konservasi lahan bergaram.docx

23
BAB I PENDAHULUAN Pada awalnya, upaya konservasi di dunia ini telah dimulai sejak ribuan tahun yang lalu. Naluri manusia untuk mempertahankan hidup dan berinteraksi dengan alam dilakukan antara lain dengan cara berburu, yang merupakan suatu kegiatan baik sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup, ataupun sebagai suatu hobi/hiburan. Sejak jaman dahulu, konsep konservasi telah ada dan diperkenalkan kepada manusia meskipun konsep konservasi tersebut masih bersifat konservatif dan eksklusif (kerajaan). Konsep tersebut adalah konsep kuno konservasi yang merupakan cikal bakal dari konsep modern konservasi dimana konsep modern konservasi menekankan pada upaya memelihara dan memanfaatkan sumberdaya alam secara bijaksana. Di Indonesia, pertanian konservasi pernah populer di tahun 1990-an, namun gerakannya sangat lambat. Tidak ada yang jelas sampai di mana tingkat perkembangan olah tanah konservasi di Indonesia.Teknik konservasi ini dapat sangat berarti, karena memberikan manfaat praktis yang langsung dapat dinikmati oleh petani dalam hal efisiensi biaya dan energi, mempercepat siklus tanam dan pemanfaatan air, meningkatkan kesuburan tanah dan bahkan membantu pengurangan emisi GRK. Untuk menanggulangi kemandegan ini, maka pemerintah perlu memfasilitasi kembali gerakan olah tanah konservasi melalui program-program praktis dan nyata, serta mendukung secara finansial maupun penelitian dan penyuluhan, serta merangkul berbagai pihak yang tertarik untuk mengakselerasi gerakan olah tanah konservasi. Pertanian yang berbasis olah tanah konservasi tidak akan berhasil dikembangkan jika setiap pelaku di sektor ini masih terikat di dalam mind-set olah tanah konvensional. Untuk merebut kembali momentum yang telah hilang dibutuhkan motivasi yang besar dan perubahan paradigma dari segenap pihak yang bergerak di sektor pertanian, baik itu pejabat, peneliti, ilmuwan, penyuluh, maupun petani sebagai pelaku langsung pertanian. Salinitas tanah merupakan faktor pembatas penting pertumbuhan tanaman. Kadar garam yang tinggi dalam larutan

Upload: arjunajsipayung

Post on 19-Nov-2015

42 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANPada awalnya, upaya konservasi di dunia ini telah dimulai sejak ribuan tahun yang lalu. Naluri manusia untuk mempertahankan hidup dan berinteraksi dengan alam dilakukan antara lain dengan cara berburu, yang merupakan suatu kegiatan baik sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup, ataupun sebagai suatu hobi/hiburan. Sejak jaman dahulu, konsep konservasi telah ada dan diperkenalkan kepada manusia meskipun konsep konservasi tersebut masih bersifat konservatif dan eksklusif (kerajaan). Konsep tersebut adalah konsep kuno konservasi yang merupakan cikal bakal dari konsep modern konservasi dimana konsep modern konservasi menekankan pada upaya memelihara dan memanfaatkan sumberdaya alam secara bijaksana.Di Indonesia, pertanian konservasi pernah populer di tahun 1990-an, namun gerakannya sangat lambat. Tidak ada yang jelas sampai di mana tingkat perkembangan olah tanah konservasi di Indonesia.Teknik konservasi ini dapat sangat berarti, karena memberikan manfaat praktis yang langsung dapat dinikmati oleh petani dalam hal efisiensi biaya dan energi, mempercepat siklus tanam dan pemanfaatan air, meningkatkan kesuburan tanah dan bahkan membantu pengurangan emisi GRK. Untuk menanggulangi kemandegan ini, maka pemerintah perlu memfasilitasi kembali gerakan olah tanah konservasi melalui program-program praktis dan nyata, serta mendukung secara finansial maupun penelitian dan penyuluhan, serta merangkul berbagai pihak yang tertarik untuk mengakselerasi gerakan olah tanah konservasi.Pertanian yang berbasis olah tanah konservasi tidak akan berhasil dikembangkan jika setiap pelaku di sektor ini masih terikat di dalam mind-set olah tanah konvensional. Untuk merebut kembali momentum yang telah hilang dibutuhkan motivasi yang besar dan perubahan paradigma dari segenap pihak yang bergerak di sektor pertanian, baik itu pejabat, peneliti, ilmuwan, penyuluh, maupun petani sebagai pelaku langsung pertanian.Salinitas tanah merupakan faktor pembatas penting pertumbuhan tanaman. Kadar garam yang tinggi dalam larutan tanah akan menyebabkan osmotik potensial larutan dalam tanah berkurang. Larutan akan bergerak dari daerah yang konsentrasi garamnya rendah ke konsentrasi tinggi. Akibatnya akar tanaman kesulitan menyerap air, karena air terikat kuat pada partikel-partikel tanah dan dapat menyebabkan terjadinya kekeringan fisiologis pada tanaman (Gunes et al., 1996; Cornillon and Palloix, 1997). Pada kondisi dimana konsentrasi garam dalam larutan tanah sangat tinggi, maka air dari dalam sel tanaman bergerak keluar, dinding protoplasma mengkerut dan sel rusak karena terjadi plasmolisis. Selain tanaman harus mengatasi tekanan osmotik tinggi, pada beberapa tanaman dapat terjadi ketidak-seimbangan hara disebabkan kadar hara tertentu terlalu tinggi, dan adanya bahaya potensial keracunan natrium dan ion lainnya (FAO, 2005). Konsentrasi natrium yang tinggi dalam tanah yang ditunjukkan oleh nilai ESP (exchangeable sodium percentage) >15 mengakibatkan rusaknya struktur tanah yang selanjutnya akan menghambat perkembangan akar tanaman (Ben-Hur et al., 1998).

