bab ii tinjauan pustakaeprints.itenas.ac.id/483/5/05 bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 bab...

31
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan bidang horisontal. Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena proses geologi contohnya lereng yang membentuk bukit atau lereng-lereng yang terdapat di tebing sungai. Lereng juga dapat terbentuk karena buatan manusia antara lain yaitu lereng galian dan lereng timbunan yang diperlukan untuk membangun sebuah konstruksi jalan raya dan jalan kereta api, bendungan, tanggul sungai dan kanal serta tambang terbuka. 2.1.1 Klasifikasi Lereng Bentuk lereng merupakan wujud visual lereng. Kemiringan lereng biasanya terdiri dari bagian puncak (crest), cembung (convex), cekung (voncave), dan kaki lereng (lower slope). Daerah puncak merupakan daerah gerusan erosi yang paling tinggi dibanding daerah bawahnya, demikian pula lereng tengah yang kadang cekung atau cembung mendapat gerusan aliran permukaan relief lebih besar dari puncaknya sendiri, sedangkan kaki lereng merupakan daerah endapan. Salim 1998 (Sahara, 2014). Kemiringan lereng dapat disebabkan oleh gaya-gaya endogen dan eksogen bumi sehingga menyebabkan perbedaan titik ketinggian di bumi. Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan terhadap bidang datar yang biasa dinyatakan dalam satuan persen atau derajat. Adanya perbedaan kemiringan pada setiap lereng menyebabkan lereng diklasifikasikan tertentu. Menurut van Zuidam (1985) klasifikasi lereng bedasarkan ciri dan kondisi lapangan adalah seperti pada Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Klasifikasi Lereng Menurut van Zuidam (1985 ) Kelas Lereng Ciri dan Kondisi Lapangan Warna yang Disarankan 0% - 2% Datar (flat) atau hampir datar. Proses denudasional tidak cukup besar dan pengikisan Hijau gelap

Upload: others

Post on 16-Nov-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lereng

Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu

dengan bidang horisontal. Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena proses geologi

contohnya lereng yang membentuk bukit atau lereng-lereng yang terdapat di tebing

sungai. Lereng juga dapat terbentuk karena buatan manusia antara lain yaitu lereng galian

dan lereng timbunan yang diperlukan untuk membangun sebuah konstruksi jalan raya dan

jalan kereta api, bendungan, tanggul sungai dan kanal serta tambang terbuka.

2.1.1 Klasifikasi Lereng

Bentuk lereng merupakan wujud visual lereng. Kemiringan lereng biasanya terdiri

dari bagian puncak (crest), cembung (convex), cekung (voncave), dan kaki lereng (lower

slope). Daerah puncak merupakan daerah gerusan erosi yang paling tinggi dibanding

daerah bawahnya, demikian pula lereng tengah yang kadang cekung atau cembung

mendapat gerusan aliran permukaan relief lebih besar dari puncaknya sendiri, sedangkan

kaki lereng merupakan daerah endapan. Salim 1998 (Sahara, 2014).

Kemiringan lereng dapat disebabkan oleh gaya-gaya endogen dan eksogen bumi

sehingga menyebabkan perbedaan titik ketinggian di bumi. Kemiringan lereng

merupakan ukuran kemiringan lahan terhadap bidang datar yang biasa dinyatakan dalam

satuan persen atau derajat. Adanya perbedaan kemiringan pada setiap lereng

menyebabkan lereng diklasifikasikan tertentu. Menurut van Zuidam (1985) klasifikasi

lereng bedasarkan ciri dan kondisi lapangan adalah seperti pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Lereng Menurut van Zuidam (1985 )

Kelas Lereng Ciri dan Kondisi Lapangan Warna yang

Disarankan

0% - 2% Datar (flat) atau hampir datar.

Proses denudasional tidak

cukup besar dan pengikisan

Hijau gelap

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

5

permukaan tidak intensif

dibawah kondisi kering.

2% - 7% Sedikit miring (gently sloope)

Proses pergerakan massa

berkecepatan rendah dari

berbagai proses periglacial,

solifluction dan fluvia.

Hijau cerah

7% - 15% Miring (sloping)

Memiliki kondisi yang hampir

sama dengan gently soft, namun

lebih mudah mengalami

pengikisan permukaan, dengan

erosi permukaan yang intensif

Kuning cerah

15% - 30% Agak curam (moderately steep)

Semua jenis pergerakan terjadi,

terutama periglacial-

solifuction, rayapan, pengikisan

dan ada kalanya landslide.

Kuning oranye

30% - 70% Curam (steep)

Proses denudasional dari semua

jenis terjadi secara intensif

(erosi, rayapan, pergerakan

lereng)

Merah cerah

70% - 140% Sangat curam (very steep)

Proses denudasional terjadi

secara intensif.

Merah gelap

>140% Curam ekstrem (extremely

steep)

Proses denudasional sangat

kuat, terutawa wall

denudational

Ungu gelap

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

6

2.1.2 Stabilitas Lereng

Kestabilan lereng merupakan salah satu permasalahan yang sering dihadapai

dalam pekerjaan rekayasa konstruksi pertambangan. Gangguan terhadap kestabilan

lereng akan mengganggu keselamatan pekerja, kerusakan lingkungan, kerusakan alat

penambangan, mengurangi intensitas produksi dan menggangu kelancaran pelaksanaan

penambangan (Almenara, 2007). Oleh karena itu, analisis kestabilan lereng sangat

diperlukan untuk mencegah terjadinya gangguan akibat bahaya longsor tersebut.

Tujuan utama analisis kestabilan lereng tambang adalah menghasilkan suatu

rancangan dinding tambang yang aman dan ekonomis. Menurut Arief (2007) tujuan dari

analisis kestabilan lereng adalah sebagai berikut :

a. Untuk menentukan kondisi kestabilan dan tingkat kerawanan suatu lereng.

b. Memperkirakan bentuk keruntuhan kritis yang mungkin terjadi.

c. Menganalisis penyebab terjadinya longsoran.

d. Mempelajari pengaruh gaya-gaya luar pada kestabilan lereng.

e. Merancang suatu desain lereng galian atau timbunan yang optimal dan memenuhi

kriteri akeamanan dan kelayakan ekonomis.

f. Memperkirakan kestabilan lereng, selama konstruksi dilakukan maupun dalam

jangka waktu yang panjang.

g. Merupakan dasar bagi rancangan ulang lereng setelah mengalami longsoran.

h. Menentukan metode perkuatan atau perbaikan lereng yang sesuai.

Kestabilan lereng batuan banyak dikaitkan dengan tingkat pelapukan dan struktur

geologi yang hadir pada massa batuan tersebut, seperti sesar, kekar, lipatan dan bidang

perlapisan (Sulistianto, 2001 dalam Diah 2007). Struktur-struktur tersebut, selain lipatan,

selanjutnya disebut sebagai bidang lemah. Disamping struktur geologi, adanya muka air

tanah dan karakteristik fisik-mekanik juga dapat mempengaruhi kestabilan lereng.

