bab ii tinjauan pustaka 2.1. landasan teori 2.1.1. penawaran

31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran Agregat Penawaran Agregat atau Aggregat Supply adalah jumlah total dari barang dan jasa yang ditawarkan dalam suatu perekonomian pada tingkat harga. Model penawaran agregat secara klasik dibentuk dari fungsi faktor produksi. Secara umum fungsi dari faktor produksi adalah fungsi dari modal (capital) dan tenaga kerja (labor), karena jumlah output yang diproduksi tergantung pada jumlah modal dan tenaga kerja maka model penawaran klasik terbentuk: ) . ( L K f Y ) 1 . 2 ( Di mana Y adalah total output, K adalah capital (modal) dan L adalah labor (tenaga kerja) Dalam jangka panjang perusahaan biasanya menawarkan barang dan jasa dengan harga yang fleksibel dan dalam jangka pendek tingkat harga umumnya bersifat kaku, sehingga penawaran agregat sangat bergantung pada horison waktu. Hal ini juga menyebabkan perbedaan antara penawaran agregat jangka panjang (long- run aggregate supply) dan penawaran agregat jangka pendek (short-run aggregate supply). Universitas Sumatera Utara

Upload: duongthien

Post on 08-Dec-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Penawaran Agregat

Penawaran Agregat atau Aggregat Supply adalah jumlah total dari barang dan

jasa yang ditawarkan dalam suatu perekonomian pada tingkat harga. Model

penawaran agregat secara klasik dibentuk dari fungsi faktor produksi. Secara umum

fungsi dari faktor produksi adalah fungsi dari modal (capital) dan tenaga kerja

(labor), karena jumlah output yang diproduksi tergantung pada jumlah modal dan

tenaga kerja maka model penawaran klasik terbentuk:

).( LKfY )1.2(

Di mana Y adalah total output, K adalah capital (modal) dan L adalah labor (tenaga

kerja)

Dalam jangka panjang perusahaan biasanya menawarkan barang dan jasa

dengan harga yang fleksibel dan dalam jangka pendek tingkat harga umumnya

bersifat kaku, sehingga penawaran agregat sangat bergantung pada horison waktu.

Hal ini juga menyebabkan perbedaan antara penawaran agregat jangka panjang (long-

run aggregate supply) dan penawaran agregat jangka pendek (short-run aggregate

supply).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

Penawaran agregat dalam jangka panjang bersifat vertikal, karena dalam

jangka panjang tingkat harga adalah fleksibel dan pergeseran dalam permintaan

agregat akan mempengaruhi tingkat harga tetapi output perekonomian tetap pada

tingkat alamiah. Pada jangka pendek, tingkat harga bersifat kaku dan penawaran

agregat bersifat horizontal, dan pergeseran permintaan agregat akan menyebabkan

fluktuasi pada output.

Untuk menjelaskan implikasi dari penawaran agregat jangka pendek terdapat

tiga model pendekatan, yaitu model harga kaku (sticky price model), model upah

kaku (sticky wage model) dan model informasi tidak sempurna (imperfect information

model). Melalui ketiga model tersebut kita akan melihat implikasi dari penawaran

agregat jangka pendek.

Implikasi tersebut adalah membuktikan terjadinya trade-off antara tingkat

inflasi dan pengangguran. Trade-off atau pertukaran ini disebut dengan kurva phillips

yang menyatakan bahwa untuk menurunkan tingkat inflasi para pembuat kebijakan

secara sementara harus memperbesar tingkat pengangguran dan untuk mengurangi

pengangguran maka harus menerima inflasi yang lebih tinggi.

2.1.1.1. Model penawaran agregat

Model penawaran agregat jangka pendek bersifat horizontal dan pergeseran

dalam permintaan agregat menyebabkan tingkat output menyimpang dari tingkat

alamiah, kondisi ini menunjukkan kondisi booming dan penurunan dari siklus bisnis.

Meskipun berbeda secara teoritis, namun akhir dari ketiga model penawaran

agregat jangka pendek memenuhi persamaan:

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

)( ePPYY

0

)2.2(

Di mana Y adalah output, Y

tingkat output alami, P adalah tingkat harga, eP adalah

tingkat harga yang diharapkan. Persamaan ini menunjukkan bahwa output

menyimpang dari tingkat alami bila tingkat harga menyimpang dari tingkat harga

yang diperkirakan. Parameter á menunjukkan berapa banyak output merespon

terhadap perubahan yang tidak diharapkan pada dalam tingkat harga, 1/á adalah

kemiringan dari kurva penawaran agregat.

2.1.1.2. Model harga yang kaku

Tingkat harga yang lebih tinggi menunjukkan bahwa biaya perusahaan lebih

tinggi, sehingga semakin tinggi tingkat harga keseluruhan maka semakin besar harga

yang akan dibebankan kepada konsumen, selanjutnya tingkat pendapatan yang lebih

tinggi akan meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan dan biaya

marginal akan naik pada tingkat model harga kaku (sticky price model) menekankan

bahwa perusahaan tidak secara instan menyesuaikan tingkat harga yang mereka

tetapkan sebagai respon terhadap perubahan permintaan karena tingkat harga

biasanya ditetapkan oleh kontrak jangka panjang. Tingkat harga tergantung pada dua

variabel makro yaitu tingkat harga keseluruhan P dan tingkat pendapatan agregat Y.

