bab ii tinjauan pustakaeprints.unpam.ac.id/1842/3/bab ii.docx · web viewbab ii tinjauan pustaka...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Dasar Hukum Perpajakan
Dasar hukum yang menjadi landasan perpajakan terdapat pasal 23 ayat
(2) Undang-Undang Dasar 45 yang telah diamandemen dalam amandemen
ketiga menjadi pasal 23A Undang-Undang Dasar 45. Dalam UUD 45 Pasal
23A, berbunyi :
“Pajak dan Pungutan lain yang bersifat memaksa untuk
kepentingan Negara diatur dengan Undang-Undang.”
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pasal 23A Undang-Undang Dasar
1945 merupakan dasar hukum semua peraturan perpajakan yang berlaku.
Peraturan mengenai perpajakn diatur pula pada Undang-Undang Perpajakan
Nomor 16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakn (KUP),
dan Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak Penghasilan (PPh), serta Nomor 42
Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (PPN & PPnBM).
2.1.2 Pengertian Pajak
Beberapa Ahli dalam bidang perpajakan memberikan definisi yang
berbeda mengenai pajak. Namun demikian, berbagai definisi tersebut pada
dasarnya memiliki tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian
pajak sehingga mudah dipahami.
Menurut Rochmat Soemitro dikutip oleh Mardiasmo (2011:1) :14
15
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal
(kontrasepsi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk
membayar keperluan umum”
Sedangkan pengertian pajak menurut Undang-Undang Perpajakan
Nomor 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1
ayat 1: “Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Berdasarkan definisi-definisi pajak menurut para ahli diatas, maka
dapat disimpilkan bahwa pajak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Waluyo,
2013:3) :
1. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang serta aturan pelaksanaanya
yang sifatnya dapat dipaksakan.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila
dan pemasukannya masih dapat surplus, dipergunakan untuk membiayai
public investment.
16
2.1.3 Fungsi Pajak
Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri pada pengertian pajak dan
berbagai definisi pajak terlihat adanya dua fungsi pajak menurut (Siti Resmi,
2013:3), yaitu :
2.1.3.1 Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah
satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin
maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya
memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas Negara. Upaya tersebut
ditempuh dengan cara ekstensifikasi mau pun intensifikasi pemungutan pajak
melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti pajak
penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak atas Penjualan
Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dan lain-lain.
2.1.3.2 Fungsi Regulerend (Fungsi Mengatur)
Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan.
2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak
Ada 3 sistem pemungutan pajak yang dapat digunakan menurut Siti
Resmi (2013:11), Yaitu :
2.1.4.1 Official Assesment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur
17
perpajakan (fiskus) untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang
setiap tahunnya
17
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Dalam sistem ini, kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada
ditangan para aparatur perpajakan. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan
pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan (fiskus).
2.1.4.2 Self Asessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak
dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai
dengan peraturan-perundangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini
kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan wajib
pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, dan mempunyai
kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak.
Oleh karena itu, wajib pajak diberi kepercayaan untuk :
1. Menghitung sendiri pajak yang terutang.
2. Memperhitungkan sendiri jumlah pajak yang terutang.
3. Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang.
4. Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang.
5. Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.
Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak
tergantung pada wajib pajak sendiri.
2.1.4.3 Withholding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
17
ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
wajib pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, keputusan
presiden, dan
18
peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor, dan
mempertanggung jawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil
atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak
ketiga yang ditunjuk.
2.1.5 Hambatan Pemungutan Pajak
Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua
(Mardiasmo, 2011:8), yaitu :
2.1.5.1 Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara
lain :
1. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
2. Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat.
3. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2.1.5.2 Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung
ditujukan kepada fiskus dengan tujuan menghindari pajak. Bentuknya antara lain :
1. Tax avoidance, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan
tidak melanggar Undang-Undang.
2. Tax Evasion, yaitu meringankan beban pajak dengan cara
yang melanggar Undang-Undang (Menggelapkan Pajak).
19
2.1.6 Pengertian Utang Pajak
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 19 tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan surat paksa (UU
20
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa), pengertian utang pajak menurut pasal
1 ayat 8 adalah sebagai berikut :
“Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi
administrasi berupa bunga denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat
ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan perundang-
undangan perpajakan”
2.1.7 Timbulnya Utang Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:8) ada dua ajaran yang mengatur timbulnya
utang pajak (saat pengakuan adanya utang pajak), yaitu :
2.1.7.1 Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan oleh fiskus.
