bab ii tinjauan pustakaeprints.itenas.ac.id/494/5/05 bab 2 222015172.pdf · 2019. 8. 26. ·...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jembatan
2.1.1 Pengertian Jembatan Secara Umum
Jembatan adalah suatu konstruksi yang berfungsi utuk menghubungkan dua
jalan yang terputus akibat adanya suatu rintangan yang berada pada posisi yang lebih
rendah. Rintangan ini dapat berupa jalan aliran sungai, jurang, saluran irigasi, dan jalan
lalu lintas biasa. Jembatan merupakan prasarana yang sangat penting dalam jaringan
jalan.
Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan menyilang
sungai/saluran air, lembah, atau menyilang jalan lain yang tidak sama tinggi
permulaannya. Dalam perencanaan dan perancangan jembatan sebaiknya
mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis, dan estetika-
arsitektural yang meliputi aspek lalu lintas, aspek teknis, aspek estetika (Supriyadi dan
Muntohar, 2007).
2.1.2 Klasifikasi Jembatan
Menurut Siswanto (1999), jembatan dapat diklasifikasikan menjadi bermacam-
macam jenis/tipe menurut fungsi, keberadaan, material yang dipakai, jenis lantai
kendaraan dan lain-lain seperti berikut:
1. Jembatan ditinjau dari material yang digunakan:
a. Jembatan kayu (log bridge)
Jembatan kayu merupakan jembatan sederhana ditinjau dari segi konstruksi yang
sangat mudah, atau dapat diterjemahkan struktur terbuat dari material kayu yang
sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern.
b. Jembatan baja (steel bridge)
Jembatan yang menggunakan berbagai macam komponen dan sistem struktur
baja: deck, girder, rangka batang, pelengkung, penahan dan penggantung kabel,
pada rangka batang tersebut terdiri dari batang tarik dan batang tekan.
6
c. Jembatan beton (concrete bridge)
Jembatan dengan beton bertulang pada umumnya hanya digunakan untuk bentang
jembatan yang pendek. Untuk bentang yang panjang seiring dengan
perkembangan jaman ditemukan beton prategang. Dengan beton prategang
bentang jembatan yang panjang dapat dibuat dengan mudah.
d. Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge)
Jembatan beton prategang merupakan suatu perkembangan dari bahan beton.
Pada Jembatan beton prategang diberikan gaya prategang awal yang dimaksudkan
untuk mengimbangi tegangan yang terjadi akibat beban. Jembatan beton
prategang dapat dilaksanakan dengan dua sistem yaitu post tension dan pre
tension. Pada sistem post tension tendon prategang ditempatkan di dalam duct
setelah beton mengeras dan transfer gaya prategang dari tendon pada beton
dilakukan dengan penjangkaran di ujung gelagar. Pada pre tension beton dituang
mengelilingi tendon prategang yang sudah ditegangkan terlebih dahulu dan
transfer gaya prategang terlaksana karena adanya ikatan antara beton dengan
tendon.
e. Jembatan komposit (composite bridge)
Jembatan yang mengkombinasikan dua material atau lebih dengan sifat bahan
yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan sifat
gabungan yang lebih baik
f. Jembatan pasangan batu kali/bata
Jembatan jenis ini seluruh struktur baik struktur atas dan struktur bawah dibuat
dari pasangan batu kali atau bata merah yang merupakan jenis jembatan dengan
system gravitasi yang kekuatanya mengandalkan dari berat struktur. Bentuk dari
jembatan ini sebagian besar berbentuk struktur lengkung dibagian bentang yang
harus menahan beban utama.
2. Jembatan ditinjau dari bentuk struktur konstruksinya:
a. Jembatan gelagar biasa
Jembatan seperti ini digunakan pada jembatan bentang pendek sampai sedang dan
beban hidup yang lewat relative kecil seperti jembatan penyebrang orang dan
sebagainya. Gelagar induk jembatan ini merupakan struktur balok biasa yang
menumpu pada kedua abutmen dengan susunan struktur.
7
b. Jembatan rangka
Jembatan rangka batang mempunyai tipe rangka yang banyak jenisnya. Stuktur
jembatan jenis ini terbuat dari material baja digunakan untuk bentang jembatan
yang relatif panjang, biasanya yang umum ditemukan struktur rangka batang
dipasang di bagian kiri dan kanan.
Gambar 2. 1 Jembatan rangka
Sumber : http://transteelnusagemilang.com
c. Jembatan gantung
Jembatan gantung merupakan struktur jembatan yang terdiri dari struktur
penopang yang berupa tiang, pilar atau menara, struktur jembatan berupa gelagar
induk dan gelagar melintang, lantai kendaraan, pejangkar kabel dan kabel
penggantung. Jembatan gantung terdiri dari dua kabel besar atau kabel utama
yang menggantung dari dua pilar atau tiang utama dimana ujung-ujung kabel
tersebut diangkurkan pada pondasi yang biasanya terbuat dari beton.
Gambar 2. 2 Jembatan gantung
Sumber : kawansipil.blogspot.com
8
d. Jembatan kabel penahan
Jembatan kabel merupakan suatu pengembangan dari jembatan gantung dimana
terdapat juga dua pilar atau tower. Akan tetapi pada jembatan kabel dek jembatan
langsung di hubungkan ke tower dengan menggunakan kabel-kabel yang
membentuk formasi diagonal. Pada jembatan kabel umumnya deknya terbuat dari
beton.
Gambar 2. 3 Jembatan kabel penahan
Sumber : http://toma.id
e. Jembatan pelengkung/busur
Merupakan suatu tipe jembatan yang menggunakan prinsip kestabilan dimana
gaya-gaya yang bekerja di atas jembatan di transformasikan ke bagian akhir
lengkung atau abutment.
Gambar 2. 4 Jembatan pelengkung
Sumber : https://id.wikibooks.org
f. Jembatan kantilever
Jembatan kantilever adalah merupakan pengembangan jembatan balok. Tipe
jembatan kantilever ini ada dua macam yaitu tipe cantilever dan tipe cantilever
with suspended span. Pada jembatan kantilever, sebuah pilar atau tower dibuat
9
dimasing-masing sisi bagian yang akan disebrangi dan jembatan dibangun
menyamping berupa kantilever dari masing-masing pilar atau tower. Tower ini
mendukung seluruh beban pada lengan kantilever.