BAB IIISI2.1 Pengertian KonservasiKonservasi itu sendiri merupakan berasal dari kataConservation yang terdiri atas katacon(together) danservare(keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi.Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan, sebagai berikut :1. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial (Randall, 1982).3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).Tujuan dari adanya konservasi adalah agar terwujud kelestarian sumberdaya alam hayati serta kesinambungan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, perlu dilakukan strategi dan juga pelaksananya. Di Indonesia, kegiatan konservasi seharusnya dilaksanakan secara bersama oleh pemerintah dan masyarakat, mencakup masayarakat umum, swasta, lembaga swadaya masayarakat, perguruan tinggi, serta pihak-pihak lainnya. Sedangkan strategi konservasi nasional telah dirumuskan ke dalam tiga hal berikut taktik pelaksanaannya, yaitu :1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan (PSPK)a. Penetapan wilayah PSPK.b. Penetapan pola dasar pembinaan program PSPK.c. Pengaturan cara pemanfaatan wilayah PSPK.d. Penertiban penggunaan dan pengelolaan tanah dalam wilayah PSPK.e. Penertiban maksimal pengusahaan di perairan dalam wilayah PSPK.2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnyaa. Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnyab. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa (in-situ dan eks-situ konservasi).3. Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.a. Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam.b. Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar (dalam bentuk : pengkajian, penelitian dan pengembangan, penangkaran, perdagangan, perburuan, peragaan, pertukaran, budidaya).The conservationmodel mengacu pada usaha tanam campuran atau crop livestock sebagai hasil revolusi pertanian Inggris. Selain itu juga mnegacu pada konsep kelaparan lahan yang diilhami oleh ahli tanah Jerman (Ricardo, Mill). Yang termasuk dalam konservasi adalah sebagian lahan yang subur untuk tanaman dan sebagian lagi untuk untuk penggembalaan, tersedia cukup pakan ternak, pupuk hijau untuk mempertahankan kesuburan tanah serta adanya input dari sektor pertanian itu sendiri.2.2 Contoh Konsep KonservasiParadigma pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi telah memacu pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan sehingga eksploitasi sumberdaya alam semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan manusia. Akibatnya, sumberdaya alam semakin langka dan semakin menurun kualitas dan kuantitasnya. Tanah yang rusak/kritis sangat sulit untuk dimanfaatkan menjadi lahan yang bermanfaat, karena keterbatasan-keterbatasan dari lahan kritis itu sendiri. Tanah yang rusak dengan kekurangannya sulit untuk menjaga lengas tanah, yang berakibat pada sulitnya mendapatkan pada saat musim kemarau. Sementara itu, tanah rusak tidak dapat menyimpan air di waktu musim penghujan, sehingga hujan yang terjadi sebagian besar menjadi aliran permukaan yang dapat menyebabkan erosi permukaan.Data Areal lahan kering di Indonesia menurut Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat dalam Haryati (2002) tahun 1992 menunjukkan bahwa luas lahan usahatani kritis telah mencapai 18 juta hektar. Setelah hampir 13 tahun, lahan kritis pada tahun 2005 cukup luas yaitu mencapai 52,5 juta ha yang tersebar di pulau Jawa dan Bali (7,1 juta ha), Sumatera (14,8 juta ha), Kalimantan (7,4 juta ha), Sulawesi (5,1 juta ha), Maluku dan Nusa Tenggara (6,2 juta ha), dan Irian Jaya (11,8 juta ha).Potensi yang demikian besar harus dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Namun, pemanfaatan lahan kering tersebut harus berhati-hati karena sebagian besar lahan kering tersebut tersebar di hulu DAS yang bentuk wilayahnya berbukit dengan curah hujan yang cukup tinggi. Kondisi demikian akan memicu erosi yang berakibat pada degradasi lahan. Lahan kering umumnya menjadikan air sebagai faktor pembatas yang utama dalam pengelolaannya. Oleh karena itu, ketersediaan air menjadi sesuatu yang sangat penting dalam pengelolaan lahan kering.Untuk dapat menjamin adanya ketersediaan air baik di musim penghujan dan musim kemarau (iklim tropis) diperlukan beberapa teknogi yangapplicabledan hemat biaya karena petani lahan kering umumnya miskin. Beberapa penelitian konservasi air telah dilakukan dan diujicobakan pada berbagai tempat untuk dapat memaksimalkan simpanan air hujan dan mengoptimalkan manfaat sumberdaya air terutama di musim kemarau.2.3 Metode konservasi Metode VegetatifMetoda vegetatif yaitu metoda konservasi dengan menanam berbagai jenis tanaman seperti tanaman penutup tanah, tanaman penguat teras, penanaman dalam strip, pergiliran tanaman serta penggunaan pupuk organik dan mulsa. Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat : memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah, penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi, disamping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi. Fungsi lain daripada vegetasi berupa tanaman kehutanan yang tak kalah pentingnya yaitu memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menambah penghasilan petani. Metode Sipil TeknisMetoda sipil teknis yaitu suatu metoda konservasi dengan mengatur aliran permukaan sehingga tidak merusak lapisan olah tanah (Top Soil) yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Usaha konservasi dengan metoda sipil teknis ini yaitu membuat bangunan-bangunan konservaasi antara lain pengolahan tanah menurut kontur, pembuatan guludan, teras, dan saluran air (Saluran Pembuanga air, Terjunan dan Rorak)2.4 Aplikasi konservasi1.Pendekatan Vegetatif Sistem Pertanaman LorongSistem pertanaman lorong ialah suatu sistem di mana tanaman pangan ditanam pada lorong di antara barisan tanaman pagar. Sangat bermanfaat dalam mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi, dan merupakan sumber bahan organik dan hara terutama N untuk tanaman lorong. Teknik budidaya lorong telah lama dikembangkan dan diperkenalkan sebagai salah satu teknik konservasi tanah dan air untuk pengembangan sistem pertanian berkelanjutan pada lahan kering di daerah tropika basah, namun belum diterapkan secara meluas oleh petani. Sistem Pertanaman Strip RumputSistem Pertanaman Strip Rumput ialah sistem pertanaman yang hampir sama dengan pertanaman lorong, tetapi tanaman pagarnya adalah rumput. Strip rumput dibuat mengikuti kontur dengan lebar strip 0,5 m atau lebih. Semakin lebar strip semakin efektif mengendalikan erosi. Sistem ini dapat diintegrasikan dengan ternak. Penanaman Rumput Makanan Ternak didalam jalur/strip. Penanaman dilakukan menurut garis kontur dengan letak penanaman dibuat selang-seling agar rumput dapat tumbuh baik, usahakan penanamannya pada awal musim hujan. Selain itu tempat jalur rumput sebaiknya ditengah antara barisan tanaman pokok. Tanaman Penutup TanahMerupakan tanaman yang ditanam tersendiri atau bersamaan dengan tanaman pokok.. Tanaman penutup tanah berperan: (1) menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah, (2) menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh, dan (3) melakukan transpirasi, yang mengurangi kandungan air tanah. Peranan tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi. MulsaMulsa ialah bahan-bahan (sisa-sisa panen, plastik, dan lain-lain) yang disebar atau digunakan untuk menutup permukaan tanah.Bermanfaat untuk mengurangi penguapan (evaporasi) serta melindungi tanah dari pukulan langsung butir-butir hujan yang akan mengurangi kepadatan tanah. Macam Mulsa dapat berupa, mulsa sisa tanaman, lembaran plasti dan mulsa batu. Mulsa sisa tanaman ini terdiri dari bahan organik sisa tanaman (jerami padi, batang jagung), pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan ranting tanaman. Bahan tersebut disebarkan secara merata di atas permukaan tanah setebal 2-5 cm sehingga permukaan tanah tertutup sempurna.Thamrin dan Hanafi (1992) telah melakukan penelitian pengaruh mulsa terhadap tanah di lahan kering. Mulsa yang digunakan adalah seresah tanaman. Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian mulsa dapat menghemat lengas tanah dari proses penguapan, sehingga kebutuhan tanaman akan lengas tanah terutama musim kering dapat terjamin. Selain itu, pemberian mulsa dapat menghambat pertumbuhan gulma yang mengganggu tanaman sehingga konsumsi air lebih rendah. Pengelompokan tanaman dalam suatu bentang alam (landscape)Pengelompokan tanaman dalam suatu bentang alam (landscape) mengikuti kebutuhan air yang sama, sehingga irigasi dapat dikelompokkan sesuai kebutuhan tanaman. Teknik ini dilakukan dengan cara mengelompokkan tanaman yang memiliki kebutuhan air yang sama dalam satu landscape. Pengelompokkan tanaman tersebut akan memberikan kemudahan dalam melakukan pengaturan air. Air irigasi yang dialirkan hanya diberikan sesuai kebutuhan tanaman, sehingga air dapat dihemat. Hal ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam pemberian air irigasi yang sesuai dengan kebutuhan, sehingga dapat hemat air. Penyesuaian jenis tanaman dengan karakteristik wilayah.Teknik konservasi air ini dilakukan dengan cara mengembangkan kemampuan dalam menentukan berbagai tanaman alternatif yang sesuai dengan tingkat kekeringan yang dapat terjadi di masing-masing daerah. Sebagai contoh, tanaman jagung yang hanya membutuhkan air 0,8 kali padi sawah akan tepat jika ditanam sebagai pengganti padi sawah untuk antisipasi kekeringan Pada daerah hulu DAS yang merupakan daerah yang berkelerengan tinggi, tanaman kehutanan menjadi komoditas utama. Penentuan pola tanam yang tepat.Penentuan pola tanam yang tepat, baik untuk areal yang datar ataupun berlereng. Pola tanam disesuaikan dengan kondisi curah hujan setempat untuk mengurangi deficit air pada musim kemarau. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gomez dan Gomez (1983) dalam Purwono et al, (2003) menunjukkan bahwa pada lahan dengan kemiringan 5% dengan pola tanam campuran ketela pohon dan jagung akan dapat menurunkan run off dari 43% menjadi 33% dari curah hujan dibandingkan dengan jagung monokultur. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan besar kebutuhan air tiap jenis vegetasi. Besarnya kebutuhan air beberapa jenis tanaman dapat menjadi acuan dalam membuat pola tanam yang optimal.2.Pendekatan Sipil Teknis Pembuatan teras pada lahan dengan lereng yang curam.Pembuatan teras dilakukan, jika budidaya tanaman dilakukan pada lahan dengan kemiringan > 8%. Namun demikian, budidaya tanaman semusim sebaiknya menghindari daerah berlereng curam. Jenis-jenis teras untuk konservasi air juga merupakan teras untuk konservasi tanah, antara lain: teras gulud, teras buntu (rorak), teras kredit, teras individu, teras datar, teras batu, teras bangku, SPA, dan hillside ditches.Teras gulud umumnya dibuat pada lahan yang berkemiringan 10 - 15 yang biasanya dilengkapi dengan saluran pembuangan air yang tujuannya untuk mengurangi kecepatan air yang mengalir pada waktu hujan sehingga erosi dapat dicegah dan penyerapan air dapat diperbesar. Teras Bangku adalah teras yang dibuat dengan cara memotong lereng dan meratakan dengan di bidang olah sehingga terjadi deretan menyerupai tangga. Bermanfaat sebagai pengendali aliran permukaan dan erosi. Diterapkan pada lahan dengan lereng 10-40%, tanah dengan solum dalam (> 60 cm), tanah yang relatif tidak mudah longsor, dan tanah yang tidak mengandung unsur beracun bagi tanaman seperti aluminium dan besi. Guludan adalah suatu sistem di mana tanaman pangan ditanam pada lorong di antara barisan tanaman pagar. Sangat bermanfaat dalam mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi, dan merupakan sumber bahan organik dan hara terutama N untuk tanaman lorong. Wind breakWind break dibuat untuk mengurangi kecepatan angin sehingga mengurangi kehilangan air melalui permukaan tanah dan tanaman selama irigasi (evapotranspirasi). Pemanenan Air hujanPemanenan air hujan merupakan salah satu alternatif dalam menyimpan air hujan pada musim penghujan, dan untuk dapat digunakan pada musim kemarau..Teknik pemanenan air yang telah dilakukan di Indonesia, antara lain embung dan channel reservoir. Embung merupakan suatu bangunan konservasi air yang berbentuk kolam untuk menampung air hujan dan air limpahan atau rembesan di lahan sawah tadah hujan berdrainase baik. Teknik konservasi air dengan embung banyak diterapkan di lahan tadah hujan bercurah hujan rendah. Dam ParitAdalah suatu cara mengumpulkan atau membendung aliran air pada suatu parit dengan tujuan untuk menampung aliran air permukaan, sehingga dapat digunakan untuk mengairi lahan di sekitarnya. Dam parit dapat menurunkan aliran permukaan, erosi, dan sedimentasi.Keunggulan: Menampung air dalam volume besar akibat terbendungnya aliran air di saluran/parit. Tidak menggunakan areal/lahan pertanian yang produktif. Mengairi lahan cukup luas, karena dibangun berseri di seluruh daerah aliran sungai (DAS). Menurunkan kecepatan aliran permukaan, sehingga mengurangi erosi dan hilangnya lapisan tanah atas yang subur serta sedimentasi. Memberikan kesempatan agar air meresap ke dalam tanah di seluruh wilayah DAS, sehingga mengurangi risiko kekeringan pada musim kemarau. Biaya pembuatan lebih murah, sehingga dapat dijangkau petani.3. Konservasi lahan keringKonservasi air merupakan hal yang sangat relevan untuk meningkatkan produktivitas lahan kering, mencegah bahaya banjir, kekeringan, dan tanah longsor. Prinsip dasar dari konservasi air adalah menyimpan sebanyak-banyaknya air pada musim hujan dan memanfaatkan kembali pada musim kemarau. Meskipun cukup banyak teknik konservasi air yang dapat diimplementasikan di lahan kering, tetapi keberhasilannya sangat ditentukan oleh kondisi biofisik, sosial ekonomi, dan keinginan petani.2.5 KARAKTERISTIK DAN PENYEBARAN LAHAN BERGARAM 2.5.1 Karakeristik Lahan BergaramSecara umum, lahan kering dapat didefinisikan sebagai suatu hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Lahan kering bergaram adalah lahan yang mempunyai sifat-sifat seperti pH rendah, kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB) dan Corganik rendah, kandungan aluminium (kejenuhan Al) tinggi, xxv fiksasi P tinggi, kandungann besi dan mangan mendekati batas meracuni tanaman, peka erosi, dan miskin unsur biotik (Adiningsih dan Sudjadi, 1993; Soepardi, 2001). Tingginya curah hujan di sebagian wilayah Indonesia menyebabkan tingkat pencucian hara tinggi terutama basa-basa, sehingga basa-basa dalam tanah akan segera tercuci keluar lingkungan tanah dan yang tinggal dalam kompleks adsorpsi liat dan humus adalah ion H dan Al. Akibatnya tanah menjadi bereaksi bergaram dengan kejenuhan basa rendah, dan menunjukkan kejenuhan aluminium yang tinggi (Subagyo et al., 2000). Selain itu, tanah-tanah yang terbentuk umumnya merupakan tanah berpenampang dalam, berwarna merah-kuning, dan mempunyai kesuburan alami yang rendah. Untuk mengetahui luas dan penyebaran lahan bergaram di Indonesia, telah dilakukan pengelompokan lahan berdasarkan karakteristik tanah yang ada pada basis data Sumber Daya Tanah Eksplorasi Indonesia skala 1:1.000.000 (Puslitbangtanak, 2000). Ordo tanah yang ditemukan di Indonesia ada 10 yaitu Histosols, Entisols, Inceptisols, Alfisols, Mollisols, Vertisols, Ultisols, Oxisols, Andisols, dan Spodosols. Semua ordo Histosol (gambut) dan ordo tanah lainnya yang mempunyai rezim kelembapan aquik dikelompokkan menjadi lahan basah, dan sisanya menjadi lahan kering. Lahan kering dipilah lebih lanjut menjadi lahan kering bergaram dan non-bergaram. Lahan kering bertanah bergaram dicirikan dengan pH < 5,0 dan kejenuhan basa < 50%, yang tergolong pada tanah-tanah yang mempunyai sifat distrik. Sebaliknya lahan yang bertanah tidak bergaram adalah lahan dengan pH > 5,0 dan kejenuhan basa > 50%, yang tergolong pada tanah-tanah yang bersifat eutrik (Hidayat dan Mulyani, 2002). Tanah-tanah yang umumnya mempunyai pH bergaram di lahan kering adalah ordo Entisols, Inceptisols, Ultisols, Oxisols, dan Spodosols terutama xxvi yang mempunyai iklim basah dengan curah hujan tinggi (kelembapan udik). Sedangkan lahan kering yang tidak bergaram umumnya terdiri atas ordo Inceptisols, Vertisols, Mollisols, Andisols, dan Alfisols, yang berada pada daerah beriklim kering (rezim kelembapan ustik). Diagram alir pemilahan lahan bergaram dengan non-bergaram disajikan pada Gambar 1.

