bab ii tinjauan pustakaeprints.itenas.ac.id/494/5/05 bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. ·...

29
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jembatan 2.1.1 Pengertian Jembatan Secara Umum Jembatan adalah suatu konstruksi yang berfungsi utuk menghubungkan dua jalan yang terputus akibat adanya suatu rintangan yang berada pada posisi yang lebih rendah. Rintangan ini dapat berupa jalan aliran sungai, jurang, saluran irigasi, dan jalan lalu lintas biasa. Jembatan merupakan prasarana yang sangat penting dalam jaringan jalan. Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan menyilang sungai/saluran air, lembah, atau menyilang jalan lain yang tidak sama tinggi permulaannya. Dalam perencanaan dan perancangan jembatan sebaiknya mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis, dan estetika- arsitektural yang meliputi aspek lalu lintas, aspek teknis, aspek estetika (Supriyadi dan Muntohar, 2007). 2.1.2 Klasifikasi Jembatan Menurut Siswanto (1999), jembatan dapat diklasifikasikan menjadi bermacam- macam jenis/tipe menurut fungsi, keberadaan, material yang dipakai, jenis lantai kendaraan dan lain-lain seperti berikut: 1. Jembatan ditinjau dari material yang digunakan: a. Jembatan kayu (log bridge) Jembatan kayu merupakan jembatan sederhana ditinjau dari segi konstruksi yang sangat mudah, atau dapat diterjemahkan struktur terbuat dari material kayu yang sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b. Jembatan baja (steel bridge) Jembatan yang menggunakan berbagai macam komponen dan sistem struktur baja: deck, girder, rangka batang, pelengkung, penahan dan penggantung kabel, pada rangka batang tersebut terdiri dari batang tarik dan batang tekan.

Upload: others

Post on 16-Nov-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jembatan

2.1.1 Pengertian Jembatan Secara Umum

Jembatan adalah suatu konstruksi yang berfungsi utuk menghubungkan dua

jalan yang terputus akibat adanya suatu rintangan yang berada pada posisi yang lebih

rendah. Rintangan ini dapat berupa jalan aliran sungai, jurang, saluran irigasi, dan jalan

lalu lintas biasa. Jembatan merupakan prasarana yang sangat penting dalam jaringan

jalan.

Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan menyilang

sungai/saluran air, lembah, atau menyilang jalan lain yang tidak sama tinggi

permulaannya. Dalam perencanaan dan perancangan jembatan sebaiknya

mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis, dan estetika-

arsitektural yang meliputi aspek lalu lintas, aspek teknis, aspek estetika (Supriyadi dan

Muntohar, 2007).

2.1.2 Klasifikasi Jembatan

Menurut Siswanto (1999), jembatan dapat diklasifikasikan menjadi bermacam-

macam jenis/tipe menurut fungsi, keberadaan, material yang dipakai, jenis lantai

kendaraan dan lain-lain seperti berikut:

1. Jembatan ditinjau dari material yang digunakan:

a. Jembatan kayu (log bridge)

Jembatan kayu merupakan jembatan sederhana ditinjau dari segi konstruksi yang

sangat mudah, atau dapat diterjemahkan struktur terbuat dari material kayu yang

sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern.

b. Jembatan baja (steel bridge)

Jembatan yang menggunakan berbagai macam komponen dan sistem struktur

baja: deck, girder, rangka batang, pelengkung, penahan dan penggantung kabel,

pada rangka batang tersebut terdiri dari batang tarik dan batang tekan.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

6

c. Jembatan beton (concrete bridge)

Jembatan dengan beton bertulang pada umumnya hanya digunakan untuk bentang

jembatan yang pendek. Untuk bentang yang panjang seiring dengan

perkembangan jaman ditemukan beton prategang. Dengan beton prategang

bentang jembatan yang panjang dapat dibuat dengan mudah.

d. Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge)

Jembatan beton prategang merupakan suatu perkembangan dari bahan beton.

Pada Jembatan beton prategang diberikan gaya prategang awal yang dimaksudkan

untuk mengimbangi tegangan yang terjadi akibat beban. Jembatan beton

prategang dapat dilaksanakan dengan dua sistem yaitu post tension dan pre

tension. Pada sistem post tension tendon prategang ditempatkan di dalam duct

setelah beton mengeras dan transfer gaya prategang dari tendon pada beton

dilakukan dengan penjangkaran di ujung gelagar. Pada pre tension beton dituang

mengelilingi tendon prategang yang sudah ditegangkan terlebih dahulu dan

transfer gaya prategang terlaksana karena adanya ikatan antara beton dengan

tendon.

e. Jembatan komposit (composite bridge)

Jembatan yang mengkombinasikan dua material atau lebih dengan sifat bahan

yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan sifat

gabungan yang lebih baik

f. Jembatan pasangan batu kali/bata

Jembatan jenis ini seluruh struktur baik struktur atas dan struktur bawah dibuat

dari pasangan batu kali atau bata merah yang merupakan jenis jembatan dengan

system gravitasi yang kekuatanya mengandalkan dari berat struktur. Bentuk dari

jembatan ini sebagian besar berbentuk struktur lengkung dibagian bentang yang

harus menahan beban utama.

2. Jembatan ditinjau dari bentuk struktur konstruksinya:

a. Jembatan gelagar biasa

Jembatan seperti ini digunakan pada jembatan bentang pendek sampai sedang dan

beban hidup yang lewat relative kecil seperti jembatan penyebrang orang dan

sebagainya. Gelagar induk jembatan ini merupakan struktur balok biasa yang

menumpu pada kedua abutmen dengan susunan struktur.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

7

b. Jembatan rangka

Jembatan rangka batang mempunyai tipe rangka yang banyak jenisnya. Stuktur

jembatan jenis ini terbuat dari material baja digunakan untuk bentang jembatan

yang relatif panjang, biasanya yang umum ditemukan struktur rangka batang

dipasang di bagian kiri dan kanan.

Gambar 2. 1 Jembatan rangka

Sumber : http://transteelnusagemilang.com

c. Jembatan gantung

Jembatan gantung merupakan struktur jembatan yang terdiri dari struktur

penopang yang berupa tiang, pilar atau menara, struktur jembatan berupa gelagar

induk dan gelagar melintang, lantai kendaraan, pejangkar kabel dan kabel

penggantung. Jembatan gantung terdiri dari dua kabel besar atau kabel utama

yang menggantung dari dua pilar atau tiang utama dimana ujung-ujung kabel

tersebut diangkurkan pada pondasi yang biasanya terbuat dari beton.

