bab ii . tinjauan pustaka 2.1 bamburepository.ub.ac.id/3761/3/bab ii.pdf · tanaman bambu termasuk...
TRANSCRIPT
7
BAB II . Tinjauan Pustaka
2.1 Bambu
Tanaman bambu termasuk ke dalam famili Gramineae,
sub famili Bambusoideae, ordo Graminales dan kelas Monokotil.
Didunia diketahui ada 1250 jenis bambu yang berasal dari 75
marga (Sharma, 1980). Di Indonesia tumbuh berbagai macam
bambu yang tersebar di seluruh daerah, ada sekitar 143 jenis
bambu yang telah diketahui sifat dan jenisnya. Jumlah tersebut
berasal dari 9 marga yaitu Arundinaria, Bambusa,
Dendrocalamus, Gigantochloa, Melocanna, Nastus,
Phyllostachys, Schizostachyum dan Thysostachys. Bambu
memiliki potensi untuk menggantikan kayu dalam
penggunaannya dan bambu merupakan komoditas hasil hutan
bukan kayu disamping rotan, tengkawang, gondorukem dan zat
ekstraktif (Setiadi, 2009). Secara tradisional bambu telah
banyak dipakai sebagai bahan bangunan daerah tropis maupun
sub tropis. Secara luas penggunaan bambu digunakan untuk
keperluan industri baik kertas, kayu lapis, kerajinan, kesenian
dan bahan makanan. Komposisi kimia pada bambu hampir
sama dengan kayu yang memiliki selulosa, hemiselulosa, dan
lignin diatas 90% dari total massa (X.B.Li et al, 2005). Adapun
komposisi dan kandungan pada bambu dapat dilihat pada Tabel
2.1.
8
Gambar 2.1 Tanaman Bambu (Zulkarnaen, 2015)
2.1.1 Beberapa Jenis Bambu
a. Bambu Betung (Dendrocalamus asper)
Tumbuh baik di tanah aluvial tropis yang lembab dan basah,
tetapi juga tumbuh didaerah kering di dataran rendah maupun
dataran tinggi. Rumpun simpodial, tegak dan padat. Rebung
hitam keunguan, tertutup bulu berwarna coklat hingga
kehitaman. Tinggi buluh mencapai 20 m, lurus dengan ujung
melengkung. Pelepah buluh mudah luruh tertutup buluh hitam
hinggga coklat tua (Widjaja, 2001).
b. Bambu Hitam (Gigantochloa atroviolaceae)
Lebih suka tumbuh didaerah kering dan tanah berkapur.
Rebung hijau kehitaman dengan ujung jingga, tertutup bulu
coklat hingga hitam. Buluh tingginya mencapai 15 m, tegak.
9
pelepah buluh tertutup bulu hitam sampai coklat dan mudah
luruh. Digunakan untuk membuat alat musik tradisional jawa
barat dan juga untuk industri mebel bilik dan kerajinan tangan
(Widjaja, 2001).
c. Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinaceae)
Tumbuh di dataran rendah mencapai ketinggian 1500 m dpl
dan tumbuh baik di daerah tropis yang lembab. Rebung hijau
dengan garis-garis kuning yang tertutup bulu coklat sampai
hitam. Tinggi buluh mencapai 7–30 m dan lurus. Pelepah buluh
tertutup bulu coklat, mudah luruh. Biasanya banyak digunakan
untuk bahan bangunan, pipa air dan alat musik tradisional.
Perusahaan bambu telah menggunakannya sebagai bahan
baku sumpit (Widjaja, 2001).
d. Bambu Mayan (Gigantochloa robusta Kurz)
Tumbuh baik di daerah tropis yang lembab dan kering.
Rebung hijau muda tertutup bulu coklat hingga hitam. Buluh
tingginya mencapai 20 m dan lurus. Pelepah buluh tertutup bulu
hitam, mudah luruh pada buluh yang tua, pada buluh muda
pelepah masih melekat terutama dibagian pangkal buluh.
