dikerjakan oleh: bagian hukum dan kerjasama, sari hayu hutami

30
1 Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami : Diperiksa oleh: Kasubbag Peraturan Perundang-undangan, : Terlebih dahulu: 1. Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama : 2. Direktur KTD : 3. Direktur LLAJ : 4. Direktur BSTP : 5. Direktur LLASDP : 6. Sesditjen Perhubungan Darat PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor....... Tahun...... TENTANG KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanaan ketentuan Pasal 205 dan Pasal 207 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan.

Upload: dodang

Post on 28-Dec-2016

235 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

1

Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami :

Diperiksa oleh: Kasubbag Peraturan Perundang-undangan, :

Terlebih dahulu:

1. Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama :

2. Direktur KTD :

3. Direktur LLAJ :

4. Direktur BSTP :

5. Direktur LLASDP :

6. Sesditjen Perhubungan Darat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Nomor....... Tahun......

TENTANG

KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanaan ketentuan Pasal 205 dan Pasal 207 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah

tentang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 96 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu

keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan

selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan.

Page 2: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

2

2. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan,

Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.

3. Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang

Lalu Lintas Jalan.

4. Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi

Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di

atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel

dan jalan kabel.

5. Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah perencanaan keselamatan secara

menyeluruh, terarah, dan bertahap yang bertujuan

menciptakan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan.

6. Program Nasional Kegiatan Keselamatan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan adalah rencana aksi yang akan dijalankan

oleh masing-masing pemangku kepentingan sesuai dengan

tugas pokok, fungsi, dan wewenangnya sebagai pelaksanaan dari Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu lintas dan

Angkutan Jalan.

7. Manajemen Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah seluruh usaha pemangku kepentingan yang

terorganisir dan terintegrasi untuk mewujudkan

keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan yang ditetapkan dalam Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan.

8. Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum adalah bagian dari manajemen perusahaan angkutan

umum berupa tata kelola keselamatan yang dilakukan oleh

perusahaan angkutan umum secara komprehensif dan

terkoordinasi dalam rangka mewujudkan keselamatan dan mengelola resiko kecelakaan.

9. Audit Bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

adalah pemeriksaan formal terhadap obyek tertentu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing pembina lalu lintas dan angkutan jalan yang dilaksanakan oleh auditor independen yang ditunjuk oleh masing-masing Pembina lalu lintas dan angkutan jalan untuk menghasilkan rekomendasi terhadap obyek yang diaudit memenuhi persyaratan atau tidak memenuhi persyaratan untuk dioperasikan.

10. Inspeksi Bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah pengamatan langsung obyek tertentu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing pembina lalu lintas dan angkutan jalan yang dilaksanakan oleh inspektor masing-masing untuk mengetahui keadaan dan kinerja obyek yang diinspeksi.

11. Pengamatan dan pemantauan adalah kegiatan mengamati dan mengikuti perkembangan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan melalui laporan yang disampaikan sesuai dengan tugas pokok, fungsi, dan wewenang masing-masing

Page 3: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

3

pembina lalu lintas dan angkutan jalan.

12. Pemangku Kepentingan adalah pihak-pihak yang ikut berperan aktif di bidang keselamatan lalu lintas dan

angkutan jalan dan memberikan kontribusi dalam upaya

meningkatkan keselamatan melalui pemanfaatan sumber

daya yang berada dalam lingkungan masing-masing.

13. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah

Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan

pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

14. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara

Pemerintahan Daerah.

Pasal 2

Ruang lingkup Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai:

a. Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

b. Sistem Manajemen Keselamatan pada Perusahaan Angkutan

Umum;

c. Alat Pemberi Informasi Kecelakaan Lalu Lintas; dan

d. Pengawasan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

BAB II

RENCANA UMUM NASIONAL KESELAMATAN

LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

Bagian Kesatu Umum

Pasal 3

(1) Pemerintah bertanggung jawab atas terjaminnya

Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(2) Untuk menjamin Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, meliputi:

a. manajemen Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan;

b. penyusunan program nasional kegiatan Keselamatan

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

c. penyediaan dan pemeliharaan fasilitas dan

perlengkapan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan; dan

d. pengkajian masalah Keselamatan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan.

Page 4: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

4

(3) Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

merupakan suatu dokumen negara yang bertujuan untuk

memberikan arahan dan pedoman bagi Pemangku Kepentingan dalam menyusun rencana aksi dan

melaksanakannya agar penanganan Keselamatan Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan dapat dilakukan secara

terkoordinir dan selaras.

(4) Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

memuat:

a. visi dan misi Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan;

b. tujuan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berlaku nasional;

c. sasaran yang ingin dicapai dalam meningkatkan

Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berlaku nasional;

d. strategi dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran

yang berlaku nasional; dan

e. kebijakan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berlaku nasional.

(5) Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama 20 (dua puluh) tahun dan dilakukan

evaluasi secara berkala setiap 5 (lima) tahun.

(6) Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilakukan oleh masing-masing pemangku kepentingan yang

dikoordinasikan melalui Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

perencanaan pembangunan nasional.

(7) Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

Bagian Kedua

Manajemen Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Pasal 4

(1) Untuk melaksanakan Rencana Umum Nasional Keselamatan

Lalu lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diselenggarakan Manajemen Keselamatan

Lalu lintas dan Angkutan Jalan.

(2) Manajemen Keselamatan Lalu lintas dan angkutan Jalan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan untuk menghasilkan penurunan tingkat kecelakaan lalu lintas dan

fatalitas akibat kecelakaan sesuai dengan tujuan dan

sasaran yang ditetapkan dalam Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu lintas dan Angkutan Jalan.

Page 5: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

5

(3) Penurunan tingkat kecelakaan lalu lintas dan fatalitas

akibat kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh para Pemangku Kepentingan dengan

melakukan tindakan - tindakan secara sinergi untuk

mewujudkan kinerja Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(4) Kinerja Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diwujudkan melalui

program nasional keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan.

Pasal 5

(1) Manajemen Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diselenggarakan di

tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.