Produksi yang lebih tinggi sehingga semakin besar permintaan maka semakin

tinggi harga yang akan ditetatapkan produsen. Sehingga persamaannya dapat

dituliskan:

)( YYaPp

)3.2(

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

Persamaan di atas meyatakan bahwa harga yang diinginkan p tergantung tingkat

harga keseluruhan P dan pada tingkat output agregat relatif terhadap tingkat

alamiah )( YY . a > 0 mengukur besar harga yang diinginkan perusahaan untuk

tingkat output agregat.

Dengan mengasumsikan dua produsen dengan harga yang fleksibel dan harga

yang kaku, maka perusahaan dengan harga kaku menetapkan harga yang mengacu

pada:

)( eee YYaPp )4.2(

Di mana e menunjukkan nilai yang diharapkan dari sebuah variabel, dengan asumsi

bahwa produsen mengharapkan output berada dalam tingkat alamiah, sehingga

)( ee YYa adalah nol. Maka perusahaan menetapkan harga:

ePp

)5.2(

atau dapat diartikan bahwa produsen menetapkan harga berdasarkan prediksi

produsen lain menetapkan harga yang sama.

Dengan menggunakan kaidah penetapan harga dari dua produsen maka dapat

diderivasi persamaan penawaran agregat, dengan tingkat harga keseluruhan dari

perekonomian yang merupakan rata-rata tertimbang dari harga yang ditetapkan dari

dua produsen di atas. Jika s adalah fraksi dengan harga kaku dan (1-s) adalah fraksi

dengan harga fleksibel maka tingkat harga keseluruhan adalah:

)()[1( YYaPssPP e

)6.2(

Kurangi Ps)1( dari kedua sisi persamaan, maka didapat:

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

)()[1( YYassPsP e )7.2(

bagi kedua sisi dengan s untuk tingkat harga keseluruhan, maka:

)](/)1[( YYsasPP e

)8.2(

dari persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa bila mengharapkan harga yang tinggi

maka produsen harus menetapkan biaya produksi yang lebih tinggi, tingkat harga

yang tinggi ini akan menyebabkan produsen lain menetapkan tingkat harga yang

tinggi pula. Sehingga tingkat harga yang diharapkan tinggi maka akan menyebabkan

tingkat harga aktual menjadi tinggi. Selanjutnya ketika tingkat output tinggi maka

permintaan akan barang juga akan naik dan produsen dengan harga fleksibel akan

menetakan harga yang tinggi yang menyebabkan tingkat harga secara umum menjadi

naik.

Dapat disimpulkan bahwa tingkat harga keseluruhan tergantung pada tingkat

harga yang diharapkan dan pada tingkat output. Sehingga persamaan penetapan harga

agregat menjadi:

)( ePPYY

)2.2(

Di mana ])1/( ass . Model harga kaku menyatakan bahwa

penyimpangan output dari tingkat alamiah secara positif berkaitan dengan

penyimpangan tingkat harga dari tingkat harga yang diharapkan.

2.1.1.3. Model upah kaku

Model upah kaku (sticky wage model) menunjukkan implikasi dari upah

nominal yang kaku pada penawaran agregat. Tingkat upah cenderung kaku

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

dikarenakan tingkat upah biasanya ditetapkan dalam kontrak jangka panjang,

sehingga tingkat upah tidak dengan cepat disesuaikan ketika kondisi ekonomi

berubah. Untuk mengkajinya model ini perlu diperhatikan apa yang terjadi pada

jumlah output yang diproduksi ketika tingkat harga naik.

Ketika upah nominal tidak berubah, kenaikan tingkat harga akan menurunkan

upah rill, yang akan membuat tenaga kerja menjadi murah. Selanjutnya upah rill yang

lebih rendah akan mendorong perusahaan mengunakan lebih banyak tenaga kerja dan

tenaga kerja tambahan ini akan memproduksi lebih banyak output. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa tingkat harga dan jumlah output berhubungan positif, kenaikan

kenaikan tingkat harga akan menaikkan jumlah output selama upah nominal tidak

disesuaikan.

Para pekerja dan perusahaan menetapkan upah nominal W berdasarkan upah

rill target dan tingkat harga yang mereka harapkan eP , maka upah nominal

adalah:

exPW

)9.2(

setelah upah nominal ditetapkan sebelum tenaga kerja ditarik, perusahaan

mempelajari tingkat harga aktual P, maka upah rill menjadi:

)/(/ PPxPW e

)10.2(

asumsi akhir dari model upah kaku adalah bahwa kesempatan kerja ditentukan oleh

jumlah tenaga kerja yang diminta perusahaan. Maka fungsi permintaan tenaga kerja:

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

)/( PWLL d

)11.2(

yang menyatakan semakin rendah upah rill maka semakin banyak tenaga kerja yang

digunakan perusahan, sehingga dapat disimpulkan karena upah bersifat kaku,

perubahan pada tingkat harga akan menjauhkan upah rill dari upah rill target, dan

perubahan upah rill akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang digunakan serta

output yang diproduksi, sehingga kurva penawaran agregat dapat ditulis:

)( ePPYY

)2.2(

2.1.1.4. Model informasi tidak sempurna

Model informasi tak sempurna (imperfect information model) mengasumsikan

bahwa dalam pasar semua upah dan harga akan bebas menyesuaikan diri untuk

menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Model ini juga mengasumsikan bahwa

setiap produsen dalam perekonomian memproduksi barang tunggal dan

mengkonsumsi banyak barang. Karena jumlah barang begitu banyak para produsen

tidak dapat mengamati seluruh harga baik dalam jangka panjang maupun jangka

pendek. Mereka memantau dengan ketat harga barang yang mereka produksi, tetapi

kurang memantau harga seluruh barang yang mereka konsumsi.

