pemanfaatan asap cair sekam padi dengan ...repository.ub.ac.id/6042/1/nur firdaniya.pdfpemanfaatan...

67
PEMANFAATAN ASAP CAIR SEKAM PADI DENGAN KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA TERHADAP MUTU IKAN KERING KUNIRAN (Upeneus moluccensis) SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN Oleh : NUR FIRDANIYA A. NIM. 105080301111007 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWUJAYA MALANG 2017

Upload: others

Post on 30-Jan-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PEMANFAATAN ASAP CAIR SEKAM PADI DENGAN KONSENTRASI DAN

    LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA TERHADAP MUTU IKAN KERING

    KUNIRAN (Upeneus moluccensis)

    SKRIPSI

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

    JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN

    Oleh :

    NUR FIRDANIYA A.

    NIM. 105080301111007

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    UNIVERSITAS BRAWUJAYA

    MALANG

    2017

  • PEMANFAATAN ASAP CAIR SEKAM PADI DENGAN KONSENTRASI DAN

    LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA TERHADAP MUTU IKAN KERING

    KUNIRAN (Upeneus moluccensis)

    SKRIPSI

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

    JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN

    Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan

    Di Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan

    Universitas Brawijaya

    Oleh :

    NUR FIRDANIYA A.

    NIM. 105080301111007

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    UNIVERSITAS BRAWUJAYA

    MALANG

    2017

  • Judul : PEMANFAATAN ASAP CAIR SEKAM PADI

    DENGAN KONSENTRASI DAN LAMA

    PERENDAMAN YANG BERBEDA TERHADAP

    MUTU IKAN KERING KUNIRAN (Upeneus

    moluccensis)

    Nama Mahasiswa : NUR FIRDANIYA A

    NIM : 105080301111007

    Program Studi : Teknologi Hasil Perikanan

    PENGUJI PEMBIMBING:

    Pembimbing 1 : IR. DARIUS M.BIOTECH

    Pembimbing 2 : DR. IR. YAHYA, MP

    PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:

    Dosen Penguji 1 : DR.IR. DWI SETIJAWATI, M.Kes

    Dosen Penguji 2 : EKO WALUYO, SPi, MSc

    Tanggal Ujian : 31 Juli 2017

  • PERNYATAAN ORISINALITAS

    Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini

    benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan

    saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan

    oleh orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam

    daftar pustaka.

    Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

    penjilplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

    tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

    Malang, Agustus 2017

    Mahasiswa

    Nur Firdaniya A.

  • DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Blitar tanggal 12 Agustus 1992 dan merupakan anak

    pertama dari tiga bersaudara pasangan suami istri Aminudin Rois dan Alviah.

    Pendidikan yang telah ditempuh penuh yaitu SDN Sidoklumpuk II (1998-2004).

    Penulis kemudian melanjutkan pendidikan formal di SMPN 1 Udanawu (2004-

    2007) dan MA Negeri Sidoarjo (2007-2010). Pada tahun 2010, penulis

    melanjutkan pendidikan di Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan

    Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang melalui jalur PSB.

    Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

    penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Asap Cair

    Sekam Padi Dengan Konsentrasi Dan Lama Perendaman Yang Berbeda

    Terhadap Mutu Ikan Kering Kuniran (Upeneus moluccensis)”.

  • UCAPAN TERIMAKASIH

    Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkah,

    rahmat-Nya, penulis bisa menyelesaikan Laporan Skripsi ini. Laporan Skripsi ini

    merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas

    Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang.

    Dalam penyusunan Laporan Skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan

    bantuan berbagai pihak. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis

    sampaikan kepada:

    1. Allah SWT yang selalu memberikan saya kenikmatan berupa kesehatan dan

    Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan bagi umat muslim.

    2. Kedua orang tua yang selalu saya hormati dan cintai di rumah atas doa

    motivasi dan segala dukungan moril maupun spiritual.

    3. Bapak Ir. Darius M. Biotech selaku dosen pembimbing I yang telah banyak

    membantu dalam mengarahkan dan membimbing dalam pembuatan skripsi.

    4. Bapak Dr. Ir. Yahya, MP selaku dosen pembimbing II yang telah banyak

    membantu dalam mengarahkan dan membimbing dalam pembuatan skripsi.

    5. Dedy Dwi Cahyono yang selalu tak henti-hentinya memberi semangat dan

    membantu baik secara moril dan materiil.

    6. Dewi Khamilatur THP 2010 yang telah membantu dengan sepenuh hati, dan

    memberi semangat.

    7. Yuzi Dian Sari teman kosan yang telah selalu saya repotkan, membantu

    dengan sepenuh hati, dan memberi semangat.

    8. Adik-adik saya yaitu Shela dan Fadin yang selalu memberi semangat.

    9. Pihak-pihak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

    Laporan Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan

    saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap juga

    Laporan skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi bagi pihak yang

    membutuhkan.

    Malang, Juli 2017

    Penulis

  • RINGKASAN

    NUR FIRDANIYA A (105080301111007). Pemanfaatan Asap Cair Sekam Padi Dengan Konsentrasi Dan Lama Perendaman Yang Berbeda Terhadap Mutu Ikan Kering Kuniran (Upeneus moleccensis) (dibawah bimbingan Ir. Darius M. Biotech dan Dr. Ir. Yahya, MP).

    Banyak masyarakat yang masih menggunakan metode pengasapan tradisional. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan asap cair masih jarang digunakan masyarakat Indonesia. Penggunaan asap cair dalam pengawetan ikan dapat dimanfaatkan untuk menambah citarasa yang diinginkan serta dapat mengawetkan produk perikanan agar lebih tahan lama.

    Asap cair merupakan hasil sampingan dari industri arang aktif yang mempunyai nilai ekonomis tinggi daripada dibandingkan dengan dibuang ke atmosfir. Asap cair diperoleh dari pengembunan asap hasil penguraian senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam kayu saat proses pirolisis.

    Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai Juni 2016, bertempat di Laboratorium Perekayasaan Perikanan, Laboratorium Pengujian Mutu Keamanan Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang, Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Laboratorium Keamanan Pangan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang.

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode eksperimen dengan rancangan percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari tiga perlakuan dan empat ulangan. Variabel bebas dalam penelitian adalah garam 30% + asap cair 0%, garam 30% + asap cair 3%, garam 0% + asap 3% dan lama perendaman 12 jam, 24 jam. Sedangkan variabel terikatnya adalah aw, kadar air dan TVB.

    Nilai Aw terendah terdapat pada konsentrasi garam 30% + asap 3% pada lama perendaman 12 jam (B1) yaitu sebesar 0,77%. Nilai kadar air terendah terdapat pada konsentrasi garam 0% + asap 3% pada lama perendaman 12 jam (C1) yaitu sebesar 27,05%. Nilai TVB terendah terdapat pada konsentrasi garam 0% + asap 3% pada lama perendaman 12 jam (B1) yaitu sebesar 5,30mgN/100g.

    Berdasarkan hasil identifikasi GC-MS dari asap cair sekam padi pada 4 golongan yaitu asam, fenol, alkohol dan keton. Senyawa yang dominan pada asap cair sekam padi yaitu fenol sebesar 28,76% dalam senyawa lain, sehingga etanol tidak berdiri sendiri dalam satu kesatuan kandungan dalam persen asap cair sekam padi, melainkan masih berikatan dengan senyawa lain.

  • DAFTAR ISI

    Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................................... iii UCAPAN TERIMAKASIH .................................................................................... iv RINGKASAN ........................................................................................................ v DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ viii DAFTAR TABEL ................................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2 1.3 Hipotesis .................................................................................................... 2 1.4 Tujuan Penelitian........................................................................................ 3 1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan ............................................................................................................ 4 2.2 Ikan Kuniran ............................................................................................... 5 2.3 Pengasapan ............................................................................................... 8

    2.3.1 Definisi Pengasapan .......................................................................... 8 2.3.2 Macam-Macam Pengasapan ............................................................. 9

    2.4 Asap Cair ................................................................................................. 13 2.4.1 Definisi Asap Cair ............................................................................. 13 2.4.2 Fungsi Asap Cair .............................................................................. 14 2.4.3 Proses Pembuatan Asap Cair ........................................................... 15 2.4.4 Komposisi Asap Cair ....................................................................... 16 2.4.5 Keuntungan Asap Cair ..................................................................... 17

    2.5 Asap Cair Sekam Padi............................................................................... 20 2.6 Aktivitas Air atau Aktivity Water (Aw) .......................................................... 20 2.7 Kadar Air ................................................................................................... 22 2.7 TVB (Total Volatile Base) ........................................................................... 23

    BAB III METODE PENELITIAN

    3.1 Lokasi Penelitian ....................................................................................... 24 3.2 Vaariabel Penelitian .................................................................................. 24

    3.2.1 Variabel Bebas ................................................................................. 24 3.2.2 Variabel Terikat ................................................................................ 25 3.2.3 Variabel Terkendali ........................................................................... 25

    3.3 Alat dan Bahan .......................................................................................... 25 3.3.1 Alat ................................................................................................... 25 3.3.2 Bahan ............................................................................................... 26

    3.4 Prosedur Kerja ........................................................................................... 26 3.4.1 Preparasi Sampel Ikan Kuniran ......................................................... 26 3.4.2 Preparasi konsentrasi Asap Cair dan Garam ..................................... 26 3.4.3 Pembuatan Ikan Kuniran Asap Cair Kering ........................................ 27 3.4.4 Rancangan Percobaan ...................................................................... 28

  • 3.5 Prosedur Analisis Parameter Uji ................................................................ 29 3.5.1 Pengujian Aw ...................................................................................... 29 3.5.2 Pengujian Kadar Air ........................................................................... 29 3.5.3 Pengujian Total Volatile Base (TVB) ................................................. 30 3.5.4 GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) ......................... 31

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Konsentrasi dan Lama Perendaman ......................................................... 32 4.2 Uji Aw ........................................................................................................................................................................... 33 4.3 Uji Kadar Air .............................................................................................. 35 4.4 Uji TVB ...................................................................................................... 38 4.5 Uji Organoleptik ......................................................................................... 40

    4.5.1 Aroma ................................................................................................ 40 4.5.2 Tekstur............................................................................................... 42 4.5.3 Warna ................................................................................................ 45

    4.6 Komponen Asap Cair Sekam Padi Menggunakan GC-MS ........................ 47

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 49 5.2 Saran ........................................................................................................ 50

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 51 LAMPIRAN .......................................................................................................... 55

  • DAFTAR GAMBAR

    Halaman Gambar 1. Ikan Kuniran ........................................................................................ 6 Gambar 2. Skema Pembuatan Ikan Kering Kuniran ............................................. 27 Gambar 3. Grafik Lama Perendaman 12 jam pada Aw. ........................................ 33 Gambar 4. Grafik Lama Perendaman 24 jam pada Aw ......................................... 35 Gambar 5. Grafik Lama Perendaman 12 jam pada Kadar Air .............................. 36 Gambar 6. Grafik Lama Perendaman 24 jam pada Kadar Air .............................. 37 Gambar 7. Grafik Lama Perendaman 12 jam pada TVB ...................................... 38 Gambar 8. Grafik Lama Perendaman 24 jam pada TVB ...................................... 40 Gambar 9. Grafik Lama Perendaman 12 jam pada Aroma .................................. 41 Gambar 10. Grafik Lama Perendaman 24 jam pada Aroma ................................ 42 Gambar 11. Grafik Lama Perendaman 12 jam pada Tekstur ............................... 43 Gambar 12. Grafik Lama Perendaman 24 jam pada Tekstur ............................... 44 Gambar 13. Grafik Lama Perendaman 12 jam pada Warna ................................ 45 Gambar 14. Grafik Lama Perendaman 24 jam pada Warna ................................ 46 Gambar 15. Hasil GC-MS Asap Cair Sekam Padi ................................................ 47

  • DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Komposisi Kimia Ikan .............................................................................. 5 Tabel 2. Perbedaan Pengasapan Panas dan Pengasapan Dingin ....................... 11 Tabel 3. Perbedaan Kualitas Asap Cair Sekam Padi ........................................... 19 Tabel 4. Proporsi Penentuan Konsentrasi ........................................................... 28 Tabel 5. Notasi pada Uji Aw .................................................................................. 34 Tabel 6. Notasi pada Uji Kadar Air ....................................................................... 37 Tabel 7. Notasi pada Uji TVB ............................................................................... 39 Tabel 8. Hasil Identifikasi Senyawa Asap Cair Sekam Padi ................................. 47

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman Lampiran 1. Gambar Pembuatan Ikan Kering Kuniran ......................................... 55 Lampiran 2. Lembarr Uji Organoleptik ................................................................. 57 Lampiran 3. Uji Aw................................................................................................ 58 Lampiran 4. Uji Kadar Air ..................................................................................... 61 Lampiran 5. Uji TVB ............................................................................................. 64 Lampiran 6. Organoleptik Aroma ......................................................................... 67 Lampiran 7. Organoleptik Tekstur ........................................................................ 70 Lampiran 8. Organoleptik Warna ......................................................................... 73 Lampiran 9. Hasil GC-MS .................................................................................... 76

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Banyak masyarakat yang masih menggunakan metode pengasapan tradisional.

    Hal ini membuktikan bahwa penggunaan asap cair masih jarang digunakan

    masyarakat Indonesia. Penggunaan asap cair dalam pengawetan ikan dapat

    dimanfaatkan untuk menambah citarasa yang diinginkan serta dapat mengawetkan

    produk perikanan agar lebih tahan lama.

    Menurut Edinov dkk (2013), asap cair merupakan hasil sampingan dari industri

    arang aktif yang mempunyai nilai ekonomis tinggi daripada dibandingkan dengan

    dibuang ke atmosfir. Asap cair diperoleh dari pengembunan asap hasil penguraian

    senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam kayu saat proses pirolisis.

    Beberapa jenis limbah pertanian seperti bonggol jagung, sekam padi, ampas tebu,

    kulit kacang tanah, tempurung dan sabut kelapa, perdu, kayu mangrove berpotensi

    memiliki kandungan senyawa antioksidan fenol dan antibakteri yang dapat

    mengawetkan dan memberi rasa sedapppada produk ikan asap (Winoto, 2005).

    Menurut Swastawati (2011), pemanfaatan asap cair sebagai alternatif metode

    pengasapan ikan yang murah, mudah diterapkan dan ramah lingkungan karena di

    Indonesia memiliki kekayaan alam flora yang menghasilkan limbah kayu yang dapat

    dimanfaatkan sebagai bahan baku asap cair. Sekaligus penerapannya dapat

    dilakukan pada industri pengasapan ikan di Indonesia.

    Menurut Indrawati dkk (2013), asap cair merupakan hasil sampingan dari

    industri arang aktif tersebut yang mempunyai nilai ekonomi tinggi jika dibandingkan

    ke atmosfir. Asap cair diperoleh dari pengembunan asap hasil penguraian senyawa-

    senyawa organik yang terdapat dalam kayu saat proses pirolisis. Asap cair

  • 2

    merupakan salah satu hasil pirolisis tanaman atau kayu pada suhu 4000C.

    Kondensasi asap yang dihasilkan melalui cerobong reaktor pirolisis akan

    menghasilkan asap cair. Proses kondensasi asap menjadi asap cair sangat

    bermanfaat bagi perlindungan pencemaran udara yang ditimbulkan oleh proses

    pirolisis (Prima, 2013).

    Penelitian tentang kegunaan asap cair untuk mengawetkan ikan sudah

    banyak dilaporkan. Namun penelitian itu dilakukan pada ikan-ikan konsumsi kecil

    atau ikan-ikan yang dibudidayakan. Oleh karena tujuan dari penelitian ini adalah

    diversifikasi produk dan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asap cair yang

    berbeda dan lama waktu perendaman pada ikan kuniran kering.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan paparan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian adalah :

    1. Apakah pengaruh konsentrasi asap cair yang berbeda terhadap kadar air, Aw

    (Activity Water), TVB (Total Volatile Base) dan organoleptik pada ikan kering

    kuniran?

    2. Apakah pengaruh lama waktu perendaman terhadap kadar air, Aw (Activity

    Water), TVB (Total Volatile Base) dan organoleptik pada ikan kering kuniran?

    1.3 Hipotesa

    Hipotesa dalam penelitian ini adalah produk ikan kuniran kering yang

    menggunakan asap cair dan lama waktu yang perendaman akan menghasilkan

    mutu ikan yang berkualitas, dan lebih tahan lama dalam penyimpanan.

  • 3

    1.4 Tujuan Penelitian

    Tujuan dari rencana penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Mengetahui pengaruh konsentrasi asap cair beda terhadap kadar air, Aw

    (Activity Water), TVB (Total Volatile Base) dan organoleptik pada ikan kering

    kuniran.

    2. Mengetahui pengaruh lama waktu perendaman terhadap kadar air, Aw

    (Activity Water), TVB (Total Volatile Base) dan organoleptik pada ikan kering

    kuniran.

    1.5 Manfaat Penelitian

    Manfaat dari penelitian ini adalah:

    1. Menambah nilai guna pada ikan kuniran kering

    2. Menambah produk olahan atau diversifikasi produk

  • 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Ikan

    Ikan (pisces) yaitu hewan bertulang belakang (termasuk vertebrata),

    habitatnya di perairan, bernafas dengan insang, bergerak dan menjaga

    keseimbangan tubuhnya menggunakan sirip-sirip, bersifat berdarah dingin. Ikan

    mempunyai komposisi yang bevariasi baik antar spesies, antar individu dalam satu

    spesies yang sama dan bahkan antar bagian dalam satu individu ikan (Sakti,

    2008).

    Menurut Boris (2008), ikan sebagai sumber protein hewani, mempunyai

    nilai gizi yang tinggi. Hal ini disebabkan karena kandungan proteinnya yang cukup,

    baik jumlah maupun mutunya : kandungan kolestrol rendah, lemak ikan

    mengandung asam-asam lemak tidak jenuh, ikan mengandung mineral-mineral

    dengan kadar air tinggi dan daging ikan mempunyai sedikit tenunan pengikat

    sehingga mudah dicerna. Komposisi kimia ikan tergantung pada spesies, umur,

    jenis kelamin dan musim penangkapan.serta ketersediaan pakan di air, habitat

    dan kondisi lingkungan. Kandungan protein dan mineral daging ikan relative

    konstan, tetapi kadar air dan kadar lemak sangat berfluktuasi (Irianto dan Soesilo,

    2008).

    Menurut Susanto (2006), ikan banyak mengandung unsur organik dan

    anorganik, yang berguna bagi manusia. Namun ikan juga mengalami proses

    pembusukan setelah ditangkap dan mati. Ikan perlu ditangani dengan baik agar

    tetap dalam kondisi yang layak untuk dikonsumsi dalam waktu sehari setelah

    ditangkap. Berbagai cara pengawetan ikan telah banyak dilakukan, tetapi

    sebagian diantaranya tidak mampu mempertahankan sifat-sifat ikan yang alami.

  • 5

    Salah satu cara mengawetkan ikan yang tidak merubah sifat alami ikan adalah

    pendinginan dan pembekuan. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk

    mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan

    bakteri untuk berkembang biak. Adapun komposisi kandungan ikan sebagai

    berikut :

    Tabel 1. Komposisi Kimia Ikan

    No Kandungan Besaran (%)

    1 Potein 16 - 24

    2 Lemak 0,2 - 2,2

    3 Air 56 - 80

    4

    Mineral (Ca, Na, K, J, Mn),

    Vitamin (A, B, D) dll 2,5 - 4,5

    Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung berbagai

    macam zat, selain harga yang umumnya lebih murah, absorpsi protein ikan lebih

    tinggi dibandingkan dengan produk hewani lain seperti daging sapi dan ayam,

    karena daging ikan mempunyai serat-serat protein lebih pendek daripada serat-

    serat protein daging sapi atau ayam. Jenisnya punsangat beragam dan

    mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya adalah mengandung omega 3 dan

    omega 6 dan kelengkapan komposisi asam amino (Pandit, 2008).

    2.2 Ikan Kuniran

    Menurut Sedayu dkk (2015), ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan kecil

    yang memiliki nilai ekonomis rendah. Ikan ini merupakan hasil tangkapan yang cukup

    tinggi kelimpahannya dan banyak ditemukan di tempat pendaratan ikan di wilayah

    pesisir utara Jawa. Ikan kuniran juga menyebar diseluruh lautan yang bersuhu sedang

  • 6

    sampai hangat.ikan kuniran yang berada disekitar negara Turki mempunyai kurang

    lebih 11 kandungan mineral yang terdapat pada sirip dan dagingnya (Kemal, 2011).

    Menurut Budi dan Ardi (2009), klarifikasi ikan kuniran (Upeneus moluccensis)

    adalah :

    Kingdom : Animalia

    Filum : Chordata

    Subfilum : Vertebrata

    Kelas : Actinopterygii

    Subkelas : Actinopterygii

    Ordo : Percifomes

    Subordo : Percoidei

    Famili : Mullidae

    Genus : Upeneus

    Spesies : Upeneus Moluccensis

    Nama FAO : Goldband goatfish

    Nama Indonesia : Kuniran, Biji Nangka, Kunir, Kakunir, Kuning

    Gambar 1. Ikan kuniran

  • 7

    Ikan kuniran hidup di perairan dengan dasar berlumpur, panjang ikan dapat

    mencapai ukuran 20 cm, serta tersebar luas di Indo-Pasifik Barat (Peristiwady, 2006).

    Umumnya ikan-ikan demersal jarang sekali migrasi ke daerah yang jauh. Hal ini terjadi

    karena ikan demersal mencari makan pada dasar perairan sehingga meraka hidup di

    perairan dangkal. Ikan kuniran jarang mengadakan ruaya melewati laut dalam dan

    cenderung menyusuri tepi pantai (Mubarokhah, 2008).

    Menurut Safitri (2012), morfologi ikan kuniran antara lain badannya memanjang,

    tinggi badan hampir sama dengan panjang kepala, dan lengkung kepala bagian atas

    cembung. Sungut dengan ujung tidak melewati atau bagian belakang tulang penutup

    insang bagian depan. Maxilia (rahang atas) hampir mencapai garis tegak bagian depan

    mata. Panjang sirip perut (ventral) adalah 2/3 dari panjang sirip dada (pectoral). Kepala

    dan badan bagian atas berwarna merah terang sampai keunguan, bagian bawah putih

    keperakan dengan strip memanjang mulai dari belakang mata sampai dasar ekor

    bagian atas. Sungut berwarna putih keunguan. Ujung bagian atas sirip ekor mempunyai

    6-7 garis melintang. Ujung tepi sirip ekor (caudal) bagian bawah berwarna keputihan.

