bab ii tinjauan literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan...

28
BAB II TINJAUAN LITERATUR, KERANGKA BERPIKIR dan HIPOTESIS A. Tinjauan Literatur 1. Berpikir Kreatif Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Ketika seseorang merumuskan suatu masalah, memecahkan masalah, ataupun ingin memahami sesuatu, maka ia melakukan suatu aktivitas berpikir. Menurut Suryadi (dalam Ratnaningsih, 2007) meskipun berpikir merupakan istilah yang sudah populer di masyarakat serta prosesnya dilakukan oleh setiap orang, akan tetapi istilah tersebut sangat sulit didefinisikan secara operasional. Fisher (dalam Ratnaningsih, 2007) mengemukakan bahwa berpikir berkaitan erat dengan apa yang terjadi di dalam otak manusia dan fakta-fakta yang ada dalam dunia, berpikir mungkin bisa divisualisasikan, dan berpikir (manakala diekspresikan) bisa diobservasi dan dikomunikasikan. Sedangkan (dalam Noer, 2007) dikatakan bahwa otak menurut belahannya terdiri dari dua bagian yaitu belahan kiri (left hemisphere) dan belahan kanan (right hemisphere). Belahan otak kiri berkenaan dengan kemampuan berpikir ilmiah, kritis, logis dan linear, sedangkan belahan otak kanan berkenaan dengan fungsi-fungsi yang non linear, non verbal, holistik, humanistik, dan bahkan mistik. Lahirnya kreativitas dalam bentuk gagasan maupun karya nyata merupakan perpaduan antara kedua belahan otak tersebut.

Upload: vuongkien

Post on 16-May-2018

219 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

BAB II

TINJAUAN LITERATUR,

KERANGKA BERPIKIR dan HIPOTESIS

A. Tinjauan Literatur

1. Berpikir Kreatif

Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila

mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan.

Ketika seseorang merumuskan suatu masalah, memecahkan masalah, ataupun

ingin memahami sesuatu, maka ia melakukan suatu aktivitas berpikir. Menurut

Suryadi (dalam Ratnaningsih, 2007) meskipun berpikir merupakan istilah yang

sudah populer di masyarakat serta prosesnya dilakukan oleh setiap orang, akan

tetapi istilah tersebut sangat sulit didefinisikan secara operasional.

Fisher (dalam Ratnaningsih, 2007) mengemukakan bahwa berpikir

berkaitan erat dengan apa yang terjadi di dalam otak manusia dan fakta-fakta yang

ada dalam dunia, berpikir mungkin bisa divisualisasikan, dan berpikir (manakala

diekspresikan) bisa diobservasi dan dikomunikasikan. Sedangkan (dalam Noer,

2007) dikatakan bahwa otak menurut belahannya terdiri dari dua bagian yaitu

belahan kiri (left hemisphere) dan belahan kanan (right hemisphere). Belahan otak

kiri berkenaan dengan kemampuan berpikir ilmiah, kritis, logis dan linear,

sedangkan belahan otak kanan berkenaan dengan fungsi-fungsi yang non linear,

non verbal, holistik, humanistik, dan bahkan mistik. Lahirnya kreativitas dalam

bentuk gagasan maupun karya nyata merupakan perpaduan antara kedua belahan

otak tersebut.

Page 2: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

14

Otak manusia dengan segala potensinya memberikan peluang untuk

dimanfaatkan secara maksimum bagi kehidupan, dan pendidikan merupakan cara

terbaik untuk mengisinya. Meskipun pendidikan bukan merupakan penentu satu-

satunya untuk melahirkan orang-orang kreatif, namun pendidikan memiliki

peranan yang besar dalam proses tersebut. Melalui pendidikan diharapkan tercipta

generasi yang berguna bagi dirinya maupun orang lain.

Pengertian berpikir kreatif tidak akan terlepas dari topik kreativitas. Pada

awalnya istilah kreativitas biasanya dikaitkan dengan sikap seseorang yang

dianggap sebagai kreatif. Harus diakui bahwa memang sukar untuk menentukan

satu definisi yang operasional dari kreativitas, karena kreativitas merupakan

konsep yang majemuk dan multi dimensional.

Menurut Silver (dalam Mina, 2006) ada dua pandangan tentang

kreativitas. Pandangan pertama disebut pandangan kreativitas jenius. Menurut

pandangan ini tindakan kreatif dipandang sebagai ciri-ciri mental yang langka,

yang dihasilkan oleh individu luar biasa berbakat melalui penggunaan proses

pemikiran yang luar biasa, cepat, dan spontan. Pandangan ini mengatakan bahwa

kreativitas tidak dapat dipengaruhi oleh pembelajaran dan kerja kreatif lebih

merupakan suatu kejadian tiba-tiba daripada suatu proses panjang sampai selesai

seperti yang dilakukan dalam sekolah.

Pandangan kedua merupakan pandangan baru kreativitas yang muncul dari

penelitian-penelitian terbaru, bertentangan dengan pandangan jenius. Pandangan

ini menyatakan bahwa kreativitas berkaitan erat dengan pemahaman yang

mendalam, fleksibel di dalam isi dan sikap, sehinga dapat dikaitkan dengan kerja

Page 3: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

15

dalam periode panjang yang disertai perenungan. Jadi kreativitas bukan hanya

merupakan gagasan yang cepat dan luar biasa. Menurut pandangan ini kreativitas

dapat ditanamkan pada kegiatan pembelajaran dan lingkungan sekitar.

