bab ii tinjauan pustakaeprints.unpam.ac.id/1842/3/bab ii.docx · web viewbab ii tinjauan pustaka...

46
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Dasar Hukum Perpajakan Dasar hukum yang menjadi landasan perpajakan terdapat pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 45 yang telah diamandemen dalam amandemen ketiga menjadi pasal 23A Undang-Undang Dasar 45. Dalam UUD 45 Pasal 23A, berbunyi : “Pajak dan Pungutan lain yang bersifat memaksa untuk kepentingan Negara diatur dengan Undang-Undang.” Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum semua peraturan perpajakan yang berlaku. Peraturan mengenai perpajakn diatur pula pada Undang-Undang Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakn (KUP), dan Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak Penghasilan (PPh), serta Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN & PPnBM).

Upload: others

Post on 19-Jan-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Dasar Hukum Perpajakan

Dasar hukum yang menjadi landasan perpajakan terdapat pasal 23 ayat

(2) Undang-Undang Dasar 45 yang telah diamandemen dalam amandemen

ketiga menjadi pasal 23A Undang-Undang Dasar 45. Dalam UUD 45 Pasal

23A, berbunyi :

“Pajak dan Pungutan lain yang bersifat memaksa untuk

kepentingan Negara diatur dengan Undang-Undang.”

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pasal 23A Undang-Undang Dasar

1945 merupakan dasar hukum semua peraturan perpajakan yang berlaku.

Peraturan mengenai perpajakn diatur pula pada Undang-Undang Perpajakan

Nomor 16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakn (KUP),

dan Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak Penghasilan (PPh), serta Nomor 42

Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak

Penjualan Atas Barang Mewah (PPN & PPnBM).

2.1.2 Pengertian Pajak

Beberapa Ahli dalam bidang perpajakan memberikan definisi yang

berbeda mengenai pajak. Namun demikian, berbagai definisi tersebut pada

dasarnya memiliki tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian

pajak sehingga mudah dipahami.

Menurut Rochmat Soemitro dikutip oleh Mardiasmo (2011:1) :14

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

15

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-

undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal

(kontrasepsi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk

membayar keperluan umum”

Sedangkan pengertian pajak menurut Undang-Undang Perpajakan

Nomor 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1

ayat 1: “Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang

oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-

Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan

negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Berdasarkan definisi-definisi pajak menurut para ahli diatas, maka

dapat disimpilkan bahwa pajak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Waluyo,

2013:3) :

1. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang serta aturan pelaksanaanya

yang sifatnya dapat dipaksakan.

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi

individual oleh pemerintah.

3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila

dan pemasukannya masih dapat surplus, dipergunakan untuk membiayai

public investment.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

16

2.1.3 Fungsi Pajak

Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri pada pengertian pajak dan

berbagai definisi pajak terlihat adanya dua fungsi pajak menurut (Siti Resmi,

2013:3), yaitu :

2.1.3.1 Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah

satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin

maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya

memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas Negara. Upaya tersebut

ditempuh dengan cara ekstensifikasi mau pun intensifikasi pemungutan pajak

melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti pajak

penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak atas Penjualan

Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dan lain-lain.

2.1.3.2 Fungsi Regulerend (Fungsi Mengatur)

Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk

mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan

ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan.

2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak

Ada 3 sistem pemungutan pajak yang dapat digunakan menurut Siti

Resmi (2013:11), Yaitu :

2.1.4.1 Official Assesment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

17

perpajakan (fiskus) untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang

setiap tahunnya

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

17

sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Dalam sistem ini, kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada

ditangan para aparatur perpajakan. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan

pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan (fiskus).

2.1.4.2 Self Asessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak

dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai

dengan peraturan-perundangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini

kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan wajib

pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, dan mempunyai

kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak.

Oleh karena itu, wajib pajak diberi kepercayaan untuk :

1. Menghitung sendiri pajak yang terutang.

2. Memperhitungkan sendiri jumlah pajak yang terutang.

3. Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang.

4. Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang.

5. Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.

Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak

tergantung pada wajib pajak sendiri.

2.1.4.3 Withholding System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

17

ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh

wajib pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, keputusan

presiden, dan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

18

peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor, dan

mempertanggung jawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil

atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak

ketiga yang ditunjuk.

2.1.5 Hambatan Pemungutan Pajak

Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua

(Mardiasmo, 2011:8), yaitu :

2.1.5.1 Perlawanan Pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara

lain :

1. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

2. Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat.

3. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

2.1.5.2 Perlawanan Aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung

ditujukan kepada fiskus dengan tujuan menghindari pajak. Bentuknya antara lain :

1. Tax avoidance, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan

tidak melanggar Undang-Undang.

2. Tax Evasion, yaitu meringankan beban pajak dengan cara

yang melanggar Undang-Undang (Menggelapkan Pajak).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

19

2.1.6 Pengertian Utang Pajak

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 19 tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan surat paksa (UU

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

20

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa), pengertian utang pajak menurut pasal

1 ayat 8 adalah sebagai berikut :

“Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi

administrasi berupa bunga denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat

ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan perundang-

undangan perpajakan”

2.1.7 Timbulnya Utang Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:8) ada dua ajaran yang mengatur timbulnya

utang pajak (saat pengakuan adanya utang pajak), yaitu :

2.1.7.1 Ajaran Formil

Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan oleh fiskus.

Ajaran ini diterapkan pada official assesment system.

2.1.7.2 Ajaran Materiil

Utang pajak timbul karena berlakunya Undang-Undang. Seseorang

dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada

Self Assesment System.

2.1.8 Kualitas Penetapan Pajak

Dalam system self assessment Wajib Pajak diwajibkan untuk

menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajak yang terutang

sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga penentuan besarnya pajak

yang terutang dipercayakan pada Wajib Pajak sendiri melalui Surat

Pemberitahuan yang disampaikan. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak hanya

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

21

terbatas kepada Wajib

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

20

Pajak karena ketidakbenaran dalam pengisian Surat Pemberitahuan atau

karena ditemukan data yang tidak dilaporkan.

Menurut Hidayat (2013:3) kualitas penetapan pajak adalah bahwa

penetapan yang paling baik atau sangat baik adalah penetapan yang tidak

berubah jika wajib pajak mengajukan permohonan pengurangan / penghapusan

sanksi atau keberatan

/ banding. Hal ini menandakan bahwa dalam memberikan penetapan pajak

sudah dilakukan dengan pertimbangan yang tepat didukung dengan data-data

yang akurat sehingga meskipun wajib pajak mengajukan

pengurangan/penghapusan sanksi atau keberatan banding, keputusan

penetapannya tetap tidak berubah, baik menjadi berkurang atau bertambah,

setelah dilakukan pengajuan pengurangan / penghapusan sanksi atau keberatan

banding, yang menunjukkan bahwa dalam pengambilan keputusan tidak

didasarkan pada pertimbangan yang tetap dan data oleh pihak fiskus.

2.1.9 Pengertian Penagihan Pajak

Menurut pasal 1 Nomor 9 UU tentang penagihan pajak dengan surat

paksa nomor 19 tahun 2000 menyatakan: “Penagihan pajak adalah serangkaian

tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan

pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika

dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan,

melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang

telah disita.”

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

20

Menurut Mardiasmo (2009:119) mendefinikasikan Penagihan pajak

adalah sebagai berikut :

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

21

“Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak

melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau

memperingatkan”.

Menurut Diana Sari (2013:264) mendefinikasikan Penagihan pajak

adalah sebagai berikut :

“Serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak

dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan

penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat 10 paksa,

mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan

penyanderaan dan menjual barang yang telah disita”.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

penagihan pajak merupakan tindakan agar penangung pajak melunasi utang

pajak dan biaya penagihan pajak dengan memperingatkan dan melakukan

pelaksanaan penagihan yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar

bertambah.