Ajaran ini diterapkan pada official assesment system.
2.1.7.2 Ajaran Materiil
Utang pajak timbul karena berlakunya Undang-Undang. Seseorang
dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada
Self Assesment System.
2.1.8 Kualitas Penetapan Pajak
Dalam system self assessment Wajib Pajak diwajibkan untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajak yang terutang
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga penentuan besarnya pajak
yang terutang dipercayakan pada Wajib Pajak sendiri melalui Surat
Pemberitahuan yang disampaikan. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak hanya
21
terbatas kepada Wajib
20
Pajak karena ketidakbenaran dalam pengisian Surat Pemberitahuan atau
karena ditemukan data yang tidak dilaporkan.
Menurut Hidayat (2013:3) kualitas penetapan pajak adalah bahwa
penetapan yang paling baik atau sangat baik adalah penetapan yang tidak
berubah jika wajib pajak mengajukan permohonan pengurangan / penghapusan
sanksi atau keberatan
/ banding. Hal ini menandakan bahwa dalam memberikan penetapan pajak
sudah dilakukan dengan pertimbangan yang tepat didukung dengan data-data
yang akurat sehingga meskipun wajib pajak mengajukan
pengurangan/penghapusan sanksi atau keberatan banding, keputusan
penetapannya tetap tidak berubah, baik menjadi berkurang atau bertambah,
setelah dilakukan pengajuan pengurangan / penghapusan sanksi atau keberatan
banding, yang menunjukkan bahwa dalam pengambilan keputusan tidak
didasarkan pada pertimbangan yang tetap dan data oleh pihak fiskus.
2.1.9 Pengertian Penagihan Pajak
Menurut pasal 1 Nomor 9 UU tentang penagihan pajak dengan surat
paksa nomor 19 tahun 2000 menyatakan: “Penagihan pajak adalah serangkaian
tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan
pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika
dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan,
melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang
telah disita.”
20
Menurut Mardiasmo (2009:119) mendefinikasikan Penagihan pajak
adalah sebagai berikut :
21
“Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan”.
Menurut Diana Sari (2013:264) mendefinikasikan Penagihan pajak
adalah sebagai berikut :
“Serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak
dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat 10 paksa,
mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan
penyanderaan dan menjual barang yang telah disita”.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
penagihan pajak merupakan tindakan agar penangung pajak melunasi utang
pajak dan biaya penagihan pajak dengan memperingatkan dan melakukan
pelaksanaan penagihan yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah.
2.1.10 Dasar Hukum Penagihan Pajak
1. UU Nomor 16 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor
6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan UU KUP Nomor 28 tahun 2007.
2. UU Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa beberapa kali diubah, terakhir dengan UU PPSP Nomor 19 tahun
2000.
3. Keputusan Menteri Keuangan No 562/KMK. 04/2000 ditetapkan tanggal
22
26 desember 2000 tentang syarat-syarat tata cara pengangkatan dan
pemberhentian juru sita pajak.
23
4. Keputusan Menteri Keuangan nomor:561/KMK.04/2000 tentang tata cara
pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus dan pelaksanaan surat
paksa.
5. Keputusan Menteri keuangan nomor:147/KMK. 04/1998 sebagai mana
telah diubah dengan keputusan Mentri keuangan 21/KMK. 01/1999
tentang menunjukan pejabat untuk penagihan pajak pusat, tata cara
dan jadwal waktu pelaksanaan penagihan pajak.
6. Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 135 tahun 2000
tentang tata cara penyitaan dalam rangka penagihan pajak dengan surat
paksa.
2.1.11 Tindakan Penagihan Pajak
Sesuai dengan sistem perpajakan yang dianut di Indonesia, maka
tindakan penagihan pajak dilakukan setelah adanya pemeriksaan pajak dan
setelah diterbitkannya Surat Ketetapan maupun Surat Keputusan Pajak (STP,
SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang
menyebabkan pajak yang harus dibayar setelah lewat jatuh tempo pembayaran
yang bersangkutan). Menurut Suandy (2009:173) penagihan pajak dapat
dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
2.1.11.1 Penagihan pajak pasif
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan STP, SKPKB,
SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang
menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30
hari belum dilunasi maka 7 hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan
24
penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.
