bab ii tinjauan pustaka 2.1 landasan teori 2.1.1 …repository.ump.ac.id/668/3/aprilia wahyu bab...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Manajemen Laba
Manajemen laba menurut Schipper (1989) dalam Belkaoui (2004)
mendefinisikan bahwa manajemen laba sebagai suatu intervensi yang
disengaja pada proses pelaporan eksternal dengan maksud untuk
mendapatkan beberapa keuntungan pribadi, yang dapat dilakukan melalui
pemiihan metode-metode akutansi dalan GAAP (General Accepted
Accounting Principles) ataupun dengan cara menerapkan metode-metode
yang telah ditentukan dengan cara tertentu.
Penelitian tentang manajemen laba dilandasi oleh agency theory.
Jensen and Meckling (1976) dalam Andriyani (2008:10) mengemukakan
dalam hal ini hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak antara satu
orang atau lebih (principal) yang mempekerjakan orang lain (agent) untuk
memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang
pengambilan keputusan kepada agent tersebut.
Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui Positive
Accounting Theory dan Agency Theory. Watts dan Zimmerman (1986)
dalam Halim dkk. (2005:119) mengusulkan tiga hipotesis yang dapat
dijadikan dasar pemahaman tindakan manajemen laba yaitu sebagai
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
10
berikut. (1) Hipotesis Program Bonus (Bonus Plan Hypotesis). Hipotesis
ini menyatakan bahwa manajer pada perusahaan yang menerapkan
program bonus lebih cenderung untuk menggunakan metode atau
prosedur-prosedur akuntansi yang akan menaikkan laba saat ini dengan
memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan. (2) Hipotesis
Perjanjian Utang (Debt Covenant Hypotesis). Hipotesis ini menyatakan
bahwa perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity besar atau
menghadapi kesulitan utang, maka manajer perusahaan akan cenderung
menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan laba. (3)
Hipotesis Kos Politis (Political Cost Hypotesis). Hipotesis ini menyatakan
bahwa semakin besar biaya politik yang dihadapi suatu perusahaan maka
manajer cenderung untuk menangguhkan laba berjalan ke masa yang akan
datang. Biaya politik muncul sebagai akibat dari profitabilitas perusahaan
yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen.
Ada beberapa hal yang memotivasi seorang manajer untuk
melakukan manajemen laba dalam Scott (2000:352) antara lain (1) bonus
scheme, (2) debt covenant, (3) political motivation, (4) taxation
motivation, (5) pergantian CEO, dan (6) initial public offering.
(1) Alasan bonus (bonus scheme), adanya asimetri informasi
mengenai keuangan perusahaan menyebabkan pihak manajemen dapat
mengatur laba bersih untuk memaksimalkan bonus mereka. (2) Kontrak
utang jangka panjang (debt covenant), semakin dekat perusahaan kepada
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
11
kreditur, maka manajemen akan cenderung memilih prosedur yang dapat
“memindahkan” laba periode mendatang ke periode berjalan. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami
kegagalan dalam pelunasan utang. (3) Motivasi politik (political
motivation), perusahaan besar yang menguasai hajat hidup orang banyak
akan cenderung menurunkan laba untuk mengurangi fisibilitasnya,
misalnya dengan menggunakan praktik atau prosedur akuntansi,
khususnya selama periode dengan tingkat kemakmuran yang tinggi. (4)
Motivasi pajak (taxation motivation), salah satu insentif yang dapat
memicu manajer untuk melakukan rekayasa laba adalah untuk
meminimalkan pajak atau total pajak yang harus dibayarkan perusahaan.
(5) Pergantian CEO (chief executive officer), banyak motivasi yang
muncul saat terjadi pergantian CEO. Salah satunya adalah pemaksimalan
laba untuk meningkatkan bonus pada saat CEO mendekati masa pensiun.
