bab ii tinjauan pustaka · 2017. 4. 1. · pencampuran ini dilakukan agar bahan aktif tersebut...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pestisida
Peraturan menteri Pertanian Nomor : 07 /Permentan /SR. 140 /2 /2007
mendefinisikan bahwa pestisida adalah zat kimia atau bahan lain dan jasad renik
serta virus yang digunakan untuk: 1) memberantas atau mencegah hama-hama
tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian, 2) Memberantas
rerumputan, 3) Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak
diinginkan, 4) Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman, tidak termasuk pupuk, 5) Memberantas atau mencegah hama-hama luar
pada hewan-hewan piaraan dan ternak, 6) Memberantas dan mencegah hama-hama
air, 7) Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam
rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan,dan 8) Memberantas atau
mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau
binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
Pestisida merupakan bahan kimia yang digunakan untuk membunuh hama,
baik insekta, jamur maupun gulma. Pestisida telah secara luas digunakan untuk
tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida
juga digunakan dirumah tangga untuk memberantas nyamuk, kecoa dan berbagai
serangga penganggu lainnya. Dilain pihak pestisida ini secara nyata banyak
menimbulkan keracunan pada orang (Kementan, 2007).
Kematian yang disebabkan oleh keracunan pestisida jarang dilaporkan,
hanya beberapa saja yang dipublikasikan terutama karena disalahgunakan (untuk
bunuh diri). Dewasa ini bermacam-macam jenis pestisida telah diproduksi dengan
9
usaha mengurangi efek samping yang dapat menyebabkan berkurangnya daya
toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik pada serangga. Diantara jenis atau
pengelompokan pestisida tersebut diatas, jenis insektisida banyak digunakan
dinegara berkembang karena harganya lebih murah, sedangkan herbisida banyak
digunakan dinegara yang sudah maju. Bila dihubungkan dengan pelestarian
lingkungan maka penggunaan pestisida perlu diwaspadai karena akan
membahayakan kesehatan bagi manusia ataupun makhluk hidup lainnya.
2.1.1 Nomenklatur
Pestisida mempunyai tiga macam nama, yaitu :
A. Nama umum (Common name)
Yaitu nama yang telah didaftarkan pada International Standard Organization
(ISO). Nama umum biasanya dipakai sebagai nama bahan aktif suatu pestisida.
B. Nama kimia (Chemical name)
Yaitu nama dari unsur atau senyawa kimia dari suatu pestisida yang terdaftar
pada International Union for Pure dan Applied Chemistry
C. Nama dagang (Trade name)
Yaitu nama dagang dari suatu produk pestisida yang biasanya telah terdaftar
dan mendapat semacam paten dari masing-masing Negara
2.1.2 Formulasi Pestisida
Bahan terpenting yang bekerja aktif dalam pestisida terhadap hama sasaran
dinamakan bahan aktif (Active ingridient atau bahan tehnis). Dalam pembuatan
pestisida di pabrik (manufacturing plant), bahan aktif tersebut tidak dibuat secara
murni, tetapi dicampur sedikit dengan bahan-bahan pembawa lainnya. Bahan aktif
dengan kadar bahan aktif yang tinggi tersebut tidak dapatdigunakan sebelum diubah
bentuk dan sifat fisiknya dan dicampur dengan bahan lainnya (Kemenkes, 2012).
10
Pencampuran ini dilakukan agar bahan aktif tersebut mudah disimpan,
diangkut dan dapat digunakan dengan aman, efektif dan ekonomis. Produk jadi yang
merupakan campuran fisik antara bahan aktif dan bahan tambahan yang tidak aktif
(inert ingridient) dinamakan formulasi (formulated product). Formulasi sangat
menentukan bagaimana pestisida dengan bentuk dan komposisi tertentu harus
dipergunakan, berapa dosis atau takaran yang harus dipakai, berapa frekuensi dan
interfal penggunaan, serta terhadap sasaran apa pestisida dengan formulasi tersebut
dapat digunakan dengan efektif. Untuk keamanan distribusi dan penggunaannya
pestisida diedarkan dalam beberapa macam formulasi, yaitu sebagai berikut :
A. Fomulasi cair
Terdapat beberapa bentuk formulasi cair, yaitu :
1. Pekatan yang dapat diemulsikan
Formulasi pekatan yang dapat diemulsikan atau emulsifeable concentrate, lazim
disingkat EC, merupakan formulasi dalam bentukcair, dibuat dengan melarutkan
bahan aktif dalam palarut tertentu dan ditambah sulfaktan atau bahan pengemulsi.
Contoh : Agrothion 50 EC, Basudin 60 EC
2. Pekatan yang larut dalam air
Biasanya disebut water soluble concentrate (WSC), terdiri atas bahan aktif yang
dilarutkan dalam pelarut tertentu yang dapat bercampur baik dengan air. Contoh :
Azodrin 15 WSC
3. Pekatan dalam air
Disebut juga aqueous concentrate, merupakan pekatan pestisida yang dilarutkan
dalam air dari bentuk garam dari herbisida asam yang mempunyai kelarutan tinggi
dalam air. Contoh : 2-metil-4 khlorofenoksi asetat (MCPA) 2,4 – dikhloroferroksi
asetat (2,4 – D)
11
4. Pekatan dalam minyak
Oil concentrate merupakan formulasi cair yang mengandung bahan aktif
konsentrasi tinggi yang dilarutkan dalam pelarut hidrokarbon aromatik seperti
xilin atau nafta Contoh : Sevin 4 oil.
5. Aerosol
Formulasi cair dengan bahan aktif yang dilarutkan dalam pelarut organik,
kedalamnya ditambahkan gas yang bertekanan, kemudian dikemas menjadi
kemasan yang siap pakai, dibut dalam konsentrasi rendah. Contoh : Flygon
aerosol
6. Gas yang dicairkan
Liquified gases merupakan pestisida dengan bahan aktif berbentuk gas yang
dipampatkan pada tekanan tertentu dalam suatu kemasan. Contoh : Methyl
Bromida
B. Formulasi padat
Beberapa formulasi padat yang ada, sebagai berikut :
1. Tepung yang dapat disuspensikan (dilarutkan)
Disebut juga wetable powder (WP) atau dispersible powder (DP) merupakan
tepung kering yang halus, sebagai bahan pembawa inert (misalnya tepung tanah
liat) yang bila dicampur dengan air akan membentuk suspensi. Ke dalam
formulasi ini juga ditambahkan surfaktan sebagai bahan pembasah atau penyebar
untuk mempercepat pembasahan tepung untuk air, mencegah penggumpalan dan
pengendapan tepung, mencegah pembentukan busa yang berlebihan Contoh :
Ficam 50 WP
12
2. Tepung yang dapat dilarutkan
Formulasi yang dapat dilarutkan atau Soluble powder (SP) sama dengan WP, tapi
bahan aktif, bahan pembawa dan bahan lainnya dalam formulasi ini semuanya
mudah larut dalam air. Contoh : Dowpon M.
3. Butiran
Dinamakan juga Granula (G), bahan aktifnya menempel atau melapisi bahan
pembawa yang inert, seperti tanah liar, pasir, atau tongkol jagung yang ditumbuk.
Contoh Abate 1G.
4. Pekatan debu
Dust concentrate adalah tepung kering yang mudah lepas dengan ukuran kurang
dari 75 micron, mengandung bahan aktif dalam konsentrasi yang relatif tinggi,
antara 25 sampai 75%.