25
2.1.11.2 Penagihan pajak aktif
Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif,
dimana dalam upaya penagihan ini fiskus lebih berperan aktif dalam arti
tidak hanya mengirim STP atau SKP tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan
dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang. Pelaksanaan penagihan aktif
dijadwalkan berlangsung selama 58 hari yang dimulai dengan penyampaian
surat teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, dan
pengumuman lelang.
2.1.12 Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 24/PMK.03/2008 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan
Penagihan Seketika dan Sekaligus, tahapan dan jadwal waktu pelaksanaan
penagihan pajak dapat digambarkan melalui skema dibawah ini:
STP, SKPKB, SKPKBT, dll
7 Hari
Surat Teguran 21 hari Surat Paksa
Jatuh Tempo 2 X 24 Jam
Pengumuman Lelang
14 Hari 14 HariPelaksanaan
Lelang
SPMP/Penyitaan
Gambar 2.1Tahapan dan Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak
26
Kegiatan penagihan pajak sejak tanggal jatuh tempo pembayaran
sampai dengan pengajuan permintaan penetapan tanggal dan tempat pelelangan
meliputi jangka waktu 58 hari. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
24
1. Pejabat menerbitkan surat teguran, surat peringatan, atau surat lain
yang sejenis apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya
dalam jangka waktu 7 hari setelah jatuh tempo.
2. Selanjutnya surat paksa diterbitkan apabila dalam jangka waktu 21 hari
setelah surat teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis
diterbitkan namun penanggung pajak masih juga belum melunasi utang
pajaknya. Kewajiban pajak sebagaimana tertuang dalam surat paksa
harus dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam.
3. Apabila utang pajak belum dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana
tertuang dalam surat paksa yaitu 2 x 24 jam, maka pejabat dapat
menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).
4. Empat belas hari setelah dilakukan penagihan pajak dengan Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP), ternyata penanggung pajak
belum melunasi utang pajaknya, pejabat menerbitkan surat perintah
tentang pengumuman lelang.
5. Empat belas hari setelah pengumuman lelang ternyata penanggung
pajak masih belum juga melunasi utang pajaknya, pejabat melakukan
penjualan barang sitaan penanggung pajak melalui Kantor Lelang Negara.
2.1.13 Daluwarsa Penagihan Pajak
Sebagaimana dijelaskan diatas tindakan penagihan pajak merupakan
serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak. Namun demikian, hak untuk melakukan penagihan pajak
25
ini dibatasi sampai 10 tahun. Hal ini sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud
25
dalam pasal 22 nomor 16 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas
Undang- Undang Dasar Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan. Ketentuan mengenai daluwarsa penagihan pajak ini
dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum kapan suatu utang pajak tidak
dapat ditagih lagi.
Namun demikian, menurut ketentuan sebagai dimaksud dalam pasal 22
ayat 2 Undang-Undang Dasar Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan
ketiga atas Undang-undang Dasar Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum
dan tata cara perpajakan, daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud
diatas tertangguh dalam hal-hal sebagai berikut :
1. Kepada wajib pajak diterbitkan surat teguran dan surat paksa.
2. Adanya pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung
maupun tidak langsung diterbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar
(SKPKB) dan surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan
(SKPKBT).
Dengan demikian pelaksanaan penerbitan surat teguran dan surat
paksa merupakan upaya fiskus dalam mencegah daluwarsa penagihan. Oleh
karena itu pengawasan terhadap tunggakan pajak mutlak diperlukan dengan
tujuan untuk mengetahui utang pajak yang akan segera daluwarsa. Dengan
demikian potensi kerugian negara dari hilangnya hak menagih hutang pajak
karna daluwarsa masa penagihannya dapat dihindarkan.
