studi kemantapan lereng

37
STUDI KEMANTAPAN MODEL LERENG PASIR HOMOGEN DENGAN MENGGUNAKAN UJI SENTRIFUGAL RANCANGAN TUGAS AKHIR Oleh : Bob Andrea Lingga 12108055 PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Upload: bob-andrea-lingga

Post on 14-Apr-2016

261 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Bab 1 dan 2 rancangan tugas akhir

TRANSCRIPT

Page 1: Studi kemantapan lereng

STUDI KEMANTAPAN MODEL LERENG PASIR HOMOGEN DENGAN MENGGUNAKAN UJI SENTRIFUGAL

RANCANGAN TUGAS AKHIR

Oleh :

Bob Andrea Lingga

12108055

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2012

Page 2: Studi kemantapan lereng

BAB I............................................................................................................................1

PENDAHULUAN........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................1

1.2 Tujuan................................................................................................................2

1.3 Batasan Masalah...............................................................................................2

1.4 Manfaat Penelitian...........................................................................................2

1.5 Metodologi.........................................................................................................3

1.6 Sistematika Penulisan.......................................................................................3

BAB II...........................................................................................................................6

DASAR TEORI............................................................................................................6

2.1 Jenis Longsoran................................................................................................6

2.1.1 Longsoran Bidang (Plane Failure)..................................................................7

2.1.2 Longsoran Guling (Toppling Failure).............................................................8

2.1.3 Longsoran Baji (Wedge Failure)....................................................................8

2.1.4 Longsoran Busur (Circular Failure)................................................................9

2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Lereng......................10

2.2.1 Longsoran Akibat Gravitasi..........................................................................12

2.2.2 Longsoran Akibat Percepatan Gaya Luar.....................................................13

2.3 Getaran Bumi..................................................................................................14

2.4 Pengaruh Getaran Terhadap Lereng...........................................................16

2.5 Pemodelan Fisik Sentrifugal..........................................................................17

Page 3: Studi kemantapan lereng

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dunia pertambangan tidak dapat lepas dari faktor geoteknik, salah satu permasalahan yang terjadi akibat faktor geoteknik ini adalah kematapan lereng tambang. Selama masih ada aktivitas manusia yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan pada tambang terbuka misalnya, kemantapan lereng mulai dari lereng kerja (working slope) maupun lereng akhir (final slope) akan selalu dianalisis dan dijaga kemantapannya. hal ini dilakukan karena setiap lereng tambang memiliki potensi longsor yang dapat menimbulkan kecelakaan, kematian dan pada akhirnya dapat mengganggu proses produksi yang mengakibatkan kerugian.

Masalah kemantapan lereng dalam operasi penambangan dapat ditemukan pada penggalian tambang terbuka (open pit maupun open cut), bendungan –bendungan cadangan air kerja, di tempat timbunan bahan buangan (tailing disposal) dan tempat penimbunan bijih (stockyard). Semua lereng yang dibentuk untuk kepentingan kegiatan-kegiatan di atas harus dibuat sedemikian rupa sehingga stabil. Oleh karena itu suatu analisis kemantapan lereng menjadi sangat penting untuk mencegah terjadinya bencana kecelakaan ataupun gangguan terhadap kelancaran produksi.

Analisis suatu kemantapan lereng dapat dilakukan dengan berbagai metoda seperti kesetimbangan batas, finite element dan metoda numerik lainnya. Tetapi untuk merepresentasi keadaan lapangan akan lebih baik jika dilakukan usaha-usaha guna memodelkan lereng dengan meniru faktor-faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng tersebut seperti kenyataan dilapangan. Usaha permodelan ini disebut metode permodelan fisik.

Page 4: Studi kemantapan lereng

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Mempelajari pengaruh dan perilaku jenis dan kondisi material, dimensi dan percepatan sentrifugal terhadap kestabilan lereng dengan menggunakan alat sentrifugal.

Dengan analisis dimensi, dapat menggambarkan kestabilan lereng sebenarnya melalui pemodelan lereng skala kecil secara fisik khususnya dengan uji sentrifugal.