2.2 Komponen Jembatan Secara Umum
Secara umun komponen jembatan dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu
komponen struktur atas, komponen struktur bawah dan komponen struktur pelengkap.
1. Komponen struktur atas
Struktur atas jembatan merupakan bagian yang menerima beban langsung yang
meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalulintas kendaraan,
gaya rem, beban pejalan kaki, dan lain-lain. Komponen struktur atas jembatan
umumnya meliputi :
a. Lapisan permukaan/perkerasan (wearing surface), yang berfungsi sebagai penahan
kontak kendaraan yang melintas di atas jembatan dan meneruskannya ke struktur di
bawahnya.
b. Deck, yaitu merupakan luasan fisik dari jalan raya yang melintasi rintangan yang
harus dijembatani. Fungsi utama dari deck adalah mendistribusikan beban
sepanjang potongan melintang jembatan dan merupakan bagian yang menyatu pada
sistem struktural.
c. Gelagar induk (primary member), yang terbentang dari titik tumpu satu ke titik
tumpu lain. Gelagar-gelagar ini terdiri dari batang diagonal, horisontal dan vertikal
yang membentuk rangka utama dan terletak pada kedua sisi jembatan. Fungsi dari
gelagar induk adalah untuk mendistribusikan beban secara longitudinal (menahan
ledutan).
d. Gelagar sekunder (secondary member) yang berfungsi sebagai pengikat antar
gelagar induk berupa diafragma maupun bracing yang berfungsi sebagai penahan
deformasi lateral (lateral bracing).
2. Komponen struktur bawah (sub structure)
Komponen struktur bawah jembatan berfungsi memikul seluruh beban struktur atas
dan beban lain yang ditumbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan hanyutan,
tumbukan, dan gesekan pada tumpuan. Untuk kemudian disalurkan ke fondasi.
Selanjutnya beban-beban tersebut disalurkan oleh pondasi ke tanah dasar. Struktur
bawah jembatan umumnya meliputi :
10
a. Pilar, berfungsi untuk menyalurkan gaya-gaya vertikal dan horizontal dari
bangunan atas pada pondasi.
b. Pangkal (abutment), pangkal menyalurkan gaya vertikal dan horizontal dari
bangunan atas pada pondasi dengan fungsi tambahan untuk mengadakan peralihan
tumpuan dari timbunan jalan pendekat ke bangunan atas jembatan
c. Perletakan (bearings), yaitu sistem mekanikal yang berfungsi menyalurkan beban
vertikal dari struktur atas ke struktur bawah. Bearings terdiri dari dua macam yaitu
bearing yang menahan gerakan rotasi dan translasi longitudinal disebut expansion
joint dan bearings yang menahan gerakan rotasi saja disebut fixed bearings.
d. Dudukan/perletakan (pedestals) yaitu kolom pendek yang berada di atas abutment
atau pilar yang mendukung secara langsung gelagar utama struktur atas.
e. Dinding belakang (back wall) yaitu komponen utama dari abutment yang berfungsi
sebagai struktur penahan tanah.
f. Dinding sayap (wing wall) yaitu dinding belakang abutment yang berfungsi untuk
menahan keruntuhan tanah di sekitar abutmen.
g. Pondasi, yaitu struktur bagian bawah yang berfungsi sebagai penerus beban di
atasnya ke tanah dasar.
3. Komponen struktur pelengkap
Komponen pelengkap merupakan komponen jembatan yang berfungsi sebagai
pelengkap dari suatu struktur jembatan, yang termasuk kedalam komponen ini adalah :
a. Underdrain, yaitu fasilitas drainase yang terbuat dari pipa yang berfungsi sebagai
sarana mengalirkan air di permukaan dari struktur.
b. Pengaman lalu lintas, yaitu omponen pelengkap jembatan untuk menghindari
kecelakaan saat melitasi jembatan dapat terbuat dari beton maupun baja yang
disebut hand railing.
2.3 Jembatan Beton Prategang
Beton prategang atau beton pratekan merupakan beton bertulang yang telah
diberikan tegangan tekan dalam untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton
akibat beban kerja (Manual Perencanaan Beton Pratekan Untuk Jembatan Dirjen Bina
Marga, 2011). Material yang digunakan untuk sistem ini adalah material beton dan
sistem kabel. Sistem kabel terdiri dari kabel (wire, strand, bar), selongsong dan angkur
(angkur hidup, angkur mati).
11
2.3.1 Beton Prategang
Beton adalah suatu material yang tahan terhadap tekanan, akan tetapi tidak tahan
terhadap tarikan. Sedangkan baja adalah suatu material yang sangat tahan terhadap
tarikan. Dengan mengkombinasikan antara beton dan baja dimana beton yang menahan
tekanan sedangkan tarikan ditahan oleh baja akan menjadi material yang tahan terhadap
tekanan dan tarikan yang dikenal sebagai beton bertulang (reinforced concrete).
Pada beton prategang, kombinasi antara beton dengan mutu yang tinggi dan baja
bermutu tinggi dikombinasikan dengan cara aktif, sedangan beton bertulang
kombinasinya secara pasif. Cara aktif ini dapat dicapai dengan cara menarik baja
dengan menahannya kebeton, sehingga beton dalam keadaan tertekan. Karena
penampang beton sebelum beban bekerja telah dalam kondisi tertekan, maka bila beban
bekerja tegangan tarik yang terjadi dapat di-eliminir oleh tegangan tekan yang telah
diberikan pada penampang sebelum beban bekerja.
2.3.2 Baja Prategang
Didalam praktek baja prategang (tendon) yang dipergunakan ada tiga macam, yaitu :
a. Kawat tunggal (wire)
Kawat tunggal ini biasanya dipergunakan dalam beton prategang dengan sis-
tem pra-tarik (pretension method).
b. Untaian kawat (strand)
Untaian kawat ini biasanya dipergunakan dalam beton prategang dengan sistem
pasca-tarik (post-tension).
c. Kawat batangan (bar)
Kawat batangan ini biasanya digunakan untuk beton prategang dengan sistem pra-
tarik (pretension).