(6) IPO (initial public offering), perusahaan yang baru pertama kali
menawarkan harga pasar, sehingga terdapat masalah bagaimana
menetapkan nilai saham yang ditawarkan. Oleh karena itu, informasi laba
bersih dapat digunakan sebagai sinyal kepada calon investor tentang nilai
perusahaan, sehingga manajemen perusahaan yang akan go public
cenderung melakukan manajemen laba untuk memperoleh harga lebih
tinggi atas saham yang akan dijualnya. Scott (2000:365) menambahkan
pola-pola manajemen laba dapat dilakukan dengan cara (1) taking a
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
12
bath/big bath, (2) income minimization, (3) income maximization, (3) dan
income smoothing.
Dalam mencapai prestasi dan posisi keuangan suatu perusahaan,
seorang analis keuangan memerlukan ukuran tertentu. Ukuran yang sering
kali digunakan adalah rasio atau indeks yang menunjukkan hubungan
antara dua data keuangan (Husnan, 2001). Menurut Kasmir (2010:99)
analisis rasio keuangan dapat dilakukan dengan dua model, yaitu pertama
adalah analisis horizontal atau analisis dinamis dan kedua analisis vertikal
atau analisis statis. Dalam analisis horizontal yang membandingkan adalah
laporan keuangan untuk beberapa periode, sedangkan analisis vertikal
adalah jika kita hanya membandingkan satu pos dengan pos lain dalam
satu laporan keuangan dan hanya meliputi satu periode laporan keuangan.
Dalam sasarannya manajemen laba mempunyai teknik dalam
perekayasan laporan keuangan Ayers (1994) dalam Widyandaru (2011),
teknik yang mungkin dapat dilakukan yaitu sebagai berikut :
1. Manajemen Akrual (Accrual Management)
Manajemen akural biasanya dikaitkan dengan segala aktifitas yang
dapat mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi
merupakan wewenang dari para manajer (manajer discretion). Contoh,
mempercepat atau menunda pengakuan pendapatan, menggangap sebagai
suatu beban biaya atau menganggap sebagai satu tambahan investasi atas
suatu biaya (amortize or capitalize of an investment).
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
13
2. Penerapan Kebijakan Akuntasi Wajib (Adoption of Mandotory
Accounting Chanes)
Terkait dengan suatu kebijaksanaan akutansi yang wajib dilakukan
oleh perusahaan, manajemen perusahaan memiliki dua pilihan yaitu
apakah menerapkan lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau
menundanya sampai saat ini.
3. Perubahan Akuntansi Secara Sukarela (Voluntari Accounting Changes)
Perubahan mode akuntansi secara sukarela, biasanya berkaitan
dengan upaya manajer untuk mengganti atau merubah suatu metode
akuntansi tertentu diantara sekian banyak metode yang sesuai dengan
Prinsip-Prinsip Akutansi Berterima Umum (PABU).
2.1.2 Penggabungan Usaha
Ikatan akuntan Indonesia dalam pernyataan standar akuntansi
keuangan Indonesia Nomor 08 (PSAK No.22) mendefinisikan
penggabungan usaha (business combination) adalah penyatuan dua atau
lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu
perusahaan menyatu dengan (uniting with) perusahaan lain atau
memperoleh kendali (control) atas aset dan operasi perusahaan lain (IAI,
2009).
2.1.2.1 Pengertian Merger dan Akuisisi
Lukas (2009) mendefinisikan merger adalah suatu kombinasi
antara dua perusahaan, acquiror dan acquiree. Acquiror akan menyerap
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
14
seluruh aktiva dan pasiva acquiree serta mengambil alih bisnis acquiree.
Acquiree kehilangan kebebasannya, biasanya kemudian menjadi cabang
acquiror.
Akuisisi (acquisition) adalah suatu penggabungan usaha dimana
salah satu perusahaan, yaitu pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali
atas aset neto dan operasi perusahaan yang diakuisisi (acquiree), dengan
memberikan aset tertentu, mengakui suatu kewajiban, atau mengeluarkan
saham
2.1.2.2 Klasifikasi Merger dan Akuisisi
Dilihat dari jenis perusahaan yang melakukan merger, merger
dapat dibagi menjadi empat macam (Lukas, 2009):
a. Horizontal Merger
Horizontal merger adalah merger antara dua atau lebih
perusahaan yang memliliki bisnis yang sama. Misalnya, Bank
merger dengan Bank.
b. Vertical merger
Vertical merger adalah kombinasi suatu perushaan dengan
ritailer maupun supliernya. Tujuan perusahaan untuk memiliki
sebagaian atau seluruh saham perusahaan retailer (forward) dan
suplier (backward) adalah untuk mengamankan posisi
perusahaan.
c. Congeneric merger
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
15
Congeneric merger adalah merger yang melibatkan dua atau
lebih perusahaan yang bisnisnya masih berhubungan, tetapi
tidak termasuk dalam kategori horizontal dan vertical merger.