Gambar 2. 2 Jembatan gantung

Sumber : kawansipil.blogspot.com

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

8

d. Jembatan kabel penahan

Jembatan kabel merupakan suatu pengembangan dari jembatan gantung dimana

terdapat juga dua pilar atau tower. Akan tetapi pada jembatan kabel dek jembatan

langsung di hubungkan ke tower dengan menggunakan kabel-kabel yang

membentuk formasi diagonal. Pada jembatan kabel umumnya deknya terbuat dari

beton.

Gambar 2. 3 Jembatan kabel penahan

Sumber : http://toma.id

e. Jembatan pelengkung/busur

Merupakan suatu tipe jembatan yang menggunakan prinsip kestabilan dimana

gaya-gaya yang bekerja di atas jembatan di transformasikan ke bagian akhir

lengkung atau abutment.

Gambar 2. 4 Jembatan pelengkung

Sumber : https://id.wikibooks.org

f. Jembatan kantilever

Jembatan kantilever adalah merupakan pengembangan jembatan balok. Tipe

jembatan kantilever ini ada dua macam yaitu tipe cantilever dan tipe cantilever

with suspended span. Pada jembatan kantilever, sebuah pilar atau tower dibuat

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

9

dimasing-masing sisi bagian yang akan disebrangi dan jembatan dibangun

menyamping berupa kantilever dari masing-masing pilar atau tower. Tower ini

mendukung seluruh beban pada lengan kantilever.

2.2 Komponen Jembatan Secara Umum

Secara umun komponen jembatan dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu

komponen struktur atas, komponen struktur bawah dan komponen struktur pelengkap.

1. Komponen struktur atas

Struktur atas jembatan merupakan bagian yang menerima beban langsung yang

meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalulintas kendaraan,

gaya rem, beban pejalan kaki, dan lain-lain. Komponen struktur atas jembatan

umumnya meliputi :

a. Lapisan permukaan/perkerasan (wearing surface), yang berfungsi sebagai penahan

kontak kendaraan yang melintas di atas jembatan dan meneruskannya ke struktur di

bawahnya.

b. Deck, yaitu merupakan luasan fisik dari jalan raya yang melintasi rintangan yang

harus dijembatani. Fungsi utama dari deck adalah mendistribusikan beban

sepanjang potongan melintang jembatan dan merupakan bagian yang menyatu pada

sistem struktural.

c. Gelagar induk (primary member), yang terbentang dari titik tumpu satu ke titik

tumpu lain. Gelagar-gelagar ini terdiri dari batang diagonal, horisontal dan vertikal

yang membentuk rangka utama dan terletak pada kedua sisi jembatan. Fungsi dari

gelagar induk adalah untuk mendistribusikan beban secara longitudinal (menahan

ledutan).

d. Gelagar sekunder (secondary member) yang berfungsi sebagai pengikat antar

gelagar induk berupa diafragma maupun bracing yang berfungsi sebagai penahan

deformasi lateral (lateral bracing).

2. Komponen struktur bawah (sub structure)

Komponen struktur bawah jembatan berfungsi memikul seluruh beban struktur atas

dan beban lain yang ditumbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan hanyutan,

tumbukan, dan gesekan pada tumpuan. Untuk kemudian disalurkan ke fondasi.

Selanjutnya beban-beban tersebut disalurkan oleh pondasi ke tanah dasar. Struktur

bawah jembatan umumnya meliputi :

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

10

a. Pilar, berfungsi untuk menyalurkan gaya-gaya vertikal dan horizontal dari

bangunan atas pada pondasi.

b. Pangkal (abutment), pangkal menyalurkan gaya vertikal dan horizontal dari

bangunan atas pada pondasi dengan fungsi tambahan untuk mengadakan peralihan

tumpuan dari timbunan jalan pendekat ke bangunan atas jembatan

c. Perletakan (bearings), yaitu sistem mekanikal yang berfungsi menyalurkan beban

vertikal dari struktur atas ke struktur bawah. Bearings terdiri dari dua macam yaitu

bearing yang menahan gerakan rotasi dan translasi longitudinal disebut expansion

joint dan bearings yang menahan gerakan rotasi saja disebut fixed bearings.

d. Dudukan/perletakan (pedestals) yaitu kolom pendek yang berada di atas abutment

atau pilar yang mendukung secara langsung gelagar utama struktur atas.

e. Dinding belakang (back wall) yaitu komponen utama dari abutment yang berfungsi

sebagai struktur penahan tanah.

f. Dinding sayap (wing wall) yaitu dinding belakang abutment yang berfungsi untuk

menahan keruntuhan tanah di sekitar abutmen.

g. Pondasi, yaitu struktur bagian bawah yang berfungsi sebagai penerus beban di

atasnya ke tanah dasar.

3. Komponen struktur pelengkap

Komponen pelengkap merupakan komponen jembatan yang berfungsi sebagai

pelengkap dari suatu struktur jembatan, yang termasuk kedalam komponen ini adalah :

a. Underdrain, yaitu fasilitas drainase yang terbuat dari pipa yang berfungsi sebagai

sarana mengalirkan air di permukaan dari struktur.

b. Pengaman lalu lintas, yaitu omponen pelengkap jembatan untuk menghindari

kecelakaan saat melitasi jembatan dapat terbuat dari beton maupun baja yang

disebut hand railing.

2.3 Jembatan Beton Prategang

Beton prategang atau beton pratekan merupakan beton bertulang yang telah

diberikan tegangan tekan dalam untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton

akibat beban kerja (Manual Perencanaan Beton Pratekan Untuk Jembatan Dirjen Bina

Marga, 2011). Material yang digunakan untuk sistem ini adalah material beton dan

sistem kabel. Sistem kabel terdiri dari kabel (wire, strand, bar), selongsong dan angkur

(angkur hidup, angkur mati).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

11

2.3.1 Beton Prategang

Beton adalah suatu material yang tahan terhadap tekanan, akan tetapi tidak tahan

terhadap tarikan. Sedangkan baja adalah suatu material yang sangat tahan terhadap

tarikan. Dengan mengkombinasikan antara beton dan baja dimana beton yang menahan

tekanan sedangkan tarikan ditahan oleh baja akan menjadi material yang tahan terhadap

tekanan dan tarikan yang dikenal sebagai beton bertulang (reinforced concrete).

