bab ii tinjauan pustaka 2.1 biologi kopi robusta (coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/muhammad...

21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea Canephora Pierre ex A. Froehner) Kopi Robusta merupakan salah satu anggota dari suku Rubiaceae yang banyak dibudidayakan di negara tropis. Kopi berasal dari dataran tinggi Ethiopia pada abad ke 9, kemudian menyebar ke Mesir dan Yaman. Pada abad ke 15 kopi menyebar lebih luas yaitu ke Persia, Turki dan Afrika Utara. Pada abad ke 17 kopi mulai menyebar ke Benua Eropa (National Geographic, 2013). Jenis kopi yang pertama kali dibudidayakan di Indonesia khususnya di pulau Jawa pada tahun 1696 adalah kopi arabika (C. arabica). Namun, karena adanya serangan penyakit karat daun (Hemilia vastatik) yang terjadi pada tahun 1876, maka pemerintah pada waktu itu memasukkan kopi Liberika (C. liberica) ke Indonesia. Akan tetapi kopi jenis ini juga tidak tahan terhadap serangan penyakit karat daun sehingga pada tahun 1900 diperkenalkan kopi Robusta (C. canephora) yang tahan terhadap penyakit karat daun, tumbuh dan pemeliharaannya mudah serta produksinya lebih tinggi, sehingga sekarang mencapai 90% luas areal kopi di Indonesia sebagai besar di tanami kopi robusta (Muljana, 1986; van Steenis et al., 2008). 2.1.1 Morfologi Kopi Robusta Kopi robusta merupakan tanaman perdu yang mempunyai batang yang kokoh dan kuat dengan tinggi mencapai 2 - 4 meter (van Steenis et al., 2008). Kopi memiliki sistem perakaran tunggang dengan kedalaman mencapai 3 meter. 7 Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Upload: dobao

Post on 13-Jun-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea Canephora Pierre ex A. Froehner)

Kopi Robusta merupakan salah satu anggota dari suku Rubiaceae yang

banyak dibudidayakan di negara tropis. Kopi berasal dari dataran tinggi Ethiopia

pada abad ke 9, kemudian menyebar ke Mesir dan Yaman. Pada abad ke 15 kopi

menyebar lebih luas yaitu ke Persia, Turki dan Afrika Utara. Pada abad ke 17 kopi

mulai menyebar ke Benua Eropa (National Geographic, 2013).

Jenis kopi yang pertama kali dibudidayakan di Indonesia khususnya di

pulau Jawa pada tahun 1696 adalah kopi arabika (C. arabica). Namun, karena

adanya serangan penyakit karat daun (Hemilia vastatik) yang terjadi pada tahun

1876, maka pemerintah pada waktu itu memasukkan kopi Liberika (C. liberica)

ke Indonesia. Akan tetapi kopi jenis ini juga tidak tahan terhadap serangan

penyakit karat daun sehingga pada tahun 1900 diperkenalkan kopi Robusta (C.

canephora) yang tahan terhadap penyakit karat daun, tumbuh dan

pemeliharaannya mudah serta produksinya lebih tinggi, sehingga sekarang

mencapai 90% luas areal kopi di Indonesia sebagai besar di tanami kopi robusta

(Muljana, 1986; van Steenis et al., 2008).

2.1.1 Morfologi Kopi Robusta

Kopi robusta merupakan tanaman perdu yang mempunyai batang yang

kokoh dan kuat dengan tinggi mencapai 2 - 4 meter (van Steenis et al., 2008).

Kopi memiliki sistem perakaran tunggang dengan kedalaman mencapai 3 meter.

7

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

8

Akar lateral tumbuh dan berkembang di permukaan tanah dengan panjang dapat

mencapai sekitar 2 meter dari pohon dan berkembang di kedalaman kurang dari

45 cm dari permukaan tanah (Siahaan, 2008; van Steenis et al., 2008).

Tanaman kopi memiliki batang dimorfisme (Gambar 2.1.A), yaitu

memiliki cabang yang pertumbuhannya mengarah ke atas (orthotrop) dan cabang

yang pertumbuhannya mengarah ke samping (plagiotrop). Pada cabang

plagiotrop, jarak antar ruas dapat mencapai 8 – 15 cm (van Steenis et al., 2008).