5. Debu
Terdiri atas bahan pembawa yang kering dan halus, mengandung bahan aktif alam
konsentrasi 1-10%. Ukuran debu kurang dari 70 micron. Contoh : lannate2 D.
6. Umpan
Disebut juga Bait (B), merupakan campuran bahan aktif pestisida dengan bahan
penambah yang inert, biasanya berbentuk bubuk, pasta atau butiran (biji/benih)
Contoh : Zink Fosfit (Umpan Bubuk) Klerat RM (biji beras yang dilapisi bahan
aktif pestisida)
7. Tablet
Ada dua bentuk, bentuk tablet yang bila terkena udara akan menguap menjadi
fumigan, biasanya digunakan untuk fumigasi gudang atau perpustakaan, contoh :
Phostoxin tablet. Bentuk lainnya adalah tablet yang penggunaannya diperlukan
13
pemanasan, uap yang dihasilkannya dapat membunuh/mengusir hama, contoh :
Fumakkila
8. Padat lingkar
Merupakan campuran bahan aktif pestisida dengan serbuk kayu atau sejenisnya
dan perekat yang dibentuk menjadi padatan yang melingkar. Contoh : Moon Deer
0,2 MC
2.1.3 Toksisitas Pestisida
Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang didefinisikan sebagai
kemampuan bahan kimia untuk menyebabkan kerusakan/injuri. Istilah toksisitas
merupakan istilah kualitatif, terjadi atau tidak terjadinya kerusakan tergantung pada
jumlah unsur kimia yang terabsorpsi. Sedangkan istilah bahaya (hazard) adalah
kemungkinan kejadian kerusakan pada suatu situasi atau tempat tertentu; kondisi
penggunaan dan kondisi paparan menjadi pertimbangan utama. Untuk menentukan
bahaya, perlu diketahui dengan baik sifat bawaan toksisitas unsur dan besar paparan
yang diterima individu. Manusia dapat dengan aman menggunakan unsur berpotensi
toksik jika mentaati aturan yang dibuat guna meminimalkan absopsi unsur tersebut.
Risiko didefinisikan sebagai frekwensi kejadian yang diprediksi dari suatu efek yang
tidak diinginkan akibat paparan berbagai bahan kimia atau fisik.
A. Kategori toksisitas
Label pestisida memuat kata-kata simbol yang tertulis dengan huruf tebal dan
besar yang berfungsi sebagi informasi
1. Kategori I
Kata–kata kuncinya ialah “Berbahaya Racun” dengan simbol tengkorak dengan
gambar tulang bersilang dimuat pada label bagi semua jenis pestisida yang sangat
14
beracun. Semua jenis pestisida yang tergolong dalam jenis ini mempunyai LD 50
yang aktif dengan kisaran antara 0-50 mg perkilogram berat badan.
2. Kategori II
Kata-kata kuncinya adalah “Awas Beracun” digunakan untuk senyawa pestisida
yang mempunyai kelas toksisitas pertengahan, dengan daya racun LD 50 oral
yang akut mempunyai kisaran antara 50-500 mg per kg berat badan.
3. Kategori III
Kata-kata kuncinya adalah “Hati-Hati” yang termasuk dalam kategori ini ialah
semua pestisida yang daya racunnya rendah dengan LD 50 akut melalui mulut
berkisar antara 500-5000 mg per kg berat badan (Panut 2008).
Tabel 2.1Kriteria Klasifikasi Pestisida Berdasarkan Bentuk Fisik, Jalan
Masuk ke Dalam tubuh dan Daya Racunnya
Klasifikasi LD50 untuk tikus (mg/kg)
Oral Dermal
Padat Cair Padat Cair
I. a. Sangat berbahaya sekali < 5 < 20 < 10 < 40
I. b. Sangat berbahaya 5 – 50 20 – 200 10 – 100 40 - 400
II. Berbahaya 50 – 500 200 – 2000 100 – 1000 400 – 4000
III. Cukup berbahaya > 500 >2000 > 1000 > 4000
IV.Tidak Berbahaya Jika
digunakan sesuai dengan
anjuran
>2000 > 3000 - -
Sumber : Kementan RI, 2012
Salah satu racun pestisida yang telah dilarang penggunaannya yaitu DDT
masuk klasifikasi II atau berbahaya. Keracunan DDT tidak saja disebabkan oleh daya
toksis DDT itu sendiri tetapi larutan yang dipakai seperti minyak tanah dapat
menyebabkan lebih beratnya tingkat keracunan. Tanda-tanda keracunan
organoklorin: keracunan pada dosis rendah, si penderita merasa pusing-pusing,mual,
15
sakit kepala, tidak dapat berkonsentrasi secara sempurna. Pada keracunan dosis yang
tinggi dapat kejang-kejang, muntah dan dapat terjadi hambatan pernafasan.
Tabel 2.2 Menunjukkan kelas toksisitas yang bahan aktif yang tergolong dalam kelas
toksisitas tersebut
Kelas Toksisitas Bahan Aktif Contoh Bahan Aktif
Ia Parathion, Tebupirimfos, Terbufos
Ib
Carbofuran, Cyfluthrin, Beta-cyfluthrin, Zeta-
cypermethrin, Dichlorvos, Methiocarb, Nicotine,
Tefluthrin
II
Allethrin, Bendiocarb, Bifenthrin, Bioallethrin,
Carbaryl, Carbosulfan, Chlorpyrifos, Cyhalothrin,
Cypermethrin, Alpha-cypermethrin, Cyphenothrin,
DDT, Deltamethrin, Diazinon, Esbiothrin, Paraquat,
Permethrin, Prallethrin, Profenofos, Propoxur,
Pyrethrin, Tetraconazole
III
Bacillus Thuringiensis, Buprozin, Diflubenzuran,
Malathion, Resmethrin, Temephos, DEET, d-
allethrin
IV Benfluralin, Benomyl, Bioresmethrin, Transfluthrin
2.2 Penggolongan Pestisida
Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-
beda, karena itu dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan
menurut berbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara lain:
2.2.1 Pestisida Berdasarkan Pengaruh Fisiologisnya
Klasifikasi pestisida berdasarkan pengaruh fisiologisnya, yang disebut
farmakologis atau klinis, adalah sebagai berikut :
16
A. Senyawa Organofosfat
Keracunan organofosfat dapat menyebabkan anemia pada penderita karena
terbentuknya sulfhemoglobin dan methemoglobin di dalam sel darah merah. Hal ini
menyebabkan hemoglobin menjadi tidak normal dan tidak dapat menjalankan
fungsinya dalam menghantarkan oksigen. Kehadiran sulfhemoglobin dan
methemoglobin dalam darah akan menyebabkan penurunan kadar Hb di dalam sel
darah merah sehingga terjadi hemolitik anemia. Pestisida yang termasuk dalam
golongan organofosfat antara lain Asefat, Kadusafos, Klorfenvinfos, Klorpirifos,
Kumafos, Diazinon, Diklorvos (DDVP), Malation, Paration, Profenofos, Triazofos.
B. Senyawa Organoklorin
Pestisida golongan ini bersifat mengganggu susunan syaraf dan larut dalam
lemak. Secara kimia tergolong insektisida yang toksisitasnya relatif rendah akan
tetapi mampu bertahan lama dalam lingkungan. Contohnya DDT.