Pada beton prategang, kombinasi antara beton dengan mutu yang tinggi dan baja

bermutu tinggi dikombinasikan dengan cara aktif, sedangan beton bertulang

kombinasinya secara pasif. Cara aktif ini dapat dicapai dengan cara menarik baja

dengan menahannya kebeton, sehingga beton dalam keadaan tertekan. Karena

penampang beton sebelum beban bekerja telah dalam kondisi tertekan, maka bila beban

bekerja tegangan tarik yang terjadi dapat di-eliminir oleh tegangan tekan yang telah

diberikan pada penampang sebelum beban bekerja.

2.3.2 Baja Prategang

Didalam praktek baja prategang (tendon) yang dipergunakan ada tiga macam, yaitu :

a. Kawat tunggal (wire)

Kawat tunggal ini biasanya dipergunakan dalam beton prategang dengan sis-

tem pra-tarik (pretension method).

b. Untaian kawat (strand)

Untaian kawat ini biasanya dipergunakan dalam beton prategang dengan sistem

pasca-tarik (post-tension).

c. Kawat batangan (bar)

Kawat batangan ini biasanya digunakan untuk beton prategang dengan sistem pra-

tarik (pretension).

Jenis-jenis lain tendon yang sering digunakan untuk beton prategang pada sitem

pre-tension adalah seven-wire strand dan single-wire. Untuk seven-wire ini, satu bundel

kawat teriri dari 7 buah kawat, sedangkan single wire terdiri dari kawat tunggal.

Sedangkan untuk beton prategang dengan sistem post-tension sering digunakan tendon

monostrand, batang tunggal, multi-wire dan multi-strand. Untuk jenis post-tension

method ini tendon dapat bersifat bonded ( dimana saluran kabel diisi dengan material

grouting ) dan unbonded saluran kabel di-isi dengan minyak gemuk atau grease.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

12

Tabel 2.1 Tipikal baja prategang

Jenis Baja

Prategang

Diameter

(mm)

Luas

(mm2)

Beban Putus

(kN)

Tegangan Tarik

(Mpa)

Kawat Tunggal

(wire)

3 7,1 13,5 1900

4 12,6 22,1 1750

5 19,6 31,4 1600

7 38,5 57,8 1500

8 50,3 70,4 1400

Untaian Kawat

(strands)

9,3 54,7 102 1860

12,7 100 184 1840

15,2 143 250 1750

Kawat Batangan

(bar)

23 415 450 1080

26 530 570 1080

29 660 710 1080

32 804 870 1080

38 1140 1230 1080

Sumber: Konstruksi Beton Pratekan, Ir. Soetoyo

Tabel 2.2 Common Types from CPCI Metric Design Manual

Tendon Type Grade

(Mpa)

Size

Designation

Nominal Dimension Mass

(kg/m) Diameter

(mm)

Area

(mm2)

seven - wire

strands

1860 9 9,53 55 0,432

1860 11 11,13 74 0,582

1860 13 12,7 99 0,775

1860 15 15,24 140 1,09

1760 16 15,47 148 1,173

Prestressing

Wire

1550 5 5 19,6 0,154

1720 5 5 19,6 0,154

1620 7 7 38,5 0,302

1760 7 7 38,5 0,302

Deformed

Prestressing Bar

1080 15 15 177 1,44

1030 26 26,5 551 4,48

1100 26 26,5 551 4,48

1030 32 32 804 6,53

1100 32 32 804 6,53

1030 36 36 1018 8,27

Sumber: Konstruksi Beton Pratekan, Ir. Soetoyo

2.3.3 Metode Prategang

Pada dasarnya ada 2 macam metode pemberian gaya prategang pada beton,

yaitu:

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

13

1. Pra tarik (Pre-Tension)

Metode ini baja prategang diberi gaya prategang terlebuh dahulu sebelum beton

dicor, oleh karena itu disebut pretension method. Setelah gaya prategang ditransfer pada

beton, balok beton tersebut akan melengkung keatas sebelum menerima beban kerja.

Setelah beban kerja bekerja, maka balok beton tersebut akan rata.

Gambar 2. 5 Metode pratarik

Sumber : Konstruksi Beton Pratekan, Ir. Soetoyo

2. Pascatarik (Post-Tension)

Pada metode Pascatarik, beton dicetak terlebih dahulu, dimana sebelumnya telah

disiapkan saluran kabel atau tendon yang disebut duct. Secara singkat metode ini dapat

dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 2. 6 Metode pascatarik

Sumber : Konstruksi Beton Pratekan, Ir. Soetoyo

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

14

2.4 Tahap Pembebanan

Beton prategang memiliki dua tahap pembebanan, tidak seperti pada beton

bertulang biasa. Pada setiap tahap pembebanan harus selalu diadakan pengecekan atas

kondisi pada bagian yang tertekan maupun bagian yang tertarik untuk setiap

penampang. Dua tahap pembebanan pada beton prategang adalah Tahap transfer dan

Tahap service.

1. Tahap Transfer

Untuk metode pratarik, tahap transfer ini terjadi pada saat angkur dilepas dan gaya

prategang ditransfer ke beton. Untuk metode pascatarik, tahap transfer ini terjadi

pada saat beton sudah cukup umur dan dilakukan penarikan kabel prategang. Pada

saat ini beban yang bekerja hanya berat sendiri struktur, beban pekerja dan

peralatan, sedangkan beban hidup belum bekerja sepenuhnya, jadi beban yang

bekerja sangat minimum, sementara gaya prategang yang bekerja adalah

maksimum karena belum ada kehilangan gaya prategang.

2. Tahap Service

Setelah beton prategang digunakan atau difungsikan sebagai komponen struktur,

maka mulailah masuk ke tahap service, atau tahap layan dari beton prategang

tersebut. Pada tahap ini beban luar seperti beban hidup, angin, dan gempa mulai

bekerja, sedangkan pada tahap ini semua kehilangan gaya prategang sudah harus

dipertimbangkan didalam analisa strukturnya.