Kopi memiliki daun yang lebar dan memanjang dengan panjang daun antara

20 – 30 cm dan lebar daun antara 10 – 16 cm. Tulang daun tenggelam, sehingga

permukaan daun jelas berlekuk-lekuk (Gambar 2.1.B). Daun kopi robusta

mempunyai pangkal daun yang membulat. Tangkai daun mempunyai panjang ±1

cm dengan tulang samping berjumlah 10 – 12 pasang (van Steenis et al., 2008).

Gambar 2.1 Batang kopi diamorfisme (A), Daun kopi (B), Bunga kopi (C),

Benang sari (D), Putik (E), dan Biji kopi (F) (Prastowo et al.,

2010).

A B C

D E F

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

9

Tanaman kopi pada umumnya mulai berbunga pada umur dua tahun dan

hanya berbunga sekali pada musim kemarau (Najiyati & Danarti, 1990). Tanaman

kopi memiliki bunga majemuk yang muncul di ketiak daun, yang terdiri dari 3 - 5

kuntum bunga. Pada pangkal setiap anak payung terdapat 2 daun penumpu yang

cukup lembek, berbentuk segi tiga dengan panjangnya ± 5 mm. Bunga berwarna

putih dan harum dengan panjang tabung mahkota dapat mencapai 15 – 18 mm.

Daun mahkota berjumlah 5 – 7 dengan ukuran panjang antara 12 – 13 mm dan

lebar 3,5 – 4 mm (Gambar 2.1.C). Benang sari tertancap pada tabung mahkota

dengan panjang mencapai ± 5 mm (Gambar 2.1.D). Tangkai putik memanjang

jauh di luar tabung mahkota dan bercabang dua (Gambar 2.1.E) (van Steenis et

al., 2008).

Setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan, buah kopi menjadi masak

dalam waktu antara sembilan bulan sampai satu tahun. Buah kopi pada umumnya

dapat dipanen pada bulan Maret sampai September (Siahaan, 2008). Kopi robusta

memiliki buah bertipe batu (drupa) dan berbentuk bulat telur dengan diameter

sekitar 15 – 18 mm (Gambar 2.1.F). Dalam satu buah biasanya terdapat 2 biji

berbentuk pipih. Pada bagian ventral terdapat sebuah alur. Buah kopi sewaktu

muda berwarna hijau dan jika masak akan berwarna merah (Siahaan, 2008; van

Steenis et al., 2008).

2.1.2 Jenis Kopi

Di dunia ditemukan sekitar 100 jenis tanaman kopi, tetapi hanya dua jenis

kopi yang dikenal memiliki nilai ekonomi dan diperdagangkan secara komersial,

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

10

yaitu kopi arabika dan kopi robusta (Etienne, 2002). Dua jenis yang lain

dibudidayakan dalam skala yang jauh lebih kecil yaitu kopi liberica (C. liberica)

dan kopi excelsa (C. dewevrei).

Kopi arabika merupakan jenis yang paling banyak diproduksi, yaitu sekitar

lebih dari 60% produksi kopi dunia. Daerah ideal tempat budidaya kopi arabika

adalah pada ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan laut. Di bawah

ketinggian itu, arabika tidak bisa tumbuh dengan baik (Etienne, 2006). Kopi

arabika mudah terserang penyakit dan tidak tahan terhadap perubahan musim.

Buah kopi arabika memiliki rasa lebih manis dengan rasa kopi yang kurang kuat.

Gambar 2.2. Kopi Arabika (Prastowo et al., 2010).

Tidak seperti kopi arabika, kopi robusta (C. canephora Pierre ex A.

Froehner) lebih tahan terhadap cuaca dan hama penyakit, serta mudah dalam

pemeliharaannya dibandingkan kopi arabika. Kopi robusta hidup di bawah

ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Hasil panen per pohon juga lebih

banyak dibandingkan dengan kopi arabika namun untuk rasa masih tidak bisa

menandingi arabika (Etienne, 2006). Kopi robusta memiliki kadar kafeina hampir

dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan kopi arabika (Widyotomo et al., 2011).

Kopi robusta umumnya dibudidayakan di daerah Afrika dan Indonesia, sedangkan

kopi arabika banyak dibudidayakan di Amerika Latin seperti Brazil.

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

11

Gambar 2.3. Kopi Robusta (Prastowo et al., 2010).

2.1.3 Manfaat Kopi

Tanaman kopi memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena hampir semua

bagian dari tanaman bermanfaat bagi kehidupan manusia. Batang tanaman kopi

yang sudah tua dapat yang diolah menjadi arang (Gambar 2.4.A) ataupun kayu

bakar. Daun tanaman kopi juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku

pembuatan kompos (Tirta, 2006).