Ringkasnya, model informasi tak sempurna menyatakan bahwa bila harga

aktul naik melebihi harga yang diharapkan, maka para produsen akan meningkatkan

output mereka, sehingga persamaan penawaran agregat dapat ditulis:

)( ePPYY

)2.2(

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

2.1.2. Inflasi, Pengangguran dan Kurva Philips

Indikator kebijakan makro ekonomi adalah tingkat inflasi yang rendah dan

pengangguran yang rendah. Namun seringkali dua tujuan ini bertentangan atau

terjadinya trade off antara tingkat inflasi dan pengangguran. Seperti yang telah

dijelaskan Trade-off atau pertukaran ini disebut dengan kurva Philips yang

merupakan refleksi dari penawaran agregat jangka pendek dan ketika pembuat

kebijakan menggerakkan penawaran jangka pendek, maka pengangguran dan inflasi

akan bergerak pada arah yang berlawanan.

Gambar 2.1. Kurva Philips

Dalam sudut pandang kurva Philips tingkat inflasi tergantung pada inflasi

yang diharapkan, pengangguran siklis (deviasi pengangguran dari tingkat alami) dan

guncangan penawaran. Ketiga hal tersebut ditunjukkan dalam persamaan:

vuune )(

)12.2(

Inflasi

ð e + v

un Pengangguran

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

Di mana adalah tingkat inflasi, e adalah tingkat inflasi yang diharapkan,

)( nuu pengangguran siklis dan v guncangan penawaran. Tanda negatif pada

pengangguran siklis, dengan asumsi variabel yang lain tetap maka pengangguran

yang tinggi cenderung mengurangi inflasi.

Kurva Philips berasal dari derivasi dari persamaan untuk penawaran agregat

yaitu:

))(/1( YYPP e

)13.2(

dengan satu penambahan, satu pengurangan dan satu subtitusi, kita bisa

memanipulasi untuk mendapatkan hubungan antara inflasi dan pengangguran.

Pertama ditambahkan sisi kanan dengan guncangan penawaran v untuk

menunjukkan peristiwa eksogen seperti fluktuasi harga minyak dunia, yang

mengubah tingkat harga dan menggeser kurva penawaran agregat jangka pendek.

vYYPP e ))(/1(

)14.2(

kedua, untuk mengubah tingkat harga menjadi tingkat inflasi kurangi tingkat harga

tahun lalu P-1 dari kedua sisi persamaan

vYYPPPP e ))(/1(11

)15.2(

1 PP adalah perbedaan tingkat harga sekarang dan tingkat harga tahun lalu, yang

merupakan tingkat inflasi )( , sementara 1 PP e adalah perbedaan antara tingkat

harga yang diharapkan dan tingkat harga tahun lalu atau merupakan tingkat inflasi

yang diharapkan e)( sehingga persamaan akan berbentuk:

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

vYYe ))(/1(

)16.2(

Kxetiga, untuk beralih dari output ke pengangguran dengan menggunakan

Hukum Okun, yang menyatakan bahwa penyimpangan output dari tingkat alamiah

berbanding terbalik dengan penyimpangan pengangguran dari tingkat alamiah. Bila

output lebih tinggi dari tingkat output alamiah, maka pengangguran lebih rendah dari

tingkat pengangguran alamiah, dan bentuk persamaannya:

)())(/1( nuuYY )17.2(

Kita subtitusi )( nuu kepada ))(/1( YY pada persamaan sebelumnya, maka

didapat persamaan:

vuune )(

)12.2(

Dari derivasi kurva Philips dapat disimpulkan, bahwa persamaan kurva

Philips dan persamaan agregat jangka pendek menunjukkan gagasan makro ekonomi

yang sama atau menunjukkan hubungan antara variabel rill dan nominal atau

dikotomi klasik tidak berlaku dalam jangka pendek.

Menurut persamaan agregat jangka pendek, output terkait dengan pergerakan

yang tidak diharapkan dalam tingkat harga. Namun menurut persamaan kurva Philips

pengangguran terkait dengan pergerakan yang tidak diharapkan dalam tingkat inflasi.

Model penawaran agregat lebih tepat menjelaskan output dan tingkat harga dan kurva

Philips menjelaskan pengangguran dan inflasi.

2.1.3. Harga Minyak Dunia

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

Secara umum fungsi penawaran agregat adalah fungsi dari faktor produksi,

dan dalam penelitian ini penulis menambahkan variabel harga minyak sebagai salah

satu variabel faktor produksi. Hal ini disebabkan karena sangat berfluktuasinya

pergerakan harga minyak di pasaran dunia sehingga kenaikan harga minyak akan

serta merta menaikkan biya produksi, dan kenaikan produksi ini akan meningkatkan

harga.

Tidak hanya meningkatkan tingkat harga secara umum, kenaikan harga

minyak dunia juga akan mempengaruhi daya beli masyarakat karena sangat

strategisnya kondisi pergerakan harga minyak dan berdampak pada kondisi makro

ekonomi, sehingga penetapan harga minyak dalam negeri juga menjadi pertimbangan

makro ekonomi yang sangat sulit dan penetapan kenaikan maupun penurunan harga

minyak selalu menuai pro dan kontra.