Jenis-jenis lain tendon yang sering digunakan untuk beton prategang pada sitem
pre-tension adalah seven-wire strand dan single-wire. Untuk seven-wire ini, satu bundel
kawat teriri dari 7 buah kawat, sedangkan single wire terdiri dari kawat tunggal.
Sedangkan untuk beton prategang dengan sistem post-tension sering digunakan tendon
monostrand, batang tunggal, multi-wire dan multi-strand. Untuk jenis post-tension
method ini tendon dapat bersifat bonded ( dimana saluran kabel diisi dengan material
grouting ) dan unbonded saluran kabel di-isi dengan minyak gemuk atau grease.
12
Tabel 2.1 Tipikal baja prategang
Jenis Baja
Prategang
Diameter
(mm)
Luas
(mm2)
Beban Putus
(kN)
Tegangan Tarik
(Mpa)
Kawat Tunggal
(wire)
3 7,1 13,5 1900
4 12,6 22,1 1750
5 19,6 31,4 1600
7 38,5 57,8 1500
8 50,3 70,4 1400
Untaian Kawat
(strands)
9,3 54,7 102 1860
12,7 100 184 1840
15,2 143 250 1750
Kawat Batangan
(bar)
23 415 450 1080
26 530 570 1080
29 660 710 1080
32 804 870 1080
38 1140 1230 1080
Sumber: Konstruksi Beton Pratekan, Ir. Soetoyo
Tabel 2.2 Common Types from CPCI Metric Design Manual
Tendon Type Grade
(Mpa)
Size
Designation
Nominal Dimension Mass
(kg/m) Diameter
(mm)
Area
(mm2)
seven - wire
strands
1860 9 9,53 55 0,432
1860 11 11,13 74 0,582
1860 13 12,7 99 0,775
1860 15 15,24 140 1,09
1760 16 15,47 148 1,173
Prestressing
Wire
1550 5 5 19,6 0,154
1720 5 5 19,6 0,154
1620 7 7 38,5 0,302
1760 7 7 38,5 0,302
Deformed
Prestressing Bar
1080 15 15 177 1,44
1030 26 26,5 551 4,48
1100 26 26,5 551 4,48
1030 32 32 804 6,53
1100 32 32 804 6,53
1030 36 36 1018 8,27
Sumber: Konstruksi Beton Pratekan, Ir. Soetoyo
2.3.3 Metode Prategang
Pada dasarnya ada 2 macam metode pemberian gaya prategang pada beton,
yaitu:
13
1. Pra tarik (Pre-Tension)
Metode ini baja prategang diberi gaya prategang terlebuh dahulu sebelum beton
dicor, oleh karena itu disebut pretension method. Setelah gaya prategang ditransfer pada
beton, balok beton tersebut akan melengkung keatas sebelum menerima beban kerja.
Setelah beban kerja bekerja, maka balok beton tersebut akan rata.
Gambar 2. 5 Metode pratarik
Sumber : Konstruksi Beton Pratekan, Ir. Soetoyo
2. Pascatarik (Post-Tension)
Pada metode Pascatarik, beton dicetak terlebih dahulu, dimana sebelumnya telah
disiapkan saluran kabel atau tendon yang disebut duct. Secara singkat metode ini dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Gambar 2. 6 Metode pascatarik
Sumber : Konstruksi Beton Pratekan, Ir. Soetoyo
14
2.4 Tahap Pembebanan
Beton prategang memiliki dua tahap pembebanan, tidak seperti pada beton
bertulang biasa. Pada setiap tahap pembebanan harus selalu diadakan pengecekan atas
kondisi pada bagian yang tertekan maupun bagian yang tertarik untuk setiap
penampang. Dua tahap pembebanan pada beton prategang adalah Tahap transfer dan
Tahap service.
1. Tahap Transfer
Untuk metode pratarik, tahap transfer ini terjadi pada saat angkur dilepas dan gaya
prategang ditransfer ke beton. Untuk metode pascatarik, tahap transfer ini terjadi
pada saat beton sudah cukup umur dan dilakukan penarikan kabel prategang. Pada
saat ini beban yang bekerja hanya berat sendiri struktur, beban pekerja dan
peralatan, sedangkan beban hidup belum bekerja sepenuhnya, jadi beban yang
bekerja sangat minimum, sementara gaya prategang yang bekerja adalah
maksimum karena belum ada kehilangan gaya prategang.
2. Tahap Service
Setelah beton prategang digunakan atau difungsikan sebagai komponen struktur,
maka mulailah masuk ke tahap service, atau tahap layan dari beton prategang
tersebut. Pada tahap ini beban luar seperti beban hidup, angin, dan gempa mulai
bekerja, sedangkan pada tahap ini semua kehilangan gaya prategang sudah harus
dipertimbangkan didalam analisa strukturnya.
Pada setiap tahap pembebanan pada beton prategang harus selalu dianalisis
terhadap kekuatan, daya layan, lendutan terhadap lendutan ijin, nilai retak terhadap nilai
batas yang dizinkan. Perhitungan untuk tegangan dapat dilakukan dengan pendekatan
kombinasi pembebanan.
2.5 Perencanaan Beton Prategang
Ada 2 (dua) metode perencanaan beton prategang, yaitu :
1. Metode beban kerja (working stress method)
Prinsip perencanaan disini ialah dengan menghitung tegangan yang terjadi akibat
pembebanan (tanpa dikalikan dengan faktor beban) dan membandingkan dengan te-
gangan yang di-ijinkan. Tegangan yang diijinkan dikalikan dengan suatu faktor ke-
lebihan tegangan (overstress factor) dan jika tegangan yang terjadi lebih kecil dari
tegangan yang di-ijinkan tersebut, maka struktur dinyatakan aman.
