bab ii tinjauan pustaka 2.1. aspek lalu lintas 2.1.1...

14
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas 2.1.1. Klasifikasi Fungsi Jalan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 tahun 2006 tentang jalan, klasifikasi jalan menurut fungsinya terbagi menjadi empat jalan yaitu: 1. Jalan Arteri Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanannya jarak jauh, dengan kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk ke jalan ini sangat dibatasi secara berdaya guna 2. Jalan Kolektor Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan Lokal Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak pendek, kecepatan rata-rata rendah dan masuk tidak dibatasi. 4. Jalan Lingkungan Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak pendek, kecepatan rata-rata rendah dan jalan masuk dibatasi. 2.1.2. Sistem Jaringan Jalan Seperti dalam Undang-Undang Republik Inonesia No. 38 Tahun 2004 pasal 7 dan 8 yang diatur pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 Tahun 2006

Upload: vunhan

Post on 03-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/35092/3/jiptummpp-gdl-ayiknurafi-46972-3-babii.pdf · pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aspek Lalu Lintas

2.1.1. Klasifikasi Fungsi Jalan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 tahun 2006

tentang jalan, klasifikasi jalan menurut fungsinya terbagi menjadi empat jalan yaitu:

1. Jalan Arteri

Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama

dengan ciri perjalanannya jarak jauh, dengan kecepatan rata-rata tinggi dan

jumlah jalan masuk ke jalan ini sangat dibatasi secara berdaya guna

2. Jalan Kolektor

Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan

jumlah jalan masuk dibatasi.

3. Jalan Lokal

Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak pendek, kecepatan rata-rata rendah

dan masuk tidak dibatasi.

4. Jalan Lingkungan

Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak pendek, kecepatan rata-rata rendah

dan jalan masuk dibatasi.

2.1.2. Sistem Jaringan Jalan

Seperti dalam Undang-Undang Republik Inonesia No. 38 Tahun 2004 pasal 7

dan 8 yang diatur pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 Tahun 2006

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/35092/3/jiptummpp-gdl-ayiknurafi-46972-3-babii.pdf · pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan

5

pasal 7, 8, 10, dan 11 jaringan jalan berdasarkan fungsinya diklasifikasikan dalam

beberapa jenis yaitu:

1. Sistem Jaringan Jalan Primer

Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan

pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di

tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang

berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut:

a. Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan

wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan dan

b. Menghubungkan antar pusat kegiatan nasional.

Berdasarkan fungsi/peranan jalan dibagi atas :

1) Jalan Arteri Primer

Menghubungkan secara berdaya guna antar pusat kegiatan nasional dengan

pusat kegiatan wilayah.

2) Jalan Kolektor Primer

Menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional dengan

pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau Antara pusat kegiatan

wilayah dengan pusat kegiatan lokal.

3) Jalan Lokal Primer

Menghubungkan secara beradaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat

kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan

lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat

kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan.

4) Jalan Lingkungan Primer

Menghubungkan antar pusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan jalan

di dalam lingkungan kawasan perdesaan.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/35092/3/jiptummpp-gdl-ayiknurafi-46972-3-babii.pdf · pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan

6

2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder

Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang

wilayah kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk

masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara

menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu,

fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke

persil.

Fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder dibagi atas :

1) Jalan Arteri Sekunder

Menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau

menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan sekunder satu, atau

sekunder kesatu dengan sekunder kedua.

2) Jalan Kolektor Sekunder

Menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua

dengan kawasan sekunder ketiga.

3) Jalan Lokal Sekunder

Menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan perumahan,

kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan

seterusnya sampai ke perumahan.

4) Jalan Lingkungan Sekunder

Menghubungkan antarpersil dalam kawasan perkotaan.