2.1.10 Dasar Hukum Penagihan Pajak

1. UU Nomor 16 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor

6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan telah

beberapa kali diubah, terakhir dengan UU KUP Nomor 28 tahun 2007.

2. UU Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat

Paksa beberapa kali diubah, terakhir dengan UU PPSP Nomor 19 tahun

2000.

3. Keputusan Menteri Keuangan No 562/KMK. 04/2000 ditetapkan tanggal

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

22

26 desember 2000 tentang syarat-syarat tata cara pengangkatan dan

pemberhentian juru sita pajak.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

23

4. Keputusan Menteri Keuangan nomor:561/KMK.04/2000 tentang tata cara

pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus dan pelaksanaan surat

paksa.

5. Keputusan Menteri keuangan nomor:147/KMK. 04/1998 sebagai mana

telah diubah dengan keputusan Mentri keuangan 21/KMK. 01/1999

tentang menunjukan pejabat untuk penagihan pajak pusat, tata cara

dan jadwal waktu pelaksanaan penagihan pajak.

6. Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 135 tahun 2000

tentang tata cara penyitaan dalam rangka penagihan pajak dengan surat

paksa.

2.1.11 Tindakan Penagihan Pajak

Sesuai dengan sistem perpajakan yang dianut di Indonesia, maka

tindakan penagihan pajak dilakukan setelah adanya pemeriksaan pajak dan

setelah diterbitkannya Surat Ketetapan maupun Surat Keputusan Pajak (STP,

SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang

menyebabkan pajak yang harus dibayar setelah lewat jatuh tempo pembayaran

yang bersangkutan). Menurut Suandy (2009:173) penagihan pajak dapat

dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

2.1.11.1 Penagihan pajak pasif

Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan STP, SKPKB,

SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang

menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30

hari belum dilunasi maka 7 hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

24

penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

25

2.1.11.2 Penagihan pajak aktif

Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif,

dimana dalam upaya penagihan ini fiskus lebih berperan aktif dalam arti

tidak hanya mengirim STP atau SKP tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan

dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang. Pelaksanaan penagihan aktif

dijadwalkan berlangsung selama 58 hari yang dimulai dengan penyampaian

surat teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, dan

pengumuman lelang.

2.1.12 Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 24/PMK.03/2008 tentang

Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan

Penagihan Seketika dan Sekaligus, tahapan dan jadwal waktu pelaksanaan

penagihan pajak dapat digambarkan melalui skema dibawah ini:

STP, SKPKB, SKPKBT, dll

7 Hari

Surat Teguran 21 hari Surat Paksa

Jatuh Tempo 2 X 24 Jam

Pengumuman Lelang

14 Hari 14 HariPelaksanaan

Lelang

SPMP/Penyitaan

Gambar 2.1Tahapan dan Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

26

Kegiatan penagihan pajak sejak tanggal jatuh tempo pembayaran

sampai dengan pengajuan permintaan penetapan tanggal dan tempat pelelangan

meliputi jangka waktu 58 hari. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

24

1. Pejabat menerbitkan surat teguran, surat peringatan, atau surat lain

yang sejenis apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya

dalam jangka waktu 7 hari setelah jatuh tempo.

2. Selanjutnya surat paksa diterbitkan apabila dalam jangka waktu 21 hari

setelah surat teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis

diterbitkan namun penanggung pajak masih juga belum melunasi utang

pajaknya. Kewajiban pajak sebagaimana tertuang dalam surat paksa

harus dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam.

3. Apabila utang pajak belum dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana

tertuang dalam surat paksa yaitu 2 x 24 jam, maka pejabat dapat

menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).

4. Empat belas hari setelah dilakukan penagihan pajak dengan Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP), ternyata penanggung pajak

belum melunasi utang pajaknya, pejabat menerbitkan surat perintah

tentang pengumuman lelang.

