bab ii tinjauan pustaka 2.1 cross flowrepository.uir.ac.id/516/2/bab2.pdf · 2018-04-30 · cross...

22
6 Universitas Islam Riau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Flow Cross flow atau aliran silang terjadi terutama karena reservoir multilayer yang memiliki tekanan berbeda yang ada dalam sumur produksi. Cross flow yang terjadi pada sumur produksi dapat mengakibatkan terdorongnya aliran fluida pada interval perforasi yang berada di atasnya yang menyebabkan terjadinya kehilangan aliran. Hal ini diakibatkan oleh besarnya laju alir (rate per hour) fluida dari interval perforasi di bawahnya. Penanganan arus silang ini akan menjadi solusi yang efektif untuk menghadapi tantangan spesifik ini sehingga menghasilkan tingkat produksi yang optimal. 2.1.1 Mekanisme Aliran Silang atau Cross flow Ladang minyak yang telah diproduksi cukup lama memiliki karakteristik reservoir yang berbeda dibandingkan dengan ladang minyak yang baru diproduksi. Tentu saja memiliki kecenderungan untuk memiliki probabilitas yang lebih tinggi untuk mengalami masalah aliran silang, terutama jika terdiri dari reservoir multilayer. Gambar 2.1 Mekanisme formation cross flow pada reservoir multilayer. (Heungjun Park, 1990)

Upload: vodung

Post on 29-Jul-2019

231 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

6 Universitas Islam Riau

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cross Flow

Cross flow atau aliran silang terjadi terutama karena reservoir multilayer

yang memiliki tekanan berbeda yang ada dalam sumur produksi. Cross flow yang

terjadi pada sumur produksi dapat mengakibatkan terdorongnya aliran fluida pada

interval perforasi yang berada di atasnya yang menyebabkan terjadinya

kehilangan aliran. Hal ini diakibatkan oleh besarnya laju alir (rate per hour) fluida

dari interval perforasi di bawahnya. Penanganan arus silang ini akan menjadi

solusi yang efektif untuk menghadapi tantangan spesifik ini sehingga

menghasilkan tingkat produksi yang optimal.

2.1.1 Mekanisme Aliran Silang atau Cross flow

Ladang minyak yang telah diproduksi cukup lama memiliki karakteristik

reservoir yang berbeda dibandingkan dengan ladang minyak yang baru

diproduksi. Tentu saja memiliki kecenderungan untuk memiliki probabilitas yang

lebih tinggi untuk mengalami masalah aliran silang, terutama jika terdiri dari

reservoir multilayer.

Gambar 2.1 Mekanisme formation cross flow pada reservoir multilayer.

(Heungjun Park, 1990)

7

Universitas Islam Riau

Perbedaan karakteristik reservoir dan sifat formasi dalam satu lapisan ke

lapisan lainnya juga berkontribusi terhadap konduktivitas lapisan pada

keseragaman. Tekanan satu atau lebih lapisan produktif mendominasi produksi

sumur saat sumur tersebut telah diproduksi cukup lama. Adanya perbedaan

tekanan akan berpengaruh terhadap besarnya laju alir (rate per hour) fluida yang

masuk dari interval perforasi pada sumur. Maka, pada reservoir multilayer yang

mengalami formasi cross flow dapat berlaku persamaan PD (Dimensionless

Preassure) dan tD (Time Dimensionless) sebagai berikut:

(Heungjun Park,1990, p.10)

𝑃𝐷 =(𝑘ℎ)𝑡

141,25𝑞𝑡𝜇 (𝑝𝑖 − 𝑝𝑤𝑓)…………………………………….………….….(1)

𝑡𝐷 = 0,0002637(𝑘ℎ)𝑡𝑡

(∅ℎ)𝑡𝜇𝑐𝑡𝑟𝜔2 …………………………………………….……...…..(2)

Keadaan ini akan merugikan bila lapisan dominan ini menghasilkan

potongan air yang tinggi sementara lapisan atas bertekanan rendah memiliki

pemotongan minyak yang lebih baik. Sehingga dapat memicu terjadi water coning

disekitar perforasi. Di sinilah penanganan cross flow berperan penting sebagai

solusi efektif dan efisien biaya untuk sumur ladang minyak yang matang.

(Mechanical Cross-flow Handler from Weatherford, 2009, p.3)

Multilayer pada reservoir homogen memiliki porositas dan permeabilitas

dengan ketebalan lapisan yang berbeda pada setiap lapisan. Perbedaan porositas

dan permeabilitas pada reservoir multilayer menghasilkan persamaan dengan

Allocation Factor untuk mengetahui laju alir fluida setiap lapisan pada reservoir

homogen. (E.P. Lolon. 2008, p.5)

Allocation Factor (AF) = [𝜙𝑖

Σ𝑗𝑖 𝜙𝑗

] × Np ………………………………………(3)

𝑞𝑖 = (AF) × 𝑞𝑡 ……………………………………………………………….…(4)

Keterangan :