2.1.3. Klasifikasi Kelas Jalan

Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk

menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam Muatan Sumbu Terberat (MST) dalam

satuan ton. Adapun klasifikasi jalan tersebut adalah seperti tercantum dalam tabel

berikut:

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/35092/3/jiptummpp-gdl-ayiknurafi-46972-3-babii.pdf · pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan

7

Tabel 2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Kelas Jalan

Fungsi Kelas

Lebar

Kendaraan

(m)

Panjang

Kendaraan

(m)

Muatan Sumbu

Terberat (MST)

(ton)

Arteri

I > 2,50 > 18,00 > 10

II > 2,50 > 18,00 10

III A > 2,50 > 18,00 8

Kolektor III A > 2,50 > 18,00

8 III B > 2,50 > 12,00

Lokal III C > 2,10 > 9,00 8

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan

2.1.4 Klasifikasi Status dan Wewenang Pembinaannya

Klasifikasi jalan umum menurut status dan wewenang pembinaannya, sesuai

dengan Peraturan Pemeritah Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2006 tentang jalan

Bab II pasal 25 dapat dikelompokkan atas Jalan Nasional, Jalan Provinsi, Jalan

Kabupaten/Kotamadya, Jalan Kota, Jalan Desa.

2.1.5 Klasifikasi Medan Jalan

Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan

medan yang diukur tegak lurus garis kontur, seperti yang tercantum pada tabel

berikut ini.

Tabel 2.2 Klasifikasi Medan Jalan

No Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan

(%)

1 Datar D < 3

2 Perbukitan B 3 – 25

3 Pegunungan G > 25

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/35092/3/jiptummpp-gdl-ayiknurafi-46972-3-babii.pdf · pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan

8

2.1.6 Tipe Jalan

Berbagai tipe jalan akan memberikan kinerja yang berbeda pada pembebanan

lalu lintas. Pada tabel dapat dilihat kondisi dasar dari masing-masing tipe jalan

berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, yang dapat digunakan sebagai

acuan untuk menentukan tipe jalan.

2.2. Volume Lalu Lintas

Menurut Sukirman (1994:42), volume digunakan sebagai pengukur jumlah

dari arus lalu lintas. Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang

melintasi satu titik pengmatan dalam satu satuan waktu (hari, jam, menit). Volume

adalah sebuah perubah (variabel) yang paling penting pada teknik lalu lintas dan pada

dasarnya merupakan proses perhitungan yang berhubungan dengan jumlah gerakan

per satuan waktu pada lokasi tertentu. Adapun persamaan yang digunakan untuk

menentukan volume lalu lintas adalah sebagai berikut:

q = 𝑛

𝑇

Dimana : q = Volume lalu lintas yang melalui suatu titik

n = Jumlah kendaraan yang melewati titik tersebut dalam interval T

T = Interval waktu pengamatan

Jumlah gerakan yang dihitung dapat meliputi hanya tiap moda lalu lintas saja,

seperti : pejalan kaki, mobil, bus atau mobil barang atau kelompok-kelompok

campuran moda. Adapun periode-periode waktu yang dipilih tegantung pada tujuan

studi, konsekuensinya, tingkat ketepatan yang dipersyaratkan akan menentukan

frekuensi, jangka waktu dan pembagian arus tertentu. Studi-studi volume lalu lintas

pada dasarnya bertujuan untuk menetapkan : (1) nilai kepentingan relative suatu rute,

(2) fluktuasi dalam arus, (3) distribusi lalu lintas pada sebuah sistem jalan, (4)

kecenderungan pemakai jalan (Hobbs, 1995).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/35092/3/jiptummpp-gdl-ayiknurafi-46972-3-babii.pdf · pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan

9

2.3. Pengertian Kecepatan

Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan

dibagi waktu tempuh. Biasanya dinyatakan dalam kilometer per jam (km/jam).

Kecepatan ini menggambarkan nilai gerak dari kendaraan. Perencanaan jalan yang

baik harus berdasarkan kecepatan yang dipilih sesuai dengan kondisi dan fungsi jalan

yang diharapkan. Hobbs, F.D (1995:86), menyatakan bahwa, kecepatan umumnya

dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Kecepatan setempat (spot speed) adalah kecepatan kendaraan pada suatu saat

diukur dari suatu tempat yang ditentukan.

