bab ii rerangka teoritis -...

18
BAB II RERANGKA TEORITIS 2.1. Konsep Dasar 2.1.1. Keterlibatan Kerja Konsep keterlibatan kerja pertama kali diperkenalkan oleh Lodahl dan Kejner (1965). Mereka menghubungkan keterlibatan kerja pada identifikasi psikologis individu dengan pekerjaan atau pentingnya pekerjaan dalam citra diri individu (Kanungo, 1982). Lodahl dan Kejner menguraikan definisi keterlibatan kerja ke dalam dua kelompok pengertian yaitu : a. Keterlibatan kerja merupakan tingkatan yang menunjukkan sejauh mana seseorang mampu mengidentifikasikan diri secara psikologis dengan pekerjaannya, atau taraf pentingnya kerja bagi gambaran dirinya. b. Seberapa jauh hasil kerjanya (performance) dapat mempengaruhi harga dirinya (self esteem), atau dengan kata lain bagi individu pekerjaan merupakan tempat mengekspresikan self-imagenya. Brown (1996) dalam Akhtar & Singh, 2010, mengemukakan bahwa seorang karyawan dikatakan terlibat dalam pekerjaannya apabila karyawan

Upload: phungnhu

Post on 28-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II RERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2275/3/T2_912010105_BAB II.pdf · Sedangkan George Kelly (1955) merumuskan kepribadian sebagai

BAB II

RERANGKA TEORITIS

2.1. Konsep Dasar

2.1.1. Keterlibatan Kerja

Konsep keterlibatan kerja pertama kali diperkenalkan oleh Lodahl

dan Kejner (1965). Mereka menghubungkan keterlibatan kerja pada

identifikasi psikologis individu dengan pekerjaan atau pentingnya

pekerjaan dalam citra diri individu (Kanungo, 1982). Lodahl dan Kejner

menguraikan definisi keterlibatan kerja ke dalam dua kelompok pengertian

yaitu :

a. Keterlibatan kerja merupakan tingkatan yang menunjukkan sejauh

mana seseorang mampu mengidentifikasikan diri secara psikologis

dengan pekerjaannya, atau taraf pentingnya kerja bagi gambaran

dirinya.

b. Seberapa jauh hasil kerjanya (performance) dapat mempengaruhi harga

dirinya (self esteem), atau dengan kata lain bagi individu pekerjaan

merupakan tempat mengekspresikan self-imagenya.

Brown (1996) dalam Akhtar & Singh, 2010, mengemukakan bahwa

seorang karyawan dikatakan terlibat dalam pekerjaannya apabila karyawan

Page 2: BAB II RERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2275/3/T2_912010105_BAB II.pdf · Sedangkan George Kelly (1955) merumuskan kepribadian sebagai

tersebut dapat mengidentifikasikan diri secara psikologis dengan

pekerjaannya, dan menganggap kinerjanya penting untuk dirinya, selain

untuk organisasi.

Beberapa studi yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana

keterlibatan kerja dapat timbul pada para pekerja, yang akhirnya

menghasilkan dua sudut pandang yang dianggap menyebabkan timbulnya

keterlibatan kerja, yang pertama adalah dalam pendekatan disposisional,

keterlibatan dalam pekerjaan dipandang tergantung pada kepribadian

individu. Pengaruh yang diberikan oleh beberapa karakteristik pribadi yang

stabil akan memastikan individu memiliki sikap kerja yang berbeda. Dua

sikap kerja tersebut adalah keterlibatan pekerjaan dan kepuasan kerja.

Individu dianggap memiliki sejumlah keinginan atau nilai yang akan

mendorong mereka untuk bekerja lebih keras atau menghalangi mereka

dari keterlibatan kerja (Sekaran & Mowday, 1981 dalam Akhtar & Singh,

2010). Yang kedua adalah dalam pendekatan situasional, keterlibatan kerja

itu timbul sebagai respon terhadap suatu pekerjaan atau situasi tertentu

dalam lingkungan kerja. Dengan lain kata suatu jenis pekerjaan atau situasi

dalam lingkungan kerja akan mempengaruhi orang tersebut makin terlibat

atau tidak dalam pekerjaannya (Rabinowitz & hall, 1977 dalam Akhtar &

Singh, 2010).