1.3 Batasan Masalah

Beberapa batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian menggunakan contoh campuran pasir tanah.2. Material dianggap kontinu, homogen dan tanpa perlapisan.3. Material pembentuk lereng didekati dengan sifat fisik dan sifat mekanik

material tanah.4. Pemadatan material pembentuk lereng dilakukan secara konvensional dan

diasumsikan homogen.5. Percepatan model hanya dihasilkan dari percepatan sentrifugal.6. Longsoran yang terjadi diasumsikan berupa longsoran busur.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sarana penelitian dan pembuktian teori – teori keruntuhan lereng pada skala kecil secara fisik khususnya dengan uji sentrifugal yang diharapkan dapat dijadikan acuan untuk menganalisa lereng yang sesungguhnya.

Hasil penilitian ini diharapkan dapat menjadi perintis pemodelan kestabilan lereng tambang dengan menggunakan alat sentrifugal di Indonesia. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran di lingkungan Program Studi Teknik Pertambangan, Khususnya Laboratorium Geomekanika dan Peralatan Tambang, FTTM-ITB.

Page 5: Studi kemantapan lereng

1.5 Metodologi

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Studi literatur mengenai pemodelan fisik lereng dan publikasi terkait.2. Pengujian sifat fisik material.3. Pengujian sifat mekanik dari material.4. Melakukan perhitungan kecepatan dan percepatan yang akan diberikan alat

sentifugal kepada model dengan persamaan gerak melingkar. 5. Melakukan pengujian kemantapan lereng pasir tanah untuk berbagai kondisi,

geometri dan percepatan sentrifugal.6. Melakukan perhitungan longsoran, volume longsoran dan massa longsoran

dari material pada model lereng.7. Melakukan analisis, pengolahan data dan pembahasan.8. Menarik kesimpulan dan saran.

Langkah-langkah penelitian juga dapat dilihat pada diagram alir penelitian, pada Gambar 1.1

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan laporan tugas akhir ini, penulis membagi laporan ke dalam beberapa bagian, yaitu :

BAB I “Pendahualuan”

Bab ini membahas mengenai latar belakang penilitian, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian.

BAB II “Dasar Teori”

Bab ini menjelaskan mengenai teori – teori yang relevan dengan penelitian dan dijadikan penulis sebagai rujukan.

BAB III “Eksperimentasi”

Bab ini menjelaskan bagaimana langkah – langkah mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian, hingga mekanisme pengujian dapat dilakukan. Sehingga

Page 6: Studi kemantapan lereng

didapat data kemiringan lereng akhir, volume longsoran dan massa longsoran yang akan dibahas pada bab berikutnya.

BAB IV “Data dan Pembahasan”

Bab ini menampilkan data – data yang menjabarkan hubungan setiap percepatan sentrifugal terhadap setiap kondisi dan geometrid an dimensi lereng dengan kemiringan akhir lereng setelah pengujian, volume longsoran dan massa longsoran.

BAB V “Kesimpulan dan Saran”

Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari seluruh aktivitas penelitian tugas akhir serta analisis data yang telah dilakukan yang diharapkan dapat menjawab tujuan dari penelitian ini.

Page 7: Studi kemantapan lereng

Studi literatur

Uji Sifat Fisik Uji Sifat Mekanik

Analisa Kondisi dan

Geometri Model

Pengukuran Parameter Mekanik

Analisa DimensiPenentuan Kadar Air,

Ketinggian, Kemiringan Model Lereng

Penentuan Kecepatan, Percepatan

Pemilihan Material dan

Uji Coba Alat

Pemodelan Fisik dan Pengujian Mekanik

Analisa dan Pembahasan Data Hasil Penelitian

Kesimpulan dan Saran

ρ = Densitasɣ = Berat Jenisw = Kadar Air

C = KohesiØ = Sudut Gesek Dalam

Gambar 1.1 Diagram Alir Penelitian

Page 8: Studi kemantapan lereng

BAB II

DASAR TEORI

Setiap material berbentuk lereng yang bertahan di alam sampai saat ini berada dalam keadaan stabil. Hal ini dikarenakan distribusi tegangan pada material tersebut berada dalam keadaan setimbang. Jika kesetimbangan tersebut terganggu, dimana gaya pengganggunya (gaya luar ditambah gaya penggerak) lebih besar daripada gaya penahannya maka secara otomatis material akan mencari kesetimbangannya yang baru dengan mengurangi beban, terutama dalam bentuk longsoran sehingga pada bentuk akhir gaya penahannya minimal menjadi sama dengan gaya penggeraknya.