Pada dasarnya untuk meningkatkan stabilitas lereng terdapat dua pendekatan yang

dapat diterapkan untuk penanganan longsoran, dengan cara menaikan angka keamanan,

diantaranya yaitu:

1. Memperkecil gaya penggerak / momen penggerak.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

7

Gaya dan momen penggerak dapat diperkecil dengan merubah bentuk lereng,

yaitu dengan membuat geometri lereng menjadi lebih datar dan mengurangi sudut

kemiringan dengan memperkecil ketinggian lereng.

2. Memperbesar gaya penahan / momen penahan.

Untuk memperbesar gaya penahan, dapat dilakukan dengan cara menerapkan

beberapa metode perkuatan tanah, diantaranya dipasang konstruksi penahan

seperti dinding penahan tanah, tiang, atau menambahkan timbunan pada kaki

lereng.

2.1.3 Analisa Stabilitas Lereng Metode Limit Equilibrium dan Metode Finite

Elemen

Analisa stabilitas perlu dilakukan karena hampir setiap perkerjaan konstruksi

sering kali melibatkan pembuatan lereng, contohnya: pekerjaan galian, pekerjaan

timbunan dan konstruksi di atas lereng. Metode yang dipakai untuk analisa stabilitas

lereng umumnya adalah metode Limit Equilibrium menggunakan dengan program

SlopeW dari Geostudio 2007. Seiring dengan perkembangan teknologi, berkembang pula

aplikasi metode Finite Element untuk analisa kestabilan lereng dengan menggunakan

program Plaxis 3D.

Analisis stabilitas lereng meliputi konsep kemantapan lereng yaitu penerapan

pengetahuan mengenai kekuatan geser tanah. Keruntuhan geser pada tanah dapat terjadi

akibat gerak relatif antar butirnya. Karena itu kekuatannya tergantung pada gaya yang

bekerja antar butirnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa kekuatan geser terdiri atas:

1. Bagian yang bersifat kohesif, tergantung pada macam tanah dan ikatan

butirnya.

2. Bagian yang bersifat gesekan, yang sebanding dengan tegangan efektif yang

bekerja pada bidang geser.

Dalam menganalisa stabilitas lereng harus ditentukan terlebih dahulu nilai faktor

keamanan (FK) lereng.

2.1.4 Limit Equilibrium Method (LEM)

LEM adalah metode yang menggunakan prinsip kesetimbangan gaya. Metoda ini

digunakan dengan cara bidang kelongsoran yang dapat terjadi diasumsikan terlebih

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

8

dahulu. Bidang kelongsoran diasumsikan berbentuk circular dan non-circular seperti

pada Gambar 2.8 dan Gambar 2.9.

Gambar 2.1 Bidang Longsor Circular

Gambar 2.2 Bidang Longsor non-Circular

Perhitungan faktor keamanan (SF) pada metode limit equilibrium dihitung dari

perbandingan antara kuat geser tanah (𝜏𝑓) dengan gaya dorong (𝜏) atau dengan cara

membandingkan antara momen tahan (RM) terhadap momen dorong (DM), sebagaimana

ditunjukan dalam persamaan (2.1) dibawah ini:

𝑆𝐹 =𝜏𝑓

𝜏 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑆𝐹 =

𝑅𝑀

𝐷𝑀 .............................................................................................(2.1)

2.1.5 Finite Element Method (FEM)

Metode elemen hingga adalah prosedur perhitungan yang dipakai untuk

mendapatkan pendekatan dari permasalahan matematis yang sering muncul pada

rekayasa teknik. Inti dari metode tersebut adalah dengan cara membuat persamaan

matematis dengan berbagai pendekatan dan rangkaian persamaan aljabar yang

melibatkan nilai - nilai pada titik – titik diskrit pada bagian yang dievaluasi. Persamaan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

9

metode elemen hingga dibuat dan dicari solusinya dengan sebaik mungkin untuk

menghindari kesalahan pada hasil akhirnya. Jaring (mesh) terdiri dari elemen - elemen

yang dihubungkan oleh node seperti pada Gambar 2.10. Node merupakan titik - titik

pada jaring di mana nilai dari variabel primernya dihitung. Misal untuk analisa

displacement, nilai variabel primernya adalah nilai dari displacement. Nilai - nilai nodal

displacement diinterpolasikan pada elemen agar didapatkan persamaan aljabar untuk

displacement, dan regangan, melalui jaring - jaring yang terbentuk.

Gambar 2.3 Contoh Jaring - jaring dari Elemen Hingga

(Sulistianingsih, 2018)

Dalam metoda elemen hingga (FEM), tidak melakukan asumsi bidang longsor.

Faktor keamanan dicari dengan cara mencari bidang lemah pada struktur lapisan tanah.

Faktor keamanan didapatkan dengan cara mengurangi nilai kohesi (c) dan sudut geser

dalam tanah (ø) secara bertahap hingga tanah mengalami keruntuhan. Nilai faktor

keamanan kemudian dihitung menggunakan persamaan (2.2) dibawah ini:

Σ𝑀𝑆𝐹 =𝑐

𝐶𝑟𝑒𝑑𝑢𝑐𝑒𝑑=

tan 𝜙

𝑡𝑎𝑛𝜙𝑟𝑒𝑑𝑢𝑐𝑒𝑑 ...................................................................................(2.2)

Dengan faktor keamanan, Creduced dan øreduced yang merupakan nilai kohesi

dan sudut geser dalam tanah terendah yang didapat pada saat program Plaxis menyatakan

tanah mengalami keruntuhan (Soil body Collapse). Proses keruntuhan ini dalam program

Plaxis disebut ”Phi-c reduction”.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

10

2.1.6 Metode Irisan (Method of Slice)

Analisis stabilitas dengan metode irisan (method of slice) ini dapat digunakan

untuk tanah yang tidak homogen dan memilikia aliran air yang tidak menentu. Gaya

normal suatu titik dilingkaran bidang longsor dipengaruhi oleh berat tanah diatas titik

tersebut. Pada metode ini, bentuk bidang gelincir tanah yang akan longsor diiris menjadi

bebrapa irisan secara vertikal, kemudian keseimbangan tiap irisan diperhatikan.

Gambar 2.4 Gaya-gaya yang bekerja pada irisan.

(Sumber: Hardiyatmo, 2010)

dengan:

X1, Xr = gaya geser efektif disepanjang sisi irisan

E1, Er = gaya normal efektif disepanjang sisi irisan

Ti = resultan gaya geser efektif yang bekerja sepanjang dasar irisan

Ni = resultan gaya normal efektif yang bekerja sepanjang dasar irisan

U1, Ur = tekanan air pori yang bekerja dikedua sisi irisan

Ui = tekanan air pori di dasar irisan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

11

2.1.7 Metode Fellenius (Ordinary Method of Slice)

Metode Fellenius (Ordinary Method of Slice) dikemukakan pertama kali oleh

Fellenius (1927,1936) bahwa gaya yang memiliki sudut kemiringan paralel dengan dasar

irisan faktor keamanan dihitung dengan keseibangan momen. Fellenius menganggap gaya

– gaya yang bekerja pada sisi kanan-kiri dari setiap irisan mempunyai nilai resultan nol

pada arah yang tegak lurus bidang longsor. Dengan anggapan ini keseimbangan arah

vertikal dan gaya-gaya yang bekerja dengan memperhatikan tekanan air pori sebagai

berikut:

