konservasi lahan lereng

29
PENDAHULUAN Latar Belakang Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti yang sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Konservasi tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya. Oleh karena itu konservasi tanah dan konservasi air merupakan dua hal yang berhuibungan erat sekali; berbagai tindakankonservasi tanah adalah juga tindakan konservasi air (Arsyad, 2006). Menurut Susanto (1997), pengertian dari konservasi tanah adalah upaya untuk mempertahankan, memelihara,

Upload: hendry-sangpemilik-hatie

Post on 06-Nov-2015

12 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

H

TRANSCRIPT

PENDAHULUANLatar BelakangKonservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti yang sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Konservasi tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya. Oleh karena itu konservasi tanah dan konservasi air merupakan dua hal yang berhuibungan erat sekali; berbagai tindakankonservasi tanah adalah juga tindakan konservasi air (Arsyad, 2006).Menurut Susanto (1997), pengertian dari konservasi tanah adalah upaya untuk mempertahankan, memelihara, memperbaiki/merehabilitasi, dan meningkatkan jumlah daya tanah, agar berdaya guna optimum sesuai dengan pemanfaatannya atau fungsinya. Konservasi meliputi masalah-masalah sebagai berikut: Benefisiasi : mempertahankan serta mempertinggi fungsi, manfaat atau faedah sumberdaya tertentu. Preservasi : pemeliharaan untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas sumberdaya tertentu sepanjang waktu. Restorasi : pemeliharaan, perbaikan untuk meningkatkan manfaat dan perkembangan sumber-sumber biotik. Reklamasi : mengubah sumber-sumber yang tidak produktif atau tidak berguna, menjadi produktif dan bermanfaat kembali. Efisiensi : pemanfaatan atau pengeluaran sesuatu sumber yang tidak boros atau berlebihan tetapi sesuai dengan keperluan atau kebutuhan. Daur Ulang dan Pemanfaatan Ulang (Recicling dan Reuse) : upaya untuk mengolah ulang atau mendaur ulang bahan-bahan, sisa (waste) menjadi barang baru untuk bisa dipergunakan kembali.Kegiatan konservasi antara lain termasuk : pengendalian banjir, pengendalian erosi, pembangunan pedesaan, fasilitas kesediaan air, irigasi, drainage, pengatur pembuangan limbah, reboisasi, penghijauan dan perhutanan sosial (Seta, 1991).Reklamasi lahan digunakan untuk menggambarkan dua aktivitas yang berbeda. Pertama, reklamasi lahan adalah kegiatan mengubah lahan basah atau jalur air menjadi lahan yang bisa digunakan, umumnya dalam tujuan pengembangan. Kedua, reklamasi lahan adalah sebuah proses di mana lahan yang rusak diperbaiki ke keadaan alaminya. Di kedua aktivitas tersebut, istilah reklamasi lahan digunakan untuk mengacu kepada semacam proses yang dirancang untuk mengubah karakteristik sebidang lahan secara mendasar dalam rangka mencapai sebuah tujuan (Andre, 2008).Praktek mengubah lahan basah dan jalur air untuk tujuan menambah lahan merupakan praktek yang sudah ada semenjak zaman dahulu kala. Manusia cenderung untuk tinggal di dekat air sebab mereka membutuhkan air tersebut untuk bertahan hidup dan juga karena jalur air bisa dipakai sebagai metode transportasi manusia maupun barang. Pada saat permukiman manusia berkembang semakin luas, tekanan atas lahan yang ada juga meningkat dan manusia bisa memperluas lahan dengan cara menguruk wilayah di sekitarnya. Reklamasi lahan dalam sejarahnya dilakukan dengan memanfaatkan sampah dan material penguruk lainnya, sehingga wilayah-wilayah reklamasi menjadi sangat tidak stabil dan cenderung mengakibatkan munculnya lubang besar pada tanah (sinkhole). Lahan yang direklamasi juga bisa berharga sangat mahal sebab lokasinya terletak di dekat air yang punya daya tarik bagi banyak penghuni. Orang-orang sering mau membayar premi bagi lahan reklamasi, terutama jika mereka pernah tinggal dan berbisnis di daerah tepi perairan dan reklamasi tersebut membuat posisi tanah mereka menjadi semakin ke pedalaman. Di beberapa wilayah di dunia, proses reklamasi itu telah terjadi sangat lama sehingga orang-orang tidak menyadari bahwa mereka tinggal dan berbisnis di atas lahan yang dibuat dengan cara artifisial (Faiqun, 2007).Reklamasi lahan juga digunakan untuk memperbaiki kerusakan lingkungan. Sebagai contoh, jika sebuah pantai mengalami erosi yang sangat parah,beach nourishment(mengambil pasir di tempat lain dan diurukkan di wilayah pantai yang tererosi itu) bisa gunakan untuk memperbaiki pantai ke keadaannya semula, sebuah metode yang dirancang untuk melestarikan lingkungan alami yang telah ada sebelumnya. Reklamasi lahan juga digunakan di wilayah-wilayah yang mengalami penggurunan dengan tujuan mengubah lahan kering itu menjadi tanah pertanian. Wilayah-wilayah seperti Kalifornia Selatan didiami setelah reklamasi membuat wilayah tersebut bisa dimanfaatkan, sementara di beberapa bagian di benua Afrika dan Asia (di mana gurun masih mengalami perluasan) reklamasi dilakukan agar lahan masyarakat tetap utuh. Para pakar lingkungan juga menggunakan sejenis reklamasi untuk memperbaiki lahan yang pernah mengalami kerusakan lingkungan. Sebagai contoh, lahan yang sudah sangat tercemar bisa dicantumkan dalam rancangan reklamasi lahan yang didesain untuk menghilangkan polutan-polutan yang ada dan memunculkan kembali tanaman-tanaman dan spesies-spesies hewan-hewan asli. Lahan basah yang rusak, termasuk yang pernah diuruk untuk dimanfaatkan, bisa juga direklamasi ulang melalui proses pemulihan lingkungan yang berjalan lambat (Jusuf, 2013).