5. Empat belas hari setelah pengumuman lelang ternyata penanggung

pajak masih belum juga melunasi utang pajaknya, pejabat melakukan

penjualan barang sitaan penanggung pajak melalui Kantor Lelang Negara.

2.1.13 Daluwarsa Penagihan Pajak

Sebagaimana dijelaskan diatas tindakan penagihan pajak merupakan

serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya

penagihan pajak. Namun demikian, hak untuk melakukan penagihan pajak

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

25

ini dibatasi sampai 10 tahun. Hal ini sesuai dengan ketentuan sebagaimana

dimaksud

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

25

dalam pasal 22 nomor 16 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas

Undang- Undang Dasar Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan. Ketentuan mengenai daluwarsa penagihan pajak ini

dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum kapan suatu utang pajak tidak

dapat ditagih lagi.

Namun demikian, menurut ketentuan sebagai dimaksud dalam pasal 22

ayat 2 Undang-Undang Dasar Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan

ketiga atas Undang-undang Dasar Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum

dan tata cara perpajakan, daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud

diatas tertangguh dalam hal-hal sebagai berikut :

1. Kepada wajib pajak diterbitkan surat teguran dan surat paksa.

2. Adanya pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung

maupun tidak langsung diterbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar

(SKPKB) dan surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan

(SKPKBT).

Dengan demikian pelaksanaan penerbitan surat teguran dan surat

paksa merupakan upaya fiskus dalam mencegah daluwarsa penagihan. Oleh

karena itu pengawasan terhadap tunggakan pajak mutlak diperlukan dengan

tujuan untuk mengetahui utang pajak yang akan segera daluwarsa. Dengan

demikian potensi kerugian negara dari hilangnya hak menagih hutang pajak

karna daluwarsa masa penagihannya dapat dihindarkan.

2.1.14 Standar Pelaksanaan Kegiatan Penagihan Pajak

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

26

Selain pencapaian target, pencairan tunggakan pajak yang telah

ditentukan pada setiap awal tahun, keberhasilan pelaksanaan tindakan penagihan

ditentukan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

26

pula oleh seberapa besar pencapain terhadap standar prestasi yang telah

ditetapkan. Standar prestasi ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman

secara kuantitas, jumlah minimal pelaksanaan serangkaian tindakan penagihan

yang harus dilaksanakan, khususnya pemberitahuan surat paksa, pelaksanaan

penyitaan dan pelaksanaan lelang.

Standar prestasi pelaksanaan kegiatan penagihan pajak tahun 2004

sebagaimana dimaksud dalam surat edaran Direktur Jendral Pajak No: SE-

02/PJ.75/2004 tentang kebijakan penagihan pajak tahun 2004 adalah sebagai

berikut:

1. Penyampaian surat paksa: 12 SP per juru sita per bulan SPMP

2. Penyampaian SPMP: 3 SPMP per juru sita per bulan.

3. Pelaksanaan lelang:1 lelang per tri wulan per triwulan per KPP.

2.1.15 Pengertian Tunggakan Pajak

Tunggakan pajak merupakan pajak yang terutang ataupun yang belum

dibayar kepada negara dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Jumlah utang

pajak yang harus dibayar dalam batas waktu yang telah ditetapkan tercantum

dalam surat ketetapan pajak (SKP) dan harus dibayar oleh wajib pajak ataupun

penanggung pajak. Pajak yang terutang oleh wajib pajak harus dibayar atau

dilunasi tepat pada waktunya, pembayaran pajak harus dilakukan di kas negara

atau kantor-kantor yang ditunjuk oleh pemerintah untuk memperingan wajib

pajak, maka pembayaran pajak dapat diangsur selama satu tahun berjalan.

Setelah jumlah pajak yang sesungguhnya terutang diketahui, maka kekurangannya

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

27

setelah

tahun pajak berakhir. Oleh karena itu apabila setelah tanggal jatuh tempo pajak

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

28

tersebut belum dilunasi maka timbul tunggakan pajak (Hidayat &

Cheisviyanny 2013).