(2) Manajemen Keselamatan Lalu lintas dan Angkutan Jalan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan

berpedoman pada Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan.

Bagian Ketiga Program Nasional

Kegiatan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Paragraf 1

Umum

Pasal 6

(1) Program nasional kegiatan Keselamatan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b merupakan rencana aksi dari Rencana Umum

Nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(2) Program nasional kegiatan Keselamatan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Pemangku Kepentingan sesuai dengan tugas

pokok dan fungsinya.

(3) Program nasional kegiatan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling

sedikit memuat rencana aksi masing-masing Pemangku

Kepentingan.

(4) Penyusunan program nasional kegiatan Keselamatan Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dikoordinasikan melalui Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

perencanaan pembangunan nasional.

Page 6: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

6

Pasal 7

Program nasional kegiatan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 terdiri

atas 5 (lima) pilar keselamatan yang meliputi:

a. manajemen keselamatan jalan;

b. jalan yang berkeselamatan;

c. kendaraan yang berkeselamatan;

d. perilaku pengguna jalan yang berkeselamatan; dan

e. penanganan korban pra dan pasca kecelakaan.

Catatan:

Huruf e Sesuaikan dengan Inpres No 4

Pasal 7a

Untuk melaksanakan program nasional kegiatan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 7 masing-masing Pemangku Kepentingan wajib menyusun

rencana aksi yang sekurang-kurangnya memuat:

a. keluaran;

b. target penyelesaian;

c. sasaran;

d. koordinator;

e. penanggung jawab;

f. instansi terkait.

Paragraf 2

Program Manajemen Keselamatan Jalan

Pasal 8

(1) Program manajemen keselamatan jalan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 huruf a diwujudkan melalui:

a. penyelarasan dan koordinasi Keselamatan Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan;

b. penyusunan dan pelaksanaan protokol kelalulintasan

kendaraan darurat;

c. riset Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

d. surveilance injury dan sistem informasi terpadu;

e. dana Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

f. kemitraan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

g. Sistem Manajemen Keselamatan pada perusahaan

angkutan umum; dan

h. penyempurnaan regulasi Keselamatan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan.

(2) Perwujudan program manajemen keselamatan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh

kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan

di bidang perencanaan pembangunan nasional dengan para

Page 7: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

7

pemangku kepentingan sesuai kewenangannya.

Pasal 9

(1) Penyelarasan dan koordinasi Keselamatan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a memuat rencana aksi paling kurang:

a. membentuk forum/lembaga koordinasi program

keselamatan;

b. menyediakan tata kerja dan tata kelola forum/lembaga

koordinasi;

c. membentuk kelompok kerja penanganan kecelakaan;

d. menetapkan prioritas dan menjamin efektifitas dan keberlanjutan program keselamatan.

(2) Penyusunan dan pelaksanaan protokol kelalulintasan kendaraan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

ayat (1) huruf b memuat rencana aksi paling kurang:

a. menyusun pedoman kelalulintasan kendaraan darurat;

b. menyelenggarakan simulasi dan sosialisasi protokol

operasi;

c. melaksanakan protokol kelalulintasan kendaraan darurat.

(3) Riset keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c

memuat rencana aksi paling kurang:

a. melembagakan tata kelola riset;

b. menyelenggarakan riset keselamatan lalu lintas dan

angkutan jalan;

c. peningkatan riset keselamatan lalu lintas dan angkutan

jalan.

(4) Surveilance injury dan sistem informasi terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf d

memuat rencana aksi paling kurang:

a. mengumpulkan dan mengembangkan struktur data kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan;

b. mengkonsolidasikan data kecelakaan lalu lintas dan

angkutan jalan dari berbagai pihak;

c. mengembangkan sistem informasi data kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan;

d. mendiseminasikan laporan tahunan data dan anatomi

kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan;

e. memberikan kemudahan publik untuk mengakses data

kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan.

(5) Dana keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf e

memuat rencana aksi paling kurang paling kurang:

a. menyelenggarakan lembaga dana keselamatan lalu lintas

Page 8: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

8

dan angkutan jalan;

b. menjamin ketersediaan dana keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan;

catatan:

diperlukan tambahan penje

c. mencari sumber – sumber potensi pendanaan lain

untuk mendanai program – program di bidang

keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan.

(6) Kemitraan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf f

memuat rencana aksi paling kurang:

a. menyusun pedoman pengaturan kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat;

b. menyelenggarakan inisiatif kemitraan keselamatan lalu

lintas dan angkutan jalan.

(7) Sistem Manajemen Keselamatan pada perusahaan angkutan

umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf

g memuat rencana aksi paling kurang:

a. menyusun pedoman sistem manajemen keselamatan

pada perusahaan angkutan umum;

b. diseminasi dan sosialisasi pedoman sistem manajemen

keselamatan pada perusahaan angkutan umum;

c. pembinaan teknis dan bantuan teknis sistem manajemen

keselamatan pada perusahaan angkutan umum.

(8) Penyempurnaan regulasi Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat

(1) huruf h memuat rencana aksi paling kurang:

a. mengkaji ulang dan menyempurnakan peraturan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan;

b. diseminasi dan sosialisasi peraturan keselamatan lalu

lintas dan angkutan jalan;

c. pembinaan dan pengawasan teknis terhadap

pelaksanaan peraturan keselamatan lalu lintas dan

angkutan jalan.

Paragraf 3

Program Jalan Yang Berkeselamatan

Pasal 10

(1) Program jalan yang berkeselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b diwujudkan melalui:

a. badan jalan yang berkeselamatan;

b. perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan jalan yang

berkeselamatan;

c. penyelenggaraan manajemen dan rekayasa lalu lintas;

d. penerapan manajemen kecepatan;

e. peningkatan kelaikan fungsi jalan yang berkeselamatan;

Page 9: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

9

dan

f. lingkungan jalan yang berkeselamatan.

(2) Perwujudan jalan yang berkeselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh kementerian

yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

jalan dengan para pemangku kepentingan sesuai

kewenangannya.