𝑁𝑖 + 𝑈𝑖 = 𝑊𝑖 × cos 𝜃𝑖 .............................................................................................(2.3)

Sehingga faktor keamanan lereng didefinisikan:

𝐹 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 𝑠𝑒𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑜𝑛𝑔𝑠𝑜𝑟

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑜𝑛𝑔𝑠𝑜𝑟 ...............................................(2.4)

Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin θ, maka momen dari massa

tanah yang akan longsor adalah:

∑ 𝑀𝑑 = 𝑅 ∑ 𝑊𝑖 × sin 𝜃𝑖𝑖=𝑛𝑖=1 ......................................................................................(2.5)

Dengan:

R = jari-jari lingkaran bidang longsor (m)

N = jumlah irisan

Wi = berat massa tanah irisan ke-I (kN)

𝜃𝑖 = Sudut yang didefinisikan pada Gambar 2.4

Besarnya momen penahan longsor dapat di definisikan sebagai berikut:

∑ 𝑀𝑟 = 𝑅 ∑ 𝑐 𝑎𝑖 + Ni tan 𝜃𝑖=𝑛𝑖=1 ..................................................................................(2.6)

Bila pada lereng tersebut terdapat muka air tanah, maka akibat pengaruh tekanan air pori

persamaan menjadi:

𝐹 =∑ 𝑐 𝑎𝑖( 𝑊𝑖𝑐𝑜𝑠𝜃𝑖−𝑈𝑖𝑎𝑖) tan 𝜃)𝑖=𝑛

𝑖=1

∑ 𝑊𝑖 ×sin 𝜃𝑖𝑖=𝑛𝑖=1

..................................................................................(2.7)

dengan:

F = faktor aman c = kohesi tanah (kN/m2)

𝜃 = sudut gesekan dalam tanah (o)

ai = panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m)

Wi = berat irisan tanah ke-i (kN)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

12

μi = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)

θi = sudut yang didefinisikan pada Gambar 2.4 (o)

Jika terdapat gaya-gaya lain selain berat tanahnya sendiri, misalnya bangunan di atas

lereng, maka momen akibat beban ini diperhitungkan sebagai momen yang mendorong

(Md). Metode Fellenius banyak digunakan dalam prakteknya, karena cara hitungan

sederhana dan kesalahan hitungan yang dihasilkan masih pada sisi aman.

2.1.8 Metode Bishop

Metode Bishop umumnya dipakai untuk menganalisis permukaan gelincir (slip

surface) yang berbentuk circular. Dalam metode ini diasumsikan bahwa gaya normal

total berada atau bekerja dipusat alas potongan dan bisa ditentukan dengan menguraikan

gaya-gaya pada potongan secara vertikal ataupun normal. Persyaratan keseimbangan

digunakan pada potongan-potongan yang membentuk lereng tersebut. Metode Bishop

menganggap bahwa gaya-gaya yang bekerja pada irisan mempunyai resultan nol pada

arah vertikal (Bishop,1955).

Gambar 2. 5 Gaya-gaya yang Bekerja pada Suatu Potongan

Dengan memperhitungkan seluruh keseimbangan gaya maka rumus untuk faktor

keamanan (Fk) Metode Bishop diperoleh sebagai berikut (Anderson dan Richards,1987):

𝐹 =𝑐 𝑙+(𝑃−𝑈𝑖) 𝑡𝑎𝑛𝛼

𝑊 𝑆𝑖𝑛 𝛼 .......................................................................................................(2.8)

dengan:

W = Berat total pada irisan

El, Er = Gaya antar irisan yang bekerja secara horizontal pada penampang kiri dan kanan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

13

Xl, Xr = Gaya antar irisan yang bekerja secara vertikal pada penampang kiri dan kanan

P = Gaya normal total pada irisan

T = Gaya geser pada dasar irisan

b = Lebar dari irisan

l = Panjang dari irisan

α = Sudut Kemiringan lereng

2.2 Longsoran

Kelongsoran adalah suatu proses perpindahan massa tanah ataupun massa batuan

dengan arah miring dari kedudukan semula sehingga terjadi pemisahan dari massa yang

mantap karena pengaruh gravitasi dan rembesan (seapage). Definisi longsoran (landslide)

menurut Sharpe (1938, dalam Hansen, 1984), adalah luncuran atau gelinciran (sliding)

atau jatuhan (falling) dari massa batuan/tanah atau campuran keduanya.

2.2.1 Klasifikasi Longsoran

Para peneliti umumnya mengklasifikasikan jenis-jenis longsoran berdasarkan

pada jenis gerakan materialnya. Klasifikasi yang diberikan oleh HWRBLC, Highway

Research Board Landslide Committee (1978), mengacu kepada Varnes (1978) yang

berdasarkan kepada:

1. material yang nampak

2. kecepatan perpindahan material yang bergerak

3. susunan massa yang berpindah

4. jenis material dan gerakannya.

Menurut Varnes (1978, dalam Hansen, 1984) longsoran (landslide) dapat

diklasifikasikannya menjadi: jatuhan (fall), jungkiran (topple), luncuran (slide) dan

nendatan (slump), aliran (flow), gerak bentang lateral (lateral spread), dan gerakan

majemuk (complex movement). Untuk lebih jelasnya klasifikasi tersebut dapat dilihat

pada Gambar 2.1

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

14

Gambar 2.6 Klasifikasi Longsoran oleh Coates (dalam Hansen, 1984)

Berbagai jenis longsoran (landslide) dalam beberapa klasifikasi di atas dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Jatuhan (Fall) adalah jatuhan atau massa batuan bergerak melalui udara,

termasuk gerak jatuh bebas, meloncat dan penggelindingan bongkah batu dan

bahan rombakan tanpa banyak bersinggungan satu dengan yang lain. Termasuk

jenis gerakan ini adalah runtuhan (urug, lawina, avalanche) batu, bahan

rombakan maupun tanah seperti pada Gambar 2.2.

Gambar 2.7 Longsoran Tipe Jatuhan

(Sumber: geoenviron.blogspot.com)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

15

2. Longsoran-longsoran gelinciran (slides) adalah gerakan yang disebabkan oleh

keruntuhan melalui satu atau beberapa bidang yang dapat diamati ataupun

diduga. Slides dibagi lagi menjadi dua jenis. Disebut luncuran (slide) bila

dipengaruhi gerak translasional dan susunan materialnya yang banyak berubah.

Bila longsoran gelinciran dengan susunan materialnya tidak banyak berubah

dan umumnya dipengaruhi gerak rotasional, maka disebut nendatan (slump),

Termasuk longsoran gelinciran adalah: luncuran bongkah tanah maupun bahan

rombakan, dan nendatan tanah seperti pada Gamber 2.3.

