bab ii stroke penyuluhan
DESCRIPTION
strokeTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stroke
Menurut WHO, stroke merupakan gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung
lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak.(3)
Stroke merupakan penyakit pembunuh nomer 3 setelah penyakit jantung dan
kanker di Amerika Serikat. Setiap tahunnya di negara ini terdapat 700.000 kasus stroke
yang terdiri dari 600.000 stroke iskemik dan 100.000 hemoragik ( intracerebral atau sub
arachnoid). Dan 175.000 kasus mengalami kejadian yang fatal. (12)
Frekuensi, insidensi dan prevalensi dari sindrom vertebrobasiler bervariasi,
tergantung dari area spesifik dan sindorm yang terlibat. Stroke iskemik dengan angka
kejadian mencapai 80 – 85 %, dan 20% dari lesinya menyebabkan stroke iskemik di
sistem vertebrobasiler. (5)
Pada umumnya perdarahan menyebabkan 15 – 20 % kejadian stroke. Walaupun
kebanyakan perdarahan intracerebral terjadi di area putamen dan thalamus, sekitar 7%
dari semua lesi hemoragik terjadi di otak kecil dan daerah inti dentate, dan sekitar 6%
dari lesi hemoragik terjadi di pons. (5)
Angka mortalitas pasien dengan oklusi arteri basiler diketahui lebih dari 75 –
80%. Namun, pasien oklusi arteri basiler yang bertahan dan sembuh menjadi cacat
permanen. (5)
B. Klasifikasi Stroke
Berdasarkan sistem pembuluh darah yang terkena :
Sistem pembuluh darah karotis (3)
1. Sindroma arteri serebri media :
Hemiparese kontralateral. Kadang – kadang hanya mengenai otot wajah
dan lengan, tungkai tidak terkena atau lebih ringan.
Hemihipestesia kontralateral (berlawanan dengan letak lesi)
Afasia motoric, sensorik atau global bila mengenai hemisfer dominan
Gangguan penglihatan pada 1 mata (amaurosis fugax) atau pada 2 belahan
mata (hemianopsi homonim)
Bila mengenai daerah subkortikal gejala hanya gangguan motorik murni
2. Sindroma arteri serebri anterior
Monoparese tungkai kontralateral, kadang – kadang lengan bagian proksimal
dapat terkena.
Inkontinensia urine
Grasp reflex (+)
Apraksia dan gangguan kognitif lainnya
Sistem pembuluh darah vertebrobasiler
1. Sindrom arteri serebri posterior
Gangguan penglihatan pada 1 atau 2 mata berupa kesukaran
Pengenalan terhada objek wajah, warna, simbol
Hemihipetesia, kadang – kadang disestesia atau nyeri spontan
2. Sindroma arteri vertebrobasiler
Hemiparese kontralateral
Kelumpuhan saraf otak ipsilateral
3. Gangguan fungsi serebelum
Ataksia, hipotoni, vertigo, nistagmus dan muntah
Hemihipestesia
Berdasarkan tipenya, stroke dibagi dalam : (3)
1. Infark Otak (Non Hemmoragic Stroke)
2. Perdarahan Intra Serebral (PIS)
3. Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Infark otak ( Non Hemoragic Stroke) (1,3,4)
Iskemia terjadi karena adanya oklusi atau sumbatan di pembuluh darah
cervicocranial atau hipoperfusi yang disebabkan oleh berbagai macam proses,
seperti : atherotrombosis, emboli atau ketidakstabilan hemodinamik.
Atherothrombosis terjadi di arteri cervicocranial yang berada di leher dan kepala
dan di dalam arteri kecil di otak. Pembentukan thrombus menyebabkan arteri
menjadi menyempit, yang akhirnya menyebabkan aliran darah ke otak menjadi
terhambat dan otak menjadi iskemik dan infark berikut dengan jaringan – jaringan
yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Gejala neurologis yang ditemukan tergantung
dari lokasi pembuluh darah yang terkena oleh infark.
Perdarahan Intra Serebral (PIS) (1,3,4)
Perdarahan intra serebral terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak di dalam
parenkim otak, yang menyebabkan kebocoran darah ke parenkim otak, ruang cairan
serebrospinal (CSF) atau keduanya. Peningkatan tekanan intrakranial dapat
menyebabkan pergeseran dan heniasi otak dan dapat menekan batang otak.
Pecahnya pembuluh darah disebabkan kerusakan dindingnya akibat ateriosklerosis,
peradangan (sifilis), trauma atau kelainan kongenital (aneurisma, malformasi arteri –
vena). Hal ini dipermudah bila terjadi peninggian tekanan darah secara tiba – tiba.