2.1.14 Standar Pelaksanaan Kegiatan Penagihan Pajak
26
Selain pencapaian target, pencairan tunggakan pajak yang telah
ditentukan pada setiap awal tahun, keberhasilan pelaksanaan tindakan penagihan
ditentukan
26
pula oleh seberapa besar pencapain terhadap standar prestasi yang telah
ditetapkan. Standar prestasi ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman
secara kuantitas, jumlah minimal pelaksanaan serangkaian tindakan penagihan
yang harus dilaksanakan, khususnya pemberitahuan surat paksa, pelaksanaan
penyitaan dan pelaksanaan lelang.
Standar prestasi pelaksanaan kegiatan penagihan pajak tahun 2004
sebagaimana dimaksud dalam surat edaran Direktur Jendral Pajak No: SE-
02/PJ.75/2004 tentang kebijakan penagihan pajak tahun 2004 adalah sebagai
berikut:
1. Penyampaian surat paksa: 12 SP per juru sita per bulan SPMP
2. Penyampaian SPMP: 3 SPMP per juru sita per bulan.
3. Pelaksanaan lelang:1 lelang per tri wulan per triwulan per KPP.
2.1.15 Pengertian Tunggakan Pajak
Tunggakan pajak merupakan pajak yang terutang ataupun yang belum
dibayar kepada negara dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Jumlah utang
pajak yang harus dibayar dalam batas waktu yang telah ditetapkan tercantum
dalam surat ketetapan pajak (SKP) dan harus dibayar oleh wajib pajak ataupun
penanggung pajak. Pajak yang terutang oleh wajib pajak harus dibayar atau
dilunasi tepat pada waktunya, pembayaran pajak harus dilakukan di kas negara
atau kantor-kantor yang ditunjuk oleh pemerintah untuk memperingan wajib
pajak, maka pembayaran pajak dapat diangsur selama satu tahun berjalan.
Setelah jumlah pajak yang sesungguhnya terutang diketahui, maka kekurangannya
27
setelah
tahun pajak berakhir. Oleh karena itu apabila setelah tanggal jatuh tempo pajak
28
tersebut belum dilunasi maka timbul tunggakan pajak (Hidayat &
Cheisviyanny 2013).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa tunggakan pajak timbul
apabila wajib pajak tidak melunasi pajaknya saat tanggal jatuh tempo, telah
ditegur, dan ditagih. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan
penagihan pajak, apabila jumlah pajak yang terutang berdasarkan surat tagihan
pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB), surat ketetapan pajak
kurang bayar tambahan (SKPKBT), surat keputusan pembetulan, surat
keputusan keberatan, putusan banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah, tidak dibayar oleh penanggung pajak sesuai dengan
jangka waktu yang ditetapkan.
2.2 Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai Analisis Kualitas Penetapan Pajak dan Penagihan
Aktif pajak Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak memang sudah banyak
dilakukan sebelumnya. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
Analisis Kualitas Penetapan Pajak dan Penagihan Aktif pajak Terhadap
Pencairan Tunggakan Pajak yang dikutip dari berbagai sumber antara lain:
Tabel 2.1Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Variabel Hasil
29
1 Shelviyana(2015)
PengaruhKualitas Penetapan Pajak dan Tindakan Penagihan Aktif terhadap Pencairan Tunggakan
keputusan upaya hukumWajib Pajak (daftarpengurangan/penghapusan sanksi atau kebaratan/banding), jumlah surat teguran, jumlah surat paksa, dan
Hasilpenelitian menunjukkan bahwa secara parsial kualitas penetapan pajak berpengaruh
30
Pajak (padaKantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees)
pencairan tunggakanpajak yang timbul berasal dari Surat Tagihan Pajak, SuratKetetapan Pajak Kurang Bayar, dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahantahun 2013.