Penduduk setempat menggunakan buluhnya sebagai tempat air
dan juga alat musik tradisional tetapi industri bambu juga sudah
memanfaatkan buluhnya untuk industri sumpit (Widjaja, 2001).
10
e. Bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A & J. H. Schultes)
Kurz)
Tumbuh di daerah tropis yang lembab dan juga di daerah
yang kering. Rebung hujau tertutup bulu coklat dan hitam. Buluh
tingginya mencapai 22 m dan lurus. Pelepah buluh tidak mudah
7 luruh, tertutup bulu hitam atau coklat. Salah satu kegunaannya
adalah untuk bahan bangunan (Widjaja, 2001). Pada musim
kemarau dapat dipanen 6 buluh/hari/ha atau setahun 1000
buluh/ha. Perbanyakan tanaman dengan biji, stek rimpang, dan
stek batang (Sutarno et al, 1996).
Tabel 2.1. Komposisi kimia bambu (Fatriasari, 2006)
Komponen Kandungan (%)
Selulosa 42.4 – 53.6
Lignin 19.8 – 26.6
Pentosan 1.24 – 3.77
Zat ekstraktif 4.5 – 9.9
Air 15 – 20
Abu 1.24 – 3.77
Silika 0.10 – 1.78
2.2 Bioetanol
Bioetanol merupakan senyawa alkohol yang diperoleh
lewat proses fermentasi biomassa dengan bantuan
mikroorganisme. Etanol adalah senyawa organik yang terdiri
11
dari karbon, hidrogen dan oksigen, sehingga dapat dilihat
sebagai derivat senyawa hidrokarbon yang mempunyai gugus
hidroksil dengan rumus C2H₅OH (Sukmawati, 2009). Secara
umum ethanol/bio-ethanol dapat digunakan sebagai bahan baku
industri turunan alkohol, bahan dasar industri farmasi, campuran
bahan bakar untuk kendaraan.
Mengingat pemanfaatan ethanol/bio-ethanol beraneka
ragam, sehingga grade ethanol yang dimanfaatkan harus
berbeda sesuai dengan penggunaannya. Untuk ethanol/bio-
ethanol yang mempunyai grade 90-96,5% vol dapat digunakan
pada industri, sedangkan ethanol/bioethanol yang mempunyai
grade 96-99,5% vol dapat digunakan sebagai bahan dasar
industri farmasi. Berlainan dengan besarnya grade
ethanol/bioethanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan
bakar untuk kendaraan yang harus betul-betul kering dan
anhydrous supaya tidak korosif, sehingga ethanol/bio-ethanol
harus mempunyai grade sebesar 99,5-100% vol. Perbedaan
besarnya grade akan berpengaruh terhadap proses konversi
karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air (Arpiwi, 2015).
Bioetanol memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
bahan bakar minyak. Bioetanol yang dikombinasikan dengan
BBM terbukti dapat mengurangi emisi karbon monoksida dan
asap lainnya dari kendaraan. Semakin sedikitnya sumber energi
fosil yang ada di bumi dan semakin tingginya pencemaran
lingkungan menjadi faktor utama dibutuhkannya energi alternatif
12
yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, etanol juga bisa terurai
sehingga dapat mengurangi emisi gas buang berbahaya
(Komarayati, 2010).
Bahan baku pembuatan bioetanol dibagi menjadi tida
kelompok yaitu bahan bersukrosa seperti nira, tebu, nira nipah,
nira sorgum manis, nira kelapa, nira aren, dan sari buah mete,
bahan berpati (bahan yang mengandung pati) seperti tepung ubi,
tepung ubi ganyong, sorgum biji, jagung, sagu, dan lain-lain,
serta bahan berselulosa/lignoselulosa (tanaman yang
mengandung selulosa dan lignin) seperti kayu, bambu, batang
pisang, dan lain-lain (Komarayati dan Gusmailina, 2010).