Gambar 2.8 Longsoran Tipe Gelinciran

(Sumber: geoenviron.blogspot.com)

3. Gerak horisontal / bentangan lateral (lateral spread), merupakan jenis

longsoran yang dipengaruhi oleh pergerakan bentangan material batuan secara

horisontal. Biasanya berasosiasi dengan jungkiran, jatuhan batuan, nendatan

dan luncuran lumpur sehingga biasa dimasukkan dalam kategori complex

landslide - longsoran majemuk (Pastuto & Soldati, 1997). Prosesnya berupa

rayapan bongkah-bongkah di atas batuan lunak (Radbruch-Hall, 1978, dalam

Pastuto & Soldati, 1997). Pada bentangan lateral tanah maupun bahan

rombakan, biasanya berasosiasi dengan nendatan, luncuran atau aliran yang

berkembang selama maupun setelah longsor terjadi. Material yang terlibat

antara lain lempung (jenis quick clay) atau pasir yang mengalami luncuran

akibat gempa (Buma & Van Asch, 1997). Gerak horizontal dapat dilihat pada

Gambar 2.4.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

16

Gambar 2.9 Longsoran Tipe Gerakan Horizontal

(Sumber: geoenviron.blogspot.com)

4. Aliran (flow) adalah gerakan yang dipengaruhi oleh jumlah kandungan atau

kadar air tanah, terjadi pada material tak terkonsolidasi. Bidang longsor antara

material yang bergerak umumnya tidak dapat dikenali. Termasuk dalam jenis

gerakan aliran kering adalah sandrun (larian pasir), aliran fragmen batu, aliran

loess. Sedangkan jenis gerakan aliran basah adalah aliran pasir-lanau, aliran

tanah cepat, aliran tanah lambat, aliran lumpur, dan aliran bahan rombakan

seperti pada Gambar 2.5.

Gambar 2.10 Longsoran Tipe Aliran

(Sumber: geoenviron.blogspot.com)

5. Longsoran majemuk (complex landslide) adalah gabungan dari dua atau tiga

jenis gerakan di atas. Pada umumnya longsoran majemuk terjadi di alam, tetapi

biasanya ada salah satu jenis gerakan yang menonjol atau lebih dominan.

Menurut Pastuto & Soldati (1997), longsoran majemuk diantaranya adalah

bentangan lateral batuan, tanah maupun bahan rombakan.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

17

6. Rayapan (creep) adalah gerakan yang dapat dibedakan dalam hal kecepatan

gerakannya yang secara alami biasanya lambat (Zaruba & Mencl, 1969;

Hansen, 1984). Untuk membedakan longsoran dan rayapan, maka kecepatan

gerakan tanah perlu diketahui (Tabel 2.2). Rayapan (creep) dibedakan menjadi

tiga jenis, yaitu: rayapan musiman yang dipengaruhi iklim, rayapan

bersinambungan yang dipengaruhi kuat geser dari material, dan rayapan melaju

yang berhubungan dengan keruntuhan lereng atau perpindahan massa lainnya

(Hansen, 1984).

Gambar 2.11 Longsoran Tipe Rayapan

(Sumber: geoenviron.blogspot.com)

Tabel 2.2 Tabel Laju Kecepatan Gerakan Tanah ( Hansen, 1984)

7. Longsoran tipe translasional maupun rotasional, ada batas antara massa yang

bergerak dan yang diam (disebut bidang gelincir), kedalaman batas tersebut

dari permukaan tanah sangat penting bagi deskripsi longsoran seperti pada

Gambar 2.7. Terdapat 4 kelas kedalaman bidang gelincir (Fernandez &

Marzuki,1987), yaitu:

Kecepatan Keterangan

>3 meter/detik Ekstrim sangat cepat

3 meter/detik – 0,3 meter/menit Sangat cepat

0,3 meter/menit – 1,5 meter/menit Cepat

1,5 meter/menit – 1,5 meter/bulan Sedang

1,5 meter/bulan – 1,5 meter/tahun Lambat

1,5 meter/tahun – 0,06 meter/tahun Sangat lambat

<0.06 meter/tahun Ekstrim sangat lambat

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

18

a. Sangat dangkal (20 meter)

b. Dangkal (1,5 s.d. 5 meter)

c. Dalam (antara 5 sampai 20 meter)

d. Sangat dalam (>20 meter).

Gambar 2.12 Longsoran Tipe Rotasi dan Translasi

(Sumber: geoenviron.blogspot.com)

2.2.2 Faktor-faktor Penyebab Longsoran

Faktor-faktor penyebab kelongsoran pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu akibat

pengaruh luar (External Effect) dan akibat pengaruh dalam (Internal Effect). Penjelasan

mengenai dua hal tersebuat dipaparkan sebagai berikut :

1. Gangguan luar, yang meliputi :

a. Getaran yang ditimbulkan gempa bumi, kereta api, dan lain-lain.

b. Pembebanan tambahan, terutama disebabkan oleh aktifitas manusia

contohnya adanya bangunan atau timbunan di atas tebing.

c. Hilangnya penahan lateral, yang disebabkan oleh pengikisan (erosi sungai,

pantai), penggalian.

d. Hilangnya tumbuhan penutup lereng yang dapat menimbulkan alur pada

beberapa daerah tertentu yang dapat mengakibatkan erosi dan akhirnya akan

terjadi longsoran.

2. Gangguan dalam, contohnya :

a. Naiknya berat massa tanah batuan dengan cara masuknya air ke dalam tanah

sehingga menyebabkan terisinya rongga antar butir sehingga massa tanah

bertambah.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

19

b. Larutnya bahan pengikat butir alami yang membentuk batuan oleh air,

contohnya perekat yang terdapat dalam batu pasir yang dilarutkan air

sehingga ikatannya hilang.

c. Naiknya muka air tanah, muka air dapat naik abikat rembesan yang masuk

pada pori antar butir tanah yang mengakibatkan tekanan air pori naik

sehingga kekuatan gesernya turun.

d. Pengembangan tanah, rembesan air dapat menyebabkan tanah mengembang

terutama untuk tanah lempung.

e. Pengaruh Geologi

Proses geologi dalam pembentukan lapisan kulit bumi dengan cara

pengendapan sedimen ternyata memungkinkan terbentuknya suatu lapisan

yang potensial mengalami kelongsoran. Contohnya adalah pembentukan

lapisan tanah sebagai berikut, sungai yang mengalirkan air ke laut membawa

partikel-partikel halus yang jumlahnya tergantung dari volume dan kecepatan

alirannya, kemudian partikel-partikel tersebut mengendap di dasar laut

membentuk lapisan tanah, dimana penyebaran pengendapannya bisa merata

atau tidak merata tergantung arus air laut biasanya membentuk sudut

kemiringan lapisan 5o-10o. Karena pembentukan tiap lapisan terjadi di air,

maka dasar tiap lapisan adalah air yang bisa dilihat seringkali sebagai lapisan

tipis (thin film) pada zona pemisah antara lapisan lempung dan lanau

kepasiran atau sebagai aliran laminer pada lapisan pasir yang lebih

permeabel. Dengan keadaan demikian bila banyak air memasuki lapisan pasir

tipis, sedangkan pengeluaran air sedikit sehingga keadaan lapisan menjadi

jenuh, maka tekanan air akan bertambah dan tekanan air inilah yang sering

menyebabkan kelongsoran. Lain halnya bila air memasuki lapisan pasir tebal

sehingga keadaan lapisan tidak sepenuhnya jenuh air, maka lapisan tersebut

bahkan bisa berfungsi sebagai drainase alamiah.