Pada setiap tahap pembebanan pada beton prategang harus selalu dianalisis

terhadap kekuatan, daya layan, lendutan terhadap lendutan ijin, nilai retak terhadap nilai

batas yang dizinkan. Perhitungan untuk tegangan dapat dilakukan dengan pendekatan

kombinasi pembebanan.

2.5 Perencanaan Beton Prategang

Ada 2 (dua) metode perencanaan beton prategang, yaitu :

1. Metode beban kerja (working stress method)

Prinsip perencanaan disini ialah dengan menghitung tegangan yang terjadi akibat

pembebanan (tanpa dikalikan dengan faktor beban) dan membandingkan dengan te-

gangan yang di-ijinkan. Tegangan yang diijinkan dikalikan dengan suatu faktor ke-

lebihan tegangan (overstress factor) dan jika tegangan yang terjadi lebih kecil dari

tegangan yang di-ijinkan tersebut, maka struktur dinyatakan aman.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

15

2. Metode beban batas (limit state method)

Prinsip perencanaan disini didasarkan pada batas-batas tertentu yang dapat

dilampaui oleh suatu sistim struktur. Batas-batas ini ditetapkan terutama terhadap

kekuatan, kemampuan layan, keawetan, ketahanan terhadap beban, api, kelelahan

dan persyaratan-persyaratan khusus yang berhubungan dengan penggunaan struktur

tersebut. Dalam menghitung menghitung beban rencana maka beban harus

dikalikan dengan suatu faktor beban, sedangkan kapasitas bahan dikalikan dengan

suatu faktor reduksi kekuatan. Tahap batas (limit state) adalah suatu batas tidak

diinginkan yang berhubungan dengan kemungkinan kegagalan struktur.

2.6 Kontrol Tegangan Gelagar

Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal

sebagai berikut :

1. Kondisi pada saat transfer gaya prategang awal dengan beban terbatas (dead

load dan beban konstruksi).

2. Kehilangan gaya prategang.

3. Pada kondisi service dengan gaya prategang efektif (sudah diperhitungkan

kehilangan gaya prategangnya) dan beban maksimum (beban mati, beban hidup dan

pengaruh-pengaruh lain).

4. Perlu diperhitungkan pengaruh-pengaruh lain yang mempengaruhi struktur beton

prategang seperti adanya pengaruh sekunder pada struktur statis tak tentu, serta

perilaku struktur dari awal sampai waktu yang ditentukan.

Tegangan-tegangan yang diijinkan beton untuk struktur lentur berdasarkan SNI

2874-2013 yaitu:

Tegangan pada beton sesaat setelah penyaluran prategang (sebelum kehilangan

prategang tergantung waktu):

1. Tegangan tekan serat terluar : 0,6𝑓′𝑐𝑖 ……………………………………..(2.1)

2. Tegangan tarik beton : 0,5√𝑓′𝑐 ...…………………………………..(2.2)

Tegangan pada saat kondisi beban layan (sesudah memperhitungkan semua kehilangan

gaya prategang yang mungkin terjadi) :

1. Tegangan tekan serat terluar : 0,45𝑓′𝑐 ……………………………………..(2.3)

2. Tegangan tarik beton : 0,5√𝑓′𝑐 …………………………………….(2.4)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

16

Akibat gaya prategang dan akibat momen luar dihasilkan tegangan yang dihitung

dengan rumus berikut:

Tegangan di serat atas:

𝑓𝑐𝑎 = −𝑃𝑡

𝐴+

𝑃𝑡𝑒𝑠

𝑊𝑎−

𝑀𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘

𝑊𝑎 ………………………………..(2.5)

Tegangan di serat bawah:

𝑓𝑐𝑏 = −𝑃𝑡

𝐴−

𝑃𝑡𝑒𝑠

𝑊𝑏+

𝑀𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘

𝑊𝑏………………………………..(2.6)

keterangan:

𝑓′𝑐 = kuat tekan beton (MPa)

𝑓′𝑐𝑖 = kuat tekn beton initial (MPa)

𝑃𝑡 = gaya prategang (kN)

𝐴 = luas penampang gelagar (m2)

𝑒𝑠 = eksentrisitas tendon (m)

𝑀𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 = momen yang terjadi pada gelagar sesuai kondisi yang ditinjau (kNm)

𝑊𝑎 = tahanan momen sisi atas (m3)

𝑊𝑏 = tahanan momen sisi bawah (m3)

2.7 Kontrol Terhadap Lendutan

Lendutan yang terjadi pada jembatan tidak boleh melebihi batas maksimum.

Lendutan maksimum pada struktur jembatan yang menggunakan simple beam dihitung

dengan rumus berikut:

𝐿𝑒𝑛𝑑𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 =𝐿

800…………..……………..(2.7)

keterangan:

L = panjang jembatan (m)

2.8 Kontrol Terhadap Momen

Momen ultimit akibat kombinasi pembebanan pada jembatan harus lebih kecil

dari kapasitas momen yang ditentukan dengan rumus berikut:

𝑀𝑢 ≤ 𝜙𝑀𝑛 …..……………….……………..(2.8)

keterangan:

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

17

∅ = faktor reduksi momen

𝑀𝑢 = momen lentur terfaktor (Nm)

𝑀𝑢 = momen nominal penampang (Nm)

2.9 Kontrol Terhadap Geser

Struktur jembatan pada penampang yang dikenai gaya geser harus berdasarkan pada :

𝑉𝑢 ≤ 𝜙𝑉𝑛 …………………….……………..(2.9)

keterangan:

𝑉𝑢 = gaya geser ultimit pada penampang

𝑉𝑛 = kekuatan geser nominal

2.10 Kontrol Terhadap Torsi

Berdasarkan SNI beton gaya torsi yang mencapai nilai 𝑇𝑐𝑟 akan menimbulkan

gaya retak dan akan menambah gaya geser yang terjadi. Gaya torsi ultimit harus

memenuhi syarat berikut:

𝑇𝑐𝑟 < ∅𝑇𝑐𝑟

4 ……………………..…………..(2.10)

𝑇𝑐𝑟 =1

3√𝑓′𝑐 (

𝐴𝑐𝑝2

𝑃𝑐𝑝)………………….…………..(2.11)

keterangan:

𝐴𝑐𝑝 = luas penampang keseluruhan

𝑃𝑐𝑝 = keliling luar penampang

2.11 Kombinasi Beban

Gaya total terfaktor yang digunakan dalam perencanaan harus dihitung dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut :

𝑄 = ∑𝜂𝑖𝛾𝑖𝑄𝑖…………….…………………..(2.12)

keterangan:

𝜂𝑖 = faktor pengubah respons

𝛾𝑖 = faktor beban

𝑄𝑖 = gaya atau beban yang bekerja pada jembatan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

18

Komponen dan sambungan pada jembatan harus memenuhi Persamaan untuk kombinasi

beban-beban ekstrem seperti yang ditentukan pada setiap keadaan batas sebagai berikut:

Kuat I : Kombinasi pembebanan yang memperhitungkan gaya-gaya yang timbul

pada jembatan dalam keadaan normal tanpa memperhitungkan beban

angin. Pada keadaan batas ini, semua gaya nominal yang terjadi dikalikan

dengan faktor beban yang sesuai.