namuntidak signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak, dengan persentase pengaruh sebesar 5,0% dan tindakan penagihan aktif berpengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak, dengan persentase pengaruh sebesar 59,8%
2 AndiMarduati (2012)
PengaruhPenagihan Aktif Pajak Dengan Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak
Surat Paksa , SuratTeguran , Pencairan Tunggakan Pajak
Berdasarkanhasil perhitungan uji simultan (F-test), dibuktikan bahwa jumlah surat teguran dan jumlah surat paksa yang diterbitkan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak diKPP Pratama
31
Barat
3 Devi FarahAzizah (2013)
Pengaruh SuratKetetapan Pajak Dan Tindakan Aktif Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak Penghasilan Badan
Jumlah Surat KetetapanPajak , Jumlah Surat Penagihan Aktif , Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak Penghasilan Badan
Berdasarkanhasil penelitian diketahui bahwa jumlah Surat Ketetapan Pajak yang dikeluarkan oleh KPP Pratama Malang Utara mempunyai pengaruh terhadap jumlah pencairan tunggakan Pajak Penghasilan Badan. Hal ini dikarenakan Surat Ketetapan pajak merupakan salah satu cara untuk mencairkan tunggakan Pajak Penghasilan Badan yang terutang4 Pitnawati
(2009)EfektivitasPelaksanaan Penagihan Aktif dalam Pencairan Tunggakan Pajak
Efektivitas PelaksanaanPenaghihan Aktif dan Pencairan Tunggakan pajak yang dijabarkan pada indikator
HasilPerhitungan tingkat efetivitas menunjukkan pelaksanaan penagihan
30
aktif dalampencairan tunggakan apajak pada KPP Jakarta Pasar minggu Efektif yaitu sebesar 87%5 Sartika Z
(2015)PengaruhTindakan Pengihan Aktif Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak
Jumlah surat-surat yangditerbitkan , surat teguran , surat paksa , surat perintah
hasilpenelitian menunjukkan jumlah surat - surat yang diterbitkan oleh KPP Makassar Barat sebagai pelaksana tindakan penagihan aktif berpengaruh terhadap pencairan tunggakan pajak
Sumber : Diolah Oleh Penulis, 2017
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah tentang tindakan
penagihan aktif mempengaruhi pencairan tunggakan pajak. Penyebab timbulnya
tunggakan pajak antara lain disebabkan pengetahuan tentang peraturan hukum,
pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum, sikap terhadap peraturan
hukum, dan pola- pola perilakuan hukum. Direktorat Jenderal Pajak Departemen
Keuangan melakukan berbagai langkah untuk menagih tunggakan tersebut,
diantaranya dengan melakukan tindakan penagihan aktif yang terdiri dari
serangkaian tindakan
31
yang dilaksanakan oleh aparatur perpajakan dalam rangka mencairkan tunggakan
pajak yang terjadi.
Tindakan penagihan aktif ini dimulai dengan penerbitan surat teguran
yang berfungsi untuk memperingatkan wajib pajak agar segera melunasi
utang pajaknya yang telah lewat jatuh tempo. Apabila pernyataan ini tidak
juga diindahkan oleh wajib pajak, pajak yang terutang ditagih dengan surat
paksa dan dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan barang-barang untuk
wajib pajak atau penanggung pajak. Semua tindakan yang dilakukan diatas
dimaksudkan untuk memaksa wajib pajak melunasi utang pajaknya. Apabila
fiskus telah melakukan tindakan ini tentunya ada biaya penagihan yang harus
dikeluarkan oleh fiskus sesuai dengan ketentuan, semua biaya yang timbul akan
dibebankan kepada wajib pajak dengan demikian jumlah utang pajak yang
harus ditanggung oleh wajib pajak adalah pajak terutang ditambah sanksi
administrasi dan biaya penagihan pajak. Tambahan biaya ini merupakan
konsekuensi yang harus ditanggung oleh wajib pajak yang tidak patuh dalam
membayar pajak. Tindakan penagihan pajak aktif merupakan solusi terakhir
dalam pemegang peranan penting dalam penegakan hukum di bidang
perpajakan. Berdasarkan uraian penjelasan diatas dapat dituangkan dalam suatu
skema kerangka pikir sebagai berikut:
32
KUALITAS PENETAPAN
( X1 )
H1
PENCAIRANH3 TUNGGAKAN PAJAK
PENAGIHAN AKTIF (X2)
H2
Gambar 2.2 Kerangka
Konseptual
2.4 Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan kerangka konseptual diatas maka selanjutnya di susun
hipotesis. Menurut Sugiyono (2013:99) hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena
jawaban yang diberikan baru didasarkan pada fakta-fakta empriris yang di
peroleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai
jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang
empirik.