C. Senyawa Arsenat
Keracunan akut ini menimbulkan gastroentritis dan diare. Pada keadaan
kronis menyebabkan pendarahan pada ginjal dan hati. Jenis pestisida yang paling
beracun adalah yang mirip dengan gas syaraf, yaitu jenis Organofosfat dan
Metilcarbamat. Pestisida jenis ini sangat berbahaya karena mereka menghambat
hemoglobin, suatu bahan yang diperlukan oleh system syaraf kita agar dapat
berfungsi dengan normal. Pestisida jenis ini menurunkan kadar Hemoglobin dan hal
inilah yang memunculkan gejala-gejala keracunan (WHO, 2009).
17
Tabel 2.3 Beberapa jenis pestisida gas syaraf yang paling berbahaya
ORGANOPOSPAT METILCARBAMAT
1. Azinophosmethyl
2. Demeton methyl
3. Dichlorvos / DDVP
4. Disulfoton
5. Ethion
6. Ethyl parathion / Parathion
7. Fenamiphos
8. Fensulfothin
9. Methamidophos
10. Methidathion
11. Methyl parathion
12. Mevinphos
13. Phorate
14. Sulfotepp
15. Terbufos
1. Aldicarb
2. Carbofuran
3. Fomentanate
4. Methomyl
5. Oxamyl
6. Propoxur
D. Senyawa Karbamat
Insektisida dari golongan karbamat adalah racun saraf yang bekerja dengan cara
menghambat aktifitas hemoglobin dengan gejala-gejala seperti senyawa organofosfat,
tetapi pengaruhnya jauh lebih reversible dari pada efek senyawa organofosfat.
Pestisida dari golongan karbamat relatif mudah diurai di lingkungan (tidak persisten) dan
tidak terakumulasi oleh jaringan lemak hewan. Karbamat juga merupakan insektisida
yang banyak anggotanya
E. Piretroid
Piretrum mempunyai toksisitas rendah pada manusia tetapi menimbulkan
alergi pada orang yang peka. Diekstrak dari bunga semacam krisan piretroid (bunga
18
Chrysantheum cinerariaefolium) dengan keunggulan, diantaranya diaplikasikan
dengan takaran relatif sedikit, spektrum pengendaliannya luas, tidak persisiten, dan
memiliki efek melumpuhkan yang sangat baik. Insektisida tanaman lain adalah
nikotin yang sangat toksik secara akut dan bekerja pada susunan saraf.
2.2.2 Ditinjau Dari Jenis Hama Sasaran Penggunaan pestisida
Klasifikasi pestisida berdasarkan sasaran yang disemprot adalah sebagai
berikut :
A. Akarisida, berasal dari kata akari, yang dalam bahasa Yunani berarti tungau atau
kutu. Akarisida sering juga disebut Mitesida. Fungsinya untuk membunuh
tungau atau kutu. Contohnya Kelthene MF dan Trithion 4 E.
B. Algasida, berasal dari kata alga, bahasa latinnya berarti ganggang laut, berfungsi
untuk membunuh algae. Contohnya Dimanin.
C. Alvisida, berasal dari kata avis, bahasa latinnya berarti burung, fungsinya sebagai
pembunuh atau penolak burung. Contohnya Avitrol untuk burung kakaktua.
D. Bakterisida, Berasal dari katya latin bacterium, atau kata Yunani bakron,
berfungsi untuk membunuh bakteri. Contohnya Agrept, Agrimycin, Bacticin,
Tetracyclin, Trichlorophenol Streptomycin.
E. Fungsida, berasal dari kata latin fungus, atau kata Yunani spongos yang artinya
jamur, berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan. Dapat bersifat
fungitoksik (membunuh cendawan) atau fungistatik (menekan pertumbuhan
cendawan). Contohnya Benlate, Dithane M-45 80P, Antracol 70 WP, Cupravit
OB 21, Delsene MX 200, Dimatan 50 WP.
F. Herbisida, berasal dari kata lain herba, artinya tanaman setahun, berfungsi untuk
membunuh gulma. Contohnya Gramoxone, Basta 200 AS, Basfapon 85 SP,
Esteron 45 Pg. Insektisida, berasal dari kata latin insectum, artinya potongan,
19
keratan segmen tubuh, berfungsi untuk membunuh serangga. Contohnya
Lebaycid, Lirocide 650 EC, Thiodan, Sevin, Sevidan 70 WP, Tamaron.
G. Molluskisida, berasal dari kata Yunani molluscus, artinya berselubung tipis atau
lembek, berfungsi untuk membunuh siput. Contohnya Morestan, PLP, Brestan
60.
H. Nematisida, berasal dari kata latin nematoda, atau bahasa Yunani nema berarti
benang, berfungsi untuk membunuh nematoda. Contohnya Nemacur, Furadan,
Basamid G, Temik 10 G, Vydate.
I. Ovisida, berasal dari kata latin ovum berarti telur, berfungsi untuk merusak telur.
J. Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis, berarti kutu, tuma, berfungsi untuk
membunuh kutu atau tuma.
K. Piscisida, berasal dari kata Yunani Piscis, berarti ikan, berfungsi untuk
membunuh ikan. Contohnya Sqousin untuk Cypirinidae, Chemish 5 EC.
L. Predisida, berasal dari kata Yunani Praeda berarti pemangsa, berfungsi sebagai
pembunuh predator.
M. Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodere, berarti pengerat berfungsi untuk
membunuh binatang pengerat. Contohnya Dipachin 110, Klerat RMB, Racumin,
Ratikus RB, Ratilan, Ratak, Gisorin.
N. Termisida, berasal dari kata Yunani termes, artinya serangga pelubang kayu
berfungsi untuk membunuh rayap. Contohnya Agrolene 26 WP, Chlordane 960
EC, Sevidol 20/20 WP, Lindamul 10 EC, Difusol CB.
O. Silvisida, berasal dari kata latin silva berarti hutan, berfungsi untuk membunuh
pohon atau pembersih pohon.
P. Larvasida, berasal dari kata Yunani lar, berfungsi membunuh ulat (larva).
Contohnya Fenthion, Dipel (Thuricide) (Kementan, 2011).
20
2.2.3 Ditinjau Dari Jenis dan Bentuk Zat Kimia Yang Dikandungnya
Klasifikasi pestisida berdasarkan jenis dan bentuk zat kimia adalah sebagai
berikut :
A. Organofosfat
Organofosfat berasal dari H3PO4 (asam fosfat). Pestisida golongan
organofosfat merupakan golongan insektisida yang cukup besar, menggantikan
kelompok chlorinated hydrocarbon yang mempunyai sifat:
1. Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap chorinatet hydrocarbon.
2. Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk jangka waktu yang
lama
3. Kurang mempunyai efek yang lama terhadap non target organisme
4. Lebih toksik terhadap hewan-hewan bertulang belakang, jika dibandingkan
dengan organoklorine.
5. Mempunyai cara kerja menghambat fungsi hemoglobin.
Lebih dari 50.000 komponen organofosfat telah disynthesis dan diuji untuk
aktivitas insektisidanya. Tetapi yang telah digunakan tidak lebih dari 500 jenis saja
dewasa ini. Semua produk organofosfat tersebut berefek toksik bila tertelan, dimana
hal ini sama dengan tujuan penggunaannya untuk membunuh serangga. Obat tersebut
digunakan untuk pengobatan gangguan neuromuskuler seperti myastinea gravis.
Fisostigmin juga digunakan untuk antidotum pengobatan toksisitas ingesti dari
substansi antikholinergik (mis: trisyklik anti depressant, atrophin dan sebagainya).
