bab ii tinjauan pustaka 1.1 sekam padieprints.umm.ac.id/41963/3/bab ii.pdf · tinjauan pustaka ....
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Sekam Padi
Sekam padi merupakan bagian luar kulit dari beras yang sudah digiling.
Karakternya yang keras dan kuat yang meliputi kariopsi yang terdiri dari dua
belahan yanbg disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Karena kurangnya
pemanfaatan sekam padi biasanya disebut juga dengan limbah pertanian. Sekam
padi memiliki komponen utama seperti selulosa (31,4% – 36,3%), hemiselulosa
(2,9% - 11,8%), dan lignin (9,5% - 18,4%) (Champagne, 2004). Sekam padi
dikategorikan sebagai biomassa yang biasanya digunakkan dalam bahan baku
perindustrian, pakan ternak dan lain-lain. Berdasarkan riset dari suharno (1979)
sekam padi mempunyai komposisi kimia sebagai berikut :
Kadar air : 9,02%
Protein kasar : 3,03%
Lemak : 1,18%
Serat kasar : 35,68%
Abu : 17,17%
Karbohidrat dasar : 33,71%
5
Berdasarkan riset DTC – IPB
Karbon (zat arang) : 1,33%
Hidrogen : 1,54%
Oksigen : 33,64%
Silika : 16,98%
Padi yang digiling ada sekitar 20% menghasilkan sekam padi. Berdasarkan
komposisi kandungan kimia seperti tersebut, sekam dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan diantaranya: (a) sebagai bahan baku pada industri kimia,
terutama kandungan zat kimia furfural yang dapat digunakan sebagai bahan baku
dalam berbagai industri kimia, (b) sebagai bahan baku pada industry bahan
bangunan, terutama kandungan silica (SiO2) yang dapat digunakan untuk campuran
pada industry bata merah, (c) sebagai sumber energi panas pada berbagai keperluan
manusia, kadar selulosa yang cukup tinggi dapat memberikan pembakaran yang
merata dan stabil. Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk density) 125 kg/m3,
dengan nilai kalori 1 kg sekam sebesar 3300 kalori. Berdasarkan penelitian Houston
(1972) sekam memiliki Bulk Density 0,100 g/ml, nilai kalori antara 3300 – 3600
kalori/kg sekam dengan konduktivitas panas 0,271 BTU. Sekam padi mempunyai
beberapa karakter diantaranya seperti tidak mudah terbakar, tahan akan
kelembaban, tidak mudah berjamur, tidak berbau dan lain-lain. Pemanfaatan sekam
padi yang awalnya dari limbah menjadi bahan penguat komposit adalah salah satu
upaya peningkatan mutu dan kualitas ekonomi untuk masyarakat sekitar yang
6
sebagian besar berprosesi sebagai petani padi dan sebagai bahan alternatif
pengganti logam.
2.2 Komposit
Komposit merupakan suatu susunan yang terdiri dari dua atau lebih material
sifat kimia dan fisika yang menghasilkan material baru dan memiliki sifat-sifat
berbeda dari material penyusunya. Material komposit ini memiliki susunan
material, yang dimana susunan tersebut adalah matrix dan fiber. Matrix dan Fiber
ini pun memiliki fungsi yang berbeda dimana fiber berfungsi sebaagai material
rangka yang menyusun komposit, sendangkan matrix berfungsi sebagai perekat
material fiber dan menjaganya agar tidak berpindah posisi.
Fiber memiliki sifat yang mudah dibentuk, dicetak ataupun dipotong sesuai
dengan kebutuhan desain yang akan dibuat. Hal ini sangat berguna untuk
dimanfaatkan agar mendapatkan sifat komposit yang sesuai dengan parameter yang
dibutuhkan. Matrix yang pada dasarnya adalah sebagai bahan perekat material yang
umumnya terbuat dari resin, sehingga fiber dapat merekat dengan kuat. Resin juga
memiliki fungsi lain yaitu untuk melindungi fiber dari serangan bahan kimia yang
diterima dan melindungi dari cuaca ekstream yang dapat merusak material. Gambar
2.1 dapat kita lihat pencampuran antara matrix dan fiber membentuk composite.