Gambar 2.4 Arang batang kopi (A), Minuman terbuat dari kopi (B), dan Masker

menggunaka serbuk kopi (C) (Tirta, 2006; Prawirodigdo et al.,

2005; Siahaan, 2008).

Bagian kopi yang bernilai ekonomi paling tinggi adalah buahnya. Kulit buah

kopi yang dikeringkan dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan untuk

penggemukan domba (Gambar 2.4.B; Prawirodigdo et al., 2005), sedangkan biji

kopi yang telah dikeringkan dapat dibuat bubuk untuk beberapa kepentingan

A B C D

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

12

(Gambar 2.4.C). Bubuk kopi biasanya digunakan untuk minumaan yang mampu

menghilangkan rasa kantuk dan kelelahan. Dari segi medis bubuk kopi juga

bermanfaat untuk merangsang pernapasan, membantu asimilasi dan pencernaan

makanan, sebagai obat penolong diare serta pencegah muntah sesudah operasi

(Siahaan, 2008). Bubuk kopi juga dapat digunakan sebagai bahan kosmetik karena

dapat menghaluskan kulit (Gambar 2.4.D; Siahaan, 2008).

2.2 Budidaya Kopi dan Permasalahannya

2.2.1 Produksi Kopi Dunia dan Indonesia

Kopi merupakan salah satu komoditas perdagangan utama di dunia. Total

produksi kopi di dunia mencapai lebih dari 8 juta ton per tahun dengan nilai

penjualan lebih dari US$ 22,7 milyar pada tahun 2011 (ICO, 2013). Total

produksi tersebut dihasilkan dari perkebunan kopi yang luasnya mencapai lebih

dari 10 juta hektar lahan yang tersebar di lebih dari 80 negara di dunia (Santos et

al., 2006).

Di Indonesia, kopi merupakan salah satu komoditas sub sektor pertanian

yang mempunyai andil cukup penting sebagai penghasil devisa negara. Komoditas

kopi merupakan penghasil devisa ketiga terbesar dalam bidang pertanian setelah

kelapa sawit dan karet (Priyono & Danimihardja, 1991).

Produksi kopi di Indonesia relatif meningkat dari tahun ke tahun. Pada

tahun 2000, produksi kopi di Indonesia hanya sekitar 550 ribu ton per tahun

(Gambar 2.5). Angka tersebut naik menjadi sekitar 700 ribu ton pada tahun 2006

dan relatif stabil sampai sekarang (AEKI, 2013). Dengan total produksi tersebut,

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

13

Indonesia merupakan negara produsen kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil

dan Vietnam (FAO, 2013).

0

500000

1000000

1500000

2000000

2500000

3000000

Brazil Vietnam Indonesia Colombia Ethiopia

Negara

Pro

du

ksi

(T

on

)

Gambar 2.5 Produksi Kopi (FAO, 2013)

2.2.2 Permasalahan Budidaya Kopi di Indonesia

Meskipun Indonesia merupakan negara dengan total produksi terbesar

ketiga di dunia (Gambar 2.5), namun total produksi tersebut lebih disebabkan

oleh area perkebunan kopi yang sangat luas. Luas perkebunan kopi di Indonesia

mencapai lebih dari 1,3 juta ha dan merupakan negara terluas kedua di dunia

setelah Brazil dengan luas areal perkebunan lebih dari 2,1 juta Ha (Gambar 2.6;

FAO, 2013).

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

14

Gambar 2.6 luas lahan Perkebunan Kopi (FAO, 2013).

Hal tersebut terjadi karena produktivitas perkebunan kopi Indonesia

tergolong sangat rendah dan tidak mengalami peningkatan selama 10 tahun

terakhir dibandingkan dengan negara lain (Gambar 1.1). Produktivitas

perkebunan kopi di Indonesia kurang dari 500 kg per hektar per tahun. Angka

tersebut hampir seperlima dari produktivitas perkebunan kopi di Sierra Leona

yang mencapai hampir 2,5 ton per hektar lahan ataupun seperempat produktivitas

kopi di Vietnam yang mencapai lebih dari 2,1 ton per hektar lahan (FAO, 2013).

