bab ii tinjauan pustaka -...

14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan atas berat jenis sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Waktu apung adalah waktu lama pengapungan yang digunakan pada beberapa pemeriksaan telur cacing termasuk Metode Suzuki. Waktu apung dalam Metode Susuki belum ditetapkan. Maka perlu melakukan pemeriksaan efektif waktu pengapungan dalam variasi lama apung pada jumlah telur Soil Transmitted Helminths pada (Metode Suzuki, 1977). B. Infeksi Parasit Soil Transmitted Helminths Infeksi cacing Soil Transmitted Helminths merupakan infeksi kronik yang diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi dan paling banyak menyerang anak balita dan anak usia sekolah dasar. Infeksi cacing ini ditularkan melalui tanah yang tercemar telur cacing. Pencemaran telur cacing itu terjadi karena pencemaran tanah oleh tinja, ini memudahkan transmisi telur dari tanah kepada manusia melalui tangan yang tercemar oleh telur cacing parasit, kemudian masuk ke mulut bersama makanan. 5

Upload: doannhu

Post on 12-May-2019

269 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-ningsihnim-6913-3-babii.pdf · Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Ordo : Rhabditida

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Metode Suzuki

Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk

pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini

menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan atas berat jenis sehingga

telur akan mengapung dan mudah diamati.

Waktu apung adalah waktu lama pengapungan yang digunakan pada

beberapa pemeriksaan telur cacing termasuk Metode Suzuki. Waktu apung

dalam Metode Susuki belum ditetapkan. Maka perlu melakukan pemeriksaan

efektif waktu pengapungan dalam variasi lama apung pada jumlah telur Soil

Transmitted Helminths pada (Metode Suzuki, 1977).

B. Infeksi Parasit Soil Transmitted Helminths

Infeksi cacing Soil Transmitted Helminths merupakan infeksi kronik

yang diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi dan paling

banyak menyerang anak balita dan anak usia sekolah dasar. Infeksi cacing ini

ditularkan melalui tanah yang tercemar telur cacing. Pencemaran telur cacing

itu terjadi karena pencemaran tanah oleh tinja, ini memudahkan transmisi telur

dari tanah kepada manusia melalui tangan yang tercemar oleh telur cacing

parasit, kemudian masuk ke mulut bersama makanan.

5

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-ningsihnim-6913-3-babii.pdf · Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Ordo : Rhabditida

6

Spesies cacingan STH antara lain Ascaris lumbricoides (cacing

gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk), Ancylostoma duodenale dan

Necator americanus (cacing tambang) (Srisasi Ganda Husada, 2006:8).

Penyakit cacingan tersebar luas, baik di pedesaan maupun di perkotaan.

Angka infeksi tinggi, tetapi intensitas infeksi (jumlah caccing dalam perut)

berbeda (Departemen Kesehatan RI, 2008).

C. Cacing Usus yang Siklus Hidupnya Melalui Tanah

Di Indonesia, nematoda usus lebih sering disebut sebagai cacing

Perut. Sebagian besar penularannya melalui tanah maka digolongkan ke dalam

kelompok cacing yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted

Helminths. (Soedarto, 1991)

Yang termasuk dalam Soil Transmitted Helminths yaitu :

1. Ascaris lumbricoides

Merupakan nematoda usus terbesar. Parasit ini hampir tersebar

di seluruh dunia, terutama di daerah dengan sanitasi yang buruk.

(Poorwo,Soedarmo S, Herry G, Sri Rezeki S, Hindra I, 2008)

a. Klasifikasi

Sub kingdom : Metazoa

Filum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Ordo : Ascaridida

Famili : Ascaridoidea

Genus : Ascaris

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-ningsihnim-6913-3-babii.pdf · Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Ordo : Rhabditida

7

Spesies : Ascaris lumbricoides (Jeffrey dan Leach,

1993).

b. Morfologi

Gambar 1. Telur Cacing Ascaris lumbricoides

Cacing betina panjangnya 20 – 35 cm, sedangkan cacing

jantan 15 – 30 cm. Cacing dewasanya hidup di usus halus. Pada

cacing jantan ujung posteriornya melengkung ke arah ventral,

dan dua buah spekulen berukuran 2 mm, sedangkan pada

cacing betina bagian posteriornya membulat dan lurus, dan 1/2

(setengah) pada anterior tubuhnya terdapat cincin kopulasi,

tubuhnya berwarna putih sampai kuning kecoklatan.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-ningsihnim-6913-3-babii.pdf · Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Ordo : Rhabditida

8

Telur Ascaris lumbricoides dindingnya memiliki 3

lapisan yaitu :

1) Lapisan luar yang tebal, dari bahan albuminoid yang

bersifat impermiabel.