𝜙𝑖 = Porositas lapisan yang dicari, %

Σ𝑗𝑖𝜙𝑗 = Jumlah porositas lapisan yang diproduksi, %

8

Universitas Islam Riau

Np = Total kumulatif produksi sumur, STB

𝑞𝑖 = Laju alir produksi lapisan yang dicari, stb/d

𝑞𝑡 = Total produksi lapisan yang dicari, stb/d

Gambar 2.2 Reservoir multilayer. (E.P. Lolon. 2008)

2.1.2 Penanganan Aliran Silang (Cross flow Handler)

Secara teknis, penanganan cross flow dapat disesuaikan dengan cara yang

tepat untuk memenuhi masalah lintas arus yang spesifik, salah satunya

menggunakan packer dengan open ended tail (OET). Packer dengan open ended

tail (OET) digunakan pada keadaan sumur yang mengalami cross flow aliran yang

terjadi di dalam wellbore. Jika terjadi water coning disekitar perforasi, maka

packer yang diset dengan tail pipe dapat mengurangi dan mempertahankan

ketinggian water coning yang terbentuk.

9

Universitas Islam Riau

Gambar 2.3 Mekanisme terjadi cross flow on wellbore pada reservoir multilayer.

(Mechanical Cross-flow Handler from Weatherford, 2009)

Keterangan Gambar 2.3 :

A : Cross flow pada reservoir multilayer.

B : Cross flow dengan water coning pada reservoir multilayer.

C : Penanganan cross flow menggunakan packer dengan open ended tail (OET)

Packer dengan open ended tail didesain dengan philosophy-nya mengubah

arah aliran vertikal langsung ke-atas menjadi vertikal langsung ke-bawah dan

aliran masuk ke open ended tail yang diset di bawah bottom perforasi. Bottom

packer akan disambung dengan beberapa join tubing yang diset sesuai ketinggian

coning pada batas tertentu yang ujung bawahnya tetap terbuka agar fluida yang

mengalir dari perforasi mengalir ke bawah perforasi dan masuk lewat ujung yang

terbuka (open ended tail). Ujung yang terbuka (Open Ended) yang di setting di

bawah bottom perforasi sekaligus dapat me-reverse atau menarik water coning ke

bawah. (Mechanical Cross-flow Handler from Weatherford, 2009, p.5)

10

Universitas Islam Riau

2.2 Water Coning

Water coning adalah pergerakan air secara vertikal dengan melewati batas

air-minyak menuju atau masuk ke dalam perforasi. Hal ini dapat terjadi akibat

gradien tekanan alir yang bekerja pada suatu sumur relatif lebih besar jika

dibandingkan dengan gradien gravitasi fluidanya. Sehingga batas minyak air akan

naik ke lubang formasi sampai batas tertentu. Kehadiran water coning kedalam

sumur akibat dari tekanan drawdown yang sangat besar disekitar sumur. Jika

tekanan drawdown, ∆P lebih besar dari ∆Pg, dimana minyak cenderung diam di

atas air, maka coning akan terjadi.

Gambar 2.4 Water Coning (Brown, K.E, 1980)

Keterangan Gambar 2.5 :

hc = Tinggi water coning dari WOC awal.

ht = Tinggi kolom minyak atau ketebalan lapisan minyak.

kv = Arah aliran vertikal atau permeabilitas vertikal.

kh = Arah aliran horizontal atau permeabilitas horizontal.

Lp = Jarak perforasi terbawah dengan puncak perforasi formasi.

re = Jari-jari reservoir

Keadaan ini berhubungan dengan besarnya laju produksi yang diperoleh,

dimana laju produksi yang tinggi akan berpengaruh terhadap besarnya tekanan alir

minyak ke lubang sumur dan selanjutnya akan menyebabkan kesetimbangan

antara tekanan alir dan gaya gravitasi antar fluidanya menjadi tidak stabil dan

11

Universitas Islam Riau

dapat membentuk coning, sehingga air akan lebih mudah mengalir ke dalam

lubang bor. Pengidentifikasian water coning dapat dilakukan dengan menganalisis

1. Meningkatnya laju produksi air karena menurunnya laju produksi minyak.

2. Adanya perbedaan densitas minyak dengan densitas air.

3. Jarak antara bottom perforasi dengan WOC.

4. Permeabilitas vertikal dan permeabilitas horizontal.

5. Penyebab daya dorong Water drive.

Agar tidak terjadi problem water coning di dasar lubang sumur, maka

pengurasan terhadap reservoir harus diatur sedemikian rupa sehingga perbedaan

tekanan aliran antara reservoir dengan sumur lebih kecil dari tekanan yang

disebabkan oleh densitas minyak dan air. Untuk mengatasi hal ini, yaitu dengan

memproduksikan sumur tidak melebihi rate produksi maksimumnya juga dan

mengatur perbedaan tekanan aliran antara reservoir dengan sumur agar tidak

terlalu tinggi.