Banyak faktor yang diduga menjadi penyebab rendahnya produktivitas kopi

di Indonesia, diantaranya sebagian besar umur tanaman pada perkebunan kopi di

Indonesia sudah relatif tua yaitu lebih dari 10 tahun (Simanungkalit, 2001).

Disamping itu kualitas pemeliharaan tanaman juga rendah khususnya pada

tanaman setelah panen sehingga produktivitas tanaman pada panen berikutnya

semakin menurun (Giska, 2012).

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

15

Di antara faktor-faktor penyebab rendahnya produktivitas kopi tersebut,

faktor kualitas bibit yang ditanam juga memegang peran penting dalam rendahnya

produktivitas kopi di Indonesia. Bibit kopi yang digunakan petani di Indonesia

mempunyai kualitas rendah (Priyono, 2010).

2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia

Mayoritas petani kopi melakukan pembibitan secara generatif melalui biji

(Gambar 2.7.A). Tahapan pembibitan dengan menggunakan biji adalah dengan

menyiapkan biji masak yang dipanen dari pohon berkualitas kemudian ditanam

pada media tanah atau kompos. Biji akan berkecambah setelah 30 - 40 hari dan

siap ditanam ke lahan setelah berumur 8 bulan (Prastowo et al., 2010).

Pembibitan dengan teknik ini memiliki keunggulan berupa produksi bibit

dapat dilakukan secara masal dan mudah untuk dilakukan. Namun, teknik ini juga

memiliki kelemahan berupa munculnya keragaman genetik yang tinggi dan tidak

sama dengan induknya. Hal ini karena tanaman kopi khususnya jenis robusta

memiliki sifat penyerbukan silang (Santoso & Raharjo, 2011).

Gambar 2.7. Menanam secara generatif menggunakan biji (A), Menanam secara

vegetatif dengan stek (B), Menanam secara vegetatif dengan

okulasi (C), Menanam secara vegetatif dengan sambung pucuk (D)

(Prastowo et al., 2010).

A

B

C

D

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

16

Alternatif yang digunakan petani untuk mengatasi kelemahan perbanyakan

bibit kopi secara generatif di atas adalah dengan menggunakan metode vegetatif

yaitu melalui stek (Gambar 2.7.B), okulasi (Gambar 2.7.C) dan sambung pucuk

(Gambar 2.7.D). Stek dilakukan dengan memilih batang dari indukan tanaman

kopi yang berkualitas. Kemudian ditancapkan pada medium tanam yang sudah

disiapkan. Hasil stek akan terlihat setelah berumur sekitar 20 hari dan siap

dipindahkan ke lahan setelah berumur 7 bulan (Prastowo et al., 2010). Teknik ini

akan menghasilkan bibit sesuai dengan induknya, namun karena jumlah batang

yang bisa distek terbatas maka teknik ini tidak dapat menghasilkan bibit dalam

jumlah masal serta merusak tanaman induknya. Disamping itu, bibit yang

dihasilkan juga akan memiliki akar serabut sehingga tidak tahan terhadap

perubahan musim (Prastowo et al., 2010).

Cara vegatatif lain yang dapat digunakan untuk mengatasi kekurangan

perbanyakan melalui stek adalah melalui okulasi. Okulasi dilakukan dengan cara

menyiapkan batang bawah berupa bibit yang berasal dari perbanyakan biji dan

mata tunas yang berasal dari pohon induk unggul. Mata tunas ditempelkan pada

batang bawah, setelah ditutup atau diselubungi plastik dilajutkan dengan

pemeliharaan selama sekitar 20 hari. Bibit akan siap ditanam di lahan setelah 15

bulan (Prastowo et al., 2010). Teknik ini memiliki keunggulan berupa bibit yang

dihasilkan memiliki akar tunggang dan memiliki sifat sama dengan tanaman

induknya. Namun, jumlah mata tunas yang terbatas, serta memiliki keberhasilan

yang rendah maka teknik ini tidak mampu menghasilkan bibit dalam jumlah

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

17

masal. Disamping itu teknik ini juga merusak tanaman induknya (Santoso &

Raharjo, 2011).

