bab ii timotius

15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Muningia calabura L a. Klasifikasi tanaman Klasifikasi tanaman talok sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Classis : Dicotyledonae Ordo : Malvales Familia : Tiliaceae Genus : Mutingia Species : Muningia calabura L (Hutapea, 1994). b. Nama lain Talok memiliki nama umum dan nama daerah yang sama, yaitu talok atau kersen (Hutapea, 1994). c. Morfologi tanaman Tanaman talok tumbuh terpencar. Ditemukan di bagian Jawa bagian timur, yaitu di bawah 250 m di atas permukaan laut. Tanaman talok merupakan pohon

Upload: timothius-aditya-priagung-prakoso

Post on 27-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Timotius

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Muningia calabura L

a. Klasifikasi tanaman

Klasifikasi tanaman talok sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Classis : Dicotyledonae

Ordo : Malvales

Familia : Tiliaceae

Genus : Mutingia

Species : Muningia calabura L

(Hutapea, 1994).

b. Nama lain

Talok memiliki nama umum dan nama daerah yang sama,

yaitu talok atau kersen (Hutapea, 1994).

c. Morfologi tanaman

Tanaman talok tumbuh terpencar. Ditemukan di bagian

Jawa bagian timur, yaitu di bawah 250 m di atas permukaan

laut. Tanaman talok merupakan pohon tahunan, tingginya

kurang lebih mencapai 10 m, batang berkayu, tegak, bulat,

percabangan simpodial, cabang berambut halus,coklat keputih –

putihan. Daunnya tunggal berseling, lonjong, panjang 6 – 10

cm, lebar 2 – 4 cm, ujung dan pangkal runcing, berbulu halus,

pertulangan menyirip, hijau. Bunganya tunggal, berkelamin dua

di ketiak daun, mahkota lonjong, putih, buahnya bulat, diameter

kurang lebih 1 cm, merah. Bijinya bulat, kecil, putih

kekuningan. Akarnya tunggang, putih kotor (Hutapea, 1994).

Page 2: BAB II Timotius

d. Kandungan kimia

Tanaman ini memiliki kandungan senyawa aktif seperti

flavonoid dan saponin. (Hutapea, 1994 & Prakoso, 2012)

e. Kegunaan tanaman

Menurut berbagai penelitian yang telah dilakukan tanaman ini

berguna sebagai obat batuk dan peluruh dahak, sedangkan buahnya

digunakan untuk penyakit kuning (Hutapea, 1994). Berdasarkan

senyawa yang terkandung, yaitu flavonoid dan saponin memiliki efek

antijamur, antiinflamasi, antibakteri, antioksidan, dan antitumor

(Samuelss0, 1999).

2. Ekstrak

Ekstrak merupakan bahan sediaan yang diperoleh dari hasil

ekstraksi senyawa aktif dari suatu simplisia hewani ataupun

nabati yang menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua

atau hampir semua pelarut diuapkan.

Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai

obat namun belum mengalami pengolahan yang berupa bahan

yang sudah dikeringkan. (Ditjen POM, 2000)

Metode mendapatkan suatu bahan ekstrak memiliki

bermacam – macam cara. Pembagian metode untuk mendapatkan

bahan ekstraksi(Ditjen POM, 2000), yaitu :

a. Cara dingin

Metode ekstraksi dengan cara dingin terbagi menjadi

dua metode, yaitu :

i. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia yang

menggunakan pelarut dengan perendaman dan

beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

temperatur ruangan. Cairan penyari akan menembus

Page 3: BAB II Timotius

dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang

mengandung zat aktif yang akan larut, karena adanya

perbedaan konsentrasi larutan zat aktif di dalam sel dan

luar sel maka larutan terpekat di desak keluar. Proses

ini berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi

antara larutan di dalam dan di luar sel. Cairan penyari

yang digunakan dapat berupa air, etanol, metanol,

etanol-air atau pelarut lainnya. Remaserasi berarti

dilakukan penambahan pelarut setelah dilakukan

penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

Keuntungan metode ini adalah cara pengerjaan

yang relatif mudah dan menggunakan alat yang

sederhana yang mudah didapatkan.

ii. Perkolasi

Perlokasi adalah cara penyairan yang dilakukan

dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk

simplisia yang telah dibasahi. Proses perlokasi terdiri

dari tahapan pengemban bahan, tahap maserasi antara,

tahap perlokasi sebenarnya(penetesan atau

penampungan ekstrak), terus menerus sampai

diperoleh ekstrak (perkolat).

b. Cara panas

Ekstraksi dengan menggunakan cara panas terdiri dari :

i. Refluks

Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan

jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik.

ii. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan

pelarut yang pada umumnya dilakukan dengan alat

Page 4: BAB II Timotius

khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dan jumlah

pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

iii. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan

pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi

dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan

pada temperatur 40-500 C.

iv. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan

temperatur hingga mencapai titik didih air, yakni 30 menit

pada suhu 90-1000 C.