Lereng stabil memiliki komponen gaya penahan yang lebih besar daripada komponen gaya penggerak yang dimilikinya. Faktor keamanan (FK) adalah perbandiingan atara gaya penahan terhadap gaya penggerak dan dikatakan stabil apabila FK lebih besar 1, dimana FK didefinisikan sebagai :

FK= Gaya PenahanGaya Pengganggu

2.1 Jenis Longsoran

Suatu longsoran akan terjadi bila resultan gaya penggerak lebih besar daripada resultan gaya penahan yang dimilikinya. Longsoran ini bisa berupa rotasi atau translasi yang tergantung pada keadaan material serta strukturnya. Jika luncurannya berupa rotasi, maka biasanya akan menghasilkan longsoran busur atau lingkaran. Tetapi bila gerakan ini berupa translasi, maka akan menghasilkan longsoran bidang. Gabungan kedua gerakan ini akan menghasilkan longsoran bidang dan busur. Jenis longsoran yang mungkin terjadi pada lereng antara lain :

Longsoran bidang (Plane Failure) Longsoran guling (Toppling Failure) Longsoran baji (Wedge Failure)

Page 9: Studi kemantapan lereng

Longsoran busur (Circular Failure)

2.1.1 Longsoran Bidang (Plane Failure)

longsoran bidang ini, bila dibandingkan dengan longsoran baji (akan dibahas selanjutnya) relatif jarang terjadi. namun bila kondisi yang menunjang terjadinya longsoran bidang terpenuhi, maka longsoran yang akan terjadi mungkin akan lebih besar secara volume daripada longsoran baji.

Gambar 2.1 Longsoran Bidang

longsoran bidang seperti tampak pada gambar dapat terjadi jika persyaratan berikut terpenuhi :

1. jurus (strike) bidang luncur sejajar atau hampir sejajar terhadap jurus bidang permukaan lereng (perbedaan maksimum 200).

2. kemiringan bidang luncur harus lebih kecil daripada kemiringan bidang permukaan lereng.

3. kemiringan bidang luncur lebih besar daripada sudut geser dalam.4. terdapat bidang bebas yang merupakan batas lateral dari massa batuan atau

tanah yang longsor.

Page 10: Studi kemantapan lereng

2.1.2 Longsoran Guling (Toppling Failure)

longsoran guling umumnya terjadi pada lereng yang terjal dan pada batuan yang keras dimana struktur bidang lemahnya berbentuk kolom. longsoran jenis ini terjadi apabila bidang-bidang lemah yang ada berlawanan dengan kemiringan lereng.

longsoran guling pada blok fleksibel terjadi jika :

1. β > 900 + φ – α, dimana β adalah kemiringan bidang lemah, φ adalah sudut geser dalam dan α adalah kemiringan lereng.

2. perbedaan maksimal jurus (strike) dari kekar (joint) dengan jurus lereng (slope) adalah 300.

Gambar 2.2 Longsoran Guling

2.1.3 Longsoran Baji (Wedge Failure)

longsoran baji terjadi bila terdapat dua bidang lemah atau lebih, berpotongan sedemikian rupa sehingga membentuk baji terhadap lereng. longsoran baji ini dapat dibedakan menjadi dua tipe longsoran yaitu longsoran tunggal (single sliding) dan longsoran ganda (double sliding).

Page 11: Studi kemantapan lereng

Gambar 2.3 Longsoran Baji

untuk longsoran tunggal, luncuran terjadi pada salah satu bidang, sedangkan untuk longsoran ganda luncuran terjadi pada perpotongan kedua bidang.

longsoran baji tersebut akan terjadi bila memenuhi syarat sebagai berikut :

1. kemiringan garis potong kedua bidang lemah harus lebih kecil daripada kemiringan lereng.

2. sudut garis potong bidang lemah harus lebih besar daripada sudut geser dalamnya.