Page 3: BAB II RERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2275/3/T2_912010105_BAB II.pdf · Sedangkan George Kelly (1955) merumuskan kepribadian sebagai

Karyawan dalam keterlibatan yang tinggi dengan kuat memihak

pada jenis kerja yang dilakukan dan benar-benar peduli dengan jenis kerja

itu. Teori yang mendasari adalah bahwa dengan mengetahui keterlibatan

kerjanya, maka karyawan akan menjadi lebih termotivasi lebih

berkomitmen terhadap organisasi ataupun perusahaan, lebih produktif, dan

lebih puas dengan pekerjaan mereka (Robbins, 2006).

Ada beberapa faktor yang dapat dipakai untuk melihat keterlibatan

kerja seorang karyawan, dimana faktor - faktor ini telah banyak digunakan

para ahli untuk studi - studi keterlibatan kerja yaitu :

1. Aktif berpartisipasi dalam pekerjaannya.

Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan dapat menunjukkan seorang

pekerja terlibat dalam pekerjaan / job involvement-nya (Allport, 1943).

Aktif partisipasi adalah perhatian seseorang terhadap sesuatu. Dari

tingkat atensi inilah maka dapat diketahui seberapa seorang karyawan

perhatian, peduli dan menguasai bidang yang menjadi bagiannya.

2. Menunjukkan pekerjaannya sebagai yang utama.

Faktor view it as a central life interest pada karyawan dapat mewakili

tingkat keterlibatan kerjanya (Dubin, 1966). Apabila karyawan tersebut

merasa bahwa pekerjaannya adalah hal yang utama. Seorang karyawan

yang mengutamakan pekerjaannya akan selalu berusaha yang terbaik

Page 4: BAB II RERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2275/3/T2_912010105_BAB II.pdf · Sedangkan George Kelly (1955) merumuskan kepribadian sebagai

untuk pekerjaannya dan mengganggap pekerjaannya sebagai pusat yang

menarik dalam hidup dan yang pantas untuk diutamakan.

3. Melihat pekerjaannya sebagai sesuatu yang penting bagi harga diri.

Keterlibatan kerja dapat dilihat dari sikap seorang pekerja dalam

berpikir mengenai pekerjaannya, dimana seorang karyawan

menganggap pekerjaan itu penting bagi harga dirinya (Gurin, Veroff

and Feld, 1960). Apabila pekerjaan tersebut dirasa berarti dan sangat

berharga baik secara materi dan psikologis bagi pekerja tersebut maka

pekerja tersebut akan menghargai dan akan melakukan pekerjaannya

sebaik mungkin sehingga keterlibatan kerja dapat tercapai, dan

karyawan tersebut merasa bahwa pekerjaan mereka penting bagi harga

dirinya.

2.1.2. Kepribadian Proaktif

Pada dasarnya jiwa manusia dapat dibedakan menjadi dua aspek,

yakni aspek kemampuan (ability) dan aspek kepribadian (personality).

Aspek kemampuan meliputi : prestasi belajar, inteligensi, dan bakat;

sedangkan aspek kepribadian meliputi watak, sifat, penyesuaian diri, minat,

sikap, dan motivasi. Batasan mengenai kepribadian telah dirumuskan oleh

para ahli psikologi, dan rumusannya berbeda-beda satu sama lain

Page 5: BAB II RERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2275/3/T2_912010105_BAB II.pdf · Sedangkan George Kelly (1955) merumuskan kepribadian sebagai

diantaranya Gordon Allport (1943) menyatakan bahwa kepribadian sebagai

organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan

tingkah laku dan pemikiran individu secara khas. Sedangkan George Kelly

(1955) merumuskan kepribadian sebagai cara yang unik dari individu

dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya Selain itu Cook,

Hunsaker dan Coffey (1997) menyatakan bahwa kepribadian adalah ciri

dan perilaku yang membedakan individu dengan individu lain.