Fisostigmin, ekotiopat iodide dan organophosphorus juga berefek langsung untuk
mengobati glaucoma pada mata yaitu untuk mengurangi tekanan intraokuler pada
bola mata. Organophosphat disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia ke
21
II. Bahan tersebut digunakan untuk gas saraf sesuai dengan tujuannya sebagai
insektisida. Pada awal synthesisnya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate
(TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida, tetapi juga
cukup toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang terus dan ditemukan
komponen yang poten terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap orang (mis:
malathion), tetapi masih sangat toksik terhadap insekta.
Tabel 2.4 Nilai LD50 insektisida organofosfat
Komponen LD50 (mg/Kg)
Akton 146
Coroxon 12
Diazinon 100
Dichlorovos 56
Ethion 27
Malathion 1375
Mecarban 36
Methyl parathion 10
Parathion 3
Sevin 274
Systox 2.5
TEPP 1
Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida
lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam
jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari
beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat
menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel
darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis
asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan
22
jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan
nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya
gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh. Penghambatan kerja
enzim terjadi karena organophospat melakukan fosforilasi enzim tersebut dalam
bentuk komponen yang stabil. Seseorang yang keracunan pestisida organofosfat akan
mengalami gangguan fungsi dari saraf-saraf tertentu.
Tabel 2.5 Efek muskarinik, nikotinik dan saraf pusat pada toksisitas
Organofosfat
Efek Gejala
A. Muskarinik - Salivasi
- Kejang perut
- Nausea dan vomitus
- Bradicardia
- Miosis
- Berkeringat
B. Nikotinik - Pegal-pegal, lemah
- Tremor
- Paralysis
- Dyspnea
- Tachicardia
C. Sistem saraf pusat - Bingung, gelisah, insomnia, neurosis
- Sakit kepala
- Emosi tidak stabil
- Bicara terbata-bata
- Convulsi
- Depresi respirasi dan gangguan jantung
- Koma
B. Karbamat
23
Insektisida karbamat telah berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini
daya toksisitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat,
tetapi sangat efektif untuk membunuh insekta. Struktur karbamat seperti
physostigmin, ditemukan secara alamia dalam kacang Calabar (calabar bean). Bentuk
carbaryl telah secara luas dipakai sebagai insektisida dengan komponen aktifnya
adalah SevineR. Mekanisme toksisitas dari karbamate adalah sama dengan
organofosfat, dimana enzim ACHE dihambat dan mengalam karbamilasi.
C. Organokhlorin
Organokhlorin atau disebut “Chlorinated hydrocarbon” terdiri dari beberapa
kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling populer dan
pertama kali disinthesis adalah “Dichloro-diphenyltrichloroethan”atau disebut DDT.
Tabel 2.6 Klasifikasi insektisida organokhlorin
Kelompok Komponen
Cyclodienes Aldrin, Chlordan, Dieldrin,
Heptachlor, Endrin. Toxaphen, Kepon,
Mirex
Hexachlorocyclohexan Lindane
Derivat Chlorinated-ethan DDT
Mekanisme toksisitas dari DDT masih dalam perdebatan, walaupun
komponen kimia ini sudah disinthesis sejak tahun 1874. Tetapi pada dasarnya
pengaruh toksiknya terfokus pada neurotoksin dan pada otak. Saraf sensorik dan
serabut saraf motorik serta kortek motorik adalah merupakan target toksisitas
tersebut. Dilain pihak bila terjadi efekkeracunan perubahan patologiknya tidaklah
nyata. Bila seseorang menelan DDT sekitar 10mg/Kg akan dapat menyebabkan
keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu beberapa jam. Perkiraan LD50 untuk
24
manusia adalah 300-500 mg/Kg. DDT dihentikan penggunaannya sejak tahun 1972,
tetapi penggunaannya masih berlangsung sampai beberapa tahun kemudian,bahkan
sampai sekarang residu DDT masih dapat terdeteksi. Gejala yang terlihat pada
intoksikasi DDT adalah sebagai berikut: Nausea, vomitus; Paresthesis pada lidah;
bibir dan muka; Iritabilitas; Tremor; Convulsi; Koma; Kegagalan pernafasan;
Kematian.
D. Piretroid
Insektisida ini lebih dikenal sebagai synthetic pyretroid (SP) yang bekerja
mengganggu syaraf. Golongan SP banyak digunakan dalam pengendalian vektor
untuk serangga dewasa(space spraying dan IRS) kelambu celup atau Insecticide
Treated Net (ITN),Long lasting Insectisidal Net (LLIN) dan berbagai formulasi
rumah tangga. Contoh: metoflutrin, transflutrin, permetri, dan sipermetrin.
E. Insec Growth Regulator (IGR)
Kelompok senyawa yang dapat mengganggu proses perkembangan dan
pertumbuhan serangga. IGR terbagi dalam dua klas yaitu :
1. Juvenoid atau sering juga dikenal dengan Juvenile Hormone Analog (JHA).
Pemberian juvenoid pada serangga berakibat pada perpanjangan stadium larva
dan kegagalan menjadi pupa. Contoh: fenoksikarb, metopren, piriproksifen.
2. Penghambat sintesis Khitin atau chitin synthesis Inhibitor (CSI) menggenggu
proses ganti kulit dengan cara menghambat pembentukan kitin. Contoh:
diflubensuron, heksaflumuron dan lain-lain (Kementan, 2012).
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan Pestisida
Bahaya pestisida dapat diperkecil bila diketahui cara-cara bekerja dengan
aman dan tidak mengganggu kesehatan. Adapun resiko dari penggunaan pestisida
25
seperti studi sebelumnya di luar dan di Indonesia menunjukkan bahwa faktor-faktor
resiko keracunan pestisida yang menimbulkan hemoglobin darah menjadi tidak
normaldan mendapati penurunan dalam beberapa komponen hematologi seperti
Hemoglobin. Ada dua factor yang mempengaruhi keracunan yaitu:
2.3.1 Faktor dari dalam tubuh
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida antara lain :
A. Usia
Umur adalah fenomena alam, semakin lama seseorang hidup maka umurpun
akan bertambah. Semakin bertambahnya umur seseorang semakin banyak yang
dialaminya, dan semakin banyak pula pemaparan yang dialaminya, dengan
bertambahnya umur seseorang maka fungsi metabolisme akan menurun dan ini juga
akan berakibat menurunnya aktifitas hemoglobin darahnya sehinggga akan
mempermudah terjadinya keracunan pestisida yang menyebabkan Hb turun. Usia
juga berkaitan dengan kekebalan tubuh dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat,
semakin tua umur seseorang maka efektifitas sistem kekebalan di dalam tubuh akan
semakin berkurang (Satya, 2008).
B. Jenis kelamin
Kadar Hemoglobin darah laki-laki lebih tinggi dari wanita yaitu 14- 18 gr/dl
(Setedjo, 2008). Kadar hemoglobin yang rendah dalam darah di akibatkan
terbentuknya methemoglobin yang menghancurkan sel darah.
C. Status kesehatan
Pestisida memiliki efek toksis terhadap sasaran yaitu hama, tetapi juga
berdampak negative terhadap kesehatan manusia. Pengaruh pestisida mempengaruhi
sintesa heme yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan pada darah. Reaksi
kimia terjadi pembentukan methemoglobin di dalam sel darah merah. Akibat
26
pestisida dietilditiokarbonat dan terjadi ikatan nitrit dengan haemoglobin sehingga
membentuk methemoglobin yang menyebabkan haemoglobin tidak mampu
mengikat oksigen. Orang-orang yang sering kontak dengan pestisida akan terkena
dampak toksisitasnya (Afriyanto, 2008).