Lahan kering bergaram berada pada ordo Ultisols, Inceptisols, Oxisols, Entisols, dan sedikit Spodosols. Dari total lahan kering bergaram 102,8 juta ha, terluas terdapat pada ordo Ultisols dan Inceptisols, dengan penyebarannya dominan terdapat di Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Permasalahan dan Peluang Pengembangan Dalam pengembangan komoditas pertanian di suatu wilayah, akan menghadapi berbagai permasalahan teknis di tanah masam lahan kering yaitu berupa rendahnya tingkat kesuburan tanah dan ketersediaan air pada musim kemarau. Tanah masam umumnya dicirikan oleh sifat reaksi tanah masam (pH rendah) yang berkaitan dengan kadar Al tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan basa-basa dapat tukar rendah, kandungan besi dan mangan yang mendekati batas meracuni, peka erosi, miskin elemen biotik. Kendala tersebut memang relatif lebih mudah diatasi dengan teknologi pemupukan, pengapuran, serta pengelolaan bahan organik.2.5.2Teknik pegendalian Konservasi Kendala ini dapat ditangkal dengan menerapkan teknologi pengapuran yang dilanjutkan dengan perawatan, dan pemilihan jenis tanaman yang cocok pada kondisi tersebut. Jumlah kapur yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan tiap jenis tanah, dan jenis tanaman yang akan diusahakan dapat berfungsi (1) meredam (alleviate) reaksi masam tanah untuk waktu lama dan mengubahnya menjadi tidak masam; (2) menyingkirkan bahaya keracunan Al (tanda keracunan Al, akar membengkak, gagal berkembang dengan baik, dan kehilangan daya serap air dan hara); (3) meradam bahaya keracunan besi, mangan, dan anasir senyawa organik; (4) menurunkan daya fiksasi P sekaligus membebaskan P yang semula diikat kuat; (5) meningkatkan ketersediaan basa; (6) memperlancar serapan unsur hara dari tanah; dan (7) meningkatkan respon tanaman terhadap upaya pemupukan dan budi daya lainnya.