2.2.1 Mekanisme Terjadinya Water Coning

Pada kondisi statis, air yang memiliki densitas lebih besar daripada minyak

akan menempati bagian bawah dari production section. Jika zona transisi

diabaikan, dapat dianggap bahwa batas kontak antara air dan minyak merupakan

bidang datar dan rata. Jika sumur diproduksikan ketika harga perubahan tekanan

mencapai water level, maka batas kontak antara minyak dan air tersebut akan

berubah menjadi seperti sebuah kerucut yang puncaknya mengarah ke perforasi

sumur. Bentuk kerucut ini disebabkan oleh terjadinya gradien tekanan alir di

sekitar lubang sumur yang lebih besar dari gradien tekanan hidrostastis fluida di

bawahnya (gradien gaya gravitasi). Akan tetapi jika gradien tekanan alir fluida

lebih kecil dari gradien tekanan hidrostatik fluida maka puncak kerucut yang

terbentuk tidak mencapai dasar lubang sumur. Gradien tekanan aliran berkaitan

dengan besarnya laju produksi sumur, sedangkan gradien tekanan hidrostatik

dipengaruhi oleh perbedaan densitas fluida (minyak dan air). Saat puncak water

coning tepat berada di bawah dasar lubang perforasi sumur merupakan saat kritis.

12

Universitas Islam Riau

Penambahan laju produksi yang kecil dapat menyebabkan puncak water cone

tersebut masuk kedalam lubang sumur. Keadaan ini disebut coning breakthrough.

2.2.2 Pencegahan Water Coning

Usaha-usaha yang dilakukan guna pencegahan terjadinya water coning

adalah sebagai berikut :

1. Mengatur besarnya perbedaan tekanan statis dasar sumur (Ps) dengan

tekanan alir dasar sumur (Pwf) agar laju produksinya tidak melampaui

kapasitas aliran kritisnya.

2. Mengatur letak dari interval perforasi reservoir yang bersangkutan.

Merencanakan perforasi yang baik agar sumur dapat diproduksikan

dengan kapasitas produksi yang optimum tanpa terjadi coning.

3. Pada sumur yang telah diperforasi, pencegahan dapat dilakukan dengan

cara mengontrol kapasitas produksi dari sumur tersebut agar tidak

melampaui kapasitas produksi kritisnya, sedangkan untuk sumur-sumur

yang belum diperforasi coning dapat dicegah dengan mengatur letak

interval perforasi dari sumur tersebut.

2.2.3 Penanggulangan Water Coning

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi water coning

salah satunya adalah pembuatan artificial barrier, yaitu berupa penghalang yang

sengaja dibuat untuk mencegah ikut megalirnya air bersama minyak kedalam

lubang sumur akibat water coning. Penghalang buatan tersebut dapat berupa

penghalang padat maupun berupa fluida. Jenis artificial barrier yang paling

banyak digunakan dan mudah dioperasikan salah satunya adalah dengan

penggunaan packer, sehingga dapat menekan atau menahan (mengisolasi) air

yang mengalir ke dalam lubang sumur akibat water coning.

(Dadang Rukmana, 2012, p.287)

2.2.3.1 Penggunaan Packer

Packer berasal dari kata “PACK” yang artinya membungkus. Tetapi yang di

maksudkan disini adalah memisahkan atau mengisolasi. Packer merupakan suatu

13

Universitas Islam Riau

alat mekanis yang ditempatkan di dalam sumur untuk memisahkan atau

mengisolasi zona atau interval yang tidak ekonomis atau dengan kata lain packer

dapat di definisikan sebagai peralatan bawah permukaan yang digunakan untuk

menyekat antara tubing dan casing, serta mencegah aliran vertikal disepanjang

annulus casing tubing. Dalam industri perminyakan dan gas bumi berarti bahan

atau alat yang diset untuk menciptakan kondisi pembatas (sealing) antara tubing

dengan casing, atau drill pipe dengan casing. (L.Douglas, 1980, p.4.1)

2.2.3.1.1 Fungsi Packer

Adapun fungsi dari packer yaitu sebagai berikut ini:

1. Memisahkan atau mengisolasi zona–zona pada interval (perforasi)

tertentu.

2. Menjaga sumur dari tekanan–tekanan yang besar, yang terjadi pada

saat melakukan simulasi job (fracturing dan acidizing).

3. Mempertahankan fluida reservoir dan menjaga tekanan casing.

4. Membungkus lubang perforasi selama squeeze cementing.

5. Mengisolasi casing atau liner yang bocor.

6. Menutup secara sementara satu interval dengan interval lain yang sedang

diproduksi.

7. Untuk melakukan multiple completion pada suatu sumur.

2.2.3.1.2 Konstruksi Packer

Sebagaimana diketahui bahwa komponen dasar dari sebuah packer adalah

terdiri dari sistem penyekat (sealing assembling), slip, friction element, hold down

assembling, dan sistem pemasangan dan pelepasan.