Masuknya harga minyak sebagai salah satu variabel makro ekonomi yang

merupakan salah satu bentuk guncangan penawaran (v) akan mengubah tingkat harga

dan menggeser penawaran agregat, harga minya dunia ditambahkan sebagai variabel

yang mempengaruhi pergerakan inflasi di Indonesia. Maka bentuk persamaannya:

vYYPP e ))(/1(

)14.2(

Di mana P adalah tingkat harga, eP tingkat harga yang diharapkan, v adalah

guncangan penawaran yang berasal dari fluktuasi harga minyak dunia. Y adalah

tingkat output, Y adalah tingkat output alami dan )/1( adalah kemiringan dari

kurva penawaran agregat.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

2.1.4. Permintaan Agregat

Permintaan agregat atau aggregat demand adalah jumlah total dari barang-

barang yang diminta dalam suatu perekonomian. Permintaan agregat menjelaskan

hubungan antara jumlah output yang diminta pada tingkat harga agregat, sehingga

permintaan agregat menunjukkan jumlah barang dan jasa yang ingin dibeli orang

pada setiap tingkat harga.

Model permintaan agregat dimulai dari model IS-LM yang merupakan

keseimbangan antara sektor rill dan pasar keuangan. Model IS-LM adalah

interprestasi terkemuka dari teori Keynes yang bertujuan untuk menunjukkan apa

yang menentukan pendapatan nasional pada tingkat harga tertentu. Model IS-LM juga

menunjukkan apa yang menyebabkan pendapatan berubah dalam jangka pendek

ketika tingkat harga adalah tetap.

Model IS diawali dari perpotongan keynesia (keynesian cros) dan model LM

diawali dari preferensi likuiditas. Model IS menyatakan tingkat investasi dan

tabungan yang terjadi pada pasar barang dan jasa, atau menggambarkan hubungan

antara tingkat bunga serta tingkat pendapatan yang muncul di pasar barang dan jasa.

Model LM menyatakan hubungan tingkat bunga serta tingkat pendapatan yang

muncul di pasar uang.

2.1.4.1. Model IS

Dalam The General Teory, Keynes menyatakan bahwa pendapatan total

perekonomian dalam jangka pendek sangat ditentukan oleh keinginan rumah tangga,

perusahaan dan pemerintah dalam membelanjakan pendapatannya. Semakin banyak

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

orang mengeluarkan pendapatannya maka semakin banyak barang dan jasa yang bisa

dijual perusahaan.

Keynesian cross diderivasi dari pengeluaran yang direncanakan, dengan

menggambarkan perbedaan antara pengeluaran aktual dan pengeluaran yang

direncanakan. Pengeluaran aktual (actual expenditure) adalah jumlah uang yang

dikeluarkan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah atas barang dan jasa yang

merupakan Produk Domestik Bruto (PDB). Pengeluaran yang direncanakan (planned

expenditure) adalah jumlah uang yang akan dikeluarkan rumah tangga, perusahaan

dan pemerintah atas barang dan jasa.

Dalam perekonomian terbuka, maka pengeluaran yang direncanakan E,

sebagai jumlah konsumsi C, investasi yang direncanakan I, belanja pemerintah G dan

NX adalah net-eksport. Sehingga fungsi persamaannya:

NXGICY

)18.2(

EY

)19.2(

NXGICE

)20.2(

)( TYfC

)21.2(

),( YrfI

)22.2(

GG

)23.2(

)( efNX

)24.2(

maka pengeluaran yang direncanakan:

)(),()( eNXGYrITYCE )25.2(

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

),,,( erGTfE

)26.2(

Di mana, Y pengeluaran aktual, E pengeluaran yang direncanakan,

C konsumsi, I investasi, G pemerintah, T pajak, r tingkat bunga, net-eksport

NX dan nilai tukar e

Keynesian cross adalah keseimbangan dari pendapatan yang yang berasal dari

pengeluaran aktual sama dengan pengeluaran yang direncanakan. Keynesian cross

menunjukkan bagaimana rencana pengeluaran rumah tangga, perusahaan dan

pemerintah dalam menentukan pendapatan perekonomian. Keynesian cross juga

menyederhanakan bahwa tingkat investasi yang direncanakan adalah tetap dan

investasi yang direncanakan tergantung pada tingkat bunga r , dan hubungan tingkat

bunga juga investasi ditunjukkan pada persamaan

)( rII

)27.2(

Tingkat bunga adalah biaya pinjaman untuk mendanai biaya investasi, maka

kenaikan tingkat bunga akan mengurangi investasi yang direncanakan, hal ini

menggambarkan hubungan tingkat investasi dan tingkat bunga adalah negatif.

Pendapatan akan berubah ketika tingkat bunga berubah. Dengan mengkombinasikan

fungsi investasi dan Keynesian croos kita dapat melihat bagaimana pendapatan

berubah ketika tingkat bunga berubah.

Investasi memiliki hubungan terbalik dengan tingkat bunga, sehingga

kenaikan tingkat bunga akan mengurangi jumlah investasi yang direncanakan dan

akan merubah pengeluaran yang direncana. Perubahan pengeluaran yang

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

direncanakan akan menurunkan tingkat pendapatan sehingga kenaikan tingkat bunga

akan menurunkan tingkat pendapatan.

Investasi dan interaksi antara I dan Y yang ditunjukkan oleh Keynesian

croos. Setiap titik pada model IS menggambarkan keseimbangan di pasar barang dan

model IS mengilustrasikan bagaimana keseimbangan pendapatan bergantung pada

tingkat suku bunga. Karena naiknya tingkat bunga menyebabkan investasi yang

direncanakan turun sehingga model IS bergerak ke bawah.