Pandangan lain mengenai kreativitas dikemukakan juga oleh Matlin

(dalam Awaludin, 2007) menurutnya terdapat perbedaan pendapat dalam

mempelajari kreativitas. Pertama, pandangan Guilford yang dikenal dengan

pandangan klasiknya yaitu mempelajari kreativitas dengan produk divergen.

Kedua, pandangan Stenberg dan Lubart yang dikenal dengan pandangan

kontemporer, mempelajari kreativitas dengan menekankan bahwa diperlukan

multi komponen dari kreativitas.

Menurut Buzan (2003) kreativitas dahulu dianggap sebagai anugrah yang

ajaib, yang hanya dimiliki oleh segelintir orang. Sekarang kita tahu bahwa

kecerdasan merupakan anugrah ajaib yang dimiliki semua orang. Menguraikan

kekuatan kecerdasan kreatif hanyalah masalah memahami bagaimana

melakukannya. Sebagai manusia kita harus menyadari bahwa setiap manusia

mempunyai potensi untuk mengembangkan apa yang dianugrahkan kepadanya.

Dari beberapa uraian definisi di atas dapat dikemukakan bahwa kreativitas

pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang

baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri

aptitude maupun non aptitude, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan

hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah

ada sebelumnya.

Page 4: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

16

Adapun yang dimaksud dengan ciri-ciri aptitude adalah yang berhubungan

dengan kognitif, dan proses berpikir. Sedangkan ciri-ciri non aptitude adalah ciri-

ciri yang lebih berkaitan dengan sikap atau perasaan. Kedua jenis ciri kreativitas

itu diperlukan agar perilaku kreatif dapat terwujud.

Berikut ini ciri-ciri aptitude dan non aptitude yang dikemukakan oleh

Williams (dalam Munandar, 1990):

A. Ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif (aptitude)

1. Ketrampilan berpikir lancar

� Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, atau

pertanyaan

� Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal

� Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban

2. Ketrampilan berpikir luwes (fleksibel)

� Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi

� Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda

� Mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda

� Mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran

3. Ketrampilan berpikir orisinal

� Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik

� Memikirkan cara yang lazim untuk mengungkapkan diri

� Mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-

bagian atau unsur-unsur

Page 5: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

17

4. Ketrampilan Memerinci (mengelaborasi)

� Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk

� Menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan,

atau situasi sehingga menjadi lebih menarik

B. Ciri-ciri Afektif ( Nonaptitude)

1. Rasa ingin tahu

� Selalu terdorong untuk mengetahui lebih banyak

� Mengajukan banyak pertanyaan

� Selalu memperhatikan orang, objek dan situasi

� Peka dalam pengamatan dan ingin mengetahui/meneliti

2. Sifat imajinatif

� Mampu memperagakan atau membayangkan hal-hal yang belum

pernah terjadi

� Menggunakan khayalan, tetapi mengetahui perbedaan antara khayalan

dengan kenyataan

3. Merasa tertantang oleh kemajemukan

� Terdorong untuk mengatasi masalah yang sulit

� Merasa tertantang oleh situasi-situasi yang rumit

� Lebih tertarik pada tugas-tugas yang sulit

4. Sifat berani mengambil resiko

� Berani memberikan jawaban meskipun belum tentu benar

� Tidak takut gagal atau mendapat kritik

Page 6: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

18

� Tidak menjadi ragu-ragu atau ketidakjelasan, hal-hal yang tidak

konvensional, atau yang kurang terstruktur

5. Sifat menghargai

� Dapat menghargai bimbingan dan pengarahan dalam hidup

� Menghargai kemampuan dan bakat-bakat sendiri yang kurang

berkembang

Torrance (dalam Mina, 2006) menggambarkan empat komponen

kreativitas yang dapat diases yaitu:

a. Kelancaran (fluency); kemampuan untuk menghasilkan sejumlah ide

b. Keluwesan atau fleksibilitas (flexibility); kemampuan menghasilkan ide-ide

beragam

c. Kerincian atau elaborasi (elaboration); kemampuan mengembangkan,

membumbui, atau mengeluarkan sebuah ide

d. Orisinalitas (originality); kemampuan untuk menghasilkan ide yang tak biasa

di antara kebanyakan atau jarang.

Menurut Kvashny (dalam Awaludin, 2007) bahwa variabel kreativitas

seperti fluency, elaboration, flexibility, originality harus termuat dalam kurikulum.

Oleh karena itu guru perlu menyediakan waktu dalam pembelajaran di kelas agar

siswa mampu melatih kemampuan berpikir kreatif yang bisa berakibat

meningkatnya prestasi belajar siswa.

Seperti diungkapkan oleh Munandar (1990) bahwa kemampuan kreatif

merupakan hasil belajar yang terungkap secara verbal dalam kemampuan berpikir

kreatif dan sikap kreatif. Kemampuan berpikir kreatif dapat diartikan sebagai

Page 7: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

19

tingkat kesanggupan berpikir anak untuk menemukan sebanyak-banyaknya,

seberagam mungkin dan relevan, jawaban atas suatu masalah, lentur, asli dan

terinci, berdasar data dan informasi yang tersedia.