TujuanTujuan dari praktikum ini untuk menentukan indeks bahaya erosi pada suatu lahan, membuat rencana pembangunan sistem terasering, serta menetukan kelas kesesuaian lahan untuk pembangunan penimbunan sampah dan menentukan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman tahunan.

16

TINJAUAN PUSTAKAErosiErosi adalah terangkatnya lapisan tanah atau sedimen karena tekanan yang ditimbulkan oleh gerakan angin atau air pada permukaan tanah atau dasar perairan. Di Indonesia erosi yang paling membahayakan lahan-lahan pertanian adalah erosi air. Erosi yang disebabkan oleh air dapat berupa erosi lempeng, pembentukan polongan (gully), longsoran masa tanah dan erosi tebing sungai. Pada lingkungan DAS, laju erosi dikendalikan oleh kecepatan aliran air dan sifat sedimen. Faktor eksternal yang menimbulkan erosi adalah curah hujan dan aliran air pada lereng DAS. Curah hujan yang tinggi dan lereng DAS yang miring merupakan faktor utama yang membangkitkan erosi. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) adalah perkiraan jumlah tanah yang hilang maksimum yang akan terjadi pada suatu lahan, bila pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi tanah tidak mengalami perubahan. Analisis TBE secara kuantitatif dapat menggunakan formula yang dirumuskan oleh Wischmeier dan Smith (1978) berupa rumus Universal Soil Loss Equation (USLE) (Poerbandono, 2006).Menurut Anisa (2013), erosiadalah gejala alam yang sering kita dengar dan baca, baik di media cetak maupun elektronik. Istilah ini kerap kali dihubungkan dengan kerusakan tanah pertanian, hutan, atau meluasnya lahan kritis. Pernyataan ini tidak seluruhnya benar sebab dalam batas-batas tertentu proses erosi tidak menimbulkan kerusakan alam. Secara sederhana,erosi dapat diartikan sebagai proses pelepasan dan pemindahan massa batuan dari suatu wilayah ke wilayah lainnya. Erosi terdiri atas tiga tahapan antara lain sebagai berikut:

1. Detachmentyaitu pelepasan batuan dari massa induknya;2. Transportasiyaitu pemindahan batuan yang terkikis dari suatu tempat ke tempat lain;3. Sedimentasiyaitu pengendapan massa batuan yang terkikis.TeraseringTerasering adalah bangunan konservasi tanah dan air secara mekanis yang dibuat untuk memperpendek panjang lereng dan atau memperkecil kemiringan lereng dengan jalan penggalian dan pengurugan tanah melintang lereng. Tujuan pembuatan teras adalah untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan (run off)dan memperbesar peresapan air, sehingga kehilangan tanah berkurang. Terdapat berbagai cara mekanik dalam menahan erosi air dan angin. Cara utama adalah dengan membentuk mulsa tanah dengan cara menyusun campuran dedaunan dan ranting pohon yang berjatuhan di atas tanah; dan membentuk penahan aliran air, misalnya dengan membentuk teras-teras di perbukitan (terasering) dan pertanian berkontur. Penanaman pada terasering dilakukan dengan membuat teras-teras yang dilakukan untuk mengurangi panjang lereng dan menahan atau memperkecil aliran permukaan agar air dapat meresap ke dalam tanah. Jenis terasering antara lain teras datar, teras kredit,Teras Guludan, dan teras bangku.Jadi secara garis besar terasering adalah kondisi lereng yang dibuat bertangga tanggayang dapat digunakan pada timbunan atau galianyang tinggi (Nanda, 2013).Pembasahan tanah akibat air hujan menyebabkan pengurangan kekuatan tanah sejalan dengan bertambahnya kejenuhan tanah. Pengurangan kekuatan ini mengurangi stabilitas lereng yang dapat menyebabkan kelongsoran seperti yang terjadi pada musim hujan. Pada daerah kemiringan yang besar, untuk mengurangi kelongsoran dibuat sistem terasering. Perubahan kestabilan lereng akibat pembasahan air hujan seharusnya diperhitungkan sejak awal dengan besar curah hujan tertentu, untuk menentukan kondisi lereng yang paling kritis. Karena banyaknya kasus longsor akibat turunnya hujan, maka diperlukan suatu grafik hubungan antara perubahan tinggi muka air tanah dengan stabilitas lereng. Grafik ini memungkinkan untuk memprediksi secara cepat pengaruh perubahan muka air tanah dan stabilitas lereng. Sistem ini diharapkan menambah angka keamanan stabilitas terhadap longsor. Hal ini disebabkan oleh karena massa tanah yang akan bergerak berkurang oleh terbentuknya tersering tersebut (Okta, 2013)Tujuan pembuatan teras adalah untuk mengurangi kecepatanaliran permukaan (run off)dan memperbesar peresapan air, sehingga kehilangantanahberkurang. Terdapat berbagaicaramekanik dalam menahan erosiair dan angin. Cara utama adalah dengan membentuk mulsa tanah dengan cara menyusun campuran dedaunan danrantingpohonyangberjatuhan di atas tanah; dan membentuk penahan aliran air, misalnya dengan membentuk teras-teras di perbukitan (terasering) dan pertanian berkontur. Penanaman pada terasering dilakukan dengan membuat teras-teras yang dilakukan untuk mengurangi panjang lereng dan menahan atau memperkecil aliran permukaan agar air dapat meresap ke dalam tanah (Nanda, 2013).BAHAN DAN METODEBahan Dan AlatBahanBahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu : Air, sebagai aspek penentu ketinggian tempat dengan metode waterpas, air juga digunakan untuk membasahi tanah saat memprediksi tekstur tanah dengan perabaan. Tanah, digunakan adalah tanah yang berada didua tempat berbeda, dimana tanah diambil dengan menggunakan bor tanah.

Alat Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu : Bor tanah, digunakan untuk mengambil sampel tanah yang mana mengurutkannya sesuai dengan lapisan, dan membuat lubang untuk menacapkan patok. Selang, digunakan untuk mengukur ketinggian yang berbeda dengan metode waterpas. Meteran, digunakan untuk mengukur panjang lereng dan ketinggian waterpas pada patok. Patok, digunakan untuk membedakan jarak pengukuran lereng dengan metode waterpas. Abney level, digunakan untuk mengukur kelerengan dengan metode tembak langsung. Buku dan alat tulis, digunakan untuk mencatat hasil pengukuran kelerengan. Kertas koran, digunakan untuk wadah lapisan tanah. Kamera, digunakan untuk dokumentasi kegiatan praktikum.