Perdaeahan intra serebral juga sering timbul akibat pecahnya mikro aneurisma
(Charcot – Bourchart) akibat hipertensi lama dan paling sering terjadi di daerah
subkortikal, serebellum dan pons. Perdarahan di daerah korteks sering akibat tumor
yang berdarah atau malformasi pembuluh darah yang pecah.
Perdarahan Sub Arachnoid (1,3,4)
Perdarahan disini terutma pada sirkulus Wilisii & berasal dari aneurisma kongenital
yang pecah. Biasa terjadi pada usia lebih muda. Perdarahan sering berulang dan
menimbulkan vasospasme hebat sehingga terjadi infark otak.Aneurisma kongenital
biasa terjadi pada percabangan arteri dan berbentuk seperti buah berry. Penyebab
lain adalah malformasi arterivena yang pecah atau PSA sekunder yang berasal dari
PIS yang masuk ke dalam ruang sub arachnoidalis.
Secara Klinis PSA digolongkan dengan Hunt & Hess Scale : (1 & 3)
Uraian Grade
Asimtomatis, nyeri kepala ringan, kaku kuduk ringan 1
Nyeri kepala sedang sampai berat, kaku kuduk, tidak diapatkan
deficit neurologis selain kelemahan nervus kranialis
2
Kebingungan (drowsiness/confusion), defisit neurologis 3
Stupor, hemiparese sedang – berat 4
Koma, sikap desebrasi 5
C. Patofisiologi
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry
aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal,
serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola
berdiameter 100 – 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh
darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe
Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba
menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh
darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya
membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin
besar. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena darah
dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke
jaringan otak yang menyebabkan nekrosis.(14)
D. Faktor Resiko
1. Hipertensi
Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infak dan perdarahan otak yang
terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat aterosklerosis
sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada pembuluh darah besar.
Hipertensi secara langsung dapat menyebabkan ateriosklerosis obstruktif, lalu
terjadi infakr lakuner dna mikroaneurisma. Hal ini dapat menjadi penyebab
utama PIS. Baik hipertensi sistolik maupun diastolic, keduanya merupakan
faktor resiko terjadinya stroke.
2. Penyakit Jantung
Gangguan fungsi jantung bertanggung jawab atas sekitar 30% dari penyebab
stroke.(13) Penyakit jantung tersebut adalah :
Penyakit katup jantung
Atrial fibrilasi
Aritmia
Hipertrofi jantung kiri (LVH)
3. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus merupakan faktor resiko yang signifikan untuk terjadinya
infark otak, terdapat pada 10% pasien yang menderita stroke. Diduga DM
mempercepat terjadinya proses ateriosklerosis, biasa dijumpai ateriosklerosis
lebih berat, lebih tersebar dan mulai lebih dini.
4. Merokok
Merokok meningkatkan resiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini berlaku
untuk semua jenis rokok dan untuk semua tipe stroke terutama perdarahan
subarachnoid dan stroke infark. Merokok mendorong terjadinya aterosklerosis
yang selanjutnya mencetuskan terjadinya thrombosis arteri.
5. Jenis Kelamin
Pada perempuan pre menopause lebih rendah dibanding pria. Setelah
menopause faktor perlindungan menghilang, dan insidennya sama dengan pria.(13)
E. Diagnosis
1. Anamnesis
Pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin, berdasarkan hasil anamnesis
dapat ditentukan perbedaan antara stroke hemoragik dan non hemoragik.
Gejala Stroke Hemoragik Stroke Non Hemoragik
Onset atau awitan Mendadak Mendadak
Saat onset Sedang aktif Istirahat
Peringatan (Warning) - +
Nyeri Kepala +++ ±
Kejang + -
Muntah + -
Penurunan kesadaran +++ ±
2. Pemeriksaan Fisik
Sistem pembuluh darah perifer. Auskultasi pada arteri karotis untuk mencari
adanya bising (bruit) dan periksa tekanan darah di kedua lengan untuk
diperbandingkan.
Jantung. Perlu dilakukan pemeriksaan jantung yang lengkap, dimulai dengan
auskultasi jantung dan EKG 12-sadapan. Murmur dan distritmia merupakan hal
yang harus dicari, karena pasien fibrilasi atrium, infak miokard atrium akut, atau
penyakit katup jantung dapat mengalami embolus obstruktif.
Retina. Periksa adanya tidaknya cupping diskus optikus, perdarahan retina,
kelainan diabetes.
Ekstremitas. Evaluasi ada tidaknya sianosis dan infark sebagai tanda – tanda
embolus perifer.
Pemeriksaan neurologik. Sifat intactness diperlukan untuk mengetahui letak dan
luas suatu stroke.