Kreativitas dalam perkembangannya sangat terkait dengan empat aspek,

yaitu:

a. Aspek Pribadi

Ditinjau dari aspek pribadi, kreativitas muncul dari interaksi pribadi yang

unik dengan lingkungannya.

b. Aspek Pendorong

Ditinjau dari aspek pendorong kreativitas dalam perwujudannya memerlukan

dorongan internal maupun eksternal dari lingkungan.

c. Aspek Proses

Ditinjau sebagai proses, menurut Torrance (1988) kreativitas adalah proses

merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang

kekurangan (masalah) ini, menilai, dan menguji dugaan atau hipotesis,

kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasil-

hasilnya.

d. Aspek Produk

Definisi produk kreativitas menekankan bahwa apa yang dihasilkan dari

proses kreativitas adalah sesuatu yang baru, orisinil, dan bermakna.

Kreativitas tidak timbul serta-merta, tetapi melalui proses. Proses kreatif

menurut Porter & Hernacki (2001) dalam bukunya Quantum Learning mengalir

melalui lima tahap, tahap-tahap tersebut sebagai berikut:

Page 8: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

20

1. Persiapan: mendifinisikan masalah, tujuan, atau tantangan.

2. Inkubasi: mencerna fakta-fakta dan mengolahnya dalam pikiran.

3. Iluminasi: mendesak ke permukaan, gagasan-gagasan bermunculan.

4. Verifikasi: memastikam apakah solusi itu benar-benar memecahkan masalah.

5. Aplikasi: mengambil langkah-langkah untuk menindaklanjuti solusi tersebut

Sedangkan proses kreatif menurut David Cambell urutannya sebagai

berikut:

1. Persiapan (preparation): meletakan dasar, mempelajari latar belakang

masalah, seluk beluk dan problematikanya. Persiapan untuk kreativitas itu

kebanyakan dilakukan atas dasar “minat”. Kesuksesan orang-orang besar

tercapai dan bertahan, bukan oleh loncatan yang tiba-tiba, tetapi dengan usaha

keras.

2. Konsentrasi (concentration): sepenuhnya memikirkan, masuk luluh, terserap

dalam perkara yang dihadapi. Orang-orang kreatif biasanya serius,

perhatiannya tercurah dan pikirannya terpusat pada hal yang mereka kerjakan.

Tahap konsentrasi merupakan waktu pemusatan, waktu menimbang-nimbang,

waktu menguji, waktu awal untuk mencoba dan mengalami gagal, trial dan

error .

3. Inkubasi (incubation): mengambil waktu untuk meninggalkan perkara,

istirahat, waktu santai. Inkubasi merupakan saat di mana sedikit demi sedikit

kita bebaskan dari kerutinan berpikir, kebiasaan bekerja, kelaziman pemakai

cara.

Page 9: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

21

4. Iluminasi: mendapatkan ide gagasan, pemecahan, penyelesaian, cara kerja,

jawaban baru. Bagian paling nikmat dalam penciptaan. Ketika segalanya jelas,

hubungan kaitan perkara gamblang, dan penerangan untuk pemecahan

masalah, jawaban baru tiba-tiba tampak laksana kilat. Reaksi keberhasilan itu

biasanya tidak hanya terasa di batin, tetapi juga diungkapkan keluar secara

fisik.

5. Verifikasi/ Produksi: memastikan apakah solusi itu benar-benar memecahkan

masalah. Kalau sudah menemukan ide, gagasan, pemecahan, penyelesaian,

cara kerja baru, kita harus turun tangan mewujudkannya. Kecakapan kerja

merupakan bagian penting dalam karya kreatif. Betapapun banyak ide,

gagasan, ilham, impian bagus-bagus yang ditemukan, jika tidak dapat

diwujudkan, semuanya akan lenyap bagai embun diterjang sinar matahari.

2. Koneksi Matematik

Koneksi matematik merupakan bagian penting yang harus mendapat

penekanan di setiap jenjang pendidikan. Karena dengan koneksi matematik berarti

siswa harus bisa mengaitkan ide-ide antar topik matematika, keterkaitan

matematika dengan dunia nyata atau kehidupan sehari-hari. Dengan demikian

siswa memandang matematika sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh dan

bukan sebagai kumpulan topik yang tidak saling berkaitan.

Dijelaskan juga oleh Sumarmo (2003) bahwa koneksi matematik

merupakan kegiatan yang meliputi: mencari hubungan antara berbagai

representasi konsep dan prosedur; memahami hubungan antar topik matematik;

Page 10: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

22

menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari;

memahami representasi ekuivalen konsep yang sama; mencari koneksi satu

prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen; menggunakan koneksi antar

topik matematika, dan antar topik matematika dengan topik lain.

Untuk dapat melakukan koneksi, terlebih dahulu harus mengerti dengan

permasalahannya dan untuk dapat mengerti permasalahan harus mampu membuat

koneksi dengan topik-topik yang terkait. Untuk memahami suatu obyek secara

mendalam seseorang harus mengetahui: (1) obyek itu sendiri; (2) relasinya dengan

obyek lain yang sejenis; (3) relasi dengan obyek lain yang tak sejenis; (4) relasi

dual dengan obyek dengan obyek lainnya yang sejenis; dan (5) relasi dengan

obyek dalam teori lainnya (Michener dalam Sumarmo, 1994).