    Menurut Rahmandar (2006), ikan kuniran mempunyai komposisi gizi yang

    lengkap dengan kandungan protein 15,43 % dari seluruh total gizi yang dikandungnya.

    Protein ikan dibedakan menjadi miofibril, sarkoplasma dan stroma. Miofibril ialah protein

    dengan prosentase paling besar yaitu 70 – 80%. Komposisi untuk fillet ikan kuniran

    kering terdiri dari protein 60,8 %, lemak 2,9 %, abu 4,3 % dan kadar air 1,4 % (Boris,

    2008).

  • 8

    2.3 Pengasapan

    2.3.1 Definisi Pengasapan

    Menurut Swastawati (2011), pengasapan adalah salah satu metode

    pengawetan ikan yang merupakan kombinasi proses-proses penggaraman

    (brinning), pemanasan (cooking), dan pengasapan (smoking). Metode yang

    digunakan adalah penerapan asap cair karena memiliki kelebihan-kelebihan yang

    tidak dimiliki oleh pengasapan tradisional yaitu mudah diaplikasikan dalam

    konsentrasi rendah sehingga lebih hemat. Di samping itu komponen karsinogenik

    dapat dipisahkan, efek antioksidan dan antimikrobanya juga lebih menonjol.

    Pengasapan adalah salah satu cara memasak, member aroma, atau proses

    pengawetan makanan, terutama daging dan ikan. Bahan pangan yang diasapi

    dengan panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu, dan tidak

    diletakkan dekat dengan api agar tidak terpanggang atau terbakar (Suryanto, 2009).

    Tujuan pengasapan antara lain untuk meningkatkan flavor dan penampakan

    permukaan produk yang menarik. Daging atau ikan yang diasap untuk

    mengawetkan dan menambah cita rasa. Pengasapan juga dapat menghambat

    oksidasi lemak dalam bahan pangan tersebut (Himawati, 2010).

    Menurut Mareta dan Awami (2011), pengasapan adalah cara pengawetan

    atau pengolahan ikan dengan menggunakan asap yang berasal dari hasil

    pembakaran arang kayu atau tempurung kelapa, sabut, serbuk gergaji atau sekam

    padi. Dalam hal ini dalam asap terkandung senyawa-senyawa yang mempunyai

    sifat mengawetkan, seperi senyawa fenol, formaldehid dan lain-lain. Asap yang

    terbentuk karena pembakaran yang tidak sempurna, yaitu pembakaran dengan

    jumlah oksigen yang terbatas. Pengasapan ikan dilakukan dengan tujuan : 1). Untuk

    mengawetkan ikan, 2). Untuk memberikan rasa dan aroma yang khas (Murniyati,

    2000).

  • 9

    2.3.2 Macam - Macam Pengasapan

    Salah satu metode pengasapan adalah menggunakan asap cair. Kelebihan

    dari penggunaan asap cair dalam pengasapan adalah dapat memperoleh produk

    yang seragam atau produk yang dihasilkan memiliki bentuk dan mutu yang tidak

    bervariasi, mengurangi polusi lingkungan, flavor, dan cita rasa yang khas hampir

    sama dengan ikan asap secara tradisional (Agustina dkk, 2013). Banyaknya

    masyarakat yang masih menggunakan metode pengasapan secara tradisional

    membuktikan bahwa cara pengawetan menggunakan asap cair masih digunakan

    secara luas oleh masyarakat maupun dalam indutri makanan (Edinov dkk, 2013)

    Metode pengasapan ada 4, yaitu : pengasapan dingin (cold smoking),

    pengasapan panas, pengasapan listrik (electric smoking), pengasapan liquid / cair.

    Pengasapan dingin adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang

    diasap agak jauh dari sumber asap, dengan suhu penyimpanan tidak terlalu tinggi,

    cukup 30ºC - 60ºC. Pengasapan panas, ikan yang akan diasapi didekatkan sangat

    dekat dengan sumber asap, sehingga suhu pengasapan mencapai 1000C dan ikan

    masak sebagian disebut juga dengan proses pemanggangan ikan. Pengasapan

    listrik yaitu pengasapan dengan menggunakan muatan listrik untuk membantu

    meletakkan partikel asap ke tubuh ikan. Pengasapan liquid / cair, ikan dicelupkan ke

    dalam larutan asap (Yusroni, 2009).

    Menurut Muelyanto (1992), Pengasapan dapat membunuh bakteri, seperti

    juga pada prsoes pengaraman dan pengeringan. Daya bunuh ini tergantung pada

    lama pengasapan dan tebalnya asap. Pada umumnya terdapat dua cara

    pengasapan, yaitu pengasapan panas dan pengasapan dingin.

  • 10

    a. Pengasapan Panas (Hot Smoking)

    Pengasapan panas dengan suhu 65-800C sebenarnya merupakan usaha

    pemanggangan ikan (barbecuing) secara perlahan-lahan. Disamping menyerap

    asap, ikan juga menjadi matang. Rasa ikan ini sangat sedap dan berdaging lunak,

    tetapi tidak tahan lama kecuali bila suhu ruangan rendah. Hal ini disebabkan oleh

    kadar air dalam daging ikan masih tinggi.

    b. Pengasapan Dingin (Cold Smoking)

    Pada pengasapan dingin, suhu diatur 40-500C dan lamanya dapat beberapa

    hari sampai dua minggu. Selama pengasapan, ikan akan menyerap banyak asap

    dan menjadi kering sebab airnya menguap terus. Supaya tahan lama, biasanya ikan

    diasapi dengan cara ini. Sedangkan untuk ikan-ikan yang akan segera dimakan,

    lebih baik di asapi dengan pengasapan panas.

    Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), pengasapan dapat dilakukan

    dengan dua cara, yaitu pengasapan panas (hot smoking) dan pengasapan dingin

    (cold smoking), namun dewasa ini seiring dengan perkembangan jaman

    pengasapan juga bisa dilakukan dengan pengasapan elektrik serta pengasapan cair

    (liquid). Lebih jelas mengenai jenis - jenis pengasapan adalah sebagai berikut :

    1. Pengasapan Panas

    Menurut Abu Faiz (2008), pengasapan panas (hot smoking) adalah proses

    pengasapan ikan dimana akan diasapi diletakkan cukup dekat dengan sumber

    asap.Suhu sekitar 70–100 oC, lamanya pengasapan 2 – 4 jam. Pengasapan panas

    dengan mengunakan suhu pengasapan yang cukup tinggi, yaitu 80-90oC. Karena

    suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek, yaitu 3 - 8 jam dan bahkan

    ada yang hanya 2 jam. Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan

    perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap.

  • 11

    Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif

    sehingga dapat mencegah kebusukan. Proses pengawetan tersebut juga

    dikarenakan karena asap. Jika suhu yang digunakan 30-50oC maka disebut

    pangasapan panas dengan suhu rendah dan jika suhu 50-90oC, maka disebut

    pangasapan panas pada suhu tinggi (Adawyah, 2007).

    2. Pengasapan Dingin

    Menurut Abu Faiz (2008), pengasapan dingin (cold smoking) adalah proses

    pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang akan diasap agak jauh dari sumber

    asap (tempat pembakaran kayu), dengan suhu sekitar 40 – 50 oC dengan lama

    proses pengasapan beberapa hari sampai dua minggu. Menambahkan pengertian

    tersebut pengasapan dingin merupakan cara pengasapan pada suhu rendah, yaitu

    tidak lebih tinggi dari suhu 33oC (sekitar 15-33oC). Waktu pengasapannya dapat

    mencapai 4-6 minggu. Penggunaan suhu rendah dimaksudkan agar daging ikan

    tidak menjadi masak atau protein didalamnya tidak terkoagulasi. Akibatnya ikan

    asap yang dihasilkan masih tergolong setengah masak sehingga sebelum ikan asap

    disantap masih perlu diolah kembali menjadi produk siap santap (Adawyah, 2007).

    Dari tulisan di atas maka dapat disimpulkan perbedaan antara pengasapan

    panas dan pengasapan dingin, adalah sebagai berikut :

    Tabel 2 : Beberapa perbedaan pengasapan panas dan pengasapan dingin

    Jenis pengasapan Temperetur Waktu Daya awet

    Pengasapan dingin 40-50°C 1-2 minggu 2-3 minggu sampai bulan

    Pengasapan panas 70-100°C Beberapa jam Beberapa hari

    Sumber : (Murniyati dan Sunarman, 2000)

  • 12

    3. Pengasapan Elektrik

    Ikan asap dengan asap dari pembakaran gergaji (serbuk gergaji) yang

    dilewatkan medan listrik dengan tegangan tinggi. Ikan pun mengalami tahap

    pengeringan untuk mempersiapkan permukaan ikan menerima partikel asap,

    kemudian tahap pengasapan, dan tahap pematangan. pada ruang pengasap

    dipasang kayu melintang dibagian atas dan dililiti kabel listrik. Ikan digantung

    dengan kawat pada kayu berkabel listrik tersebut (Adawyah, 2007).

    4. Pengasapan cair

    Menurut Susanti dkk (2009), proses pengasapan secara langsung yang umum

    dilakukan oleh perajin ikan asap memiliki kelemahan, di antaranya produksi asap

    sulit dikendalikan dan pencemaran asap dapat mengganggu kesehatan pekerja dan

    lingkungan. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu diupayakan proses

    pengasapan yang aman dan bebas pencemaran, tetapi tujuan proses pengasapan

    tetap tercapai. Salah satu alternatif ialah pengasapan menggunakan asap cair, yaitu

    dispersi uap dalam cairan sebagai hasil kondensasi asap dari pirolisis kayu.

    Menurut Mubarokhah (2008), asap cair atau liquid smoke merupakan kondensasi

    alami bersifat cair dari hasil pembakaran kayu yang mengalami aging dan filtrasi

    untuk memisahkan senyawa tar dan bahan-bahan yang tidak diinginkan lainnya.

  • 13

    2.4 Asap Cair

    2.4.1 Definisi Asap Cair

    Asap cair merupakan hasil kondensasi dari pirolisis kayu yang mengandung

    sejumlah senyawa yang terbentuk oleh proses pirolisis konstituen kayu seperti

    selulosa, hemiselulosa dan lignin dengan menggunakan suhu tinggi (400-500oC)

    dengan proses pembakaran dalam ruangan tertutup atau hampa udara dengan

    menggunakan alat penghasil asap cair. Alat penghasil asap cair merupakan alat

    yang digunakan untuk memproduksi asap cair yang terdiri dari tabung pirolisis, pipa

    penyalur asap, penangkap tar, kondensator, dan penampung asap cair (Aulia,

    2011).

    Menurut Indrawati dkk (2013), asap cair merupakan hasil sampingan dari

    industri arang aktif tersebut yang mempunyai nilai ekonomi tinggi jika dibandingkan

    ke atmosfir. Asap cair diperoleh dari pengembunan asap hasil penguraian senyawa-

    senyawa organik yang terdapat dalam kayu saat proses pirolisis. Asap cair

    merupakan salah satu hasil pirolisis tanaman atau kayu pada suhu 4000C.