3. Teknik Pencitraan
CT Scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi, ukuran infark,
perdarahan dan apakah perdarahan menyebar ke ruang intraventrikuler dan dapat
membantu perencanaan operasi.
Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan infark pada fase akut dalam beberapa saat
setelah serangan yang dengan pemeriksaan CT Scan belum tampak. Sedangkan
pada perdarahan intra serebral setelah beberapa jam pertama yang mengikuti
perdarahan. Pemeriksaan ini cukup rumit serta memerlukan waktu yang lama
sehingga kurang bijaksana dilakukan pada stroke perdarahan akut.
Angiografi biasanya dilakukan pada kasus yang selektif terutama pada perdarahan
intra serebral non hipertensi, perdarahan multiple, perdarahan yang letaknya
atipis. Untuk mencari kemungkinan AVM, aneurisma atau tumor sebagai
penyebab perdarahan intra serebral.
Kadar gula darah
Pemeriksaan kadar gula darah sangat diperlukan karena pentingnya diabetes
mellitus sebagai salah satu faktor resiko utama stroke. Tingginya kadar gula darah
pada stroke akut berkaitan pula dengan tingginya angka kecacatan dan kematian.
Selain itu, dengan pemeriksaan dapat diketahui adanya hipoglikemia yang
memberikan gambaran seperti stroke.
Darah lengkap
Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk menentukan keadaan hematologic
yang dapat mempengaruhi stroke iskemik, misalnya anemia, polisitemia dan
keganasan.
4. Berdasarkan skoring untuk menegakkan diagnosis stroke non hemoragic atau stroke
hemmoragic :
SIRIRAJ STROKE SCORE (3)
No Gejala / Tanda Penilaian Indek Skor
1 Kesadaran 0 : Kompos mentis
1 : Mengantuk
2 : Semi Koma/Koma
X 2,5 +
2 Muntah 0 : Tidak
1 : YaX 2 +
3 Nyeri Kepala 0 : Tidak
1 : YaX 2 +
4 Tekanan darah Diastolik X 10 % +
5 Ateroma
a. DM
b. Angina Pektoris
Kaludikasio
Intermiten
0 : Tidak
1 : Ya
X (-3) -
6 Konstanta -12 -12
1. SSS > 1 : Stroke Hemoragik 2. SSS < -1 : Stroke Iskemik
F. Komplikasi
Akut :
Kenaikan tekanan darah, Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme
kompensasi sebagai upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi.
Oleh karena itu kecuali bila menunjukkan nilai yang sangat tinggi (sistolik > 220/
diastolik >130) tekanan darah tidak perlu diturunkan, karena akann turun sendiri
setelah 48 jam. Pada pasien hipertensi kronis tekanan darah juga tidak perlu
diturunkan segera.
Kadar gula darah, Pasien strok seringkali merupakan pasien DM sehingga kadar
gula darah pasca strok tinggi. Akan tetapi seringkali terjadi kenaikan gula darah
pasien sebagai reaksi kompensasi atau akibat mekanisme stress.
Gangguan jantung, baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi. Keadaan
ini memerlukan perhatian khusus, karena seringkali memperburuk keadaan stroke
bahkan sering merupakan penyebab kematian.
Gangguan respirasi, baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat
napas.
Infeksi dan sepsis, merupakan komplikasi stroke yang serius, gangguan ginjal
dan hati.
Cairan, elektrolit, asam dan basa
Ulcer stress, yang sering menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena.
Kronis :
Akibat tirah baring lama di tempat tidur bisa terjadi pneumonia, decubitus,
inkontinesia serta berbagai akibat imobilisasi lain.
Rekurensi strok
Gangguan social – ekonomi
Gangguan psikologis
G. Terapi
Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat dibagi dalam :
1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B :
Breathing : jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir untuk mencegah
kekurangan oksigen dengan segala akibat buruknya. Dijaga agar oksigenasi dan
ventilasi baik. Agar tidak terjadi aspirasi (gigi palsu dibuka). Intubasi pada pasien
dengan GCS <8. Pada kira – kira 10% penderita pneumonia (radang paru)
merupakan penyebab kematian utama pada minggu ke 2 – 4 setelah serangan
otak. Penderita sebaiknya berbaring dalam posisi miring kanan – kiri secara
bergantian setiap 2 jam, dan bila da radang atau asma cepat diatasi.