2.1.4.2. Kebijakan fiskal menggeser IS

Model IS menjelaskan untuk tingkat bunga berapapun, tingkat pendapatan

akan mondorong pasar barang menuju ekuilibrium. Pada perpotongan keynesian,

tingkat pendapatan juga tergantung pada belanja Pemerintah G dan pajak T .

Ketika kita membangun model IS kita mempertahankan G dan T tetap, namun

ketika kebijakan fiskal berubah maka model IS juga akan bergeser.

Peningkatan belanja pemerintah G akan menggeser model IS ke kanan atas.

Keynesian cross menunjukkan bahwa perubahan kebijakan fiskal akan meningkatkan

pengeluaran yang direncanakan dan meningkatkan pendapatan keseimbangan. Kita

juga dapat menggunakan Keynesian cross pada perubahan dalam kebijakan fiskal

yang juga dapat menggeser model IS. Kebijakan fiskal tersebut adalah penurunan

pajak yang juga akan akan memperbesar pengeluaran dan pendapatan atau menggeser

model IS ke kanan. Selanjutnya penurunan belanja pemerintah dan peningkatan pajak

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

akan mengurangi pendapatan dan karena perubahan dalam kebijakan fiskal akan

menggeser model IS kekiri.

Menurut (Mankiw, 2007) model IS menunjukkan kombinasi dari tingkat

bunga dan tingkat pendapatan terhadap keseimbangan pada pasar barang dan jasa.

Model IS digunakan untuk kebijakan fiskal tertentu dan perubahan pada kebijakan

fiskal yang meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa akan menggeser

model IS ke kanan, sementara perubahan kebijakan fiskal yang mengurangi

permintaan terhadap barang dan jasa akan menggeser model IS ke kiri.

2.1.4.3. Model LM

Model LM menjelaskan hubungan antara tingkat bunga dan tingkat

pendapatan yang muncul di pasar uang, dan untuk memulai pemahaman tentang

model LM kita akan mulai dari teori tingkat bunga atau teori preferensi likuiditas

(theory of liquidity preference).

Dalam buku klasiknya The General Theory, Keynes menjabarkan

pandangannya tentang bagaimana tingkat bunga ditentukan dalam jangka pendek,

atau biasa disebut teori preferensi likuiditas. Teori ini menyatakan bahwa tingkat

bunga disesuaikan untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan untuk asset

perekonomian yang paling likuid yaitu uang.

Jika M menyatakan jumlah uang beredar, P menyatakan tingkat harga

maka PM / adalah penawaran keseimbangan uang rill dan menurut teori

preferensi memiliki asumsi bahwa penawaran keseimbangan uang rill adalah tetap,

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

)/()/( PMPM s . Karena penawaran keseimbangan uang rill adalah tetap

atau tidak tergantung pada tingkat suku bunga, maka model penawarannya berbentuk

vertikal.

Permintaan terhadap keseimbangan uang rill yang ditegaskan oleh teori

preferensi menegaskan bahwa tingkat bunga adalah salah satu determinan dari berapa

banyak uang yang ingin dipegang, karena tingkat bunga merupakan opportunity cost

dari memegang uang. Ketika tingkat bunga naik, orang hanya ingin memegang lebih

sedikit uang. Sehingga dapat ditulis bahwa fungsi dari jumlah uang yang diminta

adalah tingkat bunga.

)()/( rd LPM

)28.2(

Penawaran dan permintaan akan keseimbangan uang rill menentukan tingkat

bunga yang muncul di perekonomian, yaitu tingkat bunga disesuaikan untuk

menyeimbangkan pasar. Pada tingkat bunga keseimbangan jumlah uang rill yang

diminta sama dengan jumlah penawarannya.

Jika tingkat bunga berada di atas tingkat keseimbangan, maka jumlah uang rill

yang ditawarkan melebihi jumlah yang diminta sehingga orang-orang yang

memegang kelebihan jumlah uang beredar berusaha mengubah uang cash menjadi

bentuk yang menghasilkan bunga. Maka dapat disimpulkan teori preferensi likuiditas

menggambarkan hubungan terbalik dari jumlah uang beredar dengan tingkat suku

bunga, saat terjadi penurunan jumlah uang beredar maka akan menaikkan tingkat

suku bunga dan kenaikan jumlah uang beredar akan menurunkan tingkat bunga.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

Model LM menunjukkan kombinasi tingkat bunga dan tingkat yang konsisten dengan

ekuilibrium dalam pasar keseimbangan uang rill. Penurunan dalam penawaran

keseimbangan uang rill menggeser model LM ke atas dan kenaikan dalam penawaran

keseimbangan uang rill akan menggeser model LM ke bawah.

2.1.4.4. Permintaan agregat

Model permintaan agregat atau aggregat demand diturunkan dari model IS-

LM, dari persamaan )18.2( dan persamaan )28.2( . Berdasarkan pada

persamaan tersebut, model IS memberikan kombinasi antara r dan Y yang memenuhi

persamaan pada pasar barang dan model LM memberikan kombinasi antara r dan Y

yang memenuhi persamaan pada pasar uang. Keseimbangan perekonomian adalah

titik di mana model IS dan LM saling berpotongan, titik ini menunjukkan tingkat

bunga r dan tingkat pendapatan Y yang memenuhi kondisi untuk keseimbangan baik

dipasar barang maupun pasar uang. Pada perpotongan ini juga menjelaskan bahwa

pengeluaran aktual sama dengan pengeluaran yang direncanakan dan permintaan

terhadap uang rill sama dengan penawarannya.