2.1.4 Longsoran Busur (Circular Failure)

longsoran busur umumnya terjadi pada material yang bersifat lepas (loose material seperti material tanah. sesuai dengan namanya, bidang longsorannya berbentuk busur. batuan hancur yang terdapat pada suatu daerah penimbunan dengan dimensi besar akan cenderung longsor dalam bentuk busur lingkaran (Hoek & Bray, 1981). pada longsoran busur yang terjadi pada daerah timbunan, biasanya faktor struktur geologi tidak terlalu berpengaruh pada kestabilan lereng timbunan bergantung pada karakteristik material, dimensi lereng serta kondisi air tanah yang ada serta faktor luar yang mempengaruhi kestabilan lereng pada lereng timbunan.

Page 12: Studi kemantapan lereng

Gambar 2.4 Longsoran Busur

2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Lereng

Kemantapan suatu lereng (alami maupun hasil kerja manusia) dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kemantapan suatu lereng adalah sebagai berikut :

a. Penyebaran batuan atau tanahMacam batuan atau tanah yang terdapat di daerah penyelidikan harus diketahui, demikian juga penyebaran serta hubungan antar batuan. Ini perlu dilakukan karena sifat-sifat fisik dan mekanik suatu batuan atau tanah berbeda yang satu dengan lain sehingga kekuatan menahan bebannya sendiri juga berbeda.

b. Relief permukaan bumiFaktor ini mempengaruhi laju erosi dan pengendapan serta juga menentukan arah aliran air permukaan dan air tanah. Untuk daerah yang curam, kecepatan aliran air permukaan tinggi dan menyebabkan pengikisan lebih intensif dibandingkan pada daerah yang landai. Karena erosi yang intensif, banyak dijumpai singkapan batuan dan ini menyebabkan pelapukan yang lebih cepat. Batuan lapuk mempunyai kekuatan yang rendah sehingga kemantapan lereng menjadi berkurang.

Page 13: Studi kemantapan lereng

c. Struktur geologiStruktur geologi yang perlu dicatat disini adalah sesar, kekar, bidang perlapisan, perlipatan, ketidakselarasan dan sebagainya. Ini merupakan hal yang penting dalam analisis kemantapan lerengkarena struktur ini merupakan bidang lemah di dalam suatu massa batuan dan dapat menurunkan kemantapan lereng.

d. IklimIklim berpengaruh terhadap kemantapan lereng karena iklim mempengaruhi perubahan temperature. Temperature yang cepat sekali berubah dalam waktu yang singkat akan mempercepat proses pelapukan batuan. Untuk daerah tropis pelapukan lebih cepat dibandingkan dengan daerah dingin. Oleh karena itu singkapan batuan pada lereng daerah tropis akan lebih cepat lapuk dan ini mengakibatkan lereng mudah longsor.

e. Geometri lerengGeometri lereng mencakup tinggi lereng dan sudut kemiringan lereng. Lereng yang terlalu tinggi akan menjadi penyebab tidak mantap dan cenderung lebih mudahnya longsor dibandingkan lereng yang tidak terlalu tinggi bila susunan batuannya sama. Demikian juga dengan sudut lereng, lereng akan menjadi kurang mantap jika kemiringannya besar.

f. Air tanahMuka air tanah yang dangkal menjadikan lereng sebagian besar basah dan batuannya mempunyai kandungan air yang tinggi. Batuan dengan kandungan air yang tinggi, kekuatannya menjadi rendah sehingga lereng lebih mudah longsor. Selain itu, air yang terkandung pada batuan akan menambah beban batuan tersebut. (cari buku geoteknik tanah)

g. Gaya luarGaya luar dapat mempengaruhi kemantapan suatu lereng. Gaya ini berupa getaran-getaran yang berasal dari sumber yang berbeda di dekat lereng tersebut. Getaran ini misalnya ditimbulkan oleh peledakan, lalu lintas kendaraan dan lain-lain.

Sementara itu menurut Terzaghi (Craig, 1976), beberapa faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng adalah sebagai berikut :

1. Faktor eksternala. Perubahan geometri lereng : pemotongan kaki lereng dan perubahan

sudut kemiringan lereng.b. Pembebasan pembebanan : erosi, penggalian.

Page 14: Studi kemantapan lereng

ѡѡ cos αα

α ѡ sin α

τ

c. Pembebanan penambahan material, penambahan tinggi lereng.d. Shock dan vibrasi : peledakan dan gempa bumi.e. Perubahan kelakuan air hujan dan tekanan pori.