7
Gambar 2.1. Proses alur pembuatan komposit
2.3 Mikrokomposit
Pengertian nanoteknologi sendiri berasal dari pendeskripsian dari kreasi dan
eksploitasi material yang memiliki ukuran struktur atom dan material besar yang
didimensikan kedalam ukuran mikrometer (1 µm = 10⁻⁶ m). Feyman (1959),
merupakan orang yang pertamakali mengemukakan akan pentingnya
mikroteknologi bagi perkembangan teknologi.
Mikrokomposit merupakan gabungan antara dua susunan material komposit
(matrix dan fiber) untuk menghasilkan material yang baru dalam skala mikrometer.
mikrometer sendiri memiliki sifat mekanik yang lebih baik jika dibandingkan
dengan milimeter partikelnya, hal ini sangat menarik perhatian para peneliti
mengembangan mikrokomposit untuk perkembangan teknologi dimasa mendatang.
Pembuatan mikrokomposit sendiri dapat dilakukan dengan sangat mudah dan
kompleks, salah satunya dengan menggunakan pendekatan simple mixing.
Penelitan yang dilakukan oleh Hadiyawarman (2008), menyatakan bahwa
mikrokomposit memiliki kekuatan yang dapat diatur (tailorability), tahan lelah
(fatigue resistance), tahan korosi dan memiliki rasio kekuatan terhadap berat jenis
yang tinggi.
2.4 Uji Tarik
Uji Tarik adalah salah satu alat uji untuk mengetahui sifat-sifat kekuatan
tarik dari suatu bahan atau material. Cara mengujinya yaitu dengan menarik suatu
bahan atau material untuk mengetahui sejauh mana bahan spesimen uji atau
8
material tersebut terhadap tarikan dan untuk mengetahui sejauh mana panjang
material itu bertambah panjang. Dari metode pengujian, bentuk spesimen dan
perhitungan pengujian, uji tarik adalah pengujian yang paling sederhana, tidak
mahal dan telah mengalami standarisasi di seluruh dunia. Gambar 2.2 dapat kita
lihat skema pengujian Tarik dari awal pembebanan.
Gambar 2.2. Skema pengujian Tarik dari awal pembebanan
Hasil dari penarikan bahan material spesimen hingga material tersebut
putus, kita dapat mengetahui data yaitu berupa tegangan Tarik versus pertambahan
panjang dari material yang kita uji. Gambar 2.3 menjelaskan tentang tegangan stress
dan tegangan strain yang terjadi pada material besi baja dimana diawali dengan
daerah elastis masuk ke daerah plastis dan hingga terjadi tegangan maksimum yang
terjadinya necking lalu patah.
9
Gambar 2.3. Gambar uji Tarik dan tegangan yang terjadi
Kita akan membahas istilah mengenai sifat-sifat mekanik bahan dengan
berpedoman pada hasil uji tarik seperti pada gambar 2.3. Asumsikan bahwa kita
melakukan uji tarik mulai dari titik O sampai D sesuai dengan arah panah dalam
gambar.
Batas elastis σE (elastic limit)
Gambar.2.3 diatas dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi
beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut
akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu
regangan “nol” pada titik O (lihat inset dalam Gbr.5). Tetapi bila beban ditarik
sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan
permanen dari bahan. Terdapat konvensi batas regangan permamen (permanent
10
strain) sehingga masih disebut perubahan elastis yaitu kurang dari 0.03%, tetapi
sebagian referensi menyebutkan 0.005% . Tidak ada standarisasi yang universal
mengenai nilai ini.
Batas proporsional σp (proportional limit)
Titik sampai di mana penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir. Tidak
ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama
dengan batas elastis.
Deformasi plastis (plastic deformation)
Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada
Gambar.2.3 yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan
mencapai daerah landing.
Tegangan luluh atas σuy (upper yield stress)
Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing
peralihan deformasi elastis ke plastis.
Tegangan luluh bawah σly (lower yield stress)
Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase
deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang
dimaksud adalah tegangan ini.
Regangan luluh εy (yield strain)
Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.
Regangan elastis εe (elastic strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban
dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.
11
Regangan plastis εp (plastic strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan
regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.