Menurut NCTM (2000) terdapat tiga tujuan koneksi matematik di sekolah,

yaitu: Pertama, memperluas wawasan pengetahuan siswa. Dengan koneksi

matematik, siswa diberikan suatu materi yang bisa menjangkau ke berbagai aspek

permasalahan baik di dalam maupun di luar sekolah, sehingga pengetahuan yang

diperoleh siswa tidak bertumpu pada materi yang sedang dipelajari saja. Kedua,

memandang matematika sebagai suatu keseluruhan yang padu bukan sebagai

materi yang berdiri-sendiri. Secara umum, materi matematika terdiri atas aljabar,

geometri, trigonometri, aritmetika, kalkulus dan statistika dengan masing-masing

materi atau topik yang ada di dalamnya. Masing-masing topik tersebut bisa

dilibatkan atau terlibat dengan topik lainnya. Ketiga, menyatakan relevansi dan

manfaat baik di sekolah maupun di luar sekolah. Melalui koneksi matematik,

siswa diajarkan konsep dan keterampilan dalam memecahkan masalah dari

Page 11: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

23

berbagai bidang yang relevan, baik dengan bidang matematika itu sendiri maupun

dengan bidang di luar matematika.

New Jersey State Board of Education (1996) menyebutkan beberapa

indikator koneksi diantaranya sebagai berikut:

1. Melihat matematika sebagai suatu integrasi yang utuh bila membandingkan

suatu rangkaian topik dan aturan yang tidak berhubungan (terputus).

2. Menghubungkan konsep matematis pada konsep dasar siswa.

3. Menggunakan model, alat hitung (misalnya kalkulator), dan alat matematik

yang lain untuk mendemonstrasikan koneksi diantara berbagai grafik yang

ekuivalen, konkrit, dan menyajikan konsep matematik secara lisan.

4. Mengenali dan menerapkan konsep pemersatu dan proses yang disusun secara

matematik.

5. Menggunakan proses dari model matematik di dalam matematik dan disiplin

ilmu lain dan mendemonstrasikan pemahaman dan metodologinya, jumlah dan

batas-batas.

6. Menerapkan secara matematika pada kehidupan sehari-hari dan dalam konteks

berdasarkan pekerjaan (karier).

7. Mengenali pada disiplin ilmu lain dalam model matematis yang mungkin bisa

diterapkan, dan menerapkan model yang sesuai, penalaran matematis, dan

pemecahan masalah pada situasi.

8. Mengenali bagaimana matematika menjawab untuk perubahan kebutuhan

masyarakat, melalui pembahasan dari sejarah matematik.

Page 12: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

24

Secara umum koneksi matematik diklasifikasikan menjadi tiga macam

yang meliputi:

1. Koneksi antar topik dan proses matematika

2. Koneksi antar konsep matematika

3. Koneksi antar konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari

Dari pengklasifikasian tersebut dapat dikatakan bahwa ruang lingkup

matematika tidak hanya mencakup permasalahan yang berkaitan dengan bidang

studi matematika saja tetapi meliputi bidang studi lain dan dengan kehidupan

sehari-hari. Hal ini diperkuat oleh pendapat Bruner (dalam Kusuma, 2003) yang

mengemukakan bahwa tak ada konsep atau operasi yang tak terkoneksi dengan

konsep atau operasi lain dalam sistem, karena merupakan suatu kenyataan bahwa

esensi matematika merupakan sesuatu yang terkait dengan sesuatu yang lain.

Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam pelajaran matematika perlu adanya

penekanan pada materi yang memunculkan keterkaitan, baik dengan matematika

itu sendiri , disiplin ilmu lain, maupun dengan kehidupan sehari-hari.

Coxford (dalam Herliani, 2006) merumuskan tiga aspek yang terkait

dengan koneksi matematik, yaitu: (1) tema-tema yang menyatukan (unifying

themes), (2) proses matematik (mathematical processes), dan (3) penghubung-

penghubung matematik (mathematical connectors). Ketiganya diuraikan sebagai

berikut:

1. Tema-tema yang menyatukan (unifying themes)

Tema-tema yang menyatukan seperti: perubahan, data, dan bentuk, dapat

digunakan untuk menarik perhatian terhadap sifat dasar matematika yang

Page 13: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

25

berkaitan. Munculnya perubahan dapat terjadi antar topik dalam matematika,

misalnya antara aljabar, geometri matematika diskret dan kalkulus.

2. Proses Matematik

Aspek proses matematik dari koneksi matematik meliputi: representasi,

aplikasi, problem solving dan reasoning. Empat kategori aktivitas ini akan

terus berlangsung selama seseorang mempelajari matematika. Agar siswa

dapat memahami konsep secara mendalam, mereka harus membuat koneksi

diantara representasi.

3. Penghubung-penghubung matematik

Fungsi, matriks, algoritma, grafik, variabel, perbandingan dan transformasi

merupakan ide-ide matematik yang menjadi penghubung ketika mempelajari

topik-topik matematika yang lebih luas.

Lebih jauh lagi kemampuan–kemampuan yang diharapkan setelah siswa

mendapatkan pembelajaran yang menekankan aspek koneksi matematik, menurut

standar kurikulum NCTM adalah sebagai berikut :

• Siswa dapat menggunakan koneksi antar topik matematika.

• Siswa dapat menggunakan koneksi antara matematika dengan disiplin ilmu

lain.

• Siswa dapat mengenali representasi ekuivalen dari konsep yang sama.

• Siswa dapat menghubungkan prosedur antar representasi ekuivalen.

• Siswa dapat menggunakan ide-ide matematika untuk memperluas pemahaman

tentang ide-ide matematika lain.