D. Status gizi
Pengaruh status gizi pada orang dewasa akan mengakibatkan: 1) kelemahan
fisik dan daya tahan tubuh; 2) mengurangi inisiatif dan meningkatkan kelambanan
dan; 3) meningkatkan kepekaan terhadap infeksi dan lain-lain jenis penyakit.
Semakin buruk status gizi seseorang akan semakin mudah terjadi keracunan, dengan
kata lain seseorang yang mempunyai status gizi yang baik cenderung memiliki
aktifitas hemoglobin yang lebih baik (Afriyanto, 2008).
E. Anemia
Kadar hemoglobin terdapat pada sel darah merah yang memiliki gugus hem dimana
pembentukannya melalui proses reduksi dengan bantuan NADH, sedangkan kadar
kholinesterase dalam kerjanya menghidrolisa membutuhkan energi, dimana pada saat
pembentukan energi membutuhkan NADH (Afriyanto, 2008).
F. Genetik
Beberapa kejadian pada hemoglobin yang abnormal seperti hemoglobinS. Kelainan
homozigot dapat mengakibatkan kematian pada usia muda sedangkan yang
heterozigot dapat mengalami anemia ringan. Pada ras tertentu ada yang mempunyai
kelainan genetik, sehingga aktifitas hemoglobin darahnya rendah dibandingkan
dengan kebanyakan orang.
2.3.2 Faktor dari luar tubuh
A. Suhu lingkungan
27
Suhu lingkungan berkaitan dengan waktu menyemprot, matahari semakin
terik atau semakin siang maka suhu akan semakin panas. Kondisi demikian akan
mempengaruhi efek pestisida melalui mekanisme penyerapan melalui kulit petani
penyemprot (Kemenkes, 2012).
B. Cara penanganan pestisida
Penanganan pestisida sejak dari pembelian, penyimpanan, pencampuran, cara
menyemprot hingga penanganan setelah penyemprotan berpengaruh terhadap resiko
keracunan bila tidak memenuhi ketentuan (Kemenkes, 2012).
D. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Pestisida umumnya adalah racun bersifat kontak, oleh karenanya penggunaan
alat pelindung diri pada petani waktu menyemprot sangat penting untuk menghindari
kontak langsung dengan pestisida (Depkes RI, 2000). Pestisida umumnya merupakan
racun kontak, oleh karenanya penggunaan alat pelindung diri pada petani waktu
menyemprot sangat penting untuk menghindari kontak langsung dengan pestisida.
Pemakaian alat pelindung diri lengkap ada 7 macam yaitu : baju lengan panjang,
celana panjang, masker, topi, kaca mata, kaos tangan dan sepatu boot. Penggunaan
APD yang lengkap pada waktu menyemprot dapat mencegah dan mengurangi
terjadinya keracunan pestisida, dengan memakai APD kemungkinan kontak langsung
dengan pestisida dapat dikurangi sehingga resiko racun pestisida masuk dalam tubuh
melalui bagian pernafasan, pencernaan dan kulit dapat dihindari. Perilaku petani
yang terbiasa menggunakan APD yang tidak lengkap yaitu hanya menggunakan rata-
rata 3 APD yang berupa baju lengan panjang, celana panjang dan topi. Pestisida
umumnya adalah racun bersifat kontak, oleh karenanya penggunaan alat pelindung
diri sangat bermanfaat untuk melindungi badan dari kontak langsung dengan
pestisida (Depkes RI, 2000).
28
E. Dosis pestisida
Dosis pestisida yang tidak sesuai dosis berhubungan dengan kejadian
keracunan pestisida organofosfat petani penyemprot. Dosis yang tidak sesuai
mempunyai risiko 4 kali untuk terjadi keracunan dibandingkan penyemprotan yang
dilakukan sesuai dengan dosis aturan (Kemenkes, 2012). Dosis adalah jumlah
pestisida yang telah di campur atau diencerkan dengan air yang digunakan untuk
menyemprot hama dengan satuan luas tertentu. Besarnya suatu dosis pestisida
biasanya tercantum dalam label pestisida. Contoh dosis insektisida Diasinon 60 EC
adalah satu liter per hektar untuk sekali aplikasi. Semua jenis pestisida adalah racun,
dosis yang semakin besar maka akan semakin besar terjadinya keracunan pestisida.
Karena bila dosis penggunaan pestisida bertambah, maka efek dari pestisida juga
akan bertambah. Dosis pestisida yang tidak sesuai dosis berhubungan dengan
kejadian keracunan pestisida organofosfat petani penyemprot. Dosis yang tidak
sesuai mempunyai risiko 4 kali untuk terjadi keracunan dibandingkan penyemprotan
yang dilakukan sesuai dengan dosis aturan. Untuk dosis penyemprotan di lapangan,
khususnya pestisida golongan organofosfat dosis yang dianjurkan adalah 0,5 – 1,5
kg/Ha (Depkes RI, 1992).
Kebiasaan petani yang manambah dosis, apabila pestisida tersebut tidak dapat
membunuh hama, maka petani akan meningkatkan dosis, selanjutnya apabila hama
tersebut masih belum dapat ditangani petani tersebut akan mencampur pestisida yang
satu dengan pestisida yang lain yang harganya murah. Dosis yang tidak sesuai aturan
juga dapat mengakibatkan resistensi dan resurjensi hama tanaman. Dosis pestisida
yang tidak sesuai anjuran dapat menjadi penyebab keracunan pada petani dan lebih
berbahaya lagi apabila pestisida dengan dosis yang tidak sesuai tersebut dicampur
bersama akan menimbulkan efek dari bahan aktif masing-masing pestisida tersebut
29
apabila masuk dalam tubuh petani. Menurut penelitian Marsaulina (2005) dosis yang
tidak sesuai aturan mempengaruhi keracunan pestisida dengan OR 2,6 dan p =
0,005. Dari penelitian Afriyanto (2008) menunjukkan ada hubungan antara dosis
dengan keracunan pestisida dengan RP 8,250 dan 95 % CI = 2,042 – 33,334.
Efek tersebut antara lain efek adisi (efek dari masing-masing bahan aktif),
efek sinergis (efek yang lebih besar dari masing-masing bahan aktif) dan efek
antagonis (efek berkurangnya bahan aktif yang satu diikuti dengan peningkatan efek
bahan aktif yang lain) (Aprini, 2009).
F. Jumlah Jenis Pestisida
Masing-masing pestisida mempunyai efek fisiologis yang berbeda-beda
tergantung dari kandungan zat aktif dan sifat fisik dari pestisida tersebut. Pada saat
penyemprotan penggunaan pestisida > 3 jenis dapat mengakibatkan keracunan pada
petani. Banyaknya jenis pestisida yang digunakan menyebabkan beragamnya
paparan pada tubuh petani yang mengakibatkan reaksi sinergik dalam tubuh
(Kemenkes, 2012).
G. Masa kerja menjadi penyemprot
Semakin lama petani menjadi penyemprot, maka semakin lama pula kontak
dengan pestisida sehingga resiko keracunan terhadap pestisida semakin tinggi.
Penurunan aktifitas hemoglobin dalam plasma darah karena keracunan pestisida akan
berlangsung mulai seseorang terpapar hingga 2 minggu setelah melakukan
penyemprotan (Kemenkes, 2012).