Permintaan agregat menggambarkan hubungan antara tingkat harga dan

tingkat pendapatan nasional, hubungan tersebut diderivasi dari teori kuantitas uang

yang menjelaskan bahwa pada jumlah uang beredar tertentu, tingkat harga yang lebih

tinggi akan menunjukkan tingkat pendapatan yang lebih rendah.

PYMV

)29.2(

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

Di mana M adalah jumlah uang beredar, V adalah perputaran uang, P adalah tingkat

harga dan Y adalah jumlah output. Kenaikan jumlah uang beredar akan menggeser

kurva permintaan agregat ke kiri. Namun untuk memahami determinan permintaan

agregat secara lengkap kita menggunakan model IS-LM. Pada model IS-LM akan

terlihat pendapatan nasional turun ketika tingkat harga naik, dan permintaan agregat

miring ke bawah dan apa yang menyebabkan permintaan agregat bergeser.

Permintaan agregat miring ke bawah ketika tingkat harga berubah pada model

IS-LM, untuk setiap jumlah uang beredar M, tingkat harga P yang lebih tinggi akan

mengurangi penawaran keseimbangan uang rill M/P. Penawaran keseimbangan uang

rill yang lebih rendah akan menggeser model LM keatas dan akan mendongkrak

tingkat bunga keseimbangan, selanjutnya meningkatan harga dan akan menurunkan

pendapatan. Permintaan agregat menunjukkan hubungan negatif antara pendapatan

nasional dan tingkat harga. Dengan kata lain permintaan agregat menunjukkan

ekuilibrium yang muncul dalam model IS-LM ketika kita mengubah tingkat harga

dan melihat apa yang akan terjadi dengan pendapatan.

Semua hal yang merubah pendapatan pada model IS-LM selain perubahan

pada tingkat harga menyebabkan pergeseran pada permintaan agregat. Faktor yang

menyebabkan pergeseran permintaan agregat bukan hanya kebijakan moneter dan

fiskal, tetapi juga guncangan pada pasar barang (IS) dan guncangan pada pasar uang

(LM).

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

Model permintaan agregat (aggregat demand) diderivasi dari model IS-LM,

dengan mensubtitusi persamaan )18.2( dan persamaan )28.2( .

)(),()(,[/ eNXGYrITYCrLPM

)30.2(

)(),()(,[. eNXGYrITYCrLPM

)31.2(

maka:

)(),()(,[ eNXGYrTYCrL

MP

)31.2(

),,,,( eTGrMfP

)32.2(

Sehingga kenaikan tingkat harga sangat dipengaruhi oleh jumlah uang

beredar, tingkat suku bunga, pengeluaran pemerintah dan pajak serta nilai tukar.

2.1.5. Keseimbangan Penawaran Agregat dan Permintaan Agregat

Model IS-LM dirancang untuk menjelaskan perekonomian dalam jangka

pendek ketika tingkat harga adalah tetap dan melihat bagaimana perubahan tingkat

harga mempengaruhi keseimbangan dalam model IS-LM juga menggunakan model

IS-LM untuk menjelaskan perekonomian dalam jangka panjang ketika tingkat harga

disesuaikan untuk menjamin bahwa perekonomian berproduksi pada tingkat alamiah.

Sementara penawaran agregat diderivasi dari model harga kaku (sticky price

model), model upah kaku (sticky wage model) dan model informasi tidak sempurna

(imperfect information model), model inflasi dan pengangguran (kurva Philips) dan

penawaran agregat dengan guncangan (shock) harga minyak.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

Keseimbangan penawaran agregat dan permintaan agregat diturunkan dari

derivasi penawaran agregat dan permintaan agregat. Penawaran agregat diturunkan

dari persamaan (2.41) dan permintaan agregat diturunkan dari dari persamaan (2.31)

Maka keseimbangan agregat adalah:

ADAS

Subtitusi persamaan )14.2( kedalam persamaan )31.2(

)(),()(,[ eNXGYrTYCrL

MP

)(),()(,[))(/1(

eNXGYrTYCrL

MvYYP e

)33.2(

)}(),()(,[}{))(/1({ eNXGYrTYCrLvYYPM e )34.2(

)(),()(,[))(/1( eNXGYrTYCrLvYYPM e )35.2(

)(),()(,[))(/1( eNXGYrTYCrLvYYMP e )36.2(

Maka fungsi tingkat harga pada interaksi penawaran dan permintaan agregat adalah:

),,,,,,,( erTGvYuMfP

)37.2(

Di mana P = tingkat harga

u = pengangguran

Y = produk domestik bruto

v = harga minyak dunia

M = jumlah uang beredar

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

r

= tingkat suku bunga

TG = net government

e = nilai tukar

2.1.6. Inflasi

Inflasi adalah fenomena moneter yang diakibatkan pertumbuhan moneter

yang berlebihan dan tidak stabil. Hal ini dapat dilihat dari efek fisher yang

menyatakan bahwa inflasi merupakan pengurangan dari tingkat bunga nominal (r)

dengan tingkat bunga rill (i)

ir )38.2(

atau ð = r - i (efek fisher)

efek fisher menunjukkan tingkat bunga bisa berubah karena tingkat bunga rill

berubah atau tingkat inflasi berubah.

Keynes dalam Atmadja (1999) mengatakan bahwa inflasi terjadi karena

masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga

menyebabkan permintaan agregat melebihi penawaran agregat yang akan

menyebabkan terjadinya inflationary gap.