Pasal 11

(1) Badan jalan yang berkeselamatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a memuat rencana aksi paling kurang:

a. menyediakan tata laksana perbaikan badan jalan terkait

kelaikan keselamatan;

b. melaksanakan penutupan lubang jalan;

c. melaksanakan perbaikan jalan yang tergenang air;

d. melaksanakan penanganan jalan licin;

e. melaksanakan perbaikan bahu jalan.

(2) Perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan jalan yang

berkeselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat

(1) huruf b memuat rencana aksi paling kurang:

a. menyediakan tata laksana perencanaan jalan yang

berkeselamatan;

b. menyediakan tata laksana pelaksanaan pekerjaan jalan yang berkeselamatan;

c. melaksanakan perencanaan jalan yang berkeselamatan,

dari tahap perencanaan sampai dengan desain rinci;

d. melaksanakan pekerjaan jalan yang berkeselamatan;

e. melaksanakan inspeksi keselamatan jalan;

f. melaksanakan inventarisasi dan investigasi lokasi rawan

kecelakaan;

g. melaksanakan perbaikan lokasi rawan kecelakaan;

h. menyelenggarakan manajemen kecepatan;

i. menunjang tindak kedaruratan akibat kecelakaan lalu lintas dan bencana.

(3) Penyelenggaraan manajemen dan rekayasa lalu lintas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundangan-

undangan.

(4) Penerapan manajemen kecepatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 10 ayat (1) huruf d memuat rencana aksi paling kurang:

a. menyusun dan menetapkan prosedur penetapan batas

kecepatan;

Page 10: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

10

b. menyusun dan menetapkan prosedur penanganan

pelanggaran kecepatan;

c. diseminasi dan sosialisasi prosedur penetapan batas

kecepatan;

d. menerapkan prosedur penetapan batas kecepatan dan prosedur penanganan pelanggaran kecepatan;

e. menyediakan teknologi penegakan hukum;

f. menetapkan sistem denda.

(5) Peningkatan kelaikan fungsi jalan yang berkeselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf e

memuat rencana aksi paling kurang:

a. menyediakan ketentuan kelaikan fungsi jalan yang berkeselamatan;

b. menyediakan pedoman manajemen penyelenggaraan jalan

yang berkeselamatan;

c. menerapkan manajemen penyelenggaraan jalan yang

berkeselamatan.

(6) Lingkungan jalan yang berkeselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf f memuat rencana

aksi paling kurang:

a. menyediakan tata laksana penertiban dan penataan

lingkungan jalan terkait keselamatan;

b. mengendalikan fungsi ruang tepi jalan;

c. mengendalikan kegiatan tepi jalan;

d. menyediakan fasilitas pejalan kaki.

Paragraf 4

Program Kendaraan Yang Berkeselamatan

Pasal 12

(1) Program kendaraan yang berkeselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c diwujudkan melalui:

a. penyelenggaraan dan perbaikan prosedur uji berkala dan

uji tipe;

b. pembatasan kecepatan kendaraan;

c. penanganan muatan lebih (overloading);

d. penyempurnaan persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan;

e. standar keselamatan kendaraan angkutan umum;

f. penyempurnaan prosedur uji tipe bagi kendaraan bermotor yang diimpor dalam keadaan bukan baru dan

modifikasi;

g. pengembangan riset dan desain kendaraan bermotor;

h. kebijakan keselamatan penggunaan sepeda motor; dan

i. penerapan pendaftaran kendaraan bermotor secara

elektronik (e-registrasi).

Page 11: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

11

(2) Perwujudan program kendaraan yang berkeselamatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan

di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan

jalan dengan para pemangku kepentingan sesuai kewenangannya.

Pasal 13

(1) Penyelenggaraan dan perbaikan prosedur uji berkala dan uji

tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a memuat rencana aksi paling kurang:

a. menyusun rencana pengembangan pengujian kendaraan

bermotor;

b. menyempurnakan prosedur dan manual uji berkala dan

uji tipe;

c. mengembangkan sistem pengujian berdasarkan teknologi

(techno-based);

d. melakukan akreditasi unit pengujian kendaraan

bermotor;

e. mengevaluasi sistem pengujian berkala dan uji tipe;

f. monitoring dan evaluasi penyelenggaraan dan perbaikan

prosedur uji berkala dan uji tipe.

(2) Pembatasan kecepatan kendaraan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) huruf b memuat rencana aksi paling

kurang:

a. menyusun pedoman penerapan teknologi pembatasan kecepatan kendaraan;

b. diseminasi dan sosialisasi pedoman penerapan teknologi

pembatasan kecepatan kendaraan

c. menerapkan teknologi untuk membatasi kecepatan kendaraan angkutan umum dan sepeda motor;

d. monitoring dan evaluasi pelaksanaan teknologi

pembatasan kecepatan kendaraan.

(3) Penanganan muatan lebih (overloading) sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c memuat rencana

aksi paling kurang:

a. menyusun kebijakan penanganan muatan lebih;

b. pengkajian dan penerapan teknologi pada kendaraan

untuk membatasi muatan lebih (self-explaining & self-enforcement vehicle);

c. pengkajian dan penerapan teknologi untuk pengawasan

muatan lebih;

d. menerapkan Intelligent Transportation System di bidang angkutan barang;

e. monitoring dan evaluasi penanganan muatan lebih

(overloading).

(4) Penyempurnaan persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)

Page 12: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

12

huruf d memuat rencana aksi paling kurang:

a. menyempurnakan ketentuan persyaratan teknis dan laik jalan mengikuti perkembangan teknologi kendaraan

bermotor;

b. diseminasi dan sosialisasi penyempurnaan persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan;

c. mengembangkan prosedur laik jalan sesuai harmonisasi

regulasi internasional;

d. monitoring dan evaluasi penyempurnaan persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan.