f. Pengaruh Morfologi

Variasi bentuk permukaan bumi yang meliputi daerah pegunungan dan

lembah dengan sudut kemiringan permukaannya yang cenderung besar,

maupun daerah dataran rendah yang permukaannya cenderung datar, ternyata

memiliki peranan penting dalam menentukan kestabilan daerah tersebut

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

20

sehubungan dengan kasus kelongsoran. Secara logis daerah dengan

kemiringan besar lebih potensial mengalami kelongsoran dibanding daerah

datar, sehingga kasus kelongsoran seringkali ditemui di daerah gunung atau

perbukitan, dan pada pekerjaan galian atau timbunan yang memiliki sudut

kemiringan besar. Kestabilan lereng terganggu akibat lereng yang terlalu

terjal, perlemahan pada kaki lereng dan tekanan beban yang berlebihan di

kepala lereng. Hal tersebut bisa terjadi karena erosi pada kaki lereng dan

kegiatan penimbunan atau pemotongan lereng yang dilakukan manusia.

g. Pengaruh Proses Fisika

Perubahan temperatur, fluktuasi muka air tanah musiman, gaya gravitasi dan

relaksasi tegangan sejajar permukaan, ditambah dengan proses oksidasi dan

dekomposisi akan mengakibatkan suatu lapisan tanah kohesif lambat laun

tereduksi kekuatan gesernya terutama nilai kohesi © dan sudut geser

dalamnya (Ø). Pada tanah non kohesif misalnya lapisan pasir, bila terjadi

getaran oleh gempa mesin atau sumber getaran lainnya, sehingga

mengakibatkan lapisan tersebut ikut bergetar, maka pori-pori lapisan akan

terisi oleh air atau udara yang akan meningkatkan tekanan dalam pori.

Tekanan pori yang meningkat dengan spontan dan sangat besar ini

menyebabkan terjadinya pencairan lapisan pasir, sehingga kekuatan gesernya

berkurang.

h. Pengaruh Air Dalam Tanah

Keberadaan air dapat dikaitkan sebagai faktor dominan penyebab terjadinya

kelongsoran, karena hampir sebagian besar kasus kelongsoran melibatkan air

di dalamnya.

1) Tekanan air pori memiliki nilai besar sebagai tenaga pendorong terjadinya

kelongsoran, semakin besar air pori semakin besar pula tenaga pendorong.

2) Penyerapan maupun konsentrasi air dalam lapisan tanah kohesif dapat

melunakkan lapisan tanah tersebut yang pada akhirnya mereduksi nilai

kohesif dan sudut geser dalam sehingga kekuatan gesernya berkurang.

3) Aliran air dapat menyebabkan erosi yaitu pengikisan lapisan oleh aliran

air sehingga keseimbangan lereng menjadi terganggu.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

21

2.2.3 Penanggulangan Longsoran

Cara penanggulangan longsor dapat dilakukan tergantung pada tipe dan sifat

longsoran tersebut, serta kondisi lapangan dan geologi yang terdapat pada daerah

longsoran. Cara penanggulangan longsor dapat dilakukan dengan cara berikut:

1. Mengubah geometri lereng

Mengubah geometri lereng dapat dilakukan dengan cara pemotongan dan

penimbunan pada ujung kaki lereng. Metode ini mempunyai prinsip mengurangi gaya

dorong dari tanah yang longsor dan menambah gaya penahan dengan cara melakukan

penimbunan pada ujung kaki lereng, sehingga faktor keamanan lereng dapat bertambah.

Contoh dari mengubah geometri lereng yaitu dengan melakukan pemotongan bagian

ujung kaki dapat dilakukan untuk longsoran yang mempunyai massa relatif kecil.

Mengubah geometri dengan cara penimbuanan dilakuakn dengan memberikan beban

berupa timbunan pada daerah kaki yang nantinya akan berfungsi sebagai penambah

momen lawan. Penanggulangan ini cocok untuk longsoran dengan massa yang relatif

utuh.

2. Mengendalikan air permukaan

Pengendalian air permukaan akan mengurangi berat massa tanah yang bergerak

dan menambah kekuatan material pembentuk lereng. Air permukaan yang mengalir pada

permukaan lereng dan akan meresap ke dalam tanah harus dikendalikan, dapat dilakukan

dengan cara menanam tumbuhan pada lereng, tata salir (saluran permukaan yang dibuat

pada bagian luar longsoran dan mengelilingi longsoran sehingga dapat mencegah aliran

limpasan yang datang dari daerah yang lebih tinggi), perbaikan permukaan lereng

(meratakan cekungan atau tonjolan lereng), melakukan dewatering.

3. Mengendalikan air rembesan

Metode pengendalian air rembesan dapat dilakukan dengan cara menambahkan

sumur dalam (untuk menanggulangi longsoran yang membentuk bidang longsornya

dalam), saluran tegak (untuk menurunkan tekanan hidrostatik yang terjadi), saluran

mendatar (untuk menurunkan muka air tanah di daerah longsoran), dan sebagainya.

2.3 Siphon Drain

Metode siphon drain ditemukan oleh perusahaan geoteknik prancis

Hydrogeotechnique/TP.Geo 20 tahun lalu. Sejak itu, metode tersebut terus dikembangkan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

22

dan ditingkatkan. Sudah hampir 200 pengaplikasian metode siphon drain ini, terutama di

Prancis (Mrvik,2011). Metode ini juga sudah diaplikasikan di Inggris, Italy dan Romania

(Mrvik and Bomont, 2010). Inovasi metode ini pertama kali diaplikasikan di Eropa

Tengah pada tahun 2008. Drainase ini digunakan untuk stabilitas lereng yang sebelumya

digunakan untuk galian tambang batu bara di Bohemia Utara, Republik Cheko (Mrvik

and Bomont, 2009).

2.5.1 Prinsip Kerja Siphon Drain

Siphon Drain ditempatkan dalam sumur pembuangan vertikal. Jarak antar sumur

biasanya antara 3 sampai 6 meter dan kedalamannya harus menjangkau lapisan yang akan

dialirkan. Sumur dipompa menggunakan tabung siphon dan lereng yang dipengaruhi oleh

gravitasi, aliran atas pipa (Mrvik, 2011).

Gambar 2. 13 Potongan Melintang Jaringan Siphon Drain

Tabung siphon dimasukan ke dalam reservoir berisi air di dasar sumur dengan

outlet hilit terletak di kaki lereng. Jika permukaan air disumur naik, siphon akan

mengalirkan dan mengeluarkan air dari sumur. Air akan dialirkan sampai ketinggian air

disumur turun kembali seperti keadaan awal, asalkan laju aliran dalam siphon cukup

untuk menjaga siphon untuk tetap bekerja. Ketika air naik kebagian atas siphon, tekanan

turun, dibagian hulu yang bertekanan rendah menyebabkan gelembung kecil muncul.

Gelembung-gelembung kecil ini cenderung menyatu dan menjadi lebih besar di hilir.

Tedapat dua gaya yang bekerja pada gelembung yaitu gaya apung dan gaya hidraulik

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

23

aliran dalam pipa. Jika gaya apung dominan, gelembung-gelembung kecil akan

berkumpul di puncak pipa dan menjadi satu gelembung besar yang akan memecah aliran

siphon. Kejadian tersebut dapat dihindari dengan menggunakan sistem pembilas yang

secara otomatis mengeluarkan gelembung oleh aliran turbulen.