Page 14: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

26

• Siswa dapat menerapkan pemikiran dan pemodelan matematika untuk

menyelesaikan masalah yang muncul pada disiplin ilmu lain.

• Siswa dapat mengeksplorasi masalah dan menjelaskan hasilnya dengan grafik,

numerik, fisik, aljabar, dan model matematika verbal atau representasi.

Dengan demikian, agar siswa berhasil dalam belajar matematika, siswa

harus lebih banyak diberi kesempatan melihat kaitan-kaitan tersebut. Ini artinya

sangatlah penting siswa diberikan latihan soal-soal yang berkaitan dengan kon

eksi matematik agar didapat hasil belajar yang meningkat.

3. Strategi Pembelajaran Think – Talk – Write

Strategi yang diperkenalkan oleh Huinker & Laughlin (1996 : 82), ini pada

dasarnya dibangun melalui berpikir, berbicara dan menulis. Alur kemajuan think-

talk-write dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan

dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide

(sharing) dengan temannya sebelum menulis. Suasana seperti ini lebih efektif jika

dilakukan dalam kelompok heterogen dengan 4 – 6 siswa.

a) Think ( Berpikir)

Proses berpikir merupakan proses yang dimulai dari penemuan informasi

(dari luar atau diri siswa), pengolahan, penyimpanan dan memanggil kembali

informasi dari ingatan siswa (Marpaung, dalam Budiarto dan Hartono, 2002: 481).

Dengan demikian dapat dikatakan, pada prinsipnya proses berpikir meliputi tiga

langkah pokok yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat dan

penarikan kesimpulan.

Page 15: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

27

Makna dan proses berpikir dapat ditinjau dari dua sisi pandangan yang

berbeda yakni pandangan filsafat dan psikologi. Para ahli filsafat memandang

bahwa otak manusia (mind) sebagai tempat muncul serta tumbuhnya alasan-alasan

dan nalar. Bidang filsafat memberikan penekanan lebih besar pada studi tentang

berpikir kritis (critical thinking) melalui analisis terhadap argumen serta aplikasi

logik. Sementara ahli psikologi lebih memfokuskan pengkajiannnya mengenai

berpikir pada aspek mekanismenya (mechanism of mind). Lebih khusus lagi, ahli

psikologi kognitif cenderung memberi penekanan pada berpikir kreatif yaitu

bagaimana ide-ide yang merupakan hasil proses berpikir dihasilkan oleh otak

manusia (Suryadi, 2005: 17).

Menurut Marzano, dkk, (dalam Marzuki, 2006) bahwa berpikir yang

dilakukan manusia meliputi lima dimensi yaitu:

a) Metakognisi, merupakan kesadaran seseorang tentang proses berpikirnya pada

saat melakukan tugas tertentu dan kemudian menggunakan kesadaran tersebut

untuk mengontrol apa yang dilakukan.

b) Berpikir kritis dan kreatif, merupakan dua komponen yang sangat mendasar.

Berpikir kritis merupakan proses penggunaan kemampuan berpikir secara

efektif yang dapat membantu seseorang untuk membuat , mengevaluasi, serta

mengambil keputusan tentang apa yang diyakini serta dilakukan. Sedangkan

berpikir kreatif merupakan kemampuan yang bersifat spontan , terjadi karena

adanya arahan yang bersifat internal dan keberadaannya tidak bisa diprediksi.

Page 16: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

28

c) Proses berpikir, memiliki delapan komponen utama yaitu pembentukan

konsep, pembentukan prinsip, pemahaman, pemecahan masalah, pengambilan

keputusan, penelitian, penyusunan dan berwacana secara oral.

d) Kemampuan berpikir utama, juga memiliki delapan komponen yaitu:

memfokuskan, kemampuan mendapatkan informasi, kemampuan mengingat,

kemampuan mengorganisasikan, kemampuan menganalis, kemampuan

menghasilkan, kemampuan mengintegrasi, serta kemampuan mengevaluasi.

e) Berpikir matematik tingkat tinggi, pada hakekatnya merupakan non-

prosedural yang antara lain mencakup hal-hal berikut: kemampuan mencari

dan mengeksplorasi pola, kemampuan menggunakan fakta-fakta, kemampuan

membuat ide-ide matematik, kemampuan berpikir dan bernalar secara

fleksibel, serta menetapkan bahwa suatu pemecahan masalah bersifat logis.

Pada tahap Think siswa membaca teks berupa permasalahan-

permasalahan. Dalam tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan

jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan kecil tentang ide-ide yang

terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan

bahasanya sendiri.

Menurut Wiederhold (dalam Ansari, 2003) membuat catatan berarti

menganalisis tujuan isi teks dan memeriksa bahan-bahan yang ditulis. Selain itu

belajar rutin membuat catatan setelah membaca, akan merangsang aktivitas

berpikir sebelum, selama dan sesudah membaca sehingga dapat mempertinggi

pengetahuan, dan dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan menulis.