(5) Standar keselamatan kendaraan angkutan umum

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf e memuat rencana aksi paling kurang:

a. menetapkan standar keselamatan kendaraan angkutan

umum;

b. diseminasi dan sosialisasi standar pelayanan minimal

kendaraan angkutan umum bidang keselamatan

c. menerapkan standar keselamatan kendaraan angkutan umum;

d. monitoring dan evaluasi penerapan standar keselamatan

kendaraan angkutan umum.

(6) Penyempurnaan prosedur uji tipe bagi kendaraan bermotor yang diimpor dalam keadaan bukan baru dan modifikasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf f

memuat rencana aksi paling kurang:

a. menyusun prosedur dan manual tentang kendaraan

impor dalam keadaan bukan baru dan modifikasi;

b. diseminasi dan sosialisasi prosedur uji tipe bagi kendaraan bermotor yang diimpor dalam keadaan bukan

baru dan modifikasi;

c. menerapkan prosedur dan manual tentang kendaraan impor dalam keadaan bukan baru dan modifikasi;

d. monitoring dan evaluasi prosedur uji tipe bagi kendaraan

bermotor yang diimpor dalam keadaan bukan baru dan

modifikasi.

(7) Pengembangan riset dan desain kendaraan bermotor yang

berkeselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat

(1) huruf g memuat rencana aksi paling kurang:

a. menyusun prosedur dan manual tentang riset dan

desain kendaraan bermotor yang berkeselamatan;

b. menerapkan prosedur dan manual tentang riset dan desain kendaraan bermotor yang berkeselamatan;

c. mendorong dan memajukan riset dan desain kendaraan

bermotor yang berkeselamatan melalui berbagai kegiatan;

d. monitoring dan evaluasi riset dan desain kendaraan

bermotor yang berkeselamatan.

(8) Kebijakan keselamatan penggunaan sepeda motor

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf h

Page 13: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

13

memuat rencana aksi paling kurang:

a. menyusun kebijakan keselamatan penggunaan sepeda motor;

b. diseminasi dan sosialisasi kebijakan keselamatan

penggunaan sepeda motor.

c. menerapkan kebijakan keselamatan penggunaan sepeda

motor;

d. monitoring dan evaluasi kebijakan keselamatan

penggunaan sepeda motor.

(9) penerapan pendaftaran kendaraan bermotor secara

elektronik (e-registrasi) sebagai mana dimaksud dalam Pasal

12 ayat (1) huruf i memuat rencana aksi paling kurang:

………

Paragraf 5 Program Perilaku Pengguna Jalan Yang Berkeselamatan

Pasal 14

(1) Program perilaku pengguna jalan yang berkeselamatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d diwujudkan

melalui:

a. kepatuhan pengoperasian kendaraan;

b. pemeriksaan kondisi pengemudi;

c. peningkatan sarana dan prasarana sistem uji surat izin

mengemudi;

d. penyempurnaan prosedur uji surat izin mengemudi;

e. pembinaan teknis pendidikan dan pelatihan pengemudi;

f. pendidikan dan pelatihan pengemudi kendaraan bermotor umum;

g. penanganan terhadap faktor risiko utama (penggunaan

helm, penggunaan sabuk keselamatan, pelanggaran batas kecepatan, mengemudi dibawah pengaruh alkohol

dan NAPZA, perlindungan terhadap pengguna jalan

rentan, penggunaan telepon seluler ketika berkendara);

h. perlindungan terhadap pengguna jalan rentan;

i. penggunaan elektronik penegakan hukum;

j. pendidikan formal dan nonformal keselamatan jalan; dan

k. kampanye keselamatan.

(2) Perwujudan perilaku pengguna jalan yang berkeselamatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh

Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan para pemangku kepentingan sesuai kewenangannya.

Pasal 15

(1) Kepatuhan pengoperasian kendaraan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a memuat rencana aksi paling kurang:

Page 14: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

14

a. melaksanakan pemeriksaan pengoperasian kendaraan

bermotor;

b. melaksanakan pemeriksaan pemasangan perlengkapan

keselamatan;

c. monitoring dan evaluasi kepatuhan pengoperasian kendaraan.

(2) Pemeriksaan kondisi pengemudi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b memuat rencana aksi paling

kurang:

a. menetapkan standar kesehatan pengemudi;

b. menyelenggarakan pemeriksaan standar kesehatan

pengemudi saat mendapatkan surat izin mengemudi;

c. menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan pengemudi

secara berkala;

d. menyelenggarakan patroli perilaku yang membahayakan keselamatan;

e. mengatur pembatasan hak mengemudi yang terkait

faktor kondisi pengemudi;

f. menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan pengemudi di

fasilitas kesehatan terminal dan/atau unit pelaksana

penimbangan kendaraan bermotor.

(3) Peningkatan sarana dan prasarana sistem uji surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)

huruf c memuat rencana aksi paling kurang:

a. meningkatkan kualitas materi uji surat izin mengemudi;

b. meningkatkan kualitas dan kuantitas instruktur penguji

surat izin mengemudi;

c. menyediakan fasilitas pendidikan pengemudi;

d. menerapkan surat izin mengemudi elektronik.

(4) Penyempurnaan prosedur uji surat izin mengemudi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf d memuat rencana aksi paling kurang:

a. menetapkan penjejangan surat izin mengemudi;

b. menerapkan Demerit Point System.

(5) Pembinaan teknis pendidikan dan pelatihan pengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e

memuat rencana aksi paling kurang:

a. menyelenggarakan akreditasi sekolah mengemudi;

b. menetapkan standar pembinaan teknis sekolah

mengemudi;

c. menyelenggarakan pelatihan sumber daya manusia sekolah mengemudi;

d. menjamin terselenggaranya sekolah mengemudi.

(6) Pendidikan dan pelatihan pengemudi kendaraan bermotor umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf

f memuat rencana aksi paling kurang:

a. penyusunan pedoman pendidikan dan pelatihan

Page 15: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

15

pengemudi kendaraan bermotor umum;

b. diseminasi dan sosialisasi pendidikan dan pelatihan pengemudi kendaraan bermotor umum;

c. pelaksanaan pendidikan dan pelatihan pengemudi

kendaraan bermotor umum;

d. monitoring dan evaluasi pendidikan dan pelatihan

pengemudi kendaraan bermotor umum;

e. akreditasi pendidikan dan pelatihan pengemudi

kendaraan bermotor umum.