Tempat dan WaktuPraktikum ini dilaksanakan bertempat di kebun karet dan TPA daerah Gunung Kupang, Banjarbaru, pada hari Kamis Tanggal 28 Mei 2015, pukul 08.00 WITA selesai

Prosedur KerjaMetode praktikum ini menggunakan metode survey langsung kelapangan dimana dilakukan pengukuran lereng menggunakan abney level dan waterpas, serta melakukan analisis lahan untuk melihat tingkat kesesuaian lahan.Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam kegiatan praktikum ini yaitu:1.Pengukuran kemiringan dengan abney level. Masing-masing kelompok mengukur kemiringan lereng berdasarkan lokasi yang telah ditentukan di lapangan. Cara menggunakan abney level seperti pada halaman 34 buku Petunjuk Praktikum Konservasi Tanah dan Reklamasi Lahan. Tepatkan sasaran dengan abney level sehingga gelembung udara pada alat tepat berada di tengah-tengah. Amati skalanya.2.Pengukuran kemiringan juga dilaksanakan oleh masing-masing kelompok dengan waterpas (selang plastik) dengan cara meletakkan patok (I) pada suatu tempat. Pipa plastik (selang yang sudah diisi air) diletakkan pada kedua titik yang sama permukaan airnya (O dan A) dan ukur panjangnya (sebagai d1). Ukur tingginya dengan meteran (sebagai t1), untuk pengukuran kemiringan di lapangan dapat digunakan t1 = 100 cm. Pengukuran dilakukan pada beberapa tempat sepanjang lereng. Perhitungan besarnya kemiringan sebagai berikut :

Pengukuran lereng di lapangan harus dilakukan di beberapa tempat (masing-masing kelompok mengukur kelerengan pada lokasi yang berbeda).3.Buat rancangan dimensi teras dari hasil pengamatan masing-masing kelompok. Dalam menentukan dimensi teras dapat dipergunakan beberapa cara perhitungan antara lain :a.Untuk tanah yang peka terhadap erosi, vertikal interval (tinggi talud) menggunakan rumus Hilman, V.I. = 8 s + 60 cm, dimana V.I adalah vertikal interval (m) dan s adalah kemiringan lereng (%).b.Untuk tanah yang kurang peka terhadap erosi, vertikal interval (tinggi talud) menggunakan rumus Hilman, V,I = 10 s + 60 cm, dimana V.I adalah vertikal interval (m) dan s adalah kemiringan lereng (%).c.Menggunakan FAO Conservation Guide, vertikal interval (tinggi talud) :

VI: vertikal interval (m)s :kemiringan lereng (%)Wb :lebar bidang olah teras (m)U :(1/kemiringan talud)4.Gambarlah garis kontur, tata letak patok seperti Gambar 6 dengan ukuran skala hasil pengukuran di lapangan msing-masing kelompok praktikum, caranya :a.Pasanglah patok induk di sepanjang calon tempat saluran pembuangan air, dengan kode 1, 2, 3, dst sebagai batas galian dan timbunan tanah. Jarak antara 2 patok yang berdekatan sama denagn lebar bidang olah teras yang direncanakan dengan mengikuti hasil perhitungan vertikal intervalnya.b.Pasanglah patok pembantu dengan kode 1a, 1b, 1c dst berderet menurut garis kontur di kanan kiri patok induk kode 1, dengan kode 2a, 2b, 2c, dst berderet menurut garis kontur di kanan kiri patok induk kode 2, demikian seterusnya. Jarak antar patok pembantu maksimal 5 cm. Untuk menetukan letak patok-patok pembantu gunakan waterpas sederhana sehingga mengikuti garis kontur.c.Pasanglah patok as (center) diantara 2 barisan patok pembantu. Ukuran patok as lebih kecil dari patok pembantu dan jarak antara 2 patok as pada deretan yang sama maksimal 5 cm atau disesuaikan dengan keadaan lapangan. Patok as merupakan batas galian dan penimbunan.5.Gambarlah penampang teras bangku berdasarkan data masing-masing kelompok yang didapatkan.

HASIL DAN PEMBAHASANHasil Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan mada diperoleh hasil sebagai berikut :

Gambar 1. Pengukuran kemiringan di lapangan( Skala Penggambaran 1 cm = 2 mm )Keterangan :(t1) = 57 cm ( 0,57 m )(t2) = 48 cm ( 0,48 m )(t3) = 58 cm ( 0,58 m )(t4) = 55 cm ( 0,55 m )(t5) = 70 cm ( 0,7 m )(t6) = 67 cm ( 0,67 m )(t7) = 62 cm ( 0,62 m )(t8) = 53 cm ( 0,53 m )(t9) = 46 cm ( 0,46 m )(t10) = 50 cm ( 0,5 m )(d1) = 3 m(d2) = 3 m(d3) = 3 m(d4) = 3 m(d5) = 3 m(d6) = 3 m(d7) = 3 m(d8) = 3 m(d9) = 3 m(d10) = 3 m