1. Sistem penyekat

Sistem penyekat pada sebuah packer terbuat dari campuran senyawa

karet sintetis untuk menguji berbagai macam kekerasan. Untuk pengesetan packer

dapat dilakukan dengan cara menggerakkan rangkaian packer tersebut naik atau

turun dengan menambah beban, menarik tegangan pada tubing. Sedangkan untuk

melepaskan packer dapat dilakukan dengan cara memutar pipa produksi kekanan

14

Universitas Islam Riau

atau kekiri dan ditarik bersamaan dengan rangkaian tubing. Penarikan dilakukan

dengan kuat agar dapat mematahkan shear pin.

Sewaktu melakukan pengesetan packer, sistem penyekat ini tertekan oleh

metal ring, sehingga penyekat mengembang dan menimbulkan sekatan antara

tubing dan pipa selubung produksi.

2. Slip

Slip mempunyai bentuk berbeda–beda dan ukurannya bermacam– macam

tergantung dari perbedaan tekanan di dalam sumur, slip harus memiliki

permukaan yang bergerigi yang tajam dan cukup luas untuk menahan packer

ditempatnya terhadap perbedaan tekanan dari atas dan bawah.

3. Elemen Friksi

Elemen friksi (friction element) sering disebut dengan friction block,

kegunaan dari friction element ini untuk membantu kedudukan packer pada saat

dilakukan pengesetan dan pelepasan packer. Posisi friction block pada sebuah

friction element diset di bawah slip.

4. Hold Down Assembly

Hold down assembly atau sering disebut hydraulic anchor berfungsi

untuk mencegah bergesernya packer yang telah dipasang bila terkena beban atau

tekanan. Khususnya yang berlawanan dari kedudukan slip.

5. Sistem Pemasangan dan Pelepasan

Proses pengesetan packer dilakukan pada saat pekerjaan penyelesaian

sumur produksi. Sedangkan pelepasan packer dilakukan pada kondisi tertentu,

misalnya dilakukan penggantian packer karena mengalami kerusakan atau pada

proses kerja ulang sumur.

a. Mekanisme pemasangan packer ada bermacam – macam antara lain:

1. Compression, yaitu menambah beban sehingga berat dari tubing

string akan menekan packer yang telah diset. Contohnya: packer

Type G single grip.

2. Tension, yaitu tubing string akan ditarik sehingga rubber pada

packer akan mengembang. Contohnya : packer Type AD-1 single

grip.

15

Universitas Islam Riau

3. Compression and tension, yaitu menambah beban serta menarik

tegangan pada tubing (tension). Contohnya: Lock Set Packer

(LSP).

b. Mekanisme pelepasan packer dapat dilakukan dengan cara:

1. Memutar pipa produksi (pipa tubing)

2. Langsung menarik bersamaan rangkaian tubing

3. Menarik dengan kuat agar mematahkan shear pin.

2.2.3.1.3 Jenis – jenis Packer Secara Umum

Packer merupakan salah satu peralatan produksi yang diperlukan pada

sumur produksi, dimana pada saat pemasangan dipengaruhi oleh tekanan fluida

reservoir dan temperatur yang berada di dalam atau di luar pipa produksi yang

dapat berpengaruh terhadap rangkaian pipa produksi, khususnya packer. Tekanan

yang terjadi pada pemasangan packer dapat mengakibatkan karet–karet (seal) dan

memperkuat kedudukan antara tubing produksi dengan dinding pipa selubung.

Terdapat dua jenis packer yang dapat digunakaan untuk melakukan

penyelesaian dan kerja ulang sumur serta dapat digunakan pada metode water shut

off untuk menutup zona yang memiliki produksi air yang tinggi (high water cut)

akibat adanya water coning. Dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

2.2.3.1.3.1 Drillable Packer (permanent packer)

Drillable packer adalah packer yang tetap, dengan kata lain packer tidak

bisa digeser ke atas maupun ke bawah, jika packer tersebut telah ditempatkan di

lubang sumur. Packer ini dimasukkan kedalam sumur dengan wireline atau

dengan tubing. Tubing dapat dilepas atau ditarik dari packer dan meninggalkan

packer di casing, kemudian tubing dapat diturunkan kembali dan bersatu dengan

packer.

Permanent Packer disebut juga dengan Production Packer. Production

Packer berfungsi untuk menyekat annulus tubing dengan casing pada zona

produktif. Production Packer setelah dirangkaikan dengan tubing, kemudian

dimasukkan ke dalam lubang sumur sampai ke formasi produktif. Production

Packer ini bekerja secara hidrolik yang secara otomatis akan menyekat annulus

16

Universitas Islam Riau

tubing dengan casing pada zona produktif. Dipasang di antara casing produksi

dengan tubing dekat zona produktif satu dengan yang lain ( jika formasi produktif

lebih dari satu).

Terdapat tiga macam proses pada saat pengesetan permanen packer yaitu:

1. Pada tipe wireline packer, pemasangan packer dilakukan dengan wireline

unit, dimana dengan memasukkan wireline tool akan memasang packer

dari dalam tubing produksi.

2. Pada tipe tubing set packer, pemasangan pada rangkaian pipa tubing

dapat dilakukan dengan putaran dan pergerakan tubing.