(7) Penanganan terhadap faktor risiko utama sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g memuat rencana

aksi paling kurang:

a. menegakkan hukum bagi pelanggar penggunaan helm

bagi pengguna sepeda motor;

b. menegakkan hukum bagi pelanggar penggunaan sabuk keselamatan;

c. menegakkan hukum bagi pelanggar batas kecepatan;

d. menegakkan hukum bagi pelanggar yang mengemudi dalam keadaan mabuk;

e. menegakkan hukum bagi pelanggar penggunaan alat

keselamatan yang diperuntukkan bagi pengguna jalan

rentan;

f. menegakkan hukum bagi pelanggar penggunaan telepon

seluler ketika berkendara.

(8) Perlindungan terhadap pengguna jalan rentan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf h memuat rencana

aksi paling kurang:

.............

(9) Penggunaan elektronik penegakan hukum sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf i memuat rencana

aksi paling kurang:

a. menyusun prosedur dan manual tentang penggunaan

elektronik penegakan hukum;

b. menerapkan prosedur dan manual tentang penggunaan

elektronik penegakan hukum.

(10) Pendidikan formal dan nonformal keselamatan jalan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf j

memuat rencana aksi paling kurang:

a. menyusun prosedur pendidikan formal dan nonformal

keselamatan jalan;

b. menyusun Kurikulum pendidikan formal dan nonformal keselamatan jalan;

c. diseminasi dan sosialisasi pendidikan formal dan

nonformal keselamatan.

(11) Kampanye keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

14 ayat (1) huruf k memuat rencana aksi paling kurang:

a. menyusun pedoman manajemen kampanye keselamatan;

b. melakukan diseminasi dan sosialisasi pedoman

Page 16: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

16

manajemen kampanye keselamatan;

c. mendorong keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan kampanye keselamatan;

d. melaksanakan kampanye keselamatan secara nasional;

e. melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program nasional kampanye keselamatan.

Catatan: ayat (8) akan diisi oleh Kepolisian Negara Republik

Indonesia.

Paragraf 6

Program Penanganan Korban Pasca Kecelakaan

Pasal 16

(1) Program penanganan korban pasca kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf e diwujudkan melalui:

a. sistem layanan gawat darurat terpadu;

b. sistem komunikasi gawat darurat one access code (nomor

darurat);

c. penjaminan korban kecelakaan yang dirawat di rumah

sakit rujukan;

d. asuransi pihak ketiga;

e. pengalokasian sebagian premi asuransi untuk dana

keselamatan jalan;

f. program rehabilitasi pasca kecelakaan; dan

g. riset penanganan korban kecelakaan.

(2) Perwujudan program penanganan korban pasca kecelakaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan

di bidang kesehatan dengan para pemangku kepentingan

sesuai kewenangannya.

Pasal 17

(1) Sistem layanan gawat darurat terpadu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a memuat rencana

aksi paling kurang:

a. menyediakan pos gawat darurat terpadu;

b. menyediakan tenaga medis yang kompeten.

(2) Sistem komunikasi gawat darurat one access code (nomor

darurat) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b memuat rencana aksi paling kurang:

a. menyusun prosedur sistem komunikasi gawat darurat

one access code (nomor darurat);

b. diseminasi dan sosialisasi sistem komunikasi gawat

darurat one access code (nomor darurat);

c. menerapkan prosedur sistem komunikasi gawat darurat

one access code (nomor darurat).

Page 17: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

17

(3) Penjaminan korban kecelakaan yang dirawat di rumah sakit

rujukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c memuat rencana aksi paling kurang:

a. ...;

b. ...

(4) Asuransi pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal

16 ayat (1) huruf d memuat rencana aksi paling kurang

a. ........;

b. .....

(5) Pengalokasian sebagian premi asuransi untuk dana

keselamatan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf e memuat rencana aksi paling kurang

a. .....;

b. ......

(6) Program rehabilitasi pasca kecelakaan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf f memuat rencana

aksi paling kurang:

a. .....;

b. ......

(7) Riset penanganan korban kecelakaan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf g memuat rencana aksi paling kurang:

a. .....;

b. ......

Catatan: ayat (3) sampai dengan ayat (7) akan diisi oleh

Kementerian Kesehatan.

Paragraf 7

Perwujudan program nasional kegiatan Keselamatan Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dikoordinasikan melalui kementerian yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

perencanaan pembangunan nasional.

Bagian Keempat

Penyediaan dan Pemeliharaan Fasilitas dan Perlengkapan

Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Pasal 18

Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas dan perlengkapan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c terdiri atas:

a. bangunan fisik prasarana lalu lintas dan angkutan jalan yang disediakan dengan tujuan melindungi pengguna jalan;

b. perlengkapan alat perlindungan yang melekat pada

pengemudi dan/atau penumpang dan pejalan kaki maupun

Page 18: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

18

yang terdapat dan/atau melekat pada kendaraan bermotor.

Pasal 19

(1) Bangunan fisik prasarana lalu lintas dan angkutan jalan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a paling kurang:

a. fasilitas keselamatan prasarana Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan;

b. lajur pengereman (escape ramp);

c. lajur pendakian (climbing lane);

d. alat pemantau kemacetan (sirkuit televisi terbatas /cctv);

e. pagar pengaman;

f. zona keselamatan; dan

g. rute aman selamat sekolah.

(2) Bangunan fisik prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh

Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Pasal 20

(1) Perlengkapan alat perlindungan yang melekat pada

pengemudi dan/atau penumpang dan pejalan kaki maupun

yang terdapat dan/atau melekat pada kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b paling

kurang:

a. reflektor keterlihatan (conspicuity);

b. perlengkapan keselamatan kendaraan bermotor dan

kendaraan tidak bermotor (safety gear);

c. perlengkapan tanggap darurat pada angkutan umum;

d. alat pemantau kecepatan dan perilaku pengemudi;

e. pelindung pengemudi dan penumpang.