2.5.3Konservasi lahan akibat tsunami (tanah dengan salinitas tinggi)Kerusakan lahan pertanian oleh tsunami sebagian besar terjadi oleh beberapa faktor yaitu:1. Kegaraman (salinitas) dan sodisitas (kadar Na tinggi)2. Endapan lumpur laut3. Sampah dan puing-puing bangunan4. Rusaknya infrastruktur irigasi/drainase dan jalanSalinitas dan sodisitas yang diakibatkan oleh tsunami terjadi, karena air dan lumpur laut yang bergaram dengan kadar Na tertukar yang tinggi telah mencapai lahan pertanian yang mengakibatkan rusaknya pertanaman (Gambar 1). Endapan lumpur laut yang bergaram (Gambar 2) juga sangat membahayakan pertumbuhan tanaman. Akibat gempa dan tsunami, bangunan hancur dan puing-puing bangunan serta sampah tersebar ke lahan pertanian (Gambar 3), rusaknya jaringan irigasi, jaringan drainase, jalan desa dan pematang-pematang sawah (Gambar 4). Hasil analisis Balai Penelitian Tanah menggunakan citra satelit menunjukkan bahwa luas lahan sawah yang mengalami kerusakan mencapai 28.931 ha (Tabel 1). Kerusakan lahan juga terjadi pada lahan kering yang mencapai 24.345 ha (FAO, 2005).