Cara lain yang dilakukan petani untuk menghasilkan bibit lebih cepat

dibandingkan okulasi adalah melalui sambung pucuk. Seperti halnya okulasi,

pucuk tanaman kopi yang memiliki beberapa helai daun (Gambar 2.7.D)

ditempelkan pada batang bawah suatu bibit. Keberhasilan teknik ini akan

diketahui setelah bibit berumur antara 15 sampai 20 hari dan bibit siap tanam ke

lahan setelah berumur sekitar 6 – 8 bulan setelah batang utama (primer) bercabang

dua sampai tiga cabang (Prastowo et al., 2010). Teknik ini mampu menghasilkan

bibit lebih cepat dibandingkan dengan okulasi, namun karena keterbatasan jumlah

pucuk maka teknik ini juga tidak dapat menghasilkan bibit dalam jumlah masal.

Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan

pembibitan kopi secara konvensional di atas adalah dengan memanfaatkan teknik

kultur jaringan tumbuhan. Kultur jaringan atau kultur in vitro adalah suatu teknik

untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan

bagian tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada

kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan

berregenerasi menjadi tanaman sempurna (Nugrahani et al., 2011).

Teknik kultur jaringan mempunyai kelebihan dapat menghasilkan bibit

dalam jumlah yang banyak serta identik dengan induknya. Teknik ini juga tidak

merusak tanaman induk (Priyono, 2010). Secara umum, kultur jaringan tanaman

terdiri atas 3 macam, yaitu kultur organ dengan eksplan (embrio, akar, meristem,

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

18

pucuk, anther), kultur sel atau suspensi dengan ekplan (sel tunggal, protoplas),

organogenesis dan embryogenesis (Zulkarnain, 2009).

Salah satu teknik kultur jaringan yang mulai dikembangkan untuk

menyediakan bibit kopi secara in vitro adalah embryogenesis somatik (Oktavia et

al., 2003). Embryogenesis somatik adalah sebuah proses pembentukan embryo

dari satu sel somatik tanpa melalui peristiwa pembentukan sel gamet (Trijatmiko,

1996; von Arnod et al., 2002). Teknik ini banyak diaplikasikan antara lain pada

tanaman pepaya (Suntoyo et al., 2002), jarak pagar (Zulkarnain & Lizwati, 2011),

dan pule pandak (Sugito, 2006).

2.4 Perkembangan Penelitian Embryogenesis Somatik Kopi

Embryogenesis somatik juga sudah banyak dikembangkan untuk

memperbanyak tanaman kopi. Tahapan-tahapan dalam embryogenesis somatik

meliputi induksi kalus (Gambar 2.8.A), induksi embryo globular (Gambar

2.8.B&C), embryo berbentuk jantung (Gambar 2.8.D), torpedo (Gambar

2.8.E), perkecambahan (Gambar 2.8.F), tanaman sempurna (Gambar 2.8.G),

dan aklimatisasi pada tanah (Gambar 2.8.H; Figueroa et al., 2002).

Teknik embryogenesis somatik memberikan banyak keuntungan seperti

tanaman induk tidak rusak, hasil klon sama dengan induknya, jumlah bibit yang

banyak dan seragam. Namun, teknik ini juga mempunyai permasalahaan yaitu

tingkat keberhasilan rendah dengan tingkat keberhasilan berkisar antara 0 - 67 %

(Arimarsetyowati, 2011; Priyono et al., 2010).

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

19

Gambar 2.8 Kalus (A), Globular dari kalus (B) dan Globular dari eksplan daun

(C), Embryo berbentuk jantung (D), Embryo berbentuk Torpedo (E),

Perkecambahan (F), Tanaman sempurna siap diaklimatisasi (G),

Aklimatisasi pada tanah (H) (Figueroa et al., 2002).

Banyak upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan

embryogenesis somatik kopi. Upaya tersebut diantaranya adalah dengan

menggunakan berberapa macam jenis eksplan (Oktavia et al., 2003), penambahan

air kelapa ke dalam medium tanam (Priyono & Danimihardja, 1991) maupun type

dan jenis medium dilaporkan oleh Zamarripa et al., (1991).

Penelitian embryogenesis somatik kopi diawali penelitian Staritsky (1970)

menggunakan eksplan tunas orthotrop C. canephora Pierre ex A. Froehner Tunas

dipelihara di medium Linsmaier dan Skoog (LS, 1965) dan berhasil menginduksi

embrio somatik setelah beberapa bulan. Namun, teknik tersebut tidak dapat

menginduksi embryo somatik pada tunas orthotrop C. arabica dan C. Liberika.