    Kondensasi asap yang dihasilkan melalui cerobong reaktor pirolisis akan

    menghasilkan asap cair. Proses kondensasi asap menjadi asap cair sangat

    bermanfaat bagi perlindungan pencemaran udara yang ditimbulkan oleh proses

    pirolisis (Prima, 2013).

    Asap cair merupakan suatu campuran larutan dari dispersi koloid asap kayu

    dalam air, yang dibuat dengan mengkondensasikan asap dari hasil pembakaran

    kayu tersebut (Oramahi, 2007). Asap cair merupakan suatu hasil destilasi atau

    pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung maupun langsung dari

    bahan-bahan yang banyak mengandung karbon serta senyawa-senyawa lain

    (Amritama, 2007).

  • 14

    2.4.2 Fungsi Asap Cair

    Menurut Darmadji (1996), pirolisis tongkol jagung yang telah menjadi asap

    cair akan memiliki senywa fenol sebesar 4,13%, karbonil 11,3% asam 10,2%.

    Senyawa-senyawa tersebut mampu mengawetkan makanan sehingga mampu

    bertahan lama karena memiliki fungsi utama yaitu sebagai penghambat

    perkembangan bakteri. Pengawetan dengan asap cair memiliki beberapa

    keunggulan antara lain yaitu lebih ramah dengan lingkungan karena tidak

    menimbulkan pencemaran udara, bisa diaplikasi secara cepat dan mudah, tidak

    membutuhkan instalasi pengasapan, peralatan yang digunakan lebih sederhana

    dan mudah dibersihkan, konsentrasi asap cair yang digunakan bisa disesuaikan

    dengan yang dikehendaki, senyawa-senyawa penting yang bersifat volatil mudah

    dikendalikan (Lestari, 2009).

    Asap cair dapat digunakan sebagai pengawet makanan karena adanya sifat

    antimikroba dan antioksidan senyawa seperti aldehid, asam karboksilat dan fenol.

    Teknik pengasapan dengan menggunakan asap cair memiliki beberapa keuntungan

    dibandingkan dengan teknik pengasapan tradisional. Pengasapan dengan asap cair

    mudah, cepat, keseragaman produk, karakteristik makanan yang didapatkan baik

    serta tidak terdepositnya senyawa karsinogenik, hidrokarbon aromatik polisiklik

    dalam makanan yang diawetkan (Alzecicek, 2011).

    Menurut Marasabessy (2007), saat ini dibidang pertanian asap cair (liquid

    smoke) dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas tanah dan menetralisir asam

    tanah, membunuh hama tanaman dan penyakit, mengontrol pertumbuhan tanaman,

    mempercepat pertumbuhan akar, batang, umbi, daun, bunga dan buah. Asap cair

    hasil pembakaran sekam padi dapat mengusir hama wereng dan jenis hama lainnya

    seperti penggerek batang, kutu dan berbagai penyakit yang bersumber dari bakteri

    serta jamur.

  • 15

    2.4.3 Proses Pembuatan Asap Cair

    Asap cair dari sekam padi, dihasilkan melalui sistem destilasi dari hasil

    pembakaran sekam padi. Awalnya 20-25 kg sekam padi dimasukkan kedalam

    kaleng / drum tertutup dan kemudian dibakar. Asap pembakaran dilewatkan pada

    pipa panjang yang sebagian lehernya dilingkari ember yang berisi air. Air ini

    berfungsi untuk mendinginkan suhu asap supaya terjadi proses pengembunan.

    Embun dari hasil pembakaran sekam padi ditampung, kemudian jadilah asap cair.

    Pembakaran dari 20-25 kg sekam padi dapat menghasilkan 0,5-0,75 liter asap cair

    (Oramahi, 2007).

    Menurut Indrawati dkk (2013), tempurung kelapa kering sebanyak ± 2000

    gram dimasukkan ke wadah stainless steel, kemudian ditutup untuk dilakukan

    pirolisis. Rangkaian alat kondensasi dipasang dan pemanasan pun dilakukan.

    Kondensasi diakhiri sampai asap cair tidak ada yang menetes ke dalam tabung

    penampung. Cairan yang diperoleh merupakan campuran heterogen antara asap

    cair dan tar. Cairan disimpan selama satu minggu agar tar dan pengotornya

    mengendap, kemudian disaring. Filtrat digunakan untuk proses selanjutnya.

    Salah satu cara untuk membuat asap cair adalah dengan

    mengkondensasikan asap hasil pembakaran tidak sempurna dari kayu. Selama

    pembakaran, komponen kayu seperti hemiselulosa, selulosa, dan lignin akan

    mengalami pirolisis yang menghasilkan tiga kelompok senyawa yaitu senyawa

    mudah menguap yang dapat dikondensasikan, gas-gas yang tidak dapat

    dikondensasikan dan zat padat berupa arang (Mutmainnah, 2010).

  • 16

    2.4.4 Komposisi Asap Cair

    Menurut Swastawati (2008), asap cair merupakan fraksi cairan yang

    mengandung komponen senyawa kimia yang sangat kompleks, terdiri dari aldehid,

    keton, alkohol, asam karboksilat, ester, furan, turunan piran, fenol, turunan fenol

    (senyawa-senyawa fenolat), hidrokarbon dan senyawa-senyawa berpotensi sebagai

    antioksidan.

    Menurut Darmadji (1999), pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair

    dengan kandungan senyawa fenol 4,13%, karbonil 11,3% dan asam 10,2%. Dari

    hasil spektra kromatografi gas, senyawa dominan dari asap cair tempurung kelapa

    tersebut adalah senyawa-senyawa fenolik. Empat senyawa terbesar adalah

    senyawa phenol, Pyrogallol 1,3-dimethyl ether 15,64%, 2-Methoxy-p-cresol 11,53%,

    Pyrogallol trimethyl ether 8,65%, dan p-Ethylguaicol 6,58%. Tidak ditemukan

    senyawa-senyawa PAH, formaldehyde, termasuk Benzo (a) pyren pada asap cair

    yang di uji (Hasbullah dkk, 2007).

    Menurut Ihwan (2008), kandungan asap cair dari proses pembakaran batu

    bata menunjukkan kandungan yang sama dengan kandungan asap cair yang

    selama ini beredar dipasaran. Asap cair yang diperoleh mengandung fenol 0,18 %,

    asam 0,87 %, karbonil 5,19%, benzo(a)pirena 16,24 ppm dan kadar air 92,18 %.

    Berat jenis 1,0134 g/ml dan pH 6,00. Asap cair sekam padi tersebut juga dimurnikan

    dengan destilasi sehingga didapatkan kandungan fenol 0,10 %, asam 0,33 %,

    karbonil 19,45 %, benzo(a)pirena 3,15 ppm dan kadar air 80,06 % dengan berat

    jenis 1,01 g/ml dan pH 4,94.

  • 17

    2.4.5 Keuntungan Asap Cair

    Asap cair tempurung kelapa sawit telah diaplikasikan dalam industri

    pengolahan karet alam, bermanfaat dalam mencegah pertumbuhan bakteri dalam

    pengolahan karet sehingga tidak terjadi bau busuk. Selain itu, asap cair cangkang

    kelapa sawit dimanfaatkan untuk mengurangi bau busuk limbah industri atau

    sampah lainnya. Produk asap cair cangkang kelapa sawit ini bisa juga digunakan

    sebagai pengawet makanan, pupuk organik, pestisida, fungisida, herbisida, dan

    obat-obatan (Oudejans, 1991).

    Menurut Waluyo (2002), Kelebihan penggunaan asap cair dalam pengasapan

    adalah:

    a. Beberapa aroma dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan

    konsentrasi yang lebih tinggi

    b. Lebih intensif dalam pemberian aroma

    c. Kontrol hilangnya aroma lebih mudah

    d. Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan

    e. Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial

    f. Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap

    g. Polusi lingkungan dapat diperkecil

    h. Dapat diaplikasikan ke dalam berbagai kehidupan seperti penyemprotan,

    pencelupan, atau dicampurkan langsung kedalam makanan

  • 18

    Menurut Edinov (2013), asap cair dapat digunakan sebagai pengawet

    makanan karena adanya sifat antimikroba dan antioksidan senyawa. Asap cair

    mempunyai kelebihan-kelebihan antara lain mudah diaplikasikan, konsentrasi asap

    dapat diatur sesuai selera konsumen, produk mempunyai penampakan seragam

    dan ramah lingkungan. Hal lain yang penting adalah asap cair tidak hanya berperan

    dalam membentuk karakteristik sensoris tetapi juga dalam hal jaminan keamanan

    pangan (Swastawati, 2011). Ditambahkan oleh Prananta (2007), asap cair juga

    dapat diaplikasikan untuk proses pengasapan sehingga pencemaran lingkungan

    dan kualitas bahan pangan yang tidak konsistan akibat pengasapan tradisional

    dapat dihindari.

    2.5 Asap Cair Sekam Padi

    Sekam padi merupakan produk samping dari industri penggilingan padi.

    Industri penggilingan dapat menghasilkan 65% beras, 20% sekam padi dan sisanya

    hilang. Jika sejumlah sekam padi yang dihasilkan dari industri penggilingan padi

    tidak dikelola dan dimanfaatkan dengan baik maka akan menimbulkan pencemaran

    lingkungan, padahal dalam sekam padi terdapat senyawa yang dapat dimanfaatkan

    sebagai pembuatan asap cair (Agung dkk, 2013).

  • 19

    Menurut Ihwan (2008), kandungan asap cair dari proses pembakaran batu

    bata menunjukkan kandungan yang sama dengan kandungan asap cair yang

    selama ini beredar dipasaran. Asap cair yang diperoleh mengandung fenol 0,18 %,

    asam 0,87 %, karbonil 5,19%, benzo(a)pirena 16,24 ppm dan kadar air 92,18 %.

    Berat jenis 1,0134 g/ml dan pH 6,00. Asap cair sekam padi tersebut juga dimurnikan

    dengan destilasi sehingga didapatkan kandungan fenol 0,10 %, asam 0,33 %,

    karbonil 19,45 %, benzo(a)pirena 3,15 ppm dan kadar air 80,06 % dengan berat

    jenis 1,01 g/ml dan pH 4,94.

    Tabel 3. Perbedaan Kualitas Asap Cair Sekam Padi

    Menurut Darmadji (1994), aktivitas antibakteri dari asap cair sekam padi

    grade 1 lebih kecil jika dibandingkan dengan asap cair yang diproduksi dari sabut

    kelapa sawit, kelobot jagung, dan tempurung kelapa. Hal ini dapat disebabkan

    karena asap cair sekam padi diproduksi dari bahan dasar kayu sangat lunak

    sehingga kandungan ligninnya sedikit jika dibandingkan dengan bahan dasar

  • 20

    kayu keras seperti hasil pirolisis asap cair tempurung kelapa. Asap yang

    dihasilkan dari pembakaran kayu keras akan berbeda komposisinya dengan

    asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu lunak. Hal ini menyebabkan bahan

    kayu yang keras menghasilkan aroma lebih baik serta lebih kaya kandungan

    senyawa aromatik dan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan

    kayu yang lunak (Girard, 1992).