2. Faktor internala. Ekspansi rekahan (fissuring).b. Pelapukan.c. Rembesan air (seepage) dan pemipaan (pipping).

Pada penelitian ini akan diamati parameter-parameter keruntuhan pada lereng terkait yang diakibatkan oleh geometri lereng dan gaya-gaya luar (dalam hal ini getaran gempa, ledakan dsb) yang diterangkan dengan penurunan rumus sebagai berikut.

2.2.1 Longsoran Akibat Gravitasi

Jika suatu massa seberat W berada di atas suatu bidang miring membentuk sudut α terhadap horizontal dan berada dalam keadaan setimbang, maka bekerja komponen gaya-gaya seperti tertera pada gambar berikut :

Gambar 2.5 Longsoran Akibat Gravitasi

Kuat geser sebagai penahan gelincir balok dapat didefinisikan sebagai :

τ=ϲ+σn tan∅ ..........................................................................................................(1)

Tegangan normal dapat dinyatakan sebagai :

σn=ѡcos αA ..............................................................................................................(2)

Page 15: Studi kemantapan lereng

ѡ cos αα

α ѡ sin α

τ

ѡ

m.a cos α

m.a

m.a sin αa

A adalah luas permukaan dasar bidang longsor.

Dengan menstubtitusikan persamaan (1) dan persamaan (2) diperoleh :

τ=ϲ+ ѡ cosαA

tan∅ .................................................................................................(3)

Jika F=τ . A maka gaya penahan F adalah :

F=ϲ A+(ѡ cosα ) tan∅ ............................................................................................(4)

Berdasarkan hokum kesetimbangan batas, besar gaya penahan sebanding dengan besar gaya penggerak, maka :

ѡ sin∝=ϲ A+(ѡ cosα ) tan∅ ...................................................................................(5)

Jika tidak terdapat kohesi yang bekerja pada dasar balok, (ϲ=0 ), maka kondisi kesetimbangan dapat disederhanakan menjadi :

∝=∅ .......................................................................................................................(6)

2.2.2 Longsoran Akibat Percepatan Gaya Luar

Jika suatu bidang miring yang membentuk sudut α terhadap horizontal mengalami percepatan gaya luar (gempa, getaran peledakan, dsb) juga berarah horizontal, maka bekerja komponen gaya-gaya seperti tertera pada gambar berikut :

Gambar 2.5 Longsoran Akibat Percepatan Gaya Luar Pada Lereng

Page 16: Studi kemantapan lereng

Gaya penggerak yang bekerja pada massa batuan yang akan longsor dapat dituliskan sebagai :

F penggerak=mg sin∝+ma cos∝...........................................................................(7)

Sedangkan besarnya gaya normal yang bekerja pada bidang longsor dapat dituliskan sebagai :

F normal=mgcos∝−masin∝.................................................................................(8)

Sehingga besarnya gaya penahan menajdi :

F penahan=ϲ A+( mgcos∝−masin∝ ) tan∅ ..........................................................(9)

a adalah percepatan horizontal.

Dari persamaan (7) dan (9) dapat dilihat bahwa penambahan gaya penggerak dan pengurangan gaya penahan pada permukaan longsor akan dikontrol oleh besarnya percepatan horizontal dan besarnya kemiringan bidang longsor terhadap bidang horizontal.

Newmark (1965) mengemukakan persamaan untuk memperkirakan percepatan kritis, yaitu :

akritis=( Fk statis−1 ) . g .sin∝ ...............................................................................(10)

akritis=percepatankritis yangmenyebabkanl ereng longsor

Fk statis=faktor keamananberdasarkan perhitungan statis

g=percepatan gravitasi

∝=sudut kemiringan lereng

Dari rumus di atas dapat disimpulkan bahwa ada keterkaitan antara faktor keamanan terhadap kemiringan lereng, yaitu dengan semakin besarnya sudut lereng (α) akan dapat merendahkan nilai faktor keamanan statis.