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa tunggakan pajak timbul

apabila wajib pajak tidak melunasi pajaknya saat tanggal jatuh tempo, telah

ditegur, dan ditagih. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan

penagihan pajak, apabila jumlah pajak yang terutang berdasarkan surat tagihan

pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB), surat ketetapan pajak

kurang bayar tambahan (SKPKBT), surat keputusan pembetulan, surat

keputusan keberatan, putusan banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang

harus dibayar bertambah, tidak dibayar oleh penanggung pajak sesuai dengan

jangka waktu yang ditetapkan.

2.2 Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai Analisis Kualitas Penetapan Pajak dan Penagihan

Aktif pajak Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak memang sudah banyak

dilakukan sebelumnya. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan

Analisis Kualitas Penetapan Pajak dan Penagihan Aktif pajak Terhadap

Pencairan Tunggakan Pajak yang dikutip dari berbagai sumber antara lain:

Tabel 2.1Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Variabel Hasil

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

29

1 Shelviyana(2015)

PengaruhKualitas Penetapan Pajak dan Tindakan Penagihan Aktif terhadap Pencairan Tunggakan

keputusan upaya hukumWajib Pajak (daftarpengurangan/penghapusan sanksi atau kebaratan/banding), jumlah surat teguran, jumlah surat paksa, dan

Hasilpenelitian menunjukkan bahwa secara parsial kualitas penetapan pajak berpengaruh

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

30

Pajak (padaKantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees)

pencairan tunggakanpajak yang timbul berasal dari Surat Tagihan Pajak, SuratKetetapan Pajak Kurang Bayar, dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahantahun 2013.

namuntidak signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak, dengan persentase pengaruh sebesar 5,0% dan tindakan penagihan aktif berpengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak, dengan persentase pengaruh sebesar 59,8%

2 AndiMarduati (2012)

PengaruhPenagihan Aktif Pajak Dengan Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak

Surat Paksa , SuratTeguran , Pencairan Tunggakan Pajak

Berdasarkanhasil perhitungan uji simultan (F-test), dibuktikan bahwa jumlah surat teguran dan jumlah surat paksa yang diterbitkan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak diKPP Pratama

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

31

Barat

3 Devi FarahAzizah (2013)

Pengaruh SuratKetetapan Pajak Dan Tindakan Aktif Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak Penghasilan Badan

Jumlah Surat KetetapanPajak , Jumlah Surat Penagihan Aktif , Jumlah Pencairan Tunggakan Pajak Penghasilan Badan

Berdasarkanhasil penelitian diketahui bahwa jumlah Surat Ketetapan Pajak yang dikeluarkan oleh KPP Pratama Malang Utara mempunyai pengaruh terhadap jumlah pencairan tunggakan Pajak Penghasilan Badan. Hal ini dikarenakan Surat Ketetapan pajak merupakan salah satu cara untuk mencairkan tunggakan Pajak Penghasilan Badan yang terutang4 Pitnawati

(2009)EfektivitasPelaksanaan Penagihan Aktif dalam Pencairan Tunggakan Pajak

Efektivitas PelaksanaanPenaghihan Aktif dan Pencairan Tunggakan pajak yang dijabarkan pada indikator

HasilPerhitungan tingkat efetivitas menunjukkan pelaksanaan penagihan

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

30

aktif dalampencairan tunggakan apajak pada KPP Jakarta Pasar minggu Efektif yaitu sebesar 87%5 Sartika Z

(2015)PengaruhTindakan Pengihan Aktif Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak

Jumlah surat-surat yangditerbitkan , surat teguran , surat paksa , surat perintah

hasilpenelitian menunjukkan jumlah surat - surat yang diterbitkan oleh KPP Makassar Barat sebagai pelaksana tindakan penagihan aktif berpengaruh terhadap pencairan tunggakan pajak