3. Sistem Imun

Sistem imun atau sering disebut sistem kekebalan tubuh

merupakan kumpula sel yang berinteraksi dan molekul terlarut yang

memiliki fungsi utama adalah untuk membunuh atau menghancurkan

mikro organisme yang dapat menyebabkan infeksi dan kerusakan pada

tubuh (Davies, 2008). Sistem imun dibagi menjadi dua bagian

berdasarkan kecepatan dan spesifisitas reaksi. Dua jenis respon imun

tersebut adalah respon imun dapatan atau alamiah (non-spesifik) dan

respon imun adaptif (spesifik) yang walaupun dalam prakteknya ada

banyak interaksi antara mereka (Parkin, 2001).

Sistem imun alamiah (non-spesifik) adalah pertahanan awal tubuh

untuk melawan dan menghilangkan mikroorganisme yang bersifat

patogen yang berbahaya bagi tubuh. Sistem imun ini disebut non-spesifik

karena dalam mempertahankan tubuh dari patogen tidak melihat apakah

patogen ini sudah pernah memasuki tubuh atau tidak (Parkin, 2001).

Page 5: BAB II Timotius

Secara umum imunitas alamiah (non-spesifik) terdiri dari pertahanan

tubuh yang bersifat fisik, larutan (humoral dan biokimia), dan seluler.

Pertahanan tubuh yang bersifat fisik merupakan lini pertahanan pertama

tubuh yang terdiri dari kulit, selaput lendir yang dihasilkan oleh membran

mukosa, dan silia pada traktus respiratori (Davies, 2008). Pertahanan

tubuh yang bersifat larutan terdiri dari dua substansi, yaitu humoral dan

biokimia. Substansi humoral terdiri dari komplemen dan C-reaktif protein

(CRP), sedangkan substansi biokimia terdiri dari asam lambung, losozim,

dan laktoferin (Breen, 2006). Pertahanan tubuh yang bersifat larutan

didominasi oleh sel fagosit dan sel Natural Killer (sel-NK). Sel fagosit

meliputi mikrofag (PMN dan leukosit), makrofag yang bermula monosit

dari stem sel, dan mast cell (basofil) yang berperan dalam respon

inflamasi (Davies, 2008).

Sistem imun adaptif (spesifik) adalah kemampuan tubuh untuk

mempertahankan tubuh dari serangan dan invasi agen spesifik, seperti

toksin, virus, bakteri, dan benda asing lainnya. Sistem imun ini

distimulasi oleh suatu zat yang disebut antigen. Antigen dapat berupa

bakteri, virus, jamur, dan atau produk-produk yang dihasilkan

mikroorganisme tersebut. Sistem imun adaptif memiliki kemampuan

untuk membedakan molekul asing (non-self) dan molekul sendiri (self),

serta kemampuan dalam mengingat antigen yang pernah memasuki tubuh

sebelumnya, sehingga saat antigen memasuki tubuh untuk kedua kalinya,

sistem imun dapat merespon dengan cepat (Albert, dkk, 2002).

Page 6: BAB II Timotius

Sistem imun adaptif (sepsifik) dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

imunitas humoral dan imunitas yang diperantarai oeh sel (Bonilla, 2010).

Imunitas humoral diperantarai oleh antibodi yang terkandung dalam

cairan tubuh yang diproduksi oleh sel limfosit B. Fungsi antibodi adalah

merespon keberadaan antigen dengan cara mengikat dan memfasilitasi

dalam eliminasi antigen. Sebagai contoh, antibodi mengikat antigen,

membentuk suatu gugus yang memudahkan untuk dihancurkan oleh sel

fagosit. Ikatan antibodi dengan antigen pada mikroorganisme dapat juga

mengaktifkan komplemen yang meyebabkan lisisnya suatu benda asing

tersebut (Aickelin & Dasgupta, 2006). Imunitas yang diperantarai oleh sel

adalah sistem imun spesifik yang diperantarai oleh sel T-helper, sel T-

sitotoksik. Aktivitas sel T-helper adalah merangsang sel-B untuk

menghasilkan antibodi, membantu terjadinya hipersentivitas tipe lambat,

dan berperan dalam pertahanan intraseluler, seperti bakteri intrasel, jamur,

protozoa, dan virus. Aktivitas sel T-sitotoksik adalah mendestruksi sel

pada tandur jaringan, sel-sel tumor, atau sel-sel yang terinfeksi oleh

patogen. Jadi, sel-T terutama digunakan untuk mengaktifkan respon sel-B

dan melawan sel intraseluler (Jawetz, dkk, 2008).

4. Makrofag

Makrofag berasal dari sel stem monosit dalam sumsum tulang,

mempunyai masa hidup lebih lama daripada fagosit granulositik dalam

sirkulasi, dan dapat melanjutkan aktivitasnya pada pH yang lebih rendah.