2.4.1 Pengaruh Kualitas Penetapan Pajak Terhadap Pencairan
Tunggakan Pajak
Surat Ketetapan Pajak adalah surat yang menyatakan besarnya pajak yang
terutang dalam satu tahun pajak (Waluyo,2011:49). Sementara itu, Surat
Ketetapan Pajak merupakan produk dari pemeriksaan pajak sebagaimana
yang dikatakan Kurniawan (2011:86). Oleh karena itu pelaksanaan
pemeriksaan haruslah dilakukan secara efektif dengan tetap berpegang pada
33
keadilan . kepastian hukum, pembinaan serta kesinambungan antara hak dan
kewajiaban
wajib pajak dan aparatur pajak. Jika tidak maka pemeriksaan tersebut hanya
33
menghasilkan suatu ketetapan yang pada akhirnya hanya akan menambahkan
jumlah pajak yang sulit untuk dicairkan (Gunadi, 2010:117).
Pentingnya kualitas penetapan dalam hubungan dengan pencairan
tunggakan juga terkait dengan faktor pemeriksaan, karena penetapan
merupakan kegiatan pendahuluan yang akan menjadi input utama sebelum
menetapkan suatu ketetapan pajak.
Penelitian mengenai pencairan tunggakan pajak pernah dilakukan Gede
(2007) menganalisis pengaruh kualitas penetapan dan penagihan aktif
terhadap pencairan tunggakan pajak dikantor pelayanan pajak madya Jakarta
Pusat menunjukkan bahwa kualitas penetapan dan penagihan aktif memiliki
pengaruh positif dan signifikan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-
sama terhadap pencairan tunggakan pajak Asumsi utama yang mendasari dalam
penentuan penilaian kualitas penetapan adalah bahwa penetapan yang paling baik
atau sangat baik adalah penetapan yang tidak berubah jika Wajib Pajak
mengajukan permohonan pengurangan/penghapus-an sanksi atau
keberatan/banding. Hal ini menandakan bahwa dalam memberikan penetapan
sudah dilakukan dengan pertimbangan yang tepat didukung dengan data-data
yang akurat, sehingga meskipun Wajib Pajak mengajukan pengurangan
/pengapusan sanksi atau keberatan/banding, keputusan penetapannya tetap tidak
berubah, baik menjadi berkurang atau bertambah, setelah dilakukan pengajuan
pengurangan/pengapusan sanksi atau keberatan/banding, yang menunjukkan
bahwa daam pengambilan keputusan tidak didasarkan pada pertimbangan yang
tetap dan data akurat oleh
34
pihak fiskus (pemeriksa pajak). Berdasarkan perumusan masalah yang ada dan
35
mempertimbangkan teori yang relevan, maka perumusan hipotesis dalam
penelitian ini yaitu :
H1 = Diduga adannya pengaruh Kualitas penetapan pajak terhadap pencairan
tunggakan pajak.
2.4.2 Pengaruh Tindakan Penagihan Aktif Terhadap Pencairan
Tunggakan Pajak
Penagihan pajak merupakan bagian dari administrasi pajak yang
keberadaannya sangat diperlukan oleh fiskus. Hal ini diperlukan bilamana
Wajib Pajak tidak atau belum memiliki kesadaran, kejujuran, tax mindedness,
dan disiplin. Maka masih banyak diperlukan campur tangan dari Direktorat
Jenderal Pajak dalam berbagai bentuk. Dan pada kenyataannya terdapat
cukup banyak Wajib Pajak dengan berbagai alasan tidak melaksanakan
kewajibannya membayar pajak sesuai ketetapan pajak yang diterbitkan. Tidak
dilunasinya utang pajak tentu saja menjadi beban administrasi tunggakan pajak.
Oleh karena itu untuk mencairkan tunggakan pajak dimaksud dilakukan
tindakan penagihan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sebagaimana yang disampaikan Gunadi (2011:116) bahwa peningkatan
frekuensi dan mutu penagihan pajak lebih diperlukan mengingat semakin
besarnya jumlah tunggakan pajak. Sementara Kurniawan (2011:5)
menambahkan bahwa fiskus berwenang melakukan tindakan penagihan aktif
apabila terdapat utang pajak yang jatuh tempo belum dilunasi oleh wajib pajak.
Penagihan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan fiskus agar wajib
pajak atau penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
36
Dalam penagihan aktif fiskus diberikan
37
kewenangan untuk menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan
pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksana-kan penyanderaan dan menjual
barang yang telah disita.