Gambar 2.14 Tabung Siphon dan Sistem Pembilasan

Sistem pembilasan terdiri dari susunan pipa PVC di ujung hilir pipa siphon yang

bertindak sebagai akumulator hidraulik. Ketika ketinggian air di sumur hulu drainase

hampir sama dengan akumulator, maka tidak ada aliran di pipa siphon. ketika air di sumur

dan akumulator PVC naik dan mencapai tingkat tertentu, air yang disimpan dengan cepat

dikosongkan menggunakan sistem pembilasan sederhana. Penurunan ketinggian air yang

tiba-tiba dalam akumulator menyebabkan aliran dalam pipa siphon dapat menghasilkan

gelembung udara di dalam pipa siphon. Ukuran pipa siphon dan pipa akumulator yang

tepat sangat penting untuk mencapai laju aliran dan durasi yang cukup unruk

menghilangkan gelmenbung udara dari tabung siphon. Aliran berlanjut sampai ketinggian

air di sumur sama seperti ketinggian air pada akumulator. Ketinggian air kemudian akan

naik kembali baik dalam sumur dan sistem pembilasan hingga ketinggian yang telah

ditentukan dan kemudian siklus pembilasan dimulai lagi.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

24

2.4 Plaxis 3D

Plaxis merupakan salah satu program aplikasi komputer yang berdasarkan pada

metode elemen hingga dua dimensi dan tiga dimensi yang digunakan secara khusus

untuk menganalisis deformasi dan stabilitas untuk berbagai aplikasi dalam bidang

geoteknik, seperti daya dukung tanah dan stabilitas lereng. Kondisi sesungguhnya dapat

dimodelkan dalam regangan bidang maupun secara axisymetris. Program ini menerapkan

metode antarmuka grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna dapat dengan

cepat membuat model geometri dan jaring elemen berdasarkan penampang melintang dari

kondisi yang ingin dianalisis. Program ini terdiri dari empat buah sub-program yaitu

masukan, perhitungan, keluaran, dan kurva.

Kondisi di lapangan yang akan disimulasikan ke dalam program Plaxis ini

bertujuan untuk mengimplementasikan tahapan pelaksanaan di lapangan ke dalam

tahapan pengerjaan program, dengan tujuan untuk pelaksanaan di lapangan dapat

mendekati sedekat mungkin dengan program, sehingga hasil yang dihasilkan dari

program dapat diasumsikan sebagai cerminan dari kondisi yang sebenarnya terjadi di

lapangan. Walaupun pengujian dan validasi telah banyak dilakukan, tetap program ini

tidak dapat dijamin bahwa program PLAXIS bebas dari kesalahan.

Simulasi permasalahan geoteknik dengan menggunakan metode elemen hingga

sendiri telah secara implisit melibatkan kesalahan pada saat pemodelan dan kesalahan

numeric yang tidak dapat dihindari. Akurasi dari keadaan sebenarnya sangat bergantung

pada keahlian dari pengguna terhadap pemodelan permasalahan, pemahaman terhadap

model tanah serta keterbatasannya, penentuan parameter model, dan kemampuan untuk

melakukan interpretasi dari hasil komputer. Oleh karena itu, PLAXIS hanya digunakan

oleh para professional yang memiliki keahlian seperti yang telah disebutkan. Pengguna

harus sadar dengan tanggung-jawabnya saat menggunakan hasil komputasi untuk tujuan

desain geoteknik. Organisasi PLAXIS tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas

kesalahan desain yang didapat pada keluaran dari perhitungan PLAXIS. metode

antarmuka grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna dapat dengan cepat

membuat model geometri dan jaring elemen berdasarkan penampang melintang dari

kondisi yang ingin dianalisis.

Problema stabilitas lereng umumnya terjadi bila terdapat gangguan pada

keseimbangan lereng tersebut, yang mungkin diakibatkan oleh berbagai kegiatan

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

25

manusia maupun alam. Permasalahan yang sering dijumpai pada stabilitas lereng atau

timbunan adalah kecilnya kestabilan tanah dan daya dukung yang rendah pada tanah

dasarnya. Kekuatan geser suatu tanah tidak mampu memikul suatu kondisi beban kerja

yang berlebihan. Dengan kata lain, keruntuhan suatu lereng sering diakibatkan oleh

meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya kekuatan geser

suatu massa tanah. Masalah yang lain dari stabilitas lereng atau timbunan adalah

konsolidasi yang besar dan jangka waktu yang lama setelah selesainya suatu konstruksi.

Untuk mendapatkan suatu solusi yang optimal dari permasalahan tersebut diatas, maka

dibutuhkan suatu analisis yang andal dari suatu lereng dengan perbaikan dan perkuatan

tanah.

2.5 Parameter Tanah Pasir

Tanah adalah suatu benda padat berdimensi tiga terdiri dari panjang lebar dalam

yang merupakan bagian dari kulit bumi. Kata tanah seperti banyak kata umumnya

mempunyai beberapa pengertian. Pengertian tradisional, tanah adalah medium alami

untuk pertumbuhan tanaman dan merupakan daratan. Pengertian lain, tanah berguna

sebagai pendukung pondasi bangunan dan sebagai bahan bangunan itu sendiri, seperti

batu bata, paving blok. Faktor yang mempengaruhi daya dukung tanah antara lain : jenis

tanah, tingkat kepadatan, kadar air, dan lain-lain. Tingkat kepadatan tanah dinyatakan

dalam presentase berat volume (γd) terhadap berat volume kering maksimum (γdmaks).

(Afrenia, 2014).

Tanah terdiri dari tiga fase elemen, yaitu butiran padat (solid), air dan udara,

seperti yang ditunjukkan Gambar 2.11

Gambar 2.15 Diagram Fase Elemen Tanah (Das, 1995)

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

26

2.4.1 Kohesi

Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Bersama dengan sudut

geser dalam, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang menentukan ketahanan

tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah dalam hal ini berupa

gerakan lateral tanah. Deformasi ini terjadi akibat kombinasi keadaan kritis pada tegangan

normal dan tegangan geser yang tidak sesuai dengan faktor aman dari yang direncanakan.

Nilai ini didapat dari pengujian Direct Shear Test. Nilai kohesi secara empiris dapat

ditentukan dari data sondir (qc) yaitu sebagai berikut:

𝐾𝑜ℎ𝑒𝑠𝑖 (𝑐) =𝑞𝑐

20⁄ .......................................................................................(2.3)

2.4.2 Permeabilitas

Kemampuan fluida untuk mengalir melalui medium yang berpori adalah suatu

sifat teknis yang disebut permeabilitas (Bowles, 1991). Permeabilitas juga dapat

didefinisikan sebagai sifat bahan yang memungkinkan aliran rembesan zat cair mengalir

melalui rongga pori (Hardiyatmo, 2001). Satuan permeabilitas adalah m². Pada umumnya

pada reservoir panas bumi, permeabilitas vertikal berkisar antara 10 - 14 m², dengan

permeabilitas horizontal dapat mencapai 10 kali lebih besar dari permeabilitas vertikalnya

(sekitar 10 - 13 m²).