Berdasarkan tingkat kerusakan lahannya, lahan-lahan pasca bencana tsunami dapat diklasifikasikan menjadi 4 (FAO, 2005):Kelas A kerusakan ringanLahan dengan jumlah puing dan sampah bangunan yang sedikit atau tidak ada, erosi rendah, dan sedimentasi pasir bergaram tebalnya hanya beberapa cm, lahan tergenang beberapa jam, laju infiltrasi yang relative lambat (endapan lumpur liat), dan indeks daya hantar listrik (DHL) < 4.Kelas B kerusakan sedangLahan dengan jumlah puing dan sampah bangunan yang tersebar agak merata, erosi sedang, dan sedimentasi pasir bergaram tebalnya > 10 cm, lahan tergenang > 1 hari, laju infiltrasi sedang (tanah/endapan lempung), dan lahan tidak mempunyai fasilitas irigasi/drainase.Kelas C kerusakan beratLahan dengan jumlah puing dan sampah bangunan yang tersebar sangat merata, erosi berat, dan endapan pasir bergaram tebalnya > 20 cm, lahan tergenang > 1 minggu, laju infiltrasi cepat, dan lahan tidak mempunyai fasilitas irigasi/drainase serta curah hujan yang relative rendah.Kelas D lahan tergenang (lost area)Beberapa lahan di pantai barat NAD tetap tergenang air laut, sehingga tidak dapat dimanfaatkan kembali untuk pertanian. Lahan-lahan yang demikian dianggap sebagai lahan yang hilang, yang berarti hilangnya mata pencaharian bagi pemilik atau penggarap lahan tersebut.Rehabilitasi lahana. Prinsip dasar rehabilitasi lahanRehabilitasi lahan pertanian didasarkan pada tingkat kerusakan lahan yang diakibatkan oleh salinitas, macam dan ketebalan endapan lumpur, banyaknya puing dan sampah, dan tingkat kerusakan infrastruktur serta kapasitas usaha tani yang dimiliki petani baik menyangkut tenaga kerja, sarana produksi, peralatan usaha tani, modal dan lain-lain. Makin berat kerusakannya, makin intensif pula rehabilitasi lahan yang harus dilakukan. Selain itu rehabilitasi lahan juga harus mempertimbangkan jenis masalah yang menyebabkan kerusakan lahan dan lumpuhnya kapasitas sistem usaha tani. Rehabilitasi lahan akibat salinitas berbeda dengan lahan-lahan yang juga memiliki masalah sodisitas, masalah endapan lumpur dan kerusakan infrastruktur.b. Strategi rehabilitasi lahanStrategi rehabilitasi lahan dirancang dengan memperhatikan tingkat kerusakan lahan. Strategi rehabilitasi pada setiap kelas kerusakan lahan adalah sebagai berikut:Kelas A:Perbaikan lahan dilakukan tanpa banyak upaya rehabilitasi. Pencucian garam dapat dilakukan menggunakan curah hujan atau sumber air lainnya yang tersedia. Total neraca air selama 4 bulan (contoh Januari - April 2005) cukup untuk mencuci garam.Kelas B:Perbaikan lahan memerlukan waktu dan upaya rehabilitasi yang lebih spesifik. Pencucian garam membutuhkan air dalam jumlah banyak. Total neraca air selama 6 bulan (contoh Januari-Juni) diperlukan untuk mencuci garam.Kelas C:Lebih banyak pekerjaan rehabilitasi diperlukan baik lahan maupun infrastruktur. Kemungkinan kehilangan kesempatan untuk menanam satu atau beberapa musim tanam setelah tsunami.Kelas D:Tidak ada upaya rehabilitasi karena lahannya telah tergenang air laut dan tidak dapat dikelola untuk pertanian. Kompensasi kepemilikan lahan dapat dialihkan ke lahan lain atau dengan aktivitas yang berbeda.c. Teknologi rehabilitasi lahan Pekerjaan sipil teknis Tahap awal dari pekerjaan rehabilitasi lahan adalah pembersihan lahan dari puing bangunan dan sampah yang dapat dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat/petani. Kerusakan infrastruktur jaringan irigasi, drainase dan jalan dapat diperbaiki dengan pekerjaan sipil teknis seperti membangun kembali jaringan irigasi dan drainase serta jalan yang rusak. Agar pencucian garam dapat dilakukan dengan efektif, pembuatan saluran drainase perlu dilakukan pada lahan yang belum ada saluran tersebut Pencucian garamPencucian garam dapat dilakukan pada kondisi jenuh air dengan menggunakan curah hujan atau dengan air segar dari sungai. Pengalaman menunjukkan bahwa pencucian secara berselang pada interval 1 atau 2 minggu dapat diaplikasikan dengan efektif. Cara ini lebih menguntungkan dibanding cara penggenangan disertai pencucian, karena periode kering pada saat tidak dicuci dapat mengakibatkan retakan pada lapisan tanah (terutama tanah liat). Pada saat terjadi retakan tersebut akan terjadi pula pemindahan garam dari lapisan bawah ke bagian retakan sehingga denganmudah dapat dicuci pada tahap pencucian berikutnya. Untuk mempercepat pencucian garam, salah satu cara adalah membangun sistem drainase. Saluran drainase ini akan mempercepat aliran air dari lahan untuk dibuang keluar melalui saluran kuarter dan tersier. Aplikasi gypsumUntuk mengatasi masalah sodisitas diperlukan bahan amelioran seperti gypsum. Bahan ameliorant lain yang dapat digunakan disajikan pada Tabel 2.