Page 17: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

29

Aktivitas berpikir (think) dapat dilihat dari proses membaca suatu

permasalahan, kemudian membuat catatan apa yang telah dibaca. Menurut Narode

(dalam Ansari, 2003) dalam strategi ini teks bacaan seringkali disertai panduan

yang bertujuan untuk mempermudah diskusi dan mengembangkan pemahaman

konsep matematika siswa .

b) Talk ( Berbicara)

Setelah tahap think selesai dilanjutkan dengan tahap berikutnya “talk”

yaitu berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka

pahami. Mengapa talk penting dalam matematika? talk penting karena:

a) Tulisan, gambaran, isyarat, atau percakapan merupakan perantara ungkapan

matematika sebagai bahasa manusia.

b) Pemahaman matematik dibangun melaui interaksi dan konversi (percakapan)

antara sesama individual yang merupakan aktivitas sosial yang bermakna.

c) Cara utama partisipasi komunikasi dalam matematika adalah dengan talk.

d) Pembentukan ide (forming ideas) melalui proses talking. Dalam proses ini

pikiran seringkali dirumuskan, dilkarifikasi atau direvisi.

e) Internalisasi ide (internalizing ideas). Dalam proses konversi matematika

internalisasi dibentuk melalui berpikir dan memecahkan masalah.

f) Meningkatkan dan menilai kualitas berpikir.

(Disarikan dari Corwin, 2002; Szetela, 1993)

Tahap ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan

tentang penyelidikannya pada tanap pertama. Pada tahap ini siswa merefleksikan,

rnenyusun, serta menguji (negosiasi, sharing) ide-ide dalam kegiatan diskusi

Page 18: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

30

kelompok. Dengan adanya sharing ide-ide dalam diskusi kelompok diharapkan

muncul koneksi-koneksi antar topik dalam matematika atau koneksi dengan

bidang studi yang lain. Kemajuan koneksi matematik akan terlihat pada dialognya

dalam berdiskusi baik dalam bertukar ide dengan orang lain ataupun refleksi

mereka sendiri yang diungkapkannya kepada orang lain.

Dengan demikian fase (talk) pada strategi ini memungkinkan siswa untuk

terampil berbicara. Pada umumnya menurut Huinker & Laughlin (1996),

berkomunikasi dapat berlangsung secara alami, tetapi menulis tidak. Proses

komunikasi dipelajari siswa melalui kehidupannya sebagai individu yang

berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Secara alami dan mudah proses

komunikasi dapat dibangun di kelas dan dimanfaatkan sebagai alat sebelum

menulis. Hal ini mungkin terjadi karena ketika siswa diberi kesempatan

berkomunikasi dalam matematik, sekaligus mereka berpikir bagaimana cara

mengungkapkannya dalam tulisan. Oleh karena itu ketrampilan berkomunikasi

dapat mempercepat kemampuan siswa mengungkapkan idenya melalui tulisan.

Selanjutnya berkomunikasi atau berdialog baik antar siswa maupun dengan guru

dapat meningkatkan pemahaman.

c) Write ( Menulis)

Selanjutnya fase “write” yaitu menuliskan hasil diskusi/dialog pada

lembar kerja yang disediakan (Lembar Aktivitas Siswa). Aktivitas menulis berati

mengkonstruksi ide, setelah berdiskusi atau berdialog antar teman dan kemudian

mengungkapkannya melalui tulisan. Menulis dalam matematika membantu

merealisasikan salah satu tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman siswa tentang

Page 19: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

31

materi yang ia pelajari (Shield & Swinson, 1996). Pada fase ini kreativitas anak

sangat diperlukan untuk menuliskan hasil diskusinya. Selain itu Masingila &

Wisniowska (1996), mengemukakan aktivitas menulis siswa bagi guru dapat

memantau:

a) Kesalahan siswa, miskonsepsi, dan konsepsi siswa terhadap ide yang sama.

b) Keterangan nyata dari prestasi siwa.

Aktivitas siswa selama phase ini adalah:

a) Menulis solusi terhadap masalah/pertanyaan yang diberikan termasuk

perhitungan.

b) Mengorganisasikan semua pekerjaan langkah demi langkah, baik

penyelesaiannya ada yang menggunakan grafik, diagram, atau tabel agar

mudah dibaca dan ditindaklanjuti.

c) Mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada pekerjaan ataupun

perhitungan yang ketinggalan.

d) Meyakini bahwa pekerjaannya yang terbaik yaitu lengkap, mudah dibaca dan

terjamin keasliannya.

Adapun peranan dan tugas guru dalam mengefektifkan stategi think – talk

– write ini , sebagaimana yang dikemukan Silver & Smith (1996 : 21) adalah:

a) Mengajukan pertanyaan dan tugas yang mendatangkan keterlibatan dan

menantang setiap siswa berpikir.

b) Mendengarkan secara hati-hati setiap ide siswa.

c) Menyuruh siswa mengemukakan ide secara lisan dan tulisan

d) Memutuskan apa yang digali dan dibawa siswa dalam diskusi.

Page 20: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

32

e) Memutuskan kapan memberi informasi, mengklarifikasi persoalan-persoalan,

menggunakan model, membimbing dan membiarkan siswa berjuang dengan

kesulitan.

f) Memonitoring dan menilai partisipasi siswa dalam diskusi dan memutuskan

kapan dan bagaimana mendorong setiap siswa untuk berpartisipasi.

Langkah-langkah pembelajaran dengan strategi Think - Talk - Write adalah

sebagai berikut:

a) Guru membagikan teks bacaan berupa Lembar Aktivitas Siswa yang memuat

permasalahan dan petunjuk pelaksanaannya.

b) Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara

individual (think).

c) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk

membahas isi catatan (talk). Guru berperan sebagai mediator lingkungan

belajar.

d) Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang didapat dari hasil diskusi

(write).

e) Guru meminta perwakilan dari salah satu kelompok untuk mempresentasikan

hasil diskusi kelompoknya.

f) Guru bersama siswa membuat kesimpulan dari permasalahan yang diberikan.