Masuk di penjelasan:

Sabuk keselamatan di tempat duduk pengemudi dan penumpang

Pelindung anak (child restraint)

(2) Perlengkapan alat perlindungan yang melekat pada

pengemudi dan/atau penumpang maupun yang terdapat dan/atau melekat pada kendaraan bermotor sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pemilik

kendaraan.

Pasal 21

Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan

pengawasan terhadap pemenuhan fasilitas dan perlengkapan

keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan.

Page 19: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

19

Bagian Kelima

Pengkajian Masalah Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Pasal 22

(1) Pengkajian masalah Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d

dilakukan untuk memberi masukan bagi penentuan

kebijakan program nasional kegiatan Keselamatan Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan.

(2) Dalam rangka melaksanakan pengkajian masalah

keselamatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)

Pemerintah wajib membentuk lembaga penelitian di bidang keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan.

BAB III

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN

PADA PERUSAHAAN ANGKUTAN UMUM

Pasal 23

(1) Perusahaan Angkutan Umum wajib membuat, melaksanakan, dan menyempurnakan sistem manajemen

keselamatan dengan berpedoman pada rencana umum

nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(2) Dalam rangka membuat, melaksanakan, dan

menyempurnakan Sistem Manajemen Keselamatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap Perusahaan Angkutan Umum wajib memiliki ahli di bidang Sistem

Manajemen Keselamatan Angkutan Umum.

Pasal 24

(1) Kewajiban membuat sistem manajemen keselamatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan

angkutan umum yang belum memiliki Sistem Manajemen

Keselamatan Angkutan Umum.

(2) Kewajiban melaksanakan sistem manajemen keselamatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) merupakan

kewajiban seluruh perusahaan angkutan umum untuk menyelenggarakan Sistem Manajemen Keselamatan

Angkutan Umum yang telah dibuat.

(3) Kewajiban menyempurnakan sistem manajemen keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1)

merupakan kegiatan perusahaan angkutan umum untuk

memperbaiki dan meningkatkan Sistem Manajemen Keselamatan Angkutan Umum yang telah ada pada

perusahaan angkutan umum.

Pasal 25

Sistem Manajemen Keselamatan pada perusahaan angkutan

Page 20: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

20

umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 meliputi:

a. komitmen dan kebijakan;

b. manajemen dan pengorganisasian;

c. manajemen bahaya dan resiko;

d. fasilitas pemeliharan dan perbaikan kendaraan;

e. dokumentasi dan Data;

f. kompetensi dan Pelatihan;

g. tanggap darurat;

h. penelitian dan pelaporan kecelakaan internal;

i. pengukuran kinerja;

j. evaluasi.

Pasal 26

Komitmen dan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

25 huruf a berupa visi, misi, kebijakan, dan sasaran perusahaan yang ingin dicapai untuk meningkatkan kinerja

keselamatan pengusahaan angkutan umum dengan tetap

dengan tetap berpedoman pada perundangan yang berlaku.

Pasal 27

Manajemen dan pengorganisasian sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 25 huruf b berupa satuan organisasi yang mengelola manajemen keselamatan pada perusahaan angkutan

umum yang memuat tugas pokok dan fungsi serta tata kerja

yang bertanggungjawab terhadap aspek keselamatan dalam pengoperasian kendaraan angkutan umum.

Pasal 28

Manajemen bahaya dan risiko sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 25 huruf c berupa program untuk mengendalikan bahaya

dan risiko yang timbul dari operasi perusahaan mulai dari perencanaan, pengangkutan dan pemeliharaan yang mencakup

identifikasi bahaya, serta penilaian dan pengendalian risiko

yang terdapat dalam kegiatan operasi pengangkutan.

Pasal 29

Fasilitas pemeliharan dan perbaikan kendaraan dalam Pasal 25

huruf d berupa tersedianya fasilitas penyimpanan suku cadang serta pemeliharaan dan perbaikan kendaraan yang digunakan

untuk mendukung kegiatan perusahaan.

Pasal 30

Dokumentasi dan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25

huruf e merupakan tersedianya dokumentasi dan data terkait dengan penyelanggaraan kegiatan operasional perusahaan

dalam mendukung pencapaian keselamatan.

Page 21: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

21

Pasal 31

Kompetensi dan Pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

25 huruf f berupa sertifikat kompetensi kerja yang diterbitkan

Badan Nasional Sertifikasi Profesi atau lembaga yang ditunjuk untuk setiap orang sesuai dengan jenis pekerjaan, terutama

pengemudi sesuai dengan persyaratan dan adanya program

pembinaan dan pelatihan bagi tenaga kerja secara berkala

sesuai dengan kebutuhan khususnya yang mengandung risiko tinggi.

Pasal 32

Tanggap darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf

g berupa prosedur atau pedoman untuk menghadapi setiap keadaan darurat yang meliputi :

a. pengembangan, penetapan, dan penerapan manajemen

tanggap darurat;

b. identifikasi semua potensi keadaan darurat yang mungkin

timbul dalam kegiatan operasi;

c. sistem manajemen krisis dan tanggap darurat.

Pasal 33

Penelitian dan Pelaporan Kecelakaan internal sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 25 huruf h berupa identifikasi faktor penyebab kecelakaan dalam rangka mencegah terjadinya

kejadian serupa di masa yang akan datang.

Pasal 34

(1) Pengukuran Kinerja sebagaimana sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 25 huruf i merupakan kegiatan berkala untuk mengetahui kemajuan dan kinerja keselamatan sehinggga

dapat dilakukan tindakan perbaikan.

(2) Perusahaan harus mengembangkan, menetapkan dan

melaksanakan prosedur pemantauan dan pengukuran kinerja keselamatan secara berkala dan

mendokumentasikan hasilnya.

