

εT = εe+εp ……………………………………………………………………………………….….……. (11)

Universitas Sumatera Utara

47

j. Tegangan tarik maksimum TTM (UTS, ultimate tensile strength)

Pada gambar 2.24 ditunjukkan dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan

maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.

k. Kekuatan patah (breaking strength)

Pada gambar.2.24 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan di

mana bahan yang diuji putus atau patah.

2.5 Hubungan Antara Kekerasan, Kekuatan Dan Keausan

Kekuatan tarik dan kekerasan merupakan indikator ketahanan logam terhadap

deformasi plastis. Konsekuensinya adalah terdapat korelasi secara kasar untuk

kekuatan tarik (σ) sebagai fungsi kekerasan Brinell untuk besi tuang, baja, dan

kuningan. Untuk sebagian besar baja hubungan HB dengan σ adalah (Callister,

1997).

σ = 0,345 X HB ………………………..…………………………..…. (12)

Dimana : σ dalam MPa (N/mm2)

HB dalam N/mm2

Kekerasan semakin tinggi maka logam tersebut mempunyai ketahanan aus

yang tinggi. Hal ini disebabkan struktur mikro pada logam yang keras lebih kecil

dan dislokasinya lebih banyak sehingga untuk mengalami keausan akan lebih

sulit. Hubungan antara kekerasan, kekuatan dan keausan dapat digambarkan

dengan suatu grafik, seperti terlihat pada gambar 2.25 dibawah ini.

Gambar 2.25. Grafik hubungan kekerasan, kekuatan dan keausan.

Kea

usan

x 1

0-5 (

gr/m

m2 .s

)

Kek

eras

an (

HR

B )

Kuat tarik ( kgf/mm2 )

7

6

5

4

3

2

1

0

0 50 100 150 200 250

140

120

100

80

60

40

20

0

Universitas Sumatera Utara