2. Kecepatan begerak (running speed) adalah kecepatan kendaraan rata-rata pada

suatu jalur saat kendaraan bergerak dan didapat dengan membagi panjang jalur

dengan lawa waktu kendaraan bergerak menempuh jalur tersebut.

3. Kecepatan perjalanan (journey speed) adalah kecepatan efektif kendaraan yang

sedang dalam perjalanan Antara dua tempat dan merupakan jarak Antara dua

tempat dibagi dengan lama waktu bagi kendaraan untuk menyelesaikan Antara dua

tempat tersebut, dengan lama waktu yang termasuk di dalamnya waktu berhenti

yang ditimbulkan oleh hambatan (penundaan) lalu intas.

Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, manual

menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan, karena

mudah dimengerti dan diukur, dan merupakan masukan yang penting untuk biaya

pemakai jalan dalam analisa ekonomi. Kecepatan tempuh didefinisikan dalam manual

ini sebagai kecepatan rata-rata ruang dari kendaraan ringan (LV) sepanjang segmen

jalan

V = L / TT

dimana :

V = kecepatan rata-rata ruang LV (km/jam)

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/35092/3/jiptummpp-gdl-ayiknurafi-46972-3-babii.pdf · pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan

10

L = Panjang segmen (km)

TT = Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam)

2.3.1. Kecepatan Rencana

Kecepatan rencana adalah kecepatan yang dipih untuk keperluan perencanaan

setiap bagian jalan raya seperti tikungan, kemiringan jalan, jarak pandang dan lain-

lain. Kecepatan yang dipilih tersebut adalah kecepatan tertinggi menerus dimana

kendaraan dapat berjalan dengan aman dan keamanan itu sepenuhnya tergantung dari

bentuk badan jalan. Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat

diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.

Kecepatan rencana (VR) untuk masing-masing fungsi jalan dapat dilihat dalam tabel

berikut ini.

Tabel 2.3 Kecepatan Rencana Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Medan

Fungsi

Kecepatan Rencana (VR)

(km/jam)

Datar Bukit Pegunungan

Arteri 70 – 120 60 – 80 40 – 70

Kolektor 60 – 90 50 – 60 30 – 50

Lokal 40 – 70 30 – 50 20 – 30

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997

2.3.2. Batas Kecepatan

Pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 disebutkan bahwa batas

kecepatan, jika secara tepat dilaksanakan, dapat mengurangi tingkat kecelakaan

sesuai dengan factor (Vsesudah / Vsebelum)2. Di dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal

21 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa setiap jalan memiliki batas kecepatan paling tinggi

yang ditetapkan secara nasional dan ditentukan bedasarkan kawasan permukiman,

kawasan perkotaan, jalan antar kota, dan jalan bebas hambatan. Selanjutnya

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/35092/3/jiptummpp-gdl-ayiknurafi-46972-3-babii.pdf · pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan

11

berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2013

Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 23 ayat 4 huruf a sampai d

ditetapkan batas kecepatan sebagaimana berikut :

a. paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam dalam kondisi arus bebas dan

pling tinggi 100 (seratus) kilometer per jam untuk jalan bebas hambatan;

b. paling tinggi 80 (delapan puluh) kilometer per jam untuk jalan antar kota;

c. paling tinggi 50 (lima puluh) kilometer per jam untuk kawasan perkotaan; dan

d. paling tinggi 30 (tiga puluh) kilometer per jam untuk kawasan permukiman.