15
2. Metode beban batas (limit state method)
Prinsip perencanaan disini didasarkan pada batas-batas tertentu yang dapat
dilampaui oleh suatu sistim struktur. Batas-batas ini ditetapkan terutama terhadap
kekuatan, kemampuan layan, keawetan, ketahanan terhadap beban, api, kelelahan
dan persyaratan-persyaratan khusus yang berhubungan dengan penggunaan struktur
tersebut. Dalam menghitung menghitung beban rencana maka beban harus
dikalikan dengan suatu faktor beban, sedangkan kapasitas bahan dikalikan dengan
suatu faktor reduksi kekuatan. Tahap batas (limit state) adalah suatu batas tidak
diinginkan yang berhubungan dengan kemungkinan kegagalan struktur.
2.6 Kontrol Tegangan Gelagar
Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal
sebagai berikut :
1. Kondisi pada saat transfer gaya prategang awal dengan beban terbatas (dead
load dan beban konstruksi).
2. Kehilangan gaya prategang.
3. Pada kondisi service dengan gaya prategang efektif (sudah diperhitungkan
kehilangan gaya prategangnya) dan beban maksimum (beban mati, beban hidup dan
pengaruh-pengaruh lain).
4. Perlu diperhitungkan pengaruh-pengaruh lain yang mempengaruhi struktur beton
prategang seperti adanya pengaruh sekunder pada struktur statis tak tentu, serta
perilaku struktur dari awal sampai waktu yang ditentukan.
Tegangan-tegangan yang diijinkan beton untuk struktur lentur berdasarkan SNI
2874-2013 yaitu:
Tegangan pada beton sesaat setelah penyaluran prategang (sebelum kehilangan
prategang tergantung waktu):
1. Tegangan tekan serat terluar : 0,6𝑓′𝑐𝑖 ……………………………………..(2.1)
2. Tegangan tarik beton : 0,5√𝑓′𝑐 ...…………………………………..(2.2)
Tegangan pada saat kondisi beban layan (sesudah memperhitungkan semua kehilangan
gaya prategang yang mungkin terjadi) :
1. Tegangan tekan serat terluar : 0,45𝑓′𝑐 ……………………………………..(2.3)
2. Tegangan tarik beton : 0,5√𝑓′𝑐 …………………………………….(2.4)
16
Akibat gaya prategang dan akibat momen luar dihasilkan tegangan yang dihitung
dengan rumus berikut:
Tegangan di serat atas:
𝑓𝑐𝑎 = −𝑃𝑡
𝐴+
𝑃𝑡𝑒𝑠
𝑊𝑎−
𝑀𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘
𝑊𝑎 ………………………………..(2.5)
Tegangan di serat bawah:
𝑓𝑐𝑏 = −𝑃𝑡
𝐴−
𝑃𝑡𝑒𝑠
𝑊𝑏+
𝑀𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘
𝑊𝑏………………………………..(2.6)
keterangan:
𝑓′𝑐 = kuat tekan beton (MPa)
𝑓′𝑐𝑖 = kuat tekn beton initial (MPa)
𝑃𝑡 = gaya prategang (kN)
𝐴 = luas penampang gelagar (m2)
𝑒𝑠 = eksentrisitas tendon (m)
𝑀𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 = momen yang terjadi pada gelagar sesuai kondisi yang ditinjau (kNm)
𝑊𝑎 = tahanan momen sisi atas (m3)
𝑊𝑏 = tahanan momen sisi bawah (m3)
2.7 Kontrol Terhadap Lendutan
Lendutan yang terjadi pada jembatan tidak boleh melebihi batas maksimum.
Lendutan maksimum pada struktur jembatan yang menggunakan simple beam dihitung
dengan rumus berikut:
𝐿𝑒𝑛𝑑𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 =𝐿
800…………..……………..(2.7)
keterangan:
L = panjang jembatan (m)
2.8 Kontrol Terhadap Momen
Momen ultimit akibat kombinasi pembebanan pada jembatan harus lebih kecil
dari kapasitas momen yang ditentukan dengan rumus berikut:
𝑀𝑢 ≤ 𝜙𝑀𝑛 …..……………….……………..(2.8)
keterangan:
17
∅ = faktor reduksi momen
𝑀𝑢 = momen lentur terfaktor (Nm)
𝑀𝑢 = momen nominal penampang (Nm)
2.9 Kontrol Terhadap Geser
Struktur jembatan pada penampang yang dikenai gaya geser harus berdasarkan pada :
𝑉𝑢 ≤ 𝜙𝑉𝑛 …………………….……………..(2.9)
keterangan:
𝑉𝑢 = gaya geser ultimit pada penampang
𝑉𝑛 = kekuatan geser nominal
2.10 Kontrol Terhadap Torsi
Berdasarkan SNI beton gaya torsi yang mencapai nilai 𝑇𝑐𝑟 akan menimbulkan
gaya retak dan akan menambah gaya geser yang terjadi. Gaya torsi ultimit harus
memenuhi syarat berikut:
𝑇𝑐𝑟 < ∅𝑇𝑐𝑟
4 ……………………..…………..(2.10)
𝑇𝑐𝑟 =1
3√𝑓′𝑐 (
𝐴𝑐𝑝2
𝑃𝑐𝑝)………………….…………..(2.11)
keterangan:
𝐴𝑐𝑝 = luas penampang keseluruhan
𝑃𝑐𝑝 = keliling luar penampang
2.11 Kombinasi Beban
Gaya total terfaktor yang digunakan dalam perencanaan harus dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
𝑄 = ∑𝜂𝑖𝛾𝑖𝑄𝑖…………….…………………..(2.12)
keterangan:
𝜂𝑖 = faktor pengubah respons
𝛾𝑖 = faktor beban
𝑄𝑖 = gaya atau beban yang bekerja pada jembatan
18
Komponen dan sambungan pada jembatan harus memenuhi Persamaan untuk kombinasi
beban-beban ekstrem seperti yang ditentukan pada setiap keadaan batas sebagai berikut:
Kuat I : Kombinasi pembebanan yang memperhitungkan gaya-gaya yang timbul
pada jembatan dalam keadaan normal tanpa memperhitungkan beban
angin. Pada keadaan batas ini, semua gaya nominal yang terjadi dikalikan
dengan faktor beban yang sesuai.