Eksplan integumen biji juga telah dicobakan untuk menginduksi embryo

somatik pada kopi, namun waktu yang dibutuhkan untuk munculnya embryo

sangat lama, yaitu lebih dari 15 bulan yang dilaporkan oleh Sreenath et al.,

(1993). Ekplan epikotil, hipokotil dan akar yang berasal dari kecambah berumur 6

A B C D

E F G H

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

20

bulan juga berhasil digunakan untuk menginduksi embryo somatik. Namun, hasil

penelitian menunjukkan bahwa persentase keberhasilannya masih rendah (sekitar

50 %; Oktavia et al., 2003) serta belum diketahui keunggulan bibit karena eksplan

yang digunakan berasal dari biji.

Eksplan daun mulai digunakan untuk induksi embryo somatik oleh Sondahl

dan Sharp (1977). Daun dipelihara di medium dasar Murashig dan Skoog (MS,

1962) dan berhasil terinduksi kalus setelah kultur dipelihara selama 2 bulan. Pada

penelitian tersebut yaitu induksi embryo dari daun hanya dapat menghasilkan 5

planlet.

Pada kopi robusta, Dublin (1981) juga berhasil menginduksi embryo

somatik dari eksplan daun yang ditanam dalam media MS. Hal yang sama juga

dilaporkan oleh Neuenschwander & Thomas (1992) dengan eksplan daun pada

kopi arabika. Namun, waktu yang dibutuhkan untuk mengindiksi embryo masih

lama yaitu 6 bulan.

Riyadi dan Tirtoboma (2004) juga berhasil menginduksi embrio somatik

kopi secara langsung dengan menggunakan eksplan daun. Daun dipelihara pada

media Murashige-Skoog (MS) dan berhasil terinduksi embryo dengan waktu 2

minggu. Namun, tingkat keberhasilannya hanya mencapai 70 % . Arimarsetyowati

(2011) juga menggunakan eksplan daun C. arabica yang ditanam pada medium

MS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa embryo somatik berhasil terinduksi dari

eksplan daun, namun persentase keberhasilannya rendah yaitu hanya 7 % dan

waktu yang lama sekitar lebih dari 3 bulan.

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

21

Berbagai upaya lain juga telah dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan

induksi embryogenesis somatik, diantaranya adalah dengan penambahan air

kelapa ke dalam medium tanam (Priyono & Danimihardja, 1991). Hasil penelitian

menunjukan persentase terbentuknya embryo cukup tinggi yaitu sekitar 80 % ,

embryo juga berhasil dikecambahkan, namun tingkat keberhasilan pada tahap

aklimatisasi masih cukup rendah, yaitu hanya 18 %.

Upaya lain juga dilakukan dengan menggunakan seperempat dan setengah

konsentrasi garam makro dan mikro Murashige & Skoog (MS) yang dilengkapi

dengan vitamin B5 (Arimarsetiowati, 2011; Neuenschwander & Thomas, 1991;

Oktavia et al., 2003; Priyono et al., 2010; Hatanaka et al., 1991). Hasil dari semua

penelitian tersebut menunjukkan bahwa embryo somatik telah berhasil diinduksi,

namun tingkat keberhasilannya masih rendah dan bervariasi yaitu antara 0 – 50 %.

Selain itu, terdapat juga peneliti yang menggunakan medium cair yaitu

Zamarripa et al. (1991) ataupun medium semi padat (Gatica et al., 2008).

Penggunaan medium tersebut mampu menginduksi embryo somatik dengan

tingkat keberhasilan cukup tinggi, yaitu sekitar 70 %. Namun, dengan medium

tersebut waktu yang dibutuhkan untuk induksi embryo lebih dari 3 bulan.

Berbagai upaya yang telah dilaporkan di atas menunjukkan bahwa embryo

somatik telah berhasil diinduksi pada tanaman kopi, namun dengan tingkat

keberhasilan yang bervariasi serta waktu yang dibutuhkan relatif lama. Salah satu

faktor yang diduga menjadi penyebab rendahnya keberhasilan embryogenesis

somatik kopi dan waktu induksi embryo yang lama adalah belum digunakannya

zat pengatur tumbuh (ZPT) yang tepat baik jenis maupun konsentrasinya.