Menurut A.P Lehner inflasi adalah keadaan di mana terjadinya kelebihan

permintaan (Axcess Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara

keseluruhan (Anton H. Gunawan, 1991). Menurut Budiono (1995) inflasi adalah

kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus.

Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari

barang-barang lain.

Sehingga dapat didefinisikan inflasi adalah fenomena moneter yang

menunjukkan kenaikan tingkat harga secara umum dan terjadi secara terus menerus.

Ada tiga kriteria yang perlu diamati untuk melihat sudah terjadinya inflasi yaitu

kenaikan harga, bersifat umum dan terjadi secara terus menerus

Laju inflasi adalah tingkat perubahan harga secara umum dari setiap jenis

produk pada periode waktu tertentu. Indikator untuk menghitung laju inflasi adalah

indeks harga konsumen (consumer price index), indeks harga produsen dan indeks

harga implisit (GNP deflator).

Inflasi dapat dibedakan berdasarkan tingkat laju inflasi yaitu:

1. Moderat Inflation adalah laju inflasi antara 7-10% merupakan yang ditandai

dengan kenaikan harga-harga secara lambat.

2. Galloping Inflation adalah inflasi ganas dengan tingkat laju inflasi antara 20-

100% yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan serius terhadap

perekonomian.

3. Hyper Inflation adalah inflasi dengan tingkat inflasi yang sangat tinggi di atas

100%. Inflasi ini dapat mematikan kegiatan perekonomian masyarakat.

Inflasi juga dapat dibedakan dasarkan sumber dan penyebab inflasi, dari

sebab-musababnya inflasi dapat timbul karena adanya peningkatan permintaan

masyarakat (demand pull inflation), karena desakan naiknya biaya produksi (cost

push inflation), serta karena keduanya (mixed inflation).

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

2.1.6.1 Demand pull inflation

Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perkonomian yang sedang berkembang

pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan pendapatan dan selanjutnya

menaikan daya beli masyarakat. Peningkatan daya beli akan mendorong permintaan

melebihi supply produk yang tersedia. Sehingga permintaan agregat meningkat lebih

cepat dibandingkan dengan supply produk sehingga harga akan naik dan terjadi

inflasi akses dari peningkatan demand masyarakat.

Pendapatan Permintaan Agregat Harga maka yang terjadi inflasi.

Seperti telah sering dijelaskan karena JUB (jumlah uang beredar) meningkat,

permintaan masyarakat untuk berkonsumsi akan cenderung meningkat, dan

peningkatan ini akan menggeser permintaan ke kanan, sehingga meskipun produksi

dan permintaan naik, namun harga akan naik, sehingga bila ini terjadi pada semua

barang akan menimbulkan inflasi.

2.1.6.2 Cost push inflation

Inflasi ini terjadi akibat dari dorongan kenaikan biaya produksi secara terus

menerus. Kenaikan biaya produksi bisa berawal dari kenaikan harga faktor produksi

seperti upah tenaga kerja, harga energi (minyak, batubara dan gas), harga bahan baku,

kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan BBM dan lain-lain. Kenaikan ini akan

mendorong kenaikan biaya produksi dan akhirnya mendorong kenaikan harga barang-

barang secara umum.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

Harga Energi biaya produksi harga maka terjadi inflasi.

Kenaikan harga terjadi akibat meningkatnya biaya produksi, yang mendorong

produsen untuk mengurangi jumlah produksinya, akibatnya jumlah produksi

berkurang dan harga naik.

Bila diperhatikan, dampak dari kenaikan harga lebih buruk dari proses yang

terjadi karena dorongan demand pull, karena selain kenaikan harga, jumlah produksi

juga berkurang, sehingga selain harus menanggung kenaikan harga, masyarakat juga

mengalami kesulitan dalam mendapatkan produk. Dengan pendapat yang sedikit

berbeda, Nopirin (1997) berpendapat bahwa karena inflasi merupakan proses

kenaikan harga-harga umum, di mana harga umum ditentukan oleh permintaan dan

penawaran agregat, maka inflasi dapat disebabkan oleh perubahan permintaan dan

atau penawaran agregat. Oleh karena itu, pengendalian inflasi dapat dilakukan

melalui dua variabel tersebut.

2.2. Peneliti Terdahulu

1. Jannita Devi (2006) Analisis inflasi di Indonesia, dengan variable independent

produk domestik bruto, nilai tukar dan jumlah uang beredar penelitian

menggunakan model ekonometrik sederhana dengan data sekunder time series

yang bersifat kuantitatif tahun 2000-2005. Data dianalisis dengan metode OLS

(Ordinary Least Square) dengan program Eviews 4.1. Hasil penelitian

menunjukkan secara serentak PDB, nilai tukar dan jumlah uang beredar

berpengaruh secara sifnifikan terhadap inflasi di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

2. Linggar Ikhsan Nugroho (2004), Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi laju

inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia setelah masa krisis

1997 dengan variable independent jumlah uang beredar (JUB), nilai tukar

(KURS) dan tingkat suku bunga Bank Indonesia (SBI) dengan analisis regresi

linear berganda dengan model dinamis koreksi kesalahan Engle-Granger, untuk

ketepatan analisis dilakukan uji stasionaritas data, uji asumsi klasik dan uji

statistik. Hasil analisis menyebutkan bahwa jumlah uang beredar dalam jangka

pendek mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan sedangkan dalam jangka

panjang tidak berpengaruh terhadap laju inflasi di Indonesia. Nilai tukar rupiah

dalam jangka pendek mempunyai pengaruh yang negatif signifikan sedangkan

jangka panjang berpengaruh secara positif signifikan, sedangkan tingkat suku

bunga dalam jangka pendek berpengaruh secara positif dan signifikan sedangkan

dalam jangka panjang tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap laju

inflasi di Indonesia.