Kuat II : Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan penggunaan jembatan
untuk memikul beban kendaraan khusus yang ditentukan pemilik tanpa
memperhitungkan beban angin.
Kuat III : Kombinasi pembebanan dengan jembatan dikenai beban angin
berkecepatan 90 km/jam hingga 126 km/jam.
Kuat IV : Kombinasi pembebanan untuk memperhitungkan kemungkinan adanya
rasio beban mati dengan beban hidup yang besar.
Kuat V : Kombinasi pembebanan berkaitan dengan operasional normal jembatan
dengan memperhitungkan beban angin berkecepatan 90 km/jam hingga
126 km/jam.
Ekstrem I : Kombinasi pembebanan gempa. Faktor beban hidup γEQ yang
mempertimbangkan bekerjanya beban hidup pada saat gempa berlangsung
harus ditentukan berdasarkan kepentingan jembatan.
Ekstrem II : Kombinasi pembebanan yang meninjau kombinasi antara beban hidup
terkurangi dengan beban yang timbul akibat tumbukan kapal, tumbukan
kendaraan, banjir atau beban hidrolika lainnya, kecuali untuk kasus
pembebanan akibat tumbukan kendaraan (TC). Kasus pembebanan akibat
banjir tidak boleh dikombinasikan dengan beban akibat tumbukan
kendaraan dan tumbukan kapal
Layan I : Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan operasional jembatan
dengan semua beban mempunyai nilai nominal serta memperhitungkan
adanya beban angin berkecepatan 90 km/jam hingga 126 km/jam.
Kombinasi ini juga digunakan untuk mengontrol lendutan pada gorong-
gorong baja, pelat pelapis terowongan, pipa termoplastik serta untuk
mengontrol lebar retak struktur beton bertulang, dan juga untuk analisis
tegangan tarik pada penampang melintang jembatan beton segmental.
19
Kombinasi pembebanan ini juga harus digunakan untuk investigasi
stabilitas lereng.
Layan II : Kombinasi pembebanan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya
pelelehan pada struktur baja dan selip pada sambungan akibat beban
kendaraan.
Layan III : Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada arah
memanjang jembatan beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol
besarnya retak dan tegangan utama tarik pada bagian badan dari jembatan
beton segmental.
Layan IV : Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada kolom
beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol besarnya retak.
Fatik : Kombinasi beban fatik dan fraktur sehubungan dengan umur fatik akibat
induksi beban yang waktunya tak terbatas.
Tabel 2. 3 Kelompok pembebanan
Beban Permanen Beban Transien
Nama Simbol Nama Simbol
Berat sendiri MS Beban lajur "D" TD
Beban mati tambahan MA Beban truk "T" TT
Tekanan tanah TA Gaya rem TB
Prategang PR Gaya sentrifugal TR
Pengaruh pelaksanaan tetap PL Beban pejalan kaki TP
Beban tumbukan TC
Beban angin EW
Beban gempa EQ
Susut/Rangkak SH
Gaya friksi BF
Pengaruh temperatur ET
Beban arus dan hanyut EU
Sumber : SNI 1725-2016
20
Tabel 2.4 Kombinasi faktor beban
Keadaan
Batas
MS
MA
TA
PR
PL
SH
TT
TD
TB
TR
TP
EU EWS EWL BF Eun TG ES
Gunakan salah satu
EQ TC TV
Kuat I 𝛾𝐷 1,80 1,00 - - 1,00 0,50/1,20 𝛾𝑇𝐺 𝛾𝐸𝑆 - - -
Kuat II 𝛾𝐷 1,40 1,00 - - 1,00 0,50/1,20 𝛾𝑇𝐺 𝛾𝐸𝑆 - - -
Kuat III 𝛾𝐷 - 1,00 1,40 - 1,00 0,50/1,20 𝛾𝑇𝐺 𝛾𝐸𝑆 - - -
Kuat IV 𝛾𝐷 - 1,00 - - 1,00 0,50/1,20 - - - - -
Kuat V 𝛾𝐷 - 1,00 0,40 1,0 1,00 0,50/1,20 𝛾𝑇𝐺 𝛾𝐸𝑆 - - -
Ekstrem I 𝛾𝐷 𝛾𝐸𝑄 1,00 - - 1,00 - - - 1,00 - -
Ekstrem II 𝛾𝐷 0,50 1,00 - - 1,00 - - - - 1,00 1,00
Daya layan I 1,00 1,00 1,00 0,30 1,0 1,00 1,00/1,20 𝛾𝑇𝐺 𝛾𝐸𝑆 - - -
Daya layan II 1,00 1,30 1,00 - - 1,00 1,00/1,20 - - - - -
Daya layan III 1,00 0,80 1,00 - - 1,00 1,00/1,20 𝛾𝑇𝐺 𝛾𝐸𝑆 - - -
Daya layan IV 1,00 - 1,00 0,70 - 1,00 1,00/1,20 - 1,00 - - -
Fatik (TD
dan TR) - 0,75 - - - - - - - - - -
Sumber : SNI 1725-2016
Tabel 2. 5 Kombinasi pembebanan RSNI T-02-2005
Aksi Faktor
Beban
Layan Faktor
Beban
Ultimit
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Aksi Permanen:
Berat Sendiri MS 1 √ √ √ √ √ √ 1,2 √ √ √ √ √ √
Beban mati tambahan MA 1 √ √ √ √ √ √ 2 √ √ √ √ √ √
Aksi Transien:
Beban lajur atau
beban truk TD/TT 1 √ √ √ √ √ 1,8 √ √ √ √ √
Gaya rem TB 1 √ √ √ √ √ 1,8 √ √ √ √
Beban pejalan kaki TP 1 √ 1,8 √
Beban Angin TW 1 √ √ √ √ 1,2 √ √ √ √
Aksi khusus:
Gempa EQ N/A 1 √
Sumber : RSNI T-02-2005
2.12 Pembebanan Pada Jembatan Berdasarkan SNI 1725:2016
2.12.1 Beban Mati
Beban mati jembatan merupakan kumpulan berat setiap komponen struktural
dan nonstruktural. Setiap komponen ini harus dianggap sebagai suatu kesatuan aksi
21
yang tidak terpisahkan pada waktu menerapkan faktor beban normal dan faktor beban
terkurangi.