3. Pada tipe Hydraulic set packer, pemasangan dilakukan secara hidrolik

atau dengan memberikan tekanan fluida.

Fungsi dari Permanent Packer adalah:

1. Untuk menahan tekanan fluida yang lebih besar dari tekanan sebesar

10.000 Psi dan temperatur sebesar 300F.

2. Dapat dipergunakan pada rangkaian pipa produksi pada sumur dangkal

dan permanen packer dilapisi dengan bahan anti korosi.

Packer permanen ini dapat dipasang dengan bantuan tubing atau wireline.

Tubing dapat dilepas dan ditarik dari packer dan meninggalkan packer di casing.

Tubing dapat diturunkan kembali dan bersatu dengan packer. Permanen packer

dapat dipasang dan diset dengan electric wireline, drillpipe, atau tubing.

2.2.3.1.3.2 Retrievable Packer

Retrievable packer adalah packer yang dibuat sedemikian rupa sehingga

mudah untuk dicabut atau digeser kedudukannya. Prinsip dari packer ini adalah

biasanya didudukkan dan dilepaskan kapan saja diinginkan. Packer ini diturunkan

bersamaan dengan tubing. Setelah diset, packer ini di lepas atau di ambil dari

sumur bersamaan dengan tubing. Jenis Retrievable Packer yang mampu menekan

dan mengurangi (reverse) produksi air yang tinggi (high water cut) akibat adanya

water coning adalah Arrowset I-X dan Arrowset I-XS dengan open ended tail

(OET). (L. Douglas, 1988, p.4.3)

17

Universitas Islam Riau

2.2.3.1.3.2.1 Arrowset I-X dan Arrowset I-XS dengan open ended tail

(OET).

Packer Arrowset I-X dan Arrowset I-XS dengan Open Ended Tail

(OET) merupakan packer double-grip compression atau tension-set

production packer yang bisa tertinggal dalam ketegangan, kompresi, atau

pada posisi netral, dan akan menahan tekanan dari atas atau bawah. Bypass

internal yang besar mengurangi efek pengap pada saat run-in dan retrieval,

dan menutup saat packer diatur. Saat packer dilepaskan, bypass akan

terbuka terlebih dahulu, memungkinkan tekanan untuk menyamakan

kedudukan sebelum slip atas dilepaskan. Arrowset I-X juga dilengkapi

sistem pelepas slip terpaten yang dipatenkan yang mengurangi gaya yang

dibutuhkan untuk melepaskan packer. Sebuah slip nondirectional

dilepaskan terlebih dahulu, sehingga memudahkan melepaskan slip lainnya.

Packer didesain unik yang memungkinkan memiliki ID yang

dimaksimalkan dengan multiple bores atau control line feedthroughs,

sehingga bore dapat berukuran besar dan tidak menggerakan mandrel saat

setting membuat packer ini cocok untuk aplikasi multimone stacked packer.

Gambar 2.5 Packer Arrowset I-X dan Arrowset I-XS.

(Weatherford Mechanical Production Packer, 2009)

1) Aplikasi packer

1. Secara efektif memenuhi beberapa persyaratan untuk isolasi, injeksi,

pemompaan, dan produksi zona.

2. Pembukaan penuh memberi arus tak terbatas dan memungkinkan

jalannya alat wireline dan aksesori lainnya.

18

Universitas Islam Riau

2) Manfaat packer Arrowset I-X dan Arrowset I-XS dengan Open Ended

Tail (OET)

1. Tidak memerlukan pipa manipulasi untuk mengatur instalasi packer,

2. Beberapa pengepak packer dapat di atur secara bersamaan,

3. Bekerja dengan baik di semua jenis casing,

4. Perlindungan maksimal dari kebocoran,

5. Mengurangi biaya setting packer dan mengurangi waktu rig,

6. Desain lapangan yang terbukti serbaguna; memenuhi sebagian besar

kebutuhan produksi, stimulasi, dan injeksi

7. Bisa di jalankan dengan Model T-2 On-Off Tool

8. Bisa dibiarkan dalam posisi tegang, kompresi, atau netral

9. Bypass valve terbuka sebelum slip atas dilepaskan

10. Ideal untuk digunakan dengan tabung fiberglass.

(Weatherford Mechanical Production Packer, 2009, p.1-12)

2.2.4 Indentifikasi Water Coning

Pada sumur minyak yang bertenaga pendorong air sering kali mengalami

problem produksi air. Hal ini terjadi akibat sumur di produksi berada di atas zona

air, sehingga air dapat dengan mudah mengalir memotong zona minyak secara

vertical (water coning) atau dapat juga berupa saluran air yang terbentuk dalam

suatu zona minyak. Cara mengidentifikasi water coning yang terjadi adalah

dengan Diagnostic plot atau dapat melihat laju alir kritisnya.