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

22

2.5 Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik yang pada konsentrasi

sangat rendah (mendekati 1 µM) mampu menimbulkan suatu respon fisiologis

terhadap tumbuhan. Senyawa organik yang disintesis oleh tumbuhan itu sendiri

dan memiliki fungsi mengatur pertumbuhan dan perkembangan (hormon) juga

digolongkan sebagai salah satu ZPT. Hal yang sama juga berlaku bagi senyawa

organik sintetik yang memiliki fungsi seperti hormon tumbuhan juga

dikategorikan sebagai ZPT. Terdapat lima macam ZPT, yaitu giberelin, etilen,

asam abisat, auksin dan sitokinin, sedangkan ZPT yang umum digunakan dalam

kultur jaringan tiga macam yaitu giberelin auksin dan sitokinin (Salisbury & Ross,

1995).

Zat pengatur tumbuhan golongan giberelin adalah senyawa isoprenoid yang

disintesis dari asetat asetil koenzim A melalui jalur asam mevalonat. ZPT

golongan giberelin memiliki 19 atau 20 atom karbon yang bergabung dalam satu

sistem cincin 4 atau 5. Semua giberelin bersifat asam dan dinamakan GA (asam

giberelat). Sampai saat ini diketahui lebih dari 90 jenis golongan asam giberelat,

namun beberapa jenis asam giberelat yang banyak digunakan adalah GA1, GA3,

GA4, GA7, GA9, dan GA32. ZPT ini berfungsi untuk meningkatkan

perkecambahan biji dan menginduksi perpanjangan ruas (Salisbury & Ross,

1995).

Zat pengatur tumbuhan etilen adalah zat pengatur tumbuhan yang

mempunyai struktur sederhana dan berbentuk gas. Etilen diturunkan dari karbon 3

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

23

dan 4 pada asam amino metionin. Etilen pada kultur jaringan berfungsi untuk

meningkatkan pembentukan pucuk (Salisbury & Ross, 1995).

Zat pengatur tumbuhan asam abisat adalah seskuiterpenoid yang berkarbon

15 yang disintesis sebagian di kloroplas dan plastid lain melalui lintasan asam

mevanolat. ZPT ini berfungsi untuk membantu proses pembentukan embryo

secara normal dan pembentukan simpanan protein pada biji serta menghambat

perkecambahan pada banyak jenis biji (Salisbury & Ross, 1995).

Zat pengatur tumbuhan golongan auksin banyak digunakan dalam kultur

jaringan untuk perpanjangan sel, pembentukan akar adventif, dan menghambat

pembentukan tunas adventif dan tunas ketiak. ZPT golongan auksin antara lain

IAA (indole acetic acid), NAA (naphtalene acetic acid), IBA (indole butiric acid),

2.4-D (2.4-dichlorophenoxyacetic acid), dicamba (3,6-dicloro-o-anisic acid), dan

picloram (4-amino-3,5,6-tricloropicolinic acid) (Salisbury & Ross, 1995).

Zat pengatur tumbuh golongan sitokinin adalah senyawa turunan adenine

dan berperan dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin

digunakan untuk merangsang terbentuknya tunas, berpengaruh dalam

metabolisme sel, dan merangsang sel dorman serta aktivitas utamanya adalah

mendorong pembelahan sel. Pada kultur jaringan sitokinin berperan dalam

mendorong pembelahan sel atau jaringan yang digunakan sebagai eksplan dan

merangsang perkembangan tunas. ZPT golongan sitokinin antara lain BA (benzil

adenin), kinetin (furfuril amino purin), 2-Ip (dimethyl allyl aminopurin), dan

zeatin (Salisbury & Ross, 1995).

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

24

Pada teknik embryogenesis somatik kopi, ada dua golongan ZPT yang

sering digunakan yaitu auksin dan sitokinin (Priyono, 2010). Senyawa auksin

yang banyak digunakan antara lain 2,4-D sedangkan sitokinin adalah kinetin.

2.5.1 2,4-Dichloropenoxy acetic acid (2,4-D)

2,4-Dichloropenoxyacetic acid merupakan auksin yang paling umum

digunakan untuk menginduksi embryogenesis somatik (Wattimena, 1992). 2,4-D

memiliki rumus molekul C8H6C12O3 (Gambar 2.9) dengan berat molekul 221,04

g mol-1

dan merupakan golongan auksin sintesis yang mempunyai sifat stabil,

karena tidak mudah terurai oleh enzim-enzim yang dikeluarkan sel atau

pemanasan pada proses sterilisasi (Salisbury & Ross, 1995).