Sumber : Diolah Oleh Penulis, 2017

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah tentang tindakan

penagihan aktif mempengaruhi pencairan tunggakan pajak. Penyebab timbulnya

tunggakan pajak antara lain disebabkan pengetahuan tentang peraturan hukum,

pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum, sikap terhadap peraturan

hukum, dan pola- pola perilakuan hukum. Direktorat Jenderal Pajak Departemen

Keuangan melakukan berbagai langkah untuk menagih tunggakan tersebut,

diantaranya dengan melakukan tindakan penagihan aktif yang terdiri dari

serangkaian tindakan

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

31

yang dilaksanakan oleh aparatur perpajakan dalam rangka mencairkan tunggakan

pajak yang terjadi.

Tindakan penagihan aktif ini dimulai dengan penerbitan surat teguran

yang berfungsi untuk memperingatkan wajib pajak agar segera melunasi

utang pajaknya yang telah lewat jatuh tempo. Apabila pernyataan ini tidak

juga diindahkan oleh wajib pajak, pajak yang terutang ditagih dengan surat

paksa dan dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan barang-barang untuk

wajib pajak atau penanggung pajak. Semua tindakan yang dilakukan diatas

dimaksudkan untuk memaksa wajib pajak melunasi utang pajaknya. Apabila

fiskus telah melakukan tindakan ini tentunya ada biaya penagihan yang harus

dikeluarkan oleh fiskus sesuai dengan ketentuan, semua biaya yang timbul akan

dibebankan kepada wajib pajak dengan demikian jumlah utang pajak yang

harus ditanggung oleh wajib pajak adalah pajak terutang ditambah sanksi

administrasi dan biaya penagihan pajak. Tambahan biaya ini merupakan

konsekuensi yang harus ditanggung oleh wajib pajak yang tidak patuh dalam

membayar pajak. Tindakan penagihan pajak aktif merupakan solusi terakhir

dalam pemegang peranan penting dalam penegakan hukum di bidang

perpajakan. Berdasarkan uraian penjelasan diatas dapat dituangkan dalam suatu

skema kerangka pikir sebagai berikut:

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

32

KUALITAS PENETAPAN

( X1 )

H1

PENCAIRANH3 TUNGGAKAN PAJAK

PENAGIHAN AKTIF (X2)

H2

Gambar 2.2 Kerangka

Konseptual

2.4 Pengembangan Hipotesis

Berdasarkan kerangka konseptual diatas maka selanjutnya di susun

hipotesis. Menurut Sugiyono (2013:99) hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah

dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena

jawaban yang diberikan baru didasarkan pada fakta-fakta empriris yang di

peroleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai

jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang

empirik.

2.4.1 Pengaruh Kualitas Penetapan Pajak Terhadap Pencairan

Tunggakan Pajak

Surat Ketetapan Pajak adalah surat yang menyatakan besarnya pajak yang

terutang dalam satu tahun pajak (Waluyo,2011:49). Sementara itu, Surat

Ketetapan Pajak merupakan produk dari pemeriksaan pajak sebagaimana

yang dikatakan Kurniawan (2011:86). Oleh karena itu pelaksanaan

pemeriksaan haruslah dilakukan secara efektif dengan tetap berpegang pada

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

33

keadilan . kepastian hukum, pembinaan serta kesinambungan antara hak dan

kewajiaban

wajib pajak dan aparatur pajak. Jika tidak maka pemeriksaan tersebut hanya

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

33

menghasilkan suatu ketetapan yang pada akhirnya hanya akan menambahkan

jumlah pajak yang sulit untuk dicairkan (Gunadi, 2010:117).

Pentingnya kualitas penetapan dalam hubungan dengan pencairan

tunggakan juga terkait dengan faktor pemeriksaan, karena penetapan

merupakan kegiatan pendahuluan yang akan menjadi input utama sebelum

menetapkan suatu ketetapan pajak.