2.3 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari
molekul karbon, hidrogen dan oksigen. Tiap 1 gram karbohidrat
yang dikonsumsi akan menghasilkan energi sebesar 4 kkal dan
energi hasil proses oksidasi (pembakaran) (Ariffin, 2014).
Karbohidrat berasal dari pengertian atom karbon yang
terhidrasi dengan rumus (CH₂O)n. Karbohidrat tersebar luas di
dalam tumbuhan dan hewan. Dalam tumbuhan, glukosa
disintesis dari karbondioksida serta air melalui fotosintesis dan
disimpan sebagai pati atau diubah menjadi selulosa yang
merupakan kerangka tumbuhan.
13
Di alam, karbohidrat merupakan hasil sintesa CO₂ dan
H₂O dengan pertolongan sinar matahari dan hijau daun
(chlorophyll). Hasil fotosintesa ini kemudian mengalami
polimerisasi menjadi pati dan senyawa-senyawa bermolekul
besar lain yang menjadi cadangan makanan pada tanaman.
Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa
gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat
dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa,
dan lignin. Polisakarida seperti pati, banyak terdapat dalam
serealia dan umbi-umbian (Ramadhan, 2014).
2.4 Klasifikasi Karbohidrat
Karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau polihidroksi
keton yang mempunyai rumus molekul umum (CH₂O)n. Yang
pertama lebih dikenal sebagai golongan aldosa dan yang kedua
adalah ketosa. Dari rumus umum dapat diketahui bahwa
karbohidrat adaalah suatu polimer. Senyawa yang
menyusunnya dalah monomer-monomer (Matorharsono, 1998).
2.4.1 Monosakarida
Monosakarida merupakan jenis karbohidrat sederhana
yang terdiri dari 1 gugus cincin. Contoh dari monosakarida yang
banyak terdapat di dalam sel tubuh manusia adalah glukosa,
fruktosa dan galaktosa. Glukosa di dalam industri pangan lebih
dikenal sebagai dekstrosa atau juga gula anggur. Di alam,
14
glukosa banyak terkandung di dalam buah-buahan, sayuran dan
juga sirup jagung. Fruktosa dikenal juga sebagai gula buah dan
merupakan gula dengan rasa yang paling manis. Di alam
fruktosa banyak terkandung di dalam madu (bersama dengan
glukosa), dan juga terkandung diberbagai macam buah-buahan.
Sedangkan galaktosa merupakan karbohidrat hasil proses
pencernaan laktosa sehingga tidak terdapat di alam secara
bebas. Selain sebagai molekul tunggal, monosakarida juga akan
berfungsi sebagai molekul dasar bagi pembentukan senyawa
karbohidrat kompleks pati (starch) atau selulosa (Arifin, 2014).
Menurut Poedjiadi dan Supriyanti (2014), monosakarida
ialah karbohidrat yang sederhana, dalam arti molekulnya hanya
terdiri atas beberapa atom karbon saja dan tidak dapat diuraikan
dengan cara hidrolisis menjadi karbohidrat lain. Tiga senyawa
gula yang penting dalam monosakarida adalah glukosa, fruktosa
dan galaktosa.
a) Glukosa
Glukosa merupakan suatu aldoheksosa, disebut juga
dekstrosa karena memutar bidang polarisasi ke kanan. Glukosa
merupakan komponen utama gula darah, menyusun 0,065-
0,11% darah kita. Glukosa dapat terbentuk dari hidrolisis pati,
glikogen, dan maltosa. Glukosa sangat penting bagi kita karena
sel tubuh kita menggunakannya langsung untuk menghasilkan
energi. Glukosa dapat dioksidasi oleh zat pengoksidasi lembut
15
seperti pereaksi Tollens sehingga sering disebut sebagai gula
pereduksi (Budiman,2014).
b) Galaktosa
Monosakarida ini jarang terdapat bebas dalam alam.
Umunya berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa, yaitu
gula yang terdapat dalam susu. Galaktosa mempunyai rasa
kurang manis daripada glukosa dan kurang larut dalam air.