H. Lama menyemprot
Dalam melakukan penyemprotan sebaiknya tidak boleh lebih dari 3 jam, bila
melebihi maka resiko keracunan akan semakin besar. Seandainya masih harus
menyelesaikan pekerjaannya hendaklah istirahat dulu untuk beberapa saat untuk
30
memberi kesempatan pada tubuh untuk terbebas dari pemaparan pestisida. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa istirahat minimal satu minggu dapat menaikkan
aktivitas kholinesterase dalam darah pada petani penyemprot. Istirahat minimal satu
minggu pada petani keracunan ringan dapat menaikkan aktivitas kholinesterase
dalam darah menjadi normal (87,50%). Sedangkan petani dengan keracunan sedang
memerlukan waktu istirahat yang lebih lama untuk mencapai aktivitas haemoglobin
normal (Mariani R. dkk, 2005)
I. Frekuensi Penyemprotan
Semakin sering seseorang melakukan penyemprotan, maka semakin tinggi
pula resiko keracunannya. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai dengan
ketentuan. Waktu yang dianjurkan untuk melakukan kontak dengan pestisida
maksimal 2 kali dalam seminggu.
J. Tindakan penyemprotan pada arah angin
Penyemprotan yang baik searah dengan arah angin dan penyemprot
hendaklah mengubah posisi penyemprotan apabila angin berubah.
K. Waktu menyemprot
Waktu penyemprotan perlu diperhatikan dalam melakukan penyemprotan
pestisida, hal ini berkaitan dengan suhu lingkungan yang dapat menyebabkan
keluarnya keringat lebih banyak terutama pada siang hari. Sehingga waktu
penyemprotan pada siang hari akan semakin mudah terjadinya keracunan pestisida
melalui kulit.
Salah satu masalah utama yang berkaitan dengan gejala keracunan pestisida
adalah bahwa gejala dan tanda keracunan khususnya pestisida dari golongan
organofosfat umumnya tidak spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit
biasa seperti pusing, mual dan lemah sehingga oleh masyarakat dianggap sebagai
31
suatu penyakit yang tidak memerlukan terapi khusus. Menurut Gallo (1991) ada
beberapa faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida antara lain dosis, toksisitas
senyawa pestisida, lamanya terpapar pestisida dan jalan pestisida masuk dalam
tubuh.
2.4 Kadar Haemoglobin
Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah.
hemoglobin dapat diukur secara kimia dan sejumlah zat pewarna yang terdapat
dalam bentuk larutan dalam sel darah merah. Hemoglobin merupakan protein utama
manusia yang berfungsi mengangkut oksigen. Hemoglobin adalah bagian dari
eritrosit (sel darah merah yang dibentuk dalam sumsum tulang ). Hemoglobin adalah
molekul yang mengandung 4 sub unit yang berinteraksi sehingga menimbulkan efek
kooperatif, yaitu bila sebuah molekul hemoglobin mengambil satu molekul oksigen,
ia cenderung memperoleh 4 molekul oksigen.
2.4.1 Mekanisme Dalam Darah
Dalam sel darah merah terdapat hemoglobin (Hb) yaitu molekul protein
yang mengandung zat besi dan merupakan pigmen darah yang membuat darah
berwarna merah. Zat besi merupakan komponen yang sangat penting dari
hemoglobin itu (Minarno, 2008). Kandungan sulfur yang tinggi dalam pestisida
menimbulkan ikatan sulfhemoglobin, hal ini menyebabkan hemoglobin menjadi
tidak normal dan tidak dapat menjalankan fungsinya dalam menghantar oksigen.
Sulfhemoglobin merupakan bentuk hemoglobin yang berikatan dengan atom sulfur
didalamnya (Setya, 2008)
32
2.4.2 Sintesis Hemoglobin
Setiap sel darah merah mengandung sekitar 640 juta molekul hemoglobin dan
setiap molekul hemoglobin orang dewasa normal mengandung Hb A yang terdiri atas
empat rantai polipeptida. Dua rantai globin yang berbeda (masing-masing dengan
molekul heme individu) bergabung untuk membentuk hemoglobin. Salah satu rantai
alfa ditunjuk. Rantai kedua disebut “non-alpha”. Dengan pengecualian dari minggu-
minggu pertama dari embriogenesis, salah satu rantai globin selalu alfa. Sejumlah
variabel mempengaruhi sifat rantai non-alfa di molekul hemoglobin. Kombinasi dari
dua rantai alfa dan dua rantai non-alfa menghasilkan molekul hemoglobin lengkap
(total empat rantai per molekul)
Kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai gamma bentuk “janin”
hemoglobin, disebut “hemoglobin F”. Pasangan dari satu rantai alfa dan satu non-
alpha rantai menghasilkan dimer hemoglobin (dua rantai). Dimer hemoglobin tidak
efisien memberikan oksigen, namun dua dimer bergabung untuk membentuk
tetramer hemoglobin, yang merupakan bentuk fungsional hemoglobin. Karakteristik
biofisik kompleks tetramer hemoglobin memungkinkan kontrol indah serapan
oksigen di paru-paru dan rilis di jaringan yang diperlukan untuk mempertahankan
kehidupan (Setya, 2008)
Gambar 2.1 Struktur Hem
33
Tabel 2.7 Batas Normal Kadar Haemoglobin
Kelompok Umur Hemoglobin
(g/100 ml)
Anak
6 bulan s/d 6 tahun
6 tahun s/d 14 tahun
11
12
Dewasa
Laki-laki
Wanita
Wanita hamil
13
12
11
Sumber : WHO dalam Arisman, 2002
2.4.3 Anemia
Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (protein pembawa
oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel darah merah
mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari
paru-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Penyebab anemia yang
paling sering adalah perdarahan yang berlebihan, rusaknya sel darah merah secara
berlebihan hemolisisatau kekurangan pembentukan sel darah merah (hematopoiesis
yang tidak efektif). Seseorang dikatakan anemia bila konsentrasi hemoglobinnya
kurang dari 13,5 g/dL atau hematokrit kurang dari 41% pada laki-laki, dan
konsentrasi hemoglobin kurang dari 11,5 g/dL atau Hct kurang dari 36% pada
perempuan.
2.4.4 Struktur Hemoglobin
Satu satuan hemoglobin mempunyai bobot molekul sekitar 65.000 yang
mengandung 4 molekul protein yang disebut globin. Sembilan puluh lima persen
dari molekul protein ini adalah globin dan sisanya berupa heme.
34
Gambar 2.2 Struktur Hemoglobin
2.4.5 Fungsi Hemoglobin
Mengangkut oksigen ke jaringan dan mengembalikan karbondioksida dari
jaringan ke paru-paru. Untuk berlangsungnya proses tersebut sel darah merah
mengandung Hb sebagai protein khusus. Selain itu Hb juga berfungsi untuk
mempertahankan derajad keasaman cairan darah dan cairan tubuh (sebagai
penyangga atau buffer). Adapun faktor-faktor yang mempengeruhi kadar hemoglobin
adalah :
A. Asupan gizi
Suatu proses penyerapan makanan secara normal melalui proses absorbsi,
penyimpanan metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ yang
menghasilkan energi. Status gizi juga merupakan keadaan dari keseimbangan
konsumsi dan penyerapan zat gizi. (Fitria,2011)
Sintesis hemoglobin membutuhkan makronutrien dan mikronutrien yang
diperoleh dari asupan rutin dan cadangan dalam tubuh. Sehingga apabila asupan
gizinya baik maka akan berpengaruh terhadap kenaikan kadar hemoglobin. Sama
halnya dengan glukosa, kadar glukosa dalam darah dipengaruhi oleh asupan rutin
dan cadangan dalam tubuh. Setelah jumlah glukosa dalam darah turun, maka tubuh
memecah cadangan glukosa maupun non-glukosa menjadi glukosa. Keseimbangan
antara asupan dengan pemakaian zat makanan menentukan status gizi seseorang.