    Ketahanan bakteri terhadap perlakuan asap cair berbeda-beda ada yang

    sangat peka biasanya pada bakteri patogen dan pembusuk makanan, dan ada

    yang sangat tahan terhadap asap cair yaitu jenis micrococci dan bakteri asam

    laktat. Asam (asam asetat) dari asap cair sekam padi grade 1 mengandung

    bahan aktif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri diakibatkan oleh

    molekul yang tidak terdisosiasi secara langsung dapat mengasamkan

    sitoplasma, merusak tegangan permukaan membran dan hilangnya transport

    aktif makanan melalui membran sehingga menyebabkan destabilisasi

    bermacam-macam fungsi dan struktur komponen sel (Tranggono, 1996).

    2.6 Aktivitas air atau Water Activity (Aw)

    Aktivitas air atau water activity (aw) sering disebut juga air bebas, karena

    mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba danaktivitas reaksi-reaksi kimiawi

    pada bahan pangan. Bahan pangan yang mempunyaikandungan atau nilai aw tinggi

    pada umumnya cepat mengalaami kerusakan, baik akibat pertumbuhan

    mikrobamaupun akibat reaksi kimia tertentu seperti oksidasi dan reaksi enzimatik.

    Aktivitas air pada bahan pangan pada umumnya sangat mudah untuk dibekukan

    maupun diuapkan. Hubungan kadar air dengan aktivitas air (aw) ditunjukkan dengan

    kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi pula nilai

  • 21

    awnya. Kadar air dinyatakan dalam persen (%) pada kisaran skala 0-100,

    sedangkan nilai Aw dinyatakan dalam angka desimal pada kisaran skala 0-1,0

    (Legowo dan Nurmanto, 2004).

    Nilai aw suatu bahan atau produk pangan dinyatakan dalam skala 0 sampai 1.

    Nilai 0 berarti dalam makanan tersebut hanya terdiri dari air murni. Kapang,

    khamir,dan bakteri ternyata memerlukan nilai aw yang paling tinggi untuk

    pertumbuhannya. Nilai aw terendah dimana bakteri dapat hidup adalah 0,86. Bakteri-

    bakteri yang bersifat halofilik atau dapat tumbuh pada kadar garam tinggi dapat

    hidup pada nilai aw yang lebih rendah yaitu 0,75. Sebagian besar makanan segar

    mempunyai nilai aw 0,99. Pada produk pangan tertentu supaya lebih awet biasa

    dilakkukan penurunan nilai aw. Cara menurunkan nilai aw antara lain dengan

    menambahkan suatu senyawa yang dapat mengikat air (Ahmadi dan Estisih, 2009).

    Menurut Winarno (1992), kandungan air dalam bahan makanan

    mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang

    dinyatakan aw yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme

    untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai aw minimum agar

    dapat tumbuh dengan baik,misalnya bakteri aw : 0,90 ; khamir aw : 0,80-0,90 ;

    kapang aw : 0,60-0,70. Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian

    airdalam bahan harus dihilangkan dengan beberapa caratergantung dari jenis bahn.

    Umumnya dilakukan pengeringan dengan penjemuran atau dengan alat pengering

    buatan.

  • 22

    2.7 Kadar Air

    Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukkan

    banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air suatu bahan dapat

    dinyatakan berdasarkan bobot basah (wet basis) atau berdasarkan bobot kering

    (dry basis).kadar air bobot basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100

    persen. Sedangkan kadar air berdasarkan bobot kering dapat lebih dari 100 persen,

    krena pada kadar air basis kering jumlah air pada bahan dibagi dengan berat kering

    bahan (Refli, 2011).

    Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah

    dilakukan pemanasan. Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka kadar

    airnya akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara disekitarnya.

    Kadar air ini disebut dengan kadar air seimbang. Setiap kelembaban relatif tertentu

    dapat menghasilkan kadar air seimbang pula. Dengan demikian dapat dibuat

    hubungan antara kadar air seimbang dengan kelembaban relatif.

    Aktivitas air dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

    Aw = ERH/100

    Aw = aktivitas air

    ERH = kelembaban relatif seimbang

    Bila diketahui kurva hubungan antara kadar air seimbang dengan kelembaban

    relative pada hakikatnya dapat menggambarkan pula hubungan antara kadar air

    dan aktivitas air. Kurva sering disebut kurva Isoterm Sorpsi Lembab (ISL). Setiap

    bahan mempunyai ISL yang berbeda dengan bahaan lainnya. Pada kurva tersebut

    dapat diketahui bahwa kadar air yang sama belum tentu memberikan Aw yang sama

    tergantung macam bahannya.pada kadar air yang tinggi belum tentu memberikan

    Aw yang tinggi bila bahannya berbeda. Hal ini dikarenakan mungkin bahan yang

  • 23

    satu disusun oleh bahan yang dapat mengikat air sehingga air bebas relatif menjadi

    lebih kecil dan akibatnya bahan ini mempunyai Aw yang rendah (Wulanriky, 2011).

    2.8 Total Volatil Base (TVB)

    Total volatile bases (TVB) atau disebut juga basa yang mudah menguap

    terbentuk dalam otot jaringan ikan yang sebagian besar terdiri dari amonia,

    trimethylamine (TMA) dan dimethylamine (DMA) yang kadarnya berbeda-beda

    antara jenis ikan bahkan dalam suatu jenis ikan yang sama. Keadaan dan jumlah

    kadar TVB tergantung kepada mutu kesegaran ikan, makin mundur mutu ikan kadar

    TVB akan meningkat jumlahnya. Kenaikan kadar TVB terutama disebabkan oleh

    aksi bakteri, terbukti dari adanya persesuaian dalam peningkatan jumlah bakteri

    sehingga dapat dipakai untuk mengikuti derajat pembusukan ikan. Dalam ikan yang

    amat segar, fraksi TVB kecil kadarnya dan hampir seluruhnya terdiri dari amonia.

    Tetapi kalau ikan mulai membusuk, terjadi banyak perubahan-perubahan dalam

    sifat maupun dalam kadar dari fraksi TVB dalam daging ikan. (Yunizal dkk, 1998).

    TVB digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat kesegaran ikan dan

    sebagai batasan yang layak untuk dikonsumsi. Ikan benar-benar telah

    busuk ketika kadar TVBnya melebihi 30 mg-N/100 gram (Connell dan

    Oehlenschlager, 1992). Tingkat kebusukan ikan ini juga bisa dideteksi dengan

    penilaian secara sensori. Pada ikan yang dibekukan, hasil uji TVB nya tidak selalu

    konsisten karena hilangnya amina volatile dari ikan yang disimpan dalam es.

    Keragaman TVB berasal dari variasi biologis dalam kandungan prekursornya. Uji

    TVB ini diterapkan pada produk ikan basah, ikan kering dan ikan asap,

    tetapi sedikit diterapkan pada ikan beku (Sofyan Ilyas, 1988).

  • 24

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Lokasi Penelitian

    Penelitian tentang pemanfaatan asap cair sekam padi dengan konsentrasi

    dan lama perendaman yag berbeda terhadap mutu ikan kering kuniran

    (Upeneus moluccensis) dilakukan di Laboratorium Perekayasaan Perikanan

    Fakultas Perikanan dan Laboratorium Pengujian Mutu Keamanan Pangan

    Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang dan Ilmu

    Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Laboratorium

    Keamanan Pangan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya

    Malang. Waktu yang digunakan penelitian pada bulan Maret 2015 – Juni 2016.

    3.2 Variabel Penelitian

    3.2.1 Variabel Bebas

    Konsentrasi dan lama waktu perendaman ikan kuniran (Upeneus

    moluccensis) dalam asap cair sekam padi sebagai variabel bebas. Konsentrasi

    yang digunakan dalam penelitian ini adalah garam 30% + asap cair 0%, garam

    30% + asap cair 3%, garam 0% + asap 3%. Sedangkan lama waktu perendaman

    dilakukan selama 12 jam dan 24 jam.

  • 25

    3.2.2 Variabel Terikat

    Kadar air, Aw (Activity water), dan TVB (Total Volatile Base) merupakan

    variabel terikat. Kadar air dengan metode pengeringan konstan, Aw (Activity

    water) dianalisis menggunakan Aw meter, dan TVB (Total Volatile Base) dianalisis

    dengan metode cawan Conway.

    3.2.3 Variabel Terkendali

    Suhu pengovenan, volume asap cair sekam padi serta volume garam

    merupakan variabel terkontrol. Ikan kuniran dioven dengan suhu 70oC dan volume

    asap cair sekam padi untuk merendam ikan kuniran yaitu 3% dari volume air

    perendaman yaitu 3000 ml serta untuk volume garam yaitu 30%.

    3.3 Alat dan Bahan

    3.3.1 Alat

    Alat yang digunakan dalam penelitian adalah oven, desikator, timbangan

    analitik, crushable tank, loyang, cawan conway, inkubator, mortal dan alu,

    timbangan digital, beaker glass, spatula, erlenmeyer, labu ukur, biuret, corong,

    loyang, cawan petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet serologis, pipet tetes,

    bola hisap, pisau, baskom, sprayer, Bunsen, panci, colony counter, autoklaf,

    gelas ukur.

  • 26

    3.3.2 Bahan

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : asap cair

    sekam padi (Laboratorium Kimia Politeknik Negeri Malang), ikan kuniran (Upeneus

    moluccensis) di pasar Blimbing Kota Malang, garam, baskom, aquadest, kertas

    label, alumunium foil, H3BO3, K2CO3 jenuh, TCA 7%, HCL 0,014N, vaselin,

    kertas saring, indikator tashiro, tissue, BaCL2 (Berium klorida).

    3.4 Prosedur Kerja

    3.4.1 Preparasi sampel ikan kuniran

    Sebelum diolah menggunakan asap cair sekam padi, ikan kuniran dibersihkan

    dari insang dan kotoran isi perut. Lalu dibelah membentuk ikan terbang.

    3.4.2 Preparasi Konsentrasi Asap Cair Dan Konsetrasi Garam

    Sebelum dilakukan proses ikan kuniran asap cair kering, untuk konsentrasi

    asap cair diencerkan dalam wadah yang berisi aquadest. Konsentrasi asap cair

    yang digunakan 0%, 3% dan konsentrasi garam 0%, 30%.

  • 27

    3.4.3 Pembuatan Ikan Kuniran Asap Cair Kering

    Proses pengeringan ikan kuniran asap cair yang dilakukan pada penelitian ini

    adalah sebagai berikut :

    Ikan kuniran

    Dicuci bersih dan dibelah membentuk ikan terbang

    Direndam asap cair

    12 jam 24 jam

    Di oven pada suhu 700C selama 12 jam

    Analisa

    Produk asap cair Produk ikan

    GCMS Aw Kadar air TVB Organoleptik

    Gambar 2. Skema pembuatan ikan kering kuniran

  • 28

    3.4.4 Rancangan Percobaan

    Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pelakuan percobaan pada penelitian ini

    meliputi perlakuan konsentrasi dan perlakuan lama perendaman. Dalam

    perlakuan konsentrasi, terdapat 3 macam konsentrasi yang berbeda yaitu

    garam 30% + asap cair 0%, garam 30% + asap cair 3%, garam 0% + asap 3%.