1. Beban Sendiri (MS)
Berat sendiri adalah berat bagian tersebut dan elemen-elemen struktural lain yang
dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang
merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen nonstruktural yang
dianggap tetap.
Tabel 2. 6 Faktor beban untuk berat sendiri
Tipe beban
Faktor beban (𝛾𝑀𝑆)
Keadaan Batas Layan (𝛾𝑆𝑀𝑆
) Keadaan Batas Ultimit ( 𝛾𝑈𝑀𝑆
)
Bahan Biasa Terkurangi
Tetap
Baja 1,00 1,10 0,90
Aluminium 1,00 1,10 0,90
Betom pracetak 1,00 1,20 0,85
Beton dicor ditempat 1,00 1,30 0,75
Kayu 1,00 1,40 0,70
Sumber : SNI 1725:2016
Tabel 2. 7 Berat isi untuk beban mati
No Bahan Berat isi
(kN/m3)
Kerapatan
massa (kg/m3)
1 Lapisan permukaan beraspal
(bituminous wearing surfaces) 22,0 2245
2 Besi tuang (cast iron) 71,0 7240
3 Timbunan tanah dipadatkan
(compacted sand, silt or clay) 17,2 1755
4 Kerikil dipadatkan
(rolled gravel, macadam or ballast) 18,8-22,7 1920-2315
5 Beton aspal (asphalt concrete) 22,0 2245
6 Beton ringan (low density) 12,25-19,6 1250-2000
7 Beton 𝑓′𝑐 < 35 MPa 22,0-25,0 2320
35 < 𝑓′𝑐 <105 MPa 22+0,022𝑓′𝑐 2240+2,29𝑓′𝑐
8 Baja (steel) 78,5 7850
9 Kayu (ringan) 7,8 800
10 Kayu keras (hard wood) 11,0 1125
Sumber : SNI 1725:2016
2. Beban Mati Tambahan (MA)
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban
pada jembatan yang merupakan elemen nonstruktural, dan besarnya dapat berubah
selama umur jembatan.
22
Tabel 2. 8 Faktor beban untuk beban mati tambahan
Tipe beban
Faktor beban (𝛾𝑀𝐴)
Keadaan Batas Layan (𝛾𝑆𝑀𝐴
) Keadaan Batas Ultimit ( 𝛾𝑈𝑀𝐴
)
Keadaan Biasa Terkurangi
Tetap Umum 1,00 2,00 0,70
Khusus (terawasi) 1,00 1,40 0,80
Sumber : SNI 1725:2016
2.12.2 Beban Lalu Lintas
1. Beban Lajur “D”
Beban lajur "D" terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan beban
garis (BGT).
Tabel 2. 9 Faktor beban lajur
Tipe
beban Jembatan
Faktor beban (𝛾𝑇𝐷)
Keadaan Batas Layan (𝛾𝑆𝑇𝐷
) Keadaan Batas Ultimit ( 𝛾𝑈𝑇𝐷
)
Transien Beton 1,00 1,80
Boks Girder Baja 1,00 2,00
Sumber : SNI 1725:2016
Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran q tergantung
pada panjang total yang dibebani L yaitu seperti berikut :
Jika 𝐿 ≤ 30 𝑚 ∶ 𝑞 = 9,0 𝑘𝑃𝑎………………..(2.13)
Jika 𝐿 > 30 𝑚 ∶ 𝑞 = 9,0 (0,5 + 15
𝐿) 𝑘𝑃𝑎…...(2.14)
Keterangan:
q = intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan (kPa)
L = panjang total jembatan yang dibebani (m)
Gambar 2.7 Beban lajur "D"
Sumber : SNI 1725:2016
Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas 49 kN/m harus ditempatkan tegak
lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan.
23
2. Beban truk (TT)
Pembebanan truk "T" terdiri atas kendaraan truk semi trailer yang mempunyai
susunan dan berat gandar. Berat dari tiap-tiap gandar disebarkan menjadi dua beban
merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan
lantai. Jarak antara dua gandar tersebut bisa diubah-ubah dari 4,0 m sampai dengan
9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.
Tabel 2. 10 Faktor beban untuk beban truk
Tipe
beban Jembatan
Faktor beban
Keadaan Batas Layan (𝛾𝑆𝑇𝑇
) Keadaan Batas Ultimit ( 𝛾𝑈𝑇𝑇
)
Transien
Beton 1,00 1,80
Boks Girder
Baja 1,00 2,00
Sumber : SNI 1725:2016
Gambar 2.8 Pembebana truk 500 kN
Sumber : SNI 1725:2016
3. Faktor Beban Dinamis (FBD)
Faktor Beban Dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang
bergerak dan jembatan. Besarnya nilai tambah dinyatakan dalam fraksi dari beban
statis. Untuk beban truk digunakan FDB sebesar 30%. BTR dari pembebanan lajur
“D” dapat ditentukan dengan gambar 2.9.
24
Gambar 2. 9 Faktor beban dinamis untuk pembebanan lajur "D”
Sumber : SNI 1725:2016
4. Pejalan Kaki (TP)
Semua komponen trotoar yang lebih lebar dari 600 mm harus direncanakan untuk
memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa dan dianggap bekerja secara
bersamaan dengan beban kendaraanpada masing-masing lajur kendaraan.
5. Beban Rem
Gaya rem harus diambil yang terbesar dari :
a. 25% dari berat gandar truk desain atau;
b. 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR
Gaya rem ditempatkan di semua lajur rencana dan yang berisi lalu lintas dengan
arah yang sama. Gaya ini harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada
jarak 1800 mm diatas permukaan jalan pada masing-masing arah longitudinal dan
dipilih yang terbesar.