Kuat II : Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan penggunaan jembatan

untuk memikul beban kendaraan khusus yang ditentukan pemilik tanpa

memperhitungkan beban angin.

Kuat III : Kombinasi pembebanan dengan jembatan dikenai beban angin

berkecepatan 90 km/jam hingga 126 km/jam.

Kuat IV : Kombinasi pembebanan untuk memperhitungkan kemungkinan adanya

rasio beban mati dengan beban hidup yang besar.

Kuat V : Kombinasi pembebanan berkaitan dengan operasional normal jembatan

dengan memperhitungkan beban angin berkecepatan 90 km/jam hingga

126 km/jam.

Ekstrem I : Kombinasi pembebanan gempa. Faktor beban hidup γEQ yang

mempertimbangkan bekerjanya beban hidup pada saat gempa berlangsung

harus ditentukan berdasarkan kepentingan jembatan.

Ekstrem II : Kombinasi pembebanan yang meninjau kombinasi antara beban hidup

terkurangi dengan beban yang timbul akibat tumbukan kapal, tumbukan

kendaraan, banjir atau beban hidrolika lainnya, kecuali untuk kasus

pembebanan akibat tumbukan kendaraan (TC). Kasus pembebanan akibat

banjir tidak boleh dikombinasikan dengan beban akibat tumbukan

kendaraan dan tumbukan kapal

Layan I : Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan operasional jembatan

dengan semua beban mempunyai nilai nominal serta memperhitungkan

adanya beban angin berkecepatan 90 km/jam hingga 126 km/jam.

Kombinasi ini juga digunakan untuk mengontrol lendutan pada gorong-

gorong baja, pelat pelapis terowongan, pipa termoplastik serta untuk

mengontrol lebar retak struktur beton bertulang, dan juga untuk analisis

tegangan tarik pada penampang melintang jembatan beton segmental.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

19

Kombinasi pembebanan ini juga harus digunakan untuk investigasi

stabilitas lereng.

Layan II : Kombinasi pembebanan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya

pelelehan pada struktur baja dan selip pada sambungan akibat beban

kendaraan.

Layan III : Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada arah

memanjang jembatan beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol

besarnya retak dan tegangan utama tarik pada bagian badan dari jembatan

beton segmental.

Layan IV : Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada kolom

beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol besarnya retak.

Fatik : Kombinasi beban fatik dan fraktur sehubungan dengan umur fatik akibat

induksi beban yang waktunya tak terbatas.

Tabel 2. 3 Kelompok pembebanan

Beban Permanen Beban Transien

Nama Simbol Nama Simbol

Berat sendiri MS Beban lajur "D" TD

Beban mati tambahan MA Beban truk "T" TT

Tekanan tanah TA Gaya rem TB

Prategang PR Gaya sentrifugal TR

Pengaruh pelaksanaan tetap PL Beban pejalan kaki TP

Beban tumbukan TC

Beban angin EW

Beban gempa EQ

Susut/Rangkak SH

Gaya friksi BF

Pengaruh temperatur ET

Beban arus dan hanyut EU

Sumber : SNI 1725-2016

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

20

Tabel 2.4 Kombinasi faktor beban

Keadaan

Batas

MS

MA

TA

PR

PL

SH

TT

TD

TB

TR

TP

EU EWS EWL BF Eun TG ES

Gunakan salah satu

EQ TC TV

Kuat I 𝛾𝐷 1,80 1,00 - - 1,00 0,50/1,20 𝛾𝑇𝐺 𝛾𝐸𝑆 - - -

Kuat II 𝛾𝐷 1,40 1,00 - - 1,00 0,50/1,20 𝛾𝑇𝐺 𝛾𝐸𝑆 - - -

Kuat III 𝛾𝐷 - 1,00 1,40 - 1,00 0,50/1,20 𝛾𝑇𝐺 𝛾𝐸𝑆 - - -

Kuat IV 𝛾𝐷 - 1,00 - - 1,00 0,50/1,20 - - - - -

Kuat V 𝛾𝐷 - 1,00 0,40 1,0 1,00 0,50/1,20 𝛾𝑇𝐺 𝛾𝐸𝑆 - - -

Ekstrem I 𝛾𝐷 𝛾𝐸𝑄 1,00 - - 1,00 - - - 1,00 - -

Ekstrem II 𝛾𝐷 0,50 1,00 - - 1,00 - - - - 1,00 1,00

Daya layan I 1,00 1,00 1,00 0,30 1,0 1,00 1,00/1,20 𝛾𝑇𝐺 𝛾𝐸𝑆 - - -

Daya layan II 1,00 1,30 1,00 - - 1,00 1,00/1,20 - - - - -

Daya layan III 1,00 0,80 1,00 - - 1,00 1,00/1,20 𝛾𝑇𝐺 𝛾𝐸𝑆 - - -

Daya layan IV 1,00 - 1,00 0,70 - 1,00 1,00/1,20 - 1,00 - - -

Fatik (TD

dan TR) - 0,75 - - - - - - - - - -

Sumber : SNI 1725-2016

Tabel 2. 5 Kombinasi pembebanan RSNI T-02-2005

Aksi Faktor

Beban

Layan Faktor

Beban

Ultimit

1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

Aksi Permanen:

Berat Sendiri MS 1 √ √ √ √ √ √ 1,2 √ √ √ √ √ √

Beban mati tambahan MA 1 √ √ √ √ √ √ 2 √ √ √ √ √ √

Aksi Transien:

Beban lajur atau

beban truk TD/TT 1 √ √ √ √ √ 1,8 √ √ √ √ √

Gaya rem TB 1 √ √ √ √ √ 1,8 √ √ √ √

Beban pejalan kaki TP 1 √ 1,8 √

Beban Angin TW 1 √ √ √ √ 1,2 √ √ √ √

Aksi khusus:

Gempa EQ N/A 1 √

Sumber : RSNI T-02-2005

2.12 Pembebanan Pada Jembatan Berdasarkan SNI 1725:2016

2.12.1 Beban Mati

Beban mati jembatan merupakan kumpulan berat setiap komponen struktural

dan nonstruktural. Setiap komponen ini harus dianggap sebagai suatu kesatuan aksi

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

21

yang tidak terpisahkan pada waktu menerapkan faktor beban normal dan faktor beban

terkurangi.