2,4-D bermanfaat untuk perkembangan sel, menaikkan tekanan osmotik,

meningkatkan sintesis protein, meningkatkan permeabilitas sel terhadap air dan

melenturkan atau melunakkan dinding sel yang diikuti menurunnya tekanan

dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel yang disertai dengan kenaikan

volume sel (Salisbury & Ross, 1995).

Gambar 2.9 Rumus Bangun 2,4-D

Penggunaan 2,4-D untuk menginduksi embryo somatik suatu tanaman telah

banyak dilaporkan seperti pada tanaman pepaya (Suntoyo et al., 2002); jarak

pagar (Zulkarnaen & Lizawati, 2011); pule pandak (Rauvolfia serpentina (L.)

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

25

Benth. ex Kurz) (Sugito, 2006); tanaman jabon (Anthocephalus cadamba Miq. ex

Roxb.) (Kartikasari et al.,2013).

Penggunaan 2,4-D untuk menginduksi embryo somatik kopi juga sudah

banyak dilaporkan misalnya hasil penelitian Hatanaka et al., (1991) yang

menunjukkan peran penting ZPT tersebut dalam menginduksi embryo somatik

kopi dengan persentase keberhasilan 25 %. Penambahan 2,4-D ke dalam medium

tanam sebanyak 1 µM dan 5 µM yang dikombinasikan dengan 2-ip juga pernah

dilaporkan pada induksi embrio somatik tanaman kopi arabika (C. arabica)

dengan persentase keberhasilan mencapai 77,2 % (Oktavia et al., 2003). Hal yang

sama juga dilaporkan oleh Riyadi & Tirtoboma (2004).

2,4-D merupakan auksin yang dapat berpengaruh pada pemanjangan sel-sel

tanaman. Mekanisme kerja 2,4-D dalam pemanjangan sel tumbuhan adalah

dengan cara mempengaruhi pengendoran atau pelenturan dinding sel. 2,4-D

memacu protein yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion

H+ ke dinding sel. Ion H

+ ini mengaktifkan enzim sehingga memutuskan beberapa

ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel

tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis. Setelah

pemanjangan ini, sel tersebut terus menerus tumbuh dengan mensintesis kembali

material dinding sel dan sitoplasma (Salisbury & Ross, 1995).

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

26

2.5.2 Kinetin

Kinetin (6-furfurylamino purine) merupakan golongan sitokinin sintesis

yang biasa digunakan dalam menginduksi embriogenesis somatik (Salisbury &

Ross, 1995). Kinetin memiliki rumus molekul C10H9N5O (Gambar 2.10) dengan

berat molekul 215,2 g mol-1

, yang befungsi untuk meningkatkan pembelahan sel

pada jaringan tanaman serta mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman

(Kartikasari et al., 2013).

Gambar 2.10 Rumus bangun kinetin

Penggunaan kinetin untuk menginduksi embryo somatik suatu tanaman

telah banyak dilaporkan seperti pada tanaman seperti asparagus (Winarsih &

Priyono. 2000) dan tanaman jabon (Anthocephalus cadamba Miq. ex Roxb.;

Kartikasari et al., 2013).

Penggunaan kinetin untuk menginduksi embryo somatik kopi juga sudah

banyak dilaporkan salah satunya adalah kinetin dengan konsentrasi 10-7

M sampai

7,5 x 10-6

M digunakan untuk menginduksi embryo somatik daun kopi dengan

persentase yang bervariasi antara 0 – 25 % (Hatanaka et al., 1991). Hal yang sama

juga dilakukan oleh Riyadi & Tirtoboma, (2004) menggunakan kinetin pada

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea ...repository.ump.ac.id/5591/3/Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq_BAB II.pdf · 2.3 Pembibitan Kopi di Indonesia . Mayoritas petani

27

konsentrasi 10-6

mg/l untuk induksi embryo kopi dan mengasilkan hasil yang

bervariasi.

Kinetin merupakan sitokinin yang dapat menstimulasi pembelahan sel

tanaman. Mekanisme kerja kinetin pada pembelahan sel tanaman adalah dengan

memberi isyarat kepada sel target untuk membelah. Kinetin memberikan isyarat

kepada sel target dengan menstimulasi sintesis DNA pada sel tanaman, sehingga

sel tersebut membelah. Oleh karena itu, kinetin umumnya diperlukan pada proses

mitosis (Salisbury & Ross, 1995).

Pengaruh Penambahan ZPT 2,4…, Muhammad Ridlo Nur Ar Rozzaq, FKIP UMP, 2013