Blood : tekanan darah pada tahap awal tidak boleh sengaja diturunkan, karena
dapat memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan sistolik > 220 mmHg atau
diastolic > 120 mmHg (stroke iskemik), sistolik > 180 mmHg atau diastolic > 100
mmHg (stroke hemoragik). Penurunan tekanan darah maksimal 20%
Brain : bila didapatkan kenaikan tekanan intra kranial dengan tanda : nyeri kepala,
muntah proyektil dan bradikardi relatif harus segera ditangani, obat yang biasa
digunakan adalah manitol 20% 1 – 1,5 gr/kgBB dilanjutkan dengan 6 x 100 cc
(0,5 gr/KgBB) dalam 15 – 20 menit dengan pemantauan osmolalitas antara 300 –
320 mOsm, keuntungan lain penggunaan manitol adalah pengahncur radikal
bebas.
Bladder : hindari infeksi saluran kemih. Bila terjadi retensio urine sebaiknya
dipasang kateter intermiten.
Bowel : kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi, jaga
supaya defekasi teratur, pasang NGT bila didapatkan kesulitan menelan makanan.
2. Terapi Medikamentosa :
Untuk Stroke Hemoragic dapat diberikan pengobatan sebagai berikut :
Anti Perdarahan : Epsilon aminocaproar 30 – 36 gr/hari, asam traneksamat 6 x
1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah yang sudah terbentuk oleh
plasminogen jaringan. Dan dapat diberikan juga vitamin K.
Neuroprotector : CPD – Choline bekerja memperbaiki membrane sel dengan
cara menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal
bebas dan juga meningkatkan sintesis asetilkolin suatu neurotransmitter untuk
fungsi kognitif. Piracetam, cara kerja pasti tidak diketahui, diperkirakan
memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membrane dan
menormalkan fungsi membrane. Dosisi bolus 12 gr IV dilanjutkan 4 x3 gr IV
sampai hari ke -4, hari ke-5 dilanjutkan 3x4 gr peroral sampai minggu ke-4,
minggu ke – 5 sampai minggu ke -12 diberikan 2x2,4 gr peroral. Theurapetic
windows 7 -12 jam.
Anti Hipertensi : untuk menurunkan tekanan darah sebagai faktor resiko
terjadinya stroke. Dapat diberikan captopril golongan ACE-Inhibitor dengan
dosis per hari 25 – 100 mg dengan frekuensi pemberian 2 -3 x dan sediaan
12,5 dan 25 mg. atau dapat juga diberikan amlodipine golongan channel
calcium blocker dengan dosis per hari 2,5 mg – 10 mg dengan frekuensi
pemberian 1x dan sediaan 5 mg dan 10 mg.
3. Rehabilitasi medik dilakukan apabila kondisi pasien sudah stabil. Fisioterapi pasif perlu diiberikan pada saat pasien masih berada di ruang intensif yang segera dilanjutkan dengan fisioterapi aktif bila memungkinkan. Dengan tujuan untuk memperbaiki fungsi motorik, mencegah kontraktur sendi. Apabila terdapat gangguan bicara atau menelan, bisa diberikan terapi wicara. Setelah pasien bisa kembali berdiri, terapi fisis dan okupasi perlu diberikan, agar pasien dapat kembali mandiri. Pendekatan psikologis terutama berguna untuk memulihkan kepercayaan diri pasien yang biasanya sangat menurun setelah terjadinya stroke.(13)
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, S.A. Wilson, L.Patofisiologi. edisi 6. EGC. Jakarta. 2006
2. Baehr.M, Frostcher,M. Diagnosisi Topik Neurologis DUUS. Edisi 4. EGC.
Jakarta. 2010
3. Pengenalan dan Penatalaksanaan Kasus – Kasus Neurologi. Edisi kedua.
Departemen Saraf RSPAD Gatot Subroto Ditkesad. Jakarta. 2007
4. Goetz, C. Textbook of neurology Third edition. Saunders. 2007
5. http://emedicine.medscape.com/article/323409-overview#aw2aab6b3 diakses
pada tanggal 1 oktober 2013
6. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Deaprtemen Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007
7. Burnside. Adams Diagnosis Fisik. EGC. Jakarta. 1995
8. Gilroy J. Basic Neurology 3rd ed. McGraw Hill. New York. 2000
9. Broederick J.P., Hacke W. Neuroprotection and Medical Management.
Circulation. 2002
10. Zhang Zhenzen , Hu Gang, Chen Liwei. Habitual Coffee Consumption and Risk
of Hypertension. Am J Clin Nutr. 2011
11. Sibernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC. Jakarta.
2007
12. Ropper, A & Brown. R. Adams and Vitcor’s Principle of Neurology (8th edition).
Mc Graw Hill.2005
13. Martono, H & Kuswardani. T. Strok dan Penatalaksanaan oleh Internis. Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Interna Publishing. Jakarta. 2009
14. Caplan, L. Caplan’s Stroke 4th Edition. Saunders. Philadelpia. 2000