1. Beban Sendiri (MS)

Berat sendiri adalah berat bagian tersebut dan elemen-elemen struktural lain yang

dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang

merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen nonstruktural yang

dianggap tetap.

Tabel 2. 6 Faktor beban untuk berat sendiri

Tipe beban

Faktor beban (𝛾𝑀𝑆)

Keadaan Batas Layan (𝛾𝑆𝑀𝑆

) Keadaan Batas Ultimit ( 𝛾𝑈𝑀𝑆

)

Bahan Biasa Terkurangi

Tetap

Baja 1,00 1,10 0,90

Aluminium 1,00 1,10 0,90

Betom pracetak 1,00 1,20 0,85

Beton dicor ditempat 1,00 1,30 0,75

Kayu 1,00 1,40 0,70

Sumber : SNI 1725:2016

Tabel 2. 7 Berat isi untuk beban mati

No Bahan Berat isi

(kN/m3)

Kerapatan

massa (kg/m3)

1 Lapisan permukaan beraspal

(bituminous wearing surfaces) 22,0 2245

2 Besi tuang (cast iron) 71,0 7240

3 Timbunan tanah dipadatkan

(compacted sand, silt or clay) 17,2 1755

4 Kerikil dipadatkan

(rolled gravel, macadam or ballast) 18,8-22,7 1920-2315

5 Beton aspal (asphalt concrete) 22,0 2245

6 Beton ringan (low density) 12,25-19,6 1250-2000

7 Beton 𝑓′𝑐 < 35 MPa 22,0-25,0 2320

35 < 𝑓′𝑐 <105 MPa 22+0,022𝑓′𝑐 2240+2,29𝑓′𝑐

8 Baja (steel) 78,5 7850

9 Kayu (ringan) 7,8 800

10 Kayu keras (hard wood) 11,0 1125

Sumber : SNI 1725:2016

2. Beban Mati Tambahan (MA)

Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban

pada jembatan yang merupakan elemen nonstruktural, dan besarnya dapat berubah

selama umur jembatan.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

22

Tabel 2. 8 Faktor beban untuk beban mati tambahan

Tipe beban

Faktor beban (𝛾𝑀𝐴)

Keadaan Batas Layan (𝛾𝑆𝑀𝐴

) Keadaan Batas Ultimit ( 𝛾𝑈𝑀𝐴

)

Keadaan Biasa Terkurangi

Tetap Umum 1,00 2,00 0,70

Khusus (terawasi) 1,00 1,40 0,80

Sumber : SNI 1725:2016

2.12.2 Beban Lalu Lintas

1. Beban Lajur “D”

Beban lajur "D" terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan beban

garis (BGT).

Tabel 2. 9 Faktor beban lajur

Tipe

beban Jembatan

Faktor beban (𝛾𝑇𝐷)

Keadaan Batas Layan (𝛾𝑆𝑇𝐷

) Keadaan Batas Ultimit ( 𝛾𝑈𝑇𝐷

)

Transien Beton 1,00 1,80

Boks Girder Baja 1,00 2,00

Sumber : SNI 1725:2016

Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran q tergantung

pada panjang total yang dibebani L yaitu seperti berikut :

Jika 𝐿 ≤ 30 𝑚 ∶ 𝑞 = 9,0 𝑘𝑃𝑎………………..(2.13)

Jika 𝐿 > 30 𝑚 ∶ 𝑞 = 9,0 (0,5 + 15

𝐿) 𝑘𝑃𝑎…...(2.14)

Keterangan:

q = intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan (kPa)

L = panjang total jembatan yang dibebani (m)

Gambar 2.7 Beban lajur "D"

Sumber : SNI 1725:2016

Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas 49 kN/m harus ditempatkan tegak

lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

23

2. Beban truk (TT)

Pembebanan truk "T" terdiri atas kendaraan truk semi trailer yang mempunyai

susunan dan berat gandar. Berat dari tiap-tiap gandar disebarkan menjadi dua beban

merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan

lantai. Jarak antara dua gandar tersebut bisa diubah-ubah dari 4,0 m sampai dengan

9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.

Tabel 2. 10 Faktor beban untuk beban truk

Tipe

beban Jembatan

Faktor beban

Keadaan Batas Layan (𝛾𝑆𝑇𝑇

) Keadaan Batas Ultimit ( 𝛾𝑈𝑇𝑇

)

Transien

Beton 1,00 1,80

Boks Girder

Baja 1,00 2,00

Sumber : SNI 1725:2016

Gambar 2.8 Pembebana truk 500 kN

Sumber : SNI 1725:2016

3. Faktor Beban Dinamis (FBD)

Faktor Beban Dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang

bergerak dan jembatan. Besarnya nilai tambah dinyatakan dalam fraksi dari beban

statis. Untuk beban truk digunakan FDB sebesar 30%. BTR dari pembebanan lajur

“D” dapat ditentukan dengan gambar 2.9.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

24

Gambar 2. 9 Faktor beban dinamis untuk pembebanan lajur "D”

Sumber : SNI 1725:2016

4. Pejalan Kaki (TP)

Semua komponen trotoar yang lebih lebar dari 600 mm harus direncanakan untuk

memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa dan dianggap bekerja secara

bersamaan dengan beban kendaraanpada masing-masing lajur kendaraan.

5. Beban Rem

Gaya rem harus diambil yang terbesar dari :

a. 25% dari berat gandar truk desain atau;

b. 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR

Gaya rem ditempatkan di semua lajur rencana dan yang berisi lalu lintas dengan

arah yang sama. Gaya ini harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada

jarak 1800 mm diatas permukaan jalan pada masing-masing arah longitudinal dan

dipilih yang terbesar.