2.4. Sampel

Dalam ilmu statistika sering ditemui istilah populasi dan sampel, dimana

keduanya merupakan aspek penting dalam analisa statistika. Populasi adalah

kumpulan seluruh elemen / objek yag diteliti, sedangkan sampel adalah bagian dari

populasi. Karena penelitian terhadap seluruh populasi kadang-kadang tidak mungkin

dilakukan karena populasi tidak terbatas, maka diperlukan sampel. Adapun penentuan

jumlah sampel yang dapat mewakili suatu penelitian adalah dengan melalui tahapan-

tahapan sebagai berikut (Effendy Judi Arianto, 2005) :

1. Melakukan survey pendahuluan untuk mengumpulkan besaran parameter data

yang dibutuhkan

2. Berdasarkan besaran parameter data, dihitung :

➢ Nilai rata-rata sampel (mean)

➢ Deviasi standar (S)

➢ Varians (S2)

3. Dalam penelitian ini spesifikasi tingkat ketelitian yang diinginkan sebesar 95 %

yang berarti bahwa besarnya tingkat kesalahan sampling yang dapat ditolerir tidak

melebihi 5 %. Dengan demikian besarnya standard error yang dapat diterima

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/35092/3/jiptummpp-gdl-ayiknurafi-46972-3-babii.pdf · pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan

12

(acceptable standard error) yang ditunjukkan dalam table distribusi normal

adalah 1.96 % dari acceptable sampling error.

4. Pada tingkat ketelitian 95% besarnya acceptable sampling error (Se) adalah

sebesar 5 % dari sampel – mean, sehingga :

Se = 0.05 x mean parameter data yang dikaji

Dengan demikian besarnya acceptable standard error adalah :

Se (x) = Se / 1.96

5. Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka besarnya jumlah sampel yang

representative (n) dapat dihitung dengan rumus :

Keterangan :

n = jumlah sampel yang representative

S2 = varians atau standard error yang dikuadratkan

[Se(x)]2 = acceptable standard error yang dikuadratkan

2.5 Ukuran Pemusatan

Rata-rata (average) adalah nilai yang mewakili himpunan atau sekelompok

data (a set of data). Nilai rata-rata umumnya cenderung terletak di tengah suatu

kelompok data yang disusun menurut besar/kecilnya nilai (J. Supranto : 2008).

Dimana pada penelitian ini akan dianalisa nilai kecepatan rata-rata kendaraan pada

area tanpa speed bump, area speed bump dan area antar speed bump. Oleh karenanya

diperlukan suatu ukuran pemusatan terhadap nilai rata-rata hitung dari pengumpulan

data kecepatan kendaraan di lokasi studi evaluasi. Data hasil survey tersebut

kemudian dikelompokkan sehingga menjadi data berkelompok. Pada penyajian data

berkelompok tersebut diperlukan interval kelas yang dapat ditentukan dengan

menghitung jumlah kelas kecepatan terlebih dahulu dengan persamaan berikut :

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/35092/3/jiptummpp-gdl-ayiknurafi-46972-3-babii.pdf · pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan

13

k = 1 + 3,322 log n

dimana : k = banyaknya kelas kecepatan

n = banyaknya data

Setelah diketahui jumlah banyaknya kelas kecepatan, tahapan selanjutnya

adalah menentukan perkiraan lebar/interval kelas dengan persamaan berikut :

c = k

X1 Xn

dimana : c = perkiraan lebar/interval kelas

k = banyaknya kelas

Xn = Nilai data terbesar

X1 = Nilai data terkecil

Setelah diketahui jumlah kelas dan lebar /interval kelas maka dapat dihitung

nilai rata-rata kecepatan dengan persamaan berikut :

x‾ =

i

ii

f

.xf

dimana : x‾ = kecepatan rata-rata

fi = frekusensi kejadian dari tiap kelas kecepatan

xi = midvalue class (nilai tengah) dari tiap kelas kecepatan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/35092/3/jiptummpp-gdl-ayiknurafi-46972-3-babii.pdf · pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan

14

2.6. Speed Bump

2.6.1 Pengertian Speed Bump

Speed bump atau yang lebih dikenal sebagai polisi tidur adalah bagian jalan

yang ditinggikan berupa tambahan aspal atau semen yang dipasang melintang di jalan

untuk pertanda memperlambat laju/kecepatan kendaraan. Untuk meningkatkan

keselamatan dan kenyamanan bagi pengguna jalan, ketinggiannya diatur. Apabila

akan melalui jalan yang terdapat polisi tidur di badan jalan, makan harus dilengkapi

dengan pemberitahuan terlebih dahulu mengenai adanya polisi tidur. Di samping itu

polisi tidur juga dilengkapi dengan marka jalan dengan garis serong berwarna putih

atau yang kontras sebagai pertanda. Akan tetapi speed bump yang ada di Indonesia

pada umumnya lebih banyak yang bertentangan dengan desain speed bump yang telah

diatur berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No 3 Tahun 1994 tentang Alat