Dari berbagai batasan yang berbeda-beda tersebut di atas dapat

ditarik suatu kesimpulan bahwa kepribadian merupakan suatu karakter

yang hanya dimiliki oleh individu, yang menjadi penentu pemikiran dan

tingkah lakunya. Setiap individu memiliki kepribadian yang khas, berbeda

antara individu yang satu dengan individu yang lainnya.

Perilaku proaktif merupakan perilaku yang secara langsung dapat

mengubah lingkungan disekitar mereka. Dimensi perilaku proaktif

merupakan akar dari kebutuhan-kebutuhan individu untuk memanipulasi

dan mengendalikan lingkungan. Selanjutnya, perbedaan individu mengarah

pada kecenderungan orang untuk bertindak dengan mempengaruhi

lingkungan mereka (Bateman & Crant, 1993).

Bateman dan Crant, mendefinisikan bentuk dasar kepribadian

proaktif sebagai seseorang yang relatif tidak didesak oleh kekuatan

situasional dan seseorang yang mempengaruhi perubahan lingkungan.

Page 6: BAB II RERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2275/3/T2_912010105_BAB II.pdf · Sedangkan George Kelly (1955) merumuskan kepribadian sebagai

Sehingga, orang yang sangat proaktif dapat mengenali peluang dan

bertindak atas peluang tersebut, menunjukkan inisiatif dan gigih

memperjuangkan perubahan yang berarti. Mereka mentransformasikan

misi, menemukan dan menyelesaikan permasalahan organisasi dan pada

akhirnya menggunakan hal itu untuk mempengaruhi dunia disekitar

mereka. Orang yang kurang proaktif bertindak pasif dan reaktif, mereka

cenderung beradaptasi dengan keadaan sekitar daripada menciptakan

keadaan (Seibert, Crant dan Kraimer, 1999).

Parker et al. (2006) menyebut individu proaktif sebagai orang-

orang yang biasanya melibatkan diri dalam tindakan yang berdampak diri

mereka sendiri dan / atau lingkungan mereka. Oleh karena itu, karyawan

dengan kepribadian proaktif selalu berfokus pada masa depan, sadar serta

berorientasi pada perubahan.

Karyawan yang mampu mengubah lingkungan mereka dianggap

lebih efektif dalam kinerja. Inisiatif karyawan proaktif menyebabkan

sejumlah kesadaran dan perilaku, seperti mengidentifikasi ide-ide baru

untuk memperbaiki proses kerja dan memperbarui keterampilan mereka

untuk mencapai hasil yang memuaskan (Seibert, Kraimer, & Crant, 2001).

2.1.3. Persepsi Dukungan Organisasi

Page 7: BAB II RERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2275/3/T2_912010105_BAB II.pdf · Sedangkan George Kelly (1955) merumuskan kepribadian sebagai

Eisenberger, Huntington, Hutchison dan Sowa (1986) menyatakan

persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai

sejauhmana organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli terhadap

kesejahteraan mereka. Hal ini didasarkan pada teori pertukaran sosial atau

social exchange teory yang dikembangkan oleh psikolog John Thibaut dan

Harlod Kelley (1959), sosiolog George Homans (1961), Richard Emerson

(1962), dan Peter Blau (1964), dimana hubungan antara karyawan dan

organisasinya adalah merupakan suatu hubungan pertukaran, misalnya

seorang karyawan mau bekerja di suatu organisasi karena karyawan

tersebut hendak mempertukarkan usaha dan loyalitasnya dengan imbalan

material sosioemosional tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

karyawan mempunyai harapan akan adanya dukungan organisasi terhadap

kebutuhan mereka. Jadi teori tentang dukungan organisasi dibangun karena

adanya harapan ini dalam diri karyawan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Eisenberger, et al., bahwa

karyawan menganggap kerja adalah suatu bentuk pertukaran dengan

kebutuhan-kebutuhannya sehingga mereka selalu melakukan penilaian

apakah organisasi mempunyai perhatian terhadap segala jerih payah yang

telah disumbangkan dan mampu memberikan imbalan yang memadai, atau

dengan kata lain, jika karyawan bekerja secara ekstra, apakah organisasi

akan memberikan imbalan yang lebih pula. Karyawan juga menilai apakah

Page 8: BAB II RERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2275/3/T2_912010105_BAB II.pdf · Sedangkan George Kelly (1955) merumuskan kepribadian sebagai

kebutuhan sosioemosionalnya seperti kebutuhan akan pengakuan dan

penghargaan juga terpenuhi.