2.2.4.1 Penentuan Laju Produksi Kritis Bebas Water Coning

Perencanaan laju produksi minyak dari suatu sumur yang menembus lapisan

minyak-air haruslah di jaga pada suatu harga tertentu yang bertujuan untuk

mencegah masuknya air atau gas ke dalam lubang sumur. Masuknya air ke dalam

sumur akan mengurangi laju produksi minyak, sehingga laju produksi minyak

harus ditentukan seoptimum mungkin tanpa menyebabkan terjadinya water

coning. Laju produksi kritis adalah laju produksi minyak maksimum yang di

izinkan pada suatu sumur tanpa terproduksinya air atau gas masuk ke dalam zona

produksi minyak. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan laju kritis yang di

19

Universitas Islam Riau

maksudkan untuk mengetahui pada laju produksi berapa sumur tidak mengalami

problem water coning. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya laju

produksi kritis water coning pada sumur minyak, antara lain :

1. Sifat fisik batuan dan fluida

2. Ketebalan zona minyak

3. Perbedaan densitas air-minyak

4. Jarak vertikal antara dasar perforasi dengan water level.

Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya coning pada sumur kajian, dapat

diperkirakan dari perbandingan antara laju produksi aktual dengan laju produksi

minyak kritis bebas water coning, yaitu :

PLPM = 𝑞 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙

𝑞𝑘𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 .................................................................………………........(5)

Keterangan :

PLPM = Perbandingan Laju Produksi Minyak

q aktual = Laju produksi minyak sebenarnya di lapangan, BOPD

q kritis = Laju produksi kritis bebas water coning, BOPD

Apabila sumur kajian mempunyai harga PLPM > 1, maka sumur tersebut

telah mengalami water coning. (Dadang Rukmana. Teknik Reservoir. 2012)

Di sini peneliti akan menggunakan persamaan dari metode Schols untuk

mengetahui laju alir kritis bebas water coning sesuai beberapa asumsi yang

digunakan pada sumur kajian.

2.2.4.1.1 Metode Schols

Di tahun 1972 korelasi Schols banyak digunakan dan diterapkan untuk

menentukan laju alir kritis coning, asumsi nya mengacu pada model dasar dimana

interval perforasi dimulai dari puncak lapisan produktif untuk kasus water coning

(hpt = 0 dan hpb = hp). Korelasi Schols diperoleh berdasarkan analisis

dimensional dari masalah dan hasil dari eksprimen pada suatu model yang

dimodifikasi untuk memperoleh aliran radial. Pada metode ini, Schols

mengembangkan persamaan laju produksi minyak dimana reservoir terjadi water

coning, persamaan nya adalah :

20

Universitas Islam Riau

Qocw = 0,00049 (𝜌𝑤− 𝜌𝑜)𝑘𝑜 (ℎ𝑜2−ℎ𝑝2)

𝜇𝑜 𝐵𝑜[0,432 +

𝜋

ln(𝑟𝑒𝑟𝑤⁄ )

] [ℎ𝑜 𝑟𝑒⁄ ]0.14 ...(6)

Keterangan :

Qocw = Laju alir kritis (laju produksi minyak maksimum bebas water coning)

ρo = Densitas minyak, gr/cc

ρw = Densitas air, gr/cc

µo = Viskositas minyak, cp

Bo = Faktor volume formasi minyak, RB/stb

re = Jari-jari pengurasan, ft

rw = Jari-jari sumur, ft

h = Ketebalan kolom minyak, ft

(Kuo and DesBrisey,1983, p.3)

2.2.4.2 Analisis Diagnostic Plot

Metode Diagnostic Plot yang mudah dan cepat dikembangkan untuk

mengidentifikasi terproduksinya air dan atau gas yang berlebih secara analitik

yang dikenal dengan Metode K. S. Chan. Metode ini didasarkan pada studi

simulasi dengan memplot WOR atau GOR terhadap waktu pada kurva log-log

akan menunjukkan apakah sumur produksi mengalami water atau gas coning,

channeling yang disebabkan permeabilitas yang besar atau channeling di sekitar

lubang sumur.

Dari Gambar 2.6 dapat dibedakan menjadi tiga periode. Periode pertama

menunjukkan garis lurus (flat) ini mengindikasikan produksi mula-mula. WOR

mula-mula tergantung dari saturasi air mula-mula, penyebaran air dalam reservoir

dan fungsi dari permeabilitas relatif. Lamanya periode pertama tergantung pada

mekanisme tenaga dorong air (K. S. Chan, 1995, p.1-8).

21

Universitas Islam Riau

Gambar 2.6 Chan Plot for coning and channeling (K. S. Chan, 1995)

Pada periode kedua, kecepatan kenaikan tergantung dari problem yang

dihadapi, untuk coning peningkatan WOR akan lambat, sedangkan untuk

channeling kenaikan WOR akan cepat. Pada periode ketiga, untuk problem coning

akan terbentuk face pseudo-steady state, sedangkan untuk problem channeling

WOR meningkat dengan kecepatan yang tetap (K. S. Chan, 1995)

Kurva WOR dan WOR' (WOR Derivative) vs waktu akan menunjukkan

slope yang berbeda pada setiap permasalahan. Pada permasalahan channeling

slope nya akan berharga positif sedangkan pada permasalahan coning slope nya

akan berharga negatif (K. S. Chan, 1995). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.7

dan Gambar 2.8.