Pengendali dan Pemakai Jalan. Hal yang demikian ini dapat membahayakan

keselamatan dan mengurangi kenyamanan pengguna jalan.

2.6.2 Penempatan Speed Bump

Berdasarkan Keputuhan Menteri Perhubungan No 3 Tahun 1994, alat

pembatas kecepatan (speed bump) ditempatkan pada:

1. Jalan di lingkungan pemukiman

2. Jalan lokal yang mempunyai kelas jalan III C

3. Pada jalan-jalan yang sedang dilakukan pekerjaan konstruksi

Penempatan dilakukan pada posisi melintang tegak lurus dengan jalur lalu

lintas. Apabila dilakukan pengulangan penempatan alat pembatas kecepatan ini harus

disesuaikan dengan kajian manajemen dan rekayasa lalu lintas.

2.6.3 Perlengkapan Pelengkap Polisi Tidur

Untuk menarik perhatian pengemudi yang akan melewati jalan yang mana

pada jalan tersebut terdapat speed bump, maka perlu dilengkapi dengan rambu dan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/35092/3/jiptummpp-gdl-ayiknurafi-46972-3-babii.pdf · pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan

15

marka yang jelas terlihat dari kejauhan dan pengemudi sempat untuk menurunkan

kecepatan sebagaimana tujuan dari penempatan perangkat ini. penempatan alat

pembatas kecepatan pada jalur lalu lintas dapat didahului dengan pemberian tanda

dan pemasangan rambu pada gambar 2.1 berikut, yaitu peringatan tentang jalan tidak

datar, bila diperlukan rambu dapat dilengkapi dengan papan tambahan yang memuat

dimana alat pembatas kecepatan ini ditempatkan.

Gambar 2.1 Rambu Peringatan Jalan Tidak Datar

Penempatan alat pembatas kecepatan pada jalur lalu lintas harus dilengkapi

marka berupa garis serong dengan cat berwarna putih atau kuning untuk mempertegas

dimana letak dari alat pembatas kecepatan tersebut. Di samping itu, untuk lebih

memperjelas pada malam hari dapat digunakan marka standar yang dilengkapi

dengan glass bead agar memantulkan cahaya.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/35092/3/jiptummpp-gdl-ayiknurafi-46972-3-babii.pdf · pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan

16

Gambar 2.2 Marka pada Speed Bump dengan Garis Serong Berwarna Putih

Gambar 2.3 Garis Serong Berwarna Kuning – Hitam pada Speed Bump

2.6.4 Dimensi Speed Bump

Berdasarkan pasal 6 ayat 1, 2 dan 3 Keputusan Menteri No 3 Tahun 1994,

disebutkan desain speed bump atau polisi tidur dengan ketentuan-ketentuan sebagai

berikut:

1. Bentuk penampang melintang alat pembatas kecepatan menyerupai trapesium

dan bagian yang menonjol di atas badan jalan maksimum 12 cm.

2. Penampang sebagaimana dimaksud pada nomor (1), kedua sisi miringnya

mempunyai kelandaian yang sama maksimum 15 %.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/35092/3/jiptummpp-gdl-ayiknurafi-46972-3-babii.pdf · pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan

17

3. Lebar mendatar bagian atas sebagaimana dimaksud pada nomor (1), proporsional

dengan bagian menonjol di atas badan jalan dan minimum 15 cm.

Gambar 2.4 Desain Standar Alat Pembatas Kecepatan (Polisi Tidur) berdasarkan KM Menhub No. 3

Tahun 1990