Makrofag dalam darah dapat diaktifkan oleh berbagai “aktivator”,

termasuk juga mikroba beserta produk-produknya, kompleks antigen-

Page 7: BAB II Timotius

antibodi, inflamasi, limfosit T, sitokin, dan adanya cedera. Makrofag yang

teraktivasi memiliki jumlah lisosom yang lebih banyak dan menghasilkan

serta melepaskan interleukin-1 (IL-1), yang memiliki aktivitas luas dalam

peradangan. IL-1 berperan dalam timbulnya demam dan mengaktivasi sel-

sel limfoid, yang meyebabkan pelepasan sitokin lainnya (Jawetz, dkk,

2008).

Kerja makrofag terjadi karena terdapat sinyal aktivasi ketika

berikatan dengan patogen dan menerima reseptor ancaman. Makrofag

mempresentasikan MHC kelas II + peptida memberikan sinyal aktivasi

untuk sel T-helper, serta menerima sinyal lain untuk mengaktifkan sel

makrofag itu sendiri. IFN-ɤ dirilis oleh T-helper 1 menginduksi makrofag

untuk mengekspresikan reseptor TNF-α. Hal ini bertujuan untuk

menjadikan makrofag teraktivasi tetap aktif bersamaan dengan kerja

inflamasi yag dipengaruhi oleh IL-1 dan IL-6 (Samaranayake, 2006).

Bersama dengan reaksi tersebut, makrofag juga mengekspresikan

reseptor komplemen, dengan demikian menjadikan kemampuan fagositik

semakin besar. Makrofag juga meningkatkan ekpresi MHC dan molekul

adhesi. Hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi presentasi antigen. Hal

terpenting adalah makrofag teraktifasi dapat melibatkan oksigen reaktif

(*OH, O*, O2-) dan nitrit oxide (NO) sebagai bakterisidal kuat

(Samaranayake, 2006).

Page 8: BAB II Timotius

5. Imunomodulator

Imunomodulator merupakan suatu zat yang dapat mempengaruhi

sistem imun tubuh, baik mengembalikan atau memperbaiki sistem imun

yang fungsinya terganggu atau untuk menekan sistem imun yang

fungsinya berlebihan. Cara kerja imunomodulator ada tiga, yaitu:

a. Imunorestorasi adalah suatu cara untuk mengambalikan fungsi

sistem imun yang terganggu dengan cara memberikan berbagai

komponen sistem imun.

b. Imunostimulasi atau imunopotensiasi adalah cara memperbaiki

fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan yang dapat

merangsang sistem imun.

c. Imunosupresan adalah suatu cara untuk memperbaiki fungsi

sistem pertahanan tubuh dengan cara menekan respon imun. Hal

ini berguna dalam tindakan transplantasi untuk mencegah reaksi

penolakan dan berbagai reaksi inflamasi yang menimbulkan

kerusakan atau gejala sistemik.

(Baratawijaya, 2006).

6. Actinobacillus actinomycetemcomitans

Klasifikasi bakteri Actinobacillus actinomycetemcomitans (A.

actinpmycetemcomitans) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gammaproteobacteria

Order : Pasteurellales

Page 9: BAB II Timotius

Family : Pasteurellaceae

Genus : Aggregatibacter

Species : actinomycetemcomitans

(Nørskov-Lauritsen & Kilian, 2006)

Bakteri A. actinomycetemcomitans pertama dijelaskan pada tahun

1912 oleh Klinger. Bakerti ini diakui sebagai flora normal manusia pada

tahun 1950. Secara definitif habitat bakteri ini belum dapat dipastikan

namun habitat yang sering ditemui adalah pada plak yang ada di celah

gingiva. Bakteri A. Actinomycetemcomitans merupakan bakteri gram

negatif nonmotile, tidak berspora, fakultatif anaerob coccobacillus yang

dapat tumbuh baik dalam lingkungan aerobik dengan kandungan CO2 5-

10%. Bertumbuh secara optimal pada suhu 370C, dalam rentang keasaman

pH 7-8,5 dan dapat dirangsang dengan sejumlah molekul rendah seperti

hormon steroid. Dimensi bekteri ini adalah berbentuk kecil, sel-sel batang

berbentuk lurus atau melengkung dengan ujung bulat, berukuran 0,4-0,5

µm (Henderson, dkk, 2002). Bakteri ini merupakan bakteri yang jarang

ditemukan atau langka, namun sering ditemukan pada pasien penderita

periodontitis agresif (Samanarayake, 2006). Berdasar pemeriksaan klinis

yang dilakukan, memang terdapat bakteri A. Actinomycetemcomitans

yang mendominasi dalam terjadinya penyakit periodontitis agresif

(Goering, dkk, 2008).

Page 10: BAB II Timotius

7. Kerangka Teori

Ekstrak buah talok (Muningia calabura L)

Jumlah makrofag teraktivasi

Kadar IL-1

Jumlah sel T-helper

Jumlah sel Th1

Kadar IL-12

Jumlah sel NK

Kadar IFNɤ

Kemampuan fagositosis makrofag