2) 2. Lapisan tengah, dari bahan hialin bersifat impermiabel (

lapisan ini yang membentuk telur ).

3) Lapisan paling dalam, dari bahan vitelline bersifat sangat

impermiabel sebagai pelapis sel telurnya.

(Hadidjaja, P dan Srisasi Gandahusada, 2002).

c. Siklus hidup

Gambar 2. Siklus Hidup Cacing Ascaris

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-ningsihnim-6913-3-babii.pdf · Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Ordo : Rhabditida

9

Telur ascaris berkembang biak pada tanah liat yang

mempunyai kelembaban tinggi dan pada suhu 25 – 30o C pada

kondisi ini, telur tumbuh menjadi bentuk infektif (mengandung

larva) dalam waktu 2-3 minggu (Jangkung Samidjo, 2001).

2. Trichuris trichiura

Cacing ini tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak

terdapat di daerah panas dan lembab dan sering terlihat bersama –

sama dengan infeksi Ascaris. (Gandahusada, S, 1998).

a. Klasifikasi

Sub kingdom : Metazoa

Filum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Ordo : Enoplida

Famili : Trichinellidea

Genus : Trichuris

Spesies : Trichuris trichiura (Jeffry dan Leach, 1993).

b. Morfologi

Gambar 3. Telur Trichuris trichiura

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-ningsihnim-6913-3-babii.pdf · Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Ordo : Rhabditida

10

Panjang cacing betina antara 35-50, sedangkan cacing

jantan 30-40 mm. Bentuknya seperti cambuk, bagian anterior

kecil seperti benang, sedang bagian posteriornya, kira-kira 2/5

(dua perlima) dari panjang cacing, jadi lebih besar. Biasanya

menempati daerah cecum dan appendix (Indan Entjanng,

2003).

Telur berukuran (50-54)x32 mikron, bentuknya seperti

tempayan (tong) dan kedua ujungnya dilengkapi dengan tutup

(operkulum) dari bahan mukus yang jernih. Telur berisi sel

telur (dalam tinja segar). Telur yang sudah dibuahi di alam

dalam waktu 3 sampai 6 minggu akan menjadi matang

(Jangkung Samidjo, 2001).

Resistensi telur genus Trichuris trichiura lebih kecil dari

pada telur Ascaris. Telur Trichuris trichiura akan rusak bila

terkena sinar matahari dan bahan-bahan kimia tertentu. Telur

akan mati dalam waktu pendek dalam suhu 52 – 54 oC dan

pada suhu 9 – 12oC (Soejoto, 1996).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-ningsihnim-6913-3-babii.pdf · Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Ordo : Rhabditida

11

c. Siklus hidup

Gambar 4. Siklus Hidup Cacing Trichuris trichiura

Telur tumbuh di dalam tanah liat, tampat lembab dan

teduh dengan suhu optimum kira-kira 30o C. Frekuensinya

berkisar antara 30% - 90%. Angka infeksi tertinggi ditemukan

pada anak-anak (Jangkung Samidjo, 2001).

3. Strongyloides stercoralis

Nematoda ini tersebar luas di daerah tropik dan subtropik

sedangkan di daerah dingin jarang ditemukan. Parasit ini dapat

menyebabkan penyakit strongilodiasis.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-ningsihnim-6913-3-babii.pdf · Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Ordo : Rhabditida

12

a. Klasifikasi

Sub kingdom : Metazoa

Filum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Ordo : Rhabditida

Famili : Strongyloidea

Genus : Strongyloides

Spesies : Strongyloides stercoralis (Jeffry dan Leach,

1993).

b. Morfologi

Gambar 5. Telur Strongyloides stercoralis

Cacing betina berbentuk filiform, halus, tidak berwarna

dan panjangnya 2 mm. Bentuk bebas betina lebih kecil dari

bentuk parasit. Cacing jantan bebas lebih kecil dari betina

dengan ekor melingkar. Larva rabditiform bentuk halus pendek

dan mulut lebar pendek.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-ningsihnim-6913-3-babii.pdf · Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Ordo : Rhabditida

13

Sedangkan larva filariform bentuk halus panjang dan

ekor bertakik / bercabang. Telur bentuk parasitik, sebesar 54 x

32 mikron. Bentuk bulat oval dengan selapis dinding yang

transparan. Bentuknya mirip dengan telur cacing tambang.

c. Siklus hidup

Gambar 6. Siklus Hidup Cacing Strongyloides stercoralis

Parasit ini mempunyai 3 macam daur hidup :

1) Siklus langsung

Larva rabditiform setelah 2 – 3 hari di tanah akan

berubah menjadi larva filariform (bentuk infektif). Larva ini

hidup di tanah dan dapat menembus kulit manusia

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-ningsihnim-6913-3-babii.pdf · Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Ordo : Rhabditida

14

kemudian masuk ke vena menuju jantung kanan dan

paru – paru. Dalam paru – paru, cacing menjadi dewasa dan

menembus alveolus kemudian masuk ke trakea dan laring.