2.12.3 Beban Angin
1. Tekanan angin horizontal
Tekanan angin diasumsikan disebabkan oleh angin rencana dengan kecepatan dasar
(VB) sebesar 90 hingga 126 km/jam. Beban angin harus diasumsikan terdistribusi
secara merata pada permukaan yang terekspos oleh angin Untuk jembatan atau
bagian jembatan dengan elevasi lebih tinggi dari 10000 mm diatas permukaan tanah
atau permukaan air, kecepatan angin rencana (VDZ) harus dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
𝑉𝐷𝑍 = 2,5 𝑉𝑜 (𝑉10
𝑉𝐵) ln (
𝑍
𝑍0) ………………………………..(2.15)
keterangan :
VDZ = kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam)
25
V10 = kecepatan angin pada elevasi 10000 mm di atas permukaan tanah atau di
atas permukaan air rencana (km/jam)
VB = kecepatan angin rencana yaitu 90 hingga 126 km/jam pada elevasi 1000
mm
Z = elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari permukaan air
dimana beban angin dihitung (Z > 10000 mm)
Vo = kecepatan gesekan angin, yang ditentukan dalam Tabel 2.9, untuk berbagai
macam tipe permukaan di hulu jembatan (km/jam)
Zo = panjang gesekan di hulu jembatan ditentukan pada Tabel 2.11 (mm)
Tabel 2. 11 Nilai V0 dan Z0 untuk berbagai variasi kondisi permukaan hulu
Kondisi Lahan Terbuka Sub Urban Kota
V0 (km/jam) 13,2 17,6 19,3
Z0 (km/jam) 70 1000 2500
Sumber : SNI 1725:2016
2. Beban angin pada struktur (EWs)
Tekanan angin rencana dalam MPa dapat ditetapkan dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
𝑃𝐷 = 𝑃𝐵 (𝑉𝐷𝑍
𝑉𝐵) 2 ………………………………..(2.16)
keterangan :
PB = tekanan angin dasar ditentukan dalam tabel 2.12.
Tabel 2. 12 Tekanan angin dasar Komponen bangunan atas Angin tekan (MPa) Angin hisap (MPa)
Rangka, kolom, dan pelengkung 0,0024 0,0012
Balok 0,0024 N/A
Permukaan datar 0,0019 N/A
Sumber : SNI 1725:2016
3. Beban angina pada kendaraan (EWl)
Tekanan angin rencana harus dikerjakan baik pada struktur jembatan maupun pada
kendaraan yang melintasi jembatan. Jembatan harus direncanakan memikul gaya
akibat tekanan angin pada kendaraan, dimana tekanan tersebut harus diasumsikan
sebagai tekanan menerus sebesar 1,46 N/mm, tegak lurus dan bekerja 1800 mm
diatas permukaan jalan.
26
2.12.4 Pengaruh Gempa
Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk runtuh
namun dapat mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan terhadap pelayanan
akibat gempa. Pada penelitian ini pengaruh gempa direncanakan menggunakan metode
beban statis dan beban dinamis berdasarkan respon spectrum pada daerah Ciamis.
2.13 Pembebanan Jembatan Berdasarkan RSNI T-02-2005
2.13.1 Beban Mati
1. Berat Sendiri
Berat sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan elemen-
elemen struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah berat bahan
dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen
non struktural yang dianggap tetap.
Tabel 2. 13 Berat isi untuk beban mati
No Bahan Berat/Satuan Isi
(kN/m3)
Kerapatan Massa
(kg/m3)
1 Campuran aluminium 26,7 2720
2 Lapisan permukaan beraspal 22 2240
3 Besi tuang 71 7200
4 Timbunan tanah dipadatkan 17,2 1760
5 Kerikil dipadatkan 18,8-22,7 1920-2320
6 Aspal beton 22 2240
7 Beton ringan 12,25-19,6 1250-2000
8 Beton ringan 22,0-25,0 2240-2600
9 Beton prategang 25,0-26,0 2560-2640
10 Beton Bertulang 23,5-25,5 2400-2600
11 Timbal 111 11 400
12 Lempung lepas 12,5 1280
13 Batu pasangan 23,5 2400
14 Neoprin 11,3 1150
15 Pasir kering 15,7-17,2 1600-1760
16 Pasir basah 18,0-18,8 1840-1920
17 Lumpur lunak 17,2 1760
18 Baja 77 7850
19 Kayu (ringan) 7,8 800
20 Kayu (keras) 11 1120
21 Air murni 9,8 1000
22 Air garam 10 1025
Sumber : RSNI T-02-2005
27
Tabel 2. 14 Faktor beban untuk berat sendiri
Jangka
Waktu
Faktor Beban
K K
Biasa Terkurangi
Tetap
Baja, aluminium 1 1,1 0,9
Beton pra cetak 1 1,2 0,85
Beton dicor ditempat 1 1,3 0,75
Kayu 1 1,4 0,7
Sumber : RSNI T-02-2005
2. Beban Mati Tambahan (MA)
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban
pada jembatan yang merupakan elemen nonstruktural, dan besarnya dapat berubah
selama umur jembatan.
Tabel 2. 15 Faktor beban untuk beban mati tambahan
Jangka Waktu
Faktor Beban
K K
Biasa Terkurangi
Tetap Keadaan umum 1,00 (1) 2,00 0,70
Keadaam khusus 1,00 1,40 0,80
Catatan: (1) Faktor beban daya layan 1,3 digunakan untuk berat utilitas
Sumber : RSNI T-02-2005
2.13.2 Beban Lalu Lintas
1. Beban lajur (D)
Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan
beban garis (BGT). Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas 𝑞 kPa, dimana
besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut:
Jika 𝐿 ≤ 30 𝑚 ∶ 𝑞 = 9,0 𝑘𝑃𝑎……………….(2.17)
Jika 𝐿 > 30 𝑚 ∶ 𝑞 = 9,0 (0,5 + 15
𝐿) 𝑘𝑃𝑎…(2.18)
keterangan :
𝑞 = intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan
𝐿 = panjang total jembatan yang dibebani (meter)
Beban garis (BGT) dengan intensitas 𝑝 kN/m harus ditempatkan tegak lurus
terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas 𝑝 adalah 49,0 kN/m.
Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus,
28
BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang
jembatan pada bentang lainnya.