2.3 Getaran Bumi

Page 17: Studi kemantapan lereng

Getaran tanah diakibatkan adanya medan tegangan dinamik disekitarnya. Medan tegangan menghasilkan deformasi elastic yang merambat menjauh dari sumbernya (peledakan, pergerakan lempeng dsb, Jaeger & Cook, 1979). Getaran tanah (geound vibration) terjadi pada daerah elastic yang akan menimbulkan gelombang elastic yangdikenal juga sebai gelombang seismik.

Gambar 2.6 Klasifikasi Gelombang Seismik

Gelombang seismic dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1. Gelombang Badan (body wave) adalah gelombang yang merambat melalui massa batuan, menembus ke bagian dalam dari massa batuan. Gelombang badan dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

a. Gelombang Longitudinal (compression wave/ P-wave)Gelombang longitudinal adalah jenis gelombang yang menghasilkan pemadatan (kompresi) dan pemuaian (dilatasi) pada arah yang sama dengan arah perambatan gelombang.

Gambar 2.7 Gelombang Longitudinal (JKMRC, 1996)

Page 18: Studi kemantapan lereng

b. Gelombang Transversal (shear wave/ S-wave)Gelombang transversal adalah gleombang melintang (transversal) yang bergetar tegak lurus pada arah perambatan gelombang.

Gambar 2.8 Gelombang Transversal (JKMRC, 1996)

2. Gelombang Permukaan adalah gelombang yang merambat di atas permukaan batuan tetapi tidak menembus batuan. Ada dua macam gelombang permukaan, yaitu :

a. Gelombang “love” yaitu gelombang mempunyai gerakan seperti gelombang transversal yang terpolarisasi secara horizontal.

b. Gelombang “Rayleigh” yaitu gelombang yang gerakan partikel berputar mundur dan vertical terhadap arah perambatan gelombang vertical.

Gambar 2.9 Gelombang Love (kiri) dan Gelombang Rayleigh (kanan) (JKMRC, 1996)

2.4 Pengaruh Getaran Terhadap Lereng

Gempa, peledakan atau getaran lainnya dapat memacu bencana longsoran baik longsoran kecil maupun longsoran besar. Pengaruh gempa adalah kompleks dimana dapat meningkatkan teganyan gesernya dan di lain pihak menurunkan kuat gesernya. Percepatan horizontal yang dihasilkan oleh gempa dapat merubah kondisi tegangan –

Page 19: Studi kemantapan lereng

tegangan material lereng. Keadaan tersebut sesuai dengan prinsip inersia suatu benda dimana jika benda tersebut diberi gangguan mekanik atau gaya, maka benda tersebut akan memiliki kecenderungan yang kuat untuk mempertahankan keadaan awalnya. Maka untuk mendiamkan benda yang sedang bergerak dibutuhkan perlambatan, demikian pula sebaliknya. Pada saat benda mengalami percepatan atau perlambatan dalam hal ini lereng tambang, lereng tersebut akan mengalami sebuah perilaku fisik berupa penyesuaian yang diinterpretasikan sebagai deformasi atau bahkan keruntuhan.

2.5 Gerak Melingkar

Gambar 2.10 Ilustrasi Gerak Melingkar

Suatu benda yang bergerak mengelilingi sumbu dalam lintasan melingkar disebut gerak melingkar. Ketika bergerak melingkar, aka nada sudut yang dibentuk oleh vector jari-jari yang menghubungkan dua posisi benda yang berbeda dalam lintasan melingkar tersebut. Satuan-satuan yang digunakan untuk menyatakan besaran sudut misalnya derajat (0) dan radian. Dimana untuk masing-masing satu putaran penuh dinyatakan :

1 putaran=3600=2π radia n...................................................................................(11)

acentrifugalq

v

v

acentrip

etal

rΔs

Page 20: Studi kemantapan lereng

Hubungan antara sudut tempuh (∆θ) dengan busur lingkaran yang ditempuh (∆s) :

Jika sudut tempuh satu putaran 2 π radian, maka panjang busur yang ditempuh adalah keliling lingkaran :

keliling lingkaran=2π R..........................................................................................(12)

Dimana R adalah jari-jari lintasan lingkaran.