Misalnya, perusahaan kartu kredit mengakuisisi perusahaan
sekuritas. Perusahaan sepatu mengakuisisi persuahaan kaos
kaki.
d. Conglomerate merger
Conglomerate merger adalah merger antara perusahaan-
perusahaan yang bisnisnya tidak berhubungan. Misalnya,
perusahaan rokok mengakuisisi perusahaan susu. Perusahaan
semen mengaakuisisi perusahaan mi instan. Dari segi
diversifikasi, conglomerate merger ini yang paling memberikan
keuntungan pengurangan resiko bisnis.
Dilihat dari segi jenis usaha akuisisi dapat digolongkan
sebagai berikut (Fuady, 2002) :
a. Akuisisi Horizontal
Dalam hal ini perusahaan yang diakuisisi adalah para
pesaingnya, baik pesaing yang memproduksi produk yang sama,
atau memiliki tutorial pemasaran yang sama. Jelas bahwa tujuan
dari akuisisi ini adalah untuk memperbesar pangsa pasar atau
membunuh pesaing.
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
16
b. Akuisisi Vertikal
Akuisisi vertikal ini dimaksudkan sebagai akuisisi oleh suatu
perusahaan terhadap perusahaan lain yang masih dalam satu
mata rantai produksi, yakni suatu perusahaan dalam arus
pergerakan produksi dari hulu ke hilir.
c. Akuisisi Konglomerat
Akuisisi terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak terkait baik
secara horizontal maupun vertikal.
2.1.2.3 Alasan Melakukan Merger dan Akuisisi
Ada berbagai alasan dilakaukan “merger”. Dan alasan-alasan
tersebut mungkin tidak “mutually exclusive”, tetapi
dipertimbangkan bersama-sama. Diantara berbagai alasan tersebut
ada yang masuk akal (sensible) ada pula yang tidak (dubious)
(Husnan, 2001) :
Alasan-alasan yang masuk akal (sensible) yaitu sebagai
berikut. (1) Untuk bisa beroperasi dengan lebih ekonomis ini
merupakan alasan yang menonjol. (2) Memperoleh manajemen
yang lebih baik. (3) Pertumbuhan. (4) Penghematan pajak yang
belum dimanfaatkan. (5) Merger untuk memanfaatkan dana yang
menganggur.
Alasan-alasan yang kurang masuk akal (dubious) yaitu
sebagai berikut. (1) Diversifikasi. (2) Pertimbangan earnings per
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
17
share. Suatu perusahaan melakukan merger dengan pertimbangan
agar earning per share “meningkat”, tanpa harus meningkatkan
produktivitas ataupun efesiensi.
Adapun motif melakukan merger menurut (Lukas, 2009) yaitu:
1. Sinergi
Sinergi terjadi dimana 2 ditambah 2 tidak sama dengan 4
tetapi lebih besar dari 4. Mengapa 2+2=4? Karena ada
“synergistic effect” dari (1) operating economies, (2) financial
economies,(3) differential effeciency dan (4) increased market
power.
(1) Operating economies terjadi dari “economies of scale”
pada manajemen, pemasaran, produksi atau distribusi.
Economies of scale menyebabkan biaya-biaya yang ditanggung
perunit produk dapat diturunkan. (2) Financial economies
termasuk biaya transaksi keuangan yang lebih rendah, posisi
keuangan yang lebih kuat dan ranting yang lebih baik dari para
analisis sekuritas. (3) Differential effeciency adalah kondisi
dimana manajemen di satu perusahaan tidak efesien, bila
manajemen diganti setelah merger, perusahaan ini akan
memiliki kinerja lebih baik. (4) Increased market poweer adalah
meningkatnya kekuatan pasar suatu perusahaan setelah merger
karena berkurangnnya persaingn (jumlah perusahaan sejenis).