Permeabilitas tanah adalah kecepatan air menembus tanah pada periode tertentu

dan dinyatakan dalam cm/jam (Foth, 1978). Sedangkan menurut Hakim dkk. (1986)

permeabilitas tanah adalah menyatakan kemampuan tanah melalukan air yang bisa diukur

dengan menggunakan air dalam waktu tertentu. Nilai permeabilitas penting dalam

menentukan penggunaan dan pengelolaan praktis tanah. Permeabilitas mempengaruhi

penetrasi akar, laju penetrasi air, laju absorpsi air, drainase internal dan pencucian unsur

hara (Donahue, 1984).

(Preene, 2012)Permeabilitas tanah bergantung pada ukuran butiran tanah. Karena

butiran tanah lempung berukuran kecil, kemampuan meloloskan air juga kecil. Dalam

praktek, tanah lempung dianggap sebagai lapisan yang tak lolos air atau kedap air, karena

pada kenyataannya permeabilitasnya lebih kecil daripada beton. Tanah granuler

merupakan tanah dengan permeabilitas yang relatif besar hingga sering digunakan

sebagai bahan filter. Namun, akibat permeabilitas yang besar, tanah ini menyulitkan

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

27

pekerjaan galian tanah pondasi yang dipengaruhi air tanah, karena tebing galian menjadi

mudah longsor. Lagi pula, aliran yang terlalu cepat dapat merusak struktur tanah dengan

menimbulkan rongga-rongga yang dapat mengakibatkan penurunan pondasi

(Hardiyatmo, 2001). Permeabilitas suatu massa tanah penting untuk :

1. Mengevaluasi jumlah rembesan (seepage) yang melalui bendungan dan tanggul

sampai ke sumur air.

2. Mengevaluasi gaya angkat atau gaya rembesan di bawah struktur hidrolik untuk

analisis stabilitas.

3. Menyediakan kontrol terhadap kecepatan rembesan sehingga partikel tanah

berbutir halus tidak tererosi dari massa tanah.

4. Studi mengenali laju penurunan (konsolidasi) dimana perubahan volume tanah

terjadi pada saat air tersingkir dari rongga tanah pada saat proses terjadi pada suatu

gradien energi tertentu.

5. Mengendalikan rembesan dari tempat penimbunan bahan-bahan limbah dan

cairan-cairan sisa yang mungkin berbahaya bagi manusia.

Koefisien Permeabilitas Hukum Darcy menunjukkan bahwa permeabilitas tanah

ditentukan oleh koefisien permeabiitasnya. Koefisien permeabilitas tanah bergantung

pada beberapa faktor. Setidaknya ada enam faktor utama yang mempengaruhi

permeabilitas tanah, yaitu :

1. Visikositas cairan, semakin tinggi viskositasnya, koefisien permeabilitas tanahnya

semakin kecil.

2. Distribusi ukuran pori, semakin merata distribusi ukuran porinya, koefisien

permeabilitasnya cenderung semakin kecil.

3. Distribusi ukuran butiran, semakin merata distribusi ukuran butirannya, koefisien

permeabilitasnya cenderung semakin kecil.

4. Rasio kekosongan (void), semakin besar rasio kekosongannya, koefisien

permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi.

5. Semakin besar partikel mineralnya, semaik kasar partikel mineralnya, koefisien

permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi.

6. Derajat kejenuhan tanah. semakin jenuh tanahnya, koefisien permeabilitas

tanahnya akan semakin tinggi.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

28

Nilai permeabilitas untuk tanah jenis pasir dapat dilihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Nilai Permeabilitas Tanah (Das, 2008)

2.4.3 Sudut Geser Dalam Tanah

Kekuatan geser dalam mempunyai variabel kohesi dan sudut geser dalam. Sudut

geser dalam bersamaan dengan kohesi menentukan ketahanan tanah akibat tegangan yang

bekerja berupa tekanan lateral tanah. Nilai ini juga didapatkan dari pengukuran

engineering properties tanah dengan Direct Shear Test.

Besarnya sudut geser dalam tanah atau yang biasa disebut dengan phi untuk jenis

tanah pasir dapat dilihat pada Tabel 2.4

Tabel 2.4 Nilai Sudut Geser dalam Tanah (Das, 2006)

2.4.4 Poisson Ratio

Nilai poisson ratio ditentukan sebagai rasio kompresi poros terhadap regangan

permuaian lateral. Nilai poisson ratio dapat ditentukan berdasar jenis tanah seperti yang

terlihat pada Tabel 2.5

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

29

Tabel 2.5 Hubungan Antara Jenis Tanah dan Poisson Ratio (Das, 1996)

2.4.5 Modulus Elastisitas

Nilai modulus young menunjukkan besarnya nilai elastisitas tanah yang

merupakan perbandingan antara tegangan yang terjadi terhadap regangan. Nilai ini bisa

didapatkan dari Traxial Test. Nilai Modulus Elastisitas ( Es ) secara empiris dapat

ditentukan dari jenis tanah dan data sondir.

Dengan menggunakan data sondir, booring dan grafik triaksial dapat digunakan

untuk mencari besarnya nilai elastisitas tanah. Nilai yang dibutuhkan adalah nilai qc atau

cone resistance. Yaitu dengan menggunakan rumus :

E = 2.qc kg/cm²

E = 3.qc ( untuk pasir )

E = 2. sampai 8. qc ( untuk lempung )

Tanah dengan jenis pasir memiliki nilai modulus elastisitas yang berkisar antara

50 sampai dengan 2000 seperti pada Tabel 2.6

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

30

Tabel 2.6 Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah (Bowles, 1997)

2.6 Referensi Penelitian

Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan

penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji

penelitian yang dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan penelitian

dengan judul yang sama seperti judul penelitian penulis. Namun penulis mengangkat

beberapa penelitian sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian pada penelitian

penulis. Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait dengan

penelitian yang dilakukan penulis.

2.5.1 Fundamental Laboratory Experiments of Siphon Drain for Slope

Stabilization

Jurnal dengan judul penelitian Fundamental Laboratory Experiments of Siphon

Drain for Slope Stabilization ditulis oleh bapak Adrin Tohari selaku peneliti geoteknologi

LIPI Bandung bersama dengan Keigo Koizumi dan Kazuhiro Oda sebagai Asisten

peneliti dari Osaka University Jepang. Jurnal tersebut di publikasikan saat 20th Annual

National Conference on Geotechnical Engineering di Jakarta pada tanggal 15-16

November 2016.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

31

Penelitian tersebut menghasilkan efek dari drain siphon jelas tergantung pada laju

kenaikan muka air. Penurunan muka air terjadi secara signifikan pada laju kenaikan muka

air yang lambat. Lebih lanjut, saluran siphon dapat memiliki efek yang signifikan pada

permukaan air tanah ketika mereka dipasang di lereng di mana aliran air tanah cenderung

permukaan piezometrik. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengevaluasi

pengaruh posisi dan jumlah pengeringan siphon pada pengurangan level air di lereng

melalui lab eksperimen dan analisis numerik.

2.5.2 Fundamental Study of the Effect of Water Level Lowering in the

Groundwater Drainage Work Utilizing Siphon

Jurnal diatas ditulis oleh Adrin Tohari, selaku peneliti geoteknologi LIPI Bandung

bersama dengan Takeshi Yamamoto, Yuki Minamiguchi, Keigo Koizumi dari Osaka

University Jepang, Mitsuru Komatsu dari Okayama University Jepang dan Kazuhiro Oda

dari Osaka Sangyo University Jepang. Jurnal tersebut dipublikasikan pada saat 8th

International Conference on Geotechnique, Construction Material and Environment di

Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 20-22 November 2018.