Jika sudut tempuh satu putaran θ radian, maka panjang busur yang ditempuh adalah s. dengan demikian :

2π /θ=2π R /s..........................................................................................................(13)

Sehingga :

s=R θ.......................................................................................................................(14)

Waktu yang diperlukan benda untuk melakukan satu kali putaran penuh dinamakan periode dan dilambangkan dengan T, seperti berikut :

T= tn .........................................................................................................................(15)

Dimana n adalah jumlah putaran dan t adalah total waktu benda berputar sampai diam dalam sekon atau detik.

Sedangkan jumlah putaran yang dilakukan benda dalam satuan waktu disebut frekuensi (f). dengan demikian dapat dirumuskan sebagai berikut :

f =nt .........................................................................................................................(16)

Satuan frekuensi adalah cyclus per second atau 1/s atau Hertz (Hz).

Sehingga hubungan periode dan frekuensi menjadi:

T=1f atau f =

1T .......................................................................................................(17)

Benda yang bergerak dalam lintasan melingkar menempuh busur lingkaran ∆s dalam selang waktu tertentu ∆t. bila perubahan busur lingkaran yang ditempuh sama tiap

Page 21: Studi kemantapan lereng

selang waktu yang sama, maka gerak melingkar semacam ini disebut gerak melingkar beraturan.

Kelajuan tangensial (besar dari keceparan tangensial) atau sering disebut dengan kelajuan linier dirumuskan dengan :

v=∆ s∆ t .....................................................................................................................(18)

Arah vector kecepatan tangensial selalu tegak lurus dengan arah vector jari-jari dengan arah gerak benda.

Sudut yang ditempuh benda dalam selang waktu tertentu dinamakan kelajuan anguler atau kecepatan sudut benda dan pada gerak melingkar beraturan selalu sama dalam selang waktu yang sama, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :

ω=∆ θ∆ t .....................................................................................................................(19)

Apabila sudut yang ditempuh benda dalam satu periode waktu ∆ t=T adalah ∆ θ=2π radian, maka kelajuan anguler dalam gerak melingkar beraturan dirumuskan :

ω=2πT

=2 π f ...........................................................................................................(20)

Hubungan antara kelajuan tangensial dengan kelajuan anguler dapat ditentukan dari :

∆ s∆ t

=∆ θ∆ t

R...............................................................................................................(21)

Atau dapat disederhanakan jadi :

v=ω R......................................................................................................................(22)

Dalam gerak melingkar beraturan selalu memiliki kelajuan anguler konstan. Perubahan kecepatan anguler tiap satuan waktu dinamakan dengan percepatan anguler (α)

α=∆ ω∆ t .....................................................................................................................(23)

Jika ∆ ω gerak melingkar beraturan sama dengan nol maka α=0.

Page 22: Studi kemantapan lereng

Jika ∆ ω bernilai positif dan tidak sama dengan nol maka α >0, artinya terjadi gerak melingkar dipercepat beraturan.

Jika ∆ ω bernilai negatif dan tidak sama dengan nol maka α <0, artinya terjadi gerak melingkar diperlambat beraturan.

Percepatan linier atau tangensial diperoleh dengan membagi perubahan kecepatan linier dengan selang waktu.

a=∆ v∆ t ......................................................................................................................(24)

Jika ∆ v gerak melingkar beraturan sama dengan nol maka a=0.

Jika ∆ v bernilai positif dan tidak sama dengan nol maka a>0, artinya terjadi gerak melingkar dipercepat beraturan.

Jika ∆ v bernilai negatif dan tidak sama dengan nol maka a<0, artinya terjadi gerak melingkar diperlambat beraturan.

Karena ∆v=∆ ω R maka akan diperoleh hubungan antara percepatan sudut dan percepatan linier yaitu :

a=∝R......................................................................................................................(25)

Pada gerak melingkar berubah beraturan kecepatan sudut awal (ω0 ) pada t=0, tidak sama dengan kecepatan sudut akhir (ωt ) pada t , hubungan antara keduanya dapat dirumuskan sebagai berikut :

ωt=ω0+∝ t...............................................................................................................(26)

Sedangkan sudut akhir (θ ) yang ditempuh dengan asumsi sudut awal ω0=0 dapat dirumuskan dengan :

θ=ω0 t+ 12∝ t2..........................................................................................................(27)

Dan terdapat juga percepatan sentripetal mengarah menuju pusat yang dialami benda, akan lebih lengkap dibahas pada subbab berikutnya.