Penelitian mengenai pencairan tunggakan pajak pernah dilakukan Gede

(2007) menganalisis pengaruh kualitas penetapan dan penagihan aktif

terhadap pencairan tunggakan pajak dikantor pelayanan pajak madya Jakarta

Pusat menunjukkan bahwa kualitas penetapan dan penagihan aktif memiliki

pengaruh positif dan signifikan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-

sama terhadap pencairan tunggakan pajak Asumsi utama yang mendasari dalam

penentuan penilaian kualitas penetapan adalah bahwa penetapan yang paling baik

atau sangat baik adalah penetapan yang tidak berubah jika Wajib Pajak

mengajukan permohonan pengurangan/penghapus-an sanksi atau

keberatan/banding. Hal ini menandakan bahwa dalam memberikan penetapan

sudah dilakukan dengan pertimbangan yang tepat didukung dengan data-data

yang akurat, sehingga meskipun Wajib Pajak mengajukan pengurangan

/pengapusan sanksi atau keberatan/banding, keputusan penetapannya tetap tidak

berubah, baik menjadi berkurang atau bertambah, setelah dilakukan pengajuan

pengurangan/pengapusan sanksi atau keberatan/banding, yang menunjukkan

bahwa daam pengambilan keputusan tidak didasarkan pada pertimbangan yang

tetap dan data akurat oleh

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

34

pihak fiskus (pemeriksa pajak). Berdasarkan perumusan masalah yang ada dan

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

35

mempertimbangkan teori yang relevan, maka perumusan hipotesis dalam

penelitian ini yaitu :

H1 = Diduga adannya pengaruh Kualitas penetapan pajak terhadap pencairan

tunggakan pajak.

2.4.2 Pengaruh Tindakan Penagihan Aktif Terhadap Pencairan

Tunggakan Pajak

Penagihan pajak merupakan bagian dari administrasi pajak yang

keberadaannya sangat diperlukan oleh fiskus. Hal ini diperlukan bilamana

Wajib Pajak tidak atau belum memiliki kesadaran, kejujuran, tax mindedness,

dan disiplin. Maka masih banyak diperlukan campur tangan dari Direktorat

Jenderal Pajak dalam berbagai bentuk. Dan pada kenyataannya terdapat

cukup banyak Wajib Pajak dengan berbagai alasan tidak melaksanakan

kewajibannya membayar pajak sesuai ketetapan pajak yang diterbitkan. Tidak

dilunasinya utang pajak tentu saja menjadi beban administrasi tunggakan pajak.

Oleh karena itu untuk mencairkan tunggakan pajak dimaksud dilakukan

tindakan penagihan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sebagaimana yang disampaikan Gunadi (2011:116) bahwa peningkatan

frekuensi dan mutu penagihan pajak lebih diperlukan mengingat semakin

besarnya jumlah tunggakan pajak. Sementara Kurniawan (2011:5)

menambahkan bahwa fiskus berwenang melakukan tindakan penagihan aktif

apabila terdapat utang pajak yang jatuh tempo belum dilunasi oleh wajib pajak.

Penagihan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan fiskus agar wajib

pajak atau penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

36

Dalam penagihan aktif fiskus diberikan

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

37

kewenangan untuk menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan

seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan

pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksana-kan penyanderaan dan menjual

barang yang telah disita.