    A = Garam 30% + Asap cair 0%

    B = Garam 30% + Asap cair 3%

    C = Garam 0% + Asap cair 3%

    Sedangkan untuk perlakuan lama perendaman ada beberapa perlakuan yaitu :

    1 = 12 jam

    2 = 24 jam

    Tabel 4. Proporsi Penentuan Konsentrasi Berdasarkan Lama Perendaman

    Perlakuan Ulangan

    Konsentrasi Lama

    Perendaman I II III IV

    A

    B

    C

    1

    2

    1

    2

    1

    2

    A1

    A2

    B1

    B2

    C1

    C2

    A1I

    A2I

    B1I

    B2I

    C1I

    C2I

    A1II

    A2II

    B1II

    B2II

    C1II

    C2II

    A1III

    A2III

    B1III

    B2III

    C1III

    C2III

  • 29

    Sehingga ulangan yang dilakukan dalam penelitian ini sebanyak empat kali

    ulangan.

    A1 = Garam 30% + asap cair 0%, lama perendaman 12 jam

    A2 = Garam 30% + asap cair 0%, lama perendaman 24 jam

    B1 = Garam 30% + asap cair 3%, lama perendaman 12 jam

    B2 = Garam 30% + asap cair 3%, lama perendaman 24 jam

    C1 = Garam 0% + asap cair 3%, lama perendaman 12 jam

    C2 = Garam 0% + asap cair 3%, lama perendaman 24 jam

    3. 5 Prosedur Analisis Parameter Uji

    3. 5. 1 Pengujian Aw (Activity Water) (Hypalm, 2001)

    Analisis aktivitas air (aw) dilakukan dengan menggunakan meter Rotronic

    Hygropalm. Sampel seberat 5 gram diletakkan dalam botol/cup dan ditutup serta

    dibiarkan selama 30 menit pada suhu ruang (27oC). setelah itu, sampel dimasukkan

    dalam alat pengukur aw dan alat dijalankan. Nilai aw dari bahan pangan yang diuji

    akan menunjukkan hasil yang tampak pada layar 15 menit setelah alat dijalankan.

    3. 5. 2 Pengujian Kadar Air (AOAC, 1990)

    Timbang sampel sebanyak 2 gram dan diletakkan dalam cawan kosong yang

    sudah ditimbang beratnya, cawan serta tutupnya sebelumnya sudah dikeringkan

    didalam oven serta didinginkan di dalam desikator. Cawan yang berisi sampel

    kemudian ditutup dengan tutup setengah terbuka dan dimasukkan ke dalam oven

    dengan suhu 100 - 1020C selama 6 jam. Setelah di oven cawan tersebut dikeluarkan

    dan didinginkan didalam desikator selama 15 menit dan setelah dingin cawan

    ditimbang. Kadar air dapat ditimbang dengan rumus :

  • 30

    Kadar Air =

    Keterangan : W1 = berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan

    W2 = berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan

    3. 5. 3 Pengujian Total Volatile Base (TVB)

    Sampel sebanyak 2 gram ditimbang lalu ditambah dengan 45 ml larutan TCA

    (Tri Chloro Acetic Acid) 7,5% kemudian dihomogenkan selama 2 menit selanjutnya

    disaring hingga diperoleh filtrat yang jernih. Dipipet 1 ml larutan asam borat 1 %,

    dimasukkan ke dalam inner chamber cawan Conway. Dengan pipet lain, 1 ml filtrat

    dimasukkann ke dalam outer chamber dan pada sisi yang berlawanan dari ruangan

    luar, 1 ml larutan kalium karbonat dimasukkan pada sisi yang lain, pada kondisi ini

    kedua larutan pada outer chamber belum bercampur sehingga posisi cawan

    Conway harus dimiringkan. Bagian pinnggir dari cawan Conway dan penutupnya

    ditetesi dengan sedikit larutan kalium karbonat sehingga diperoleh penutupan yang

    rapat. Setelah cawan ditutup, kedua larutan yang terdapat dalam kedua sisi outer

    chamber cawan Conway dicampur hati-hati selama 1 menit. Setiap kali

    mengerjakan sampel, dikerjakan pula blanko yaitu filtrat diganti dengan larutan TCA

    5%. Semua cawan Conway yang telah disiapkan, diinkubasi selama 2 jam pada

    suhu 350C atau suhu ruang. Selesai inkubasi, asam borat pada inner chamber dari

    cawan blanko dititrasi lebih dahulu dengan larutan HCl 0,014N hingga warna larutan

    asam borat berubah menjadi merah muda (pink).

    Perhitungan :

    Kadar TVB = (ml titrasi sampel – ml titrasi blanko) x (N HCl x 14) x 100/1

  • 31

    3.5.5 GCMS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) (Fowles, 1998)

    Tahap-tahap suatu rancangan penelitian GC/MS:

    1. Sample preparation

    2. Derivatisation

    3. Injeksi

    Menginjeksikan campuran larutan ke kolom GC lewat heated injection port.

    GC/MS kurang cocok untuk analisa senyawa labil pada suhu tinggi karena

    akan terdekomposisi pada awal pemisahan.

    4. GC separation

    Campuran dibawa gaspembawa (biasanya Helium) dengan laju alir tertentu

    melewati kolom GC yang dipanaskan dalam pemanas. Kolom GC memiliki

    cairan pelapis (fasa diam) yang inert.

    5. Detector

    Aspek kualitatif : lebih dari 275.000 spektra massa dari senyawa yang tidak

    diketahui dapat teridentifikasi dengan referensi komputerisasi.

    Aspek kuantitatif : dengan membandingkan kurva standar dari senyawa

    yang diketahui dapat diketahui kuantitas dari senyawa yang tidak diketahui.

    6. Scanning

    Spektra massa dicatat secara reguler dalam interval 0,5-1 detik selama

    pemisahan GC dan disimpan dalam sistem instrumen data untuk

    digunakan dalam analisis. Spektra massa berupa fingerprint ini dapat

    dibandingkan dengan acuan.

  • 32

    BAB IV

    HASIL PEMBAHASAN

    Dalam bab ini akan disajikan hasil pembahasan tentang Pemanfaatan asap

    cair sekam padi dengan konsentrasi dan lama perendaman yang berbeda

    terhadap mutu ikan kering kuniran (Upeneus moluccensis). Pemberian asap cair

    yang berbeda pada ikan kuniran dilakukan dengan cara merendam ikan kuniran

    dalam asap cair sekam padi. Lama perendamannya 12 jam dan 24 jam. Ikan

    kuniran yang telah direndam dengan asap cair sekam padi selanjutnya dioven pada

    suhu 700C selama 12 jam kemudian dianalisis Aw (Activity Water), kadar air, TVB

    (Total Volatil Base) dan organoleptik.

    4.1Konsentrasidan Lama Perendaman

    Konsentrasi asap cair dan garam yang digunakan dalam proses pengapasan

    ditentukan dengan konsentrasi volume / volume. Asap cair yang diperoleh dari

    Laboratorium Kimia Politeknik Negeri Malang diencerkan dengan aquades. Ikan

    Kuniran yang telah dibersihkan isi perut direndam dalam garam 30% + asap 0%,

    ga r am 30% dan asap 3%, dan ga r am 0% + as ap 3%. Dengan lama

    perendaman 12 jam dan 24 jam. Selanjutnya dioven dengan suhu 70oC selama

    12 jam kemudian dianalisis Aw (Activity Water), kadar air, TVB (Total Volatile Base)

    dan organoleptik.

  • 33

    4.2 Uji Aw (Activity Water)

    a. Lama perendaman 12 jam

    Analisis Aw dilakukan untuk mengetahui kadar air pada ikan kuniran setelah

    dilakukan perendaman. Metode yang digunakan dalam analisis Aw pada penelitian

    ini adalah metode Aw. Berdasarkan hasil penelitian ikan kering kunira pada lama

    perendaman 12 jam didapatkan bahwa niali rerata tertinggi garam 0% + asap 30%

    (C1) yakni sebesar 0,81%. Sedangkan nilai rerata terendah garam 30% + asap 3%

    (B1) yaakni sebesar 0,77% dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil ANOVA

    menunjukkan bahwa Fhitung< F0,05 yang dapat diartikan data yang dihasilkan tidak

    berbeda nyata sehingga perlu dilakukan uji lanjut menggunakan uji BNT (Beda

    Nyata Terkecil) dapat dilihat pada Lampiran 3.

    Gambar 3. Grafik lama perendaman 12 jam pada Aw (Activity Water)

    Berdasarkan Gambar 3, lama perendaman 12 jam pada Aw menngalami

    perubahan yang cukup jauh antara perlakuan. B1 (garam 30% + asap 3%) memiliki

    nilai Aw yang paling kecil dan nilai rerata terbaik sebesar 0,77. Menurut Winarno

    (1992), kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan

    makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan aw yaitu jumlah air bebas

    yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai

    0.81

    0.77

    0.79

    0.75

    0.76

    0.77

    0.78

    0.79

    0.8

    0.81

    0.82

    A1 B1 C1

    Re

    rata

    Aw

    Konsentrasi

    Lama perendaman 12 jam

  • 34

    mikroorganisme mempunyai aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik,misalnya

    bakteri aw : 0,90 ; khamir aw : 0,80-0,90 ; kapang aw : 0,60-0,70. Untuk

    memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus

    dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya

    dilakukan pengeringan dengan penjemuran atau dengan alat pengering buatan.

    b. Lama perendaman 24 jam

    Berdasarkan hasil penelitian ikan kering kuniran pada lama perendaman 24

    jam didapatkan bahwa niali rerata tertinggi garam 30% + asap 3% (A2) yakni

    sebesar 0,94%. Sedangkan nilai rerata terendah garam 30% + asap 3% (B2)

    yaakni sebesar 0,90% dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil ANOVA menunjukkan

    bahwa Fhitung< F0,05yang dapat diartikan data yang dihasilkan tidak berbeda nyata

    sehingga perlu dilakukan uji lanjut menggunakan uji BNT (Beda Nyata Terkecil)

    dapat dilihat pada Lampiran 3.

    Tabel 5. Notasi pada uji Aw

    Lama perendaman

    Rata-rata F 1% = 0,098

    12 jam 0,79 a

    24 jam 0,91 b

  • 35

    Gambar 4. Grafik lama perendaman 24 jam pada Aw (Activity Water)

    Berdasarkan Gambar4, lama perendaman 24 jam pada Aw menngalami

    perubahan yang tidak terlalu jauh antara perlakuan. B2 (garam 30% + asap 3%)

    memiliki nilai Aw yang paling kecil dan nilai rerata terbaik sebesar 0,9.menunjukkan

    bahwa semakin lama perendaman, aw ikan kering kuniran mengalami peningkatan.

    Hal ini disebabkan oleh kadar air yang semakin lama perendaman maka semakin

    jelek produk ikan kering kuniran. Menurut Susanto (2009), kadar air mempunyai

    korelasi positif dengan niali aw, yakni semakin rendah kadar air suatu bahan pangan

    maka nilai aw bahan pangan tersebut juga semakin rendah begitu sebaliknya.

    4.3Uji Kadar Air

    a. Lama perendaman 12 jam

    Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui kadar air pada ikan kuniran

    setelah dilakukan perendaman. Metode yang digunakan dalam analisis kadar pada

    penelitian ini adalah metode nilai konstan. Berdasarkan hasil penelitian ikan kering

    kunira pada lama perendaman 12 jam didapatkan bahwa niali rerata tertinggi garam

    30% + asap 3% (B1) yakni sebesar 31,43%. Sedangkan nilai rerata terendah

    0.94

    0.9

    0.92

    0.88

    0.89

    0.9

    0.91

    0.92

    0.93

    0.94

    0.95

    A2 B2 C2

    Re

    rata

    Aw

    Konsentrasi

    Lama perendaman 24 jam

  • 36

    garam 0% + asap 3% (C1) yakni sebesar 27,05% dapat dilihat pada Gambar 5.