Page 23: Studi kemantapan lereng

2.6 Pemodelan Fisik Lereng dengan Uji Sentrifugal

Sebuah model fisik (paling sering disebut hanya sebagai model, namun dalam pengertian ini dibedakan dari model konseptual) adalah salinan fisik lebih kecil atau lebih besar dari suatu objek. Tujuan dari model fisik pada skala yang lebih kecil mungkin memiliki gambaran yang lebih baik, untuk tujuan pengujian sebagai instrument eksperimen. Tujuan dari model fisik pada skala yang lebih besar mungkin untuk melihat struktur hal-hal yang biasanya terlalu kecil untuk diteliti dengan benar.

Pada penelitian ini akan diamati parameter-parameter keruntuhan pada lereng terkait yang diakibatkan oleh gaya sentrifugal yang diterangkan dengan penurunan rumus sebagai berikut.

Jika suatu benda bermassa M ditempatkan pada lengan alat sentrifugal sejauh R meter dari pusat rotasi, dan alat akan berputar pada kecepatan angular sebesar ω rad/detik. maka benda akan mengalami gaya-gaya yang disebut pseudo forces. Contohnya adalah gaya sentrifugal dan ceriolis force.

Ketika rotasi konstan, maka akan ada percepatan sentripetal yang arahnya menuju pusat (Fundamental of Physics, Halliday and Resnick, 1981) :

A=ω2 R....................................................................................................................(28)

Percepatan sentripetal bersama massa benda menghasilkan gaya sentripetal.

Selama keadaan ini berlangsung, akan ada juga gaya yang besarnya sama dengan gaya sentripetal terapi arahnya berlawanan. Gaya tersebut adalah gaya sentrifugal, inilah yang disebut pseudo force.

Selain itu, benda tersebut juga memiliki angular momentum :

L=mω R2.................................................................................................................(29)

Sekarang jika benda tersebut bergerak radial dengan jarak R dari pusat rotasi, angular momentumnya juga berubah menjadi :

dLdt

= ddx

mω R2=2 mω dRdt

=2 m ω R vR....................................................................(30)

Dengan vR adalah kecepatan benda dalam arah radial.

Perubahan angular momentum menyebabkan torsinya menjadi :

Page 24: Studi kemantapan lereng

T=FCR R=dLdt

=2 mω R vR......................................................................................(31)

FCR adalah Coriolis force, yang arahnya tangensial lintasan benda atau searah dengan kecepatan tangensial benda.

Tetapi dalam uji sentrifugal untuk kestabilan lereng, lereng yang ditahan oleh lengan

ayun tidak mengalami gerak radial selama diputar ( dRdt

=0), sehingga Coriolis force

( FCR=0 ) dan dapat diabaikan (tidak mempengaruhi gaya sentrifugalnya).

Page 25: Studi kemantapan lereng

BAB III

EKSPERIMENTASI

Eksperimentasi dilakukan di Laboratorium Geomekanik Teknik Pertambangan ITB. Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM), Intitut Teknologi Bandung (ITB). Laboratorium Mekanika Tanah Teknik Sipil ITB. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL), Institut Teknologi Bandung (ITB). Dan Laboratorium Pengolahan Bahan Galian Teknik Matalurgi ITB. Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM), Institut Teknologi Bandung (ITB).

Penelitian berupa pemodelan fisik sebuah lereng tambang dengan material pasir tanah -20 mesh yang dipadatkan dengan berbagai ukuran dimensi dan kemiringan yang disesuaikan. Lalu lereng ditempatkan pada sebuah lengan ayun dengan arah lereng berlawanan dengan pusat lengan ayun (pusat putaran). Diputar sehingga lereng mengalami gaya sentrifugal yang selelu searah dengan muka lereng. Gaya sentrifugal ini dianggap sebagai resultan gaya akibat getaran gempa model gelombang-P (primer).

Gambar 3.1 Ilustrasi Bentuk Pengujian Lereng

r

as

a

Page 26: Studi kemantapan lereng

Perhitungan dari parameter mekanik percepatan model dihitung menggunakan instrument pengukur dengan bekerja sama dengan mahasiswa Jurusan Elektro, Fakultas Teknik Informatika dan Elektro, Intitut Teknologi Bandung (ITB).