Galaktosa mempunyai sifat memutar bidang cahaya
terpolarisasi ke kanan (Poedjiadi & Supriyanti, 2009).
Galaktosa merupakan suatu aldoheksosa. Monosakarida
ini jarang terdapat bebas di alam. Umumnya berikatan dengan
glukosa dalam bentuk laktosa, yaitu gula yang terdapat dalam
susu. Galaktosa mempunyai rasa kurang manis jika
dibandingkan dengan glukosa dan kurang larut dalam air.
Seperti halnya glukosa, galaktosa juga merupakan gula
pereduksi (Budiman,2014).
c) Fruktosa
Madu lebah selain glukosa juga mengandung fruktosa.
Fruktosa adalah suatu ketohektosa yang mempunyai sifat
memutar cahaya terpolarisasi ke kiri dan karenanya disebut
levulosa. Pada umumnya monosakarida dan sakarida
mempunyai rasa manis. Fruktosa berikatan dengan glukosa
membentuk sukrosa, yaitu gula yang biasa digunakan sehari-
16
hari sebagai pemanis, berasal dari tebu atau bit (Poedjiadi &
Supriyanti, 2009)
2.4.2 Disakarida
Senyawa yang termasuk disakarida mempunyai molekul
yang terdiri atas beberapa molekul monosakarida. Dua molekul
monosakarida yang berikan satu dengan yang lain, membentuk
satu molekul disakarida. Oligosakarida yang paling banyak
terdapat dalam alam ialah disakarida (Poedjiadi & Supriyanti,
2009). Disakarida merupakan karbohidrat yang pada hidrolisis
menghasilkan 2 molekul monosakarida yang sama atau
berlainan, misalnya sukrosa, maltosa dan laktosa (Iswari &
Yuniastuti, 2006). Disakarida merupakan jenis karbohidrat yang
banyak dikonsumsi oleh manusia di dalam kehidupan sehari-
hari. Setiap molekul disakarida akan terbentuk dari gabungan 2
molekul monosakarida. Contoh disakarida yang umum
digunakan dalam konsumsi sehari-hari adalah sukrosa yang
terbentuk dari gabungan 1 molekul glukosa dan fruktosa dan
juga laktosa yang terbentuk dari gabungan 1 molekul glukosa &
galaktosa (Arifin, 2014).
a) Maltosa
Maltosa adalah suatu disakarida dan merupakan hasil
dari hidrolisis parsial tepung (amilum). Maltosa tersusun dari
molekul α-D-glukosa dan β-D-glukosa. Dari struktur maltosa,
terlihat bahwa gugus -O- sebagai penghubung antarunit yaitu
17
menghubungkan C 1 dari α-D-glukosa dengan C 4 dari β-D-
glukosa. Konfigurasi ikatan glikosida pada maltosa selalu α
karena maltosa terhidrolisis oleh α-glukosidase. Satu molekul
maltosa terhidrolisis menjadi dua molekul glukosa (Arifin, 2014).
b) Sukrosa
Sukrosa terdapat dalam gula tebu dan dalam kehidupan
sehari-hari sukrosa dikenal dengan gula pasir. Sukrosa tersusun
oleh molekul glukosa dan fruktosa yang dihubungkan oleh
ikatan 1,2 –α. Sukrosa terhidrolisis oleh enzim invertase
menghasilkan α-D-glukosa dan β-D-fruktosa. Campuran gula ini
disebut gula inversi, lebih manis daripada 8 sukrosa. Jika
diperhatikan strukturnya, karbon anomerik (karbon karbonil
dalam monosakarida) dari glukosa maupun fruktosa di dalam air
tidak digunakan untuk berikatan sehingga keduanya tidak
memiliki gugus hemiasetal. Akibatnya, sukrosa dalam air tidak
berada dalam kesetimbangan dengan bentuk aldehid atau keton
sehingga sukrosa tidak dapat dioksidasi. Sukrosa bukan
merupakan gula pereduksi (Arifin, 2014).