2.12.3 Beban Angin

1. Tekanan angin horizontal

Tekanan angin diasumsikan disebabkan oleh angin rencana dengan kecepatan dasar

(VB) sebesar 90 hingga 126 km/jam. Beban angin harus diasumsikan terdistribusi

secara merata pada permukaan yang terekspos oleh angin Untuk jembatan atau

bagian jembatan dengan elevasi lebih tinggi dari 10000 mm diatas permukaan tanah

atau permukaan air, kecepatan angin rencana (VDZ) harus dihitung dengan persamaan

sebagai berikut:

𝑉𝐷𝑍 = 2,5 𝑉𝑜 (𝑉10

𝑉𝐵) ln (

𝑍

𝑍0) ………………………………..(2.15)

keterangan :

VDZ = kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam)

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

25

V10 = kecepatan angin pada elevasi 10000 mm di atas permukaan tanah atau di

atas permukaan air rencana (km/jam)

VB = kecepatan angin rencana yaitu 90 hingga 126 km/jam pada elevasi 1000

mm

Z = elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari permukaan air

dimana beban angin dihitung (Z > 10000 mm)

Vo = kecepatan gesekan angin, yang ditentukan dalam Tabel 2.9, untuk berbagai

macam tipe permukaan di hulu jembatan (km/jam)

Zo = panjang gesekan di hulu jembatan ditentukan pada Tabel 2.11 (mm)

Tabel 2. 11 Nilai V0 dan Z0 untuk berbagai variasi kondisi permukaan hulu

Kondisi Lahan Terbuka Sub Urban Kota

V0 (km/jam) 13,2 17,6 19,3

Z0 (km/jam) 70 1000 2500

Sumber : SNI 1725:2016

2. Beban angin pada struktur (EWs)

Tekanan angin rencana dalam MPa dapat ditetapkan dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut:

𝑃𝐷 = 𝑃𝐵 (𝑉𝐷𝑍

𝑉𝐵) 2 ………………………………..(2.16)

keterangan :

PB = tekanan angin dasar ditentukan dalam tabel 2.12.

Tabel 2. 12 Tekanan angin dasar Komponen bangunan atas Angin tekan (MPa) Angin hisap (MPa)

Rangka, kolom, dan pelengkung 0,0024 0,0012

Balok 0,0024 N/A

Permukaan datar 0,0019 N/A

Sumber : SNI 1725:2016

3. Beban angina pada kendaraan (EWl)

Tekanan angin rencana harus dikerjakan baik pada struktur jembatan maupun pada

kendaraan yang melintasi jembatan. Jembatan harus direncanakan memikul gaya

akibat tekanan angin pada kendaraan, dimana tekanan tersebut harus diasumsikan

sebagai tekanan menerus sebesar 1,46 N/mm, tegak lurus dan bekerja 1800 mm

diatas permukaan jalan.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

26

2.12.4 Pengaruh Gempa

Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk runtuh

namun dapat mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan terhadap pelayanan

akibat gempa. Pada penelitian ini pengaruh gempa direncanakan menggunakan metode

beban statis dan beban dinamis berdasarkan respon spectrum pada daerah Ciamis.

2.13 Pembebanan Jembatan Berdasarkan RSNI T-02-2005

2.13.1 Beban Mati

1. Berat Sendiri

Berat sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan elemen-

elemen struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah berat bahan

dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen

non struktural yang dianggap tetap.

Tabel 2. 13 Berat isi untuk beban mati

No Bahan Berat/Satuan Isi

(kN/m3)

Kerapatan Massa

(kg/m3)

1 Campuran aluminium 26,7 2720

2 Lapisan permukaan beraspal 22 2240

3 Besi tuang 71 7200

4 Timbunan tanah dipadatkan 17,2 1760

5 Kerikil dipadatkan 18,8-22,7 1920-2320

6 Aspal beton 22 2240

7 Beton ringan 12,25-19,6 1250-2000

8 Beton ringan 22,0-25,0 2240-2600

9 Beton prategang 25,0-26,0 2560-2640

10 Beton Bertulang 23,5-25,5 2400-2600

11 Timbal 111 11 400

12 Lempung lepas 12,5 1280

13 Batu pasangan 23,5 2400

14 Neoprin 11,3 1150

15 Pasir kering 15,7-17,2 1600-1760

16 Pasir basah 18,0-18,8 1840-1920

17 Lumpur lunak 17,2 1760

18 Baja 77 7850

19 Kayu (ringan) 7,8 800

20 Kayu (keras) 11 1120

21 Air murni 9,8 1000

22 Air garam 10 1025

Sumber : RSNI T-02-2005

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

27

Tabel 2. 14 Faktor beban untuk berat sendiri

Jangka

Waktu

Faktor Beban

K K

Biasa Terkurangi

Tetap

Baja, aluminium 1 1,1 0,9

Beton pra cetak 1 1,2 0,85

Beton dicor ditempat 1 1,3 0,75

Kayu 1 1,4 0,7

Sumber : RSNI T-02-2005

2. Beban Mati Tambahan (MA)

Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban

pada jembatan yang merupakan elemen nonstruktural, dan besarnya dapat berubah

selama umur jembatan.

Tabel 2. 15 Faktor beban untuk beban mati tambahan

Jangka Waktu

Faktor Beban

K K

Biasa Terkurangi

Tetap Keadaan umum 1,00 (1) 2,00 0,70

Keadaam khusus 1,00 1,40 0,80

Catatan: (1) Faktor beban daya layan 1,3 digunakan untuk berat utilitas

Sumber : RSNI T-02-2005

2.13.2 Beban Lalu Lintas

1. Beban lajur (D)

Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan

beban garis (BGT). Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas 𝑞 kPa, dimana

besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut:

Jika 𝐿 ≤ 30 𝑚 ∶ 𝑞 = 9,0 𝑘𝑃𝑎……………….(2.17)

Jika 𝐿 > 30 𝑚 ∶ 𝑞 = 9,0 (0,5 + 15

𝐿) 𝑘𝑃𝑎…(2.18)

keterangan :

𝑞 = intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan

𝐿 = panjang total jembatan yang dibebani (meter)

Beban garis (BGT) dengan intensitas 𝑝 kN/m harus ditempatkan tegak lurus

terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas 𝑝 adalah 49,0 kN/m.

Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus,

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

28

BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang

jembatan pada bentang lainnya.

Gambar 2. 10 Beban lajur (D) Sumber : RSNI T-02-2005

Beban "D" harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga

menimbulkan momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan

BGT dari beban "D" pada arah melintang harus sama.

Gambar 2. 11 Penyebaran pembebanan pada arah melitang

Sumber : RSNI T-02-2005

Tabel 2. 16 Faktor beban akibat beban lajut "D"

Jangka waktu Faktor beban

Transien K K

1,0 1,8

Sumber : RSNI T-02-2005

2. Beban truk (T)

Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai

susunan dan berat as. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban

merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

29

lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk

mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.

Gambar 2. 12 Pembebanan truk (500 kN)

Sumber : RSNI T-02-2005

Tabel 2. 17 Faktor beban akibat beban truk "T"

Jangka waktu Faktor beban

Transien KS;TT KU;TT

1,0 1,8

Sumber : RSNI T-02-2005

3. Faktor Beban Dinamis (FBD)

Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang

bergerak dengan jembatan. Untuk perencanaan, FBD dinyatakan sebagai beban

statis ekuivalen. Besarnya BGT dari pembebanan lajur "D" dan beban roda dari

Pembebanan Truk "T" harus cukup untuk memberikan terjadinya interaksi antara

kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya nilai tambah dinyatakan

dalam fraksi dari beban statis. FBD ini diterapkan pada keadaan batas daya layan

dan batas ultimit

Gambar 2. 13 Faktor beban dinamis untuk BGT pembebanan lajur "D"

Sumber : RSNI T-02-2005

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

30

4. Pejalan Kaki (TP)

Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul

pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa.

Tabel 2. 18 Faktor beban akibat pembebanan untuk pejalan kaki

Jangka waktu Faktor beban

Transien KS;TP KU;TP

1,0 1,8

Sumber : RSNI T-02-2005

5. Gaya Rem

Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan akibat gaya rem dan traksi,

harus ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai

dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua

jalur lalu lintas, tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu

jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu

jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan.

Tabel 2. 19 Faktor beban akibat gaya rem

Jangka waktu Faktor beban

Transien KS;TB KU;TB

1,0 1,8

Sumber : RSNI T-02-2005

2.13.3 Beban Angin

Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung

kecepatan angin rencana seperti berikut:

TEW = 0,0006 Cw (Vw)2 Ab ………………………………..(2.19)

keterangan :

VW = kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau

CW = koefisien seret

Ab = luas koefisien bagian samping jembatan (m2)

Luas ekuivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif

dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Angin harus dianggap bekerja

secara merata pada seluruh bangunan atas. Apabila suatu kendaraan sedang berada

diatas jembatan, beban garis merata tambahan arah horisontal harus diterapkan pada

permukaan lantai seperti diberikan dengan rumus:

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

31

TEW = 0,0012 Cw (Vw)2 Ab ………………………….(2.20)

Keterangan:

CW = 1.2

Tabel 2. 20 Koefisien seret CW Tipe Jembatan CW

Bangunan atas masif: (1), (2)

b/d = 1,0 2,1 (3)

b/d =2,0 1,5 (3)

b/d >6,0 1,25 (3)

Bangunan atas rangka 1,2

CATATAN (1) b = lebar keseluruhan jembatan

d = tinggi bangunan atas

CATATAN (2) Untuk harga antara b/d bisa di interpolasi linier

CATATAN (3) Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, CW harus dinaikkan sebesar 3% untuk

setiap derajat superelevasi, dengan kenaikan maksimum 2,5%

Sumber : RSNI T-02-2005

2.13.4 Beban Gempa

Jembatan harus direncanakan terhadap beban gempa agar memiliki

kemungkinan kecil untuk runtuh. Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan

batas ultimit.

Gambar 2. 14 Peta zona gempa Indonesia

Sumber : RSNI T-02-2005

Tabel 2. 21 Faktor beban akibat pengaruh gempa

Jangka waktu Faktor beban

Transien KS;EQ KU;EQ

Tak dapat digunakan 1,0

Sumber : RSNI T-02-2005

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

32

Perhitungan pengaruh beban gempa mengacu pada SNI 2833:2008 Standar

Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan. Pada pera gempa tahun 2010 Kota

Ciamis berada pada wilayah 3. Untuk menentukan gaya gempa statis digunakan rumus

berikut:

𝐸𝑄 =𝐶

𝑅𝑑× 𝑊𝑇………………………………..(2.21)

Koefisien geser elastis ditemtukan dengan rumus sebagai berikut:

𝐶 =𝐴.𝑅.𝑆

𝑍………………….…………..(2.22)

keterangan:

EQ = Gaya hempa horizontal statis (kN)

C = Koefisien respon elastik

R = Faktor modifikasi respons

WT = Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa (kN)

2.14 Studi Literatur

Studi literatur adalah mencari referensi teori yang sesuai dengan kasus atau

permasalahan yang ditemukan. Studi literature dapat dilakukan melalui buku, laporan,

jurnal, dan internet. Tujuan dilakukannya studi literatur adalah untuk memperkuat

permasalahan serta sebagai dasar teori dalam melakukan studi dan juga menjadi dasar

untuk penelitian tugas akhir ini.

Berikut merupakan strudi literatur yang berjudul Analisa Pembebanan Peraturan

BMS-1992 dan SNI 1725-2016 pada Jembantan Standar Beton Bertulang 20 Meter

yang ditulis oleh Hadi Kusuma mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil

Universitas Andalas. Informasi yang terdapat pada tugas akhir ini sebagai berikut:

Panjang Bentang = 20 m

Lebar Jembatan = 8,5 m

Jarak Antar Gelagar Melintang = 5 m

Jarak Antar Gelagar Memanjang = 1,7 m

Mutu Beton = K-300

1. Mutu beton K-300 (Girder)

𝑓’𝑐 = 25 MPa

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/494/5/05 Bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. · sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern. b

33

𝐸𝑐 = 23.500 MPa

2. Baja Tulangan

Mutu baja BJTD-40

𝑓𝑦 = 400 Mpa

𝑓𝑢 = 520 Mpa

𝐸𝑦 = 200.000 MPa