Page 21: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

33

d) Prosedur pelaksanaan pembelajaran strategi Think – Talk – Write :

Talk: Berdiskusi dalam group untuk membahas catatan kecil

Think: membaca LKS dan membuat catatan kecil

Start

Guru memberi pengarahan tentang prosedur pelaksanaan

pembelajaran TTW

Diberikan permasalahan

Write: Mengkonstruksi pengetahuan secara individu, hasil dari diskusi kelompoknya

Guru meminta perwakilan dari suatu kelompok untuk mempresentasikan

hasil diskusinya

Stop

Kesimpulan: Dibuat bersama guru dengan siswa

Siswa mampu menggunakan koneksi matematik dan dapat berpikir kreatif dalam menyelesaikan permasalahan dalam matematika

Page 22: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

34

e) Penelitian Yang Relevan

Teori belajar yang mendasari pembelajaran dengan strategi think – talk -

write antara lain adalah teori belajar konstruktivisme dari Vygotsky (dalam

Helmaheri, 2004) mengatakan: bahwa bahasa merupakan aspek sosial.

Pembicaraan yang bersifat egosentrik dari anak merupakan permulaan dari

pembentukan kemampuan berbicara yang pokok ( inner speech) yang akan

menjadi alat berpikir. Inner speech berperan dalam pembentukan pengertian

spontan. Pengertian spontan mempunyai dua segi yaitu pengertian dalam diri

sendiri dan pengertian untuk orang lain. Anak akan berusaha mengungkapkan

pengertian yang mereka miliki dengan simbul yang sesuai untuk berkomunikasi

dengan orang lain.

Teori lain yang mendasari pembelajaran dengan strategi think – talk –

write adalah konstruktivisme dari Piaget, dengan ide utamanya sebagai berikut :

a) Pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi (final), tetapi siswa

membentuk pengetahuan sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya,

melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan

informasi baru kedalam pikiran. Akomodasi adalah penyusunan kembali

(modifikasi) struktur kognitif karena adanya informasi baru, sehingga

informasi itu mempunyai tempat.

b) Agar pengetahuan diperoleh, siswa harus beradaptasi dengan lingkungannya.

Adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara penyerapan informasi baru

dengan informasi yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Andaikan dengan

proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaftasi dengan

Page 23: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

35

lingkungannya, terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibatnya

terjadilah akomodasi, dan struktur yang ada mengalami perubahan susunan

dari struktur baru timbul.

c) Pertumbuhan intelektual merupakan proses terus menerus tentang keadaan

ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium – equilibrium).

Tetapi bila tejadi kembali kesetimbangan, maka individu itu berada pada

tingkat intelektual yang lebih tinggi dari pada sebelumnya (disarikan dari

Ruseffendi, 1988:133; Dahar, 1989: 151).

Dari pandangan di atas dapat dikatakan, teori konstruktivisme menegaskan

bahwa, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke

pikiran siswa, ini berarti siswa itu sendiri harus aktif secara mental membangun

struktur pengetahuan berdasarkan perkembangan tahap berpikirnya. Piaget (dalam

Dahar,1989) mengatakan, seorang anak dapat menalar apa yang dialaminya

melalui mekanisme asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrium. Sementara Vygotsky

(Ginsburg at al. 1998) mengatakan, belajar dilakukan dalam interaksinya dengan

lingkungan sosial maupun fisik seseorang.

Menurut Nurhadi (dalam Pujiastuti, 2008) bahwa dalam konstruktivisme,

pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas

melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong.

Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap

untuk diambil dan diingat. Guru tidak akan mampu memberikan pengetahuan

kepada siswa. Oleh karena itu siswa harus bisa mengkonstruksikan

pengetahuannya sendiri sesuai dengan pengalamnnya masing-masing.

Page 24: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

36

Pandangan lain mengenai konstruktivisme, menurut Suharta (dalam

Hidayat, 2004) mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika menurut

pandangan konstuktivisme adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengkonstruksi konsep-konsep atau prinsi-prinsip matematika sesuai dengan

kemampuan sendiri melalui proses internalisasi. Dalam pembelajaran ini siswa

secara individu menemukan konsep-konsep atau informasi yang kompleks yang

selanjutnya konsep tersebut diorganisasikan dalam benaknya untuk menjadi

miliknya sendiri.

Jadi menurut teori konstruktivisme, belajar adalah keterlibatan anak secara

aktif membangun pengetahuannya melalui berbagai jalur, seperti membaca,

berpikir, mendengar, berdiskusi, mengamati dan melakukan eksperimen terhadap

lingkungan serta melaporkannya. Dengan demikian ciri-ciri pembelajaran yang

berbasis konstruktivisme sangat sesuai dengan strategi think-talk- write, sehingga

peranan guru dalam strategi ini sebagai stimulan of learning benar-benar dapat

membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dan berhubungan

dengan strategi pembelajaran Think-Talk-Write diantaranya penelitian yang

dilakukan oleh Juniawati (2005) aspek yang diukur adalah hasil belajar

matematik. Adapun kesimpulan yang didapat dalam penelitiannya adalah hasil

belajar siswa pandai kelas eksperimen lebih baik jika dibandingkan dengan hasil

belajar kelas kontrol, dan hasil belajar siswa lemah kelas eksperimen lebih baik

jika dibandingkan dengan hasil belajar kelas kontrol.