c) Laktosa
Dengan hidrolisis laktosa akan menghasilkan D-
galaktosa dan D-glukosa, kerena ini laktosa adalah sutu
disakarida. Ikatan galaktosa dan glukosa terjadi antara atom
karbon nomor 1 pada galaktosa dan atom nomor 4 pada
18
glukosa. Oleh kerenanya molekul laktosa masih mempunyai
gugus –OH glikosidik. Dengan demikian laktosa mempunyai
sifat mereduksi dan mutarotasi (Poedjiadi & Supriyanti, 2009).
Laktosa yang biasa disebut gula susu terdiri dari D-galaktosa
dan D glukosa yang berikatan melalui ikatan α (1,4)-glikosidik.
Laktosa mempunyai satu atom karbon hemiasetal, maka laktosa
termasuk disakarida pereduksi (Girindra, 1990)
2.4.3 Polisakarida
Karbohidrat yang tersusun dari sepuluh satuan
monosakarida dan dapat berantai lurus atau bercabang.
Polisakarida dapat dihidrolisis pleh asam atau enzim tertentu
yang kerjanya spesifik. Hidrolisis sebagian polisakarida
menghasilkan oligosakarida dan dapat digunakan untuk
menentukan struktur molekul polisakarida. Contoh: amilum,
glikogen, dekstrin, dan selulosa (Ramadhan, 2014). Polisakarida
merupakan polimer monosakarida, mengandung banyak satuan
monosakarida yang dihubungkan oleh ikatan glikosida.
Hidrolisis lengkap dari polisakarida akan menghasilkan
monosakarida. Glikogen dan amilum merupakan polimer
glukosa. Berikut beberapa polisakarida terpenting (Arifin, 2014).
19
a) Pati/Ammilum
Pati yang juga merupakan simpanan energi di dalam sel-
sel tumbuhan ini berbentuk butiran-butiran kecil mikroskopik
dengan berdiameter berkisar antara 5-50 nm. Pati terbentuk
lebih dari 500 molekul monosakarida. Merupakan polimer dari
glukosa. Pati terdapat dalam umbi-umbian sebagai cadangan
makanan pada tumbuhan. Jika dilarutkan dalam air panas, pati
dapat dipisahkan menjadi dua fraksi utama, yaitu amilosa dan
amilopektin. Perbedaan terletak pada bentuk rantai dan jumlah
monomernya. Komposisi kandungan amilosa dan amilopektin ini
akan bervariasi dalam produk pangan dimana produk pangan
yang memiliki kandungan amilopektin tinggi akan semakin
mudah untuk dicerna (Arifin,2014).
2.5 Lignoselulosa
Lignoselulosa merupakan senyawa yang terutama
tersusun atas lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Didalam
kandungannya bervariasi tergantung pada jenis dan umur
tanaman. Komponen komponen ini merupakan sumber
terpenting untuk mendapatkan suatu produk yang bermanfaat
seperti gula pada proses hidrolisis, bahan bakar cair, dan lain
sebagainya. Ilustrasi dari ketiga komponen tersebut dapat
terlihat pada Gambar 2.2.
20
Gambar 2.2 Ilustrasi Lignoselulosa
Selulosa banyak ditemukan di alam yang merupakan
konstituen utama dari dinding sel tumbuh tumbuhan dan rata-
rata menduduki sekitar 50% dalam kayu (Stevens, 2007).
Selulosa adalah komponen utama penyusun dinding sel.
Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri atas satuan
glukosa yang terikat dengan ikatan β-1,4 glikosidik dengan
rumus (C₆H₁ₒO₅)n, dengan n adalah derajat polimerisasinya.
Struktur kimia ini yang membuat selulosa bersifat kristalin dan
tidak mudah larut, sehingga tidak mudah didegradasi secara
kimia/mekanis. Molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan
memiliki kecenderungan kuat untuk membentuk ikatan hidrogen
intramolekul dan intermolekul (Dalimunte, 2016).