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
18
Pada kasus industri tertentu yang terdiri atas sedikit perusahaan,
merger dapat menimbulkan isu monopoli.
2. Pertimbangan pajak
Perusahaan yang memiliki laba besar (sehingga harus
membayar pajak yang besar pula) dapat melakukan merger atau
mengambil-alih perusahaan lain yang memiliki penghasilan
sebelum pajak yang negatif (rugi). Tujuannya adalah untuk
segera memanfaatkan kerugian tersebut untuk mengurangi pajak
penghasilan.
3. Membeli aktiva dibawah biaya penggantian (replacement cost)
Misalnya, bila kita yakin bahwa membeli suatu sumur
pengeboran minyak yang sudah beroperasi lebih murah daripada
melakukan pengeboran (membangun) dari awal, kita akan
melakukan akuisisi.
4. Diversifikasi
Dengan merger diharapkan penghasilan perusahaan
menjadi lebih stabil. Ingat bahwa difersifikasi membawa efek
pengurangan resiko bisnis atau pengurangan fluktuasi
keuntungan. Keuntungan ini lebih nyata dinikamati karyawan,
suplier maupun pelanggan perusahaan. Bagi pemegang saham?
Untuk perusahaan publik, keuntungan ini masih dipertanyakan
karena pemegang saham secara pribadi dapat melakukan
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
19
diversifikasi secara mudah yaitu dengan menjual sebagian
sahamnya dan membeli saham-saham perusahaan lain di pasar
modal. Berkurangnya fluktuasi penghasilan juga akan
menguntungkan pemegang obligasi karena risiko bahwa pokok
pinjaman dan bunga tidak terbayar menjadi lebih kecil.
5. Insentif pribadi manajemen perusahaan
Tidak jarang suatu merger terjadi karena lebih didorong
oleh keinginan pribadi manajemen perusahaan untuk
mendapatkan keuntungan bagi mereka sendiri. Seperti diketahui,
setelah merger perusahaan akan menjadi lebih besar, sehingga
manajemen dapat memperoleh kompensansi dan kekuasaan
yang lebih besar. Selain itu, perusahaan menjadi lebih sulit
untuk diambil-alih perusahaan lain karena ukurannya membesar
(dibutuhkan dana yang lebih banyak untuk melakukan itu). Pada
dasarnya tidak ada seorang manajer perusahaan yang
mengharapkan perusahaannya diambil-alih kareana ia dapat
kehilangan pekerjaannya atau minimal berkurang kekuasaannya.
Disamping itu menurut Fuady (2002), ada motivasi mengapa
akuisisi dilakukan, maka akuisisi dapat dibeda-bedakan sebagai
berikut:
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
20
1. Akuisisi Strategis
Pada akuisisi strategis, latar belakang yang menyebabkan
mengapa akuisisi dilakukan adalah untuk meningkatkan
produktivitas perusahaan. Sebab, dengan akuisisi, diharapkan
dapat meningkatkan sinergi usaha, mengurangi risiko (karena
diversifikasi), memperluas pangsa pangsar, meningkatkan
efesiensi dan sebagainya.
2. Akuisisi Finansial
Akuisisi finansial adalah akuisisi yang dilakukan untuk.
mendapatkan keuntungan finansial semata-mata dalam waktu
sesingkat-singkatnya. Akuisisi ini bersifat spekulatif, dengan
keuntungan yang diharapkan lewat pembelian saham/aset yang
murah tetapi dengan income perusahaan target yang tinggi.