Dalam penelitian ini, penyelidikan ke dalam metode untuk desain metode siphon

untuk memastikan stabilitas lereng dilakukan dengan menggunakan eksperimen model

lereng dan analisis numerik. Temuan utama adalah:

1. Hubungan kuantitatif antara drainase volume dan level air dapat ditentukan

dengan menggunakan gradien ketinggian air dekat pipa siphon.

2. Level air di sisi model di siphon percobaan dapat direproduksi menggunakan

2-D analisis aliran rembesan.

3. Meskipun penelitian ini hanya dilakukan pada tingkat model, jarak siphon

yang ideal dan target level air di lubang siphon untuk memastikan stabilitas

lereng mampu akurat ditentukan.

2.5.3 Rekayasa Hidraulika Kestabilan Lereng Dengan Sistem Siphon: Studi Kasus

Di Daerah Karangsambung, Jawa Tengah

Riset dengan judul Rekayasa Hidraulika Kestabilan Lereng Dengan Sistem

Siphon: Studi Kasus Di Daerah Karangsambung, Jawa Tengah ditulis oleh Arifan Jaya,

Adrin Tohari, Khori Sugiant, Nugroho Aji dan Sunarya Wibowo1 selaku peneliti

geoteknologi LIPI Bandung serta Sueno Winduhutomo dari UPT BIKK Karangsambung.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

32

Hasil riset tersebut dipublikasikan pada bulan Desember 2014 di Pusat Penelitian

Geoteknologi LIPI.

Dari hasil riset tersebut mendapatkan kesimpulan bahwa pendekatan matematis

dapat dilakukan untuk analisis balik mengenai parameter/faktor apa yang berubah

sehingga mempengaruhi nilai debit siphon. Parameter yang berubah pada penelitian ini

ialah nilai koefisien debit. Selang siphon yang awalnya mempunyai nilai kekasaran 0,009

menjadi 0,018 pada Siphon 1 sehingga koefisien debitnya menjadi 0,0589, Siphon 2

menjadi 0,017 sehingga koefisien debitnya 0,0193 dan Siphon 3 menjadi 0,018 yang

mengakibatkan koefisien debitnya menjadi 0,0348. Perubahan nilai kekasaran yang

membesar mengindikasikan adanya tanah butiran halus yang masuk ke sistem Siphon dan

menempel pada dinding selang siphon sehingga menyebabkan diameter berkurang.

2.5.4 A Study on the Siphon Drainage System

Jurnal dengan judul penelitian A Study on the Siphon Drainage System ditulis oleh

N.Tsukagoshi selaku peneliti sistem perpipaan dan K.Sakaue dari Universitas Meiji,

Jepang. Jurnal

Penelitian tersebut manghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Persimpangan pipa drainase dengan jalan layang dan jalan layang dengan

menggunakan pipa fleksibel dengan diameter kecil dan tanpa kemiringan,

ruang bawah tanah sebagai tingginya bisa mencapai 150 mm

2. Perlengkapan saluran pipa perangkap Perangkap dengan kekuatan segel besar

dapat dibentuk untuk menyedot yang diinduksi dengan menyimpan air pipa

drainase fixture.

3. Karakteristik beban buangan kecil

Adopsi pipa drainase dengan diameter kecil dan aliran vertikal kecepatan

tinggi Teknologi mengurangi aliran beban buangan hingga setengahnya.

4. Sistem tumpukan drainase

Dengan menggabungkan teknologi aliran vertikal kecepatan tinggi

berdiameter kecil menggunakan nozel vertikal dengan karakteristik beban

yang kecil dari tumpukan drainase, sistem stack drainase baru dengan pipa

bundar sederhana dapat dibuat, dan kapasitas pemakaian yang sama dengan

sistem drainase yang ada dipertahankan tanpa fitting drainase khusus.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

33

5. Pengurangan material untuk pipa

Menghubungkan pipa drainase secara terpisah dengan perlengkapan individu

dapat membawa keluar karakteristik diameter kecil, dan jumlah bahan baku

untuk pipa diharapkan untuk turun bahkan jika keseluruhan panjang pipa

mungkin lebih panjang dari perpipaan tradisional jaringan.

6. Pengurangan biaya pemeliharaan

Kecepatan debit yang lebih tinggi, mengurangi kemungkinan attachment

pelumas ke permukaan bagian dalam pipa, sangat memperpanjang siklus

pembersihan atau dapat sepenuhnya menghilangkan kebutuhan pembersihan,

dan dengan demikian dapat mengurangi biaya perawatan.

7. Integrasi pipa drainase air

Sistem drainase dengan pipa drainase fixture yang memiliki diameter kecil

dan tidak ada kemiringan mudah diintegrasikan dengan air dan pipa pasokan

air panas. Itu membuat perencanaan, merancang, membangun, dan

memelihara sistem lebih mudah dengan peningkatan kecakapan untuk

pembaruan.

2.5.5 Experience with Drainage and Ground Stabilisation by Siphon Drains in

Slovakia

Jurnal dengan judul penelitian Experience with Drainage and Ground

Stabilisation by Siphon Drains in Slovakia ditulis oleh Ondrej MRVIK dan di

publikasikan melalui buku Proceedings of the 5th International Young Geotechnical

Engineers Conference pada tahun 2015.

Jurnal ini berisi tentang metode inovatif drainase dalam oleh saluran siphon.

metode ini merupakan cara drainase yang dalam dari tanah lunak. sistem drainase

membuktikan fungsionalitas jangka panjang, kemungkinan untuk mengamati efisiensi

aktual, pilihan untuk pemeliharaan rutin dan adaptasi sepanjang masa.

Penggunaan drainase siphon dapat menguntungkan karena pengaturan dengan

sumur vertikal. sumur yang berorientasi vertikal dapat dengan mudah memotong semua

akuifer pada beberapa kedalaman. panjang sumur vertikal drainase siphon minimal

dibandingkan dengan panjang sumur subhorizontal konvensional. pengaturan vertikal

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/483/5/05 Bab 2 222015229.pdf · 2019. 8. 26. · 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut

34

sumur juga dapat menyelesaikan masalah dengan batas area konstruksi atau batas lain

yang diberikan oleh pemilik swasta atau perwakilan negara.

Drainase siphon secara otomatis mengurangi cadangan dinamis dari permukaan

air tanah di sumur. adalah mungkin untuk mengalirkan cadangan statis yang lebih besar

dari air tanah, seperti yang ditunjukkan pada kasus proyek R1. air bisa mengalir secara

berkala. meskipun, lebih dari kuantitas air yang dikeringkan, kemiringan air tanah yang

benar dipelihara secara permanen di kedalaman yang dirancang di bawah permukaan,

adalah kunci untuk masalah stabil pada area yang terkena.

pengalaman sebelumnya dengan penerapan drainase siphon di slovakia

membuktikan bahwa metode ini memenuhi persyaratan untuk penurunan air tanah jangka

panjang di daerah yang terkena dampak stabilitas tanah.