Regangan total (total strain)
Reagangan total merupakan gabungan regangan plastis dan regangan
elastis, εT = εe+εp. Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang
ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik
E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.
Tegangan tarik maksimum TTM (UTS, ultimate tensile strength)
Tegangan Tarik maksimum pada gambar 2.3 ditunjukkan dengan titik C
(σβ), merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
Kekuatan patah (breaking strength)
Kekuatan patah pada gambar 2.3 ditunjukkan dengan titik D, merupakan
besar tegangan di mana bahan yang diuji putus atau patah.
Tegangan luluh pada data tanpa batas jelas antara perubahan elastis dan
plastis
Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing yang
jelas, tegangan luluh biasanya didefinisikan sebagai tegangan yang menghasilkan
regangan permanen sebesar 0.2%, regangan ini disebut offset-strain yang bisa
dilihat pada gambar 2.4
12
Gambar 2.4. Penentuan tegangan luluh (yield stress) untuk kurva tanpa daerah
linier
Perlu untuk diingat bahwa satuan SI untuk tegangan (stress) adalah Pa (Pascal,
N/m2) dan strain adalah besaran tanpa satuan.
2.4.1 Hukum Hooke
Hukum hooke dan elastisitas itu adalah dua hal yang saling berkaitan,
dimana elastis itu dijelaskan bahwa jika suatu benda ditarik dengan panjang batas
tertentu, maka benda tersebut akan kembali ke bentuk semulanya. Apabila benda
tersebut ditarik terus menerus dan tidak kembali seperti semula maka elastis benda
tersebut telah hilang. Dapat disimpulkan bahwa elastisitas adalah kemampuan
suatu benda untuk kembali kebentuk semula setelah benda tersebut mengalami
penarikan. Sedangkan hukum Hooke adalah meneliti hubungan antara beban atau
gaya yang diberikan pada benda elastis. Gagasan ini diperkenalkan oleh Robert
Hooke yang dimana aturan hooke dapat dilihat pada persamaan 2.1 sampai 2.3
13
Persamaan 2.1
Tegangan
σ = F/A
Keterangan :
F = Gaya (N)
A = Luas penampang (m²)
σ = Tegangan (N/m²)
Persamaan 2.2
Regangan
ε = ∆L/L
Keterangan :
ε = Regangan
L = panjang mula-mula (m)
∆L = pertambahan panjang (m)
Persamaan 2.3
Hubungan antara stress dan strain
E = σ / ε
Dimana :
E = gradien kurva pada daerah linier (N/m)
σ = tegangan (N/m²)
ε = regangan
E disebut juga dengan “Modulus Elastisitas” atau “Young Modulus”. Berikut
adalah kurva hubungan antara strain dan stress atau sering juga disingkat SS (SS
14
curve). Gambar 2.5 menjelaskan tentang kurva tegangan dan regangan yang terjadi
pada besi baja
Gambar 2.5. Kurva tegangan dan regangan
2.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan Tarik.
Kadar karbon
Dengan meningkatnya kadar karbon dalam baja, maka akan didapat
kekerasan dan kekuatan Tarik yang meningkat. Baja dengan kandungan
karbon 1% akan memiliki sifat rapuh/getas
Homogenitas
Homogenitas dari suatu material akan berpengaruh terhadap gaya
ikat antar atom. Untuk material dengan tingkat homogenitas tinggi maka
15
gaya ikat antar atomnya juga tinggi dan luas butirnya lebih besar sehingga
kekuatan tariknya juga tinggi.
Bidang Slip
Logam dan paduanya berdemofrasi dengan pergeseran plastis, dimana atom
didekatnya terjadi juga penguraian tegangan atau gaya tekan menjadi
tegangan geser. Gerakan kepala silang mesin penguji memaksa benda uji
berada dipenjepit karena penjepit harus tetap sebaris, sebab benda uji tidak
dapat berubah bentuk secara bebas. Semakin banyak bidang slip yang terjadi
maka material akan semakin mudah terdeformasi sehingga kekuatan
tariknya menurun.
Unsur paduan
Penambahan unsur paduan pada baja akan mempengaruhi sifat pada baja
tergantung sifat unsur paduan itu. Contohnya seperti nikel dan chromium
yang dapat meningkatkan kekuatan Tarik baja karena sifat mengeraskan
baja.