Kebutuhan gypsum sangat tergantung pada kadar Na tertukar di dalam tanah. Penetapan sodium tertukar dan kapasitas tukar kation (KTK) sangat membantu dalam estimasi jumlah amelioran. Tanah dengan kedalaman 0-30 cm mengandung Na tertukar 4 cmol (+) kg-1, KTK 10 cmol (+) kg-1, dengan demikian ESP sama dengan 40. Jika ESP ingin diturunkan menjadi 10, diperlukan untuk mengganti Na sebanyak 3 cmol (+) kg-1, sehingga diperlukan bahan amelioran pada level 3 cmol (+) kg-1 tanah. Dengan melihat Tabel 3, jika gypsum diaplikasikan perlu 12,85 t ha-1.

2.5.3 Manfaat penerapan usaha tani konservasiDua manfaat utama pertanian konservasi dibandingkan dengan teknik pertanian lain, yaitu input tenaga kerja yang rendah dan penggunaan proses ekologis alamiah secara efektif. Pertanian konservasi memanfaatkan proses ekologis alami untuk mempertahankan kelembaban, meningkatkan kesuburan tanah, memperkuat struktur tanah, dan mengurangi erosi serta keberadaan hama penyakit. Hal itu dilakukan melalui tiga cara, yaitu dengan meminimalkan gangguan pada tanah, menyimpan sisa tanaman, dan rotasi tanaman. Pembajakan dan pembakaran mengganggu tanah dan biota kecil yang hidup di dalamnya. Sebaliknya, pertanian konservasi sangat sedikit mengganggu tanah, memberi kesempatan flora dan fauna tanah yang ada untuk tumbuh subur secara alami. Flora dan fauna tanah tersebut akan membusukkan sisa tanaman yang dijadikan penutup tanah oleh petani, sehingga menambah nutrisi pada tanah dan meningkatkan struktur humus tanah. Selain itu, pertanian konservasi mampu memanfaatkan hujan dengan lebih baik sebab tanah yang ditutupi oleh sisa tanaman akan menyerap lebih banyak air hujan dan mengalami lebih sedikit penguapan. Saat curah hujan rendah, lahan akan menangkap kelembaban yang ada di udara. Penutupan tanah juga mengurangi kikisan air, yang jika dipadukan dengan struktur tanah yang telah diolah, akan mampu mengurangi erosi tanah dari air dan angin. Akhirnya, rotasi tanaman mendapat keuntungan dari proses ekologis alamiah melalui kacaunya siklus hama penyakit, dan pemakaian tanaman polong-polongan untuk mengikat nitrogen di dalam tanah. Dalam jangka panjang, pertanian konservasi yang memanfaatkan proses ekologis alami mengurangi pemakaian pupuk dan pestisida oleh petani sehingga mendukung pendekatan penggunaan input luar rendah