    Hasil ANOVA menunjukkan bahwa Fhitung> F0,05yang dapat diartikan data yang

    dihasilkan sangat berbeda nyata sehingga perlu dilakukan uji lanjut menggunakan

    uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dapat dilihat pada Lampiran 4.

    Gambar 5. Grafik lama perendaman 12 jam pada kadar air

    Berdasarkan Gambar 5, lama perendaman 12 jam pada kadar mengalami

    perubahan yang cukup jauh antara perlakuan. C1 (garam 0% + asap 3%) memiliki

    nilai kadar yang paling kecil dan nilai rerata terbaik sebesar 27,05.

    b. Lama perendaman 24 jam

    Berdasarkan hasil penelitian ikan kering kuniran pada lama perendaman 24

    jam didapatkan bahwa nilai rerata tertinggi garam 30% + asap 3% (B2) yakni

    sebesar 39,90%. Sedangkan nilai rerata terendah garam 0% + asap 3% (C2)

    yaakni sebesar 33,99% dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil ANOVA menunjukkan

    bahwa Fhitung< F0,05 yang dapat diartikan data yang dihasilkan tidak berbeda nyata

    sehingga perlu dilakukan uji lanjut menggunakan uji BNT (Beda Nyata Terkecil)

    dapat dilihat pada Lampiran 4.

    29.02

    31.43

    27.05

    24

    25

    26

    27

    28

    29

    30

    31

    32

    A1 B1 C1

    Re

    rata

    kad

    ar a

    ir

    Konsentrasi

    Lama perendaman 12 jam

  • 37

    Tabel 6. Notasi pada uji kadar air

    Lama perendaman

    Rata-rata F 1% = 0,060

    12 jam 29,17 a

    24 jam 36,70 b

    Gambar 6. Grafik lama perendaman 24 jam pada kadar air

    Berdasarkan Gambar 5 dan Gambar 6 hasil yang didapatkan kadar air pada

    ikan kering kuniran A1, A2, B1, B2, C1, dan C2 nilai rerata < 40% menunjukkan

    bahwa, ikan kering kuniran yang diawetkan memenuhi persyaratan kadar air yang

    ditetapkan. Nilai kadar air maksimal ikan asin kering adalah sebesar 40% (SNI,

    1992). Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada

    bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa

    pada bahan pangan, serta ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan

    pangan tersebut. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang,

    dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan

    pangan (Afrianto danLiviawaty,1989).

    36.81

    39.30

    33.99

    31

    32

    33

    34

    35

    36

    37

    38

    39

    40

    A2 B2 C2

    Re

    rata

    kad

    ar a

    ir

    Konsentrasi

    Lama perendaman 24 jam

  • 38

    4.4 Uji TVB (Total Volatile Base)

    a. Lama perendaman 12 jam

    Pada analisis TVB (Total Volati Base) dalam penelitian ini dilakukan dengan

    mengacu pada metode SNI-01-4495-1998 dengan menggunakan cawan Conway.

    Berdasarkan hasil penelitian ikan kering kuniran pada lama perendaman 12 jam

    didapatkan bahwa nilai rerata tertinggi garam 30% + asap 0% (A1) yakni sebesar

    5,86mgN/100g. Sedangkan nilai rerata terendah garam 30% + asap 3% (B1) yakni

    sebesar 5,30mgN/100g dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil ANOVA menunjukkan

    bahwa Fhitung> F0,05 yang dapat diartikan data yang dihasilkan sangat berbeda nyata

    sehingga perlu dilakukan uji lanjut menggunakan uji BNT (Beda Nyata Terkecil)

    dapat dilihat pada Lampiran 5.

    Gambar 7. Grafik lama perendaman12 jam pada TVB

    5.86

    5.3

    5.46

    5

    5.1

    5.2

    5.3

    5.4

    5.5

    5.6

    5.7

    5.8

    5.9

    6

    A1 B1 C1

    Re

    rata

    nila

    i TV

    B

    Konsentrasi

    Lama perendaman 12 jam

  • 39

    Berdasarkan Gambar 7, lama perendaman 12 jam pada TVB mengalami

    perubahan yang cukup jauh antara perlakuan. B1 (garam 30% + asap 3%) memiliki

    nilai kadar yang paling kecil dan nilai rerata terbaik sebesar 5,30. Semakin lama

    waktu pengamatan maka nilai TVB semakin meningkat akibat aktivitas mikroba dan

    enzim yang menimbulkan proses pemecahan protein daging dengan pembentukan

    pepton dan asam amino serta senyawa-senyawa basa volatil yang mengandung

    nitrogen (Soediyono et al.,1996).

    b. Lama perendaman 24 jam

    Berdasarkan hasil penelitian ikan kering kuniran pada lama perendaman 24

    jam didapatkan bahwa nilai rerata tertinggi garam 30% + asap 0% (A2) yakni

    sebesar 6,92mgN/100g. Sedangkan nilai rerata terendah garam 30% + asap 3%

    (B2) yakni sebesar 6,01mgN/100g dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil ANOVA

    menunjukkan bahwa Fhitung< F0,05yang dapat diartikan data yang dihasilkan tidak

    berbeda nyata sehingga perlu dilakukan uji lanjut menggunakan uji BNT (Beda

    Nyata Terkecil) dapat dilihat pada Lampiran 5.

    Tabel 7. Notasi pada uji TVB

    Lama perendaman

    Rata-rata F 1% = 0,89

    12 jam 5,53 a

    24 jam 6,44 b

  • 40

    Gambar 8. Grafik lama perendaman 12 jam pada TVB

    Berdasarkan Gambar 8 menunjukkan bahwa semakin lama perendaman,

    maka semakin meningkat jumlah kadar TVB. Hal ini dapat menyebabkan mutu

    kesegaran ikan mengalami kemunduran. Semakin lama waktu pengamatan maka

    nilai TVB semakin meningkat akibat aktivitas mikroba dan enzim yang menimbulkan

    proses pemecahan protein daging dengan pembentukan pepton dan asam amino

    serta senyawa-senyawa basa volatil yang mengandung nitrogen (Soediyono et

    al.,1996).

    4.5Uji Organoleptik

    4.5.1 Aroma

    a. Lama perendaman 12 jam

    Berdasarkan hasil uji organoleptik pada aroma ikan kering kuniran pada lama

    perendaman 12 jam didapatkan bahwa nilai rerata tertinggi garam 30% + asap 0%

    (A1) yakni sebesar 5,60%. Sedangkan nilai rerata terendah (B1 dan C1) yakni

    sebesar 5,33% dapat dilihat pada Gambar 9. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa

    Fhitung< F0,05 yang dapat diartikan data yang dihasilkan tidak berbeda nyata sehingga

    dapat dilihat pada Lampiran 6.

    6.92

    6.01

    6.41

    5.4

    5.6

    5.8

    6

    6.2

    6.4

    6.6

    6.8

    7

    A2 B2 C2

    Re

    rata

    nila

    i TV

    B

    Konsentrasi

    Lama perendaman 24 jam

  • 41

    Gambar 9. Grafik organoleptik lama perendaman 12 jam pada aroma

    b. Lama perendaman 24 jam

    Berdasarkan hasil uji organoleptik pada aroma ikan kering kuniran pada lama

    perendaman 24 jam didapatkan bahwa nilai rerata tertinggi garam 30% + asap 3%

    (C2) yakni sebesar 5,80%. Sedangkan nilai rerata terendah garam 30% + asap 3%

    (B2) yakni sebesar 4,73% dapat dilihat pada Gambar 10. Hasil ANOVA

    menunjukkan bahwa Fhitung< F0,05 yang dapat diartikan data yang dihasilkan tidak

    berbeda nyata sehingga dapat dilihat pada Lampiran 6.

    5.60

    5.33 5.33

    5.15

    5.20

    5.25

    5.30

    5.35

    5.40

    5.45

    5.50

    5.55

    5.60

    5.65

    A1 B1 C1

    Re

    rata

    aro

    ma

    Konsentrasi

    Lama perendaman 12 jam

  • 42

    Gambar 10. Grafik organoleptik lama perendaman 24 jam pada aroma

    Pada Gambar 10 untuk aroma menunjukkan jika panelis lebih banyak memilih

    garam 0% + asap 3% (C2) yakni 5,80%. Itu menandakan bahwa panelis agak suka

    terhadap aroma tersebut dan dapat diterima oleh masyarakat. Menurut Kartika dkk

    (1988), menyatakan bahwa aroma dapat didefinisikan sebagai hasil dari respon

    indera pencium yang diakibatkan oleh menguapnya zat-zat sedikit larut dalam

    lemak pada suatu produk makanan ke udara sehingga dapat direspon oleh indera

    pencium, yaituhidung, dan kemudian dikenali oleh sistem tubuh sebagai aroma

    tertentu.Di dalam industri pangan, pengujian terhadap bau atau aroma dianggap

    penting karena dengan cepat dapat memberikan hasil penilaian terhadap produk

    tentang diterima atau tidaknya produk tersebut.

    4.5.2 Tekstur

    a. Lama perendaman 12 jam

    Berdasarkan hasil uji organoleptik pada tekstur ikan kering kuniran pada lama

    perendaman 12 jam didapatkan bahwa nilai rerata tertinggi garam 30% + asap 0%

    5.53

    4.73

    5.80

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    A2 B2 C2

    Re

    rata

    aro

    ma

    Konsentrasi

    Lama perendaman 24 jam

  • 43

    (A1) yakni sebesar 6,20%. Sedangkan nilai rerata terendah garam 0% + asap 3%

    (C1) yakni sebesar 4,67% dapat dilihat pada Gambar 11. Hasil ANOVA

    menunjukkan bahwa Fhitung< F0,05yang dapat diartikan data yang dihasilkan tidak

    berbeda nyata sehingga dapat dilihat pada Lampiran 7.

    Gambar 11. Grafik organoleptik lama perendaman 12 jam pada tekstur

    b. Lama perendaman 24 jam

    Berdasarkan hasil uji organoleptik pada tekstur ikan kering kuniran pada lama

    perendaman 24 jam didapatkan bahwa nilai rerata tertinggi garam 30% + asap 3%

    (B2) yakni sebesar 5,67%. Sedangkan nilai rerata terendah garam 30% + asap 3%

    (C2) yakni sebesar 4,53% dapat dilihat pada Gambar 12. Hasil ANOVA

    menunjukkan bahwa Fhitung< F0,05yang dapat diartikan data yang dihasilkan tidak

    berbeda nyata sehingga dapat dilihat pada Lampiran 7.

    6.20 6.00

    4.67

    0.00

    1.00

    2.00

    3.00

    4.00

    5.00

    6.00

    7.00

    A1 B1 C1

    Re

    rata

    te

    kstu

    r

    Konsentrasi

    Lama perendaman 12 jam

  • 44

    Gambar 12. Grafik organoleptik lama perendaman 24 jam pada tekstur

    Pada Gambar 12 untuk tekstur menunjukkan jika panelis lebih banyak memilih

    garam 30% + asap 3% (B2) yakni 5,67%. Itu menandakan bahwa panelis agak

    suka terhadap tekstur tersebut dan dapat diterima oleh masyarakat. Tekstur

    merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan menggunakan mulut (pada

    waktu digigit, dikunyah dan ditelan), ataupun dengan perabaan dengan jari (Kartika

    dkk, 1988). Untuk dapat merasakan tekstur suatu produk digunakan indera peraba.