Tindakan penagihan aktif meliputi tindakan pemberian surat teguran,

surat paksa, penyitaan, lelang dan cegah serta sandera. Dalam program pemulihan

krisis ekonomi Indonesia salah satu tugas penting Direktorat Jenderal Pajak

adalah melaksanakan Program Peningkatan Pencairan Tunggakan Pajak

(Increasing Recovery of Tax Arrears). (Gunadi, 2010:116). Khalifah (2009)

yang menguji pengaruh pelaksanaan penagihan aktif terhadap tingkat

penerimaan pajak pada KPP Pratama kota Balikpapan menyatakan bahwa

pelaksanaan penagihan yang meliputi jumlah surat teguran, jumlah surat paksa,

dan SPMP mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap tingkat penerimaan

pajak pada KPP Pratama Balikpapan. Pentingnya faktor tindakan penagihan

aktif dalam hubungannya dengan pencairan tunggakan pajak tersebut dapat

dipahami, karena pada prinsipnya tindakan penagihan aktif secara khusus

memang difungsikan sebagai alat untuk menagih tunggakan pajak. Oleh karena

itu, jika penagihan aktif dijalankan secara intensif, maka akan dapat

meningkatkan pencairan tunggakan pajak.

Berdasarkan perumusan masalah yang ada dan mempertimbangkan teori

yang relevan, maka perumusan hipotesis dalam penelitian ini yaitu :

H2 = Diduga adanya pengaruh Tindakan Penagihan aktif terhadap Pencairan

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

38

Tunggakan Pajak.

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

39

2.4.3 Pengaruh Kualitas Penetapan Pajak dan Tindakan Penagihan

Aktif Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak

Tunggakan Pajak merupakan pajak yang terutang ataupun yang belum

dibayar kepada negara dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Jumlah

hutang pajak yang harus dibayar dalam batas waktu yang telah ditetapkan

tercantum dalam Surat Ketetapan pajak (SKP) dan harus dibayar oleh Wajib

Pajak ataupun Penanggung Pajak. Pajak yang terutang oleh Wajib Pajak harus

dibayar atau dilunasi tepat pada waktunya, pembayaran pajak harus dilakukan

di Kas Negara atau kantor-kantor yang ditunjuk oleh pemerintah. Untuk

memperingan Wajib Pajak maka pembayaran pajak dapat diangsur selama satu

tahun berjalan. Setelah jumlah pajak yang sesungguhnya terutang diketahui,

maka kekurangannya setelah tahun pajak berakhir. Oleh karena itu apabila

setelah tanggal jatuh tempo pajak tersebut belum dilunasi maka timbul

tunggakan pajak.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa tunggakan pajak timbul

apabila Wajib Pajak tidak melunasi pajaknya saat tanggal jatuh tempo, telah

ditegur, dan ditagih. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan penagihan

pajak, apabila jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,

Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,

tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu yang

ditetapkan. Jadi tunggakan pajak dapat disebabkan karena ketidakmampuan

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

40

dan belum

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.unpam.ac.id/1842/3/BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA Landas a n T e o r i Dasar H u kum P er pa j a kan Dasar hukum yang menjadi landasan

41

adanya kesadarnya wajib pajak membayar pajak sebagai kewajibanya dalam

keikutsertaan dalam pembangunan negara.

Mengingat sangat pentingnya peranan pajak sebagai salah satu sumber

pendapatan negara. maka sudah sepantasnya kantor pelayanan pajak

melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pungutan pajak. Upaya-upaya

yang dapat dilakukan dalam meningkatkan penerimaan pencairan tunggakan

pajak terutama di bidang PPh (Pajak Penghasilan) yaitu dengan Meningkatkan

kegiatan penyu luhan pajak dan Memperbaiki mutu pelayanan pajak kepada

Wajib Pajak. Hal ini di buktikan oleh penelitian Shelviyana (2015) yang

berjudul Pengaruh Kualitas Penetapan Pajak dan Tindakan Penagihan Aktif

terhadap Pencairan Tunggakan Pajak yang hasil penelitiannya menyatakan

bahwa secara simultan kualitas penetapan pajak dan tindakan penagihan aktif

berpengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak pada Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

Berdasarkan perumusan masalah yang ada dan mempertimbangkan teori

yang relevan, maka perumusan hipotesis dalam penelitian ini yaitu :

H3 = Diduga adanya pengaruh Kualitas Penetapan dan Tindakan Penagihan aktif

terhadap pencairan tunggakan pajak.