BAB IIIPENUTUPKonservasi itu sendiri merupakan berasal dari kataConservationyang terdiri atas katacon(together) danservare(keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Tujuan dari adanya konservasi adalah agar terwujud kelestarian sumberdaya alam hayati serta kesinambungan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.The conservationmodel mengacu pada usaha tanam campuran atau crop livestock sebagai hasil revolusi pertanian Inggris. Selain itu juga mnegacu pada konsep kelaparan lahan yang diilhami oleh ahli tanah Jerman (Ricardo, Mill).Metode konservasi ada dua yaitu metode vegetatif dan metode teknik. Metoda vegetatif yaitu metoda konservasi dengan menanam berbagai jenis tanaman seperti tanaman penutup tanah, tanaman penguat teras, penanaman dalam strip, pergiliran tanaman serta penggunaan pupuk organik dan mulsa. Sedangkan metoda sipil teknis yaitu suatu metoda konservasi dengan mengatur aliran permukaan sehingga tidak merusak lapisan olah tanah (Top Soil) yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Usaha konservasi dengan metoda sipil teknis ini yaitu membuat bangunan-bangunan konservaasi antara lain pengolahan tanah menurut kontur, pembuatan guludan, teras, dan saluran air.Penerapan model konservasi bisa diterapkan di lahan kering maupun lahan kritis. Kedua lahan ini bisa dikonservasi, tetapi keberhasilannya sangat ditentukan oleh kondisi biofisik, sosial ekonomi, dan keinginan petani. Hal tersebut perlu dicermati mengingat tidak ada satupun teknik konservasi yang sempurna. Setiap teknik konservasi membutuhkan persyaratan tertentu agar teknik tersebut efektif. Ada dua manfaat utama pertanian konservasi dibandingkan dengan teknik pertanian lain, yaitu input tenaga kerja yang rendah dan penggunaan proses ekologis alamiah secara efektif

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010.Konservasi LahanKering.http://ridiah.wordpress.com/konservasi-lahan-kering. Diakses pada tanggal 2 Mei 2010 pukul 15.50 WIB.BP2TPDAS-IBB. 2002.Pedoman Praktik Konservasi Tanah dan air. Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Indonesia Bagian Barat. Balitbang Kehutanan. SurakartaCarolyn W. Fanelli dan Lovemore Dumba.. 2007.Pertanian Konservasi di Pedesaan Zimbabwe.http://salam.leisa.info/index.php?url. Diakses pada tanggal 2 Mei 2010 pukul 16.50 WIB.Widada, 2001.Sumber Daya Alam Hayati dan Upaya Pengeolaan Taman Nasional Gunung Halimun.http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/03112/widada.htm. Diakses pada tanggal 2 Mei 2010 pukul 15.30 WIB.

KONSERVASI PADA LAHAN BERGARAM

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pertanian Berkelanjutan I Pertanian Konservasi

Kelompok 4Esra Yosefin150110000128Joel Sihite150110080131Rezka Fradzan150110080147Haryo Prasetyo150110080143Arina Robbi150110080161Biswara Adicanecanata150110080164

PRORGAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS PADJADJARANJATINANGOR2011