35
B. Perdarahan
Perdarahan adalah keluarnya darah dari sirkulasi kardiovaskuler dan biasanya
terdapat kerusakan atau ruptura pada susunan kardiovaskuler (jantung, arteri, vena,
dan kapiler). Kadang perdarahan terjadi tanpa kerusakan dinding pembuluh darah
atau tidak dapat dilihat kerusakannya secara mikroskopis, keadaan ini disebut
hemorrhagi per-diapedesis yang mempengaruhi kadar hemoglobin rendah. Anemia
yang terjadi sesudah kehilangan darah merangsang sum-sum tulang untuk bekerja
lebih giat membentuk sel yang lebih banyak. Selama masa regenerasi pembentukan
eritrosit melebihi banyaknya persediaan hemoglobin (Hb) sehingga sel darah merah
kekurangan Hb dan terjadi hypochrome.
C. Pajanan pestisida
Pestisida adalah substansi yang digunakan untuk mencegah atau membunuh
hama (pest). Hama yaitu organisme yang bersaing untuk mendapatkan makanan,
mengganggu kenyamanan, atau berbahaya bagi kesehatan manusia. Penggunaan
pestisida sudah sangat meluas, berkaitan dengan dampak positifnya yaitu
meningkatnya produksi pertanian dan menurunnya penyakit-penyakit yang
penularannya melalui perantaraan makanan (food-borne diseases) atau punvector
(vector-borne diseases). Idealnya, pestisida mempunyai efek toksikhanya pada
organisme targetnya, yaitu hama. Namunpada kenyataanya, sebagian besar bahan
aktif yang digunakan sebagai pestisida tidak cukup spesifik toksisitasnya, sehingga
berdampak negatif terhadap kesehatan manusia. Reaksi kimia terjadinya
pembentukan methemoglobin di dalam sel darah merah diakibatkan oleh
keberadaan pestisida dietilditiokarbamat. Selain itu disebabkan karena terjadi
ikatan nitrit dengan Hb sehingga membentuk methemoglobin yang menyebabkan
Hb tidak mampu mengikat oksigen. Methemoglobin terbentuk ketika zat besi di
36
dalam Hb teroksidasi dari ferro menjadi ferri. Sulfhemoglobin dan methemoglobin
di dalam sel darah merah tidak dapat diubah kembali menjadi hemoglobin normal.
Untuk membuktikan adanya hubungan dalam Patil Jyotsnaetal, (2003) dalam
penelitian kepada para petani anggur yang terpapar pestisida mendapati penurunan
dalam beberapa parameter hematologi seperti Hemoglobin, Hematokrit dan Red
Blood Cell. Hasil Penelitian Runia (2008) Faktor-faktor yang berhubungan dengan
keracunan pestisida dan kejadian Anemia pada petani hortikultura di desa Tejosari
Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Jumlah petani yang menderita keracunan
adalah sebanyak 75 orang (96,15%) dan petani yang menderita anemia adalah
sebanyak 63 orang (80,8%). Kejadian anemia dapat terjadi pada penderita keracunan
organofosfat dan karbamat adalah karena terbentuknya sulfhemoglobin dan
methemoglobin di dalam sel darah merah Penelitian yang dilakukan D. Ramsingh
(2009) di India juga didapati bahwa terdapat pengaruh pestisida dalam kadar
hemoglobin dimana pestisida ini menyebabkan penurunan produksi atau peningkatan
penghancuran sel darah merah.Hal ini menyebabkan Hb tidak normal.Reddy dan
Kanojia (2012) melakukan penelitian pada petani di beberapa desa di India
menyimpulkanhal yang sama dimana didapati penurunan pada parameter hematologi
seperti Hemoglobin, Hct dan RBC.
2.5 Toksikologi Pestisida
Senyawa-senyawa organokhlorin (organoklorin,chlorinated, hydrocarbons)
sebagian besar menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen selubung
selsyaraf (Schwann cells) sehingga fungsi syaraf terganggu. Peracunan
dapatmenyebabkan kematian atau pulih kembali. Kondisi pulih bukan disebabkan
karenasenyawa organokhlorin telah keluar dari tubuh tetapi karena disimpan dalam
37
lemak tubuh. Semua insektisida organokhlorin sukar terurai oleh faktor-
faktorlingkungan dan bersifat persisten, Mereka cenderung menempel pada lemak
danpartikel tanah sehingga dalam tubuh jasad hidup dapat terjadi akumulasi,
demikian pula di dalam tanah. Akibat peracunan biasanya terasa setelah waktu yang
lama, terutama bila dose kematian (lethal dose) telah tercapai. Hal inilah yang
menyebabkan sehingga penggunaan organokhlorin pada saat ini semakin berkurang
dan dibatasi. Efek lain adalah biomagnifikasi, yaitu peningkatanperacunan
lingkungan yang terjadi karena efek biomagnifikasi (peningkatan biologis) yaitu
peningkatan daya racun suatu zat terjadi dalam tubuh jasad hidup,karena reaksi
hayati tertentu.
Semua senyawa organofosfat (organofosfat, organophospates) dan
karbamat (karbamat, carbamates) bersifat perintang ChE (enzim cholineesterase),
ensim yang berperan dalam penerusan rangsangan syaraf. Peracunan dapat terjadi
karena gangguan dalam fungsi susunan syaraf yang akan menyebabkan kematian
atau dapat pulih kembali. Umur residu dari organofosfat dan karbamat ini tidak
berlangsung lama sehingga peracunan kronis terhadap lingkungan cenderung tidak
terjadi karena faktor-faktor lingkungan mudah menguraikan senyawa-senyawa
organofosfat dan karbamat menjadi komponen yang tidak beracun. Walaupun
demikian senyawa ini merupakan racun akut sehingga dalam penggunaannya faktor-
faktor keamanan sangat perlu diperhatikan. Karena bahaya yang ditimbulkannya
dalam lingkungan hidup tidak berlangsung lama, sebagian besar insektisida dan
sebagian fungisida yang digunakan saat ini adalah dari golongan organofosfat dan
karbamat.