2.1.2.4 Faktor Kegagalan dan Keberhasilan Merger & Akuisisi
Penyebab kegagalan dan keberhasilan akuisisi menurut
peneliian yang dilakukan oleh Coopers & Lybrand dalam
Sudarsanam (1999) :
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
21
Tabel 2.1
Penyebab Kegagalan dan Keberhasilan Merger dan Akuisisi
Penyebab Kegagalan
Sikap manajemen perusahaan target dan
perbedaan budaya (85%);
Tidak adanya perencanaan integrasi
pasca akuisisi (80%);
Kurangnya pengetahuan mengenai
industri atau perusahaan target (45%);
Buruknya manajemen perusahaan target
(45%);
Tidak ada pengalaman akuisisi (30%);
Penyebab Keberhasilan
Perencanaan integrsi pasca akuisisi
yang mendetail dan ketepatan
implementasi (76%);
Kejelasan tujuan akuisisi (76%);
Kesesuaian budaya (59%);
Tingkat kerjasama yang tinggi dari
manajemen perusahaan target (47);
Pengetahuan mengenai perusahaan
target dan industrinya (41%);
2.1.2.5 Manfaat dan Resiko Merger dan Akuisisi
Dalam banyak literatur manajemen ditemukan bahwa dalam
melakukan aktivitas merger dan akuisisi terdapat beberapa
beberapa manfaat yang mungkin dihasilkan dari proses merger dan
akuisisi menurut David (2009) dalam Wibowo (2012) antara lain :
1. Meningkatkan efisiensi melalui sinergi yang tercipta diantara
perusahaan yang dimerger atau diakuisisi.
2. Memperluas portfolio jasa yang ditawarkan yang akan berakibat
pada bertambahnya sumber pendapatan bagi perusahaan.
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
3. Memperkuat daya saing perusahaan, dan lain sebagainya.
Namun selain manfaat yang mungkin dihasilkan, menurut
David (2009) dalam Wibowo (2012) perlu juga diperhatikan
kemungkinan risiko yang akan muncul sebagai hasil dari merger
dan akuisisi, yaitu:
1. Seluruh kewajiban masing-masing perusahaan akan menjadi
tanggungan perusahaan hasil merger atau akuisisi, termasuk
kewajiban pembayaran dan penyerahan produk kepada vendor
yang masih terhutang.
2. Beban operasional, terutama dalam jangka pendek, akan
semakin meningkat sebagai akibat dari proses penggabungan
usaha.
3. Perbedaan budaya (corporate culture), sistem dan prosedur yang
diterapkan dimasing-masing perusahaan selama ini akan
memerlukan penyesuaian dengan waktu yang relatif lama, dan
sebagainya.
2.1.3 Anilisis Kinerja Keuangan
2.1.3.1 Pengertian Kinerja Keuangan
Kinerja merupakan indikator dari baik buruknya keputusan
manajemen dalam pengambilan keputusan terutama dalam hal
mengakuisisi perusahaannya. Manajemen dapat berinteraksi
dengan lingkungan interen maupun eksteren melalui informasi.
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
Informasi tersebut lebih lanjut dituangkan atau dirangkum dalam
laporan keuangan perusahaan. Pengertian lain tentang kinerja yaitu
“Performance adalah ukuran seberapa efisien dan efektif sebuah
organisasi atau seorang manajer untuk mencapai tujuan yang
memadai.” (Stoner et al, 1996:9) dalam Edfan (2009). Adapun
pengertian kinerja keuangan suatu perusahaan menurut Barlian
(2003) yaitu diartikan sebagai prospek atau masa depan,
pertumbuhan, dan potensi perkembangan yang baik bagi
perusahaan. Informasi kinerja keuangan diperlukan untuk menilai
perubahan potensial sumber daya ekonomi, yang mungkin
dikendalikan di masa depan dan untuk memprediksi kapasitas
produksi dari sumber daya yang ada.
2.1.3.2 Metode Analisis Kinerja Keuangan dengan Rasio Keuangan
Suatu pengukuran dimana manejemen berhasil atau tidak
dalam meningkatkan kinerja, haruslah menganalisis laporan
keuangan yang biasa kita kenal dengan analisis laporan keuangan.
Analisis laporan keuangan merupakan alat analisis bagi
manajemen keuangan perusahaan yang bersifat menyeluruh, dapat
digunakan untuk mendeteksi/ mendiagnosis tingkat kesehatan
perusahaan, melalui analisis kondisi arus kas atau kinerja
organisasi perusahaan baik yang bersifat parsial maupun kinerja
organisasi secara keseluruhan.(Harmono, 2009). Adapun alat
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
analisis yang umum digunakan adalah analisis rasio keuangan,
analisis common size, dan analisis indeks, baik menggunakan
pendekatan analisis data seri (time series analysis) maupun silang
(cross sectional approach).
Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-
angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu
angka dengan angka lainnya. Jenis-jennis rasio keuangan sangat
beragam, penggunaan masing-masing rasio tergantung yang
dibutuhkan perusahaan, namun akan lebih baik jika menggunakan
seluruh rasio karena akan melihat kondisi dan posisi perusahan
secara lengkap pula. Analisis rasio keuangan dapat diklasifikasikan
ke dalam lima aspek rasio keuangan (Kasmir, 2010), yaitu:
1. Rasio Likuiditas
Fred Weston (1994), menyebutkan bahwa rasio likuiditas
(liquidity ratio) merupakan rasio yang menggambarkan
kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban (utang) jangka
pendek. Pengukuran terhadap rasio yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu rasio lancar (current ratio) dan Rasio kas
(cash ratio).
a. Rasio Lancar (Current Ratio)
Current Ratio (CR) merupakan rasio untuk mengukur
kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara
keseluruhan.
b. Rasi Kas (Cash ratio)
Cash ratio merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar
utang.
2. Rasio Solvabilitas (Leverage Ratio)
Leverage Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan
utang. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio ini digunakan
untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar
seluruh kewajiban baik jangka pendek maupun jangka panjang
apabila perusahaan dibubarkan (dilikuidasi). Pengukuran
terhadap rasio yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rasio
Debt to Assets Ratio (Debt Ratio) dan Debt to Equity Ratio.
a. Debt to Assets Ratio (Debt Ratio)
Debt to Assets Ratio (Debt Ratio) merupkan rasio utang yang
digunakan untuk mengukur seberapa besar aktiva perusahaan
dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan
berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva.
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
b. Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio (DER), merupakan rasio yang
digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini
berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan
peminjam dengan pemilik perusahaan.
3. Rasio Aktivitas
Activity Ratio, merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva
yang dimilikinya serta dapat menilai kemampuan perusahaan
dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Pengukuran terhadap
rasio yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rasio Working
Capital Turnover dan Total Asetss Turnover (TATO).
a. Working Capital Turnover
Perputaran Modal Kerja atau Working Capital Turnover,
merupakan salah satu rasio untuk mengukur atau menilai
keefektifan modal kerja perusahaan selama periode tertentu.
Artinya, seberapa banyak modal kerja berputar selama suatu
periode atau dalam suatu periode.
b. Total Asetss Turnover (TATO)
Perputaran Aktiva atau Total Asetss Turnover (TATO),
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur perputaran
semua aktiva yang dimiliki perusahaan. Kemudian juga
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap
rupiah aktiva.
4. Rasio Profitabilitas
Rasio Probabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan serta memberikan
ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan.
Pengukuran terhadap rasio yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu Net Profit Margin (NPM), Return on Investment (ROI),
Return on Equity (ROE), Earning Per Share (EPS).
a. Rasio Net Profit Margin
Rasio Profit Margin atau margin laba atas penjualan,
merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur
margin laba atas penjualan.
b. Return on Investment (ROI)
Return on Investment (ROI), merupakan rasio yang
menunjukan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan
dalam perusahaan. ROI juga merupakan suatu ukuran tentang
efektifitas manajemen dalam mengelola investasinya.
c. Return on Equity (ROE)
Return on Equity (ROE) atau rentabilitas modal sendiri,
merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
dengan modal sendiri serta dapat menunjukan efisiensi
penggunaan modal sendiri.
d. Earning Per Share (EPS)
Earning Per Share (EPS), merupakan rasio untuk mengukur
keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi
pemegang saham.
5. Rasio Pertumbuhan
Rasio Pertumbuhan (Growht Ratio), merupakan rasio yang
menggambarkan kemampuan perusahaan mempertahankan
posisi ekonominya ditengah pertumbuhan perekonomian dan
sektor usahanya. Pengukuran rasio ini tidak digunakan oleh
penelitiian ini.