    Indera peraba yang biasa digunakan untuk makanan biasanya di dalam mulut

    dengan menggunakan lidah dan bagian-bagian di dalam mulut, dapat juga dengan

    menggunakan tangan sehingga dapat merasakan tekstur suatu produk makanan.

    Tekstur juga menjadi salah satu faktor penentu kualitas yang perlu diperhatikan.

    5.33 5.67

    4.53

    0.00

    1.00

    2.00

    3.00

    4.00

    5.00

    6.00

    A2 B2 C2

    Re

    rata

    te

    kstu

    r

    Konsentrasi

    Lama perendaman 24 jam

  • 45

    4.5.3 Warna

    a. Lama perendaman 12 jam

    Berdasarkan hasil uji organoleptik pada warna ikan kering kuniran pada lama

    perendaman 12 jam didapatkan bahwa nilai rerata tertinggi garam 30% + asap 0%

    (A1) yakni sebesar 5,53%. Sedangkan nilai rerata terendah garam 0% + asap 3%

    (C1) yakni sebesar 5,40% dapat dilihat pada Gambar 13. Hasil ANOVA

    menunjukkan bahwa Fhitung< F0,05yang dapat diartikan data yang dihasilkan tidak

    berbeda nyata sehingga dapat dilihat pada Lampiran 8.

    Gambar 13. Grafik organoleptik lama perendaman 12 jam pada warna

    5.53

    5.40

    5.47

    5.3

    5.35

    5.4

    5.45

    5.5

    5.55

    A1 B1 C1

    Re

    rata

    war

    na

    Konsentrasi

    Lama perendaman 12 jam

  • 46

    b. Lama perendaman 24 jam

    Berdasarkan hasil uji organoleptik pada tekstur ikan kering kuniran pada lama

    perendaman 24 jam didapatkan bahwa nilai rerata tertinggi garam 30% + asap 3%

    (A2) yakni sebesar 5,13%. Sedangkan nilai rerata terendah garam 30% + asap 3%

    (C2) yakni sebesar 6,13% dapat dilihat pada Gambar 14. Hasil ANOVA

    menunjukkan bahwa Fhitung< F0,05yang dapat diartikan data yang dihasilkan tidak

    berbeda nyata sehingga dapat dilihat pada Lampiran 8.

    Gambar 14. Grafik organoleptik lama perendaman 12 jam pada warna

    Pada Gambar 14 untuk warna menunjukkan jika panelis lebih banyak memilih

    garam 0% + asap 3% (C2) yakni 5,67%. Itu menandakan bahwa panelis agak suka

    terhadap tekstur tersebut dan dapat diterima oleh masyarakat.Warna memegang

    peranan penting dalam penerimaan makanan, selain itu warna dapat memberi

    petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan. Menurut Fennema (1985)

    menambahkan, warna menjadi atribut kualitas yang paling penting, walaupun suatu

    produk bernilai gizi tinggi, rasa enak dan tekstur baik namun jika warna kurang

    menarik, maka akan menyebabkan produk tersebut kurang diminati.

    5.13

    5.67

    6.13

    4.6

    4.8

    5

    5.2

    5.4

    5.6

    5.8

    6

    6.2

    6.4

    A2 B2 C2

    Re

    rata

    war

    na

    Konsentrasi

    Lama perendaman 24 jam

  • 47

    6

    7

    8

    9

    1

    0

    4.6Komponen Asap Cair Sekam Padi Menggunakan GC-MS

    Komponen asap cair sekam padi diidentifikasi menggunakan GC-MS yang

    bertujuan untuk mengetahui komposisi dari bahan tersebut. Komponen asap cair

    dengan menggunakan GC-MS dapat dilihat pada Gambar 9

    Gambar 9. Hasil GC-MS Asap Cair Sekam Padi

    Tabel 8. Hasil Identifikasi Senyawa Asap Cair Sekam Padi

    No. Waktu Retensi

    Nama Senyawa Berat

    Molekul Presentase

    Area

    1 3.197 Asam

    60 12.88% Acetic acid (peak 4) Alkohol

    2 2.154 Methanol (peak 2) 46 9.91%

    3 10.736 Phenol (peak 9)

    94 28.76% Keton

    4 2.221 Aceton 58 21.74%

    Sumber :Analisa Lab. Kimia Organik FMIPA-UGM

  • 48

    Pada Tabel 4 menunjukkan hasil identifikasi dari asap cair sekam padi pada 4

    golongan yaitu asam, fenol, alkohol dan keton. Senyawa dominan yaitu fenol

    sebesar 28,76% dalam senyawa lain, sehingga etanol tidak berdiri sendiri dalam

    satu kesatuan kandungan dalam persen asap cair sekam padi, melainkan masih

    berikatan dengan senyawa lain. Menurut Swastawati et al., (2013), proses

    pengolahan ikan dengan menggunakan asap cair sekam padi memilikikadar

    benzo(a)pyrene sebesar 0,541 ppm. Kadar benzo(a)pyrene asap cair sekam padi

    lebih rendah apabila dibandingkan dengan kadar benzo(a)pyrene dari asap cair

    tempurung kelapa sebesar 48,254 ppm.

  • 49

    BAB V

    PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan didapatkan kesimpulan

    sebagai berikut:

    1. Konsentrasi asap cair sekam padi sebesar 3% dan garam 30% untuk

    mengetahui sifat kimia pada ikan kering kuniran. Volume air yang dipakai

    dalam merendam ikan kuniran adalah 1000ml. Pada proses pengoven

    ikan kuniran, waktu pengoven dilakukan selama 24 jam dengan suhu 70oC

    kemudian dilanjutkan dengan analisis uji kimia yaitu aw (Activity Water),

    kadar air, TVB (Total Volatile Base) dan organoleptik.

    2. Pengaruh konsentrasi dan lama perendaman terhadap karakteristik

    ikan kering kuniran memberikan nilai yang cukup signifikan terhadap

    analisis uji kimia yang dihasilkan.

    3. Nilai Aw terendah terdapat pada konsentrasi garam 30% + asap 3% pada

    lama perendaman 12 jam (B1) yaitu sebesar 0,77%

    4. Nilai kadar air terendah terdapat pada konsentrasi garam 0% + asap 3%

    pada lama perendaman 12 jam (C1) yaitu sebesar 27,05%

    5. Nilai TVB terendah terdapat pada konsentrasi garam 0% + asap 3% pada

    lama perendaman 12 jam (B1) yaitu sebesar 5,30mgN/100g

    6. Senyawa yang dominan pada asap cair sekam padi yaitu fenol sebesar

    28,76% dalam senyawa lain, sehingga etanol tidak berdiri sendiri dalam satu

    kesatuan kandungan dalam persen asap cair sekam padi, melainkan masih

    berikatan dengan senyawa lain.

  • 50

    5.2 Saran

    Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, perlu diadakan

    penelitian lebih lanjut mengenai:

    1. Karakteristik mikrobiologi ikan asap yang dihasilkan sesuai SNI.

    2. Penggunaan jenis asap cair untuk mengetahui toksisitas dan kualitas

    produk yang dihasilkan.

    3. Ikan yang digunakan untuk pengawetan salinitas lebih dijaga agar ikan

    kering bisa bertahan lebih lama lagi.

  • 51

    DAFTAR PUSTAKA

    [SNI] Standar Nasional Indonesia 01-2725. 1992. Mutu Ikan Asap. Jakarta: dewan Standarisasi Nasional.

    Abu faiz. 2000. Polycyclic aromatic hydrocarbons in liquid smoke flavorings

    obtained from different types of wood, effect of storage in polyethylene flasks on their concentrations. J Agric Food Chem. 48:5083-6087.

    Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.

    Agung, G., M. Rizal H.S dan Mardina. 2013. Ekstraksi Silika Dari Abu Sekam Padi Dengan Pelarut KOH. Konversi. 2 (1) : 1

    Agustina, M., E. Noor, T. Tedja Irawadi, dan G. Pari. 2013. Karakterisasi Asap

    Cair dan Pemanfaatannya sebagai Biopestisida. Bionature,vol 9(1):34-40. ISSN1411-4720

    Alzecicek, AKM. 2011. Stability of Lipids and Polyunsaturated Fatty Acids During

    Smoking of Atlantic Mackerel (Scomberscombrus). J. Am. Oil Chem. Soc

    Amritama, M.S. 2007. Mempelajari Pengaruh Suhu dan Lama Pengasapan

    Terhadap Mutu Ikan Manyung (Arius thalassinus) Asap (Studi Kasus di Desa Bendar, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati). Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor

    AOAC.1990. Official Methods of Analysis of The Association of The Official

    Analytical Chemist. Washington D. C. USA Aulia, L. 2011. Pembuatan Asap Cair Dengan Metoda Pirolisis Sebagai Bahan

    Pengawet Makanan. http://asapcairsebagaipengawet.blogspot.co.id/2013/02/pembuatan- asap-cair-dengan-metoda.html. Diakses 7 September 2016

    Budi, N dan Ardi, I. 2009. Pengendalian Mutu Pangan. FPK IKIP. Yogyakarta

    Borris JR. 2008. Fish Smoking and Drying. Elsevier Applied Science,

    London. P.166

    http://asapcairsebagaipengawet.blogspot.co.id/2013/02/pembuatan-asap-cair-dengan-metoda.html.%20Diakses%207%20September%202015

  • 52

    Darmadji, P., 1994. Produksi Asap Cair dan Sifat-Sifat Antimikrobia,Antioksidan

    serta Sensorisnya, Laporan Penelitian Mandiri, DPP-UGM, 1996, 19;

    11-15.

    Darmadji, P., 1996. Aktivitas Antibakteri Asap Cair yang Diproduksi dari

    Bermacam-Macam Limbah Pertanian, Laporan Penelitian Mandiri,

    DPP-UGM, 1996, 16: 19-22.

    Darmadji, 1999. Aktivitasi Antibakteri Asap Cair Yang Diproduksi Dari Bermacam-

    Macam Limbah Pertanian, Agritech, Vol 16, No 4. Fakultas Teknologi

    Pertanian UGM, yogyakarta.

    Edinov, S.R. 2013. Teknologi Pangan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

    Fowles, Ian A.,1998. Gas Chromatography Analytical Chemistry by Open

    Learning. John Wiley & Sons Ltd: Chichester.

    Girard, J.P., 1992. Technology Of Mead Product, Newyork, Ellis Horwood.

    Hasbullah, S. Prabawati, Setyadjit, Sukarno, & I. Zuraida. 2007. Identifikasi dan Uji Keamanan Asap Cair Tempurung Kelapa untuk Produk Pangan. Jurnal Pascapanen, 5(1): 32-40

    Himawati, E. 2010. Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa Destilasi dan Redestilasi Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi dan Sensoris Ikan Pindang Layang (Decapterus spp) Selama Penyimpanan. Skripsi. Solo: Universitas Sebelas Maret

    Hypalm J. 2001. Flavor of Meat, Meat Products and Seafoods. 2nd Edit. Shahidi F (Ed). Departemen of Biochemistry Memorial University of Newfoundland St John’s, Canada.

    Ihwan, M.K., 2008. Pembuatan Asap Cair dari Asap Pemba