Parameter yang digunakan untuk menilai efek peracunan pestisida terhadap
mamalia dan manusia adalah nilai LD50 (lethal dose 50%) yang menunjukkan
38
banyaknya pestisida dalam miligram (mg) untuk tiap kilogram (kg) berat seekor
binatang-uji, yang dapat membunuh 50 ekor binatang sejenis dari antara 100 ekor
yang diberi dose tersebut. Yang perlu diketahui dalam praktek adalah LD50 akut oral
(termakan) dan LD50 akut dermal (terserap kulit). Nilai-nilai LD50 diperoleh dari
percobaan-percobaan dengan tikus putih. Nilai LD50 yang tinggi (di atas 1000)
menunjukkan bahwa pestisida yang bersangkutan tidak begitu berbahaya bagi
manusia. LD50 yang rendah (di bawah 100) menunjukkan hal sebaliknya (WHO
dalam: Kemenkes, 2012)
2.6 Pencemaran Lingkungan
Pestisida yang diaplikasikan untuk memberantas suatu hama tanaman atau
serangga penyebar penyakit tidak semuanya mengenai tanaman. Sebagian akan jatuh
ke tanaman, atau perairan disekitarnya, sebagian lagi akan menguap keudara, yang
mengenai tanaman akan diserap tanaman tersebut ke dalam jaringan kemudian
mengalami metabolisme, karena pengaruh enzim tanaman. Pestisida yang diserap
oleh tanah atau perairan akan terurai karena pengaruh suhu, kelembaban, jasad renik
dan sebagainya. Sedangkan yang menguap ke udara akan terurai karena pengaruh
suhu, kelembaban dan sinar matahari khususnya sinar ultra violet. Penguraian bahan
pestisida tersebut tidak terjadi seketika itu juga, melainkan sedikit demi sedikit. Sisa
yang tertinggal inilah yang kemudian diserap sebagai residu. Jumlah residu pestisida
dipengaruhioleh suhu, kelembaban, jasad renik, sinar matahari dan jenis dari
pestisida tersebut. Peningkatan kegiatan agroindustri selain meningkatkan produksi
pertanianjuga menghasilkan limbah dari kegiatan tersebut. Penggunaan pestisida,
disamping bermanfaat untuk meningkatkan produksi pertanian tapi juga
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan pertanian dan juga terhadap
39
kesehatan manusia. Pada masa sekarang ini dan masa mendatang, orang lebih
menyukai produk pertanian yang alami dan bebas dari pengaruh pestisida walaupun
produk pertanian tersebut di dapat dengan harga yang lebih mahal dari produk
pertanian yang menggunakan pestisida.
Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan
mengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik, yaitu golongan
organoklorin. Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh senyawa organoklorin lebih
tinggi dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini peka terhadap sinar matahari
dan tidak mudah terurai. Karena pestisida adalah racun, yang dapat mematikan jasad
hidup, maka dalam penggunannya dapat memberikan pengaruh yang tidak
diinginkan terhadap kesehatan manusia serta lingkungan pada umumnya. Pestisida
yang disemprotkan segera bercampur dengan udara dan langsung terkena sinar
matahari. Dalam udara pestisida dapat ikut terbang menurut aliran angin.
40
DAFTAR PUSTAKA
Afriyanto, 2008.Kajian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Cabe Di
Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Thesis.
Universitas Dipenogoro.
Anis, 2005, Perlu Deteksi Dini Penyakit bagi Pekerja,
http://www.suaramerdeka.com/harian/0512/26/ragam1.htm
Arisman 2002. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Penerbit buku Kedokteran EGC.
DepKes RI, 1992. Pestisida dan Pengunaannya. Jakarta, Sub Dit P2 Pestisida
Depkes, RI, 2000. Modul Pelatihan Pemeriksaan Residu Pestisida” Pengenalan
Pestisida” Depkes RI, Dirjen P2M dan PL.
Djau R. 2009, Faktor risiko kejadian Anemia dan keracunan pestisida pada pekerja
penyemprot gulma di kebun kelapa sawit PT.Agro Indomas Kab. Seruyan
Kalimantan Tengah (Tesis). Semarang: Program Studi Magister Kesehatan
Lingkungan Universitas Diponegoro;2009.
Dorland, W.A. 2002, Kamus Kedokteran Dorland.Edisi 29.Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC:2002.H 987
Hidayat, A. A. A. (2007). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisa data.
Jakarta: Salemba Medika.
41
Indonesia,(2007), Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 07/Permentan/SR.140/
2/2007: tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida, Jakarta:
Kementan R.I.
Indonesia,(2012), Pedoman Penggunaan Insektisida(Pestisida) Dalam Pengendalian
Vektor, Jakarta: Kemenkes R.I.Dirjen PP dan PL
Kementrian Pertanian, 2011. Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida. Jakarta:
Direktorat Jenderal Prasaranan dan Sarana Kementrian Pertania.
Mariani R, Iwan D, Nani S, 2005, Pengaruh Istirahat terhadap Aktivitas
Kholinesterase petani penyemprot pestisida organofosfat di kecamatan
Pacet Jawa Barat, Badan Litbangkes Jawa Barat.
Ngatidjan, 2006. Toksikologi. Bagian Farmakologi & Toksikologi Fakultas
Kedokteran universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam dan Siti Pariani. (2001). Pendekatan praktis metodologi riset keperawatan.
Jakarta: Sagung Seto.
Nursalam. (2003). Konsep dan penetapan metodologi penelitian ilmu keperawatan:
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Pohan. Nurhasmawaty, 2004. Pestisida dan Pencemarannya. Universitas Sumatera
Utara
Ramsingh D.2010, The assessment of the chronic toxicity and carcinogenicity of
pesticides. Dalam: Hayes’ handbook of pesticide toxicology. Krieger R,
editor. Elsevier Inc; Manhattan: 2010.
Rimanth, 2007. Bahaya Pestisida Terhadap
Kesehatanhttp://bushido02.wordpress.com/2007/11/08/bahaya-
pestisida-terhadap-kesehatan-manusia/ diakeses tanggal 12 Maret 2012 Rini, 2001. Petunjuk Penggunaan Pestisida, Penerbit Swadaya, Jakarta
Runia Y. 2008, Faktor-faktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida
Organofosfat, Karbamat dan kejadian Anemia pada petani hortikultura di
desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang (Tesis).
Semarang: Program Studi Magister Kesehatan Lingkungan Universitas
Diponegoro). Sartono,IM., I W. Treman.,IN, Sudita, 2013.: Persebaran Lahan Perkebunan Sistem
Tumpang Sari Beda Umur di Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli,
ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPG/article
Sugiono, 2012. MetodePenelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.Bandung : cv
Alfabeta.
42
MG Catur Yuantari, 2011
DAMPAK PESTISIDA ORGANOKLORIN TERHADAP KESEHATAN MANUSIA DAN LINGKUNGAN SERTA PENANGGULANGANNYA: 1. Staff Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang
1). Kategori toksisitas
Label pestisida memuat kata-kata simbol yang tertulis dengan huruf tebal dan besar
yangberfungsi sebagi informasi
a. Kategori I
Kata–kata kuncinya ialah “Berbahaya Racun” dengan simbol tengkorak
dengangambar tulang bersilang dimuat pada label bagi semua jenis pestisida yang
sangatberacun. Semua jenis pestisida yang tergolong dalam jenis ini mempunyai LD
50 yangaktif dengan kisaran antara 0-50 mg perkg berat badan.
b. Kategori II
43
Kata-kata kuncinya adalah “Awas Beracun” digunakan untuk senyawa pestisidayang
mempunyai kelas toksisitas pertengahan, dengan daya racun LD 50 oral yangakut
mempunyai kisaran antara 50-500 mg per kg berat badan.
c. Kategori III
Kata-kata kuncinya adalah “Hati-Hati” yang termasuk dalam kategori ini ialahsemua
pestisida yang daya racunnya rendah dengan LD 50 akut melalui mulutberkisar
antara 500-5000 mg per kg berat badan. (Anshari,2010 ; Panut 2008,Priyanto,2007;
A.Adiwisastra,1985)
Keracunan DDT tidak saja disebabkan oleh daya toksis DDT itu sendiri tetapi larutan
yangdipakai seperti minyak tanah dapat menyebabkan lebih beratnya tingkat
keracunan. Tandatandakeracunan organoklorin: keracunan pada dosis rendah, si
penderita merasa pusingpusing,mual, sakit kepala, tidak dapat berkonsentrasi secara
sempurna. Pada keracunandosis yang tinggi dapat kejang-kejang, muntah dan dapat
terjadi hambatan pernafasan.