21
Gambar 2.3 Struktur molekul selulosa (Widjaja, 2009)
Lignin dapat dikatakan sebagai substansi yang paling
kompleks di alam, terdapat di kayu sekitar 20 – 30% berat dan
terdiri dari fraksi non-karbohidrat. Pada kayu, jaringan lignin
terkonsentrasi antara lapisan serat dan di luar lapisan serat. Hal
ini menyebabkan bervariasinya kadar kekuatan kayu dalam hal
pengerasan dan pengikatan serat –serat. Lignin amat sulit untuk
dipisahkan dari struktur kayu kacuali dengan melakukan
degradasi strukturmya (Saiffudin, 2007). Lignin merupakan zat
organik yang memiliki polimer banyak dan merupakan hal yang
penting dalam dunia tumbuhan. Lignin tersusun atas jaringan
polimer fenolik yang berfungsi merekatkan serat selulosa dan
hemiselulosa sehingga menjadi sangat kuat (Agus, 2013).
22
Gambar 2.4 Struktur molekul lignin
Hemiselulosa merupakan polisakarida yang mempunyai
berat molekul lebih kecil daripada selulosa. Berbeda dengan
selulosa yang hanya tersusun atas glukosa, hemiselulosa
tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Lima gula netral,
yaitu glukosa, mannosa, dan galaktosa (heksosan) serta xilosa
dan arabinosa (pentosan) merupakan konstituen utama
hemiselulosa. Molekul hemiselulosa lebih mudah menyerap air,
bersifat plastis, dan mempunyai permukaan kontak antar
molekul yang lebih luas dari selulosa. Perbedaan Hemiselulosa
dengan Selulosa yaitu : Hemiselulosa mudah larut dalam alkali
tapi sukar larut dalam asam, sedangkan selulosa adalah
23
sebaliknya. Hemiselulosa bukan merupakan serat-serat panjang
seperti selulosa. Hasil hidrolisis selulosa akan menghasilkan D-
glukosa, sedangkan hasil hidrolisis hemiselulosa menghasilkan
D-xilosis dan monosakarida. Kandungan hemiselulosa yang
tinggi memberikan kontribusi pada ikatan antara serat, karena
hemiselulosa bertindak sebagai perekat dalam setiap serat
tunggal (Sitorus, 2010). Hemiselulosa merupakan istilah umum
bagi polisakarida yang larut dalam alkali. Hemiselulosa sangat
dekat asosiasinya dengan selulosa dalam dinding sel tanaman.
Berikut merupakan kandungan lignoselulosa dari beberapa
limbah hasil pertanian dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Gambar 2.5 Struktur molekul hemiselulosa
24
Tabel 2.2 Kandungan Lignoselulosa pada Tanaman (Howard et al,
2003)
Bahan
Lignoselulosa
Lignin
(%)
Hemiselulosa
(%)
Selulosa
(%)
Hardwood 18-25 24-40 40-55
Softwood 25-35 25-35 45-50
Kulit Kacang 30-40 25-30 25-30
Tongkol Jagung 15 35 45
Kertas 0-15 0 85-99
Jerami Gandum 15 50 30
Jerami Padi 18 24 32.1
Dedaunan 0 80-85 15-20
Biji Kapas 0 5-20 80-95
Kertas Koran 18-30 25-40 40-55
Bagas 18.9 30 33.4
Rerumputan 10-30 25-50 25-40
25
2.6 Delignifikasi
Delignifikasi adalah suatu proses pendahuluan penghilangan
lignin pada material berlignoselulosa sehingga hasil dari proses
ini sudah berupa selulosa dengan kemurnian yang cukup besar.