Hal itu menyebabkan batuk – batuk di laring sehingga

cacing terasa tertelan hingga ke usus halus bagian atas.

2) Siklus tidak langsung

Pada siklus ini, larva rabditiform berkembang menjadi

cacing jantan dan betina bentuk bebas. Telur betina setelah

dibuahi selanjutnya menetas menjadi larva rabditiform.

Larva ini setelah beberapa hari berkembang menjadi larva

filariform (bentuk infektif) kemudian masuk ke dalam

hospes baru. Larva rabditiform dapat mengulangi fase

bebas.

3) Autoinfeksi

Larva rabditiform juga dapat berkembang menjadi larva

filariform di rongga usus atau di daerah perianal. Bila larva

filariform menembus mukosa usus atau kulit perianal maka

terjadi daur perkembangan di dalam hospes.

(Onggowaluyo, Jangkung S., 2001).

4. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus

Ancylostoma duodenale dan Necator americanus merupakan

cacing tambang (hookworm). Hospes parasit ini adalah manusia,

cacing ini menyebabkan nekatoriasis dan ankilostomiasis.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-ningsihnim-6913-3-babii.pdf · Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Ordo : Rhabditida

15

a. Klasifikasi

Sub kingdom : Metazoa

Filum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Ordo : Rhabditida

Famili : Ancylostomaidea dan Necator

Genus : Ancylostoma dan Necator

Spesies : A. duodenale dan N. americanus (Jeffrey dan

Leach, 1993).

b. Morfologi

Telur Ancylostoma duodenale

Telur Necator americanus.

Gambar 7. Telur Ancylostoma duodenale dan NecatorAmericanus.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-ningsihnim-6913-3-babii.pdf · Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Ordo : Rhabditida

16

Cacing betina Necator americanus tiap hari mengeluarkan

telur kira– kira 9000 butir, sedangkan Ancylostoma duodenale

kira – kira 10.000 butir. Cacing betina berukuran panjang

kurang lebih 1 cm, cacing jantan kurang lebih 0,8 cm. Bentuk

badan Necator americanus biasanya menyerupai huruf S,

sedangkan Ancylostoma duodenale menyerupai huruf C.

Telur cacing tambang yang besarnya kira – kira 60 x 40

mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di

dalamnya terdapat beberapa sel. Larva rabditiform panjangnya

kira – kira 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya

kira – kira 600 mikron.

(Gandahusada, S, 1998).

c. Siklus Hidup

Gambar 8. Siklus Hidup Cacing Tambang

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-ningsihnim-6913-3-babii.pdf · Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Ordo : Rhabditida

17

Telur cacing tambang ini keluar bersama – sama dengan

tinja. Di dalam tubuh manusia, dengan waktu 1 – 1,5 hari telur

telah menetas dan mengeluarkan larva rabditiform. Selanjutnya

dalam waktu kira – kira 3 hari, larva rabditiform berkembang

menjadi larva filariform (bentuk infektif). Larva filariform

dapat tahan di dalam tanah selama 7 – 8 minggu. Infeksi pada

manusia terjadi apabila larva filariform menembus kulit atau

tertelan. Daur hidup kedua cacing tambang ini dimulai dari

larva filariform menembus kulit manusia kemudian masuk ke

kapiler darah dan berturut – turut menuju jantung kanan,

paru – paru, bronkus, trakea, laring, dan terakhir dalam usus

halus sampai menjadi dewasa. (Onggowaluyo,

Jangkung S, 2001)

D. Pemeriksaan Telur dengan Menggunakan Metode Suzuki, 1997.

Pemeriksaan Metode Suzuki adalah pemeriksaan yang digunakan

untuk pemeriksaan tanah. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan telur Soil

Transmitted Helminths yang tercampur dengan tanah. Bahan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah larutan Hipoklorit 30%, larutan Sulfas magnesicus

(282 gr/liter) dan sampel tanah yang mengandung telur Soil Transmitted

Helminths.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-ningsihnim-6913-3-babii.pdf · Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Ordo : Rhabditida

18

E. Kerangka Teori

F. Kerangka Konsep

Berdasarkan prosedur kerja yang akan dikerjakan, maka kerangka

konsep yang akan digunakan adalah :

Variabel bebas Variabel terikat

Paparan STH padatanah

Jumlah telur STH yangditemukan padaMetode Suzuki

Lama waktu apung

Waktu apung padapemeriksaan Metode

Suzuki

Jumlah temuantelur STH