Tindakan penagihan aktif meliputi tindakan pemberian surat teguran,
surat paksa, penyitaan, lelang dan cegah serta sandera. Dalam program pemulihan
krisis ekonomi Indonesia salah satu tugas penting Direktorat Jenderal Pajak
adalah melaksanakan Program Peningkatan Pencairan Tunggakan Pajak
(Increasing Recovery of Tax Arrears). (Gunadi, 2010:116). Khalifah (2009)
yang menguji pengaruh pelaksanaan penagihan aktif terhadap tingkat
penerimaan pajak pada KPP Pratama kota Balikpapan menyatakan bahwa
pelaksanaan penagihan yang meliputi jumlah surat teguran, jumlah surat paksa,
dan SPMP mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap tingkat penerimaan
pajak pada KPP Pratama Balikpapan. Pentingnya faktor tindakan penagihan
aktif dalam hubungannya dengan pencairan tunggakan pajak tersebut dapat
dipahami, karena pada prinsipnya tindakan penagihan aktif secara khusus
memang difungsikan sebagai alat untuk menagih tunggakan pajak. Oleh karena
itu, jika penagihan aktif dijalankan secara intensif, maka akan dapat
meningkatkan pencairan tunggakan pajak.
Berdasarkan perumusan masalah yang ada dan mempertimbangkan teori
yang relevan, maka perumusan hipotesis dalam penelitian ini yaitu :
H2 = Diduga adanya pengaruh Tindakan Penagihan aktif terhadap Pencairan
38
Tunggakan Pajak.
39
2.4.3 Pengaruh Kualitas Penetapan Pajak dan Tindakan Penagihan
Aktif Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak
Tunggakan Pajak merupakan pajak yang terutang ataupun yang belum
dibayar kepada negara dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Jumlah
hutang pajak yang harus dibayar dalam batas waktu yang telah ditetapkan
tercantum dalam Surat Ketetapan pajak (SKP) dan harus dibayar oleh Wajib
Pajak ataupun Penanggung Pajak. Pajak yang terutang oleh Wajib Pajak harus
dibayar atau dilunasi tepat pada waktunya, pembayaran pajak harus dilakukan
di Kas Negara atau kantor-kantor yang ditunjuk oleh pemerintah. Untuk
memperingan Wajib Pajak maka pembayaran pajak dapat diangsur selama satu
tahun berjalan. Setelah jumlah pajak yang sesungguhnya terutang diketahui,
maka kekurangannya setelah tahun pajak berakhir. Oleh karena itu apabila
setelah tanggal jatuh tempo pajak tersebut belum dilunasi maka timbul
tunggakan pajak.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa tunggakan pajak timbul
apabila Wajib Pajak tidak melunasi pajaknya saat tanggal jatuh tempo, telah
ditegur, dan ditagih. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan penagihan
pajak, apabila jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan. Jadi tunggakan pajak dapat disebabkan karena ketidakmampuan
40
dan belum
41
adanya kesadarnya wajib pajak membayar pajak sebagai kewajibanya dalam
keikutsertaan dalam pembangunan negara.
Mengingat sangat pentingnya peranan pajak sebagai salah satu sumber
pendapatan negara. maka sudah sepantasnya kantor pelayanan pajak
melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pungutan pajak. Upaya-upaya
yang dapat dilakukan dalam meningkatkan penerimaan pencairan tunggakan
pajak terutama di bidang PPh (Pajak Penghasilan) yaitu dengan Meningkatkan
kegiatan penyu luhan pajak dan Memperbaiki mutu pelayanan pajak kepada
Wajib Pajak. Hal ini di buktikan oleh penelitian Shelviyana (2015) yang
berjudul Pengaruh Kualitas Penetapan Pajak dan Tindakan Penagihan Aktif
terhadap Pencairan Tunggakan Pajak yang hasil penelitiannya menyatakan
bahwa secara simultan kualitas penetapan pajak dan tindakan penagihan aktif
berpengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.
Berdasarkan perumusan masalah yang ada dan mempertimbangkan teori
yang relevan, maka perumusan hipotesis dalam penelitian ini yaitu :
H3 = Diduga adanya pengaruh Kualitas Penetapan dan Tindakan Penagihan aktif
terhadap pencairan tunggakan pajak.