Gambar 2.7 Chan plot for water channeling (K. S. Chan, 1995)

22

Universitas Islam Riau

Gambar 2.8 Chan plot for water coning (K. S. Chan, 1995)

Tabel 2.1. WOR vs WOR's for Chan Plot (Changalvaie,et all, 2012)

WOR Slope WOR' Slope Reason for Water Production

Positive Positive Channeling

Positive Negative Coning

Positive linear slope Horizontal line Water/oil contact rising

Persamaan yang digunakan untuk menentukan WOR aktual dan WOR

derivative adalah

WOR = 𝑁𝑝 𝑊𝑎𝑡𝑒𝑟

𝑁𝑝 𝑂𝑖𝑙× 100% dan WOR’ =

𝑊𝑂𝑅1−𝑊𝑂𝑅2

𝑡2− 𝑡1 ..................................(7)

Keterangan :

Np = Kumulatif produksi, Bbl

t = Waktu, hari

Terlihat pada tabel perbedaan slope dari plot WOR dan WOR' dapat

menampilkan permasalahan yang terjadi pada sumur. Jika slope WOR positif dan

WOR' positif atau nilai WOR' mendekat nilai WOR maka masalah yang terjadi

pada sumur ialah water channeling, sebaliknya jika WOR positif dan WOR'

negatif atau nilai WOR' menjauhi nilai WOR maka masalah yang terjadi ialah

water coning. Untuk melihat channeling atau coning dari plotting WOR dapat

dilihat dari pergerakan nilainya, untuk coning peningkatan WOR akan lambat,

sedangkan untuk channeling kenaikan WOR akan cepat. Pada periode ketiga,

23

Universitas Islam Riau

untuk problem coning akan terbentuk fasa pseudo-steady state, sedangkan untuk

problem channeling WOR meningkat dengan kecepatan yang tetap.

(Dadang Rukmana, 2012, p.302)

2.2.4.3 Prediksi ketinggian batas kolom minyak dan air

Setelah waktu terobosan sudah ditentukan dari korelasi Bournazel, kinerja

water cut bisa diprediksi dengan korelasi persamaan water coning yang di

sederhanakan dengan konsep material balance. Seperti minyaknya pulih, kontak

air-minyak akan naik dan nilai batas air akan meningkat. Untuk mengambil ini

diperhitungkan, persamaan material balance sederhana digunakan untuk

memprediksi kenaikan kontak minyak-air. Persamaan neraca material ini

digunakan untuk menghitung lokasi kontak minyak-air tersebut.

(Kuo and C. DesBrisey, 1983, p.5)

Ho = ℎ𝑜 [1 −𝑁𝑝

𝑁

(1−𝑆𝑤𝑐)

(1−𝑆𝑜𝑟−𝑆𝑤𝑐)]……….............…….............……………….(8)

Hw = ℎ𝑤 + ℎ𝑜 [𝑁𝑝

𝑁

(1−𝑆𝑤𝑐)

(1−𝑆𝑜𝑟−𝑆𝑤𝑐)]……………..........................……………..(9)

Keterangan :

Ho = Ketebalan zona minyak saat ini, ft

ℎ𝑜 = Ketebalan zona minyak awal, ft

𝐻𝑤 = Ketebalan zona air saat ini, ft

ℎ𝑤 = Ketebalan zona air awal, ft

Np = Kumulatif produksi minyak, STB

N = Initial Oil In Place, STB

Sor = Saturasi minyak sisa, fraksi

Swc = Saturasi air connate, fraksi

24

Universitas Islam Riau

2.3 Indikator Ekonomi

Indikator ekonomi adalah indikator tunggal untuk menguji net cash flow.

Indikator ekonomi akan menentukan seberapa cepat dan seberapa besarnya

keuntungan yang akan diperoleh dari suatu investasi yang akan ditanamkan.

Kemudian membandingkannya dengan alternatif investasi yang lain, sehingga

didapat gambaran apakah melanjutkan investasi atau mengalihkannya ke investasi

yang lain. Pada industri minyak dan gas bumi, ada beberapa indikator ekonomi

yang utama, yaitu:

A. NPV (Net Present Value)

Nilai tunai bersih yang diperkirakan akan diperoleh dari suatu investasi (Net

Cash Flow) selama proyek berlangsung, yaitu jumlah pendapatan dikurangi total

biaya selama proyek. Suatu proyek dikatakan menguntungkan jika nilai NPV

yang diperoleh adalah positif, jika nilai NPV suatu proyek adalah negatif maka

dapat dikatakan proyek tersebut mengalami kerugian.

B. Cash Flow

Cash flow adalah gambaran aliran dana masuk (cash in flow) dan dana

keluar (cash out flow) pada periode waktu tertentu. Bentuk cash flow dapat

berbentuk sederhana dan dapat pula sangat komplek dengan perhitungan financial

yang detail.