Untuk menentukan kesiapan organisasi dalam memberikan

penghargaan terhadap setiap jerih payah yang dilakukan dan untuk

memenuhi sosioemosionalnya, karyawan membentuk suatu keyakinan

umum tentang seberapa jauh organisasi menghargai kontribusi mereka dan

peduli terhadap kesejahteraan mereka. Eisenberger et. al., juga

menjelaskan bahwa dukungan organisasi dibangun oleh perlakukan-

perlakuan organisasi yang diterima misalnya dalam pembayaran

honorarium, kenaikan jabatan, pemerkayaan pekerjaan, dan partisipasi

dalam pembuatan kebijakan organisasi.

Persepsi dukungan organisasi dipengaruhi oleh pengalaman yang

dimiliki oleh individu, serta pengamatan mengenai keseharian organisasi

dalam memperlakukan seseorang (Allen, 1995; Eisenberger et all, 1986).

Dalam hal ini sikap organisasi terhadap ide-ide yang dilontarkan oleh

karyawan, respon terhadap karyawan yang mengalami masalah serta

perhatian perusahaan terhadap kesejahteraan dan kesehatan karyawan

merupakan tiga aspek yang menjadi perhatian utama dari karyawan.

Penilaian pegawai terhadap organisasi juga dilakukan dengan

memperhatikan frekuensi, kesungguhan dan ketulusan organisasi dalam

memberikan pernyataan perhargaan dan pengakuan terhadap hasil usaha

Page 9: BAB II RERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2275/3/T2_912010105_BAB II.pdf · Sedangkan George Kelly (1955) merumuskan kepribadian sebagai

mereka. Pemberian penghargaan atau penciptaan kondisi kerja yang

menyenangkan, jika dilakukan karena kemauan organisasi sendiri akan

mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap dukungan organisasi

dibandingkan dengan jika diberikan karena tekanan dari luar misalnya

tekanan serikat pekerja atau peraturan perundangan. (Rhoades and

Eisenberger, 2002).

2.1.4. Kepuasan Kerja

Ada beberapa teori yang dapat mengungkapkan kepuasan kerja

karyawan, salah satunya adalah Two Factor Theory, yaitu teori yang

beranggapan bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja adalah

merupakan dua hal yang berbeda, Artinya, kepuasan dan ketidakpuasan

terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinu. Teori

ini pertama kali dikemukakan oleh Frederick Herzberg pada tahun 1959.

Satisfiers (motivator) ialah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya

sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: pencapaian (achievement)

yakni besar kecilnya tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi;

pengakuan (recognition) yakni besar kecilnya pengakuan yang diberikan

kepada tenaga kerja atas kinerjanya; pekerjaan itu sendiri (work it self)

yakni besar kecilnya tantangan bagi tenaga kerja dari pekerjaannya;

tanggung jawab (responsibility) yakni besar kecilnya tanggung jawab yang

Page 10: BAB II RERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2275/3/T2_912010105_BAB II.pdf · Sedangkan George Kelly (1955) merumuskan kepribadian sebagai

dirasakan dan diberikan pada tenaga kerja dan kemajuan (advancement)

yakni besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam

pekerjaannya. Hadirnya faktor ini akan menimbulkan kepuasan, tetapi

tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu mengakibatkan ketidakpuasan.

Dissatisfiers (hygiene factor) ialah faktor-faktor yang terbukti menjadi

sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari: kebijakan perusahaan (company

policy and administration) yakni derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga

kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku diperusahaan;

penyeliaan (supervision technical) yakni derajat kewajaran penyeliaan

yang dirasakan oleh tenaga kerja; gaji (salary) yakni derajat kewajaran

gaji/upah sebagai suatu imbalan atas hasil kerjanya; hubungan antar pribadi

(interpersonal relations) yakni derajat kesesuaian yang dirasakan dalam

berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya dan kondisi kerja (working

condition) yakni derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses

pelaksanaan pekerjaannya. Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan

mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan

menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja (Wexley &

Yukl , 2003).