Gambar 2. 10 Beban lajur (D) Sumber : RSNI T-02-2005
Beban "D" harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga
menimbulkan momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan
BGT dari beban "D" pada arah melintang harus sama.
Gambar 2. 11 Penyebaran pembebanan pada arah melitang
Sumber : RSNI T-02-2005
Tabel 2. 16 Faktor beban akibat beban lajut "D"
Jangka waktu Faktor beban
Transien K K
1,0 1,8
Sumber : RSNI T-02-2005
2. Beban truk (T)
Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai
susunan dan berat as. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban
merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan
29
lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk
mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.
Gambar 2. 12 Pembebanan truk (500 kN)
Sumber : RSNI T-02-2005
Tabel 2. 17 Faktor beban akibat beban truk "T"
Jangka waktu Faktor beban
Transien KS;TT KU;TT
1,0 1,8
Sumber : RSNI T-02-2005
3. Faktor Beban Dinamis (FBD)
Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang
bergerak dengan jembatan. Untuk perencanaan, FBD dinyatakan sebagai beban
statis ekuivalen. Besarnya BGT dari pembebanan lajur "D" dan beban roda dari
Pembebanan Truk "T" harus cukup untuk memberikan terjadinya interaksi antara
kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya nilai tambah dinyatakan
dalam fraksi dari beban statis. FBD ini diterapkan pada keadaan batas daya layan
dan batas ultimit
Gambar 2. 13 Faktor beban dinamis untuk BGT pembebanan lajur "D"
Sumber : RSNI T-02-2005
30
4. Pejalan Kaki (TP)
Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul
pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa.
Tabel 2. 18 Faktor beban akibat pembebanan untuk pejalan kaki
Jangka waktu Faktor beban
Transien KS;TP KU;TP
1,0 1,8
Sumber : RSNI T-02-2005
5. Gaya Rem
Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan akibat gaya rem dan traksi,
harus ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai
dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua
jalur lalu lintas, tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu
jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu
jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan.
Tabel 2. 19 Faktor beban akibat gaya rem
Jangka waktu Faktor beban
Transien KS;TB KU;TB
1,0 1,8
Sumber : RSNI T-02-2005
2.13.3 Beban Angin
Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung
kecepatan angin rencana seperti berikut:
TEW = 0,0006 Cw (Vw)2 Ab ………………………………..(2.19)
keterangan :
VW = kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau
CW = koefisien seret
Ab = luas koefisien bagian samping jembatan (m2)
Luas ekuivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif
dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Angin harus dianggap bekerja
secara merata pada seluruh bangunan atas. Apabila suatu kendaraan sedang berada
diatas jembatan, beban garis merata tambahan arah horisontal harus diterapkan pada
permukaan lantai seperti diberikan dengan rumus:
31
TEW = 0,0012 Cw (Vw)2 Ab ………………………….(2.20)
Keterangan:
CW = 1.2
Tabel 2. 20 Koefisien seret CW Tipe Jembatan CW
Bangunan atas masif: (1), (2)
b/d = 1,0 2,1 (3)
b/d =2,0 1,5 (3)
b/d >6,0 1,25 (3)
Bangunan atas rangka 1,2
CATATAN (1) b = lebar keseluruhan jembatan
d = tinggi bangunan atas
CATATAN (2) Untuk harga antara b/d bisa di interpolasi linier
CATATAN (3) Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, CW harus dinaikkan sebesar 3% untuk
setiap derajat superelevasi, dengan kenaikan maksimum 2,5%
Sumber : RSNI T-02-2005
2.13.4 Beban Gempa
Jembatan harus direncanakan terhadap beban gempa agar memiliki
kemungkinan kecil untuk runtuh. Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan
batas ultimit.
Gambar 2. 14 Peta zona gempa Indonesia
Sumber : RSNI T-02-2005
Tabel 2. 21 Faktor beban akibat pengaruh gempa
Jangka waktu Faktor beban
Transien KS;EQ KU;EQ
Tak dapat digunakan 1,0
Sumber : RSNI T-02-2005
32
Perhitungan pengaruh beban gempa mengacu pada SNI 2833:2008 Standar
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan. Pada pera gempa tahun 2010 Kota
Ciamis berada pada wilayah 3. Untuk menentukan gaya gempa statis digunakan rumus
berikut:
𝐸𝑄 =𝐶
𝑅𝑑× 𝑊𝑇………………………………..(2.21)
Koefisien geser elastis ditemtukan dengan rumus sebagai berikut:
𝐶 =𝐴.𝑅.𝑆
𝑍………………….…………..(2.22)
keterangan:
EQ = Gaya hempa horizontal statis (kN)
C = Koefisien respon elastik
R = Faktor modifikasi respons
WT = Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa (kN)
2.14 Studi Literatur
Studi literatur adalah mencari referensi teori yang sesuai dengan kasus atau
permasalahan yang ditemukan. Studi literature dapat dilakukan melalui buku, laporan,
jurnal, dan internet. Tujuan dilakukannya studi literatur adalah untuk memperkuat
permasalahan serta sebagai dasar teori dalam melakukan studi dan juga menjadi dasar
untuk penelitian tugas akhir ini.
Berikut merupakan strudi literatur yang berjudul Analisa Pembebanan Peraturan
BMS-1992 dan SNI 1725-2016 pada Jembantan Standar Beton Bertulang 20 Meter
yang ditulis oleh Hadi Kusuma mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil
Universitas Andalas. Informasi yang terdapat pada tugas akhir ini sebagai berikut:
Panjang Bentang = 20 m
Lebar Jembatan = 8,5 m
Jarak Antar Gelagar Melintang = 5 m
Jarak Antar Gelagar Memanjang = 1,7 m
Mutu Beton = K-300
1. Mutu beton K-300 (Girder)
𝑓’𝑐 = 25 MPa
33
𝐸𝑐 = 23.500 MPa
2. Baja Tulangan
Mutu baja BJTD-40
𝑓𝑦 = 400 Mpa
𝑓𝑢 = 520 Mpa
𝐸𝑦 = 200.000 MPa