Net cash flow adalah aliran dana masuk (cash in flow atau cash received)

dikurangi aliran dana keluar (cash out flow atau cash expended) pada periode

waktu tertentu. Pengertian ini dapat ditulis dalam bentuk hubungan matematika

sebagai berikut:

Net cash flow = cash received – cash expended ……………….........................(10)

C. ROR (Rate of Return)

Rate Of Return (ROR) adalah bunga yang membuat nilai saat ini dari

perolehan bersih sama dengan nilai saat ini dari investasi. Suatu proyek dianggap

layak apabila ROR lebih besar dari pada cost of capital (bunga bank) atau MARR.

25

Universitas Islam Riau

D. MARR (Minimum Attractive Rate of Return)

MARR (Minimum Attractive Rate Of Return) adalah tingkat pengembalian

minimum yang diinginkan. MARR tergantung pada lingkungan, jenis kegiatan,

tujuan dan kebijakan organisasi, dan tingkat risiko dari masing-masing proyek.

MARR = Biaya modal + Profit Margin + risk premium …..........................…..(11)

E. B/C (Benefit to Cost Ratio)

Menyatakan manfaat tiap uang yang ditanamkan.

F. POT (Pay Out Time)

Pay Out Time adalah suatu periode yang diperlukan untuk dapat menutup

kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas netto (net

cashflow). Net cash flow adalah jumlah uang yang masuk dikurangi uang keluar,

net cashflow negatif artinya deficit (cash-out lebih besar dari cash-in). Dengan

demikian pay out time dari suatu investasi menggambarkan panjangnya waktu

yang diperlukan agar dana yang tertanam pada suatu investasi dapat diperoleh

kembali seluruhnya.

G. Return Of Investment (ROI)

Profit to investment ratio (PIR) disebut juga Return of Investment (ROI)

merupakan perbandingan dari keuntungan bersih yang tidak dipotong terhadap

besarnya investasi yang ditanam atau suatu ukuran yang merefleksikan

kesanggupan memberikan keuntungan total.

(Widjajono, 2002, p.1-18)

2.3.1 Istilah- istilah Keekonomian

Pada prinsipnya perhitungan keekonomian eksplorasi dan produksi sumber

daya migas tergantung pada:

a. Profil produksi migas yang akan dihasilkan.

b. Biaya yang telah atau akan dikeluarkan.

c. Harga migas per satuan volume.

d. Sistem perhitungan keekonomian yang dipakai.

Penerimaan pemerintah hanya dipungut pemerintah apabila revenue

(pendapatan) melebihi recovery (pengembalian dari biaya). Recovery ditentukan

26

Universitas Islam Riau

berdasarkan besaran yang paling kecil antara revenue dan cost recovery. Istilah –

istilah keekonomian migas adalah:

A. Cost Recovery

Cost recovery adalah jumlah dari investment credit (IC), depresiasi capital

(D), operating cost (OC) dan unrecovery cost (UC) tahun sebelumnya. Cost

recovery dapat diperoleh kembali dengan mengambil bagian dari gross revenue

maka kekurangan tersebut dapat diambil dari gross revenue tahun berikutnya.

Kekurangan ini disebut unrecovery cost.

CR = IC + D + OC + UC …….......................................……………...............(12)

Cost recovery adalah pengeluaran kontraktor yang dikembalikan kepada

kontraktor apabila wilayah kerja telah dinyatakan komersial. Apabila tidak

komersial, cost recovery ini menjadi tanggungan dan resiko kontraktor.

B. Operating Cost

Operating cost adalah biaya operasi harian dan biaya perawatan yang

dikeluarkan untuk memproduksi dan menjaga kelangsungan operasinya.

C. Investasi

Investasi merupakan besarnya biaya / modal yang ditanamkan dalam suatu

proyek. Investasi atau penanaman modal dilakukan dengan suatu alasan untuk

meningkatkan aktiva bagi perusahaan.

D. Capital Cost

Capital cost adalah nilai uang (biaya) dari suatu modal yang berwujud

(tangible), meliputi bangunan-bangunan, peralatan pemboran produksi, mesin-

mesin, fasilitas produksi, konstruksi dan alat transportasi yang mengalami

depresiasi nilai karena waktu pemakaian.

E. Non-Capital Cost

Non capital cost merupakan biaya yang terjadi pada operasi selama tahun

berjalan yang terdiri dari biaya operasi tahun berjalan, termasuk didalamnya

adalah biaya untuk memperoleh hak pengelolaan operasi perminyakan, biaya

pekerja, material, survey seismic dan biaya tak berwujud.

27

Universitas Islam Riau

F. Depresiasi

Depresiasi adalah penurunan nilai fisik barang dengan berlalunya waktu dan

penggunaan. Depresiasi dapat dianggap sebagai pengeluaran, tetapi dalam

perhitungan ekonomi yang dilakukan, depresiasi dimasukkan dalam cost recovery.