Selanjutnya, Wexley dan Yukl mengemukakan bahwa masing-

masing individu memiliki tingkat kepuasan berbeda sesuai dengan sistem

nilai yang berlaku dalam dirinya. Semakin banyak aspek yang sesuai

Page 11: BAB II RERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2275/3/T2_912010105_BAB II.pdf · Sedangkan George Kelly (1955) merumuskan kepribadian sebagai

dengan keinginan individu tersebut maka semakin tinggi kepuasan

kerjanya.

Untuk membantu memahami konsep kepuasan kerja, Locke (1976)

dalam Luthans (2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu

keadaan emosional yang menyenangkan atau positif yang dihasilkan dari

penilaian pekerjaan atau pengalaman pekerjaan. Kepuasan kerja

merupakan kumpulan perasaan seseorang untuk bertahan pada

pekerjaannya termasuk semua aspek pekerjaan tertentu, baik dan buruk,

positif atau negatif, yang mungkin berkontribusi pada pengembangan

perasaan kepuasan atau ketidakpuasan.

Kepuasan kerja mengacu pada reaksi emosional positif individu

untuk pekerjaan tertentu. Kepuasan kerja adalah hanya mengenai

bagaimana orang merasa tentang pekerjaan mereka dan aspek yang berbeda

dari pekerjaan mereka. Ini adalah sejauh mana orang-orang suka

(kepuasan) atau tidak suka (ketidakpuasan) pada pekerjaan mereka

(Spector, 1997). Namun, apa yang membuat pekerjaan memuaskan atau

tidak memuaskan tidak hanya tergantung pada sifat dari pekerjaan, tetapi

juga pada harapan bahwa individu mendapatkan apa yang seharusnya

disediakan dari pekerjaan mereka.

Menurut Robbins (2006) kepuasan berdimensi sangat luas secara

garis besar mencakup tantangan dalam kerja, imbalan dan penghargaan

Page 12: BAB II RERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2275/3/T2_912010105_BAB II.pdf · Sedangkan George Kelly (1955) merumuskan kepribadian sebagai

yang wajar, kondisi dan rekan kerja yang mendukung, serta kesesuaian

pekerjaan dengan kepribadian karyawan.

2.2. Pengembangan Hipotesis

2.2.1. Kepribadian proaktif dan Keterlibatan Kerja

Keterlibatan kerja didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang

mengidentifikasi secara psikologis dengan pekerjaannya atau pentingnya

pekerjaan dalam citra diri individu (Lodhal dan Kejner, 1965 dalam

Kanungo, 1982). Dalam pendekatan disposisional, keterlibatan dalam

pekerjaan dipandang tergantung pada kepribadian individu. Pengaruh yang

diberikan oleh beberapa karakteristik pribadi yang stabil akan memastikan

individu memiliki sikap kerja yang berbeda. Dua sikap kerja tersebut

adalah keterlibatan pekerjaan dan kepuasan kerja. Individu dianggap

memiliki sejumlah keinginan atau nilai yang akan mendorong mereka

untuk bekerja lebih keras atau menghalangi mereka dari keterlibatan kerja

(Sekaran & Mowday, 1981 dalam Akhtar & Singh, 2010). Sedangkan

kepribadian proaktif didefinisikan sebagai sebuah disposisi dalam

mengambil inisiatif pribadi untuk mempengaruhi lingkungan seseorang

(Crant, 2000). Parker et al. (2006) menyebut individu proaktif sebagai

Page 13: BAB II RERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2275/3/T2_912010105_BAB II.pdf · Sedangkan George Kelly (1955) merumuskan kepribadian sebagai

orang-orang yang biasanya melibatkan diri dalam tindakan yang

berdampak diri mereka sendiri dan / atau lingkungan mereka. Oleh karena

itu, karyawan dengan kepribadian proaktif selalu berfokus pada masa

depan, sadar serta berorientasi pada perubahan.

Berdasarkan konsep tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa

kepribadian proaktif menyiratkan kesediaan untuk terlibat dan mengambil

inisiatif untuk mengidentifikasi dan memberikan kontribusi pada berbagai

kegiatan dan situasi (Crant, 2000). Apabila tingkat kepribadian proaktif

semakin tinggi maka kesediaan untuk terlibat di dalam pekerjaan akan

semakin tinggi pula.

Hipotesis 1: Kepribadian proaktif berpengaruh signifikan terhadap

keterlibatan kerja karyawan.

2.2.2. Persepsi Dukungan Organisasi dan Keterlibatan Kerja

Peran dukungan organisasi menjelaskan bahwa organisasi akan

menyediakan bantuan sesuai yang dibutuhkan oleh karyawan untuk bekerja

secara efektif dan untuk menghadapi situasi yang sulit. Eisenberger et al.

(1997) dalam Akhtar & Singh (2010) menjabarkan persepsi dukungan

organisasi sebagai pemahaman masyarakat secara global mengenai tingkat

di mana organisasi peduli dengan keberadaan dan kontribusi karyawan

serta peduli terhadap kesejahteraan mereka. Sedangkan keterlibatan kerja

Page 14: BAB II RERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2275/3/T2_912010105_BAB II.pdf · Sedangkan George Kelly (1955) merumuskan kepribadian sebagai

timbul sebagai respon terhadap suatu pekerjaan atau situasi tertentu dalam

lingkungan kerja (Rabinowitz & hall, 1977 dalam Akhtar & Singh, 2010).

Berdasarkan Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory), karyawan

cenderung melihat apakah ada sikap atau perilaku menguntungkan dari

organisasi yang muncul dari hubungan pertukaran yang terjadi antara

karyawan dan pimpinan organisasi (Eisenberger et al., 1997 dalam

Dharmasri & Vathsala, 2010). Informasi di atas dapat menunjukkan

pentingnya peran dukungan organisasi untuk para karyawan. Apabila

karyawan percaya bahwa organisasi menyediakan dukungan yang mereka

perlukan, menilai kontribusi mereka, dan peduli tentang kesejahteraan

mereka, maka hal ini dapat meningkatkan keterlibatan kerja karyawan dan

selanjutnya meningkatkan kepuasan kerja (Rhoades and Eisenberger,

2002). Hal ini didukung hasil penelitian Dharmasri & Vathsala (2010) yang

menemukan bahwa POS berpengaruh signifikan positif terhadap

keterlibatan kerja.

Hipotesis 2: Persepsi dukungan organisasi berpengaruh signifikan

terhadap keterlibatan kerja karyawan.

2.2.3. Keterlibatan Kerja dan Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja didefinisikan sebagai suatu keadaan emosional

yang menyenangkan atau positif yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan

Page 15: BAB II RERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2275/3/T2_912010105_BAB II.pdf · Sedangkan George Kelly (1955) merumuskan kepribadian sebagai

atau pengalaman pekerjaan (Locke, 1976 dalam Luthans, 2006). Kepuasan

kerja mengacu pada reaksi emosional positif individu untuk pekerjaan

tertentu. Kepuasan kerja adalah hanya mengenai bagaimana orang merasa

tentang pekerjaan mereka dan aspek yang berbeda dari pekerjaan mereka.

Ini adalah sejauh mana orang-orang suka (kepuasan) atau tidak suka

(ketidakpuasan) pada pekerjaan mereka (Spector, 1997).

Keterlibatan kerja merupakan faktor penting dalam sikap kerja lain

yang terkait seperti kepuasan kerja. Orang dengan keterlibatan kerja tinggi

memfokuskan sebagian besar perhatian pada pekerjaan mereka sehingga

menjadi benar-benar tenggelam dan menikmati pekerjaan tersebut. Hal ini

merupakan kepercayaan seseorang terhadap pekerjaannya dan merupakan

fungsi dari seberapa banyak pekerjaan tersebut dapat memuaskan

keinginan seseorang (Csikszentmihalyi, 1997 dalam Diefendorff et al.,

2006).

Dengan adanya keterlibatan secara penuh terhadap pekerjaan maka

karyawan akan menciptakan kinerja yang baik dan akan berpartisipasi aktif

dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya karena hal ini dianggap

penting sehingga karyawan akan lebih merasa puas dan senang jika bisa

menghabiskan sebagian besar waktu, tenaga, dan pikiran untuk

pekerjaannya. Hal ini senada dengan hasil penelitian Khan & Nemati

Page 16: BAB II RERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2275/3/T2_912010105_BAB II.pdf · Sedangkan George Kelly (1955) merumuskan kepribadian sebagai

(2011) serta Putri (2010) yang menemukan bahwa keterlibatan kerja

berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja.

Hipotesis 3: Keterlibatan kerja karyawan berpengaruh signifikan

terhadap kepuasan kerja karyawan.

2.2.4. Keterlibatan Kerja sebagai Mediator hubungan antara

kepribadian proaktif dan persepsi dukungan organisasi

terhadap kepuasan kerja.

Penelitian ini berusaha mengungkapkan bahwa hubungan antara

kepribadian proaktif dan persepsi dukungan organsasi terhadap kepuasan

kerja akan dimediasi oleh keterlibatan kerja. Secara teoritis, orang proaktif

lebih mungkin untuk menampilkan inisiatif untuk mengubah prosedur

dalam melakukan pekerjaan dan lingkungan organisasi, dengan demikian

cenderung menjadi kreatif (Seibert, Kraimer, & Crant, 2001). Hal tersebut

dapat mendorong individu untuk lebih terlibat dalam pekerjaannya. Orang

dengan keterlibatan kerja tinggi memfokuskan sebagian besar perhatian

pada pekerjaan mereka sehingga menjadi benar-benar tenggelam dan

menikmati pekerjaan tersebut. Hal ini merupakan kepercayaan seseorang

terhadap pekerjaannya dan merupakan fungsi dari seberapa banyak

pekerjaan tersebut dapat memuaskan keinginan seseorang

(Csikszentmihalyi, 1997 dalam Diefendorff et al., 2006).

Page 17: BAB II RERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2275/3/T2_912010105_BAB II.pdf · Sedangkan George Kelly (1955) merumuskan kepribadian sebagai

Menurut Brown (1996), karyawan dikatakan terlibat dalam

pekerjaannya apabila karyawan tersebut dapat mengidentifikasikan diri

secara psikologis dengan pekerjaannya, dan menganggap kinerjanya

penting untuk dirinya. Keterlibatan kerja akan terbentuk karena keinginan

dari pekerja akan kebutuhan tertentu, nilai atau karakteristik tertentu yang

diperoleh dari pekerjaannya sehingga akan membuat pekerja tersebut lebih

terlibat atau tidak terlibat pada pekerjaannya.

Selain itu apabila karyawan percaya bahwa organisasi

menyediakan dukungan yang mereka perlukan, menilai kontribusi mereka,

dan peduli tentang kesejahteraan mereka, maka hal ini dapat meningkatkan

keterlibatan kerja karyawan dan selanjutnya meningkatkan kepuasan kerja

(Eisenberger et al., 1997).

Hipotesis 4 : Keterlibatan kerja karyawan memediasi hubungan

antara kepribadian proaktif terhadap kepuasan kerja

karyawan.

Hipotesis 5 : Keterlibatan kerja karyawan memediasi hubungan

antara persepsi dukungan organisasi terhadap

kepuasan kerja karyawan.

2.3. Kerangka pemikiran Penelitian

Page 18: BAB II RERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2275/3/T2_912010105_BAB II.pdf · Sedangkan George Kelly (1955) merumuskan kepribadian sebagai

Berdasarkan telaah pustaka dan hipotesis yang dikembangkan

diatas maka sebuah model konseptual atau kerangka pemikiran teoritis

dapat dikembangkan seperti yang disajikan dalam gambar berikut :

Gambar 2.1

Model Penelitian

H4

H1

H3

H2

H5

Sumber : Dikembangkan dalam penelitian ini

Kepribadian Proaktif (X1)

Persepsi Dukungan Organisasi (X2)

Keterlibatan Kerja (Y1)

Kepuasan Kerja (Y2)