Ukuran butir
Butiran yang berukuran kecil memiliki ikatan antar logam yang besar
sehingga partikel ukuran butir logam semakin kecil maka kekerasan logam
tersebut akan semakin tinggi, begitupun juga dengan kekuatan tariknya akan
meningkat.
16
Perlakuan panas (Heattreatment)
Proses ini akan mempengaruhi sifat mekanik logam, struktur mikro
spesimen dan juga bentuk butiran yang mempengaruhi gaya Tarik antar
atom.
2.5 Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gintinng dkk (2017) yang berjudul
Struktur dan Morfologi nanokomposit campuran zeolite abu sekam padi,
menyimpulkan bahwa sifat suatu bahan pengisi akan kompatibel dengan matriks
polimer, yang dipengaruhi oleh faktor ukuran partikel suatu bahan pengisi, dimana
ukuran partikel suatu bahan pengisi yang kecil dapat meningkatkan derajat
penguatan polimer dibandingkan dengan ukuran yang lebih besar, demikian juga
semakin kecil ukuran partikel semakin tinggi ikatan antara bahan pengisi dengan
matriks polimer. Ada berbagai contoh bahan pengisi yang sudah digunakan dalam
pembuatan termoplastik khususnya dengan HDPE antara lain CaCO3/HDPE
grafit/HDPE, Clay/HDPE, bentonite alam/HDPE, zeolite /HDPE.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2017) yang judulnya
tentang studi perlakuan alkali terhadap sifat mekanik bahan komposit berpenguat
sekam padi. Metode penelitian ini dilakukan dengan pengujian sifat mekanik
(kekuatan bending, kekuatan tarik, SEM) pada komposit sekam padi dan matrik
urea formaldehide dengan variasi perlakuan perbandingan sekam padi Vf = 30%
,40%, 50% dan 60% sedang urea formaldehide Vm = 70%, 60%, 50%, 40% dan
perlakuan alkalisasi pada sekam padi masing-masing direndam dalam larutan alkali
selama 4 jam. Komposit yang akan digunakan dibuat dengan metoda cetak tekan
17
dan dilakukan pengujian sifat mekanik. Sebagai parameter pengujian peralatan uji
yang digunakan adalah uji bending dengan ASTM D790 – 02 dan uji tarik dengan
ASTM D 638-02. Berdasarkan data penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa
kekuatan bending rata-rata tertinggi diperoleh pada komposit dengan fraksi volume
sekam padi 40% dengan tebal spesimen 5 mm sebesar sebesar 3,1123 MPa dan nilai
terendah adalah sampel dengan fraksi volume 60% dan ketebalan 15mm sebesar
1,3750 MPa dan untuk pengujian kuat tarik diperoleh nilai optimal pada sampel
dengan fraksi volume 40% dan ketebalan 5mm sebesar 0,4220 MPa sedang nilai
terendah adalah sampel dengan fraksi volume 70% dan ketebalan 15mm yaitu
sebesar 0,1452 MPa.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rotua Adryani dan Maulida (2014),
yang berjudul Pengaruh ukuran partikel dan komposisi abu sekam padi hitam
terhadap sifat kekuatan Tarik komposit polyester tidak jenuh. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel dan komposisi abu sekam
padi hitam sebagai pengisi terhadap sifat kekuatan tarik komposit poliester tidak
jenuh. Komposit dibuat dengan metode pencampuran terbuka dengan
mencampurkan poliester tidak jenuh dan pengisi abu sekam padi hitam dengan
variasi ukuran partikel 100 mesh dan 250 mesh, dan rasio fraksi volum antara
pengisi dan matriks 95/5 : 90/10 : 85/15 : 80/20 lalu ditambahkan 1% katalis metil
etil keton peroksida kedalam campuran poliester tidak jenuh dan abu sekam padi
hitam. Uji yang dilakukan ialah uji tarik, pemanjangan pada saat putus dan Modulus
Young. Hasil yang diperoleh pada rasio 95/5 dengan ukuran partikel 100 dan 250
mesh ialah 24,413 MPa dan 24,689 MPa.