3. Ferry Andrianus dan Amelia Niko: Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi

inflasi di Indonesia periode 1997: 3-2005: 2 dengan variable independent jumlah

uang beredar (JUB), produk domestik bruto, nilai tukar dan suku bunga deposito,

dengan analisis regresi linear berganda (OLS) dan metode Partial Adjusment

Model. Hasil analisis menyatakan bahwa pengaruh tingkat suku bunga sangat

dominan terhadap inflasi di Indonesia periode 1997: 3-2005: 2 dibandingkan

dengan nilai tukar.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

4. Endri: Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia periode

1997-2005 dengan variable independent yaitu variable domestic meliputi SBI,

Out put Gap dan GDP dengan variable eksternal yaitu nilai tukar dan CPI

Amerika. Analisis menggunakan model analisis kointegrasi dan model koreksi

kesalahan (ECM). Hasil analisis menemukan selama periode nilai tukar

mengambang dalam jangka panjang instrumen kebijakan moneter (SBI rate), out

put gap dan nilai tukar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap inflasi. Dalam

jangka pendek kecepatan penyesuaian nilai tukar cukup besar untuk kembali ke

keseimbangan jangka panjang. Dengan menggunakan impulse response dan

varian decomposition menunjukkan bahwa suku bunga SBI, nilai tukar dan out

put gap mempunyai kontribusi yang cukup signifikan dalam mempengaruhi

inflasi di Indonesia.

5. Mariyani Dewi: analisis pengaruh harga minyak dunia terhadap variabel makro

ekonomi Indonesia periode 1993: I-2005: IV dengan variabel independen yaitu

nilai tukar, inflasi, output dan jumlah uang beredar sebagai variabel makro

ekonomi. Dengan menggunakan metode VAR diperoleh pengaruh shock harga

minyak dunia yang direspon jangka pendek oleh variabel makro ekonomi sekitar

dua kuartal. Sedang berdasarkan hasil analisis variance decomposition

menunjukkan, ketika ketika sebagai negara pengekspor variabel nilai tukar

merespon sangat besar shock harga minyak dunia, sementara pada posisi net

importir kontribusi variabel inflasi memberikan respon yang paling kuat.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

6. Jamilah Lestyowati: Analisis pengaruh belanja pegawai pemerintah, investasi dan

jumlah uang beredar terhadap inflasi di Indonesia dengan variabel independen

yaitu belanja pagawai pemerintah, investasi dan jumlah uang beredar dan variable

dependent adalah tingkat inflasi. Dengan menggunakan metode Ordinary least

Square (OLS) berusaha mengidentifikasi faktor-faktor penyebab inflasi

di Indonesia dengan menggunakan data sekunder tahun 1985-2007. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama belanja pegawai pemerintah,

investasi dan jumlah ung beredar berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi

di Indonesia. Sedangkan secara parsial, belanja pegawai pemerintah dan investasi

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap inflasi sedangkan jumlah uang

beredar berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Dengan

membandingkan koefisien asing-masing variabel bebas terlihat bahwa jumlah

uang beredar merupakan variabel utama yang memberikan kontribusi paling besar

dalam hubungannya dengan inflasi di Indonesia

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

2.3. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Analisis Inflasi dan Variabel Ekonomi Makro di Indonesia

Tingkat Inflasi

Permintaan Agregat

1. Produk Domestik bruto

2. Jumlah Uang Beredar

3. Net-Government

4. Tingkat Bunga

5. Nilai Tukar

Penawaran Agregat

1. Pengangguran

2. Harga Minyak Dunia

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

2.4. Hipotesis

1. Inflasi berkontribusi terhadap pengangguran, harga minyak dunia, produk

domestik bruto, jumlah uang beredar, net-government, tingkat bunga dan nilai

tukar di Indonesia.

2. Pengangguran berkontribusi terhadap inflasi, harga minyak dunia, produk

domestik bruto, jumlah uang beredar, net-government, tingkat bunga dan nilai

tukar di Indonesia.

3. Harga minyak dunia berkontribusi terhadap inflasi, produk domestik bruto

jumlah uang beredar, net-government, tingkat bunga, nilai tukar dan

pengangguran di Indonesia.

4. Produk domestik bruto berkontribusi terdap inflasi, jumlah uang beredar, net-

government, tingkat bunga, nilai tukar, pengangguran dan harga minyak dunia

di Indonesia.

5. Jumlah uang beredar berkontribusi terhadap inflasi, net-government, tingkat

bunga, nilai tukar, pengangguran dan harga minyak dunia dan produk domestik

bruto di Indonesia.

6. Net-government berkontribusi terhadap inflasi tingkat bunga, nilai tukar,

pengangguran, harga minyak dunia, produk domestik bruto dan jumlah uang

beredar di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

7. Tingkat bunga berkontribusi terhadap inflasi nilai tukar, pengangguran, harga

minyak dunia, Produk domestik bruto, jumlah uang beredar dan net-government

di Indonesia.

8. Nilai tukar berkontribusi terhadap inflasi, pengangguran, harga minyak dunia,

Produk domestik bruto, jumlah uang beredar, net-government dan tingkat bunga

di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara