bab ii sim

24
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN UNIT GAWAT DARURAT (UGD) RUMAH SAKIT PERTAMINA JAYA Tugas Mata Kuliah Sistem Informasi Manajemen Disusun oleh: Oktaviani (0706165766) Resky Fitriyanti (0706273801) Siti Masfufah (0706274073) FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

Upload: fuvah

Post on 24-Jun-2015

1.593 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II SIM

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN UNIT GAWAT

DARURAT (UGD) RUMAH SAKIT PERTAMINA JAYA

Tugas Mata Kuliah Sistem Informasi Manajemen

Disusun oleh:

Oktaviani (0706165766)

Resky Fitriyanti (0706273801)

Siti Masfufah (0706274073)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2009

Page 2: BAB II SIM

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A.Definisi Unit Gawat Darurat

Unit Gawat Darurat (UGD) adalah bagian terdepan dan sangat berperan di

Rumah Sakit, baik buruknya pelayanan bagian ini akan memberi kesan secara

menyeluruh terhadap pelayanan rumah sakit. Pelayanan gawat darurat

mempunyai aspek khusus karena mempertaruhkan kelangsungan hidup

seseorang. Oleh karena itu dan segi yuridis khususnya hukum kesehatan

terdapat beberapa pengecualian yang berbeda dengan keadaan biasa. Menurut

segi pendanaan, nampaknya hal itu menjadi masalah, karena dispensasi di

bidang ini sulit dilakukan. Untuk menuju pelayanan yang memuaskan dibutuhkan

sarana dan prasarana yang memadai, meliputi ruangan, alat kesehatan utama,

alat diagnostik dan alat penunjang diagnostik serta alat kesehatan untuk suatu

tindakan medik. Disamping itu juga tidak kalah pentingnya sumber daya manusia

yang memenuhi syarat, baik kuantitas maupun kualitas. Petugas yang

mempunyai pengetahuan yang tinggi, keterampilan yang andal dan tingkah laku

yang baik.

Unit Gawat Darurat berperan sebagai gerbang utama jalan masuknya

penderita gawat darurat. Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secara

keseluruhan dalam hal kualitas dan kesiapan dalam perannya sebagai pusat

rujukan penderita dari pra rumah tercermin dari kemampuan unit ini.

Standarisasi Unit Gawat Darurat saat ini menjadi salah satu komponen penilaian

penting dalam perijinan dan akreditasi suatu rumah sakit. Penderita dari ruang

UGD dapat dirujuk ke unit perawatan intensif, ruang bedah sentral, ataupun

bangsal perawatan. Jika dibutuhkan, penderita dapat dirujuk ke rumah sakit lain.

Upaya Pertolongan terhadap penderita gawat darurat harus dipandang

sebagai satu system yang terpadu dan tidak terpecah-pecah. Sistem

mengandung pengertian adanya komponen-komponen yang saling berhubungan

dan saling mempengaruhi, mempunyai sasaran (output) serta dampak yang

diinginkan (outcome). Sistem yang bagus juga harus dapat diukur dengan

melalui proses evaluasi atau umpan balik yang berkelanjutan.

B.Karakteristik Pelayanan Gawat Darurat

Dipandang dan segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat

berbeda dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik

khusus. Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan

pengaturan hukum yang khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum yang

Page 3: BAB II SIM

berbeda dengan keadaan bukan gawat darurat. Beberapa Isu Seputar Pelayanan

Gawat Darurat yaitu, pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapa

masalah utama yaitu :

Periode waktu pengamatan/pelayanan relatif singkat

Perubahan klinis yang mendadak

Mobilitas petugas yang tinggi

Hal-hal di atas menyebabkan tindakan dalam keadaan gawat darurat

memiliki risiko tinggi bagi pasien berupa kecacatan bahkan kematian. Dokter

yang bertugas di gawat darurat menempati urutan kedua setelah dokter ahli

onkologi dalam menghadapi kematian. Situasi emosional dari pihak pasien

karena tertimpa risiko dan pekerjaan tenaga kesehatan yang di bawah tekanan

mudah menyulut konflik antara pihak pasien dengan pihak pemberi pelayanan

kesehatan.

C. Hubungan Dokter Pasien dalam Keadaan Gawat Darurat

Hubungan dokter pasien dalam keadaan gawat darurat sering merupakan

hubungan yang spesifik. Dalam keadaan biasa (bukan keadan gawat darurat)

maka hubungan dokter pasien didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak,

yaitu pasien dengan bebas dapat menentukan dokter yang akan dimintai

bantuannya (didapati azas voluntarisme). Demikian pula dalam kunjungan

berikutnya, kewajiban yang timbul pada dokter berdasarkan pada hubungan

yang telah terjadi sebelumnya (pre-existing relationship). Dalam keadaan darurat

hal di atas dapat tidak ada dan azas voluntarisme dan keduabelah pihak juga

tidak terpenuhi. Untuk itu perlu diperhatikan azas yang khusus berlaku dalam

pelayanan gawat darurat yang tidak didasari atas azas voluntarisme.

Apabila seseorang bersedia menolong orang lain dalam keadaan darurat,

maka ia harus melakukannya hingga tuntas dalam arti ada pihak lain yang

melanjutkan pertolongan itu atau korban tidak memerlukan pertolongan lagi.

Dalam hal pertolongan tidak dilakukan dengan tuntas maka pihak penolong

dapat digugat karena dianggap mencampuri/ menghalangi kesempatan korban

untuk memperoleh pertolongan lain (loss of chance).

D.Pengaturan Staf dalam Instalasi Gawat Darurat

Ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah memadai adalah syarat yang

harus dipenuhi oleh UGD. Selain dokter jaga yang siap di UGD, rumah sakit juga

harus menyiapkan spesialis lain (bedah, penyakit dalam, anak, dll) untuk

memberikan dukungan tindakan medis spesialistis bagi pasien yang

memerlukannya. Dokter spesialis yang bertugas harus siap dan bersedia

Page 4: BAB II SIM

menerima rujukan dan UGD. Jika dokter spesialis gagal memenuhi kewajibannya

maka tanggung jawab terletak pada dokter itu dan juga rumah sakit karena tidak

mampu mendisiplinkan dokternya.

E. Peraturan Perundang-Undangan yang Berkaitan dengan Pelayanan

Gawat Darurat

Pengaturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan gawat

darurat adalah UU No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan

No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis, dan Peraturan Menteri

Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit.

Pengaturan Penyelenggaraan Pelayanan Gawat Darurat Ketentuan tentang

pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam pasal 5l

UUNo.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter wajib

melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan. Selanjutnya,

walaupun dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah

pelayanan gawat darurat namun secara tersirat upaya penyelenggaraan

pelayanan tersebut sebenamya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh

derajat kesehatan yang optimal (pasal 4) Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa

Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan

terjangkau oleh masyarakat termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurang

mampu. Tentunya upaya ini menyangkut pula pelayanan gawat darurat, baik

yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta).

Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan

pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin

rumah sakit. Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk

meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian pelayanan. Dalam

penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase pra-rumah sakit

dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase rumah

sakit telah terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang

Rumah Sakit, di mana dalam pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit

untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari

F. Masalah Lingkup Kewenangan Personil dalam Pelayanan Gawat

Darurat

Hal yang perlu dikemukakan adalah pengertian tenaga kesehatan yang

berkaitan dengan lingkup kewenangan dalam penanganan keadaan gawat

darurat. Pengertian tenaga kesehatan diatur dalam pasal 1 butir 3 UU

No.23/1992 tentang Kesehatan sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah setiap

Page 5: BAB II SIM

orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki

pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan

yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya

kesehatan. Melihat ketentuan tersebut nampak bahwa profesi kesehatan

memerlukan kompetensi tertentu dan kewenangan khusus karena tindakan yang

dilakukan mengandung risiko yang tidak kecil.

Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.23/1992 tentang

Kesehatan dapat dilihat dalam pasal 32 ayat (4) yang menyatakan bahwa

pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan

ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Ketentuan tersebut

dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari tindakan seseorang yang tidak

mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan pengobatan/perawatan,

sehingga akibat yang dapat merugikan atau membahayakan terhadap kesehatan

pasien dapat dihindari, khususnya tindakan medis yang mengandung risiko.

Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan

medik diatur dalam pasal 50 UUNo.23/1992 tentang Kesehatan yang

merumuskan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau

melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau

kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkuta. Pengaturan di atas

menyangkut pelayanan gawat darurat pada fase di rumah sakit, di mana pada

dasarnya setiap dokter memiliki kewenangan untuk melakukan berbagai

tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat darurat. Dalam

hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan maka yang

bersangkutan harus menemelakukanrapkan standar profesi sesuai dengan situasi

(gawat darurat) saat itu.

G. Masalah Medikolegal pada Penanganan Pasien Gawat Darurat

Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputi

hubungan hukum dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan pelayanan

gawat darurat

karena secara yuridis keadaan gawat darurat cenderung menimbulkan privilege

tertentu bagi tenaga kesehatan maka perlu ditegaskan pengertian gawat

darurat. Menurut The American Hospital Association (AHA) pengertian gawat

darurat adalah “An emergency is any condition that in the opinion of the patient,

his family, or whoever assumes the responsibility of bringing the patient to the

hospital-remelakukanquires immediate medical attention. This condition

Page 6: BAB II SIM

continues until a determination has been made by a health care professional that

the patient’s life or well-being is not threatened”.

Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat

darurat walaupun sebenarnya tidak demikian. Sehubungan dengan hal itu perlu

dibedakan antara false emergency dengan true emergency yang pengertiannya

adaiah: A true emergency is any condition clinically determelakukanmined

to require immediate medical care. Such conditions range from those requiring

extensive immediate care and admission to the hospital to those that are

diagnostic probmelakukanlems and may or may not require admission after

work-up and observation.

Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah kesehatan yang

dihadapi pasien diselengganakanlah triage. Tenaga yang menangani hal tersebut

yang paling ideal adalah dokter, namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempat

dikerjakan oleh perawat melalui standing order yang disusun rumah sakit.

H. Hubungan Hukum dalam Pelayanan Gawat Darurat

Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat

tenaga kesehatan karena diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis

atau pemberian terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya

kekeliruan itulah yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat (proximate cause).

Bila tuduhan kelalaian tersebut dilakukan dalam situasi gawat darurat maka

perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi.

Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan

tenaga kesehatan yang berkuamelakukanlifikasi sama, pada pada situasi dan

kondisi yang sama pula.

Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien

(informed consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992

tentang Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan

No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan gawat darurat

di mana harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar

dan tidak didampingi pasien, tidak perLu persetujuan dari siapapun (pasal 11

Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat

diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harus

disimpan dalam berkas rekam medis.

I. Kematian pada Instalasi Gawat Darurat

Pada prinsipnya setiap pasien yang meninggal pada saat dibawa ke UGD

(Death on Arrival) harus dilaporkan kepada pihak berwajib. Di negara Anglo-

Page 7: BAB II SIM

Saxon digunakan sistem koroner, yaitu setiap kematian mendadak yang tidak

terduga (sudden unexpected death) apapun penyebabnya harus dilaporkan dan

ditangani oleh Coroner atau Medical Exaniner. Pejabat tersebut menentukan

tindakan iebih lanjut apakah jenazah harus diautopsi untuk pemeriksaan lebih

lanjut atau tidak. Dalam keadaan tersebut surat keterangan kematian (death

certificate) diterbitkan oleh Coroner atau Medical Examiner. Pihak rumah sakit

harus menjaga keutuhan jenazah dan benda-benda yang berasal dari tubuh

jenazah (pakaian dan benda lainnya) untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Indonesia tidak menganut sistem tersebut, sehingga fungsi semacam

coroner diserahkan pada pejabat kepolisian di wilayah tersebut. Dengan

demikian pihak POLRI yang akan menentukan apakah jenazah akan diautopsi

atau tidak. Dokter yang bertugas di UGD tidak boLeh menerbitkan surat

keterangan kematian dan menyerahkan permasalahannya path POLRI. Untuk

Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sesuai dengan Keputusan KepalaDinas Kesehatan

DKI Nomor 3349/1989 tentang berlakunya Petunjuk Pelaksanaan Pencatatan dan

Pelaporan kematian di Puskesmas, Rumah Sakit, RSB/RB di wilayah DKI Jakarta

yang telah disempurnakan tanggal 9 Agustus 1989 telah ditetapkan bahwa

semua peristiwa kematian rudapaksa dan yang dicurigai rudapaksa dianjurkan

kepada keluarga untuk dilaporkan kepada pihak kepolisian dan selanjutnya

jenazah harus dikirim ke RS Cipto Mangunkusumo untuk dilakukan visum

etrepertum. Kasus yang tidak boleh diberikan surat keterangan kematian adalah:

meninggal pada saat dibawa ke UGD

meninggal akibat berbagai kekerasan

meninggal akibat keracunan

meninggal dengan kaitan berbagai peristiwa kecelakaan Kematian yang

boleh dibuatkan surat keterangan

Kematiannya adalah yang cara kematiannya alamiah karena. penyakit dan

tidak ada tanda-tanda kekerasan.

J. Pembiayaan dalam Pelayanan Gawat Darurat

Dalam pelayanan kesehatan prestasi yang diberikan tenaga kesehatan

sewajarnya diberikan kontra-prestasi, paling tidak segala biaya yang diperlukan

untuk menolong seseorang. Hal itu diatur dalam hukum perdata. Kondisi tersebut

umumnya berlaku pada fase pelayanan gawat darurat di rumah sakit.

Pembiayaan pada fase ini diatasi pasien tetapi dapat juga diatasi perusahaan

asuransi kerugian, baik pemerintah maupun swasta. Di sini nampak bahwa jasa

pelayanan kesehatan tersebut merupakan private goods sehingga masyarakat

(pihak swasta) dapat diharapkan ikut membiayainya.

Page 8: BAB II SIM

Realisasi pembiayaan melalui pengaturan secara hukum yang mewajibkan

anggaran untuk pelayanan yang bersifat public goods tersebut. Bentuk &

peraturan perundang-undangan tersebut dapat berupa peraturan pemerintah

yang merupakanjabaran dari UU No.23/ 1992 dan atau peraturan daerah tingkat I

(Perda Tk.I).

BAB II

GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT

PERTAMINA JAYA

A. Profil

Rumah Sakit Pertamina Jaya ( RSPJ )

diresmikan penggunaannya pada bulan April

1979 oleh dr. Amino Gondohutomo (alm) yang

ketika itu menjabat sebagai Kepala Rumah Sakit

Pusat Pertamina. RSPJ merupakan rumah sakit

tipe C plus, dimana sebelumnya adalah rumah

sakit bersalin yang dikelola oleh Direktorat

Perkapalan dan Telekomunikasi (P&T) dengan

jumlah tempat tidur sebanyak 54 buah.Tahun 1990 RSPJ menambah fasilitas

ruang rawat inap yang ada, yaitu rawat inap pasien Psikiatri / penyakit Jiwa dan

rawat inap pasien penyakit Paru, sehingga kapasitas tempat tidur menjadi 79

buah. Tahun 1992 berdasarkan surat keputusan Direktur Utama Pertamina

No. Kpts-024/C0000/92-S0 maka pengelolaan RSPJ diserahkan dari Direktorat P&T

ke Direktorat Umum. Dengan perubahan status tersebut Rumah Sakit Pertamina

Jaya memiliki otonomi untuk mengatur manajemen perusahaan secara mandiri.

Tahun 1997 RSPJ telah melakukan Akreditasi Rumah Sakit dengan 4 (empat)

standar pelayanan dasar. Tahun 2001 RSPJ kembali melakukan Akreditasi Rumah

Sakit dengan 12 (duabelas) standar pelayanan kesehatan lainnya. Tahun 2000

RSPJ menjadi salah satu cabang PT. RSPP, sebagai rumah sakit cabang segala

kebijakan RSP Jaya harus mengacu kepada PT. RSPP. Tahun 2002 PT. RSPP

Page 9: BAB II SIM

berubah namanya menjadi PT. Pertamina Bina Medika (PERTAMEDIKA) yang

membawahi RS. Pusat Pertamina, RS. Pertamina Jaya, RS. Pertamina Klayan, RS.

Pertamina Tanjung, RS. Pertamina Balikpapan, RS. Pertamina Prabumulih,

Pertamedika Medical Center (PMC), Akademi Keperawatan (AKPER) dan

Manajemen Pengendalian Pemeliharaan Kesehatan (MPPK).

Tahun 2004 dilakukan renovasi terhadap sarana dan prasarana, sehingga

kapasitas tempat tidur RSPJ saat ini menjadi 70 tempat tidur dan poliklinik

menjadi 27 ruang. Diharapkan RSPJ dapat meningkatkan kenyamanan bagi

pelanggannya dengan menjadikan RSPJ menjadi sebuah rumah sakit, yang

walaupun “ mungil “ tetapi tetap indah dan bersih. Pada tahun 2004 hingga

2005, RSPJ melakukan renovasi ruangan poliklinik dan ruang rawat secara

bertahap sehingga poliklinik ada dilantai dasar dan ruang rawat ada dilantai dua

yang meliputi : VIP sebanyak 2 TT, kelas I A sebanyak 12 TT, kelas IB sebanyak 2

TT, kelas II sebanyak 19 TT, kelas III sebanyak 19 TT dan ruang Isolasi sebanyak

2 TT. Pada tahun 2005, RSPJ melaksanakan Akreditasi yang kedua untuk 16

(enambelas) layanan, meliputi Administrasi & Manajemen, Pelayanan Medis,

Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Keperawatan & Rekam Medis, Farmasi, K3,

Radiologi, Laboratorium, Kamar Operasi, Pengendalian di RS & Perinatal Resiko

Tinggi, Pelayanan Rehabilitasi Medik, Pelayanan Gizi, Pelayanan Intensif dan

Pelayanan Darah.B. Visi, Misi, dan Nilai RSPJV I S I Menjadi institusi

pemeliharaan kesehatan yang memberikan layanan PRIMA  dan lebih baik dari

institusi pelayanan kesehatan yang setara serta berlandaskan moral agamis

M I S IMelaksanakan pelayanan kesehatan berdasarkan paradigma sehat sesuai

kebutuhan pelanggan dengan standar pelayanan yang prima dan terpadu.

1. Membangun SDM yang berkualitas melalui mekanisme pembelajaran

berkesinambungan.

2. Menjalankan kegiatan opersional secara efektif, efisien dan aman untuk

menghasilkan nilai tambah bagi Stakeholders (pelanggan, pekerja, mitra kerja,

pemilik dan masyarakat).

TATA NILAI

Tata nilai yang menjadi landasan RSP Jaya didalam memberikan pelayanan

kesehatan tercermin pada motto: "We Care and We Cure" serta Core Values

"La PRIMA" (Profesional, Ramah, Ikhlas, Mutu, Antusias).

B.Deskripsi Organisasi

Rumah Sakit Pertamina Jaya (RSP Jaya) adalah salah satu unit operasi dari

PT. PERTAMINA BINA MEDIKA (PERTAMEDIKA) yang telah beroperasi sejak 2 April

Page 10: BAB II SIM

1979. Awalnya RSP Jaya merupakan bagian dari organisasi PERTAMINA, yaitu

Bagian Kesehatan PERTAMINA. Pada tanggal 16 Mei 2000 dibentuk PT RSPP

sebagai anak perusahaan PERTAMINA, dimana RSP Jaya merupakan salah satu

unit usahanya. Pada tanggal 8 Agustus 2002 PT RSPP berubah nama menjadi PT

Pertamina Bina Medika (PERTAMEDIKA).

RS Pertamina Jaya berlokasi di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, diapit kawasan

bisnis dan hunian yaitu Kelapa Gading, Jakarta Utara dan Jakarta Timur. RSP Jaya

mempunyai 3 lantai, merupakan rumah sakit type madya menempati area

kurang lebih seluas 5.000 meter2, yang mengedepankan kepuasan pelanggan,

mitra dan stakeholder. Sebagai bagian dari PERTAMEDIKA, RSP Jaya mempunyai

keunggulan yaitu adanya jejaring dengan klinik-klinik Pertamedika Medical

Centre (PMC) dan RS Pusat Pertamina (RSPP) sebagai pusat rujukan. Meskipun

tetap mengemban tugas utama untuk melayani masyarakat PERTAMINA, RSP

Jaya juga memberikan pelayanan kepada masyarakat umum lainnya dengan tarif

kompetitif yang terjangkau.

Upaya menjaga mutu dan kepercayaan pelanggan dilaksanakan dengan

mengikuti proses akreditasi rumah sakit dari Departemen Kesehatan, dimana

RSP Jaya telah tiga kali mengikutinya sejak tahun 1997. Pada tahun 2005 RSP

Jaya telah memperoleh Sertifikasi Akreditasi Rumah Sakit Penuh Tingkat Lengkap

(16 Layanan). Untuk pelayanan MCU, telah memperoleh Sertifikasi International

Pemeriksaan Kesehatan untuk Pelayaran/Pelaut. Demikian juga dalam bidang

K3LL telah memperoleh penghargaan dari PT PERTAMINA sebagai Rumah Sakit

yang berprestasi dalam pengelolaan aspek K3LL.Disamping itu RSP Jaya juga

memperoleh pujian dari banyak pengamat teknologi informasi akan sistem

komputerisasi rumah sakit yang ditandai dengan perolehan Penghargaan

Indonesia Go Open Source tahun 2004 dari Menteri Riset dan Teknologi atas

peran serta dalam pengembangan dan pemanfaatan sistem informasi rumah

sakit dengan open source di Indonesia. Pada tahun 2007 Persi Award diperoleh

RSP Jaya dalam hal inovasi efisiensi Rumah Sakit.

D. Layanan

RSP Jaya merupakan rumah sakit kecil tetapi mempunyai layanan cukup

lengkap. Layanan utama RSP Jaya adalah Layanan Rawat Jalan dan Layanan

Rawat Inap. Layanan Rawat Inap memiliki kapasitas 69 Tempat Tidur yang terdiri

atas Ruang Perawatan Umum, Rawat Gabung, ICU, Dan Kamar Bayi. Layanan

Rawat Jalan Umum merupakan salah satu mata rantai layanan untuk pelayanan

berbasis managed care.Tersedianya layanan primer di bawah satu atap sangat

memudahkan pasien untuk mendapatkan layanan secara komprehensif. Untuk

Page 11: BAB II SIM

itu RSP Jaya juga memiliki Layanan Bedah, Hemodialisa, Laboratorium,

Fisioterapi, Radiologi, Apotik, Gawat Darurat 24 jam dan Layanan Pemeriksaan

Kesehatan.

Mekanisme pemberian layanan kesehatan di RSP Jaya dilakukan secara langsung

dan atau rujukan bila diperlukan tindakan atau penegakan diagnosa yang tidak

tersedia di RSP Jaya.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Kedudukan Unit Teknologi Informasi (TI) di RS Pertamina Jaya

Dalam struktur organisasi Rumah Sakit Pertamina Jaya (RSPJ), unit

teknologi informasi berada di bawah direktur RSPJ secara langsung. Selain

membawahi TI secara langsung, Direktur RSPJ juga membawahi Medis, SDM dan

umum, Keperawatan, dan Keuangan. Hubungan TI dengan direktur mempunyai

fungsi staffing karena posisinya yang berada dibawah direktur secara langsung.

Struktur organisasi unit TI terdiri seorang Kepala TI yang berhubungan secara

langsung dengan direktur. Kepala TI membawahi dua bagian utama dalam unit

TI, yaitu bagian pengawas pengembangan dan pengawas pemeliharaan.

Pengawas pengembangan membawahi penata programmer sedangkan

pengawas pemeliharaan membawahi penata software dan penata hardware.

B.Visi dan Misi Unit TI RSPJ

Visi TI RSPJ adalah menjadi salah satu fungsi penunjang strategis bagi RSPJ

dalam meraih keunggulan yang lebih maju dari Rumah Sakit setara di Jabotabek.

Sedangkan misi TI RSPJ adalah mewujudkan TI RSPJ sebagai unit pendukung

strategis bagi peningkatan daya saing RSPJ; Menciptakan sistem informasi rumah

sakit yang mampu mengintegrasikan seluruh kebutuhan rumah sakit melalui

pengembangan sistem dan prosedur proses bisnis RS; Secara terus menerus dan

Page 12: BAB II SIM

konsisten menyajikan data dan informasi yang terbaru untuk semakin

meningkatkan keunggulan daya saing; Peningkatan dan pengembangan

kapabilitas sumberdaya internal (sumberdaya manusia dan teknologi) untuk

memperkuat posisis internal.

C. Tugas dan Tanggung Jawab TI RSPJ

Unit Teknologi Informasi RSPJ mempunyai tugas dan tanggung jawab

diantaranya mendukung manajemen dalam hal pengambilan keputusan melalui

penyediaan informasi serta merencanakan, mengkoordinasikan, melaksanakan

dan mengevaluasi pengembangan dan pemeliharaan Sistem Informasi

Manajemen untuk mewujudkan pencapaian visi, misi dan tujuan RSPJ. Tugas TI

dalam melakukan pengembangan sistem informasi dilakukan oleh bagian

pengawas pengembangan yang terus melakukan terobosan-terobosan terbaru

untuk menemukan sistem informasi manajemen yang dapat membantu

pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien. Salah satu caranya adalah dengan

mendevelop sistem baru. Tugas TI lain yang tidak kalah penting adalah

melakukan pemeliharaan terhadap sistem informasi manajemen yang telah ada

baik itu dari segi software maupun hardware. Hal ini dilakukan agar sistem

informais manajemen yang ada tetap dapat memberikan manfaat bagi

berlangsungnya kegiatan di RSPJ tersebut. Jika sistem yang dikembangkan sudah

jadi, maka perlu adanya pemeliharaan terhadap sistem tersebut agar sistem

dapat digunakan dengan baik dan tidak menjadi sia-sia dalam mengembangkan

sistem tersebut.

D.Tujuan Sistem Informasi Manajemen RSPJ

Mendukung operasional Rumah Sakit

Adanya sistem komputer yang handal dan dapat mengintegrasikan seluruh

kegiatan operasional RSPJ dalam melayani pasien

Peningkatan pelayanan terhadap seluruh pasien

Memudahkan pengawasan dari manajemen terhadap seluruh fungsi yang

ada

E. Manfaat SIM RSPJ

1. Bagi rumah sakit

Meningkatnya kualitas pelayanan

Adanya sistem informasi manajemen di RSPJ menyebabkan kualitas

pelayanan dapat meningkat karena segala pekerjaan yang dilakukan oleh

Page 13: BAB II SIM

tenaga kesehatan di rumah sakit tersebut dapat berjalan secara efektif dan

efisien

Memudahkan pelaporan administrasi, medik dan keuangan

Sistem Informasi Manajemen di RSPJ menerapkan konsep terintegrasi

sehingga hubungan antar unit dapat berlangsung dengan baik. Pelaporan

yang diterima di suatu unit dapat diketahui oleh unit lain tanpa unit tersebut

meminta data ke unit yang bersangkutan. Data pelaporan, baik itu

administrasi, medik maupun keuangan secara otomatis didstribusikan ke

unit-unit terkait.

Mengurangi human error

SIM di RSPJ membuat pekerjaan yang dilakuakn oelh tenaga kesehatan

berbasis komputerisasi. Semua proses kerja yang dilakuakan di RSPJ

menggunakan komputer. Mulai dari proses administrasi sampai proses

pencatatan resep. Tulisan dokter dalam membuat resep dikhwatirkan

menimbulkan kesalahpahaman pada apoteker dalam menyiapkan obat.

Walaupun apoteker memahami tulisan tangan dokter namun tidak dapat

dipngkiri bahwa suatu waktu apoteker bisa melakukan kesalahan dalam

membaca resep walaupun hanya satu huruf. Hal ini dapat merugikan

pasien. Dengan adanya SIM, human error seperti itu dapat dikurangi

frekuensinya, karena resep dokter dapat diprint sehingga mmudahkan

apoteker dalam membaca.

Meningkatkan patient safety

Adanya SIM menyebabkan patient safety dapat meningkat. Seperti contoh

di atas, keamanan pasien dalam mendapatkan obat yang benar dapat

terjamin dengan adanya resep yang diprint. Hal lain dapat dilihat dari

system billing yang membuat tagihan pembayaran menjadi tepat karena

segala tindakan medis yang diterima oleh pasien dapat terekam di billing

system ini dengan baik.

Pengendalian pelayanan bagi pelanggan

Pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis kepada pasien dapat

dikendalikan secara baik dengan adanya SIM. Konsep managed care yang

dapat meningkatkan proses efisiensi dapat tercapai dengan baik. Adanya

alert system dalam SIM yang selalu mengingatkan dokter memberikan

pelayanan medis yang efektif dan efisien membuat pasien tidak perlu

membayar untuk pelyanan yang tidak esensial bagi dirinya.

2. Bagi pasien

Page 14: BAB II SIM

Menerima pelayanan yang lebih baik

Adanya SIM di RSPJ membuat pelayanan yang diterima oleh pasien menjadi

lebih baik. Terlihat dari beberapa contoh di atas, adanya SIM dapat

mengurangi terjadinya human error yang dapat menghambat pekerjaan dan

menimbulkan kerugian. Berkurangnya human error yang dilakukan oleh

tenaga kesehatan menyebabkan kualitas pelayanan dapat meningkat.

Kepuasaan terhadap pelayanan

Kepuasaan pasien dapat meningkat dengan adanya SIM yang membuat

pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien. Segala kebutuhan pasien dapat

tersedia dengan cepat, seperti dalam contoh pengambilan obat di apotek.

Sebelum pasien datang, apoteker sudah mengetahui pesanan obat tersebut

sehingga dapat langsung meracik sebelum orang tersebut datang. Ketika

pasien datang, obat dapat langsung diberikan tanpa perlu menunggu lama.

Jadi kepusaan pasien dapat meningkat dengan cepat.

F. Karakteristik Sistem

1. Terintegrasi

Data yang diolah untuk seorang user harus sama dengan data untuk user

yang lain, sehingga informasi yang dihasilkan konsisten. Dengan adanya

sistem terintergrasi data yang dientry disuatu unit dapat diterima di unit-unit

lain yang terkait, tanpa melakuakn entry data ulang. Hal ini dapat

menyebabkan proses pekerjaan berjalan dengan efektif dan pelayanan medis

dapat dilakukan dengan cepat dan akhirnya timbul kepuasaan dari pasien

terhadap pelayanan yang diberikan kepadanya.

Salah satu contoh sistem terintegrasi dapat dilihat dari data pasien yang

dientry di bagian registrasi dapat diterima oleh dokter. Saat memberikan

pelayanan medis kepada pasien, dokter juga harus mengentry data terkait

dengan pelayanan yang diberikan kepada pasien untuk keperluan rekam

medis. Resep obat yang diberikan oleh dokter juga secara otomatis diterima

oleh bagian apotek sehingga obat dapat segera diracik atau diseediakan.

Nominal uang yang harus dibayar oleh pasien juga terekam dengan baik oleh

billing system, sehingga pihak rumah sakit tidak perlu mencatat sirkulasi

keuangan secara manual. Data mengenai proses transaksi keuangan juga

dapat diterima oleh bagian keuangan dengan baik, sehingga bagian

keuangan dapat mebuat jurnal harian dengan cepat dan tepat.

Dalam memutuskan tindakan medis, dokter juga dibantu oleh adanya alert

system yang mengingatkan dokter tentang tindakan medis yang telah

diterima pasien sebelumnya, riwayat penyakt pasien, dan obat-obat yang

Page 15: BAB II SIM

telah dikonsumsi oleh pasien. Alert system ini merupakan decision support

system yang didapat dari entry data yang dilakukan oleh tenaga kesehatan

yang menangani pasien tersebut sebelumnya.

2. Cepat dan Praktis

Sistem ini harus mampu menampilkan informasi yang diminta secara

cepat dan mudah dalam penggunaannya.

3. Valid

Data yang diolah harus selalu dalam keadaan valid. Sistem harus mampu

menjaga agar perubahan pada data tidak menimbulkan kerancuan bagi user-

user yang menggunakannya.

4. Aman

Sistem harus mampu menjaga data dan informasi dari akses oleh user

yang tidak berhak. Akan tetapi sistem harus tetap fleksibel tehadap

mekanisme sharing data dan informasi.

G.Aplikasi Sistem Informasi Manajemen di Unit Gawat darurat RSPJ

Sistem Informasi Manajemen di RSPJ mulai diberlakukan pada tahun 2001.

Pada tahun 1999 SIM mulai dikembangkan, namun SIM yang ada pada saat itu

hanya billing system. Sistem informasi di RSPJ menggunakan opensource LINUX,

sehingga dapat meminimalisir biaya untuk pengembangan system informasi di

RSPJ.

Pasien yang baru datang ke RSPJ mendatangi bagian administrasi untuk

melakukan registrasi. Pasien yang membutuhkan pemberian tindakan medis

dengan cepat karena sedang dalam kondisi darurat, langsung ditempatkan di

unit UGD. Berikut adalah contoh tampilan data pasien di bagian administrasi:

Page 16: BAB II SIM

Data pasien diatas berisi informasi dasar mengenai pasien. Gambar di atas

adalah contoh data pasien yang ditempatkan di poliklinik, namun untuk pasien

yang ditempatkan di UGD tidak jauh berbeda tampilannya, hanya ada tambahan

mengenai rujukan pasien ke kamar operasi. Ada beberapa rujukan bagi pasien

yang masuk UGD seperti kamar operasi, poli rawat jalan atau rawat inap. Setiap

data yang di entry di bagian registrasi dapat diterima oleh bagian lain yang

terkait dengan pasien tersebut, tanpa bagian lain melakukan entry data lagi. Hal

ini karena sistem informasi di RSPJ berdasarkan sistem terintegrasi, semua unit

yang berkaitan dengan seorang pasien dapat menerima data yang di entry oleh

suatu unit. Misalnya, seorang pasien di UGD, dirujuk ke kamar operasi, data

mengenai pasien yang ingin dioperasi tersebut secara otomatis dapat diterima

oleh tenaga kesehatan yang bertugas di kamar operasi. Hal ini dapat membuat

tenaga kesehatan di kamar operasi tersebut dapat menyiapkan segala sesuatu

yang berhubungan dengan operasi secara baik dan pelayanan juga dapat

diberikan dengan cepat.

Di bagain registrasi ini juga terdapat tampilan yang memberitahukan

daftar tunggu pasien tersebut. Petugas registrasi dapat menentukan secara tepat

nomor antrean pasien, sehingga kecil kemungkinan terjadi complain pasien

terhadap pelayanan yang lama karena semua pasien sudah mempunyai nomor

urutnya masing-masing untuk mendapatkan pelayanan medis. Jadi, setiap pasien

tidak dapat berbuat curang untuk mendapatkan pelayanan terlebih dahulu. Data

yang dientry oleh petugas bagian registrasi dapat diterima secara otomatis oleh

dokter di bagian poliklinik. Berikut adalah tampilan data yang diterima oleh

dokter

F. Diagram Umum Sistem Informasi Rumah Sakit

Page 17: BAB II SIM

Skema diatas menjelaskan mengenai alur sistem informasi rumah sakit.

Alur sistem informasi rumah sakit tersebut terdiri dari alur front office dan back

office. Alur front office lebih menjelaskan mengenai sistem pelayanan kesehatan

di rumah sakit sedangkan alur back office menjelaskan tentang bisnis dan

manajemen rumah sakit.

Alur sistem informasi front office menjelaskan dari permulaan masuk ke

rumah sakit khususnya memasuki unit gawat darurat bermula dari registrasi,

setelah proses registrasi pasien yang membutuhkan pelayanan gawat darurat

tersebut memasuki UGD. Setelah mendapatkan pelayanan kesehatan yang

dibutuhkan maka pasien UGD bisa dirujuk ke rawat inap ataupun ke unit

penunjang seperti kamar operasi dan layanan laboratorium. Dari rawat inap, Unit

penunjang ataupun dari UGD bisa ke unit farmasi untuk proses pengambilan

obat. Setelah proses pengambilan obat atau dari unit farmasi bisa langsung ke

kasir. Dari rawat inap bisa langsung ke kasir tanpa ke unit penunjang ataupun ke

unit farmasi.

Alur sistem informasi back office dimulai dari informasi pada unit farmasi

yaitu informasi mengenai jumlah obat yang sudah digunakan. Informasi tersebut

digunakan oleh bagian inventory sehingga diketahui jumlah persediaan obat saat

ini. Kemudian bagian logistic menggunakan informasi tersebut untuk melakukan

Page 18: BAB II SIM

perencaaan dan pengadaan logistik yang dibutuhkan oleh rumh sakit. Setelah

proses itu kemudian dibuat laporan. Selain dibutuhkan oleh bagian logistik,

informasi tersebut juga dibutuhkan untuk membuat jurnal mengenai pendapatan

yang diperoleh rumah sakit. Setelah proses penjurnalan informasi tersebut

diposting dan kemudian dibuat laporan. Informasi dari bagian inventory juga bisa

langsung dibuat laporan mengenai persediaan.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Page 19: BAB II SIM

A. Kesimpulan

Sistem pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Pertamina Jaya sudah

menggunakan system informasi terintegrasi yang terkait dengan pelayanan di

unit UGD. Penerapan sistem terintegrasi ini dapat meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan, kinerja pegawai dan kepuasaan pasiendi rumah sakit

tersebut. Pelayanan kesehatan di UGD mencerminkan kualitas pelayanan rumah

sakit terebut secara keseluruhan. Oelh karena itu, rumah sakit harus mempunyai

sistem informasi yang baik, terutama di UGD.

B. Saran

Setiap rumah sakit seharusnya mempunyai SDM yang berkompeten di

bidang Teknologi Informasi agar dapat mengembangkan system informasi

dengan baik. Selain itu, perlu adanya kaderisasi terhadap SDM-SDM TI agar tidak

hanya bergantung ke beberapa orang dalam mengembangkan sistem informasi.

Pengembangan system informasi tidak memerlukan biaya yang mahal, tetapi

perlu didukung oleh SDM yang mampu mengembangkan system informasi secara

efisien.