Page 25: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

37

Penelitian lain yang dilakukan oleh Aryani (2006) aspek yang diukur

adalah penalaran matematik. Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah

pembelajaran dengan menggunakan strategi Think-Talk-Write cukup efektif dalam

meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa terutama bagi mereka yang

memiliki kemampuan tingkat tinggi. Sedangkan untuk siswa yang memiliki

kemampuan tingkat menengah ke bawah penerapan dengan strategi Think-Talk-

Write kurang dapat membantu dalam meningkatkan penalaran matematis siswa.

Maheswari (2008) juga melakukan penelitian dengan menggunakan

strategi Think-Talk-Write, adapun aspek yang diukur adalah pemecahan masalah

matematis. Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitiannya adalah kemampuan

pemecahan masalah pada siswa kelas eksperimen lebih baik setelah diterapkannya

strategi Think-Talk-Write. Respon siswa terhadap strategi ini sebagian besar

menunjukkan respon yang positif. Sedangkan aktivitas siswa lebih dominan,

daripada aktivitas guru.

Beberapa tahun sebelumnya, Helmaheri (2004) juga melakukan penelitian

dengan strategi Think-Talk-Write dan aspek yang diukur adalah komunikasi dan

pemecahan masalah dalam kelompok kecil. Penelitian ini merupakan eksperimen

dengan 2 kelompok sampel tanpa pretes dengan alasan materinya baru, tetapi

untuk melihat kemampuan awal diberikan materi prasarat. Kesimpulan yang

didapat adalah kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematik siswa

yang belajar dengan strategi Think-Talk-Write dalam kelompok kecil berada pada

kriteria sedang mendekati baik, sedangkan siswa yang belajar dengan cara biasa

masih termasuk dalam kategori cukup.

Page 26: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

38

Dengan menggunakan strategi pembelajaran yang sama penelitian juga

dilakukan oleh Mudzakir (2006). Aspek yang diteliti adalah mengenai

kemampuan representasi matematik beragam. Sedangkan kesimpulan yang

didapat adalah kemampuan siswa dalam membuat representasi kata-kata cukup

baik tetapi masih belum optimal dan hanya ada sebagian kecil siswa dari level

tinggi selain mampu menyelesaikan soal-soal dengan proses aljabar juga dapat

menggunakan representasi tabel atau grafik.

Penelitian lain yang senada dengan penelitian-penelitian di atas, juga

dilakukan oleh Ansari (2003), dengan mengambil aspek yang diukur adalah

pemahaman dan komunikasi matematik. Dalam penelitiannya diambil sampel

yang terdiri dari 3 tingkatan, yaitu sekolah dengan kemampuan tingkat tinggi,

sekolah dengan kemampuan tingkat sedang, dan sekolah dengan kemampuan

tingkat rendah. Dan kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah strategi

pembelajaran Think-Talk-Write dalam kelompok kecil lebih besar pengaruhnya

bagi siswa yang berpengetahuan awal tergolong menengah ke atas, dan relatif

kecil bagi siswa yang tergolong bawah dalam upaya menumbuhkembangkan

kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik.

B. Kerangka Berpikir

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa manusia kreatif sangat

dibutuhkan dalam mengantisipasi dan merespon secara efektif ketidak menentuan

perubahan dunia saat ini. Tetapi selama ini kreativitas dalam matematika kurang

Page 27: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

39

mendapat perhatian. Padahal komponen berpikir kreatif adalah kemampuan yang

sangat penting bagi seseorang untuk memecahkan suatu permasalahan.

Selain aspek berpikir kreatif hal lain yang juga perlu mendapat perhatian

adalah koneksi matematik siswa. Karena sesuai dengan NCTM (1989) yang

menyatakan bahwa, melalui koneksi matematik maka pengetahuan siswa akan

diperluas, siswa akan memandang matematika sebagai kesatuan yang utuh bukan

sebagai materi yang berdiri sendiri, serta siswa akan menyadari kegunaan dan

manfaat matematika baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Dengan demikian siswa tidak hanya bertumpu pada salah satu konsep atau

materi matematika yang sedang dipelajari, tetapi secara tidak langsung siswa

memperoleh berbagai konsep pengetahuan yang berbeda. Jadi sangatlah penting

agar siswa dapat mengkoneksikan antara ide-ide yang akhirnya dapat

meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.

Berpijak dari kedua permasalahan tersebut maka penulis bermaksud

meningkatkan aspek berpikir kreatif dan koneksi matematik dengan menggunakan

strategi pembelajaran think-talk-write, dengan alasan bahwa dengan strategi

pembelajaran think-talk-write siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya

sendiri, mengkomunikasikan pemikirannya dan menuliskan hasil diskusinya

sehingga siswa lebih memahami konsep yang diajarkan. Dengan demikian

kreativitas siswa lebih meningkat, begitupun dengan koneksi matematiknya

sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Page 28: Bab II Tinjauan Literatur maupun non aptitude , baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya

40

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan yang dikemukakan sebelumnya, maka

hipotesis penelitian ini penulis perinci sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir kreatif siswa yang mendapatkan strategi pembelajaran

Think – Talk – Write meningkat secara signifikan.

2. Kemampuan koneksi matematik dari siswa yang mendapatkan strategi

pembelajaran Think – Talk – Write meningkat secara signifikan.

3. Sikap siswa terhadap strategi pembelajaran Think – Talk – Write responnya

positif.