Pasal 35

Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf j

merupakan kegiatan tinjau ulang yang dilakukan secara berkala untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan pelaksanaan

keselamatan dalam perusahaan.

Pasal 36

(1) Pemerintah wajib melaksanakan pembinaan terhadap

pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan yang dilaksanakan oleh perusahaan angkutan umum.

Page 22: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

22

(2) Kewajiban Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi:

a. penyiapan pedoman Sistem Manajemen Keselamatan

pada perusahaan angkutan umum;

b. pelaksanaan penilaian (assesmen) Sistem Manajemen Keselamatan pada perusahaan angkutan umum;

c. Sertifikasi Tenaga Asessor dan ahli di bidang Sistem

Manajemen Keselamatan pada Perusahaan Angkutan

Umum;

d. pemberian bimbingan teknis, bantuan teknis dan

pengawasan terhadap pelaksanaan Sistem Manajemen

Keselamatan pada perusahaan angkutan umum;

(3) Dalam melaksanakan penilaian (assesmen) terhadap

penyelenggaraan Sistem Manajemen Keselamatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan oleh assessor yang berkompeten.

Pasal 37

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyiapan pedoman Sistem

Manajemen Keselamatan, Sertifikasi Tenaga Asessor, dan ahli di

bidang Sistem Manajemen Keselamatan pada Perusahaan Angkutan Umum diatur oleh Menteri yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang sarana dan prasarana lalu

lintas dan angkutan jalan.

BAB IV ALAT PEMBERI INFORMASI KECELAKAAN LALU LINTAS

Pasal 38

(1) Kendaraan Bermotor Umum harus dilengkapi dengan alat

pemberi informasi terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas ke

Pusat Kendali Sistem Keselamatan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan.

(2) Alat Pemberi Informasi Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) merupakan perangkat elektronik

yang berisi informasi dan komunikasi dengan menggunakan isyarat, gelombang radio, dan/atau gelombang satelit untuk

memberikan informasi dan komunikasi terjadinya

kecelakaan lalu lintas.

(3) Alat Pemberi Informasi Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) paling kurang alat petunjuk posisi

geografis (global positioning system) dan tachograph.

Pasal 39

Alat Pemberi Informasi Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 harus memenuhi persyaratan

meliputi:

a. gelombang harus dapat diterima tanpa terputus-putus

Page 23: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

23

dalam segala cuaca;

b. secara otomatis dapat mengirimkan sinyal ke pusat kendali;

c. dapat menyimpan data yang sewaktu – waktu dapat

digunakan sebagai bahan analisa;

d. dapat tetap berfungsi dalam kondisi terendam air, terbakar;

e. didukung oleh jaringan penyelenggara telekomunikasi

provider.

BAB V

PENGAWASAN KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

Bagian Kesatu Umum

Pasal 40

(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan program Keselamatan

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:

a. Audit Bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

b. Inspeksi Bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan; dan

c. Pengamatan dan Pemantauan Bidang Keselamatan Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan.

(2) Pengawasan terhadap pelaksanaan program Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilaksanakan oleh masing-masing instansi

pembina lalu lintas dan angkutan jalan.

Pasal 41

(1) Hasil pelaksanaan Audit bidang keselamatan lalu lintas dan

angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) huruf a berupa rekomendasi dalam rangka peningkatan

keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan.

(2) Hasil pelaksanaan Inspeksi bidang keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40

ayat (1) huruf b berupa laporan keadaan dan kinerja obyek

yang diinspeksi dalam rangka peningkatan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan.

(3) Hasil pelaksanaan Pengamatan dan Pemantauan Bidang

Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) huruf c berupa laporan perkembangan situasi dan kondisi keselamatan lalu lintas

dan angkutan jalan.

Page 24: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

24

Bagian Kedua Audit Bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Paragraf 1 Umum

Pasal 42

Audit Bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) huruf a

dilaksanakan di :

a. bidang jalan;

b. bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan;

dan

c. bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi kendaraan bermotor.

Paragraf 2 Audit di Bidang Jalan

Pasal 43

(1) Audit di bidang jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a dilakukan terhadap:

a. jalan baru dan/atau jalan yang ditingkatkan;

b. jalan yang sudah beroperasi.

(2) Audit terhadap jalan baru dan/atau jalan yang ditingkatkan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan

melalui tahapan sebagai berikut :

a. tahap perencanaan;

b. tahap desain awal;

c. tahap desain rinci;

d. tahap konstruksi;

e. tahap sebelum operasi.

(3) Audit terhadap jalan yang sudah beroperasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai kebutuhan.

(Sesuai kebutuhan dijelaskan dalam penjelasan)

Pasal 43a

(1) Audit bidang jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a dilakukan oleh auditor independen yang ditentukan

oleh Pembina jalan.

(2) Pembina jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang jalan, untuk

jalan nasional;

b. Gubernur, untuk jalan provinsi;

Page 25: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

25

c. Bupati/Walikota, untuk jalan kabupaten/kota

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan audit bidang jalan dan persyaratan auditor independen

diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri yang

bertanggung jawab di bidang jalan.

Paragraf 3

Audit di Bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Pasal 44

(1) Audit bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan

jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b

meliputi audit terhadap:

a. perlengkapan jalan dan fasilitas pendukung untuk jalan

baru dan/atau jalan yang ditingkatkan;

b. terminal;

c. unit pengujian kendaraan bermotor;

d. unit pelaksana penimbangan kendaraan bermotor; dan

e. Perusahaan Angkutan Umum.

(2) Audit terhadap perlengkapan jalan dan fasilitas pendukung

untuk jalan baru dan/atau jalan yang ditingkatkan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan

oleh :

a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan

prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, untuk

perlengkapan jalan dan fasilitas pendukung yang berada di jalan nasional;

b. Gubernur, untuk perlengkapan jalan dan fasilitas

pendukung yang berada di jalan provinsi;

c. Bupati/Walikota, untuk perlengkapan jalan dan fasilitas

pendukung yang berada di jalan Kabupaten/Kota.