Gambar 2. Cara pengukuran kemiringan di lapangan berdasarkan prinsip waterpas

Perhitungan besarnya kemiringan : t1 + t2 + t3 + t4 + t5 + t6 + t7 + t8 + t9 + t10 Kemiringan =x 100 % d1 + d2 + d3 + d4 + d5 + d6 + d7 + d8 + d9 + d10

0,57 + 0,48 + 0,58 + 0,55 + 0,7 + 0,67 + 0,62 + 0,53 + 0,46 + 0,5 Kemiringan = 100% 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3

5,66=x 100 % 30

= 18.867 % Pengukuran menggunakan abney level = 45 % 10 0

Gambar 4. Penampang teras bangkuPembahasanBerdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dilapangan, diperoleh hasil pengukuran kemiringan lahan dengan menggunakan abney level sebesar 10% dan pengukuran menggunakan waterpas sebesar 19,4 %. Perbedaan nilai kemiringan dimungkinkan karena perbedaan lokasi tempat pengukuran sehingga berpengaruh pula terhadap hasil pengukuran yang diperoleh. Salah satu cara konservasi lahan dengan kemiringan begitu adalah dengan Pembuatan teras, jika budidaya tanaman dilakukan pada lahan dengan kemiringan > 8%. Namun demikian, budidaya tanaman semusim sebaiknya menghindari daerah berlereng curam seperti keadaan pada lahan ini.Kesesuaian Lahan, Dari hasil pengamatan yang dilakukan di lokasi praktikum, kebun karet tersebut termasuk dalam ordo S2, karena memiliki faktor penghambat yang masih dapat diatasi. Faktor penghambat tersebut adalah kelerengan dan bahaya erosi, dan tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan membuat teras seperti pada penjelasan sebelumnya.Kelas kesesuaian yang ada dilahan tempat dilaksanakannya praktikum lapang ini berada pada ordo S2 dimana cukup sesuai (Moderately Suitable) serta merupakan lahan yang mempunyai pembatas agak berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus dilakukan. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan, serta meningkatkan masukan yang diperlukan.Berdasarkan hasil pengukuran dengan abney level dan waterpas pada lahan tempat dilaksanakannya praktikum lapang, maka teknik konservasi yang dapat diberikan pada lahan tersebut berupa pembuatan teras bangku yang dibuat dengan cara memotong lereng (lihat gambar 1) dan meratakan dengan di bidang olah sehingga terjadi deretan menyerupai tangga. Teknik ini bermanfaat sebagai pengendali aliran permukaan dan erosi. Teknik ini dapat diterapkan pada lahan dengan lereng 10-40%, pada keadaan tanah dengan solum dalam (> 60 cm), tanah yang relatif tidak mudah longsor, dan tanah yang tidak mengandung unsur beracun bagi tanaman seperti aluminium, besi, dan senyawa racun lainnya. Guludan merupakan suatu sistem di mana tanaman pangan ditanam pada lorong di antara barisan tanaman pagar. Sangat bermanfaat dalam mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi, dan merupakan sumber bahan organik dan hara terutama N untuk tanaman lorong.Rekomendasi secara teknik dilakukan dengan konservasi secara vegetatif, yakni dengan penggunaan LCC / tanaman penutup tanah seperti jenis kacang-kacangan yang ditanam disekitar larikan atau barisan tanamana karet..KESIMPULAN DAN SARANKesimpulanKesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah :1. Berdasarkan kondisi lapangan tempat dilaksanakannya kegiatan praktikum, maka teknik konservasi yang dapat diberikan pada lahan tersebut berupa pembuatan teras bangku 2. Teras bangku dapat dibuat dengan memotong lereng dan meratakan dengan di bidang olah sehingga terjadi deretan menyerupai tangga.3. Kelas kesesuaian yang ada dilahan tempat dilaksanakannya praktikum berada pada ordo S2 yaitu cukup sesuai (Moderately Suitable) merupakan lahan yang mempunyai pembatas agak berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus dilakukan.4. Rekomendasi bagi pengelola lahan tersebut, lebih baik menggunakan konservasi secara vegetatif, yakni dengan penggunaan LCC atau tanaman penutup tanah seperti jenis kacang-kacangan.

SaranSemoga dalam praktikum Konservasi tanah dan Lahan berikutnya, agar setiap orang dapat berperan aktif dalam melakukan praktikum dan membaca literatur terlebih dahulu sebelum praktikum, agar saat praktikum tidak bingung akan sesuatu yang baru.