Tujuan dari proses delignifikasi yaitu untuk menghilangkan
lignin, juga dapat mengurangi kristalinitas selulosa, dan
meningkatkan porositas bahan (Satria, 2016). Menurut Sun dan
Cheng (2002), delignifikasi merupakan suatu proses mengubah
struktur kimia biomasa berlignoselulosa dengan tujuan
mendegradasi lignin secara selektif sehingga menguraikan
ikatan kimianya baik secara ikatan kovalen, ikatan hidrogen
maupun ikatan van der waall, dengan komponen kimia lain pada
bahan berlignoselulosa (selulosa dan hemiselulosa), dan
diusahakan komponen lain tersebut tetap utuh.
Proses delignifikasi dapat dilakukan secara panas (thermal),
kimia dan biologis. Dengan demikian substrat selulosa dan
hemiselulosa yang tersisa akan lebih mudah diakses oleh enzim
pengurai termasuk enzim hidrolisis. Menurut Satria (2016),
delignifikasi selulosa dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya yaitu :
1. Ozonolysis Pretreatment, yaitu delignifikasi
menggunakan ozon dilakukan
pada suhu ruangan dan tekanan atmosfer serta dapat
menghancurkan sekitar lignin yang terkandung dalam
lignoselulosa.
26
2. Delignifikasi Pulp menggunakan Hidrogen Peroksida
(H2O2 ) dalam media asam asetat.
3. Delignifikasi Oksigen, yaitu proses untuk mengurangi
kandungan lignin dari pulp coklat (yang belum mengalami
proses pemutihan). Bahan kimia yang dipakai adalah O2
dan alkali.
4. Delignifikasi dengan larutan NaOH.
Pada penelitian ini delignifikasi yang digunakan adalah
delignifikasi menggunakan NaOH dan tekanan. Dari kedua
perlakuan ini diharapkan dapat mengurangi kandungan lignin
dari bambu, sehingga dapat menghasilkan kandungan selulosa
yang tinggi. Pada Gambar 2.6 dapat terlihat bahwa reaksi
NaOH terhadap struktur kimia lignin dimana, ion OH- dari NaOH
akan memutuskan ikatan-ikatan dari struktur dasar lignin
sedangkan ion Na+ akan berikatan dengan lignin membentuk
natrium fenolat (Zely, 2014). Dengan kata lain reaksi tersebut
berdampak pada ikatan ester antara lignin dengan karbohidrat
(selulosa dan hemiselulosa) dan dapat melepaskan selulosa
maupun hemiselulosa. Hal tersebut menjadikan lebih banyak
selulosa terbuka dan siap untuk diproses lebih lanjut (Asror et al,
2017).
27
Gambar 2.6. Pemutusan ikatan antara lignin dan selulosa oleh NaOH
(Fengel dan Wegener, 1995 dalam Sutarno, 2012)
2.7 Proses Pre-treatment
Proses pre-tretament bertujuan untuk memecah pelindung
lignin, merubah struktur lignoselulosa, dan membuat selulosa
atau hemiselulosa menjadi lebih mudah dihirolisis. Rusaknya
struktur kristal selulosa akan mempermudah terurainya selulosa
menjadi glukosa. Tujuan Pre-treatment secara skematis
disajikan pada Gambar 2.7. yang adalah untuk membuka
struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah
diakses oleh enzim yang memecah polimer sakarida menjadi
monomer gula. Pre-treatment menyediakan akses yang lebih
mudah untuk enzim sehingga akan mengalami peningkatan
hasil glukosa dan xilosa (Osvaldo et al, 2012).
28
Gambar 2.7 Proses Pre-treatment (Mosier dkk., 2005)
Selama beberapa tahun terakhir berbagai teknik pre-
treatment telah dipelajari melalui pendekatan biologi, fisika,
kimia. Menurut (Sun dan Cheng, 2002), pre-treatment
seharusnya memenuhi kebutuhan berikut ini:
1. Meningkatkan pembentukan gula atau kemampuan
menghasilkan gula pada proses berikutnya melalui
hidrolisis enzimatik
2. Menghindari degradasi atau kehilangan karbohidrat
3. Menghindari pembentukan produk samping yang dapat
menghambat proses hidrolisis dan fermentasi
4. Biaya yang dibutuhkan ekonomi.
2.8 NaOH (Natrium Hidroksida)
Natrium hidroksida (NaOH) juga dikenal sebagai soda
kaustik atau sodium hidroksida merupakan jenis basa logam
kaustik. Natrium hidroksida terbentuk dari oksida basa natrium
oksida yang dilarutkan dalam air.