(3) Audit terhadap terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh :

a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan

prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, untuk terminal

tipe A;

b. Gubernur, untuk terminal tipe B;

c. Bupati/Walikota, untuk terminal tipe C.

(4) Audit terhadap unit pengujian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan

oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan

prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.

(5) Audit terhadap unit pelaksana penimbangan kendaraan

bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d

dilaksanakan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.

(6) Audit terhadap perusahaan angkutan umum sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan oleh pejabat atau instansi yang menerbitkan izin.

Page 26: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

26

Pasal 45

(1) Audit di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan

Bermotor dan Pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 42 huruf c dilakukan terhadap Satuan Penyelenggara Administrasi Surat Izin Mengemudi

(SATPAS).

(2) Audit di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia.

Pasal 46

(1) Audit bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilaksanakan oleh

auditor independen yang ditentukan oleh pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(2) Auditor independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan auditor yang tidak terlibat langsung dengan kegiatan yang diaudit serta memiliki kompetensi.

Pasal 47

(1) Pelaksanaan audit bidang Keselamatan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46

dapat dibentuk Tim audit.

(2) Tim audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas

unsur-unsur pembina lalu lintas dan angkutan jalan.

Pasal 48

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Audit bidang

Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta standar

kompetensi auditor independen diatur oleh masing - masing pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Bagian Ketiga Inspeksi Bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Paragraf 1 Umum

Pasal 49

Inspeksi Bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) huruf b

dilaksanakan di :

a. bidang jalan;

b. bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan;

dan

c. bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan

Page 27: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

27

Pengemudi kendaraan bermotor.

Paragraf 2

Inspeksi Bidang Jalan

Pasal 50

(1) Inspeksi Bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan yang dilaksanakan di bidang jalan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 49 huruf a dilakukan terhadap jalan yang sudah beroperasi.

(2) Inspeksi Bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan yang dilaksanakan di bidang jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanggung jawab

Pembina yang bertanggung jawab di bidang jalan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan inspeksi bidang jalan diatur lebih lanjut dengan peraturan

menteri yang bertanggung jawab di bidang jalan.

Pasal 51

(1) Inspeksi bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan

angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49

huruf b meliputi inspeksi terhadap:

a. perlengkapan jalan dan fasilitas pendukung untuk jalan

yang sudah dioperasikan;

b. terminal;

c. unit pengujian kendaraan bermotor;

d. unit pelaksana penimbangan kendaraan bermotor; dan

e. Perusahaan Angkutan Umum.

(2) Inspeksi terhadap perlengkapan jalan dan fasilitas

pendukung untuk jalan yang sudah dioperasikan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh :

a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan

prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, untuk

perlengkapan jalan dan fasilitas pendukung yang berada di jalan nasional;

b. Gubernur, untuk perlengkapan jalan dan fasilitas

pendukung yang berada di jalan provinsi;

c. Bupati/Walikota, untuk perlengkapan jalan dan fasilitas

pendukung yang berada di jalan Kabupaten/Kota.

(3) Inspeksi terhadap terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh :

a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan

prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, untuk terminal tipe A;

b. Gubernur, untuk terminal tipe B

c. Bupati/Walikota, untuk terminal tipe C.

(4) Inspeksi terhadap Unit Pengujian Kendaraan Bermotor

Page 28: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

28

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan

oleh Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.

(5) Inspeksi terhadap unit pelaksana penimbangan kendaraan

bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan oleh Menteri yang bertanggung jawab

dibidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan

jalan.

(6) Inspeksi terhadap perusahaan angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan

oleh pejabat atau instansi yang menerbitkan izin.

Pasal 52

(1) Inspeksi di bidang bidang Registrasi dan Identifikasi

Kendaraan Bermotor dan Pengemudi kendaraan

bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf c dilakukan terhadap Satuan Penyelenggara Adminitrasi

Surat Izin Mengemudi (SATPAS).

(2) Inspeksi bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan

Bermotor dan Pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 53

(1) Inspeksi bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dilaksanakan

oleh inspektur bidang keselamatan lalu lintas dan angkutan

jalan.

(2) Inspektur bidang keselamatan lalu lintas dan angkutan

jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

aparatur sipil negara yang memiliki kompetensi.

Pasal 54

(1) Pelaksanaan inspeksi bidang Keselamatan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dapat dibentuk tim inspeksi.

(2) Tim inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri

atas unsur-unsur pembina lalu lintas dan angkutan jalan.

Pasal 55

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Inspeksi bidang

Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta standar

kompetensi inspektur diatur oleh masing-masing pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Bagian Keempat

Page 29: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

29

Pengamatan dan Pemantauan Bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan

Pasal 56

(1) Pengamatan dan Pemantauan di bidang keselamatan lalu

lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 49 ayat (1) huruf c dilaksanakan secara berkelanjutan

meliputi:

a. bidang jalan;

b. bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan

jalan; dan

c. bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor

dan pengemudi kendaraan bermotor.

(2) Pengamatan dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan :

a. melakukan kegiatan pencatatan kondisi faktual dan

permasalahan masing-masing bidang;

b. melakukan evaluasi dan penilaian terhadap

perkembangan keselamatan lalu lintas dan angkutan

jalan sesuai dengan bidangnya masing-masing; dan

c. melaporkan secara berkala perkembangan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan sesuai dengan bidangnya

masing-masing.

(3) Pengamatan dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh masing-masing pembina Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan

wewenangnya masing-masing.

Pasal 57

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pengamatan dan Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 diatur oleh

masing-masing pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 58

Perusahaan Angkutan Umum wajib menyelenggarakan Sistem Manajemen Keselamatan Angkutan Umum dalam waktu 2 (dua)

tahun sejak Peraturan Pemerintah ini ditetapkan.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 59

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal

diundangkan.

Page 30: Dikerjakan oleh: Bagian Hukum dan Kerjasama, Sari Hayu Hutami

30

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

YASONNA H LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR……..