2.2 Penelitian Terdahulu
Beragam penelitian dilakukan berkaitan dengan pengaruh merger dan
akuisisi terhadap kinerja perusahaan dan manajemen laba. Rahman dan Bakar
(2002) dalam Kusuma dan Udiana Sari (2003) menyatakan bahwa ada praktik
manajemen laba melalui discreationary accrual pada perusahaan pengakuisisi
sebelum merger dan akuisisi di Malaysia pada tahun sebelum akuisisi. Sedangkan
pada penelitannya.
Hastutik (2006) dalam Adnyana dan Wirawan (2008) menunjukkan dalam
penelitiannya bahwa perusahaan pengakuisisi telah melakukan tindakan
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
manajemen laba sebelum dan sesudah merger dan akuisisi dengan nilai
discretionary accrual (DA) yang bersifat positif. Sedangkan pada penelitiannya
Adnyana dan Wirawan (2008) penelitian terhadap 10 sampel melakukan merger
dan akuisisi di BEI disimpulkan bahwa pada periode satu tahun sebelum merger
dan akuisisi pihak perusahaan pengakuisisi telah melakukan tindakan manajemen
laba dengan cara meningkatkan laba atau menaikkan nilai akrual perusahaan
(income increasing accrual). Sedangkan pada rasio yang diukur dengan CR, ROI,
DER disimpulkan kinerja perusahaan semakin rendah atau mengalami penurunan.
Annisa (2010) meneliti terhadap perusahaan pengakuisisi sebelum dan
sesudah merger dan akuisisi yang terdaftar di BEI pada tahun 2008-2009. Hasil
penelitian membuktikan bahwa tidak terdapat praktik manajemen laba yang
dilakukan perusahaan pengakuisisi dengan income increasing accruals sebelum
merger dan akuisisi. Pada kinerja keuangan yang diproksikan dengan total asset
turnover (TATO), net profit margin (NPM) dan return on asset (ROA)
mengalami perubahan yang berbeda-beda baik sebelum maupun sesudah merger
dan akuisisi.
Wibowo (2012), metode yang digunakan dalam penelitiannya mengambil
data dari perusahaan publik yang telah melakukan merger dan akuisisi di Bursa
Efek Indonesia (BEI) dan mengumumkan kegiatannya pada periode 2004-2010,
dan dianalisis dengan menggunakan statistik non parametrik digunakan untuk
menganalisis data Wilcoxon signed tes pangkat dan Manova, hasil dari penelitian
ini menunjukkan bahwa studi dalam 7 rasio keuangan, NPM, ROI, ROE, EPS,
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
TATO, CR dan Debt, pada pengakuisisi tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan dibandingkan sebelum dan sesudah akuisisi. Tapi perusahaan yang
telah bergabung rasio ROI, EPS dan Debt Rasio terdapat perbedaan yang
signifikan sebelum dan sesudah merger.
Lia (2012), meneliti perusahaan yang terdaftar di BEI dengan kriteria yang
sudah ditentukan terdapat 17 perusahaan sampel. rasio aktivitas yang di ukur
dengan TATO, CR, DER, NPM, ROE, dan ROI pada periode sebelum dan setelah
pelaksanaan merger dan akuisisi menggunakan Uji Wilcoxon signed rank.
Penelitiannya membuktikan bahwa ada kecenderungan manajemen laba di sekitar
merger dan akuisisi (t-1, t0, t+1) sedangkan pada rasio keuangan tidak terdapat
perbedaan Curennt Rasio, Dept To Equity Ratio, Return On Invesmen, Return On
Equity yang signifikan pada sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. Terdapat
perbedaan Net Profit Margin, Total Asset Turn Over yang signifikan pada
sebelum dan sesudah merger dan akuisisi
Tabita ( 2010), mengukur kinerja keuangan dalam penelitiannya dengan
sample tiga tahun setelah akuisisi dan tiga tahun setelah akuisisi diolah
menggunakan metode Economic Value Added. Kesimpulan dari penelitiannya
yaitu tidak terdapat perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah akuisisi.
Widyandaru (2011), meneliti perusahaan publik di BEI melakukan merger
dan akuisisi antara tahun 2003 sampai dengan 2007, hasilnya ada indikasi
manajemen laba yang dilakukan dengan income increasing accruals. Rasio
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
Keuangan yang digunakan yaitu CR, ROI, DER dan hasil yang diperoleh tidak
mengalami perbedaan kinerja keuangan setelah merger dan akuisisi.
Ernawati (2012), penelitiannya pada PT Petrosea Tbk dengan mengukur
dengan rasio ROA, ROE, DER dan CR menggunaknan metode analisis perbedaan
dengan pendekatan studi kasus. Dan pada pengujian hipotesis menggunakan uji
Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukan tidak ada perbedaan signifikan untuk
rasio keuangan ROA, ROE, DER dan CR.
2.3 Kerangka Pemikiran
Manajemen laba dalam penelitian ini diukur dengan proksi discretionary
accruals. Keputusan manajemen suatu perusahaan yang memilih untuk
melakukan manajemen laba dengan cara income increasing membawa
konsekuensi terhadap kinerja perusahaan yang akan mengalami suatu kenaikan
pada periode sesudahnya. Adnyana dan Wirawan (2008) yang menyatakan
manajemen laba terjadi pada perusahaan melakukan merger dan akuisisi pada
periode sebelum merger dan mengidentifikasi bahwa tingkat income increasing
earnings management berhubungan positif dengan ukuran merger.
Atas dasar pertimbangan dari teori pengaruh merger dan akuisisi terhadap
kinerja keuangan dimana setelah merger dan akuisisi ukuran perusahaan dengan
sendirinya bertambah besar karena aset, kewajiban dan ekuitas perusahaan
digabung bersama. Dasar logis dari pengukuran berdasarkan akuntansi adalah
bahwa jika ukuran bertambah besar ditambah dengan sinergi dihasilkan dari
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
gabungan aktvitas-aktivitas yang simultan maka laba perusahaan juga semakin
meningkat.
Suryawijaya (1998), Nurdia (1996), Hutagalung (2002) dan Saiful (2003)
dalam Annisa (2010) yang menyatakan adanya sinergi positif setelah melakukan
merger dan akuisisi dilihat dari perbedaan yang signifikan pada kinerja
perusahaan (yang diproksikan dengan rasio keuangan).
Perubahan-perubahan yang terjadi setelah perusahaan melakukan merger
dan akuisisi biasanya akan tampak pada kinerja perusahaan dan penampilan
finansialnya terutama kinerja keuangan baik pada perusahaan pengakuisisi
maupun perusahaan diakuisisi. Untuk mengetahui keberhasilan merger dan akusisi
dapat dilakukan dengan membandingkan kinerja keuangan perusahaan tersebut,
berdasarkan tinjauan pustaka serta beberapa penelitian terdahulu maka peneliti
mengindikasikan rasio-rasio keuangan yang terdiri dari Current Ratio, Cash
Ratio, Debt Ratio, Debt to Equity Ratio,Work Capital Turnover, Total Asset
Turnover, Net Profit Margin, Return On Investment, Return On Equity, dan
Earning Per Share yang mencerminkan perbedaan setelah melakukan merger dan
akuisisi. Dari uraian diatas dapat digambarkan hubungan skematisnya sebagai
berikut :
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014
Uji Beda Uji Beda
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori yang relevan dan dari beberapa hasil penilitian
sebelumnya, sehingga hipotesis yang dapat diajukan dalam jawaban sementara
terhadap permasalahan penelitian ini adalah :
H1 : Terdapat perbedaan praktik manajemen laba yang dilakukan perusahaan
pengakuisisi dengan cara menaikkan atau menurunkan nilai akrual (income
increasing accrual) sebelum merger dan akuisisi.
H2 : Terdapat perbedaan kinerja keuangan yang diukur dengan Current Ratio,
Cash Ratio, Debt Ratio, Debt to Equity Ratio,Work Capital Turnover,
TATO, NPM, ROI, ROE, EPS sebelum dan setelah merger dan akuisisi.
Manajemen Laba
Discreationary accruals Kinerja Keuangan
Sebelum merger
dan akuisisi
Setelah merger
dan akuisisi
Merger dan Akuisisi
Menaikan nilai
sebelum merger
dan akuisisi
Menurunkan nilai
sebelum merger
dan akuisisi
Analisis Manajemen Laba..., Aprilia Wahyu Fitriana, Fak. Ekonomi UMP, 2014