29
Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika
dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida digunakan di dalam
berbagai macam bidang industri. Kebanyakan digunakan
sebagai basa dalam proses industri bubur kayu, sebagai katalis
dalam sintesis biodiesel, kertas, tekstil, air minum, sabun, dan
deterjen.
Selain itu natrium hidroksida juga merupakan basa yang
paling umum digunakan dalam laboratorium kimia. Natrium
hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam
bentuk pelet, serpihan, butiran, dan larutan jenuh 50%. NaOH
bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon
dioksida dari udara bebas. NaOH juga sangat larut dalam air
dan akan melepaskan kalor ketika dilarutkan dalam air. Larutan
NaOH meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas.
(Prasetya et al, 2012).
Pada penelitian ini NaOH berperan untuk merusak struktur
lignin pada bagian kristalin dan amorf serta memisahkan
sebagian hemiselulosa (Gunam dan Antara, 1999 dalam
Sutarno, 2012). Menurut Hespell (1998) dalam Sutarno (2012)
menyatakan bahwa ekstraksi hemiselulosa dapat menggunakan
pelarut seperti NaOH, NH₄OH dan KOH. Di antara ketiga pelarut
tersebut yang paling baik digunakan adalah NaOH.
Hemiselulosa memiliki struktur amorf sehingga penggunaan
NaOH dapat menghilangkan lignin sekaligus mengekstraksi
hemiselulosa.
30
2.9 Autoclave
Autoclave adalah alat yang biasanya digunakan untuk
sterilisasi media mikrobiologi, peralatan gelas laboratorium dan
dekontaminasi atau membunuh bakteri dengan menggunakan
uap bersuhu dan bertekanan tinggi. Penurunan tekanan pada
autoclave tidak dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme,
melainkan meningkatkan suhu dalam autoclave. Suhu yang
tinggi inilah yang akan membunuh microorganisme. Prinsip
kerja autoclave adalah penggunaan uap air jenuh pada tekanan
di atas tekanan atmosfer dan digunakan untuk memanaskan isi
autoclave. Pada awalnya, muatan/isi autoclave tersebut dalam
keadaan dingin, kemudian uap air memenuhi ruang dalam
autoclave sehingga tekanannya menghasilkan suhu tinggi. Agar
autoclave bekerja dengan tepat, perlu dipastikan bahwa uap air
telah benar-benar jenuh. Umumnya autoclave telah dirancang
bekerja untuk sterilisasi pada temperatur 121°C dengan tekanan
103,4 kPa atau pada temperatur 115°C dengan tekanan 69 kPa
(Walidah et al, 2015).
Pada penelitiaan ini, autoclave bukan digunakan untuk
sterilisasi, melainkan untuk perendaman. Dimana, campuran
larutan NaOH dan serbuk bambu dimasukkan kedalam
autoclave dan dipanaskan hingga mencapai tekanan yang
diinginkan. Perlakuan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
tekanan terhadap kandungan lignoselulosa pada bambu.
Adapun autoclave yang digunakan merupakan autoclave
31
manual portable dengan tipe SS30Y dengan kapasitas isi 5 liter
dan tekanan maksimal mencapai 4 bar. Autoclave ini
menggunakan pemanas air sebagai sumber uap yang diberikan
ke dalam autoclave. Pemanasan air tersebut menggunakan
kompor gas, sehingga tekanan dan temperatur diatur dengan
jumlah panas yang dihasilkan dari kompor gas (Prasetyo, 2012).